• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN STRUKTURAL DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN STRUKTURAL DI INDONESIA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN STRUKTURAL BAB I

PENDAHULUAN A. Latar belakang

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Pada hakekatnya pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia yaitu belajar berkomunikasi dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya yaitu sebagai sarana berpikir atau bernalar.

Di lembaga pendidikan yang bersifat formal seperti sekolah, keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar siswa dalam prestasi belajarnya. Kualitas dan keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru memilih dan menggunakan metode pengajaran.

Kenyataan di lapangan, khususnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, kegiatan pembelajarannya masih dilakukan secara klasikal. Pembelajaran lebih ditekankan pada model yang banyak diwarnai dengan ceramah dan bersifat guru sentris. Hal ini mengakibatkan siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan siswa hanya duduk, diam, dengar, catat dan hafal. Kegiatan ini mengakibatkan siswa kurang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang cenderung menjadikan mereka cepat bosan dan malas belajar.

(2)
(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembelajaran Struktural

Metode struktural dikembangkan oleh Spencer Kagan, metode yang menekannkan pada struktur-struktur yang diranncang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagan tersebut menghendaki siswa bekerja sama dan saling membantu dalam kelompok kecil.

B. Model Pembelajaran struktural ini dibagi dalam beberapa model pembelajaran, yaitu: (1) mencari pasangan, (2). Bertukar pasangan, (3). Berkirim salam dan Soal, (4). Dua tinggal dua tamu, (5)Bercerita Berpasangan, (6). Keliling kelompok, (7). Kancing Gemerincing. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang model/ metode pembelajaran struktural:

1. Mencari Pasangan a. Pengertian

Pembelajaran model make a match yaitu pembelajaran yang tehnik mengajarnya dengan mencari pasangan melalui kartu pertanyaan dan jawaban yaang harus ditemukan dan didiskusikan oleh pasangan tersebut.

b. Kelebihan dan kelemahan

Menurut Lie (2007:55) ada dua keunggulan dalam tehnik make a match ini yaitu:

a. Siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

b. Tehnik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan bisa digunakan untuk semua usia.

(4)

e. Munculnya dinamika gotong royong seluruh siswa yang merata. Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match mempunyai sedikit kelemahan yaitu: a. Memerlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan

b. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.

c. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai

d. Akan tercipta kegaduhan dan keramaian yang tidak terkendali

a. Langkah-Lagkah Persiapan Metode mencari pasangan

Adapun Langkah-langkah penerapan metode make a match (mencari pasangan) adalah sebagai berikut:

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

b. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.

c. Setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.

Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).

e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

f. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.

g. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

(5)

i. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

2. Bertukar Pasangan

a. Pengertian Model Pembelajaran Bertukar Pasangan

Suatu metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan membagi siswa menjadi berpasangan untuk mengerjakan suatu tugas dari guru kemudian salah satu pasangan dari kelompok tersebut bergabung dengan pasangan lain untuk saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban masing-masing.

b. Langkah-langkah atau sintaks Model Pembelajaran Bertukar Pasangan: 1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru bisa menunjuk

pasangannya atau siswa yang memilih sendiri pasangannya).

2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas tersebut dengan pasangan.

3. Setelah selesai setiap siswa yang berpasangan bergabung dengan satu pasangan lain.

4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.

5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.

c. Kelebihan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan , yaitu:

1. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama mempertahankan pendapat. 2. Semua siswa terlibat.

3. Melatih siswa untuk lebih teliti, cermat, cepat dan tepat.

d. Kelemahan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan , yaitu: 1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama.

(6)

e. Langkah-langkah pembelajarannya adalah:

1. Setiap siswa mendapatkan satu pasangan (guru bisa menunjukkan pasangannya atau siswa melakukan prosedur/teknik mencari pasangan seperti yang dijelaskan di depan).

2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.

3. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan lain.

4. Kedua pasangan tersebut berpasangan. Masing-masing pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.

5. Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan pada pasangan semula.

3. Berkirim Salam Dan Soal

Teknik belajar mengajar berkirim salam dan soal memberi siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan ketrampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-teman sekelasnya.

