BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan landasan bagi peneliti dalam melakukan
penelitiannya. Penelitian-penelitian mengenai komitmen, partisipasi dan motivasi
dilakukan oleh peneliti-peneliti dari kalangan akademis dalam maupun luarnegeri.
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Tri Yuni Sulistyowati (2015),
menggunakan variabel pelayanan, kinerja pengurus, motivasi dan partisipasi
dengan judul “pengaruh pelayanan, kinerja pengurus koperasi, dan motivasi
berkoperasi terhadap partisipasi anggota koperasi pegawai Republik Indonesia
(KPRI) Eka Karya Kabupaten Kendal”. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti
seberapa besar pengaruh pelayanan, kinerja pengurus, dan motivasi terhadap
partisipasi anggota koperasi pegawai Republik Indonesia (KPRI) Eka Karya
Kabupaten Kendal. Penelitian ini dilakukan terhadap 83 responden anggota
koperasi KPRI. Hasil penelitian menunjukkan pelayanan, kinerja pengurus, dan
motivasi secara simultan berpengaruh terhadap partisipasi anggota berkoperasi.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Siti Za’imatun Nisa (2015),
menggunakan variabel pendidikan perkoperasian, motivasi anggota dan partisipasi
anggota berkoperasi dengan judul ”pengaruh pendidikan perkoperasian dan
motivasi anggota terhadap partisipasi anggota koperasi mahasiswa universitas
negeri yogyakarta (Kopma UNY)”. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti
berkoperasi. Penelitian ini dilakukan terhadap 98 responden yang merupakan
anggota Kopma UNY yang telah menjadi anggota selama satu tahun di Kopma
UNY. Hasil penelitian ini ditemukan hubungan positif antara pendidikan
perkoperasian dan motivasi anggota terhadap partisipasi anggota Kopma UNY.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Choeriyah (2015), menggunakan
variabel motivasi dan loyalitas anggota serta variabel partisipasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis besarnya pengaruh motivasi
berkoperasi dan loyalitas anggota terhadap partisipasi anggota di KUD Mekar
Ungaran Kabupaten Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
anggota aktif KUD Mekar Ungaran berjumlah 859 orang. Metode pengambilan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dan dokumentasi. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif persentase dan
analisis regresi linier berganda. Hasil secara simultan motivasi berkoperasi dan loyalitas anggota secara bersama sama mempengaruhi partisipasi anggota KUD
Mekar Ungaran. Secara parsial motivasi berkoperasi berpengaruh positif terhadap
partisipasi anggota, loyalitas anggota berpengaruh positif terhadap partisipasi
anggota. Rekapitulasi penelitian terdahulu terkait dengan partisipasi, motivasi dan
komitmen dalam organisasi dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Rekapitulasi Penelitian Terdahulu Terkait Dengan Partisipasi,
Motivasi dan Komitmen Dalam Organisasia
Peneliti Judul Variabel Tujuan Hasil pe nelitian
Peneliti Judul Variabel Tujuan Hasil pe nelitian
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada pengaruh positif
dan signifikan partisipasi anggota di
Peneliti Judul Variabel Tujuan Hasil pe nelitian dan loyalitas anggota secara bersama sama positif antara kinerja
koperasi dan
Peneliti Judul Variabel Tujuan Hasil pe nelitian
The path coefficient of civil servant
fungsinya akan berhasil jika mengikutsertakan partisipasi semua komponen dan
unsur yang ada dalam organisasi. Dengan demikian yang bisa menghidupkan
sarana untuk memperbaiki kehidupan yang berdasar atas kegotong royongan atau
kekeluargaan tidak lain adalah partisipasi anggota, seperti yang dikemukan oleh
pendapat Ninik Widiyanti (2007:65) bahwa partisipasi anggota diukur dari
kesediaan anggota itu untuk memikul kewajiban dan menjalankan hak
keanggotaan serta bertanggungjawab jika sebagian besar anggota koperasi sudah
melakukan kewajiban dan tanggungjawab maka partisipasi anggota koperasi
tersebut dikatakan baik, namun apabila sebaliknya maka partisipasi anggota
koperasi tersebut dikatakan buruk.
Partisipasi merupakan faktor yang paling penting dalam mendukung
keberhasilan atau perkembangan suatu organisasi. Melalui partisipasi segala aspek
yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pencapaian tujuan direalisasikan.
Semua program yang harus dilaksanakan oleh manajemen perlu memperoleh
dukungan dari semua unsur atau komponen yang ada dalam organisasi. Tanpa
dukungan semua unsur atau komponen, pelaksanaan program-program
manajemen tidak akan berhasil dengan baik. Hendar dan Kusnadi (2000:61)
mengatakan bahwa partisipasi pada koperasi dapat berupa partisipasi kontribusi
dan dan dapat pula partisipasi intensif. Kedua jenis partisipasi tersebut timbul
sebagai akibat peran ganda anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai
a. Para anggota memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan
pertumbuhan koperasi dalam kontribusi keuangan (simpanan pokok, simpanan
wajib dan simpanan sukarela).
b. Mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan, dan proses
pengawasan terhadap jalannya koperasi. Partisipasi ini disebut kontributif.
Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/pemakai para anggota memanfaatkan
berbagai potensi pelayanan yang disediakan oleh koperasi dalam menunjang
keperasi dalam menunjang kepentinganya. Partisipasi ini disebut partisipasi
intensif.
Partisipasi merupakan bagian penting dan juga vital dalam pembangunan
koperasi. Partisipasi tidak dapat diasumsikan sebagai suatu yang “given” atau sesuatu yang demikian saja terjadi secara otomatis dalam keberadaan suatu
koperasi. Terdapat banyak koperasi dengan tingkat partisipasi anggota yang
rendah, namun beberapa diantaranya tetap dapat memberikan manfaat yang
memuaskan bagi para anggotanya. Akan tetapi, tanpa partisipasi anggota,
kemungkinan atas rendah atau menurunnya efisiensi dan efektivitas anggota
dalam rangka mencapai kinerja koperasi, akan lebih besar.
Partisipasi dibutuhkan untuk mengurangi kinerja yang buruk, mencegah
penyimpangan dan membuat pemimpin koperasi bertanggung jawab. Partisipasi
anggota sering dianggap baik sebagai alat pengembangan maupun sebagai tujuan
akhir itu sendiri. Selain itu, melibatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan
dan tindakan sebagai suatu tujuan pengembangan ataupun sebagai tujuan akhir itu
penting partisipasi dalam mencapai keberhasilan koperasi sesuai dengan
kepentingan anggota. Dalam kehidupan sehari-hari baik disadari maupun tidak
disadari, partisipasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Partisipasi
adalah berbagai bentuk peran serta anggota organisasi dalam menggunakan tenaga
dan pikiran serta waktunya dalam mewujudkan tujuan organisasi (Hasibuan,
2005). Partisipasi adalah tanggungjawab pekerja yang didasari pada kesadaran
penuh dalam mentaati dan mematuhi serta mengerjakan semua tugas
pekerjaannya dengan baik (Malthis, Jackson 2002).
Ditinjau dari segi etimologis, kata partisipasi merupakan pinjaman dari
bahasa Belanda “participatie” atau dari bahasa Inggris “Participation” (sukanto,1983). Dalam bahasa Latin disebut “Participatio” yang berasal dari kata kerja “Partipare” yang berarti ikut serta, sehngga partisipasi mengandung
pengertian aktif yaitu adanya kegiatan atau aktivitas. Davis dan Newstrom (2004)
berpendapat bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional
orang-orang dalam situasi kelompok. Dan mendorong mereka untuk memberikan suatu
kontribusi demi tujuan kelompok, dan juga berbagai tanggung jawab dalam
pencapaian tujuan.
