• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB IV"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

EMPAT

KEHADIRAN PT INDO MURO

KENCANA

Pengantar

Untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi tentunya Indonesia membutuhkan investasi yang besar agar dapat menggerakkan perubahan-perubahan variabel dalam jangka panjang baik pada struktur permintaan maupun perubahan pada penawaran seperti yang dikatakan oleh Mier and Baldwin (1957). Dengan adanya perubahan dari variabel tersebut pada akhirnya mampu melakukan transformasi masyarakat seperti yang disarankan Rostow (1960) melalui pembangunan.

Pada masa pemerintahan SBY (2009-2014), Indonesia membutuhkan investasi sebesar Rp. 2.000 triliun sehingga dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi mencapai 7% dalam lima tahun. Dipihak lain kemampuan pemerintah Indonesia hanya mampu menyediakan dana sebesar 20% atau Rp. 400 triliun, sedangkan sisanya Rp. 1.600 triliun (80%) berasal dari sektor swasta baik dari dalam negeri maupun luar negeri termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dampaknya adalah pemerintah Indonesia dalam kebijakan harus membuka pintu selebar-lebarnya agar para investor agar dapat menginvestasikan modalnya untuk Indonesia.

(2)

terlengkap di dunia, walaupun bukan aktor utama dunia dalam keseluruhan raw material, namun Indonesia memiliki hampir sebagian besar sumber mineral penting; dan (2) Indonesia memiliki sumber energi yang relatif besar dan beragam jenisnya, mulai dari minyak bumi, gas, batubara dan sumber-sumber energi terbaharukan lainnya (Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, 2013). Bachrawi (1984) mengidentifikasi jenis sumber daya alam yang ada di Indonesia, antara lain: (1) Minyak Bumi; (2) Batu Bara; (3) Biji Besi; (4) Tembaga; (5) Bauksit; (6) Emas dan Perak; (7) Marmer; (8) Belerang; (9) Yudium; (10) Nilel; (11) Gas Alam; (12) Mangang; dan (13) Grafit. Misalnya untuk keadaan beberapa sumber daya dan cadangan tambang dan mineral diperlihatkan pada tabel 4.1. di bawah ini.

Tabel 4.1.

Gambaran Keadaan Beberapa Sumber Daya dan

Cadangan Tambang dan Mineral di Indonesia Tahun 2011 (juta ton bijih)

No. Komoditi Sumber Daya Cadangan

1. Tembaga 4925 4161

Sumber : Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, 2013

(3)

hasil-hasil tambang mineral (Sudradjat, 1999 dan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, 2002). Hal yang mungkin dilakukan pemerintah Indonesia adalah mengundang hadirnya investor asing yang memiliki dan menguasai teknologi agar kandungan dari potensi sumber daya mineral yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan. Implikasi dari kebijakan ini, hampir sebagian besar atau sebanyak 80%, investasi di sektor pertambangan mineral adalah berasal dari perusahaan multinasional, salah satunya adalah PT Indo Muro Kencana atau disingkat PT IMK. Apa dan bagaimana masuknya PT IMK serta dampak yang muncul akan menjadi topik bahasan di bab ini.

Sejarah Pertambangan

Selama beratur-ratus tahun yang lalu, kebutuhan akan sumber daya mineral terus mengalami perkembangan, dari keperluan akan perhiasan, peralatan rumah tangga, pertanian, transportasi sampai kepada industri persenjataan (Manulang, 2002:11). Menurut catatan sejarah, pertambangan di Indonesia diprakarsai oleh orang Hindu dan Cina sebagai pendatang yang mencari emas sekitar tahun 700 SM kemudian dilanjutkan dengan timah sekitar tahun 1700-an (Soesastro dan Sudarsono, 1988). Usaha pertambangan tidak menunjukkan perkembangan yang berarti di Indonesia, karena orang-orang pribumi umumnya lebih memilih bertani daripada kerja tambang yang cenderung beresiko dan bersifat untung-untungan.

(4)

bernilai tinggi, maka keterlibatan orang pribumi hanya dijadikan buruh sebagai upaya secara sistematis pihak Belanda menjauhkan masyarakat Indonesia dalam dunia pertambangan. Dampaknya adalah sebagian terbesar masyarakat Indonesia hingga kini, awam dalam soal pertambangan dan menganggap bidang geologi dan pertambangan sebagai sesuatu yang eksklusif.

“Vereenigde Oostindische Compagnie” atau disingkat dengan VOC merupakan perusahaan pertama yang mengambil alih usaha pertambangan perak di Salida, Sumatera Barat, pada tahun 1669, yang sebelumnya dikuasai oleh penambang rakyat terutama oleh orang-orang Hindu. Pengambil-alihan ini dilakukan karena pemerintah Belanda kekurangan logam perak untuk pembuatan mata uang (Sigit, 1995:5). Baru setelah pemerintah Hindia Belanda kembali memperoleh kekuasaan dari pemerintah Inggris tepatnya tahun 1811, bermunculan perusahaan pertambangan swasta dan perorangan Belanda untuk mengeksploitasi dua jenis mineral, yakni timah dan batu bara. Untuk mengendalikan usaha pertambangan tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Peraturan Pertambangan (mijnreglement) yang pertama pada tahun 1850 yang memungkinkan pemberian hak pertambangan kepada swasta warga negara Belanda, dan wilayah tambangnya terbatas hanya daerah-daerah di luar pulau Jawa.

Konsesi pertambangan pertama diberikan kepada swasta oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1850 untuk penambangan timah di pulau Belitung. Selanjutnya pada tahun 1852, pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan “Dienst van het Mijnwezen” (Jawatan Pertambangan) untuk melakukan eksplorasi geologi pertambangan di beberapa daerah. Meskipun sudah ada jawatan pertambangan, baru tahun 1899 pemerintah Hindia Belanda berhasil mengundangkan

“indiche Mijnwent”, yaitu Undang-Undang Pertambangan untuk Hindia Belanda, sedang peraturan pelaksanaannya baru menyusul terbit pada tahun 1906 dalam bentuk “Mijnordonantie”.

