BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1.Tingkat kepuasan
2.1.1. Definisi tingkat kepuasan
Kepuasan pelanggan (pasien) adalah suatu keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan (Purwoastuti & Walyani, 2015).
Kepuasan pelanggan adalah mutu pelayanan kesehatan. Kepuasan pelanggan juga didefinisikan sebagai tanggapan penerima jasa terhadap ketidaksesuaian atau kesesuaian tingkat kepentingan pelanggan dengan kinerja yang nyata-nyata dirasakan sebelum atau setelah pengguna jasa menerima pelayanan (Muninjaya, 2012). Tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan (Purwoastuti & Walyani, 2015)
sakit. Kepuasan pasien juga bersifat sangat subjektif, sulit diukur dan banyak faktor yang mempengaruhi (Satrianegara, 2014)
Muninjaya (2012) juga merumuskan kepuasan pelanggan (pasien) sebagai selisih kinerja institusi pelayanan kesehatan dengan harapan pelanggan dengan tiga kemungkinan yaitu pertama, pelanggan kurang puas dengan pelayanan yang diterima bila kinerja institusi pelayanan kesehatan lebih jelek dari apa yang diharapkan para penggunanya (pasien dan keluarganya), kinerja pelayanan kesehatan akan dipandang jelek oleh pengguna karena tidak sesuai dengan harapan pelanggan sebelum menerima pelayanan kesehatan, kedua pasien merasa puas jika kinerja pelayanan kesehatan sama dengan harapan pasien, pengguna layanan akan menerima kinerja pelayanan kesehatan dengan baik dan ketiga, pasien merasa sangat puas bila kinerja institusi pelayanan kesehatan lebih tinggi dari harapan pasien dan para pengguna layanan akan menerima pelayanan kesehatan yang melebihi harapan.
2.1.2. Dimensi Kepuasan
Dimensi kepuasan terbagi atas dua dimensi menurut Satrianegara (2014) yaitu:
1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar kode etik profesi.
Kepuasan yang mengacu hanya pada standar dan kode etik profesi yaitu ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu mencakup pemikiran terhadap kepuasan mengenai hubungan petugas dengan pasien, kenyamanan pelayanan, kebebasan melakukan pilihan pengetahuan kompetensi teknis, efektifitas pelayanan dan keamanan tindakan.
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan.
Kepuasan yang dimaksud dalam persyaratan pelayanan kesehatan mencakup kepuasan kesehatan, kesinambungan pelayanan kesehatan, efisiensi pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan, dan keterjangkauan.
2.1.3. Fungsi Pengukuran Kepuasan
2.1.4. Manfaat Mengutamakan Kepuasan pasien
Menurut Satrianegara (2014), manfaat yang diperoleh jika mengutamakan kepuasan pasien berdasarkan client oriented (pihak yang dilayani) yaitu : 1. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati
diikuti oleh pasien bila pasien merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.
2. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang puas tersebut akan memberitahukan kepuasaannya kepada orang lain. Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran secara tidak langsung.
3. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi,. Bertambahnya jumlah pasien yang berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya pendapatan rumah sakit).
4. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) rumah sakit, seperti perusahaan asuransi, akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif.
2.1.5. Metode mengukur kepuasan
Kotler dan koleganya (2004 dalam Tjiptono & Chandra, 2005) mengidentifikasi 4 metode mengukur kepuasan yaitu :
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (client-oriented) perlu menyediakan kesempatann bagi pengguna jasa untuk menyampaikan kritik, saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan dapat berupa kotak saran, saluran telepon khusus bebas pulsa, websites dan lain-lain.
2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang yang berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan instansi dan pesaing kemudian diminta mengamati dan menyampaikan temuan-temuan berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk jasa.
3. Lost client analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggan, memantau tingkat kehilangan pelanggan (client loss rate) yang telah berhenti menggunakan jasa pelayanan agar dapat memahami mengapa hal tersebut dapat terjadi dan dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
4. Survei kepuasan pelanggan (client)
survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan balikan secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa perusahaan memberikan perhatian terhadap pelanggan pengguna jasa.
2.2.Konsep kebutuhan spiritual pasien kanker 2.2.1. Definisi spiritual
Spiritual berasal dari bahasa latin yaitu spiritus, yang berarti hembusan nafas. Makna ini berkonotasi sebagai sesuatu yang memberikan kehidupan (Young & Koopsen, 2007).