Menurut Sajogyo (2002) “Partisipasi” adalah suatu proses dimana
sejumlah pelaku bermitra punya pengaruh dan membagi wewenang di dalam
prakarsa “pembangunan”, termasuk mengambil keputusan atas sumberdaya.
Menurut Rauf, Nasution dalam Sri Yuliyati, mengemukakan partisipasi terhadap
menunjukkan sikap dan mewujudkan peranannya terhadap koperasi guna
meningkatkan kesejahteraanya.
Secara umum, partisipasi dapat di artikan sebagai keterlibatan diri
seseorang dalam suatu kegiatan, baik secara langsung maupun tidak langsung atau
suatu proses identifikasi diri seseorang untuk menjadi peserta dalam kegiatan
bersama dalam situasi sosial tertentu. Seseorang yang berpartisipasi sebenarnya
mengalami keterlibatan di dalam dirinya, yang sifatnya lebih dari pada
keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya juga,
berarti ketrlibatan pikiran dan perasaanya.
Menurut Wiranata, Suhenda modul ekonomi koperasi mengatakan arti
penting dari partisipasi adalah:
a. Partisipasi berasal dari kata participation yang secara harfiah berarti mengikutsertakan pihak lain.
b. Seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugasnya akan lebih berhasil
apabila pemimpin tersebut mampu meningkatkan partisipasi dari semua
komponen atau unsur yang dimiliki perusahaan/lembaganya.
c. Dengan meningkatkan partisipasi, berarti semua komponen/unsur yang ada
akan merasa lebih dihargai sehingga dapat diharapkan semangat dan
kegairahan kerja serta tanggung jawab dan rasa turut memiliki.
d. Melalui partisipasi, pihak manajemen koperasi dapat mengetahui apa yang
menjadi kepentingan para anggotanya. Dan seberapa banyak serta kualitas
e. Partisipasi diperlukan untuk mengatasi penampilan yang kurang baik, dari
menghilangkan kemungkinan salah tindak dari pihak manajemen, dan
membuat kebijaksanaan yang diambil oleh pengurus memiliki landasan kuat
dari para anggota, sehingga apabila terjadi kerugian dari kegiatan usaha yang
dilakukan para anggota aka merasa legowo dalam ikut menanggung kerugian
tersebut, karena mereka merasa turut bertanggung jawab.
Partisipasi anggota dipengaruhi oleh kemampuan dan kemauan anggota untuk
berpartisipasi, kemampuan anggota untuk berpartisipasi dipengaruhi oleh
bimbingan atau penyuluhan yang dilakukan koperasi. Bimbingan atau penyuluhan
ini dapat berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap anggota. Bila anggota
sudah memiliki pengetahuan, keterampilan, modal serta sikap positif terhadap
koperasi berarti anggota memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Kemauan
anggota koperasi untuk berpartisipasi merupakan reaksi psikis dalam diri
seseorang manusia, untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan
kesempatan yang ada. Kemauan ini berhubungan dengan aspek sikap seperti
emosi dan perasaan yang dipengaruhi oleh besarnya pelayanan koperasi,
kedekatan tempat tinggal, motivasi anggota koperasi, daya tarik terhadap kegiatan
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat dijelaskan bahwa tanggungjawab
merupakan bentuk peran serta anggota organisasi dalam menggunakan tenaga dan
pikiran serta waktunya dalam mewujudkan tujuan organisasi yang didasari pada
kesadaran penuh dalam mentaati dan mematuhi serta mengerjakan semua tugas
pekerjaannya dengan baik.
Menurut Ropke (2003 : 52), partisipasi dalam koperasi dijelaskan dalam
tiga aspek sebagai berikut :
a. Anggota “berpartisipasi” dalam memberikan kontribusi atau menggerakkan
sumber-sumber dayanya.
b. Anggota “berpartisipasi” dalam pengambilan keputusan (perencanaan,
implementasi/ pelaksanaan dan evaluasi).
c. Anggota “berpartisipasi” / berbagi keuntungan.
Jika partisipasi dilakukan, kebijakan koperasi tidak akan berdasar pada perkiraan
mengenai apa yang diinginkan oleh anggota, akan tetapi berdasar pada
kepentingan dan kebutuhan anggota itu sendiri, seperti yang dinyatakan melalui
upaya-upaya partisipasinya.
2.2.1.2. Faktor Positif dan Negatif Partisipasi Anggota
1. Faktor Positif Partisipasi Anggota
Beberapa koperasi yang berhasil dalam mempertahankan partisipasi anggota
dimunculkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan tersebut,
yaitu:”
b. Latihan berkesinambungan bagian calon anggota dan anggota
c. Kunjungan-kunjungan lapangan dari para penggerak koperasi yang
berkesinambungan, diaolog informal dengan anggota setempat.
d. Para anggota dan pengurus melaksanakan rapat-rapat dengan berhasil baik,
membuat kartu anggota dan pembukuan yang benar, menerbitkan laporan
keuangan bulanan.
e. Menanamkan dan mempertahankan sikap-sikap mental yang
baru/kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan aneka simpanan pemberiaan pinjaman
dan aspek-aspek lain untuk kerja sama dalam koperasi.
f. Para angggota membuat rencana koperasi.
g. Penerbitan publikasi yang teratur disebarluaskan kepada para anggota
koperasi.
h. Latihan bagi para anggota untuk memahami, menganalisis koperasi-koperasi,
mengadakan perjanjian, persatuan, pada saat permulaan.
i. Program silang pinjam yang saling melengkapi dalam jaringan koperasi
(simpan-pinjam, asuransi bersama).
j. Memelihara pendanaan dari dalam secara teratur.
k. Kesalahan-kesalahan koperasi di masa lampau menjadi tantangan bagi para
anggota koperasi dan pengurus.
l. Para anggota dirangsang untuk mengetahui masalah-masalah koperasi,
keadaan-keadaan, keterbatasan keuangan, kebutuhan-kebutuhan, dan
kemajuannya
Partisipasi anggota dalam beberapa koperasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
negatif, yaitu :
a. Kurangnya pendidikan anggota, antara lain dalam bentuk latihan anggota dan
calon anggota yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi lokal
b. Feodalisme dan paternalisme dari para pengurus koperasi dalam hubungan
dengan para anggota
c. Kurangnya tindak lanjut yang konsisten dan pengamatan dari rencana-rencana
organisasi yang telah disepakati bersama
d. Manipulasi yang dibuat oleh bermacam-macam individu menyebabkan
timbulnya erosi rasa ikut serta memiliki dari para anggota terhadap koperasi
mereka masing-masing
e. Kartu anggota tidak dibuat dengan baik menimbulkan ketidakjelasan transaksi
antar anggota dengan koperasinya ataupun sebaliknya
f. Kurangnya manajemen yang teratur dan keterampilan manajerial dari
pengurus koperasi
g. Kurangnya rencana pengembangan profesional untuk mengimbangi
perkembangan dinamika kebutuhan para anggota
h. Kurangnya penyebaran informasi tentang penampilan koperasi, seperti neraca,
biaya, manfaat, dan laporan statistik yang lain
i. Pengalaman-pengalaman dan praktek-praktek koperasi yang buruk di masa
lampau
2.2.1.3. Bentuk – Bentuk Partisipasi
Partisipasi anggota koperasi berarti memiliki keterlibatan mental dan
emosional terhadap koperasi, memiliki kontribusi kepada koperasi dan berbagai
tanggung jawab atas pencapaian tujuan organisasi maupun koperasi.
Dilihat dari segi dimensinya menurut Hendar dan Kusnadi (1999:61),
partisipasi terdiri dari:
1. Partisipasi dipaksakan (forced) dan partisipasi sukarela (voluntary)
Partisipasi dipaksakan terjadi karena paksaan undang-undang atau keputusan
pamerintah untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan pekerjaan. Sedangkan partisipasi sukarela terjadi karena
kesadaran untuk ikut serta berpartisipasi.