(5)

pertam-bangan yang dimiliki Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu seperti tambang batubara Ombilin, Tambang Timah Bangka, dan Tambang Bukit Asam. Pemerintah Hindia Belanda juga memberi beberapa proyek besar seperti pengembangan tambang nikel di Sulawesi Tenggara kepada pihak swasta untuk mendapat hak pengusahaannya berdasarkan kontrak khusus dari pemerintah yang dikenal dengan sebutan 5a contract (vijf a contrac), terutama pada ketentuan pasal 5a indiche Mijnwent. Tambang lainnya adalah tambang emas (Bengkalis, Cikokok, Woyla, Rejang Lebong dan Simau di Bengkulu), tambang bauksit (pula Bintan), tambang nikel (Pomala) dan lainnya.

Kegiatan usaha pertambangan pada masa pemerintah Hindia Belanda sempat terhenti akibat krisis ekonomi (malaise) pada tahun 1930. Secara geologi, hanya 5% luas daratan Indonesia yang sudah dipetakan cukup rinci dan sistematis, 75%-nya lagi hanya disurvey secara kasar, sedangkan sisanya 20% masih belum diketahui sama sekali geologinya. Karenanya tidak ada seorangpun pakar dari geologi pertambangan Belanda pada waktu itu, yang dapat meramalkan masa depan pertambangan Indonesia.

Menyerahkan tentara Kerajaan Hindia Belanda KNIL kepada balatentara Jepang (08 Maret 1942), ternyata tidak semua tambang di Indonesia dibumihanguskan oleh Hindia Belanda. Beberapa tambang masih dapat diusahakan dan dibuka kembali oleh balatentara Jepang untuk memenuhi kebutuhan perang, seperti tambang batu bara. Pemerintah balatentara Jepang juga membuka sejumlah tambang baru, seperti tambang tembaga, bijih besi, sinaber, bijih manggan dan bauksit. Perkembangan ini menunjukkan adanya kemajuan dalam usaha pertambangan di Indonesia hingga akhir perang pasifik pada tahun 1949 (Sigit, 1995:10).

(6)

perusahaan-perusahaan pertambangan bahan-bahan vital tertutup bagi modal asing.

Meskipun UU No. 78 Tahun 1958 sudah disahkan, bukan berarti usaha pertambangan di Indonesia mengalami perkembangan yang berarti sampai tahun 1952. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya pergantian kabinet sehingga pembahasan rencana UU Pertambangan belum sempat dibahas dan ditetapkan. Baru pada tahun 1959 pemerintah menerbitkan UU No. 10 tentang Pembatasan Hak-Hak Pertambangan, kemudian ketentuan pelaksanaannya diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1959. Selanjutnya pada tahun 1960 keluar Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan yang statusnya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu), yang selanjutnya bisa disebut dengan UU No. 37 Prp Tahun 1960. UU No. 37/Prp/1960 atau UU Pertambangan 1960 sangat membatasi peran swasta, terlebih lagi modal asing, dalam pengusahaan pertambangan di Indonesia.

Namun demikian ketentuan ini tidak mengurangi hak negara untuk menggunakan modal asing dalam bentuk pinjaman atau dengan perjanjian khusus melalui konsep production sharing. Perjanjian khusus ini kemudian dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 20 Tahun 1963 tentang Pemberian Fasilitas bagi proyek-proyek yang dibiayai dengan kredit luar negeri di mana penyediaan teknologi oleh pihak luar negeri dengan cara kredit yang akan diatur dengan produk hasil usaha berdasarkan persentase. Sayangnya dengan keluarnya Peraturan Presiden ini belum berhasil mendatangkan minat swasta sebagaimana diharapkan, meskipun permintaan dunia terhadap bahan tambang meningkat, seperti bauksit, bijih besi, mangan, tembaga, dan bahan tambang lainnya.

(7)

terutama di Jawa dan Nusa Tenggara Timur untuk Proyek Superfosfat dan proyek lainnya.

Usaha pertambangan di Indonesia mulai bangkit kembali ketika pemerintah mengeluarkan beberapa perundang-udangan, diantaranya adalah UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. UU No. 11/1967 dibandingkan dengan UU No. 37/Prp/1960 lebih memberi kesempatan yang lebih luas bagi pihak swasta untuk berusaha dalam bidang pertambangan. Selain kemantapan peraturan perundang-undangan untuk jangka panjang juga diperlukan stabilitas situasi politik dan keamanan dalam negeri di mana kondisi ini mampu dipenuhi oleh pemerintah Orde Baru.

Dengan dikeluarkannya UU ini, ada sejumlah penandatangani Kontrak Karya (KK) pertambangan yang memberikan hak kepada investor untuk melaksanakan usahanya, sejak tahap survei, eksplorasi sampai eksploitasi – pengolahan – penjual hasil usaha tambangnya, atau tanpa adanya pemisahan antara tahap pra-produksi dan tahap operasi produksi. Lebih jelas tahapannya dapat dilihat pada gambar 4.1. dibawah ini.

Sumber : Sudiyanto, 2011

Gambar 4.1.

(8)

Sejak tahun 1967 sampai tahun 2000, tercatat 215 buah perusahaan swasta yang menanamkan modalnya dan masih eksis, 4 buah BUMN, dan kurang lebih 11 Koperasi terlibat dalam usaha pertambangan di Indonesia. Diantara 215 buah perusahaan swasta yang menanamkan investasinya, tercatat 43 buah adalah PMA (Penamaman Modal Asing) dan 172 PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan nilai kumulatif investasi per Juni 1996 sebesar U$ 6.357.083.000,00 untuk PMA dan Rp. 3.308.189.000.000,00 untuk PMDN. PMA yang masuk berasal dari Jepang, Canada, Australia, Amerika, Perancis, Inggris, Cina, dan Malaysia seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.2. di bawah ini.

Sumber : LMMDDKT, 2012

Gambar 4.2.

Sebaran PMA Pertambangan di Indonesia

(9)

belum berminat menginvestasikan dananya untuk usaha pertambangan dikarenakan usaha ini sangat spesifik, high risk, high capacity dan high technology. Usaha pertambangan misalnya, harus didahului kegiatan eksplorasi yang membutuhkan waktu beberapa tahun dengan modal dan risiko kegagalan yang tinggi. Kalaupun eksplorasi berhasil, masa pra-produksi membutuhkan waktu beberapa tahun bahkan bisa lebih dari 10 tahun.

