• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan Kelembagaan Pemerintah Kampung Dalam Rangka Menunjang Pelaksanaan Otonomi Kampung (Studi Pada Kampung Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penguatan Kelembagaan Pemerintah Kampung Dalam Rangka Menunjang Pelaksanaan Otonomi Kampung (Studi Pada Kampung Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Desa

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang

berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa

atau village diartikan sebagai “a groups of hauses or shops in a country area,

smaller than a town”. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul

dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah

Kabupaten.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia Desa adalah kesatuan wilayah

yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri

(dikepalai oleh seorang kepala desa).

Desa menurut H.A.W. Widjaja adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa.

Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat

(Widjaja,2003:3).

Menurut Paul H. Landis, Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya

kurang dari 2.500 jiwa, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :

1. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.

2. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.

(2)

dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan

pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Menurut R. Bintarto Desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan

kelompok manusia dan lingkungannya. Hasil perpaduan tersebut merupakan suatu

perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh faktor-faktor alamiah maupun sosial

seperti fisiografis, sosial ekonomi, politik dan budaya yang saling berinteraksi

antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain. Dengan

ciri-ciri sebagai berikut :

a. Sistem kehidupan umumnya bersifat kelompok dengan dasar kekeluargaan

(paguyuban).

b. Masyarakat bersifat homogeni seperti dalam hal mata pencahariaan, agama

dan adat istiadat.

c. Diantara warga desa mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat

bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya.

d. Mata pencahariaan utama para penduduk biasany

e. Faktor geografis sangat berpengaruh terhadap corak kehidupan masyarakat.

f. Jarak antara tempat bekerja tidak terlalu jauh dari tempat tinggal.

Kemudian Bintarto mengemukakan ada 3 (tiga) unsur utama yang terdapat

pada desa yaitu daerah, penduduk, dan tata kehidupan.

Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyatakan

bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

(3)

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.1.1. Gampong/Kampung

Desa di Aceh dikenal dengan nama Gampong dan di Kabupaten Aceh

Tamiang dikenal dengan sebutan Kampung. Kampung mempunyai pemerintahan

yang disebut dengan Pemerintahan Kampung yang dipimpin oleh seorang Datok

Penghulu.

Gampong dalam konsep hukum adalah kesatuan unit masyarakat hukum

adat yang bersifat teritorial. Dari aspek struktur fisik, Gampong merupakan pola

pemukiman yang didalamnya terletak rumah (umah, rumoh), blang (persawahan),

lampoh atau seunebok (perkebunan), padang (tanah terbuka) dan gle(e) rimba atau

hutan. Gampong juga merupakan organisasi sosial yang dilengkapi dengan

struktur kepemimpinan dan perangkat dengan fungsi yang sesuai dengan konteks

sosial, ekonomi dan politik tertentu. Dalam sejarah pemerintahan Aceh, gampong

pada abad ke-19 berada dibawah kekuasaan Uleebalang baik secara langsung

maupun tidak langsung. Kedudukan Gampong pada waktu itu berfungsi

membantu pemerintahan Uleebalang (lembaga supra gampong). Awalnya dalam

sebuah Gampong terdapat waki, sebagai wakil dari keuchik. Seorang Keuchik

(kepala desa) memiliki kewibawaan dan power (kekuasaan) yang besar untuk

memerintah ditingkat Gampong (Afdlal dkk,2008:4-5).

Sebagai kesatuan wilayah adat terkecil di Aceh, Gampong merupakan

kumpulan hunian yang diikat oleh Meunasah dan biasanya Gampong terdiri dari

(4)

gampong). Wilayah dari sebuah Gampong biasanya ditandai oleh keadaan fisik

atau topografi alam setempat dan kadang-kadang untuk menandai wilayah

Gampong satu dengan yang lain digunakan batas alam berupa sungai, tanah

terbuka maupun gunung dan bukit. Penghubung antar Gampong biasanya berupa

jalan keluar (rot) yang melewati lading dan tanah lapang (blang), kebun (lampoh)

dan belukar (bluka) (Afdlal dkk,2008:63-64).