2. Partisipasi formal dan partisipasi informal
Partisipasi yang bersifat formal, biasannya tercipta suatu mekanisme formal
dalam pengambilan keputusan. Sedangkan partisipasi yang bersifat informal,
biasanya hanya terdapat persetujuan lisan antara atasan dan bawahan
sehubungan dengan partisipasi.
3. Partisipasi Langsung dan partisipasi tidak langsung
Partisipasi langsung terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan,
membahas pokok persoalan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang
lain. Sedangkan partisipasi tidak langsung terjadi apabila terdapat wakil yang
membawa inspirasi orang lain yang akan berbicara atas nama anggota dengan
kelompok yang lebih tinggi tingkatannya.
Partisipasi kontributif yaitu kedudukan anggota sebagai pemilik dengan
mengambil bagian dalampenetapaan tujuan, pembuatan keputusan dan proses
pengawasan terhadap jalannya perusahaan Koperasi. Sedangkan partisipasi
insentif yaitu kedudukan anggota sebagai pelanggan/pemakai dengan
memanfaatkan berbagai potensipelayanan yang disediakan oleh perusahaan
dalam menunjang kepentinganya.
Bentuk-bentuk partisipasi anggota dihubungkan dengan prinsip identitas ganda
anggota, sebagaimana dikemukakan oleh Alfred Hanel dalam Tim IKOPIN (
2000:49) yaitu :
1. Dalam kedudukannya sebagai pemilik:
a. Memberikan kontibusinya dalam bentuk keuangan terhadap pembentukan
dan pertumbuhan perusahaan koperasinya dan melalui usaha-usaha
pribadinya.
b. Mengambil bagian dalam penetapan tujuan pembuatan keputusan dan
dalam proses pengawasan terhadap tata kehidupan koperasinya.
c. Anggota harus turut serta dalam mengambil keputusan ,evaluasi dan
pengawasan terhadap jalannya perusahaan Koperasi yang biasanya
dilakukan pada waktu rapat anggota.
d. Anggota harus turut serta melakukan kontribusi modal melalui berbagai
bentuk simpanan untuk memodali jalannya perusahaan koperasi.
e. Anggota harus turut serta menanggung resiko usaha koperasi yang
disebabkan oleh kesalahan manajemen.
Koperasi berupaya menyediakan keperluaan anggota. Anggota sebagai
pengguna, pelanggan, pekerja atau nasabah, anggota harus turut serta
memanfaatkan pelayanan barang dan jasa yang disediakan oleh koperasi.
Untuk memasuki dan mempertahankan atau memelihara hubungannya dengan
koperasi, apabila insentif yang diperoleh lebih besar daripada kontribusi yang
harus diberikan maka mereka akan melanjutkan kerjasama dengan koperasi.
Pendapat lain mengenai partisipasi dikemukakan oleh Ropke (2003:52)
dengan membagi tipe-tipe partisipasi anggota menjadi :
1. Partisipasi dalam menggerakan atau mengkontribusikan sumberdaya.
2. Partisipasi dalam mengambil keputusan (perencanaan, implementasi atau
pelaksanaan, evaluasi).
3. Partisipasi anggota dalam menikmati manfaat.
Menurut Syamsuri dalam disertasinya yang berjudul “Daya Hidup
Koperasi dan Implikasinya terhadap Kesejahteraan Anggota”, mengemukakan
bahwa menurut teori partisipasi ada tiga jenis partisipasi yaitu :
1. Partisipasi Alinatif
Partisipasi alinatif ini dapat dikatakan seperti hubungan antara orang asing
yang bermusuhan, yaitu dimana pihak yang satu mau memaksakan dan
memanipulasikan kepentingannya kepada pihak lainnya.
2. Partisipasi Kalkulatif
Partisipasi kalkulatif berorientasi kepada keuntungan seperti terjadi pada
hubungan-hubungan bisnis.
Partisipasi moral berorientasi pada komitmen-komitmen berdasarkan
internalisasi norma-norma dan identifikasi kewibawaan atau karena
tekanan-tekanan kelompok.
Partisipasi yang terjadi pada anggota koperasi di Indonesia merupakan
kombinasi dari ketiga jenis partisipasi tersebut, dengan kadarnya berjenjang
dari jenis partisipasi kalkulatif, moral, dan alinatif
Syamsuri juga mengemukakan bahwa partisipasi anggota dalam koperasi
terdiri dari :
1. Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan
Partisipasi dalam pengambilan keputusan akan dilihat dari :
a. Banyaknya kehadiran dalam rapat
b. Aktivitas dalam rapat
c. Cara menyampaikan pendapat (usul, saran)
Dalam manajemen koperasi, Rapat Anggota itu merupakan komponen manajemen
yang terpenting sebab rapat anggota itu memiliki kekuasaan tertinggi dalam
koperasi. Rapat anggota bertugas untuk Mengesahkan anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, Program Kerja dan rencana anggaran belanja koperasi. Oleh
karena itu partisipasi anggota dalam rapat-rapat koperasi sangat diperlukan.
Partisipasi yang diharapkan dari anggota itu bukan sekedar kehadirannya saja tapi
juga aktivitasnya dalam proses rapat tersebut dalam bentuk sumbang
pendapat/saran agar bisa dihasilkan suatu keputusan rapat yang bermutu yang bisa
bermutu itu adalah yang menguntungkan anggota khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
2. Partisipasi Modal
Koperasi sebagai badan usaha juga memerlukan modal untuk membiayai
usaha-usahanya. Sumber modal ada dua yaitu :
a. Modal intern (modal sendiri) yang dihimpun dari para anggota dalam
bentuk simpanan-simpanan yaitu : simpanan pokok, simpanan wajib, dan
simpanan sukarela.
b. Sumber modal kedua adalah modal luar (asing) berupa pinjaman-pinjaman
dari pihak ketiga (bank, perorangan, swasta).
3. Partisipasi Usaha
Partisipasi usaha yaitu merupakan partisipasi anggota koperasi dalam
kegiatan-kegiatan usaha yang dilakukan oleh koperasi. Misalkan koperasi
konsumsi, partisipasi usaha yaitu melakukan kegiatan-kegiatan pembelian dalam
usaha koperasi tersebut.
4. Partisipasi Pengawasan
Partisipasi pengawasan yaitu merupakan partisipasi anggota dalam mengawasi
segala kegiatan operasional koperasi maupun laporan keuangan koperasi,
meskipun dalam koperasi telah ada pengawasan khusus yaitu Badan Pemeriksa
tapi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (UU No.12/67 pasal 13 ayat 6)
yang mengatakan: ”Setiap anggota koperasi mempunyai hak yang sama untuk :
melakukan pengawasan atas jalannya organisasi dan usaha-usaha Koperasi
Partisipasi anggota tak lepas dari ada tidaknya dan besar kecilnya manfaat
yang dirasakan anggota. Selain itu, partisipasi pengawasan dan pengambilan
keputusan dari anggota bisa meningkat bila para anggota menganggap memiliki
kepentingan yang berarti untuk mereka mempertahankan atau amankan, misalnya
karena anggota memiliki tabungan yang cukup besar di koperasi. Partisipasi
anggota dalam koperasi juga dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap koperasi
yang dimasukinya dan tentang para pengelola koperasi yang bersangkutan.
Partisipasi itu bukan milik masyarakat kalangan menengah atas saja tapi juga
milik golongan masyarakat bawah sepanjang tenaga pendorongnya tersedia
bedanya barangkali hanya pada besar kecilnya atau pada motif yang
mendorongnya. Motivasi partisipasi kalangan bawah lebih bersifat untuk
memenuhi kebutuhan vitalnya sedang untuk kalangan yang lebih tinggi untuk
memenuhi kebutuhan pernyataan atau aktualisasi dirinya.