Masuknya PMA menunjukkan bahwa usaha pertambangan melalui KK dapat menarik investor dari berbagai kalangan pertambangan multinasional karena dapat menjamin kepastian hukum dan jaminan stabilitas sosil-politik. Dipihak lain, hanya beberapa gelintir perusahaan pertambangan besar dunia terutama Amerika yang menguasai usaha pertambangan di Indonesia. Hingga tahun 2013 jumlah luasan tambang yang sudah memperoleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP) mencapai 9.612 yang tersebar di 7 (tujuh) Pulau di Indonesia, seperti yang diperlihatkan pada tabel 4.2. di bawah ini.

Tabel 4.2.

Jumlah Izin Usaha Pertambangan Utama Indonesia Sampai Akhir Tahun 2010

Sumber : Dari berbagai sumber, 2012

(10)

tahun ke tahun cenderung berfluktuasi (naik-turun). Lebih jelasnya dapat dilihat pada table 4.3. di bawah ini.

Meskipun angka produksi cenderung berfluktuasi, namun tidaklah heran kalau Indonesia pernah menjadi penghasil timah No. 3 dan No. 2 di dunia serta tercatat sebagai pengeksport batubara uap No. 3, penghasil nikel No. 5 dan penghasil emas No. 9 di dunia. Dilihat dari nilai tambah yang diperoleh, hasil usaha pertambangan cukup menggiurkan. Hasil perhitungan BPS (2013) memperlihatkan bahwa rata-rata setiap tahunnya, prosentasenya nilai tambah dari usaha pertambangan terus mengalami peningkatan. Misalnya sampai tahun 2000 terjadi peningkatan nilai tambah sebesar 63,88% yang kalau dirupiahkan nilainya mencapai tidak kurang dari Rp. 222.328 Milyar.

Tabel 4.3.

Jumlah Produksi Pertambangan Utama Indonesia Sampai Akhir Tahun 2011

Sumber : Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral, Kementerian ESDM, 2012 Catatan : *) data diambil dari Laporan Surveyor yang dikirimkan oleh PT Sucofindo. Diasumsikan angka ekspor sama dengan angka produksi

(11)

memenuhi kebutuhan industri olahan lanjut mereka (Soesantro dan Sudarsono, 1986:185). Dari data hasil kajian Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013) ternyata hanya 15 perusahaan yang siap dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian yang dapat beroperasi untuk fasilitas pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral.

Selain itu, dalam konteks perdagangan luar negeri, Indonesia hanya sebagai bagian dari penetrasi kapital dari wilayah-wilayah metropolis (center of capitalist world) terhadap ekonomi masyarakat atau negara-negara berkembang dan terbelakang seperti yang dteoritiskan pendukung teori ketergantungan. Nilai statistik ekspor negara-negara berkembang dan atau terbelakang, tidak cukup memberi penjelasan siapa yang melakukan produksi berorientasi ekspor, siapa yang mengatur serta menguasai ekspor negara-negara tersebut. Banyak hasil analisa memperlihatkan bahwa produksi berorientasi ekspor maupun macam-macam kegiatan ekspor lainnya, seperti transportasi, asuransi, dan sebagainya ada dalam tangan modal yang berasal dari wilayah-wilayah metropolis (Senghaas, 1977:179).

Sampai sekarang angka keberhasilan dalam proyek-proyek KK Pertambangan masih dibawah 10%, dan menjadi lahan untuk dikritik. Faktor penyebab rendahnya kontribusi di sektor pertambangan, dikarenakan belum semua perusahaan pertambangan yang beroperasi selain hanya mengekspor bahan mentah setengah jadi, juga kebanyakan perusahaan di Indonesia belum memiliki NPWP. Dampaknya perolehan dari Kelompok Pendapatan Asli Daerah (PKB/Alat Berat, BBN-KB, PBBKB dan PAP) maupun dari Dana Bagi Hasil Pajak (DBH PBB, DBH PPh 21, 25 dan 29 WPOPDN) serta Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Landrent dan Royalty) untuk pemasukan keuangan negara masih dibawah 10%.

Diakui bahwa dibalik prestasinya sebagai salah satu komoditas dunia, namun masih menyimpan sejumlah persoalan karena

(12)

sangatlah penting. Menindak lanjuti hal tersebut, pemerintah mengganti PP 32 Tahun 1969 dengan PP 75 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan UU 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, yang menyatakan bahwa KP, KK, dan PKP2B yang diterbitkan oleh Pemerintah sebelum tanggal 1 Januari 2001 tetap berlaku sampai berakhirnya KP, KK, dan PKP2B dimaksud.

Ketentuan yang sama juga dicantumkan dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang merupakan pembaharuan dari UU No. 1 Tahun 1967, yo. UU No. 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing yang dipandang kontraversial dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, yo UU No. 12 Tahun 1970., dinyatakan, seluruh persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan yang telah diberikan pemerintah dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan tersebut.

(13)

Pertambangan di Kalimantan Tengah

Kalimantan Tengah memiliki kandungan sumber daya mineral yang cukup potensial dan lokasinya menyebar hampir di seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Berdasarkan peta geologi Kalimantan Tengah yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah (2012) dapat diketahui bahwa Kalimantan Tengah mempunyai kandungan sumber daya mineral yang besar, seperti: emas, batubara, intan, kaolin, pasir kuarsa, fosfat, batu gamping, kristal kuarsa, batuan beku/batuan belah, besi, timah hitam, tembaga, air raksa, dan zircon.

