• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477 – 2097 224 STUDI AWAL PEMBENTUKAN LUBANG GERUSAN DAN LAPIS ARMOR PADA PROSES GERUSAN DI HILIR BED SILL Junaidi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477 – 2097 224 STUDI AWAL PEMBENTUKAN LUBANG GERUSAN DAN LAPIS ARMOR PADA PROSES GERUSAN DI HILIR BED SILL Junaidi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI AWAL PEMBENTUKAN LUBANG GERUSAN DAN LAPIS ARMOR PADA PROSES GERUSAN DI HILIR BED SILL

Junaidi1), Ukiman1), Risman1)

1

Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Semarang, Jln. Prof. H.Soedarto, S.H. Tembalang, Semarang 50275

E-mail: junaiditspolines@gmail.com

Abstract

Bed sills are constructions that are most widely used as a sediment controller cross the river. Flow conditions in the downstream bed sill form a hydraulic jump and often lead rolls of flow and vortex. This can cause scouring that often affects the stability and security of the construction. This study examine the impact of armor layer formation on the surface of which has been eroded in the process of scouring downstream bed sill (clear water scour) following the conclusion of equilibrium phase in nonuniform material channel. This research conducted at the Laboratory of Hydraulics Department of Civil Engineering Semarang State polytechnic using flume equipped with a hydraulic circuit, doors, and other measuring tools. The results showed that the extent of scour hole is very dependent on the time. There are three stages of the formation of local scour holes , namely the early stages, the formation stage, and the final stage until it reaches equilibrium. Scour hole shape is very dependent on the distance between bed sill. There are two forms of scour holes, ie quasi - parabolic shape and spoon. Quasi - parabolic shape occur at short distances between the bed sill, while the spoon shape occur at great distances bed sill. The armor layer has a value of d50 greater with the growing distance between the bed sill interval. This means that the greater the distance interval between the bed sill, armor layer formed on the phase equilibrium (equilibrium ) has increased roughness.

Keywords: scour, bed sill, equilibrium, armor layer, flume

Abstrak

Konstruksi bed sill merupakan bangunan yang paling banyak digunakan sebagai bangunan pengontrol sedimen melintang sungai. Kondisi aliran di hilir bangunan bed sill membentuk loncatan hidraulik dan sering menimbulkan gulungan aliran dan pusaran (vortex). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gerusan sehingga sering mempengaruhi stabilitas dan keamanan bangunan tersebut. Penelitian ini akan mengkaji proses gerusan dan terbentuknya lapis armor pada proses gerusan di hilir bed sill setelah tercapainya fase kesetimbangan pada saluran dengan sedimen dasar tidak seragam. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidraulika Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang dengan menggunakan flume yang dilengkapi dengan sirkuit hidraulik, pintu, dan alat-alat ukur lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lubang gerusan sangat bergantung pada waktu. Tiga tahap pembentukan lubang gerusan lokal telah teramati, yaitu tahap awal yang cepat, tahap pembentukan, dan tahap akhir berupa perlambatan hingga mencapai kesetimbangan (equilibrium). Bentuk lubang gerusan sangat bergantung pada jarak antar bed sill. Ada dua bentuk lubang gerusan yaitu bentuk quasi-parabolic yang terjadi pada jarak yang pendek antar bed sill, dan bentuk spoon terjadi pada jarak bed sill yang besar. Material lapis armor memiliki nilai d50 yang makin besar dengan makin besarnya jarak interval antar bed sill. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jarak interval antar bed sill, lapis armor yang terbentuk pada fase kesetimbangan (equilibrium) memiliki kekasaran yang makin meningkat

(2)

PENDAHULUAN

Konstruksi bed sill merupakan bangunan yang paling banyak digunakan sebagai bangunan pengontrol sedimen melintang sungai. Struktur ini tidak hanya menstabilkan dasar saluran melawan gerusan sedimen, tetapi juga membantu mengontrol kemiringan dasar saluran. Karena pentingnya bed sill sebagai bangunan kontrol kemiringan sungai, perancangan struktur ini menjadi isu penting untuk stabilitas sungai dan kontrol sedimen.

