• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM LMU GULMA ACARA III UJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM LMU GULMA ACARA III UJ"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM LMU GULMA ACARA III

UJI EFIKASI DUA MACAM HERBISIDA DALAM MENGENDALIKAN GULMA

Disusun oleh:

Nama: 1. Zaki Abdurrahman (15/334866/PN/12904) 2. Yusuf Dwi Kurniawan (15/378186/PN/13992) 3. Elsi Kris Dayanti br Sembiring (15/379664/PN/14118) 4. Amelia Hutami Putri (15/383375/PN/14206) 5. Anisha Budi Anggraeni (15/383378/PN/14209) 6. Ayu Putri Subowo (15/383380/PN/14211) 7. Azsy Zsy Hafnes (15/383381/PN/14212) 8. Nikke Indri Diahtuti (15/383400/PN/14231)

LABORATORIUM MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)

I. A. Tujuan

1. Mengetahui efikasi herbisida kontak dan sistemik B. Metodologi

- Bahan dan alat

Praktikum Acara III dilaksanakan di Lahan Percobaan Banguntapan pada 18 April 2018. Bahan-bahan yang digunakan adalah herbisida parakuat (Gramoxone) dan glifosat (Roundup) dan air. Alat-alat yang digunakan yaitu knapsack sprayer, gelas ukur, gelas beker, stop watch, pipet, ember, pasak bamboo, tali rafia dan alat tulis.

- Cara Kerja

1. Knapsack sprayer dikalibrasi terlebih dahulu dan digunakan volume semprot 500 liter per hektar.

2. Knapsack sprayer diisi dengan air keran lalu dipompa dan disemprotkan ke dalam gelas ukur dengan mengatur tinggi nozzle dan tekanan dalam tangka dipertahankan tetap sampai waktu yang ditentukan.

3. Waktu yang diperlukan untuk penyemprotan dicatat dan debit dari nozzle dihitung adri volume setelah disemprot selama t detik/ t detik = aml per detik.

4. Tetntukan lebar efektif sprayer dengan pengaturan tinggi nozzle.

5. Tentukan luas lahan yang akan disemprot. Luas lahan (A) yang akan disemprot dibagi dengan lebar efektif yang merupakan panjang lintasan (s). parameter, l, A dan s digunakan untuk menentukan kecepatan jalan (v).

6. Herbisida sesuai ditakar dengan dosis dianjuran. Dosis yang digunakan adalah parakuat 3 l/ha dan glifosat 6 l/ha.

7. Larutan herbisida dibuat dengan volume semprot 500liter per hektar.

8. Larutan herbisida dituamgkan ke dalam tangka secukupnya, kemudian disemprotkan dengan ketentuan tinggii nozzle dan kecepatan jalan sesuai dengan hasil kalibrasi sprayer.

9. Tingkat keracunan herbisida diamati dan ambil foto lahan yang disemprot herbisida setiap hari selama 10 hari.

(3)

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Jelaskan mengenai herbisida yang Saudara gunakan dalam praktikum uji efikasi herbisida?

Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida bersifat racun pada gulma atau tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi karena herbisida mengubah pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat mematikan jaringan itu atau merusak suatu sistem fsiologis yang dibutuhkan untuk hidup atau pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan pemanjangan sel terganggu gulma akan menghabiskan cadangan energi. Tanpa fotosintesis gulma tidak akan mampu menyaingi tanaman dalam hal memperebutkan larutan hara (Riadi, 2011) Jelaskan mengenai herbisida yang saudara gunakan dalampraktikum uji efikasi herbisida

Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida bersifat racun pada gulma atau tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi karena herbisida mengubah pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat mematikan jaringan itu atau merusak suatu sistem fsiologis yang dibutuhkan untuk hidup atau pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan pemanjangan sel terganggu gulma akan menghabiskan cadangan energi. Tanpa fotosintesis gulma tidak akan mampu menyaingi tanaman dalam hal memperebutkan larutan hari (Riadi, 2011). Pada percobaan yang dilakukan kali ini digunkan 2 macam herbisida yaitu roundup dan gramoxone.