Gampong memiliki pemerintahan yang disebut dengan pemerintahan

Gampong yang dipimpin oleh seorang Geuchik. Pemerintahan Gampong adalah

penyelenggara pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Gampong yaitu

Keuchik, Tengku Imum Meunasah, beserta perangkat Gampong dan Tuha Peut

Gampong.

Gampong menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh Pasal 1 angka 20 adalah kesatuan masyarakat hukum yang

berada dibawah mukim dan dipimpin oleh geuchik atau nama lain yang berhak

menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri; keberadaan gampong sendiri

dipimpin oleh seorang Geuchik atau Kepala Desa yang berkedudukan sebagai

kepala badan eksekutif sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Qanun Nomor 5

tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong yang menegaskan Geuchik adalah

kepala badan eksekutif gampong dalam penyelenggaraan Pemerintahan Gampong.

Geuchik dipilih langsung oleh penduduk gampong melalui pemilihan yang

demokratis, bebas, rahasia, serta dilaksanakan dengan jujur dan adil.

Gampong di Kabupaten Aceh Tamiang disebut Kampung. Menurut Qanun

Kabupaten Aceh tamiang Nomor 19 Tahun 2009, Kampung adalah kesatuan

(5)

Penghulu yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. Kampung

berkedudukan dibawah Mukim yang dipimpin oleh datok Penghulu, dalam

wilayah Kampung dapat dibentuk dusun atau nama lain yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Datok Penghulu.

2.1.2 Kelembagaan Pemerintah Kampung

Menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentah Pemerintahan Aceh

Desa di Aceh disebut Gampong atau nama lain, dimana kemudian berdasarkan

Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 19 tahun 2009 tentang Pemerintahan

Kampung, Desa di Aceh Tamiang disebut Kampung dimana urusan

pemerintahannya dilaksanakan oleh Pemerintah Kampung dan Majelis Duduk

Setikar Kampung yang bertugas mengatur dan mengurus masyarakat setempat

berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam

bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah Kampung terdiri dari terdiri dari Datok Penghulu, Tok Imam

dan Perangkat Kampung lainnya; perangkat kampung sendiri terdiri dari sekretaris

kampung dan perangkat kampung lainnya; Perangkat kampung lainnya terdiri dari

sekretariat kampung, unsur pelaksana teknis, dan unsur kewilayahan. Setiap

Kampung dipimpin oleh Datok Penghulu yang bertugas menyelenggarakan urusan

pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, sedangkan Tok Imam

berkedudukan sebagai unsur pimpinan kampung dibawah dan bertanggung jawab

kepada datok Penghulu, kemudian majelis permusyawaratan kampung atau

disingkat dengan MDSK merupakan badan permusyawaratan kampung yang

(6)

anggotanya terdiri atas unsur ulama, tokoh masyarakat termasuk pemuda dan

perempuan, pemuka adat dan cerdik pandai/cendikiawan yang ada di kampung

yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan kampung,

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat setempat serta melakukan

pengawasan secara efektif terhadap penyelenggaraan pemerintahan kampung.

Kemudian berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tamiang nomor 19 tahun

2009 tentang Pemerintahan Kampung, setiap Kampung mempunyai kewenangan

untuk mengatur, mengurus dan bertanggung jawab atas urusan pemerintahan,

urusan adat istiadat, Syari’at Islam serta kepentingan masyarakat setempat. Oleh

karena itu pemerintahan Kampung harus ada struktur kepemerintahan yang sesuai

dengan kebutuhan masyarakat.

2.2. Konsep Otonomi Desa/Kampung

Kehadiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

Desa memposisikan desa berada dibawah kecamatan dan kedudukan desa

diseragamkan diseluruh Republik Indonesia. Hal ini menghambat tumbuhnya

kreatifitas dan partisipasi masyarakat desa setempat karena masyarakat tidak dapat

mengelola desa sesuai dengan kondisi budaya dan adat dari desa tersebut. Hingga

kemudian Pada era reformasi diterbitkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah yang memberikan keleluasaan kepada desa untuk

dapat mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan kondisi adat dan budaya

setempat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(7)

Community” yang memposisikan desa tidak lagi sebagai level administrasi atau

bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent Com-munity” yaitu desa

dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri. Desa

diberi kewenangan untuk mengatur desanya secara mandiri termasuk bidang

sosial, politik dan ekonomi. Dengan adanya kemandirian ini diharapkan akan

dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan sosial dan

politik dan ekonomi.

