• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Pelayanan Publik di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) Kota Padang Sidimpuan dalam Peningkatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Pelayanan Publik di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) Kota Padang Sidimpuan dalam Peningkatan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Good Governance

New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good

Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema

umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia

swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan,

seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good

Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan

pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance

berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan

bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas

pemerintahan yang lebih baik. Banyak di antara mereka membayangkan bahwa

dengan memiliki praktik good governance yang lebih baik, maka kualitas

pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi semakin rendah,

dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga (Dwiyanto,

2005).

Transformasi government sepanjang abad ke-20 pada awalnya ditandai

dengan konsolidasi pemerintahan demokratis (democratic government) di dunia

Barat. Tahap II berlangsung pada pasca Perang Dunia I, diindikasikan dengan

semakin menguatnya peran pemerintah. Pemerintah mulai tampil dominan, yang

melancarkan regulasi politik, redistribusi ekonomi dan kontrol yang kuat terhadap

(2)

dominan untuk membawa perubahan sosial dan pembangunan ekonomi. Tahap

III, terjadi pada periodisasi tahun 1960-an sampai 1970-an, yang menggeser

perhatian ke pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga. Periode tersebut

merupakan perluasan proyek developmentalisme (modernisasi) yang dilakukan

oleh dunia Barat di Dunia Ketiga, yang mulai melancarkan pendalaman

kapitalisme. Pada periode tersebut, pendalaman kapitalisme itu diikuti oleh

kuatnya negara dan hadirnya rezim otoritarian di kawasan Asia, Amerika Latin

dan Afrika. Modernisasi mampu mendorong pembangunan ekonomi dan birokrasi

yang semakin rasional, partisipasi politik semakin meningkat, serta demokrasi

semakin tumbuh berkembang merupakan asumsi perspektif Barat yang

dimanifestasikan dalam tahapan tersebut. Perspektif ini kemudian gugur, karena

pembangunan ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin diikuti oleh

meluasnya rezim otoritarian yang umumnya ditopang oleh aliansi antara militer,

birokrasi sipil dan masyarakat bisnis internasional (Bourgon, 2011). Tahap IV,

ditandai dengan krisis ekonomi dan finansial negara yang melanda dunia

memasuki dekade 1980-an. Krisis ekonomi juga dihadapi Indonesia yang

ditandai dengan anjloknya harga minyak tahun 1980-an. Krisis ekonomi pada

periode 1980-an mendorong munculnya cara pandang baru terhadap pemerintah.

Pemerintah dimaknai bukan sebagai solusi terhadap problem yang dihadapi,

melainkan justru sebagai akar masalah krisis. Karena itu pada masa ini berkembang pesat “penyesuaian struktural”, yang lahir dalam bentuk deregulasi,

debirokratisasi, privatisasi, pelayanan publik berorientasi pasar. Berkembangnya

isu-isu baru ini menandai kemenangan pandangan neoliberal yang sejak lama

(3)

swasta. Tahap V, adalah era 1990-an, dimana proyek demokratisasi (yang sudah

dimulai dekade 1980-an) berkembang luas seantero jagad. Pada era ini muncul

cara pandang baru terhadap pemerintahan, yang ditandai munculnya governance

dan good governance. Perspektif yang berpusat pada government bergeser ke

perspektif governance. Sejumlah lembaga donor seperti IMF dan World Bank dan

para praktisi pembangunan internasional yang justru memulai mengembangkan

gagasan governance dan juga good governance.

Pada Good Governance telah dibedakan antara Government dengan

Governance. Government lebih bersifat tertutup dan tidak sukarela, tidak bisa

melibatkan Cso dan swasta / privat dalam membentuk struktur keorganisasiannya.

Hal ini berbeda dengan sifat governance yang lebih terbuka dalam struktur

keorganisasian dan bersifat sukarela. Governance melibatkan seluruh aktor baik

publik maupun privat dalam membentuk struktur sehingga bisa menempatkan

pengarutan kebijakan sesuai kebutuhan fungsionalitasnya . Governance dilihat

dari dimensi konvensi interaksi memiliki ciri konsultasi yang sifatnya horizontal

dengan pola hubungan yang kooperatif sehingga lebih banyak keterbukaan.