Kondisi aliran di hilir bangunan hidraulik membentuk loncatan hidraulik dan sering menimbulkan gulungan aliran dan pusaran (vortex). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gerusan sehingga sering mempengaruhi stabilitas dan keamanan bangunan tersebut. Kedalaman dan panjang gerusan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh debit, kemiringan dasar sungai, diameter butiran, tinggi terjun dan waktu pengaliran (Mulyandari, 2010). Makin lama terjadinya limpasan air dan makin besar debit aliran, maka makin dalam dan makin panjang gerusan yang terjadi. Selain itu apabila dasar sungai terdiri dari material lepas yang berdiameter butiran kecil seperti pasir dan kerikil dan kemiringan dasar sungai cukup besar, maka gerusan yang terjadi akan lebih cepat bertambah dalam dan berkembang ke hilir. Dampak dari gerusan ini harus diantisipasi karena berpengaruh pada penurunan stabilitas dan keamanan bangunan air. Mengingat kompleksitas dan pentingnya permasalahan ini, perlu dilakukan penelitian tentang gerusan lokal (local scouring) di sekitar bangunan hidraulik yang terdapat pada sungai akibat adanya pengaruh debit, gradasi butiran sedimen, kemiringan, serta lama waktu gerusan.

Penelitian tentang gerusan lokal di sekitar bangunan hidraulik telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Gaudio et. al. (2003) meneliti tentang evolusi gerusan di hilir bed sill menggunakan aliran tanpa suplai sedimen (clear water condition) dan menggunakan dua sedimen seragam yang berbeda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kedalaman gerusan maksimum, ys, dan evolusi waktu ys lubang gerusan

terbentuk secara cepat dan kondisi mendekati equilibrium tercapai dalam waktu yang pendek. Lenzi (2002; 2003a; 2003b) meneliti 29 struktur terjunan di sebuah sungai pegunungan di Alpin Italia dengan parameter tak berdimensi dimana kedalaman maksimum gerusan dan panjang gerusan dibagi terhadap tinggi terjunan. Ikegaya (1977) meneliti interval bed sill berdasarkan pada konsep kemiringan dasar stabil. Izumi (1984) membahas fungsi kontrol dasar berdasarkan percobaan laboratorium dengan variasi interval bed sill, tinggi, debit aliran, dan komposisi material dasar. Dia menemukan tinggi efektif bed sill yang lebih baik dan kenaikan jumlah konstruksi mengurangi sedimentasi.

(3)

ho

ys Uo

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidraulika Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang dengan menggunakan saluran terbuka / flume yang dilengkapi dengan sirkuit hidraulik, pintu, dan alat-alat ukur. Sediment transport flume yang digunakan berupa satu set model saluran terbuka dengan dimensi flume panjang 5,00 m, lebar 0,08 m dan tinggi 0,18 m dengan dinding tembus pandang yang terbuat dari kaca yang di letakan pada struktur rangka kaku dan dasar flume yang terbuat dari stainless steel. Alat ini dilengkapi dengan pompa daya dengan kapasitas 5 lt/dt. Alat lain yang digunakan berupa pompa untuk drain dengan kapasitas 2 l/dt, penyearah Arus, alat ukur point gauge, dan alat sensor laser distance meter (LDM). Sedangkan alat bantu lain berupa alat ukur berat (timbangan), mesin pemanas (oven), dan saringan (ayakan), kantong kain goni, rangka penyangga/penopang LDM, kontainer sedimen, anyaman bambu (besek), rangka bak pengendapan sedimen, stopwatch, dan kamera photo.

Penelitian ini dilaksanakan pada kondisi aliran tanpa sedimen (clear water scour). Prosedur penelitian meliputi persiapan, kalibrasi alat, dan uji aliran. Kemudian dilakukan running. Running dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Bagian flume yang akan dipakai percobaan dilapisi material dasar tidak seragam yang memiliki ukuran dari 0.15 mm hingga 6.3 mm sepanjang 3.2 m. Bed sill dibuat dengan papan setebal 2 mm, lebar 8 cm dan tinggi 9 cm.

b. Bagian saluran yang akan diamati diberi bed sill pada interval berbeda berurutan 0.2 m, 0.4 m, 0.6 m, 0.8 m, dan 1.2 m. Bagian puncak bed sill dipakai untuk mengontrol elevasi dasar saluran.