Hasil kalkulasi cadangan emas sementara diperkirakan mencapai 3,3 juta ton, dan emas alluvial sebanyak 74 m3 pasir. Cadangan ini

dimungkinkan karena Kalimantan Tengah memiliki sejumlah endapan emas primer dan letakan (placer) dapat ditemukan di sungai, danau, rawa-rawa dan paleo chanel (gosong). Endapan emas dapat juga dijumpai di Kabupaten Kapuas tepatnya Kecamatan Kapuas Hulu, Kapuas Tengah dan Timpah; Kabupaten Gunung Mas tepatnya di Kecamatan Tewah, Kahayan Hulu Utara, Rungan, Manuhing, Sepang dan Kurun; Kota Palangka Raya tepatnya di sungai Takaras Kecamatan Bukit Batu; Kabupaten Murung Raya tepatnya di Kecamatan Sumber Barito; Permata Intan dan Tanah Siang; Kabupaten Barito Timur tepatnya di Kecamatan Dusun Tengah; Kabupaten Serujan tepatnya di Kecamatan Seruyan Hulu, Kecamatan Seruyan Tengah; dan Kabupaten Katingan tepatnya di Kecamatan Katingan Hulu, Katingan Tengah, Sanaman Mantikel dan Katingan Hilir.

(14)

Survey untuk penyelidikan batubara di Kalimantan Tengah telah dilakukan sejak tahun 1975 oleh beberapa institusi baik pemerintah maupun perusahaan asing, salah satunya PT BHP-Biliton yang telah memprediksikan bahwa terdapat sekitar 400 ton batubara dengan nilai kalori >7.000 berkualitas baik (>8.000 kal/gr) juga ditemukan di Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Murung Raya bagian Utara. Di daerah ini batubara banyak ditemukan di Muara Bakah, Bakanon, Sungai Montalat, Sungai Lahei, Sungai Maruwai dan sekitarnya. Beberapa lapisan batubara mempunyai ketebalan mencapai 1,5 – 7 meter dan mempunyai kualifikasi cooking coal.

Lokasi lain yang juga memiliki potensi kandungan batubara dengan nilai kalori < 6.000 cal/gr antara lain; Kabupaten Gunung Mas tepatnya Kecamatan Tewah, Rungan, Kurun, Manuhing; Kotawaringin Timur tepatnya Kecamatan Mentaya, Hulu, Mentaya Hilir dan Cempaga; Kabupaten Katingan tepatnya Kecamatan Katingan Tengah dan Tewah Sangalang; Kabupaten Kotawaringan Barat tepatnya Kecamatan Pangkalan Banteng dan Kecamatan Kotawaringan Lama.

Untuk bijih besi, ada 2 (dua) tipe yaitu; magnetis dan kolovial. Biji besi tipe magnetis dijumpai di daerah Kabupaten Lamandau, sedangkan tipe kolovial dijumpai di daerah Kabupaten Kotowaringin Timut. Tipe magnetis terdiri dari hematite dan pegmatite, sedangkan tipe kolovial terdiri dari limonit dan ilmenite. Lokasi tipe magnetis berada di daerah: Bukit Karim, Bukit Gojo, Patarikan di Kabupaten Lamandau, kemudian Tumbang Manggu di Kabupaten Katingan; dan Kabupaten Barito Timur. Untuk lokasi tipe kolovial berada di daerah Kenyala, Kecamatan Kotabesi, Kabupaten Kotawaringin Timur dengan cadangan besi yang sudah ditemukan 41,2 juta ton.

(15)

adalah memberikan berbagai kemudahan kepada para investor terutama dari perusahaan multinasional agar dapat menanamkan investasinya di Kalimantan Tengah.

Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut usaha pertambangan yang berkembang di Kalimantan Tengah, terdiri dari; (1) Usaha Pertambangan Rakyat, dan (2) Perusahaan Pertambangan.

Pertambangan Rakyat

Usaha pertambangan di Kalimantan Tengah pada awalnya adalah usaha tambang rakyat, dan jumlahnya terus bertambah. Dari data yang dirilis oleh kompas.com tertanggal 13 Oktober 2013, memperlihatkan bahwa penambang emas skala kecil yang dilakukan masyarakat jumlah terus mengalami peningkatan dari 50.000 orang pada tahun 2006, menjadi 5000.000 orang pada tahun 2012.

Konsep dasar mengenai pengelolaan pertambangan oleh masyarakat secara khusus dijelaskan dalam UU No. 11 Tahun 1967 terutama pasal 11 ayat 1,2,3. Berdasarkan UU tersebut, diketahui bahwa pengelolaan pertambangan dilimpahkan kepada rakyat dalam bentuk pengusahaan bahan galian melalui instrumen perijinan. Usaha pertambangan bahan galian tersebut meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, serta penjualan.

(16)

Usaha pertambangan rakyat di Kalimantan Tengah dimulai sejak datangnya para penambang emas dari Tionghoa di Kalimantan Barat yang kemudian keberadaan mereka menyebar hingga ke Kalimantan Tengah (Heidhues, 2008). Akibat hampir setiap daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah mempunyai usaha pertambangan rakyat, seperti di Kabupaten Murung Raya (Haridison, 2006).

Pertambangan emas rakyat di Kabupaten Murung Raya misalnya, sudah ada sebelum penjajahan Belanda dan berlangsung secara turun-temurun dengan cara mendulang atau dalam bahasa Dayaknya disebut melunas. Desa-desa yang merupakan lokasi pertambangan rakyat adalah: Batu Mirau, Tambelum atau Tomolum, Bantian, dan Muara Babuat yang termasuk wilayah kecamatan Permata Intan; Desa Konut, Oreng, Olung Muro, Olung Hanangan, Dirung Linkin, Datah Kotou, dan Mongkolisoi yang termasuk Kecamatan Tanah Siang; Malasan, Dirung, Mangkahui, dan Muara Ja'an yang termasuk wilayah Kecamatan Murung; dan desa-desa yang berada di wilayah Luit Raya: Muara Bakanon, Tumbang Lahung, Pantai Laga, Baratu, Sa'an dan Salio termasuk Kecamatan Permata Intan; Muara Lahung wilayah Kecamatan Laung Tuhup; serta Puruk Cahu dan Bahitom wilayah Kecamatan Murung.