Government justru sebaliknya, hirarki kewenangan yang telah menjadi mainset

mengakibatkan pola hubungan banyak bersifat konflik dan penuh dengan

kerahasiaan. Dilihat dari dimensi distribusi kekuasaan, governance memiliki ciri

dominasi negara sangat rendah, lebih mempertimbangkan kepentingan masyarakat

(publicness) dalam pengaturan kebijakan dan adanya keseimbangan antaraktor.

Dalam government justru dominasi negara sangat kuat dan tidak ada

(4)

Istilah governance sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi

dan ilmu politik hampir 120-an tahun, terutama oleh Woodrow Wilson, yang

kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 27. Tetapi selama itu governance

hanya digunakan dalam literatur politik dengan pengetian yang sempit. Wacana

tentang governance yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai

tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan tata-pemerintahan,

tata-pamong baru muncul sekitar 20-an tahun belakangan, terutama setelah

berbagai lembaga pembiayaan internasional menetapkan “good governance

sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan mereka. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, istilah “good governance

telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan

pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang

baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN),

dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih

(clean government) (Efendi, 2005).

2.2.

Pelayanan Publik

Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu

sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service)

sampai jasa sebagai produk. Berbagai konsep mengenai pelayanan banyak

dikemukakan oleh para ahli seperti Haksever et al (2000) menyatakan bahwa jasa

atau pelayanan (services) didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang

menghasilkan waktu, tempat, bentuk dan kegunaan psikologis. Menurut

Edvardsson et al (2005) jasa atau pelayanan juga merupakan kegiatan, proses dan

(5)

kepemilikan pelanggan. Sinambela (2010), pada dasarnya setiap manusia

membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa

pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern

dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan

dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun

hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara

berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan yang terjadi dalam interaksi

langsung antarseseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan

menyediakan kepuasan pelanggan. Sementara itu, istilah publik berasal dari

Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik

sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik yang

berarti umum, orang banyak, ramai. Inu dan kawan-kawan mendefinisikan publik

adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan,

harapan, sikap atau tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma

yang merasa memiliki. Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap

kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang

memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau

kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

produk secara fisik. Lebih lanjut dikatakan pelayanan publik dapat diartikan,

pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang

telah ditetapkan.

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai kegiatan pelayanan yang

(6)

dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atas

pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang

terkait dengan kepentingan publik. Pelayanan public merupakan tanggung jawab

pemerintah baik pusat maupun daerah, permasalahan umum pelayanan publik

antara lain terkait dengan penerapan prinsip – prinsip good governance yang

masih lemah seperti masih terbatasnya partisipasi masyarakat, transparasi dan

akuntabilitas baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan atau penyelenggaraan

pelayanan maupun evaluasinya. Pelayanan publik merupakan pemberian layanan

(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada

organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Dalam kamus besar bahasa indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha

melayani kebutuhan orang lain sedangkan melayani adalah membantu

menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Sebagaimana telah

dikemukakan bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada

masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetap untuk

melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang 12 memungkinkan setiap

anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi

mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik

berkewajiban dan: bertanggung jawab untuk memberikan layanan yang baik dan

profesional. pelayanan adalah suatu aktifitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak

dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen

dengan karyawan atau hal – hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi

pelayanan yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan pelanggan.

(7)

serangkaian aktivitas dari interaksi yang melibatkan karyawan atau peralatan yang

disediakan oleh instansi/ lembaga penyelenggara pelayanan dalam menyelesaikan

masalah yang menerima pelayanan.

Pada organisasi publik/ pemerintah keadaannya tidak jauh berbeda, bahwa

kegiatan pelayanan yang terjadi juga akibat adanya interaksi masyarakat/ publik

dengan aparat pelayanan (birokrasi) menggunakan peralatan yang disediakan oleh

instansi, tetapi berkaitan dengan perwujudan dari salah satu fungsi aparatur negara

sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Pelayanan publik (public service) oleh

birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara)

dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). pelayanan umum adalah kegiatan

yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor

material melalui sistem, prosedur, dan matode tertentu dalam usaha memenuhi

kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Sekelompok orang yang

memberikan pelayanan tersebut adalah aparat birokrasi pemerintah. pelayanan

umum (publik) merupakan segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang

dilaksanakan instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan

Usaha Milik Negara/ Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam

rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang – undangan. Kondisi masyarakat yang semakin

kritis, birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran

(revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. Terjadi suatu perkembangan

yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik,

merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam

(8)

2.3.