2.2.1.4. Proses Pembentukan Partisipasi Dalam Koperasi
1. Anggota Koperasi Sebagai Individu dan Usaha Ekonomi
Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Yang
dapat menjadi anggota koperasi ialah setiap orang/individu yang mampu
melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar koperasi. Koperasi dapat memiliki
anggota luar biasa yang persyaratan, hak dan kewajiban keanggotaannya
Berpegang pada prinsip/pengertian koperasi, maka ada beberapa prinsip, yaitu
sebagai berikut:
a. Keanggotan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi
dalam lingkup usaha koperasi.
b. Keanggotaan koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
c. Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap
koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.
Setiap anggota mempunyai kewajiban, yaitu sebagai berikut:
a. Mematuhi Anggaran Dasar dan anggaran rumah tangga serta keputusan
yang telah disepakati dalam rapat anggota.
b. Berpartisipasi dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas
kekeluargaaan.
Setiap anggota mempunyai hak sebagai berikut:
a. Menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam rapat
anggota.
b. Memilih dan/atau dipilih menjadi anggota pengurus atau pengawas.
c. Meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam Anggaran
Dasar.
d. Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar rapat
anggota baik diminta maupun tidak diminta.
e. Memanfatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesame
f. Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut
ketentuan dalam Anggaran Dasar.
2. Partisipasi Anggota
Partisipasi anggota merupakan unsur utama dalam memacu kegiatan dan
untuk mempertahankan ikatan pemersatu di dalam koperasi. Koperasi harus
memiliki kegiatan-kegiatan tertentu untuk menjabarkan bentuk-bentuk partisipasi
dan memacu manfaat bersama, ketika berbagai manfaat diperoleh melalui
upaya-upaya bersama para anggota. Koperasi diharapkan mempunyai manfaat yang
dapat didistribusikan secara adil dan merata sesuai dengan kontribusi mereka
kepada koperasi dalam aneka kegiatan-kegiatan koperasi. Atas dasar itu koperasi
diharapkan menanamkan dasar-dasar distribusi pemanfaatan dari hasil atau
pelayanan-pelayanan yang bersifat ekonomis dan sosial untuk mempertahankan
semangat kebersatuan anggota-anggota dan kesetiaan mereka kepada semangat
koperasi.
Dasar pemanfaatan hasil-hasil dan pelayanan koperasi yang adil dapat juga
dilihat sebagai suatu tatanan di dalam menanamkan partisipasi yang baik dari
anggota sesuai kebutuhan yang dirasakan. Cara pandang koperasi sebagai suatu
sistem yang hidup, maka perlu dipahami konsep partisipasi anggota sebagai suatu
unsur yang paling uatama. Atas dasar itu, partisipasi anggota dalam koperasi
diibaratkan darah dalam tubuh manusia. Dipandang dari kenyataan bahwa untuk
mempertahankan diri, pengembangan, dan pertumbuhan suatu koperasi
tergantung pada kualitas dan partisipasi anggota-anggotanya. Oleh karena itu para
misi, tujuan umum, sasaran, kemampuan untuk menguji kemampuan dalam
memecahkan permasalahan dan perubahan-perubahan lingkungan.
Partisipasi dalam koperasi ditujukan pula untuk menempatkan para
anggota menjadi subyek dari pengembangan koperasi, anggota harus terlibat di
dalam setiap langkah proses pengembangan koperasi dari tingkat penetapan
tujuan, sasaran atau penyusunan strategi, serta pelaksanaan untuk merealisasikan
dan pengendalian sosial sesuai kepentingan anggota. Partisipasi sebagai mana
telah dipertimbangkan hendaklah memasukkan rasa memiliki dan rasa
bertanggung jawab dengan tekanan tertentu padapentingnya pendapat bersama
yang dihasilkan oleh para anggota. Kualitas partisipasi tergantung pada interaksi
dari ketiga variabel berikut:
1. Anggota atau penerima manfaat,
2. Manajemen,
3. Program.
Partisipasi anggota dalam pelayanan yang diberikan oleh koperasi akan
terwujud jika terjalin kesesuaian antara anggota, program dan organisasi yang ada.
Kesesuaian pertama, yaitu antara variabel anggota/penerima manfaat dengan
variabel program, merupakan kesesuaian antara kebutuhan anggota dengan
pelayanan dan sumber-sumber daya yang disediakan koperasi sebagai output dari
program. Program dapat diartikan sebagai kegiatan usaha mendasar yang dipilih
oleh organisasi (seperti memasok output, dan/atau membeli hasil produksi
anggota, menjual barang-barang konsumsi). Perbedaan antara koperasi fungsi
diversifikasi di program dan outputnya. Kesesuaian kedua, yaitu antara anggota
dengan (manajemen) organisasi. Anggota harus mampu dan mau
mengartikulasikan kebutuhan mereka dalam keputusan organisasi. Yang ketiga,
kesesuaian antara program dan (manajemen) organisasi, yaitu kesesuaian antara
syarat-syarat/kepentingan tugas program dan kemampuan manajemen koperasi.
Efektifitas keseluruhan dari partisipasi ditentukan oleh tingkat kesesuaian ketiga
variabel ini.
2.2.1.5. Pengukuran Partisipasi
Pengukuran partisipasi anggota berkaitan dengan peran ganda anggota
sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan. Dalam kedudukannya sebagai
pemilik, (a) para anggota memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan
pertumbuhan koperasi dalam bentuk kontribusi keuangan (simpanan pokok,
simpanan wajib, simpanan sukarela atau dana-dana pribadi yang diinvestasikan
pada koperasi) dan (b) mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan
keputusan dan proses pengawasan terhadap jalannya koperasi. Partisipasi
semacam ini disebut partisipasi kontributif.
Koperasi dalam kedudukannya sebagai pelanggan/pemakai, para anggota
koperasi memanfaatkan berbagai potensi pelayanan yang disediakan oleh koperasi
dalam menunjang kepentingannya. Partisipasi semacam ini disebut partisipasi
insentif. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang indikator
1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan dalam rapat anggota (kehadiran,
keaktifan, dan penyampaian/mengemukakan pendapat/saran/ide/gagasan/kritik
bagi koperasi)
2. Partisipasi dalam bentuk kontribusi modal (dalam berbagai jenis simpanan,
simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, jumlah dan frekuensi
menyimpan simpanan, penyertaan modal)
3. Partisipasi dalam pemanfaatan pelayanan (dalam berbagai jenis unit usaha,
jumlah dan frekuensi pemanfaatan layanan dari setiap unit usaha koperasi,
besaran transaksi berdasarkan waktu dan unit usaha yang dimanfaatkan,
besaran pembelian atau penjualan barang maupun jasa yang dimanfaatkan,
cara pembayaran atau cara pengambilan, bentuk transaksi, waktu layanan)
4. Partisipasi dalam pengawasan koperasi (dalam menyampaikan kritik, tata cara
penyampaian kritik, ikut serta melakukan pengawasan jalannya usaha
koperasi).
2.2.2. Konsep Motivasi
2.2.2.1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin movio atau motio yang berarti gerakan
atau menggerakkan juga motium yang berarti sebab atau alasan, dan pendapat dari
Flippo (2002:173) bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan
manusia pada tujuan tertentu. Martoyo (2001:68) memberikan rumusan motivasi
merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu
individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Danim
(2004:15) mengasumsikan motivasi sebagai aktivitas individu untuk menentukan
kerangka dasar tujuan dan penentuan perilaku untuk mencapai tujuannya. Oleh
karena itu, paling tidak dalam motivasi terdapat tiga unsur esensial (1) faktor
pendorong atau pembangkit motif, baik internal dan eksternal, (2) tujuan yang
ingin dicapai, (3) strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan. Dengan demikian motivasi merupakan faktor pendorong dalam
mempengaruhi perilaku seseorang.