Asal mula masyarakat Dayak Siang Murung menemukan emas adalah berawal mula dari seorang leluhur Dayak, warga Desa Tomolum bernama Engoh yang sedang berburu babi. Engoh mengejar buruannya hingga berada di tepian Sungai Ocin (anak Sungai Bantian, Kecamatan Permata Intan). Babi yang dikejar tersebut lari dan bertahan di sebuah gua. Pada akhirnya babi tersebut berhasil ditangkap dan dibunuh. Pada tubuh babi secara tidak sengaja ditemukan butiran-butiran emas bercampur tanah pasir yang menempel di bulu-bulu babi buruannya dan butiran-butiran emas tersebut dikumpulkannya. Sebagai tradisi, daging babi tadi dibagikan kepada semua warga sekitarnya. Sejak saat itu masyarakat mengetahui bahwa Sungai Ocin mengandung bijih emas. Kemudian disusul dengan penemuan di sungai lain, yaitu Sungai: Tingon, Luit, Talaon,

(17)

Sebunut, Mandaun, Sopan, Tojang. Sungai-sungai ini sekarang berada di empat kecamatan di Kabupaten Murung Raya (YBSD, 1996).

Masyarakat Dayak Siang Murung menambang di sungai-sungai secara tradisional dengan menggunakan peralatan sederhana, menggunakan dulang kecil, angkatan, dan linggis untuk membongkar batu-batu besar. Cara tradisional ini ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan terutama satwa dan air. Para penambang tradisional yang tadinya melunas di sungai-sungai, kemudian semakin berkembang dan berpindah ke lereng-lereng gunung.

Bagi orang Dayak Siang, emas digunakan saat persiapan perkawinan, di mana emas dijadikan sebagai bulou singah siru. Pada saat perkabungan, emas dijadikan sebagai ponguma yang dikenakan atau diberikan kepada orang yang sudah mati. Lazimnya ponguma diberikan kepada orang yang semasa hidupnya merupakan tokoh terpandang, kaya, terhormat, berjasa, serta yang berperan dalam adat. Emas juga bisa dijadikan tolak ukur kekayaan seseorang dalam masyarakat Dayak Siang selain dari pada kepemilikkan atas barang-barang lainnya, seperti guci, piring antik, senjata pusaka, dan sebagainya (YBSD, 1998).

Dalam perkembangannya, sekitar tahun 1979, para penambang rakyat mulai melakukan penambangan di Luit Raya secara mekanis menggunakan tenaga tradisional dan mesin pompa air serta mesin penumbuk batu setelah mereka menemukan urat emas di dalam batu-batu bukit. Terbukanya urat emas tersebut, terjadi karena dorongan traktor dari PT. Djayanti Jaya yang pada saat itu sedang membuka jalan-jalan HPH di Bukit Arong dan Bukit Tengkanong, Luit Raya, Kecamatan Permata Intan.

(18)

mendapatkan emasnya. Hasilnya cukup lumayan dibanding dengan menyadap karet dan memotong rotan di kampungnya.

Pada tahun 1981 mulai dibangun lokasi mesin tumbuk batu yang dikerjakan pertama kali oleh masyarakat. Dengan adanya lokasi tumbuk batu, masyarakat di sekitarnya berdatangan dari berbagai desa, seperti: Desa Belawan, Desa Kalangkaluh, Desa Konut, Desa Mangkolisoi Desa Kerali, Desa Datah Kuto, Desa Dirung Lingin, Desa Olung Hanangan, Desa Muro, Desa Oreng (Kecamatan Tanah Siang). Desa Batu Mirau, Desa Bantian, Desa Tambelum, Desa Kolon, Desa Apat adalah desa-desa yang terletak di sekitar sungai Babuat yang masuk dalam wilayah Kecamatan Permata Intan. Kemudian di muara Sungai Babuat atau Sungai Barito terdapat Desa Muara Babuat, Desa Tumbang Lahung, Desa Juking Sopan, Desa Baratu, Desa Pantai Laga merupakan wilayah Kecamatan Permata Intan. Dengan kedatangan masyarakat tersebut terjadi kemajuan secara tradisional dalam hal mengelola tambang, khususnya setelah masyarakat yang berpengalaman dari Desa Masoparia (Kecamatan Kapuas Hulu, Kabupaten Kapuas) ikut bergabung di lokasi tersebut. Pada tahun 1982 tambang rakyat tradisional sudah meluas dan banyak urat-urat emas yang ditemukan seperti: lokasi Batu Badinding, Lokasi Batu Halubai yang termasuk wilayah Kecamatan Permata Intan dan Tanah Siang. Gambaran Penambangan Rakyat dapat dilihat pada gambar 4.3. dibawah ini.

Tentunya dalam melakukan usaha pertambangan rakyat terdapat berbagai kendala dan permasalahan, seperti temuan Sukardarrumidi dan Koesnaryo (dalam Haridison, 2006), antara lain: (1) Jumlah cadangan dan kadarnya belum diketahui karena umumnya belum pernah dilakukan eksplorasi yang mendahului kegiatan penambangan; (2) Modal kerja ditanggung oleh seorang “pemilik lubang” atau

(19)

Misalnya karena terbiasa menggunakan sumuran (shaft) sebagai jalan masuk, maka penambangan hampir selalu menggunakan cara tersebut meskipun suatu saat penggunaan adit (mendatar) lebih menguntungkan; (4) Peralatan kerja cadangan seperti pompa air dan exhaust fan umumnya tidak tersedia, sehingga jika alat tersebut rusak maka penambangan dihentikan sampai peralatan berhasil diperbaiki; dan (5) Keselamatan kerja kurang terjamin. Lobang-lobang bukaan berukuran kecil (sekitar 1 meter) dengan hanya satu jalan menuju permukaan. Jika terjadi runtuhan maka para pekerja akan sulit menyelamatkan diri. Disamping itu penambang tidak melengkapi diri dengan alat pelindung badan (safety head) dan sepatu.

Sumber : LMDDKT, 2014

Gambar 4.3.