Langkah pembelajarannya, antara lain:

Menurut Lie (2007: 58), kegiatan yang dilaksanakan pada pendekatan kooperatif tipe berkirim salam dan soal ini adalah sebagai berikut :

a. Guru membagi siswa dalam kelompok.

b. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan dan membagikan materi untuk masing-masing kelompok.

(7)

seterusnya. Guru bisa mengawasi dan membimbing siswa untuk membuat soal.

d. Kemudian, masing-masing kelompok mengirimkan satu atau dua orang utusan yang akan menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya. e. Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain.

f. Setelah selesai, perwakilan masing-masing kelompok maju ke depan kelas untuk menyampaikan jawaban masing-masing dan dicocokkan dengan jawaban kelompok yang membuat soal. Pada tahap ini, guru memberikan bimbingan sambil memantapkan materi pelajaran.

g. Jika jawaban benar, maka kelompok tersebut mendapat satu poin. Kelompok dengan poin tertinggi akan mendapat reward.

4. Bercerita Berpasangan

Pembelajaran Kooperatif Tipe Bercerita Berpasangan. Teknik mengajar Bercerita Berpasangan (Paired Storylelling) dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan pelajaran (Lie, 1994). Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun bercerita. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Bahan pelajaran yang palin cocok digunakan dalam teknik ini adalah bahan yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang lainnya.

(8)

berkomunikasi. Bercerita berpasangan bisa digunakan untuk suasana tingkatan usia anak didik.

a. Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan antara lain :

1. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.

2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan bahwa memberikan tebakan yang benar bukanlah tujuannya. Yang lebih penting adalah kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberi hari itu.

3. Siswa dipasangkan.

4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua.

5. Kemudian siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing.

6. Sambil membaca/mendengarkan, siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa kata/frasa kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa disesuaikan dengan panjang teks bacaan.

7. Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan pasangan masing-masing.

(9)

kata-kata/frasa-frasa kunci dari pasangannya. Siswa yang telah membaca/mendengarkan bagian yang pertama berusaha untuk menuliskan apa yang terjadi selanjutnya. Sedangkan siswa yang membaca/mendengarkan bagian yang kedua menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.

9. Tentu saja, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang sebenarnya. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar. Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka.

10.Kemudian, pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.

11.Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

5. Dua Tinggal Dua Tamu

Teknik belajar dua tinggal tamu (Two Stay Two Stay) dikembangkan oleh Spencer Kagan dan bisa digunakan bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.

a. Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray, yaitu:

(10)

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu

b. Tujuan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray

Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.

Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.

(11)

di dapat dari kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan oleh temannya.

Dalam proses pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif).

Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa.

c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray

Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-61) adalah sebagai berikut:

1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.

2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompokknya dan masing-masing bertemu dengan kelompok yang lain

3. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ketamu mereka.

(12)

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

d. Tahap-tahap dalam model Pembelajaran TSTS 1. Persiapan

Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa.

2. Presentasi Guru.

Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.

3. Kegiatan kelompok

Pada kegiatan ini pembelajar menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus di pelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok.setelah menerima lembar kegiatan yan berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klarifikasinya, siswa mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama untuk mencari solusi dan cara pemecahan masalahnya. Kemudian Dua orang siswa dari tiap kelompok akan meningglakan kelompoknya dan bertemu dengan kelompok yang lin, sementara 2 orang yang tinggal akan menyampaikan hasil kerja mereka kepada tamu. Setelah memperoleh informasi tamu mohon diori untuk kembali kekelompoknya masing-masing untuk melaporkan dan mencocokkan informasi dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 4. Formalisasi

Setelah belajar dalam kelompok damn menyeleaikan permasalahan yang diberikan, salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinnya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lain. Kemudian guru megarahkan siswa.