Motivasi juga didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu
berdasarkan dari berperilaku dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhannya. Adapun pemotivasian dapat diartikan sebagai pemberian
motif-motif sebagai pendorong agar orang bertindak, berusaha untuk mencapai tujuan
organisasional (Silalahi, 2002:341). Motivasi adalah proses yang dimulai dengan
defisiensi fisiologis atau psikogis yang menggerakkan perilaku atau dorongan
yang ditujukan untuk tujuan dan insentif (Luthans, 2005:270). Dalam konteks
sistem, motivasi mencakup tiga elemen yang berinteraksi dan saling tergantung :
1. Kebutuhan. Kebutuhan tercipta saat tidak adanya keseimbangan fisiologis atau
psikologis. Misalnya kebutuhan muncul saat sel dalam tubuh kehilangan
makanan atau air atau ketika tidak ada orang lain yang bertindak sebagai
teman atau sahabat. Meskipun kebutuhan psikologi mungkin berdasarkan
defisiensi, tapi terkadang juga tidak. Misalnya, individu dengan kebutuhan
kuat untuk maju mungkin mempunyai sejarah pencapaian yang konsisten.
yang sering digunakan secara bergantian) terbentuk untuk mengurangi
kebutuhan. Dorongan fisiologis dapat didefinisikan sebagai kehilangan
petunjuk. Dorongan fisiologis dan psikologis adalah tindakan yang
berorientasi dan menghasilkan daya dorong dalam meraih insentif. Hal
tersebut adalah proses motivasi.
3. Insetif. Pada akhir sikluas motivasi adalah insentif, didefinisikan sebagai
semua yang akan mengurangi sebuah kebutuhan dan dorongan. Dengan
demikian, memperoleh insentif akan cenderung memulihkan keseimbangan
fisiologis atau psikologis dan akan mengurangi dorongan.
2.2.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Organisasi
Faktor yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi antara lain adalah:
1. Budaya
Budaya organisasi pada dasarnya mewakili norma-norma perilaku yang diikuti
oleh para anggota organisasi, termasuk anggota organisasi yang berada dalam
hirarki organisasi. Norma tersebut dapat terlihat dari kebiasaan-kebiasaan
rutinitas yang diterapkan dari organisasi. Budaya organisasi mampu menjadi
faktor kunci keberhasilan organisasi tetapi dapat pula menjadi faktor utama
kegagalan organisasi. Budaya ini berbeda-beda tiap organisasi, ada organisasi
yang memiliki budaya yang kuat dan ada pula yang memiliki budaya
organisasi yang lemah. Budaya organisasi banyak berpengaruh pada pola
perilaku dalam bidang; (1) Nilai-nilai perusahaan (masalah baik-buruk,
(3) Gaya kepemimpinan dalam melakukan wewenang.
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan hal yang saling terkait dengan adanya unsur kader
penggerak, adanya peserta yang digerakkan, adanya komunikasi, adanya
tujuan organisasi dan adanya manfaat yang tidak hanya dinikmati oleh
sebagian anggota. Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan
atau manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan,
kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama
masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah-masalah personalia, distribusi imbalan,
gaya komunikasi, cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik
dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, dan
interaksi antar kelompok.
3. Iklim Organisasi
Iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi
yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang
mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi
yang berpengaruh terhadap motivasi pada pelaku organisasi. Faktor - faktor
yang mempengaruhi iklim organisasi yaitu ;
a. Kehangatan
Kehangatan (warmth) adalah perasaan terhadap suasana yang bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau persahabatan dalam
kelompok yang informal, serta hubungan baik antar anggota, penekanan
b. Dukungan
Dukungan (support) adalah hal-hal yang terkait dengan dukungan dan
hubungan antar sesama anggota yaitu perasaan yang saling menolong.
2.2.2.3. Jenis – Jenis Motivasi
Secara umum motivasi terbagi menjadi dua yaitu :
1) Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul dari kesadaran seseorang
untuk melakukan sesuatu dengan sendirinya. Misalnya karena ada dorongan
bahwa organisasi itu sangat menarik dan menantang untuk diikuti. Motivasi
ini juga sering disebut motivasi murni, yakni motivasi yang sebenarnya timbul
dari dalam diri sendiri. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar. Beberapa
faktor pendukung motivasi intrinsik organisasi diantaranya adalah :
a) Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kewajiban seseorang melaksanakan fungsi yang
ditugaskan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima. Atau
tingkatan sejauh mana anggota bertanggung jawab terhadap organisasi.
Tanggungjawab dalam organisasi merupakan hal yang patut
diperhitungkan dalam melaksanakan tugas-tugas dalam suatu organisasi.
Karena dengan adanya tanggung jawab penuh berarti dorongan untuk
melakukan kewajiban terhadap tugas tertentu dapat meningkatkan kinerja
dari organisasi
b) Pengakuan dan penghargaan
dihormati dan dihargai orang lain sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Prestasi dan status dimanisfestasikan oleh banyak hal yang
digunakan sebagai simbol status digunakan sebagai simbol status.
Kebutuhan ini artinya adalah respek diri dan respek orang lain.
c) Kebutuhan untuk merealisasikan diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang
sehingga membutuhkan penyaluran kemampuan dan potensi diri dalam
bentuk nyata. Artinya tiap orang ingin tumbuh membangun pribadi dan
mencapai hasil. Kebutuhan merealisasikan diri adalah kebutuhan
aktualisasi diri yang menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan
dan potensi optimal untuk mencapai prestasi yang sangat memuaskan yang
sulit dicapai orang lain.
d) Percaya diri
Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang
bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk
memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Orang yang memiliki
kepercayaan diri merasa yakin akan kemampuan dirinya sehingga bisa
menyelesaikan masalahnya.
2) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor – faktor dari
luar. Adapun yang termasuk ke dalam faktor pendukung motivasi ekstrinsik
adalah sebagai berikut :
Jika hubungan antara pengurus dan anggota terjalin dengan baik dengan
memperioritaskan komunikasi yang efektif maka keserasian dalam
organisasi dapat berjalan dengan baik pula
b) Pengembangan
Organisasi perlu melakukan usaha peningkatan kualitas sumber daya
manusia melalui pengembangan berupa mengikutsertakan pengawai
organisasi dalam pendidikan, pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya.
c) Kebijakan dan administrasi
Peninjauan kembali tentang kebijakan dan administrasi organisasi yang
berpihak kepada kepentingan anggota, seperti merespon keluhan anggota
serta memberi tanggapan terhadap keluhan yang sedang dihadapi.
2.2.2.4. Pengukuran Motivasi
Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus diukur.
Pada umumnya, yang banyak diukur adalah motivasi sosial dan motivasi biologis.