Aktivitas Pertambangan Rakyat

(20)

tempat tinggal dan fasilitas lainnya. Dampak fisik juga memiliki sisi negatif, ini dilihat kalau didasarkan atas prinsip-prinsip ekologis di mana kegiatan penambangan merusak tanah, air, dan tumbuh-tumbuhan, termasuk merusak kesehatan manusia karena penggunaan merkuri untuk mengekstraksi emas telah membuat pertambangan sebagai sumber terbesar pencipta logam sangat beracun bagi lingkungan. Setiap harinya para pekerja tambang mempertaruhkan dirinya menghadapi bahaya keracunan terkait dengan penggunaan merkuri secara ilegal. Kerusakan ini terlihat dari gambar dibawah ini di mana daerah tambang terlihat putih besar (gambar 4.4. di bawah ini). Situasi ini digambarkan sebagai "bom waktu kesehatan" oleh Profesor Marcello Veiga, seorang ahli dalam penggunaan merkuri dalam penambangan emas skala kecil di University of British Columbia di Vancouver (kompas.com, 13 Oktober 2013).

Sumber : LMMDDKT, 2014

Gambar 4.4.

Kondisi Tambang Rakyat Pereng Pane Penuh dengan Merkuri

(21)

norma-norma sosial, pola-pola perilaku, tanggung jawab, dan sebagainya, seperti: perubahan dalam organisasi masyarakat, gaya hidup, kepuasan dan kekuasaan serta kepemimpinan.

Menjamurnya pertambangan rakyat menyebabkan pemerintah kemudian membuat berbagai peraturan untuk pengendalian, terutama bagi jenis bahkan galian vital golongan b (seperti emas). Emas tergolong sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui ( non-renewable) karenanya keberadaannya perlu dijaga dan dilestarikan guna mencegah tidak terjadinya pengeksploitasian besar-besar mengakibatkan cepat punah atau habis. Hal ini perlu dilakukan karena emas merupakan bahan galian vital yang masih dibutuhkan oleh generasi mendatang untuk memenuhi keperluan hidupnya (Salim, 1988:5).

Untuk itu, UU No. 11 Tahun 1967 khusus dalam pasal 7 secara khusus menyatakan bahwa: “Usaha pertambangan rakyat yang timbul kemudian setelah adanya kegiatan usaha pertambangan berdasarkan kuasa pertambangan/kontrak karya adalah tidak sah dan digolongkan sebagai penambang liar dan harus dihentikan”. Kemudian dalam UU No. 32 Tahun 2004, secara khusus pasal 17 menyerahkan kewenangan urusan SDA kepada daerah akan tetapi dalam kerangka pengaturan hubungan pemanfaatan SDA antara pusat-daerah. Kewenangan tersebut secara umum, mencakup (1) kewenangan teknis pengelolaan SDA. Kewenangan ini erat kaitannya dengan kebijakan berupa ijin untuk penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan SDA di daerah, dan kemudian; (2) kewenangan mengatur dan mengurus SDA yang merupakan satu kesatuan yang utuh baik pengelolaan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan/pengelolaan, pemulihannya (konservasi), maupun kelembagaan, administrasi dan penegakan hukum. Dalam pemahaman seperti ini, rakyat dan/atau daerah tidak diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus SDA karena tetap di bawah kendali pusat dalam hal ini Kementrian ESDM.

(22)

banyak dilakukan atas amanat konstitusi. Kewenangan dalam menentukan hak pengelolaan SDA dan pertambangan masih berada di tangan negara serta pengaturan-pengaturan mengenai pengelolaan tersebut hanya dilihat dalam konteks kelembagaan pemerintahan bukan hubungan antara negara dan masyarakat. Pengelolaan pertambangan rakyat hanya diberikan dalam konteks pengusahaan melalui kebijakan perijinan. Pengakuan dan perlindungan terhadap kegiatan pertambangan rakyat belum diatur sepenuhnya sehingga masih ada kesempatan dari negara untuk mengambil alih tambang rakyat meskipun sudah diusahakan secara turun-temurun.

Perusahaan Pertambangan

Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa perusahaan pertambangan pada dasarnya bersifat elitis dikarenakan usaha ini mempunyai resiko yang tinggi. Selain membutuhkan besarnya investasi pada awal usaha, namun perolehan keuntungan membutuhkan waktu yang lama dan belum tentu memberikan keuntungan. Karenanya investor yang terlibat dalam usaha pertambangan besar selalu memperoleh perlakuan atau perlindungan secara khusus dari pemerintah agar mereka mau menanamkan investasinya.

(23)

Mengacu pada data yang dikumpulkan oleh LMMDDKT (2014) diketahui bahwa terdapat 93 perusahaan pertambangan yang terdaftar dan mempunyai lokasi di Kalimantan. Dari 93 perusahaan, sebanyak 43 perusahaan (46,24%) merupakan perusahaan asing atau perusahaan asing bekerjasama dengan perusahaan Indonesia, sedangkan sisanya adalah perusahaan dari Indonesia baik nasional maupun regional. Untuk perusahaan asing dan/atau bekerjasama dengan perusahaan Indonesia umumnya perusahaan go publik dan terdaftar diberbagai bursa saham seperti Amerika, Australia, Korea, Kanada dan Hongkong, seperti Herald Resources Ltd di Australia; Duval Corporation of Indonesia di Amerika Serikat; Diadem Resources Ltd di Kanada dan lain sebagainya.

Sumber : GIS LMMDD-KT, 2017

Gambar 4.5.

Sebaran Potensi Tambang di Kalimantan Tengah

(24)

penambangan atau persiapan eksploitasi. Untuk 10 perusahaaan pertambangan lainnya bergerak pada jenis galian emas dan jenis galian ikutan lainnya, seperti perak dan tembaga. Status kontrak perusahaan ini dari Generasi IV hingga Generasi VII, ditunjukkan pada tabel 4.4. dan gambar 4.5. di bawah ini.

Hingga tahun 2008, jumlah produksi galian utama di Kalimantan Tengah yang sudah diusahakan terdiri dari Emas, Perak, Batu Bara, Zircon, Bijih Besi dan Titanioum. Sebenarnya masih banyak hasil produksi galiang tambang tetapi data belum diperoleh. Mengenai jumlah produksi diperlihatkan pada tabel 4.5. di bawah ini.

Tabel 4.4.