Kinerja Pelayanan Publik

2.3.1 Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut

pendapat Rue dan Byars (dalam Chaizi Nasucha,2004) kinerja adalah tingkat

pencapaian (the degree of accomplishment). Kinerja bagi setiap organisasi

merupakan kegiatan yang sangat penting terutama penilaian ukuran keberhasilan

suatu organisasi dalam batas waktu tertentu.

Selain defenisi kinerja yang dipaparkan diatas ada defenisi kinerja yang

lain, yang menyatakan bahwa kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas

operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan

sasaran,standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Srimindarti,2006).

Menurut Mangkunegara (2001) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya sesuai yang diberikan kepadanya. Selanjutnya kinerja adalah

penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu

organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja

kelompok personil. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang

memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan

personil dalam organisasi (Ilyas,2001).

Kinerja (performance) adalah diskripsi tentang tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan suatu

sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning

suatu organisasi (Mahsun 2006:25). Seperti dalam Pedoman Penyusunan

(9)

Republik Indonesia dalam Widodo menyebutkan bahwa kinerja merupakan suatu

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,tujuan,misi,visi suatu

kelompok atau organisasi (Widodo,2005:79).

Encyclopedia of Public Administration and Public Policy tahun 2003

dalam Keban, menyebutkan bahwa Kinerja memberikan gambaran tentang

seberapa jauh organisasi mencapai hasil ketika dibandingkan dengan kinerja nya

terdahulu dibandingkan dengan organisasi lain dan sampai seberapa jauh

pencapaian tujuan dan target yang telah di tetapkan (Keban,2004:193).

Sedangkan menurut Bernardin dan Russel dalam Ruky mendefinisikan

Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during specified time period‟ kinerja sebagai catatan tentang

hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan

tertentu selama kurun waktu tertentu (Ruky 2002:15).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan

bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan organisasi atau hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh jajaran personil dalam organisasi

berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam melihat bagaimana kinerja suatu organisasi atau instansi telah dicapai,

diperlukan proses pengukuran atau evaluasi kinerja. Pengukuran kinerja

merupakan sebuah proses mengevaluasi individu-individu untuk sampai pada

keputusan-keputusan sumber daya manusia yang obyektif. Pengukuran kinerja

mempunyai makna ganda, pertama sebagai pengukuran kinerja organisasi dan

(10)

Untuk melaksanakan kedua hal tersebut, terlebih dahulu harus ditentukan

tujuan dari suatu program secara jelas. Setelah program dirancang, harus ada

indikator kerja atau ukuran keberhasilan pelaksanaan program sehingga dapat

dievaluasi dan diukur tingkat keberhasilannya.

2.3.2 Pengukuran dan Evaluasi Kinerja

DR.Chaizi Nasucha (2006) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja

merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

Menurut Marcel Guenon dan bruno yang ditulis dalam international

Journal Public Sector Management Vol.1 No.1 tahun 2007 hal 35-37, jenis-jenis

pengukuran kinerja dinyatakan sebagai berikut :

“The measurement of the Performance in service activities must lead to focus our

attention on various complementary criteria in a balanced way. This general view

of Performance avoids any focusing privileging the measurement of a single

criterion with the detriment of the other. For the reason, Four types of different

measurements can be established on informations concerning the inputs,

Informations concerning the activities, informations concerning the outputs,

informations concerning the outcomes” (Pengukuran kinerja dalam

kegiatan-kegiatan pelayanan berperan penting untuk memusatkan perhatian kita pada

berbagai kriteria yang saling melengkapi secara seimbang. Secara umum kinerja

menghindari memfokuskan pada pengukuran suatu kriteria dengan kerugian yang

lain. Untuk alasan ini empat jenis pengukuran yang berbeda dapat didirikan pada

informasi mengenai input, informasi mengenai aktivitas, informasi mengenai

(11)

Pengukuran kinerja mempunyai beberapa manfaat. Simon dalam Mahsun

menyebutkan bahwa pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor

implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual

dengan sasaran dan tujuan yang strategis. Dari manfaat ini dapat disimpulkan

bahwa pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk

mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan,

sasaran dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas

(Mahsun,2009:26).

