• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAYANG PERAN VERTIKAL DAN HORISONTAL Apr (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "WAYANG PERAN VERTIKAL DAN HORISONTAL Apr (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

NAMA : YONATHAN ADITYA PRASOJO

NIM : 01130035

PAPER AKHIR SEMESTER

“Wayang dalam Perannya yang Vertikal dan Horisontal” (Sebuah Apresiasi Seni dalam Hubungannya dengan Perdamaian)

1. Pendahuluan

Seni merupakan hal yang tidak akan bisa lepas dalam kehidupan manusia. Setiap aspek kehidupan dapat mengandung seni didalamnya. Seni menjadi sebuah bagian yang tak terpisahkan bagi sebuah bangsa, Negara, agama maupun sebuah suku. Sebagai masyarakat jawa, seni merupakan bagian yang penting dari kehidupan, baik dalam aspek sosial, politik, budaya dan ritus keagamaan. Kita dapat melihat betapa seni sangat berperan dalam kehidupan orang jawa mulai dari kehidupan sosial sampai dengan ritus-ritus keagamaan yang ada. Dalam tatanan kehidupan sosial, kita dapat melihat melalui sandang dan papan yang digunakan oleh orang jawa dimana memiliki nilai seni dan filosofi yang dalam, baju batik, kebaya, dan rumah joglo sangat sarat akan makna seni didalamnya. Kehidupan keagamaan pun tak lepas dari peran seni didalamnnya. Tari-tarian dalam ritus-ritus, acara bersih desa dan ruwatan yang didalamnya kita melihat kesinambungan seni dan ritus yang menyatu. Banyak ragam seni yang ada dalam budaya jawa, setiap seni yang ada memiliki nlai dan filosofi masing-masing.

(2)

bentuk ucapan syukur dari masyarakat kepada Tuhan dan dimensi horizontal adalah cerminan hubungan masyarakat terhadap sesama.

Jika telah disampaikan bahwa wayang dalam masyarakat jawa yang memiliki nilai filosofi, etika dan estetika yang tinggi digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai tersebut makan dalam wayang sendiripun mengandung hal-hal tersebut. Oleh karena itu kita akan terlebih dahulu melihat nilai filosofi, etika dan estetika dalam wayang sebagai tahap awal apresiasi kita.

2. Nilai Filosofi Wayang

Jika kita berbicara tentang wayang maka kita juga berbicara soal filsafat karena filsafat adalah wayang dan wayang adalah filsafat. Jelas kita disini berbicara tentang filsafat jawa. Wayang bukan hanya sekedar pertunjukan boneka, wayang mengandung arti jauh lebih dalam dari itu, ia mengungkapkan gambaran hidup semesta atau dalam istilah jawa adalah wewayanganing ngaurip. Wayang mengambil ajaran dari sumber sitem kepercayaan, dan wayang pun menawarkan berbagai macam filsafat hidup yang bersumber pada system kepercayaan tersebut.

Dalam filsafat pewayangan ada hal yang sangat menarik dimana tokoh sentranya bukanlah seorang raja atau kesatria namun Kiai Semar Badranaya sang punakawan. Mereka digambarkan sebagai sahabat yang arif. Semar merupakan tokoh yang menggambarkan dewa yang turun kedunia dan melayani manusia. Istilah jawa biasa menyebutnya “dewa ngawula kawula kang ngawula dewa”. Semar sangat berpegang kepada prinsip “sangkan paraning dumadi”. Dimana kita harus selalu ingat darimana dan kemana kita akan pergi, yaitu kepada yang abadi yaitu sang Ilahi.

Konsep semar ini merupakan konsep yang sangat menarik, dewa digambarkan dengan mereka yang melayani. Disini kita dapat melihat konsep yang sangat humanis, keterpihakan yang digambarkan Semar sebagai pemimpin tidak berada di kedudukan raja ataupun kesatria namun kepada orang yang melayani dan tut wuri handayani atau dari belakang memberi dukungan. Keharmonisan yang Semar tunjukan sebagai prinsipnya dimana mengajak untuk selalu ingat akan keberadaan kita didunia ini.