(13)

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami mataeri yang telah diperoleh. Masing-masing-siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan dari hasil pembelajaran, yang selanjutnya pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkanskor rata-rata tertinggi.

e. Kelebiha dan Kekurangan Model TSTS

Adapun kelebihan dan kekurangan model TSTS Sebagai berikut: 1. Kelebihan

a. Dapat doiterapkan pada semua kelas/ tingkatan b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lbih bermakna c. Siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya. d. Lebih berorientasi pada keaktifan.

e. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa. f. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan. g. Meningkatkan minata dan prestasi belajar. 2. Kelemahan

a. Membutuhkan waktu yamg lama.

b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok c. Membutuhkan banyak persiapan

6. Keliling Kelompok

Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksi konsep. Menyelesaikan persoalan atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan gender, karakter) ada control dan fasilitasi, serta meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Model pembelajaran ini dimaksudkan agar masing-masing anggota kelompok mendapat serta pemikiran anggota lain.

(14)

2. Adanya pemberian sumbnagan ide pada kelompoknya 3. Lebih dari sekedar belajar kelompok

4. Bisa saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat, pandangan serta hasil pemikiran

5. Hasil pemikiran beberapa kepala lebih kaya dari pada satu kepala 6. Dapat membina dan memperkaya emosional

b. Kekurangan Round Club Atau Keliling Kelompok

1. Banyak waktu yang terbuang dalam pembelajaran keliling kelompok 2. Suasana kelas menjadi ribut

3. Tidak dapat diterapkan pada mata pelajaran yang memerlukan pengayaan

c. Langkah-langkah pembelajaran

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompotensi dasar 2. Guru membagi siswa menjadi kelompok

3. Guru memberikan tugas atau lembar kerja

4. Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikiran mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan

5. Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya

6. Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan

d. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan

1. Setiap kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka

2. Ketika suatu kelompok mempresentasikan hasil dari deskripsinya, maka kelompok lain lebih bertanya dari hasil deskripsi materinya 3. Setelah selesai dari kelompok yang satu maka yang lainnya atau

kelompok selanjutnya yang mempresentasikan dan yang alinnya bisa mengajukan pandangan dan pemikiran anggota lainnya.

(15)

7. Kancing Gemerincing a. Pengertian

Kagan (Miftahul, 2011: 142) berpendapat bahwa: Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing adalah jenis metode struktural yang mengembangkan hubungan timbal balik antar anggota kelompok dengan didasari adanya kepentingan yang sama. Setiap anggota mendapatkan chips yang berbeda yang harus digunakan setiap kali mereka ingin berbicara mengenai: menyatakan keraguan, menjawab pertanyaan, bertanya, mengungkapkan ide, mengklarifikasi pertanyaan, mengklarifikasi ide, merangkum, mendorong partisipasi anggota lainnya, memberikan penghargaan untuk ide yang dikemukakan anggota lainnya dengan mengatakan hal yang positif.

Selain itu, Millis dan Cottel (Ardi, 2011:1) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing adalah jenis model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa diberikan chips yang berfungsi sebagai tiket yang memberikan izin pemegangnya untuk berbagi informasi, atau berkontribusi pada diskusi.

b. Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990). Sehubungan dengan hal diatas, Miftahul (2011: 142) berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing:

1. Dapat diterapkan semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

2. Dalam kegiatannya, masing-masing anggota kelompok berkesempatan memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan anggota yang lain.

3. Dapat digunakan untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.

(16)

c. Adapun prosedur dalam pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing menurut Miftahul (2011: 142) yaitu:

1. Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing atau benda-benda kecil lainnya.

2. Sebelum memulai tugasnya, masing-masing anggota dari setiap kelompok mendapatkan 2 atau 3 buah kancing (jumlah kancing tergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan).

3. Setiap kali anggota selesai berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-tengah meja kelompok.

4. Jika kancing yang dimiliki salah seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kancingnya masing-masing.

5. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.

d. Sintak model pembelajaran kancing Gemerincing

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Kancing Gemerincing

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (atau indikator hasil belajar), guru memotivasi siswa, guru mengaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu.

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan. Fase-3

(17)

mempelajari atau mengerjakan tugas), guru menjelaskan tentang penggunaan media kancing sebagai salah satu tiket untuk

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta siswa mempresentasikan hasil kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi.

Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi untuk menghargai upaya dan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok.

e. Kelebihan dan kelemahan Model pembelajaran kancing Gemerincing

Kelebihan Kelemahan

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep sendiri dan memecahkan masalah

Persiapannya memerlukan lebih banyak tenaga, pikiran dan waktu.

Mamasing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan konstruksi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain.

(18)

D Dapat mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.

Sulit untuk mengontrol jalan nya diskusi

(19)

Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan pada aspek kerjasama diantara para anggotanya dimana di dalamnya ada ketergantungan yang positif, interaksi, akuntabilitas serta ketrampilan individu dalam memproses kelompoknya. Tujuan pembelajaran ini juga disesuaikan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk memperoleh ilmu dan mendidik anak didik, maka tujuan pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan social. Dalam pembelajaran kooperatif maka setiap anggota yang beragam ikut berpartisipasi secara aktif sesuai dengan setiap pandangan yang mereka miliki masing – masing. Banyak model – model pembelajaran kooperatif namun secara umum proses pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

2. Mempresentasikan informasi kepada paserta didik secara verbal.

3. Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.

4. Membantu tim- tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.

5. Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6. Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

(20)

yang berbeda sehingga dalam memproses memerlukan waktu yang cukup lama sehingga agar pertentangan tersebut tidak terjadi dibutuhkan kekompakan diantara anggotanya.

Pembelajaran kooperatif ini sangat berguna dalam proses pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan dimana pembelajaran kooperatif memberikan cara yang berbeda dalam pengajaran yaitu dengan bekerjasama dengan anggota kelompoknya dan memecahkan persoalan bersama dimana akan membantu para peserta didik saling bertukar pengetahuan, pemikiran dan pengalaman mereka untuk memperoleh sesuatu yang benar dan baik.

(21)

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasi

http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-bertukar-pasangan.html#ixzz4Ai4KVLCq

https://tiestrysna.wordpress.com/2014/09/24/model-pembelajaran-round-club-atau-keliling-kelompok/

http://www.asikbelajar.com/2012/11/model-pembelajaran-two-stay-two-stray.html

Arikunto, Suharsimi. dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Bumi Aksara. Hamzah, B. Uno. 2011. Model Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara

Mas’ud, Badolo.2008. Pedoman dan Tehnik Penulisan Skripsi. UMPAR Parepare. Miftahul, Huda. 2011. Cooperative Learning.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rosidi, Hasan. 2010. Hakikat belajar matematika. Tersedia pada http://www.dunia-matematika.co.cc/2010/04/hakikat-belajar-matematika.html. Diakses pada 29 Maret 2011.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

(22)

Gambar

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Kancing Gemerincing

Referensi

Dokumen terkait

Namun dalam hal ini serangga memiliki peran yang sangat penting, secara tidak sengaja polen atau serbuk sari menempel dan terbawa pada tubuh serangga hingga

Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat penambahan tepung hidrolisat protein daging ikan nila yang tepat pada pembuatan kerupuk melarat untuk menghasilkan produk yang paling

Siswa yang berpindah akan mendiskusikan mengenai langkah-langkah penyelesaian permasalahan yang diberikan guru, pada saat ini siswa akan saling bertanya, menjawab pertanyaan,

Hasil tangkapan kapal pancing tonda di sekitar rumpon pada periode April – Juli (sebanyak 121 trip) di Palabuhanratu didominasi jenis ikan madidihang (yellowfin tuna) sebesar

Adakah model yang akan dibangunkan akan benar-benar memenuhi kriteria keberkesanan sistem maklumat kepada pihak pengurusan Unit Penguatkuasa MPKu, terutamanya dalam pengurusan

Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada PDAM Kab Magelang bahwa dalam pendistribusian air selanjutnya dapat mengaplikasikan metode Transportasi dengan

Mannan dalam penjelasan tentang Konsep Hak Milik Pribadi mengatakan bahwa konsep hak milik pribadi dalam Islam bersifat unik, dalam arti bahwa pemilik mutlak segala sesuatu yang ada

Menurut Arifin (dalam Rahman, 2009:76) syarat-syarat guru professional adalah 1) dasar Ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan tehadap masyrakat teknologi dan