Perusahaan Pertambangan Emas Yang Telah Memperoleh Kontrak Karya di Kalimantan Tengah 4. PT. Danum Kelian Minerals

(DKM)

VI 320.100 Kontruksi

5. PT. Kalimantan Surya Kencana (KSK)

VI 121.900 Eksplorasi

6. PT. Kalsika Indonesia (KI) VII 21.340 Eksplorasi

7. PT. Kasongan Bumi Kencana (KBK)

(25)

Sumber : LMMDDKT, 2015

Gambar 4.6.

Lokasi Usaha Perusahaan Pertambangan Yang Telah Memperoleh Kontrak Karya di Kalimantan Tengah

(26)

Tabel 4.5.

Jumlah Produksi Bahan Galian Tambang di Kalimantan Tengah Sampai Tahun 2008

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah, 2012

Sejarah masuk perusahaan pertambangan di Kalimantan Tengah mempunyai keterkaitan dengan usaha pertambangan rakyat. Bagi perusahaan pertambangan yang telah memegang kuasa pertambangan (pengusaha nasional) dan pemegang kontrak karya (pengusaha asing) pasti akan menggusur usaha-usaha pertambangan rakyat terlebih dahulu sudah ada keberadaannya tanpa dilakukan konfirmasi. Kondisi ini terjadi karena menurut Greenomic (2004) penyelenggara negara lebih memilih bergandengan tangan dengan pemodal dan berseberangan dengan rakyat. Hal ini sangat terkait dengan UU No. 11 Tahun 1967 khususnya pasal 7 seperti yang dijelaskan di atas. Akibat penggusuran tersebut tentunya memberikan berbagai dampak seperti ditunjukkan dari hasil penelitian Dianto Bachriadi (dalam Andreas, 2004) dan Ngadisah (2003).

(27)

penyiksaan atau tindak kekerasan, khususnya yang dilakukan oleh pejabat publik; (6) dicabutnya hak seseorang atas sumber penghidupan subsistensinya; (7) hilangnya hak anak-anak untuk mendapatkan perlindungan; (8) lenyapnya standar kehidupan yang layak dan pencapaian tingkat kesehatan yang optimal. Adanya pelanggaran ini membuat mereka (masyarakat adat Dayak Siang Murung) melakukan perlawanan.

PT Indo Muro Kencana

PT. Indo Muro Kencana atau disingkat PT IMK merupakan perusahaan pertambangan asing yaitu dari Amerika (Duval Corporation of Indonesia) dan dari Australia (Pelsar Muro Pty Ltd dan Jason Mining). Hal ini sesuai dengan Kontrak Karya (KK) Generasi III Bahan Galian Emas dan Mineral Pengikutnya dari Presiden RI sesuai dengan surat Keputusan Nomor B–07/Pres/I/1985 tanggal 21 Januari 1985 dan SK Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral No 114.K/20.01/DJG/2001 tanggal 5 Oktober 2001. Luasan wilayah pertambangan PT IMK adalah ± 47.940 Ha, dengan jangka waktu KK selama 30 tahun dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2014.

(28)

Menarik pada saat pihak Aurora Gold.Ltd melakukan penjualan saham kepada Strait Metals Limited.Ltd juga dihadiri oleh Walhi, dan Jatam. Kehadiran mereka bertujuan memberikan jaminan kepada pihak Strait Ltd bahwa masalah penyelesaian dengan pihak masyarakat adat Dayak Siang Murung terutama masalah ganti rugi serta masalah limbah pencemaran dapat diselesaikan. Namun yang menjadi harapan dari Strait Ltd justru sebaiknya karena eskalasi konflik dengan masyarakat justru semakin meningkat. Karenanya pihak Strait Resource Ltd kecewa terhadap pihak LSM. Kekecewaan ini kemudian diwujudkan dengan merubah nama menjadi Aeris Resource Ltd.

Lokasi tambang PT. IMK berada di sekitar pemukiman orang Dayak Siang, Murung, dan Bakumpai, termasuk di dalamnya beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikenal dengan DAS Serujan serta anak-anak sungainya. Secara administrasi berada di Kecamatan Permata Intan, Kecamatan Murung dan Tanah Siang, Kabupaten Barito Utara dan setelah pemekaran Kabupaten menjadi Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Lebih jelas lihat gambar 4.7. di bawah ini.

Sumber : LMMDDKT, 2015

Peta 4.7.

(29)

Pada tahun 1983 datang tim survey tambang emas PT. Duval untuk melakukan survey di sekitar Gunung Moro di mana wilayah tersebut sejak tahun 1979 dan/atau 1980 sudah ada tambang rakyat yang beroperasi. Kemudian pada tahun 1985, PT Indo Muro Kencana masuk secara resmi dengan menggunakan mekanisme Kontrak Karya Pertambangan dari pemerintah Indonesia.

Perusahaan ini memulai tahap konstruksinya pada pertengahan tahun 1993 dan produksi perdana dimulai pada bulan November 1994, dengan produksi 137.986 ons emas dan 3.429.000 ons perak sepanjang tahun 1995. Data yang dikumpulkan LMMDDKT (2014) diketahui bahwa hasil eksploitasi PT. IMK pada bulan Juni 2001 menghasilkan Emas seberat 1.17 Moz atau sama dengan 1.170.000 oz setara dengan 33.168.942 Gram Emas atau 33.169 Kilogram Emas per bulan serta Perak seberat 22.7 Moz atau sama dengan 22.700.000 oz setara dengan 643.534.172 Gram Perak atau 643.534 Kilogram per bulan. Eksploitasi untuk memperoleh Emas dan Perak dalam per bulannya diperoleh dari jumlah bijih seberat 9.3 Mt dan jumlah tanah buangan tambang seberat 101 Mt. Produksinya berada di 21 titik penambangan hingga akhir tahun 2012, seperti pada tabel 4.6. dan gambar 4.8. di bawah ini.

Tabel 4.6.