c. Dengan sedimen pada kawasan yang diamati, flume dialiri debit untuk proses gerusan. Sedimen hasil gerusan ditampung pada titik ujung flume hingga sedimen keluaran berkurang pada pengujian selama 6 jam. Pada kondisi ini suplai air dihentikan, waktu gerusan dicatat, dan tampang memanjang hasil gerusan pada centerline flume diamati dan dicatat setiap jarak 1 cm.

d. Debit yang digunakan dalam pengujian ini adalah 1.50 l/s (kecil), 2.00 l/s (sedang), dan 2.50 l/s (besar). Sedangkan gradien saluran sebesar 0.47%; 0.78%; dan 1.10% e. Dengan mengubah satu variabel pengujian (kemiringan flume atau debit aliran),

percobaan flume diulang hingga semua kombinasi teramati.

Pengambilan sampel armoring dilakukan pada lubang gerusan, dilakukan secara manual dengan menggunakan alat bantu cetok pada bagian permukaan dengan kedalaman tertentu sepanjang saluran (d90 atau 1 cm), selanjutnya sampel ditaruh dalam tempat untuk ditiriskan, dioven, kemudian ditimbang dan diayak untuk setiap percobaan. Skema proses gerusan di bed sill adalah seperti Gambar 1 di bawah.

bed material

Bed sill

Gambar 1. Skema proses gerusan di hilir bed sill

lubang gerusan tanpa armor

(4)

Parameter-parameter yang akan diukur pada proses pengujian menggunakan flume adalah pembentukan lubang gerusan, panjang dan kedalaman gerusan ke arah hilir bed sill, terjadinya angkutan sedimen dasar, serta distribusi ukuran butir lapis armor lubang gerusan pada akhir proses running.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Material Sedimen Dasar

Karakteristik material sedimen dasar yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditunjukkan dari hasil analisa saringan dan distribusi ukuran butiran seperti yang disajikan dalam grafik Gambar 2. Setelah dilakukan analisa ayakan dan penggambaran secara grafis, selanjutnya dapat dilakukan pembacaan dan perhitungan terhadap parameter-parameter diameter referensi butiran material dasar yang meliputi d16, d25,

d35, d50, d65, d75, d84, d90, dan d95. Hasil perhitungannya adalah seperti pada Tabel 1 di

termasuk pasir kasar, sedangkan berdasarkan parameter ketidakseragaman butiran ( ), maka dengan nilai σg = 3,00 berarti material dasar termasuk

sedimen tidak seragam. Berdasarkan hasil penimbangan dan pengukuran dimensi

diperoleh rapat massa sedimen (ρs) terendam sebesar 2,631 gr/cm3.

Karakteristik Lubang Gerusan

(5)

Tabel 3

(6)

Berdasarkan Gambar 3 tampak bahwa bentuk lubang gerusan sangat bergantung pada jarak antar bed sill. Tampak bahwa hasil pengujian pada segmen dengan panjang interval antar bed sill 40 cm dan 60 cm, bentuk lubang gerusan adalah quasi-parabolic. Konfigurasi ini ditandai oleh sebuah lubang gerusan yang menempati seluruh ruang diantara bed sill. Teramati juga bahwa dimensi lubang gerusan secara khusus dipengaruhi oleh kedekatan antar bed sill ketika debit aliran tinggi. Lebih jauh, ketika panjang interval antar bed sill cukup besar seperti pada segmen 3, dan 4, yang memiliki interval 80 cm dan 120 cm, bentuk lubang gerusan membentuk profil spoon / sendok (Meftah dan Mossa, 2006).

Dari Gambar 3 juga ditunjukkan bahwa profil gerusan untuk segmen 3 dan 4 (interval bed sill 80 cm dan 120 cm) sesuai dengan kondisi alam. Hasil ini bersesuaian dengan hasil penelitian Gaudio dan Marion, 2000 dan Lenzi dan Marion, 2003b. tetapi untuk profil lubang gerusan segmen 1 dan 2 (dengan jarak interval bed sill 40 cm dan 60 cm) tidak sesuai dengan kejadian alam. Hal ini disebabkan karena kuatnya pengaruh jarak antar bed sill pada konfigurasi ini sehingga dapat dikatakan bahwa ketika panjang lubang gerusan sebanding dengan jarak antar bed sill, maka bed sill akan terganggu oleh pembentukan gerusan.