2. Bahan aktif yang terkandung di dalam tiap jenis herbisida?  Herbisida Roundup

Nama : N-(phosphonomethyl) glycine Rumus Empiris : C6H17O5N2P

Berat Molekul : 228

Warna : Larutan berwarna coklat kuning emas Berat Jenis : 1,1592 + 0,005

Kekentalan : 14,3 CPS

Bahan aktif : 486 g/l ipa glifosat (42% w/w ipa glifosat, setara dengan glifosat 360 g/L)

pH : 5,7

(4)

Explosivitas : Tidak mudah meledak

Gambar 1. Rumus Bangun Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) (Riadi, 2011) Roundup 486 SL merupakan herbisida purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk larutan yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun sempit, berdaun lebar dan teki-tekian. Diformulasikan dengan menggunakan teknologi biosorb. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol gulma dan rumput liar pada berbagai tanaman pertanian, seperti padi, jagung, dan kacang kedelai (Jasper et al., 2012). Glifosat paling banyak digunakan petani di Indonesia, terutama dalam budidaya jagung dengan sistem TOT (tanpa olah tanah) (Faqihhudin et a.l, 2014).

Glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari setelah penyemprotan, tumbuhan menjadi layu, kuning, dan akhirnya mati. Herbisida glifosat mengandung bahan kimia yang membuat herbisida menempel pada daun sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam sel tumbuhan (Djau, 2009). Glifosat membunuh gulma dengan menghambat aktivitas dari enzim 5-asam enolpyruvylshikimic-3-synthase phosphate (EPSPS), yang penting bagi sintesis asam amino seperti tyrosine, tryptopan, dan phenylalanine. Dengan adanya glifosat, sintesis asam amino yang penting untuk pembentukan protein akan terhambat (Djau, 2009).

Keunggulan produk :

 Diserap dan ditranslokasikan ke jaringan gulma tiga kali lebih cepat dan lebih banyak sehingga daya brantas lebih unggul dalam jangka waktu lama

 Jenis gulma yang dapat dikendalikan lebih banyak, sekalipun gulma bandel  Tahan hujan 1-2 jam setelah aplikasi. Ini akan menghilangkan kekhawatiran

(5)

 Lebih fleksibel pada kondisi lapangan

 Formulasi menggunakan teknologi Biosorb yang sudah dipatenkan dan tidak bisa ditiru oleh kompetitor lain

 Konsisten dalam mutuTidak perlu menambahkan bahan surfaktan lain. Rekomendasi pemupukan

Gulma Sasaran Tanaman Dosis

(L/ha) A. Alang-alang di tempat terlindung Gulma umum, persiapan tanam

(TOT)

3-6

B. Alang-alang di tempat terbuka 6-10

Gulma Keras

Paspalum conjugatum, Ottochloa nodosa, dll

Merupakan herbisida yang berbahan aktif paraquat. Herbisida paraquat adalah salah satu jenis herbisida non−selektif dan secara luas sering digunakan, terutama pada sistem pertanian dan oleh agen pemerintah dan perindustrian untuk mengontrol hama tanaman. Paraquat memiliki nama kimia 1,1–dimetil–4,4–bipiridilium dan mempunyai nama lain paraquat dichloride, methyl viologen dichloride, Crisquat, Dexuron, Esgram, Gramuron, Ortho Paraquat CL, Para-col, Pillarxone, Tota-col, Toxer Total, PP148, Cyclone,

Gramixel, Gramoxone, Pathclear dan AH 501. Paraquat

(6)

paraquat dan ion negatif mineral tanah sehingga molekul positif paraquat terabsorbsi kuat dengan lapisan tanah dan tidak aktif lagi. Penetrasi paraquat terjadi melalui daun. Aplikasi paraquat akan lebih efektif apabila ada sinar matahari karena reaksi keduanya akan menghasilkan hidrogen peroksida yang merusak membran sel. Cara kerja paraquat yaitu menghambat proses dalam fotosistem I, yaitu mengikat elektron bebas hasil fotosistem dan mengubahnya menjadi elektron radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk akan diikat oleh oksigen membentuk superoksida yang bersifat sangat aktif. Superoksida tersebut mudah bereaksi dengan komponen asam lemak tak jenuh dari membran sel, sehingga akan menyebabkan rusaknya membran sel dan jaringan tanaman (Pusat Informasi Paraquat, 2006).