Menurut Wright(2005), spiritualitas adalah apapun atau siapapun yang memberikan makna tertinggi dan tujuan dalam kehidupan seseorang yang berkaitan dengan orang lain, diri sendiri dan alam semesta.
Spiritualitas merupakan suatu refleksi dari pengalaman internal yang diekspresikan secara individual dari banyak aspek antara lain agama, keyakinan/kepercayaan, harapan, transedensi, dan pengampunan.
a. Agama yaitu dipahami sebagai pengungkapan praktik spiritualitas dalam organisasi, ritual dan praktik iman.
b. Keimanan memberikan makna hidup, memberikan kekuatan pada seseorang saat mengalami kesulitan dalam hidupnya.
c. Harapan merupakan bagian dalam konsep spiritualitas, inti dalam kehidupan dan dimensi esensial bagi keberhasilan dalam menghadapi dan mengatasi keadaan sakit atau kematian.
personal dan menempatkannya pada perspektif, aktifitas, dan tujuan kehidupan yang lebih luas ( Kozier, et.al, 2004).
e. Pengampunan merupakan sarana yang dibutuhkan oleh pasien atas rasa bersalah akan dosa dimasa lalu. Masalah kesehatan diinterpretasikan sebagai hukuman atas dosa ( Kozier, et.al, 2004).
2.2.2. Dimensi Spiritual
Menurut Hamid (2008) karakteristik spiritual terdiri atas 4 dimensi yaitu hubungan individu dengan diri sendiri, hubungan individu dengan alam, , hubungan individu dengan orang lain, hubungan individu dengan Tuhan.
Hubungan individu dengan diri sendiri yaitu kekuatan dalam atau/dan
self-reliance berupa pengetahuan diri, percaya pada kehidupan/masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni atau keselarasan dengan diri sendiri.
Hubungan individu dengan alam harmonis yaitu mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim, berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki,mengabdikan dan melindungi alam.
Hubungan individu dengan orang lain harmonis/suportif yaitu dengan berbagi waktu, pengetahuan, serta sumber secara timbal balik; mengasuh anak, orang tua dan orang sakit; menyakini kehidupan dan kematian( mengunjungi, melayat, dan lain-lain). Bila tidak harmonis akan terjadi konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
2.2.3 Spiritual care
Spiritual careadalah praktek dan prosedur yang dilakukan oleh
perawat terhadap pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien. Menurut Meehan (2012), spiritual care adalah kegiatan dalam keperawatan untuk membantu pasien yang dilakukan melalui sikap dan tindakan praktek keperawatan berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih, ketenangan dan kelemahlembutan.
Spiritual caretidak mempromosikan agama atau praktek untuk meyakinkan
pasien tentang agamanya melainkan member kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan nilai-nilai dan kebutuhan mereka, dan memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya (Sartori,2010) .
Setiap orang mempunyai dimensi spiritual dan semua pasien mempunyai kebutuhan untuk merefleksikan kebutuhan spiritualnya. Kebutuhan seringkali menonjol saat sakit atau pada saat terjadi krisis kesehatan lainnya. Pasien yang memiliki keyakinan spiritual baik, dapat menemukan atau merasakan bahwa keyakinannya ditantang oleh kesehatannya, sementara orang dengan keyakinan spiritual tidak baik akan merasakan secara tiba-tiba berhadapan dengan berbagai pertanyaan yang menantang terkait makna dan tujuan hidup (Kozier, et al., 2004).
mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf (Kozier, et al., 2004)
Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien dapat meningkatkan perilaku koping dan memperluas sumber-sumber kekuatan pada pasien. Kebutuhan spiritual menjadi faktor yang penting untuk mempertahankan atau memelihara hubungan yang dinamis dari seseorang dengan Tuhan dan hubungan berkaitan dengan pengampunan, cinta, harapan , kepercayaan dan makna serta tujuan dalam hidup ( Wright, 2005).