Aceh yang menganut azas otonomi khusus ditandai dengan lahirnya

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam yang kemudian disempurnakan dengan

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Pada Pasal 1 angka 20

UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh disebutkan Gampong atau

nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada dibawah mukim dan

dipimpin oleh geuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan

rumah tangga sendiri. Pengertian Gampong dalam Undang-undang tersebut dapat

dimaknai bahwa gampong di Aceh atau dengan nama lain merupakan susunan

wilayah pemerintahan yang memiliki wilayah daerah otonom. Prinsip dari

wilayah daerah otonom adalah mendapatkan pelimpahan kewenangan dari

susunan pemerintahan di atasnya menurut asas desentralisasi dengan

memperhatikan asas otonomi masing-masing susunan wilayah pemerintahan.

Aceh merupakan perwujudan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat

istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus urusan

rumah tangga sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

(8)

Dengan kata lain otonomi khusus yang diberikan pemerintah pusat kepada Aceh

dilaksanakan tetap dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan otonomi desa menuntut tanggung

jawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab untuk mewujudkan

kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Widjaja,2003:166).

Dalam peraturan perundang-undangan, Aceh menganut asas otonomi

khusus atau istimewa, kabupaten/kota menganut asas otonomi daerah sedangkan

mukim dan gampong menganut asas otonomi asli berdasarkan hak asal-usul

dan/atau hak tradisionalnya. Menurut Widjaja (2003:165) Otonomi desa

merupakan otonomi yang asli bulat dan utuh serta bukan merupakan pemberian

dari pemerintah, sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli

yang dimiliki desa tersebut. Dengan adanya kemandirian ini diharapkan akan

dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan sosial dan

politik. Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang dimiliki

oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota. Otonomi yang

dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya

Otonomi Kampung menempatkan Kampung sebagai pilar terdepan dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya otonomi Kampung

diharapkan adanya kemajuan yang diraih baik itu dari segi pembangunan,

pemberdayaan masyarakat maupun pelayanan yang diberikan oleh aparatur

pemerintahan Kampung. Kemajuan yang diraih diharapkan dapat lebih dari era

(9)

Kampung, selain adanya peran dari pemerintah dituntut adanya peran serta dari

masyarakat setempat, kemajuan dan keberhasilan otonomi kampung tidak akan

diraih tanpa adanya partisipasi dari masyarakat setempat.

2.3. Penguatan Kelembagaan

Penguatan kelembagaan Pemerintah Kampung merupakan hal yang sangat

penting dalam rangka mewujudkan pemerintahan Kampung yang tangguh,

dinamis dan mandiri. Dengan adanya penguatan kelembagaan diharapkan dapat

menggerakkan pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan Kampung, baik itu

aparatur Kampung maupun masyarakat setempat. Selain itu pembagian peran

menjadi lebih jelas, masing-masing pihak mengetahui wewenang dan tanggung

jawabnya sehingga sistem pemerintahan Kampung dapat dijalankan secara

optimal sebagaimana menjadi tuntutan dari era otonomi Kampung.

Penguatan kapasitas kelembagaan Pemerintah Daerah dapat diartikan

sebagai usaha membangun organisasi, sistem-sistem, kemitraan, orang-orang dan

proses-proses secara benar untuk menjalankan agenda atau rencana tertentu.

Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah Daerah oleh karenanya berkaitan

dengan individual capability development, organizational capacity building, dan

institutional capacity building. Pengertian penguatan kapasitas tersebut

memberikan gambaran bahwasanya terdapat banyak hal yang harus diperhatikan

dan dicermati agar penguatan kapasitas dapat membuahkan hasil nyata,

bermanfaat dan menimbulkan dampak positif (Haris Faozan : 2006). Kemudian

masih menurut Haris Faozan, Dalam pada itu penguatan kapasitas kelembagaan

(10)

1. Mengembangkan keterampilan dan kompetensi individual sehingga masing-

Masing individu mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang

diembannya.

2. Mengembangkan para pegawai, budaya, sistem dan proses-proses ke dalam

otoritas/kewenangan unit organisasi dalam rangka mencapai tujuan

unit-unit organisasi masing-masing.

3. Mengembangkan dan menguatkan jalinan keluar (development and

strengthening of external links) dalam rangka menumbuhkembangkan

kemitraan secara intensif, kstensif, dan solid.

Penguatan kelembagaan pembangunan di sektor lembaga publik

didefinisikan sebagai seluruh perencanaan, pembuatan struktur dan

petunjuk-petunjuk baru dalam penataan kembali haluan organisasi yang meliputi:

a. Membuat, mendukung dan memperkokoh hubungan normatif dan pola-pola

yang aktif.

b. Pembentukan fungsi-fungsi dan jasa yang dihargai oleh masyarakat.

c. Penciptaan fasilitas yang menghubungkan antara tehnologi baru dengan

lingkungan sosial.

Beberapa konsep riset yang dihasilkan oleh Inter-University Riset program

tentang pembangunan lembaga, yang menghasilkan 3 (tiga) katagori dasar analisa

yaitu:

a. Istilah lembaga merupakan suatu variabel yang menerangkan prilaku

lembaganya sendiri. Didalamnya terdapat sub katagori seperti kepemimpinan,

doktrin, program, sumber daya dan struktur internal. Istlilah tersebut

(11)

b. Kemampuan memperoleh dukungan untuk mengatasi hambatan yang akan

datang dan pemindahan norma-norma serta nilai.

c. Analisa lingkaran atau mata rantai kelembagaan yang menunjukkan saling

ketergantungan antara lembaga dan bagian-bagian yang relevan dalam

masyarakat serta pendayagunaan dan memfungsikan dari segi normative

(Freed W. Rigg, 1986 : 132-13).

2.4 Penelitian Terdahulu

Terdapat banyak penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam

melakukan penelitian tentang penguatan kelembagaan dalam rangka menunjang

otonomi di Kampung Tualang Baro. Penelitian-penelitian tersebut juga memiliki

relevansi dengan penelitian ini, yaitu antara lain :

Iksan AW, seorang Pengajar FKIP di Universitas Samawa Sumbawa

Besar, Nusa Tenggara Barat pada tahun 2010 pernah melakukan penelitian

tentang Penguatan Kelembagaan Pemerintah Desa Dalam Rangka Menunjang

Pelaksanaan Otonomi Desa (Studi Kasus : Desa Baru Tahan Kecamatan Moyo

Utara) menurutnya Pemberlakuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintah Daerah, mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu yang

harus dipersiapkan oleh masing-masing daerah dalam rangka mendukung

pelaksanaan otonomi. Beberapa konsekuensi yang harus dipersiapkan oleh daerah

antara lain : Pertama, kemampuan sumber daya manusia, khususnya sumber daya

manusia aparatur yang harus memiliki keterampilan baik secara teknik maupun

wawasan intelektual yang luas dan diharapkan dapat mengatur dan mengurus

(12)