Kandungan Herbisida Paraquat Diklorida

Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan bipyridylium. Komposisi kimia dari paraquat adalah C12H14N2. Angka kematian akibat

toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan toksisitasnya secara langsung dan belum adanya pengobatan yang efektif (Indika & Buckley, 2011).

Gambar 2. Paraquat diklorida (Sumber: Indika & Buckley, 2011)

(7)

Gambar 3. Tabel Sifat Fisik Dan Kimia Paraquat

Bahan aktif herbisida gramoxone adalah paraquat. Paraquat (1,1−dimethyl, 4,4−bipyridylium) merupakan suatu herbisida golongan bipyridylium. Herbisida yang termasuk dalam golongan ini umumnya merupakan herbisida pasca tumbuh, tidak aktif apabila diaplikasikan lewat tanah dan bersifat tidak selektif. Herbisida paraquat diklorida memiliki efek toksisitas terhadap organisme eukariotik (Suntres, 2002).

(8)

membran sel. Cara kerja paraquat yaitu menghambat proses dalam fotosistem I, yaitu mengikat elektron bebas hasil fotosistem dan mengubahnya menjadi elektron radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk akan diikat oleh oksigen membentuk superoksida yang bersifat sangat aktif. Superoksida tersebut mudah bereaksi dengan komponen asam lemak tak jenuh dari membran sel, sehingga akan menyebabkan rusaknya membran sel dan jaringan tanaman (Pusat Informasi Paraquat, 2006).

Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan bipyridylium. Angka kematian akibat toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan toksisitasnya secara langsung dan belum adanya pengobatan yang efektif (Indika and Buckley, 2011). Paraquat memiliki rumus molekul [C12H14N2]2+ dengan struktur sebagai

berikut:

Gambar 4. Struktur kimia 1,1−dimethyl 4,4 bipyridylium dichlorid (Sumber: Lestari, 2005). Paraquat atau kation 1,1–dimetil–4,4–bipiridilium juga tersedia sebagai garam dibromida ataupun diklorida dengan rumus [C12H14N2]Br2 atau [C12H14N2]Cl2, senyawa ini

(9)

3. Tuliskan dosis anjuran untuk beberapa jenis gulma yang tertera pada label. Apakah dosis yang digunakan di dalam praktikum sudah sesuai dengan yang tertera di label? Petunjuk Penggunaan :

Tanaman Gulma

Sasaran Dosis anjuran Cara dan Waktu aplikasi

(10)

Kopi

 Gulma berdaun lebar bisa dengan dosis 1,5-3 liter/hektar.

 Gulma berdaun sempit bisa dilakukan penyemprotan dengan dosis 2,5-5 liter/hektar.  Bisa dilakukan penyemprotan dengan volume tinggi untuk lahan tanpa tanaman.  Untuk tanaman yang memiliki batang keras Gramoxone tidak akan menyebabkan

(11)

Dosis Gramoxone yang digunakan saat praktikum adalah 2,4 ml untuk luas lahan 8 m2 dan setara dengan 3 l/ha. Dosis yang digunakan saat praktikum sudah sesuai dengan

dosis anjuran yang tertera pada label herbisida gramoxone tersebut.

Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol gulma dan rumput liar pada berbagai tanaman pertanian, seperti padi, jagung, dan kacang kedelai (Jasper et al., 2012). Glifosat paling banyak digunakan petani di Indonesia, terutama dalam budidaya jagung dengan sistem TOT (tanpa olah tanah) (Faqihhudin et al., 2014). Glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari setelah penyemprotan, tumbuhan menjadi layu, kuning, dan akhirnya mati. Herbisida glifosat mengandung bahan kimia yang membuat herbisida menempel pada daun sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam sel tumbuhan (Djau, 2009).