Dari berbagai hal diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja

mempunyai peran yang penting dalam pengembangan organisasi, mengukur

tingkat keberhasilan program dan penentuan strategi selanjutnya dalam

melaksanakan tugas dan fungsi suatu organisasi atau instansi. Selain itu tanpa

adanya pengukuran kinerja, maka tidak akan diketahui mana yang harus dihargai

serta dipertahankan dan mana yang harus diperbaiki oleh organisasi atau instansi

tersebut.

Evaluasi kinerja dalam Widodo merupakan kegiatan untuk menilai atau

melihat keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi atau unit kerja, dalam

melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya, karena itu evaluasi

kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan dan kegagalan

pencapaian kinerja (Widodo 2007:94).

Dari berbagai pendapat tentang cara mengukur kinerja diatas, dapat

disimpulkan bahwa pengukuran kinerja pada intinya dilakukan dengan

(12)

sasaran atau harapan dengan realisasi yang sudah dilakukan oleh individu atau

organisasi tersebut.

Levine dalam review literatur yang diketemukan oleh Ratminto dan Atik dalam „Manajemen Pelayanan‟ mengemukakan tiga konsep yang dapat dijadikan

acuan untuk mengukur kinerja organisasi publik yakni Reponsivitas

(responsiveness), Responbilitas (responbility) dan Akuntabilitas (accountability).

a. Responsinitas atau responsiveness ini mengukur daya tanggap providers terhadap

harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers/pelanggan.

b. Responbilitas atau responbility adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa

jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

c. Akuntabilitas atau acountability adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa

besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan

ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti

nilai dan norma yang berkembang di masyarakat. (Ratminto dan Atik, 2005)

Sedangkan Tim Balint, Sarah Schernbeck dan Simone Scheneider dalam

jurnal international public administration and development artikel performance

accountability in the UN Secretariat – The Conflictual Way Toward More

Flexibity halaman 354 berpendapat :

“Process accountability thus focuses on how an organization or a bureaucrat

achieves something rather than on what is actually accomplished.” (Proses

akuntabilitas difokuskan pada bagaimana sebuah organisasi atau birokrat

mencapai sesuatu dibandingkan pada apa yang sebenarnya dicapai.

Pengukuran kinerja sektor publik menurut Mardiasmo dalam Chaizi

(13)

1. Membantu memperbaiki kinerja pemerintahan agar kegiatan pemerintahan

terfokus pada tujuan dan sasaran program unit.

2. Pengalokasian sumber daya dan pembuat keputusan.

3. Mewujudkan pertanggung jawaban publik dan memperbaiki komunikasi

kelembagaan.

Menurut Agus Dwiyanto dkk (2006). Pengertian kinerja organisasi dalam

birokrasi publik secara lengkap dapat dilihat dari beberapa indikator,yaitu sebagai

berikut :

a. Produktivitas

Konsep Produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga

efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio

antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan

kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu

ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar

pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu

indikator kinerja yang penting.

b. Kualitas Pelayanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam

menjelaskan kinerja organisasi publik. Banyak pandangan negatif yang

terbentuk mengenai organisasi publik muncul karenan ketidakpuasan

masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik.

Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan

indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan

kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai

kepuasan masyrakat sering kali tersedia secara mudah dan murah. Informasi

(14)

dari media massa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap informasi

mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat

tinggi, maka bisa menjadi ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan

murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk

menilai kinerja organisasi publik.

c. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan perioritas pelayanan dan mengembangkan

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselerasan

antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja

karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi

publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. Hal itu jelas menunjukkan kegagalan organisasi

dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang

memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek

pula.

d. Responbilitas

Menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan

sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan

kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit (Lenvine 1990).

Oleh sebab itu, responbilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan

responsivitas.

e. Akuntabilitas

(15)

Asumsinya adalah para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat,

dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan masyarakat.

Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk

melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten

dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya

bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik

atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai

dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam

masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang

tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan dan norma yang

berkembang dalam masyarakat.