2.2.4. Spiritualitas pasien kanker
Kecemasan merupakan respon umum yang terjadi setelah penyakit kanker terdiagnosis. Ketika pasien mengetahui menderita kanker, pasien kanker akan mengalami kondisi psikologis yang tidak menyenangkan seperti gelisah, sedih ,takut atau merasa sendiri dan dibayangi oleh kematian. Kecemasan meningkat ketika individu membayangkan terjadi perubahan dalam hidupnya dimasa depan depan akibat dari penyakit yang diderita ataupun akibat dari proses penanganan suatu penyakit(Lubis & Hasnida, 2009).
Salah satu penyebab kecemasan pada penderita kanker yaitu perawatan dirumah sakit seperti akan dilakukannya operasi ataupun setelah dilakukannya operasi. Penderita kanker juga seringkali mengalami perasaan kecewa ketika harus kehilangan salah satu organ tubuh setelah operasi (Lubis & Hasnida, 2009).
diri yang rendah,merasa putus asa, bosan, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang. Jika perasaan-perasaan rendah tersebut dirasakan pasien dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan depresi. Selain menderita penyakit kanker mereka juga menderita depresi. Penderita tidak bisa menerima keadaan dirinya sebagai orang yang sakit sehingga pasien kanker akan terus merasa bahwa penderita adalah orang yang paling tidak beruntunghidup (Lubis & Hasnida, 2009).
Depresi juga disebabkan oleh berbagai faktor yang dibedakan oleh berbagai faktor yang dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor usia, jenis kelamin, kepribadian sedangkan faktor eksternal yaitu faktor keluarga, lingkungan dan tekanan hidup (Lubis & Hasnida, 2009).
Hadjam (2000 dalam Lubis & Hasnida,2009) mengatakan bahwa pasien yang mengalami kanker memperlihatkan stress dan depresi yang ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa, pesimis, merasa diri gagal , tidak puas dalam hidup, penilaian rendah terhadap tubuhnya dan merasa tidak berdaya.
bahwa keadaaannya akan berlanjut atau bertambah buruk di masa mendatang. Menyalahkan diri dan mengkritik diri sendiri berkaitan dengan anggapan bahwa hal-hal yang kurang menguntungkan, kemalangan yang terjadi disebabkan karena beberapa kekurangan yang ada pada dirinya dan menyalahkan dirinya atas kekurangan tersebut (Lubis & Hasnida, 2009).
Spiritualitas kemudian menjadi nyata ketika seseorang menghadapi krisis hidup, stress emosional, kematian atau sakit fisik (Young & Koopsen, 2007) Hasnida, 2009).
2.2.5. Perencanaan perawatan spiritual
Pada tahap ini perawat mengindentifikasi intervensi untuk membantu pasien mencapai tujuan yaitu memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual sehingga kekuatan, kedamaian, dan kepuasan spiritual dapat terealisasi. Perawat melakukan intervensi seperti membangun hubungan saling percaya, memberikan dan memfasilitasi lingkungan yang mendukung, menanggapi keyakinan pasien, mengintegrasikan spiritualitas ke dalam rencana jaminan mutu dan perawat sebagai kunci dalam melakukan perawatan kesehatan (Wright, 2005)
benar, mendorong menggunakan sumber-sumber spiritual, memfasilitasi individu dalam bersembahyang dan melakukan ritual agama.
Pada perawatan paliatif dan hospis, kebutuhan spiritualitas dapat diberikandan digabungkan bersama perawatan fisik bagi pasien yang menanti ajal atau pada pasien dengan penyakit terminal. Perhatian pada kebutuhan spiritual sangat penting. Tim perawatan paliatif ini dapat memberikan bantuandengan rasa sakit non fisik lewat dukungan spiritual dan konseling yang dapat memperbaiki kualitas hidup pasien kanker dan keluarga saat menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan.
Menurut Young dan Koopsen (2007), pemberian perencanaan perawatan spiritual mencakup empat ranah sebgai berikut:
1. Afirmasi yaitu pengakuan atas faktor-faktor dalam hidup pasien yang harus dipertimbangkan secara positif.
2. Komunikasi therapeutik yaitu “ mendengarkan” makna pembicaraan pasien melalui pengamatan yang teliti atas bahasa tubuh dan ekspresi wajah dan melalui “ kehadiran” perawat di hadapan pasien secara terus-menerus.
3. Pengingatan atau memori yaitu tinjauan atas hidup yang memungkinkan pasien membicarakan orang, tempat atau situasi yang sekarang atau dulu bermakna dalam hidupnya.