Sedangkan profil hasil gerusan pada berbagai pencatatan waktu untuk running R5 dengan interval 60 cm adalah seperti pada Gambar 4 di bawah. Gambar 4 menunjukkan bahwa bagian paling atas dari lereng gerusan hulu selalu berada dalam kesetimbangan selama seluruh periode dari proses pembentukan lubang gerusan, sementara bagian paling bawah masih terus berkembang lubang gerusannya.

Jarak bed sill 40 cm Jarak spasi bed sill 60 cm

(7)

Dari Gambar 4 juga tampak bahwa pada awal pembentukan (menit ke 10, 30, hingga 60) gerusan berlangsung cepat, kemudian berkurang perlahan-lahan hingga mencapai kondisi kesetimbangan setelah periode yang panjang (6 jam). Besarnya kedalaman gerusan maksimum bergantung kepada tegangan geser dasar, kondisi turbulen dekat dasar, dan karakteristik sedimen (densitas material dasar, distribusi ukuran butir sedimen, porositas, material dasar kohesive atau non kohesive, dll). Di sungai dengan dasar kerikil, bed sill digunakan untuk membatasi degradasi dasar dan untuk mengontrol erosi di pendekat pilar jembatan atau di hilir saluran dari kolam tampung bendungan. Berdasarkan Gambar 4 tampak bahwa meluasnya lubang gerusan sangat bergantung kepada waktu. Meftah dan Mossa (2006) menjelaskan bahwa ada tiga tahap pembentukan lubang gerusan. Pada tahap awal, pembentukan lubang gerusan berlangsung cepat, hal ini disebabkan karena laju yang tinggi dari material terangkut yang mencapai hilir masing-masing sill.

K

ed

a

la

m

a

n g

eru

sa

n (

ys)

t = 10 menit t = 30 menit

t = 60 menit t = 120 menit

t = 240 menit t = 360 menit

Panjang lubang gerusan (ls)

(8)

Laju yang tinggi dari material terangkut adalah akibat dari gaya tinggi dari tegangan geser dasar yang bekerja pada material dasar di awal waktu. Tahap dua ditandai dengan peningkatan laju pembentukan gerusan yang lebih lambat daripada tahap pertama. Tahap final ditandai dengan proses gerusan yang lambat dimana gerusan mencapai kondisi kesetimbangan setelah periode waktu yang panjang.

Fase kesetimbangan diasumsikan tercapai ketika tidak ada angkutan partikel sedimen yang teramati sepanjang saluran. Meftah dan Mossa (2006) menjelaskan bahwa selama periode waktu yang lebih panjang dari 60% dari durasi dimana tahap kesetimbangan tercapai, kedalaman gerusan meningkat hanya dengan nilai sekitar 10% dari kedalaman gerusan maksimum. Dari Gambar 4 juga dapat dijelaskan bahwa untuk semua pengujian running percobaan, pengaruh waktu terhadap pembentukan lubang gerusan merupakan variabel yang sangat penting.

Proses Pembentukan Lapis Armor

Profil permukaan lapis armor yang terbentuk dari proses gerusan di hilir bed sell pada berbagai jarak interval antar bed sill adalah seperti pada Gambar 5 di bawah. Sedangkan distribusi ukuran butir dan diameter median lapis armor ditunjukkan pada Gambar 6 dan Tabel 4 di bawah.

Profil permukaan lapis armor Interval bed sill 40 cm

60 cm

80 cm

120 cm

Gambar 5. Foto permukaan lapis armor pada berbagai jarak bed sill

Dari Gambar 5 tampak bahwa pada hasil akhir proses gerusan, distribusi spasial permukaan lapis armor yang terbentuk dalam satu segmen interval, di bagian hulu materialnya lebih halus dan makin ke hilir makin kasar. Pada 2/3 bagian segmen bagian hilir, permukaan dasar sepenuhnya tertutupi lapis armor. Dari Gambar 6 dan Tabel 4 tampak bahwa material lapis armor memiliki nilai d50 yang makin besar dengan makin

besarnya jarak interval antar bed sill. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jarak interval antar bed sill, lapis armor yang terbentuk pada fase kesetimbangan (equilibrium) memiliki kekasaran yang makin meningkat.

Tabel 4.