Selain itu Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) dalam Ratminto dan

Atik juga mengungkapkan beberapa indikator kinerja, yaitu : tangibles, realibility,

responsiveness, assurance dan emphaty.

a. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fisik dari gedung,

peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh pro

viders.

b. Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan

pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

c. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customer

dan menyelenggarakan secara ikhlas.

d. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan pekerja dan

kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaaan kepada

customer/pelanggan.

e. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh

(16)

(Ratminto dan Atik,2005:175-176)

Melihat latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka dalam

penelitian ini indikator yang digunakan adalah indikator kinerja dalam birokrasi

publik yakni : tangibles, realibility, responsiveness, assurance dan emphaty.

2.4.

Kualitas Pelayanan Publik

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas

perusahaan menurut Lupiyoadi (2001) adalah kemampuan perusahaan dalam

memberikan pelayanan kepada pelanggan. Salah satu pendekatan kualitas

pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model

SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml,

dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka yang melibatkan 800 pelanggan

terhadap enam sektor jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit,

asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas

disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut

(Parasuraman et al, 1998) :

1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan

kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan

sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi

jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya),

perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan

pegawainya.

2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk

memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

(17)

waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap

yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu

dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan,

dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen

menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang

negatif dalam pelayanan.

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan,

dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya

para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara

lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan

(security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau

pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupayamemahami

keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki

pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan

pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman

bagi pelanggan. Abidin (2010, hal) mengatakan bahwa pelayanan publik

yang berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga

menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan

itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek

kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk

mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah

melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat

(18)

Dalam Sinambela (2010), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada

dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut

kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :

1. Transparan

Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak

yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas

Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundan undangan.

3. Kondisional

Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan

penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan

efektivitas.

4. Partisipatif

Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan Hak

Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun

khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.

6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban

Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan

penerima pelayanan publik. Selanjutnya, jika dihubungkan dengan

administrasi publik, pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap

(19)

bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi

konvesional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung

dari suatu produk, seperti :

a) Kinerja (performance)

b) Kehandalan (reliability)

c) Mudah dalam penggunaan (easy of use)

2.5.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam

bentuk peningkatan aktiva atau pemurnian utang dari berbagai sumber dalam

periode tahun anggaran yang bersangkutan. Untuk mendapatkan pengertian yang

lebih jelas dan tepat mengenai pendapatan, dibawah ini di kemukakan beberapa

defenisi pendapatan daerah.

Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002) pendapatan daerah

adalah arah bentuk masuk bruto yang merupakan manfaat ekonomi yang timbul

dari aktivitas atau kegiatan operasi entitas pemerintah selama satu periode yang

mengakibatkan kenaikan ekuitas dan bukan dari pinjaman yang harus

dikembalikan.

Sedangkan pengertian pendapatan daerah menurut Abdul Halim (2005),

Pendapatan adalah penambahan dalam mamfaat ekonomi selama periode

akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan asset/aktiva atau

pengurangan utang kewajiban yang mengakibatkan penambahan ekuitas dana

(20)

Dalam konteks laporan kinerja keuangan, pendapatan daerah merupakan

salah satu sumber dana yang digunakan oleh daerah untuk membiayai

aktivitas-aktivitasnya yang berhubungan dengan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan

publik.

Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002), aktivitas daerah

mengacu kepada aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh suatu entitas agar dapat

mencapai tujuan pokoknya. Pendapatan yang timbul dari aktivitas operasi daerah

dapat dibedakan dari pendapatan yang timbul dari aktivitas operasi daerah dapat

dibedakan dari pendapatan yang timbul dari pemilikan aktiva atau pendanaan

suatu entitas. Pendapatan hanya terdiri dari arus masuk manfaat ekonomi yang

diterima oleh entitas pemerintah untuk dirinya sendiri. Jumlah yang ditagih untuk

dan atau atas nama pihak ketiga bukan merupakan pendapatan karena tidak

menghasilkan manfaat ekonomi bagi suatu entitas pemerintah serta tidak

mengakibatkan naiknya ekuitas.

Indra Bastian (2002) juga mengemukakan bahwa pendapatan

diklasifikasikan menurut sumber pendapatan dan pusat pertanggungjawaban.

Sumber pendapatan dirinci berdasarkan kelompok dan jenis rekening. Pusat

pertanggung jawaban dirinci berdasarkan bagian atau fungsi dan unit organisasi

pemerintah daerah.