Gambar 5. Rumus Bangun Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) (Riadi, 2011) Glifosat membunuh gulma dengan menghambat aktivitas dari enzim 5-asam enolpyruvylshikimic-3-synthase phosphate (EPSPS), yang penting bagi sintesis asam amino seperti tyrosine, tryptopan, dan phenylalanine. Dengan adanya glifosat, sintesis asam amino yang penting untuk pembentukan protein akan terhambat (Djau, 2009). Jasper et al., (2012) menyatakan bahwa glifosat dapat memacu kerusakan hematologikal dan perubahan pada hati ketika diberi paparan hingga subakut. Kerusakan hematologikal ini berkaitan dengan adanya induksi Reactive Oxygen Species (ROS). ROS adalah senyawa pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang terdiri atas kelompok radikal bebas dan kelompok non radikal. Kelompok radikal bebas antara lain superoxide anion (O2-) dan hydroxyl radical

(OH-), serta non radikal misalnya hydrogen peroxide (H

2O2). Senyawa oksigen reaktif ini

(12)

Roundup merupakan herbisida purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk larutan yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun sempit, berdaun lebar dan teki-tekian. Diformulasikan dengan menggunakan teknologi biosorb.

Keunggulan roundup:

 Diserap dan ditranslokasikan ke jaringan gulma tiga kali lebih cepat dan lebih banyak sehingga daya brantas lebih unggul dalam jangka waktu lama.

 Jenis gulma yang dapat dikendalikan lebih banyak, sekalipun gulma bandel.

 Tahan hujan 1-2 jam setelah aplikasi. Ini akan menghilangkan kekhawatiran akan penyemprotan ulang dan resiko karena hujan.

 Lebih fleksibel pada kondisi lapangan.

 Formulasi menggunakan teknologi Biosorb yang sudah dipatenkan dan tidak bisa ditiru oleh kompetitor lain.

 Konsisten dalam mutu.

 Tidak perlu menambahkan bahan surfaktan lain

Dosis Roundup yang digunakan saat praktikum adalah 4,8 ml untuk luas lahan 8 m2

dan setara dengan 6 l/ha. Dosis yang digunakan saat praktikum sudah sesuai dengan dosis anjuran yang tertera pada label herbisida gramoxone tersebut.

(13)

4. Berikan penjelasan saudara tujuan menghitung: 1. Kecepatan jalan

2. Debit nossel 3. Dosis herbisida

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menaplikasikan sesuatu pestisida antara lain:

1. Dosis herbisida

Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan sasaran tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu aplikasi atau lebih (Djojosumarto, 2008). Herbisida yang digunakan harus dihitung dosisnya disesuaikan dengan jumlah gulmanya. Apabila dosis yang digunkan tidak sesuai anjuran, maka dapat menimbulkan dampak negative terhadap tanaman yang dibudidayakan. Dosis herbisida yang disemprotkan dalam satu liter air (atau bahan pengencer lainnya) untuk mengendalikan sasaran tertentu harus dihitung sebelum diaplikasikan.

2. Debit Nossel

Debit nossel juga harus dihitung dengan tujuan agar kita tahu berapa jumlah herbisida yang harus digunakan digunakan untuk menyemprot sasaran tertentu per satuan luas atau per satuan individu tanaman dan supaya herbisida juga dapat tersebar merata.

3. Kecepatan Jalan

(14)

5. Bahas data percobaan

Herbisida Sistemik (Roundup) Herbisida Kontak (Gromoxone)

Hari pengamatan

ke-Gambar 6. Grafik Skoring Herbisida Roundap dan Gramoxone

Berdasarkan gambar skoring herbisida diperoleh hasil herbisida gramoxone dan roundup pada hari pengamatan hari ke -1 hingga ke -10 mengalami penurunan nilai skoring. Hal ini menunjukkan tingkat keracunan yang semakin tinggi, pada awal pengamatan setelah aplikasi herbisida diperoleh skor 8 yang artinya kerusakan/ keracunan 10-29,9%. Pada skoring ini perlakuan herbisida sistemik memiliki reaksi yang lebih lambat namun tingkat kerusakan yang diakibatkan lebih besar. Herbisida sistemik merupakan suatu herbisida yang dialirkan atau ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan herbisida ke bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut metabolisme tumbuhan paling aktif berlangsung. Herbisida ini dapat diaplikasikan melalui daun /pasca tumbuh atupun melalui tanah/pratumbuh. Glifosat bersifat sistemik non-selektif. Mekanisme kerja glifosat menghambat biosintesis asam amino aromatik (Varshney dan Shondia, 2004 cit. Ismawati et al., 2017). Mesotrion bersifat sistemik dan selektif. Mekanisme kerja mesotrion menghambat pembentukan dioksigenase 4-hydroxyphenylpyruvate (HPPD) (Mitchell et al., 2001 cit. Ismawati et al., 2017).