Diameter median lapis armor pada berbagai interval bed sill Interval bed

sill (cm) D m

Diameter (mm)

40 d50 1.106

60 d50 1.122

80 d50 1.256

(9)

Interval bed sill 40 cm Interval bed sill 60 cm

Interval bed sill 80 cm Interval bed sill 120 cm

Gambar 6. Grafik distribusi ukuran butir lapis armor pada berbagai interval bed sill

SIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa luasnya lubang gerusan sangat bergantung pada waktu. Tiga tahap pembentukan lubang gerusan lokal telah teramati, yaitu tahap awal yang cepat, tahap pembentukan, dan tahap akhir berupa perlambatan hingga mencapai kesetimbangan (equilibrium). Bentuk lubang gerusan sangat bergantung pada jarak antar bed sill. Ada dua bentuk lubang gerusan, yaitu bentuk quasi-parabolic dan spoon. Bentuk quasi-parabolic terjadi pada jarak yang pendek antar bed sill, sementara bentuk spoon terjadi pada jarak bed sill yang besar. Berdasarkan hasil di atas juga dapat disimpulkan bahwa material lapis armor memiliki nilai diameter median (d50) yang makin besar dengan makin besarnya jarak interval

antar bed sill. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jarak interval antar bed sill, lapis armor yang terbentuk pada fase kesetimbangan (equilibrium) memiliki kekasaran yang makin meningkat

UCAPAN TERIMA KASIH

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Gaudio, R., Marion, A. and Bovolin, V. (2000). Morphological Effects of Bed Sills in Degrading Rivers. J. Hydraul. Res. IAHR 38(2), 89–96

Gaudio, R., and Marion, A. (2003). Time Evolution of Scouring Downstream of Bed Sills. J. Hydraul. Res., 41, 3, 271–284

Ikegaya H. (1977). Field Planning of Sabo Construction Work. Sankaido Publish (in Japanese).

Izumi I. (1984). Scouring Prevention Efficiency Of Bed-Sills. New Sabo No.59, pp. 24 28 (in Japanese).

Lenzi M. A., Marion A., and Comiti F. (2003a). Interference Processes on Scouring at Bed Sills. Earth Surface Processes and Landforms, Vol. 28, pp. 99-110.

Lenzi M. A., Marion A., and Comiti F. (2003b). Local Scouring at Grade-Control Structures in Alluvial Mountain Rivers. Water Resources Research, Vol. 39, No. 7, pp. 1176.

Lenzi (2002). Stream Bed Stabilization Using Boulder Check Dams That Mimic Step-Pool Morphology Features in Northern Italy. Geomorphology, Vol. 45, pp. 243-260.

Meftah M.B., and M. Mossa (2006). Scour holes downstream of bed sills in low-gradient channels. J. Hydraulic Res., Vol. 44, No. 4 (2006), pp. 497–509

Gambar

Gambar 1. Skema proses gerusan di hilir bed sill
Tabel 1
Tabel 3
Gambar 3. Hasil akhir kedalaman dan panjang gerusan pada uji running R5
+4

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan latar belakang masalah tersebut, yang menggambarkan bahwa pengeluaran orang tua untuk biaya sekolah anaknya masih terbilang

Oleh karena itu, dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan spirit mutu pendidikan di lembaga pendidikan Islam saat ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa mengenai keje- lasan dan konsistensi komunikasi, Kepala UPT Parkir Dinas Perhubungan, Koordinator Wilayah, dan pengawas parkir berlangganan

Perusahaan tentunya ingin agar total penjualan mereka stabil seperti saat musim – musim liburan (penjualan tinggi), untuk itu perusahaan ingin menerapkan strategi baru

- Penggunaan gudang sistem vortex jauh lebih baik dibanding gudang petani untuk penyimpanan bawang putih. Hal ini dibuktikan dengan susut bobot yang lebih kecil, penampakan

plan- tarum T-16, T-25 dan S-98 menunjukkan penggunaan karbo- hidrat terlarut, produksi asam laktat dan penurunan pH yang paling tinggi, sementara pembuatan silase tanpa

tidak berbeda nyata diduga disebabkan oleh formulasi pakan yang menggunakan urea dengan persentase identik (0,75%), sehingga dapat menyediakan sumber N yang sama bagi