Ada beberapa cara untuk mengukur motivasi menurut (Notoatmodjo, 2010:
27-28) yaitu :
b. Tes Proyektif
Apa yang kita katakan merupakan cerminan dari apa yang ada dalam
diri kita. Dengan demikian untuk memahami apa yang dipikirkan
orang, maka kita beri stimulus yang harus diinterprestasikan. Salah
Apperception Test (TAT). Dalam test tersebut diberikan gambar dan diminta untuk membuat cerita dari gambar tersebut. Dalam teori Mc
Leland dikatakan, bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu
kebutuhan untuk berprestasi (n-ach), kebutuhan untuk power ( n-power), kebutuhan untuk berafiliasi (n-aff). Dari isi cerita tersebut kita dapat menelaah motivasi yang mendasari diri klien berdasarkan
konsep kebutuhan diatas.
c. Kuesioner
Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuesioner adalah
dengan meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing motivasi. Sebagi
contoh adalah EPPS (Edward’s Personal Preference Schedule). Kuesioner tersebut terdiri dari 210 nomer dimana pada
masing-masing nomor terdiri dari dua pertanyaan, diminta memilih salah satu
dari dua pertanyaan tersebut yang lebih mencerminkan dirinya. Dari
pengisian kuesioner tersebut kita dapat melihat dari ke-15 jenis
kebutuhan yang dalam tes tersebut, kebutuhan mana yang paling
dominan dari dalam diri kita. Contohnya antara lain, kebutuhan untuk
berprestasi, kebutuhan akan keteraturan, kebutuhan untuk berafiliasi
dengan orang lain, kebtuhan untuk membina hubungan dengan lawan
jenis, bahakan kebutuhan untuk bertindak agresif.
d. Observasi Perilaku
sehingga dapat memunculkan perilaku yang mencerminkan
motivasinya. Misalnya, untuk mengukur keinginan untuk berprestasi,
diminta untuk memproduksi origami dengan batas waktu tertentu.
Perilaku yang diobservasi adalah, apakah menggunakan umpan balik
yang diberikan, mengambil keputusan yang berisiko dan
mementingkan kualitas dari pada kuantitas kerja.
2.2.3. Konsep Komitmen
2.2.3.1. Pengertian Komitmen
Menurut Luthan (1992:125) sebagai suatu sikap, komitmen organisasi
sering didefinisikan sebagai :
1. Suatu keinginan yang kuat menjadi anggota suatu organisasi tertentu.
2. Suatu kesediaan yang tinggi menjalankan usaha atas nama organisasi.
3. Suatu kepercayaan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi.
Menurut Mathis (2001), komitmen organisasi didefinisikan sebagai tingkat
kepercayaan dan penerimaan tentang kerja terhadap tujuan organisasi dan
mempunyai keinginan untuk tetap ada dalam organisasi tersebut. Dengan kata
lain, adalah suatu sikap tentang kesetiaan anggota kepada organisasi menyatakan
perhatiaan mereka kepada kepada kesejahteraan dan kesuksesan organsiasi
selanjutnya.
Menurut Steers dalam Kuncoro (2002) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi),
keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan
bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang anggota terhadap organisasinya.
Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana
anggota sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasinya.
Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal,
karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan
tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan
dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi.
Sedangkan Mathis dan Jackson Sopiah (2008) mendefinisikan komitmen
organisasional sebagai derajat dimana anggota percaya dan mau menerima
tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan
organisasinya. Mowday dalam Ermaisaf (2011) ada beberapa indikator komitmen
organisasi yaitu:
1. Penerimaan terhadap tujuan organisasi
2. Kinerja untuk pekerja keras
3. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian organsisasi.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen
merupakan suatu keadaan anggota yang memihak dan peduli kepada organisasi
tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaannya dalam
organisasi itu. Bentuk keterpihakan dan kepedulian anggota tersebut dapat
berkurangnya membuang-buang waktu dalam bekerja dan berkurangnya
kemungkinan meninggalkan lingkungan kerja.
2.2.3.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi Komitmen
Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi menurut Mayer
dan Allen dalam Partina (2005) sebagai berikut :
1. Karakteristik pribadi individu
Karakteristik pribadi terbagi ke dalam dua variabel, yaitu variabel demografis
dan variabel disposisional. Variabel demografis mencakup gender, usia,
status pernikahan, tingkat pendidikan dan lamanya seseorang bekerja pada
suatu organisasi. Variabel disposisional mencakup kepribadian dan nilai yang
dimiliki anggota organisasi. Hal-hal lain yang tercakup ke dalam variabel
disposisional ini adalah kebutuhan untuk berprestasi dan etos kerja yang baik.
Selain itu kebutuhan untuk berafiliasi dan persepsi individu mengenai
kompetensinya sendiri juga tercakup ke dalam variabel ini. Variabel
disposisional ini memiliki hubungan yang lebih kuat dengan komitmen
berorganisasi karena adanya perbedaan pengalaman masing-masing anggota
dalam organisasi tersebut.
2. Karakteristik organisasi
Karakteristik organisasi adalah struktur organisasi, desain kebijaksanaan
dalam organisasi dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut
disosialisasikan.
Pengalaman berorganisasi tercakup ke dalam kepuasan dan motivasi anggota
organisasi selama berada dalam organisasi, perannya dalam organisasi
tersebut dan hubungan antara anggota organisasi dengan supervisor atau pemimpinnya. Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja
tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap.
Menurut Stum dalam Sopiah (2008:164) mengemukakan ada 5 faktor
yang berpengaruh terhadap komitmen organisasional:
a. Budaya keterbukaan
b. Kepuasan kerja
c. Kesempatan personal untuk berkembang
d. Arah organisasi dan
e. Penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan.
2.2.3.3. Bentuk – Bentuk Komitmen Organisasi
Bentuk- bentuk komitmen organisasional ada tiga yaitu: komitmen afektif
(affective commitment), komitmen continuance (continuance commitment), dan komitmen normatif (normative commitment). Penjelasan dari ketiga dimensi komitmen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Komitmen afektif (affective commitment) yaitu keterlibatan emosi pekerja
terhadap organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan
apabila keterlibatan dalam organisasi terbukti menjadi pengalaman yang
dengan semakin baik atau menghasilkan kesempatan untuk mendapatkan skill
yang berharga.
2. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment) yaitu
keterlibatan komitmen berdasarkan biaya yang dikeluarkan akibat keluarnya
pekerja dari organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan
pada saat individu melakukan investasi. Investasi tersebut akan hilang atau
berkurang nilainya apabila individu beralih dari organisasinya.
3. Komitmen normatif (normative commitment) yaitu keterlibatan perasaan
pekerja terhadap tugas-tugas yang ada di organisasi. Komitmen normative
dipengaruhi dan atau dikembangkan sebagai hasil dari internalisasi tekanan
normatif untuk melakukan tindakan tertentu, dan menerima keuntungan yang
menimbulkan perasaan akan kewajiban yang harus dibalas.
Keputusan seseorang tetap bertahan di organisasi memiliki motivasi yang
berbeda-beda. Seseorang dengan komitmen efektif yang kuat, bertahan di
organisasi karena memang dia menyukai organisasi itu, sedangkan seseorang
dengan komitmen continuance yang kuat bertahan di organisasi, karena alasan kebutuhan hidup sebagai dorongan utamanya. Sedangkan seseorang dengan
komitmen normatif yang kuat, tetap bertahan di organisasi, karena alasan
moralitas. Namun demikian, apapun sumber komitmen, secara substansial wujud
komitmen adalah sama yaitu penerimaan individu terhadap tujuan-tujuan dan
nilai-nilai organisasi, kesediaan individu berupaya untuk mencapai tujuan
Oleh karena itu, pada penelitian ini wujud dari komitmen dioperasionalkan
sebagai single construct.
Menurut Steers dan Porter dalam Partina (2005), komitmen dikenal
sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen memiliki dua komponen
yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Sikap mencakup identifikasi
dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, di mana penerimaan ini
merupakan dasar komitmen. Identifikasi tampak melalui sikap menyetujui
kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa
kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. Sikap juga mencakup keterlibatan
seseorang sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut.
Seorang yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan
tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya. Ada 3 bentuk komitmen
organisasional, yaitu :
1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen
yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan
kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan
berinvestasi pada organisasi
2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota
terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota
lain di dalam organisasi.