Menurut Undang-Undang No 32 tahun 2004 bab IV mengenai keuangan

daerah,paragraf kedua,pendapatan,belanja dan pembiayaan pasal 157

menyebutkan yang menjadi sumber pendapatan daerah adalah :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu :

(21)

b.Hasil Retribusi Daerah

c.Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

d.Lain-lain PAD yang sah

2. Dana Perimbangan

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.

Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diperoleh dari

sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah.

Pendapatan daerah juga merupakan pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah

daerah dan digali dari potensi pendapatan daerah yang ada di daerah. Dengan kata

lain pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diterima oleh pemerintah

daerah atas segala sumber-sumber atau potensi yang ada pada daerah yang harus

diolah oleh pemerintah daerah didalam memperoleh pendapatan daerah.

Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Padangsidimpuan terlihat sebagai berikut :

Tabel. 2.1. Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Padangsidimpuan 2011 s/d 2013

Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Padangsidimpuan

(22)

modal Bank Sumut

Sumber : DPPKAD Kota Padangsidimpuan

2.6.

Kepuasan Masyarakat

Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan

menentukan keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat adalah

konsumen dari produk yang dihasilkannya. Hal ini didukung oleh pernyataan

Hoffman dan Beteson (1997, p.270), yaitu : ”weithout custumers, the service

firm has no reason to exist”. Definisi kepuasan masyarakat menurut

Mowen (1995): ”Costumers satisfaction is defined as the overall attitudes

regarding goods or services after its acquisition and uses”. Oleh karena itu,

badan usaha harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat

sehingga mencapai kepuasan masyarakat dan lebih jauh lagi kedepannya dapat

dicapai kesetiaan masyarakat. Sebab, bila tidak dapat memenuhi kebutuhan dan

kepuasan masyarakat sehingga menyebabkan ketidakpuasan masyarakat

mengakibatkan kesetiaan masyarakat akan suatu produk menjadi luntur dan

(23)

Menurut Mendelsohn (1998) ada 2 keuntungan bagi badan usaha dengan

adanya kepuasan masyarakat, yaitu :

First, retaining customers is less expensive than acquiring new ones. Second, increasing competition in the form of product, organizations, and distributing outlets means fierce pressure for costumers. And costumners satisfaction is viable strategy to maintain market share against the competitions”.

Untuk mengukur kepuasan masyarakat digunakan atribut yang

berisi tentang bagaimana masyarakat nebilai suatu produk atau layanan yang

ditinjau dari sudut pandang pelanggan. Menurut R. Dulka (1994), kepuasan

masyarakat dapat diukur melalui atribut-atribut pembentuk kepuasan yang terdiri

atas :

1. Value to price relationship. Hubungan antara harga yang ditetapkan

oleh badan usaha untuk dibayar dengan nilai/manfaat yang diperoleh

masyarakat.

2. Product value adalah penilaian dari kualitas produk atau layanan

yang dihasilkan suatu badan usaha.

3. Product benefit adalah manfaat yang diperoleh masyarakat dari

mengkosumsi produk yang dihasilkan oleh badan usaha.

4. Product feature adalah ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang

mendukung fungsi dasar dari suatu produk sehingga berbeda dengan

produk yang ditawarkan pesaing.

5. Product design adalah proses untuk merancang tampilan dan fungsi produk.

6. Product reliability and consistency adalah kekakuratan dan keandalan

produk yang dihasilkan oleh suatu badan usaha.

7. Range of product ar services adalah macam dari produk atau layanan yang

(24)

1. Guarantee or waranty adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh

badan usaha dan diharapkan dapat memuaskan masyarakat.

2. Delivery communication adalah pesan atau informasi yang disampaikan oleh

badan usaha kepada masyarakatnya.

3. Ccomplain handling adalah sikap badan usaha dalam menangani

keluhan- keluhan atau pengaduan.

4. Resolution of problem adalah tanggapan yang dibeberkan badan usaha

dalam membantu memecahkan masalah masyarakat yang berkaitan dengan

layanan yang diterimanya.

Selanjutnya attributes related to the purchase meliput:

1. Courtesy adalah kesopanan, perhatian dan keramahan pegawai

2. Communication adalah kemampuan pegawai dalam melakukan komunikasi

dengan masyarakat pelanggan.