3. Nilai Etika Wayang

(3)

proses sosialisasi dan enkulturasi. Dengan wayang sebagai wahana ini mengajarkan masyarakat untuk mampu memainkan peran-peran sosial dalam kehidupan, dengan mengembangkan sikap mental dan menanamkan nilai-nilai dan kemampuan mengendalikan diri.

Nilai etika dalam pewayangan dapat kita lihat kembal melalui sosok Semar, pengabdian semar tidak hanya kepada kesatria yang sedang Berjaya namun juga kepada kesatria yang sengsara. Semar tidak terikat kepada status sosial dan kekayaan, gambaran ini sangat sesuai dengan nilai-nilai etika yang patut kita contoh. Nilai etika lain yang digambarkan semar adalah kekonsitenannya terhadap kebenaran (dharma), ketegasan ditunjukan Semar saat menegur Bathara Guru yang menyimpang dari Dharma. Semar menggambarkan pribadi yang bebas dan tidak berpihak pada hal-hal duniawi seperti kekuasaan dan kekayaan.

4. Nilai Estetika Wayang

Wayang sebagai sebuah karya seni meliputi banyak aspek seni mulai dari seni teater, seni ukir, seni sastra dan seni music. Kompleksitas inilah yang akhirnya membuat wayang memiliki nilai estetis yang tinggi. Tidak hanya tentang banyaknya kompleksitas yang ada dalam pertunjukan wayang kulit namun kita juga tahu bahwa seni pertunjukan wayang sangat menekankan kepada makna yang terkandung dan makna yang ingin disampaikan. Kedalaman makna ini juga menjadi salah satu faktor mengapa nilai etetis dalam pertunjukan wayang sangat tinggi. Kita dapat melihat tingginya nilai estetika dari ukiran wayang itu sendiri. Setiap ukiran wayang berbeda satu dengan yang lainya, keberagaman ukiran inipun mengandung arti sendiri setiap ukirannya. Watak wayang digambarkan secara khusus pada setiap ukiran yang terdapat dalam wayang. Dalam dunia pewayangan setiap pola wayang memiliki wanda atau sebuah ungkapan watak atau ekspresi batin. Dalam pembuatan wayang saya mengira wanda inilah aspek yang paling penting, karena dalam wanda inilah karakter wanyang ditonjolkan dan juga saya melihat bahwa karakter pembuatnya juga akan berpengaruh dalam hal ini.

(4)

yang melengking dan lirik-lirik jawa sangat sarat akan makna, membuat keindahan pertunjukan wayang semakin terlihat.

5. Peran Vertikal Wayang

Peran vertical yang dimaksudkan disini adalah, bagaimana pagelaran wayang dapat mengarahkan para penikmat-penimkmatnya untuk mengingat kepada sang Ilahi. Dimensi yang vertical ini sangatlah penting dalam falsafah jawa yang memahami akan ngwulo Gusti atau mengikut Tuhan.

Kita dapat melihat dimensi vertical melalui symbol yang digunakan dalam pewayangan, saat permulaan pagelaran wayang akan disajikan sebuah gunungan untuk membuaknya, melihat bentuk gunungan yang mengerucut sangat menyimbolkan penyatuan kepada sang Ilahi. Gambar-gambar yang ada dalam gunugan menyimbolkan kehidupan kita dibumi.

Wayang juga menjadi sarana dakwah, melalui dakwah inilah kita akan semakin mengenal Tuhan kita. Penggunaan wayang sebagai sarana dakwah digunakan oleh beberapa sunan dalam ajaran agama Islam.

Melihat konteks budaya jawa kita juga dapat melihat dimensi vertical ini. Pagelaran wayang diadakan pada saat-saat tertentu, kita dapat menyaksikannya seperti saat memperingati malam satu suro, upacara bersih desa, acara pernikahan dan ruwatan. Pagelaran wayang digunakan sebagai saran ucapan syukur terhadap sang Ilahi dalam berbagai aspek. Dengan contoh tersebut sangatlah jelas dimana wayang sangat berperan dalam dimensi vertical.

6. Peran Horizontal Wayang

(5)

kerukunan bagi setiap orang. Tidak hanya bagi sesama manusia, namun kerukunan ini juga berlaku bagi semesta, bisa harmonis dan selaras dengan yang hidup lainnya.