Blok Penambangan PT Indo Muro Kencana Sampai Tahun 2012

No Blok Tambang Desa Status

1. Tasat Joking Sopan Eksplorasi

2. Luit Bawah Bantian Eksplorasi

3. Tengkanong BT Mira Eksplorasi

4. Silak Atas Mangkalisoi Eksplorasi

5. Polok Super Mangkalisoi Eksplorasi

6. Dua Lagi Mangkalisoi dan Muto Eksplorasi

7. Botol Muara Babuat Eksplorasi

8. Manuah Konut Eksplorasi

9. Konut/Krikil Konut Eksplorasi

10. Marindu Konut Eksplorasi

11. Moro Sawang Anak Dua Oreng Kambang Eksplorasi

12. Sarukau Oreng Kambang Eksplorasi

13. Air Susu Mangkalisoi Eksplorasi

14. Hitam Manis KONUT Eksplorasi

15. Rangan Tihon Mangkalisoi/Konut Eksplorasi

(30)

No Blok Tambang Desa Status

17. Garangtung Batu Mirau Eksplorasi

18. Permata Mangkalisoi/Tambelum Eksplorasi

19. Bantian Tambelum Eksplorasi

20. Bukit Mangkalisoi Eksplorasi

21. Serujan Oreng Kambang Sedang Produksi

Sumber : LMMDDKT, 2015

Sumber : Laporan PT IMK, 2012

Gambar 4.8.

Beberapa Gambaran Lokasi Penambangan PT. IMK

(31)

Untuk eksploitasi tambang Serujan terdiri perluasan pemotongan bukit (open cut) dengan panjang 1,5 km. Pertambangan dimulai pada 2010. Produksi tambang terus meningkat dan mencapai 0,84 metrik ton per tahun pada akhir 2011 untuk tingkat produksi yang ditargetkan sebesar 1,1 mtpa di FY (Tahun Fiskal) 2012/2013. Untuk tambang Bantian dilakukan dengan open cut terdahulu dengan panjang 2,8 km, ditambang untuk kedalaman rata-rata 60 sampai 100 meter dengan harga emas US $ 350 per ons. Saat ini (tahun 2012) yang menjadi fokus pengeboran adan; (1) Permata - Hulubai: open cut terdahulu dengan gabungan panjang 2,4 km, ditambang dengan rata-rata 90 sampai 100 meter dengan harga emas US $ 350 per ons. Saat ini menjadi fokus pengeboran; dan (2) Kerikil: tiga open cut terdahulu, 1 km panjang, ditambang untuk antara 20 sampai 150 meter dengan harga emas US $ 350 per ons. Tambang (site) ini masih dalam pengembangan, fase jalan sampai Serujan, menuju produksi minimal 6 tahun umur tambang dan lebih dari 100,000 oz AuEq.

Pertambangan dilakukan oleh PT. Indo Muro Kencana (PT. IMK) menggunakan peralatan secara penyewaan jangka panjang. Manajemen tambang, layanan teknis, geologi, survei, teknik dan kontrol kelas semua dilakukan secara langsung oleh PT IMK. Beberapa kontraktor Indonesia menyediakan layanan khusus, termasuk pasokan bahan peledak, penyimpanan dan pemuatan. Semua bahan tambang disempurnakan menjadi granul emas dan perak di PT Logum Mulia (PT. LM), Jakarta, sebelum pengiriman ke Perth Mint.

(32)

Dimulai dengan kegiatan eksplorasi untuk menemukan adanya sumberdaya mineral yang layak untuk dieksploitasi dengan melakukan kegiatan eksplorasi (exploration). Setelah adanya penemuan dibangun jalan masuk atau akses dari jalan utama ke wilayah penambangan (acces). Dengan adanya jalan masuk maka tahapan selanjutnya adalah pembangunan infrastruktur (mine development). Dengan adanya akses dan infrastruktur pendukung, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan penambangan (mining) dengan sistem pengeboran dan peledakan (drill and blast). Hasil penambangan kemudian diproses pengolahan (prosesing plant), dilanjutkan proses pencairan (gold pouring) dan produk akhir (dore) yang berbentuk batangan berupa campuran antara emas dan peran.

Sumber : Laporan PT IMK, 2012

Gambar 4.9.

Aktivitas atau Tahapan Pertambangan PT IMK

(33)

US $ 900/oz AuEq. Cadangan terbaru memiliki usia tambang 6 tahun

Dalam pelaporannya, Straits mematuhi kewajibannya berdasarkan Kontrak Karya Muro Mt. di mana kontrak jangka panjang mempunyai kewajiban untuk offer 51% kepada negara Indonesia. Hampir semua hasil tambang diekspor dalam bentuk mentah (raw), tidak dalam bentuk final goods (setelah mengalami pengolahan atau ekstraksi). Artinya tidak ada nilai tambah yang signifikan terjadi di Kalimantan Tengah, tidak ada nilai investasi untuk mendirikan pabrik pengolahan yang dapat langsung dipakai dalam bermacam ragam dan bentuk produk (baik dalam negeri maupun ekspor). Tidak ada penciptaan lapangan kerja tambahan baik langsung maupun tidak langsung. Tidak terjadi effek ganda (multiplier effect).

Gambar

Tabel 4.1.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Tabel 4.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Klarifikasi dihadiri oleh Direktur/Kuasa Direktur dengan membawa seluruh dokumen asli penawaran dan dokumen asli sesuai formulir isian kualifikasi. Membawa 1 Rangkap

Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia untuk mencegah OPTK yang mempunyai resiko tinggi yaitu dengan menerapkan Pest Risk Analysis (PRA) pada polong kacang tanah

Results further showed that trait self-control is associated with contextual performance; start-control related positively to OCB, personal initiative, and proactive coping, and

Hasil analisa stabilitas produk epoksi menunjukkan bahwa karakteristik produk epoksi sebelum dan setelah pemurnian tidak stabil selama penyimpanan 1 bulan, dengan nilai

Bagi yang pindah domisili, membawa surat keterangan pindah domisili dari

Salah satu bentuk dari ekonomi kreatif adalah industri kreatif dimana potensi daerah di Indonesia sangat beraneka ragam dari mulai kerajinan tangan, seni, budaya,

Berdasarkan latar belakang ini maka penulis akan mengajukan penelitian yang dapat mengetahui lokasi parkir mana saja yang kosong ataupun yang sedang terisi mobil

Penerapan teknologi ini dapat dilakukan dilapangan sesuai dengan hasil Uji Marshall memperlihatkan pada aspal termodifikasi dengan konsentrasi karet alam sebesar 5%