3. Ease or convinience of acquisition adalah kemudahan yang diberikan oleh

badan usaha untuk mendapatkan produk atau layanan yang ditawarkan.

4. Company reputation adalah baik tidaknya reputasi yang dimiliki oleh badan

usaha dalam melayani masyarakat.

2.7.

Kerangka Pemikiran

Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah mendorong pemerintah daerah mewujudkan pemerintah

yang baik (good governance) dengan memberikan pelayanan yang maksimal

kepada masyarakat. Pada prinsipnya setiap pelayanan publik senantiasa harus

(25)

jasa. Akan tetapi pada kenyataannya untuk mengadakan perbaikan terhadap

kenerja pelayanan publik bukanlah sesuatu yang mudah. Banyaknya jenis

pelayanan umum di negeri ini dengan bermacam-macam persoalan dan

penyebab yang sangat bervariasi antara satu dengan yang lainnya, sehingga

perlu dicari suatu metode yang mampu menjawab persoalan yang terjadi,

guna menentukan perioritas pemerintah (hatry, 1989).

Setiap pembicaraan tentang kinerja pelayanan publik maka akan

menyentuh masalah kualitas layanan yang diberikan oleh organisasi publik pada

masyarakat sebagai pelanggan, sehingga produk layanan didesain,

diproduksi serta diberikan untuk memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan.

Berdasarkan penelitian Pasuraman dkk. (1998) diketahui dimensi kualitas jasa

terdiri dari lima dimensi yang dikenal sebagai SERVQUAL (Service Quality).

Kelima dimensi tersebut meliputi Bukti Langsung (Tangibles), Keandalan

(Reliability), Daya Tanggap (Responsivenes), Jaminan (Assurance), dan

Empati (Emphaty). Oleh karena itu untuk mengetahui kualitas kinerja di Dinas

Pendapatan Pengolahan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) Kota

Padangsidempuan sebagai pemberi layanan digunakan metode pengukuran lima

dimensi kualitas.

Dengan metode itu pengukuran tersebut akan dapat diketahui

tingkat kualitas kinerja pelayanan publik di Kantor Dinas Pendapatan

Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kota Padangsidimpuan, dimana

tingkat kualitas kinerja tersebut akan memberikan gambaran tingkat kepuasan

customer sehingga akan menambah Pendapatan Asli Daerah. Kinerja pelayanan

(26)

kualitas pelayanan publik pada Dinas Pendapatan Pengolahan Keuangan dan

Asset Daerah (DPPKAD) Kota Padangsidimpuan sebagai pemberi layanan yang

mengarah pada pelayanan publik yang berkualitas dan berorientasi pada

kepuasan pengguna jasa sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(PAD). Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran

(27)

Gambar

Tabel. 2.1.  Sumber Pendapatan  Asli Daerah Kota Padangsidimpuan 2011 s/d
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar tersebut menunjukan perlakuan C memiliki persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan A, B dan kontrol hal ini mengindikasikan pada perlakuan A,

--- Pada hari ini, Senin tanggal lima bulan September tahun dua ribu enam belas pukul sepuluh Waktu Indonesia Tengah, berdasarkan Keputusan Kabid Dokkes Polda

Didalam pembuatan website ini dilakukan beberapa metode yaitu pencarian data melalui interview dengan pihak dealer motor tersebut, serta menggunakan software - software yang

Sebagai contoh, dalam belajar menjumlahkan angka biasanya melihat dari buku atau papan tulis tapi sekarang dengan adanya komputer maka dapat menggunakannya sebagai salah satu

ULP Biddokkes Polda Bali akan melaksanakan Pelelangan Sederhana Sistem Harga Satuan dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan barang secara elektronik

Ho = Kitosan murni tidak lebih baik dari kitosan dari limbah udang windu dalam penurunan kadar besi (Fe) pada air sumur gali..

Perpustakaan akan memerlukan anggaran yang lebih besar untuk memenuhi tuntutan pengembangan TI ini, staf / tenaga perpustakaan dituntut untuk meningkatkan kemampuannya

Imam Malik bin Anas berpendapat bahwa untuk melakukan rujuk ada dua hal, yaitu dengan perkataan, baik yang sharih (jelas) maupun kinayah (sindiran) dan perbuatan yang