Lebih dari itu pagelaran wayang juga dapat membuat hubungan ditengah masayrakat menjadi semakin guyub atau semakin rukun. Kerukunan ini dapat kita saksikan dalam persiapan pagelaran sampai usainya pagelaran. Gotongroyong yang dimiliki masyarakat khusunya jawa sangat berperan dalam mempersiapkan pagelaran ini. kegiatan menonton bersama yang dilakukan sampai dini hari semakin mempererat kekuatan kebersamaan antar masyarakat yang terjalin mengalir dengan sendirinya.

7. Wayang dan Kaitannya dengan Perdamaian

Wayang kaitanya dengan perdamaian bukan berarti dengan wayang sebuah pertengkaran dan peprangan dapat berakhir, namun jauh lebih dari itu wayang merupakan sebuah kebuadayaan lama yang terus bertahan ditengah perubahan zaman. Wayang telah sekian lama menjadi saksi atas perkembangan zaman yang terjadi dalam masyarakat. Inilah yang menjadi dasar pemahaman bahwa wayang memiliki keterkaitan dengan perdamaian ditengah kehidupan masyarakat yang terus berkembang.

Indonesia merupakan Negara dengan banyak keberagaman, mulai dari budaya, suku, agama, bahasa. Keberagaman dan kemajemukan ini yang kadang mengakibatkan munculnya konflik dalam masayrakat. Wayangpun memiliki beragam jenis, setiap wayang lahir dan menghidupi falsafah kebudayaan masing-masing dan terus berkembang.

Wayang telah bertahan sangat lama, telah mengalami fase difusi, akulturasi dan asimilasi dari berbagai zaman dan kebudayaan, mulai dari zaman masuknya Hindu-Budha, Islam, kolonialisme sampai harus bertahan melewati arus globlisasi dan moderniasi. Kita tidak dapat memungkiri bahwa wayang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan india. Namun wayang dengan cantik dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan kebudayaan yang ada, proses difusi yang terjadi adalah pemasukan secara damai.

Perubahan yang sangat halus dan damai dalam wayang inilah yang kita dapat katakan bahwa akhirnya wayang menjadi sebuah kesenian yang dapat mempersatukan banyak kultur. Mulai dari wayang yang memang sangat kental dengan Hindu-Budha lalu dengan manis memainkan perannya dengan mengubah muatan menjadi wayang Islam yang digunakan dalam dakwah, lalu kembali bergerak menuju zaman yang semakin modern dengan menyesuaikan muatannya bagi orang-orang modern jaman sekarang.

(6)

perannya kearah yang vertical dan horizontal. Dimanapun wayang dimainkan dua dimensi ini akan tetap menjadi suatu keatuan yang sangat harmonis untuk terus mengajar dan menyampaikan nilai filsafat, etika dan estetika kepada para penikmatnya.

8. Penutup

Referensi

Dokumen terkait

Apakah ada perbedaan persepsi terhadap musik gamelan antara sebelum dan sesudah menyaksikan pertunjukan wayang kulit pakeliran padat?... Apakah ada

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini ialah penggunaan metode budidaya long-line vertical dan horizontal memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan harian rumput laut

Tujuan dari penyusunan Laporan Program Perencanaan dan Perancangan Padepokan dan Gedung Pertunjukan Wayang Orang di Surakarta ini adalah untuk melestarikan dan mengembangkan Kesenian

Wayang Wahyu bukan wayang baru untuk mengubah perupaan Wayang Purwa, bukan mementahkan kembali atau melakukan desofisti- kasi bentuk dan degradasi nilai dari

Penciptaan dan penyajian pertunjukan wayang perjuangan didasari pada konsep garap pertunjukan wayang, yakni: (1) lakon yang disajikan adalah perjuangan tokoh besar

1) Tahap reduksi yaitu merangkum, menambah dan mengurangi data untuk mendapatkan gambaran umum tentang bentuk pertunjukan wayang kulit gagrag Trowulanan dan perbedaannya dengan

Pertunjukan Wayang Orang Sriwedari Surakarta dapat dimasukkan sebagai ekspresi budaya tradisional kelompok seni dan sastra karena berupa sebuah pertunjukan drama, tari

Secara dalam, pengertian dan kosep tentang regu dapat kita ketahui dengan menelaa pendapat Sunardi dalam bukunya yang berjudul “Nuksma dan Mungguh: Konsep Dasar Estetika Pertunjukan