3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada
Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan
sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
2.2.3.4. Proses Terjadinya Komitmen Organisasi
Bashaw dan Grant (dalam Amstrong, 1994) menjelaskan bahwa
komitmen anggota terhadap organisasi merupakan sebuah proses
berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika bergabung
dalam sebuah organisasi.
Dessler (1999:159) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan
untuk membangun komitmen anggota pada organisasi, yaitu:
1. Memiliki Karismatik (Make it charismatic); menjadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan,
dasar bagi setiap anggota dalam berperilaku, bersikap dan bertindak.
2. Membangun Tradisi (Build the tradition); Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus-menerus
dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.
3. Memiliki Prosedur Pengaduan Yang Komprehensif (Have comprehensive grievance procedures); Bila ada keluhan atau komplain dan pihak luar ataupun dan internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur
untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.
5. Menciptakan Komunitas (Create a sense of community); Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu community di mana di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama, berbagi, dan lain-lain.
6. Membangun Nilai Kesamaan (Build value-based homogeneity); Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi
memiliki kesempatan yang sama, misalnya untuk promosi maka dasar yang
digunakan untuk promosi adalah kemampuan, ketrampilan, minat, motivasi,
kinerja, tanpa ada diskriminasi.
7. Tidak Membedakan (Share and share alike); Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana antara level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu
berbeda atau mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup,
penampilan fisik, dan lain-lain.
8. Peningkatan, Pemanfaatan Dan Kerjasama Tim (Emphasize barn raising, cross-utilization, and teamwork); Organisasi sebagai suatu community harus bekerja sama, saling berbagi, saling memberi manfaat dan memberikan
kesempatan yang sama pada anggota organisasi. Misalnya perlu adanya rotasi
sehingga orang yang bekerja di "tempat basah" perlu juga ditempatkan di
"tempat yang kering". Semua anggota organisasi merupakan suatu tim kerja.
Semuanya harus memberikan kontribusi yang maksimal demi keberhasilan
organisasi tersebut.
9. Kebersamaan (Get together); Adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi sehingga kebersamaan bisa tedalin. Misalnya, sekali-kali
keluarga, pertandingan olah raga, seni, dll. yang dilakukan oleh semua
anggota organisasi dan keluarganya.
10. Mendukung Pengembangan (Support employee developmen); Hasil studi menunjukkan bahwa anggota akan lebih memiliki komitmen terhadap
organisasi bila kinerja organisasi dapat ditingkatkan.
11. Berkomitmen Untuk Aktualisasi (Commit to Actualizing); Setiap anggota diberi kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal
di organisasi sesuai dengan kapasitas masing-masing.
12. Mengembangkan Potensi (Provide first-year job challenge); anggota yang masuk ke organisasi dengan membawa mimpi dan harapannya,
kebutuhannya. Berikan bantuan yang kongkret bagi anggota untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mewujudkan impiannya. Jika
pada tahap-tahap awal anggota memiliki persepsi yang positif terhadap
organisasai maka anggota akan cenderung memiliki kinerja yang tinggi pada
tahap-tahap berikutnya.
13. Memberikan Promosi (Promote from within); Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan.
14. Menyediakan Kegiatan Pembangunan (Provide developmental activities);
Bila organisasi membuat kebijakan untuk merekrut anggota dari dalam
sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi anggota
untuk terus tumbuh dan berkembang personalnya, juga jabatannya.
muncul dengan sendirinya. Misalnya, anggota merasa aman karena organisasi
tersebut membuat kebijakan memberikan kesempatan kepada anggota untuk
lebih aktif.
16. Membangun Komitmen (Commit to peoplefirst values); Membangun komitmen anggota pada organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak
bisa dibentuk secara instan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar
memberikan perlakuan yang benar pada masa awal anggota memasuki
organisasi. Dengan demikian anggota akan mempunyai persepsi yang positif
terhadap organisasi.
17. Memiliki Data (Put it in writing); Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi, sejarah, strategi, dll. organisasi sebaiknya dibuat dalam
bentuk tulisan, bukan sekedar bahasa lisan.
18. Menanamkan Nilai-Nilai (Hire "Right-Kind" managers); Bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dll
pada bawahan, sebaiknya pimpinan sendiri memberikan teladan dalam
bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
19. Bertindak (Walk the talk); Tindakan jauh lebih efektif dan sekedar kata-kata. Penjelasan diatas mengemukakan bahwa proses terjadinya komitmen anggota
pada organisasi berbeda-beda. Pada fase awal (initial commitment), faktor yang
mempengaruhi terhadap komitmen anggota pada organisasi adalah:
1. Karakteristik individu
2. Harapan-harapan pada organisasi
Fase kedua disebut sebagai commitment during early employment. Pada fase ini anggota sudah bekerja beberapa tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
komitmen anggota pada organisasi adalah pengalaman kerja yang ia dapat pada
tahap awal dia bekerja, bagaimana pekerjaannya, bagaimana sistem
penggajiannya, bagaimana gaya supervisinya, bagaimana hubungan dia dengan
teman sejawat atau hubungan dia dengan pimpinannya. Semua faktor ini akan
membentuk komitmen awal dan tanggung jawab anggota pada organisasi yang ia
akhirnya akan bermuara pada komitmen anggota pada awal memasuki dunia
kerja. Fase ketiga yang diberi nama commitment during later career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan dengan investasi,
mobilitas kerja, hubungan sosial yang tercipta di organisasi dan
pengalaman-pengalaman selama ia bekerja.
2.2.3.5. Pengukuran Komitmen
Dalam konsep teori organisasi, telah dijelaskan bahwa komitmen
organisasi itu merupakan hal yang penting bagi organisasi terutama untuk
menjaga kelangsungan dan pencapaian tujuan. Namun untuk memperoleh
komitmen yang tinggi, diperlukan kondisi-kondisi yang memadai untuk
mencapainya. Berikut ini sejumlah cara yang digunakan untuk membangun
komitmen tersebut.
Pada teori sosialisasi kelompok, idealnya satu organisasi sudah menuntut
komitmen organisasi sejak pertama masuk sehingga efisiensi biaya dapat ditekan,
melakukan hal tersebut tidak mudah. Karena sistem seleksi atau rekrutmen untuk
mengukur komitmen itu belum mampu mendeteksi adanya komitmen untuk
mengukur komitmen itu belum mampu mendeteksi adanya komitmen ini dan
komitmen ini dapat berubah seirama dengan perkembangan zaman.
Apabila metode observasi gagal mendeteksi, komitmen kerja bisa
dibangun melalui sosialisasi kelompok. Upaya ini akan berhasil manakala para
anggota memiliki kecocokan value dengan organisasi. Namun bila pertemuan
kepentingan antara anggota dan kelompok belum dicapai, maka komitmen masih
akan rendah, dan bahkan bisa berbuntut terjadinya konflik internal.
Dalam teori pertukaran sosial, komitmen organisasi dapat dicapai apabila
organisasi sesuai dengan yang diharapkan anggotanya, dan sebaliknya yang
diharapkan organisasi sesuai dengan besarnya kontribusi anggota. Dengan prinsip
ini, maka komitmen akan dicapai sejak awal. Oleh karena itu, kesepakatan reward
dan cost antara kedua belah pihak menjadi dasar terbangun tidaknya komitmen
organisasi.
Komitmen organisasi akan bersifat dinamis bila teori kategorisasi diri
digunakan untuk menjelaskannya. Karena kategorisasi diri ini setiap saat berubah
seiring dengan perubahan anggota untuk mengidentifikasikan dirinya pada
kelompok. Meskipun kategorisasi diri itu selalu terjadi dalam organisasi,
komitmen organisasi akan bisa dibangun melalu proses similarisasi sifat
antar-anggota. Artinya selama perbedaan struktur organisasi tidak dibuat jelas
2.3. Hubungan Antar Variabel
2.3.1. Hubungan Motivasi Anggota dengan Partisipasi Anggota
Hubungan antara motivasi dengan partisipasi menunjukkan bawah motif
berorganisasi dalam koperasi yaitu menaruh pengharapan terhadap organisasi
koperasi tersebut seperti mendapat insentif atau pembagian sisa hasil usaha.