selama ini sektor-sektor pembiayaan pembangunan umumnya masih sangat

bergantung pada pemerintah. Namun dengan diberlakukannya otonomi daerah,

maka pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan harus

diusahakan oleh pemerintah daerah otonom, dengan tidak hanya bertumpu pada

subsidi dari pemerintah, karenanya pemerintah daerah otonom harus mampu

menggali berbagai potensi sumber daya yang ada sehingga dapat menopang

pembangunan dan penyelenggaraan pada daerah yang bersangkutan. Ketiga,

sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk memperlancar kegiatan

pemerintahan dan pembangunan, Keempat organisasi dan manajemen, dimana

penyelenggaraan pemerintahan sangat ditentukan oleh berjalannya fungsi-fungsi

manajemen dalam menjalankan kegiatan pemerintahan

Wayan Carwiaka, pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul

Pelaksanaan Otonomi Desa di Desa Bumi Rapak Kecamatan Kaubun Kabupaten

Kutai Timur menyimpulkan bahwa Untuk lebih memantapkan pelaksanaan

Otonomi Desa khususnya dalam pelaksanaan pembangunan maka perlu di

tingkatkan lagi kemampuan aparat desa dalam hal manajemen, pendidikan, baik

itu pelatihan bagi kader desa sehingga potensi yang belum di kelola dapat di

manfaatkan demi kepentingan kesejahteraan desa. Pemerintah desa juga harus

mampu berpikir inovatif dalam menghasilkan usaha untuk pandapatan desa.

Dalam pelaksanaan Otonomi Desa perlu adanya keterbukaan atau transparansi

aparatur pemerintah desa, baik itu jiwa yang mengayomi dan mengutamakan

kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Dalam menyukseskan program

(13)

memadai salah satunya komputerisasi yang sebagai penunjang kelancaran

pekerjaan dan juga ditunjang dengan tenaga aparatur yang cukup dan mahir.

Selanjutnya, seorang Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana Universitas

Brawijaya Malang bersama Aiyub dan M. Akmal yang merupakan Dosen Fisisp

Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, melakukan penelitian yang mengangkat

judul Demokratisasi Pemerintahan Gampong Dalam Mendukung Otonomi

Khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Studi di Kecamatan Baktya

Timur Kabupaten Aceh Utara menjelaskan bahwa lahirnya Undang-undang

Nomor 18 tahun 2001 merupakan jawaban atas adanya perubahan besar dan cepat

dalam paradigma pemerintahan. Birokrasi pemerintah dituntut dalam kondisi

unggul, handal dan terpercaya artinya mampu mewujudkan perubahan berskala

besar dan bekerja dengan penuh motivasi dan proaktif terhadap tuntutan

masyarakat Aceh. Namun hal tersebut tidak terlepas dari kendala yang dihadapi,

yakni kebingungan dari masyarakat dan aparat tentang kelembagaan dan

kurangnya daya inovasif dari aparat birokrasi Pemerintah gampong, dan adanya

perilaku birokrasi yang kurang memperhatikan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Kelembagaan birokrasi pemerintah Gampong di tingkat Gampong

yang disebabkan kurangnya kualitas sumber daya manusia penyelenggara

pemerintahan Gampong dalam inovasi menyebabkan kelembagaan birokrasi

Referensi

Dokumen terkait

Pembiayaan adalah aktifitas menyalurkan dana yang terkumpul kepada anggota pengguna dana, memilih jenis usaha yang akan dibiayai, dan menentukan anggota mana yang

Hubungan kompetensi dosen dengan hasil belajar mata kuliah askeb II (persalinan) mahasiswa semester III Akademi Kebidanan Sehat Medan Tahun

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan, untuk penjaminan mutu akeditasi, yang belum dilaksanakan SMA 1 Kudus adalah belum memenuhi standar nasional pendidikan yang

Tradisi yang di gunakan dalam upacara adat Suku Betawi dalam konteks ini adalah penggunaan Roti Buaya dalam pernikahan adat di kampung Petukangan Utara, Jakarta

Mulai dari Siam Paragon yang dinobatkan menjadi The Most Instagrammed , pertunjukkan Muay Thai di Bangkok, dan informasi mengenai tempat-tempat untuk merayakan

Besarnya potensi ancaman bencana di Indonesia menyebabkan peluang masyarakat menjadi korban sangat besar terutama anak-anak dikarenakan anak-anak masih sangat rentan

Sebagai alternatif, atau jika tidak terlarut air, serap dengan bahan kering yang lengai dan isikan dalam bekas pelupusan bahan buangan yang wajar.. Buang melalui kontraktor

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) untuk mendeskripsikan langkah- langkah pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dapat meningkatkan pembelajaran