Anggota koperasi tidak akan termotivasi untuk mencapai tingkat produktivitas
yang tinggi apabila mereka merasa bahwa harapannya itu tidak direalisasikan atau
tidak dapat tercapai. Apabila mereka didorong untuk berupaya mencapai tujuan
yang tidak realistis, maka mereka akhirnya akan berhenti mencoba dan lebih suka
mencapai hasil yang lebih rendah daripada yang sebenarnya dicapainya.
Partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap
program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengkorbankan
kepentingan diri sendiri. Partisipasi dinyatakan sebagai keikutsertaan seseorang
didalam suatu kelompok atau kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan sesuai
dengan tanggungjawab dan kewajiban yang diberikan kepadanya, oleh sebab itu
untuk menggerakkan partisipasi seseorang dapat dilakukan dengan memperbaiki
kondisi sosial, ekonomi maupun politik. Disamping itu melibatkan motivasi dan
meningkatkan pengetahuan serta pengalaman. Menurut Ropke (2012:39)
melibatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan dan tindakan sebagai suatu
tujuan pengembangan ataupun sebagai tujuan akhir yang memiliki manfaat yang
besar.
Partisipasi anggota dalam koperasi menjadi hal yang sangat penting dalam
pemilik sekaligus sebagai pelanggan koperasi. Sebagai pemilik koperasi, anggota
harus berupaya mendukung pembentukan dan pertumbuhan koperasi dalam
bentuk kontribusi keuangan dan mengambil bagian dalam penetapan tujuan serta
pembuatan keputusan guna untuk mencapai tujuan koperasi. Sementara itu
sebagai anggota koperasi, anggota harus menjamin keberlangsungan usaha
koperasi dengan memanfaatkan potensi dan layanan usaha yang disediakan oleh
koperasi.
2.3.2. Hubungan Komitmen Anggota dengan Partisipasi Anggota
Banyak faktor yang dipertimbangkan oleh seseorang untuk menjadi
anggota koperasi. Faktor tersebut antara lain meliputi: karakteristik individu,
kepribadian, attitude, proses belajar, kemampuan, persepsi, serta motivasi yang
dapat membentuk komitmen organisasional, sehingga berdampak pada partisipasi
anggota. Partisipasi anggota koperasi dapat dibedakan dalam dua dimensi yaitu
sesuai dengan peran ganda anggota (dual indentity) : (1) peran anggota sebagai pemilik adalah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembentukan
koperasi, dalam bentuk kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembentukan
koperasi, dalam bentuk kontribusi keuangan yang dapat berupa : penyertaan
modal, pembentukan cadangan dan simpanan. Dalam kedudukannya sebagai
pemilik anggota juga ikut mengambil bagian dalam: penetapan tujuan, proses
pengawasan dan pembuatan keputusan terhadap tata kehidupan koperasi. Peran ini
memanfaatkan berbagai potensi/kesempatan yang disediakan oleh koperasi dalam
menunjang kepentingan-kepentingannya.
Menurut Harsey (2007) ketika seseorang bergabung dalam organisasi
koperasi maka dituntut memiliki komitmen dalam diri anggota. Komitmen
organisasional merupakan sikap yang menunjukkan loyalitas dan merupakan
proses berkelanjutan seseorang mengekspresikan perhatiannya untuk kesuksesan
organisasi. Rendahnya komitmen menimbulkan persoalan bagi pihak organisasi
karena komitmen adalah komoditas mahal yang menentukan keberhasilan
organisasi tersebut.
Komitmen yang rendah mencerminkan kurangnya tanggungjawab
seseorang dalam perannya. Komitmen melibatkan tekanan-tekanan normatif yang
masuk dalam internalisasi individu. Tekanan inilah yang menyebabkan individu
tetap bekerja di organisasi tersebut. Komitmen adalah keinginana kuat untuk tetap
sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai
keinginan organisasi dan keyakinan terhadap penerimaan nilai dan tujuan
organisasi. Komitmen diartikan kemampuan seseorang dalam menjalankan
kewajiban, bertanggungjawab dan janji yang membatasi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Seseorang yang bergabung dalam organisasi koperasi dituntut
2.3.3. Hubungan Motivasi Dan Komitmen Anggota Terhadap Partisipasi
Anggota
Menurut Hendar (2010:171) meskipun partisipasi pada koperasi bersifat
kesadaran, perusahaan koperasi harus tetap memberikan motivasi tertentu
terhadap anggota agar partisipasi menjadi efektif. Hal ini diperlukan agar
pertumbuhan koperasi selalu meningkat dari waktu ke waktu. Agar anggota
koperasi termotivasi untuk berkoperasi maka koperasi harus menyediakan
produk-produk yang dibutuhkan oleh para anggotanya, sehingga anggota termotivasi
untuk membelinya. Jika tidak maka partisipasi anggota akan menurun dari waktu
ke waktu dan koperasi tidak lagi menjadi pilihan anggota untuk mencapai tujuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyediaan pelayanan berupa barang ataupun jasa
sesuai dengan kebutuhan anggota sangat penting untuk memotivasi anggota dalam
berkoperasi. Dengan motivasi yang tinggi dari anggota untuk berkoperasi maka
partisipasi aktif anggota juga akan efektif.
Komitmen anggota terhadap koperasi tidak akan menjadi masalah apabila
apa yang diharapkan anggota dapat terpenuhi oleh koperasi. Komitmen organisasi
memegang peranan penting bagi peningkatan kinerja yang baik. Karena
pengabaian terhadap komitmen organisasi akan menimbulkan suatu kerugian.
Peningkatan komitmen anggota terhadap koperasi merupakan hal yang sangat
penting bagi partisipasi anggota karena merupakan bagian dalam bentuk
keterlibatan dan kesetiaan kepada koperasi. Komitmen dalam organisasi koperasi
menunjukkan kepercayaan, kemampuan dan keinginan yang kuat untuk
2.4. Kerangka Konseptual
Motivasi merupakan kesiapan dorongan dari individu untuk melakukan
kegiatan yang diadakan oleh koperasi untuk mencapai tujuan. Motivasi
merupakan penggerak yang mengarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai.
Dorongan dapat direfleksikan melalui pemenuhan kebutuhan, hasrat dan
keinginan anggota. Dengan adanya dorongan atau motivasi yang besar pada
anggota dapat mengarahkan sikap dan tindakan untuk satu tujuan. Motivasi
membutuhkan keuletan dan ketekunan yang dapat mengartikan usaha yang keras
untuk mencapai tujuan.
Komitmen didefinisikan sebagai kekuatan relatif individu dalam
melibatkan dirinya dengan organisasi. Komitmen dapat dikarakteristikkan dalam
tiga dimensi, yaitu :
1. Keyakinan yang kuat akan misi dan tujuan organisasi
2. Kemauan untuk berkorban demi tujuan organisasi
3. Memiliki keinginan untuk membina hubungan jangka panjang dengan
organisasi.
Ketiga dimensi tersebut tidak hanya tampak dalam bentuk perilaku yang nyata
namun juga perlu tertanam dalam perasaan. faktor-faktor yang mempengaruhi
komitmen yaitu efektivitas komunikasi, kualitas fungsional, kualitas tehnik, dan
kepercayaan.
Partisipasi anggota sangat diperlukan dalam berbagai kegiatan yang
diselenggarakan koperasi. Partisipasi merupakan bentuk peran serta anggota