(15)

terbasahi. Daya kerja herbisida tersebut kurang baik bila diaplikasikan pada gulma yang memiliki organ perkembangbiakan dalam tanah. Menurut Muktamar (2004) cit. Murti et al., (2016), parakuat merupakan herbisida kontak dan bila molekul herbisida ini terkena sinar matahari setelah berpenetrasi ke dalam daun atau bagian lain yang hijau maka molekul ini akan bereaksi menghasilkan molekul hidrogen peroksida. Parakuat diklorida bekerja dalam sistem membran fotosintesis yang disebut Fotosistem I, yang menghasilkan elektron bebas untuk menjalankan proses fotosintesis (Sarbino dan Syahputra, 2012). Herbisida parakuat diklorida mampu memperbaiki sifat kimia tanah, meningkatkan persentase pengendalian gulma, menurunkan bobot kering gulma dan meningkatkan komponen hasil tanaman ubi kayu (Adnan et al., 2012).

6. Bagaimana pengaruh jenis herbisida kontak dan sistemik terhadap hasil percobaan terkait dengan yang saudara lakukan?

Berdasarkan hasil dari percobaan perlakuan herbisida sistemik yaitu herbisida Glifosat bersifat sistemik non-selektif, mengakibatkan kerusakan pada gulma lebih parah dari pada herbisida kontak yaitu paraquat. Namun, untuk herbisida siteik sendiri pengaruh yang diakibatkan memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat dilihat hasilnya dibandingkan denagn hebisida kontak. Hebisida sitemik ini membutuhkan waktu yang lama untuk terlihat hasilny karena cara kerja yang harus ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan herbisida ke bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut metabolisme tumbuhan paling aktif berlangsung. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan translokasi tersebut hingga merata ke bagian-bagian gulma tetu saja memerlukan waktu yang lama. Berbeda dengan cara kerja herbisida kontak yang langsung memberikan efek setelah aplikasi. Herbisida kontak dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian gulma yang terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak ditranslokasikan atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma. Semakin banyak organ gulma yang terkena herbisida akan semakin baik daya kerja herbisida tersebut.

(16)

pemilihan jenis ataupun formulasi herbisida yang tepat sesuai dengan komposisi gulma di lapangan. Pengujian lapangan terhadap formulasi herbisida baru, sangat diperlukan untuk mengetahui efektivitasnya dalam mengendalikan gulma di lapangan. Untuk itu, penelitian-penelitian diarahkan untuk menemukan herbisida formulasi baru yang efektif, efisien dan aman bagi lingkungan. Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma merupakan suatu halyang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya titotoksisitas pada tanaman.

7. Apa saja hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis herbisida di dalam aplikasi di lapangan?

Menurut Tri (2013), hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada penggunaan herbisida adalah jenis, takaran dan waktu aplikasi harus tepat agar tidak merugikan tanaman yang diusahakan karena herbisida mempunyal spesifikasi daya kerja yang berbeda. Penyemprotan herbisida berbahan aktif Imazethapyr dan Sulfentrazone satu kali dengan cara yang benar dapat mencegah kehilangan hasil 0,15-0,52 t/ha. Namun pengaruhnya terhadap peningkatan hasil biji belum dapat menyamai cara rekomendasi penyiangan dua kali. Penyemprotan herbisida paraquat sebelum tanam dapat menekan gulma cukup efektif tetapi pengaruhnya terhadap peningkatan hasil biji belum menyamai cara penyiangan manual dua kali.

Salah satu hal yang harus dicermati dalam pencampuran herbisida adalah apakah campuran tersebut bersifat antagonis atau tidak. Jika campuran herbisida tersebut bersifat antagonis, maka pengendalian gulma dengan herbisida campuran tersebut tidak akan efektif. Sifat aktivitas suatu campuran herbisida ditentukan oleh jenis formulasi, cara kerja dan jenis-jenis gulma yang dikendalikan. Pencampuran beberapa jenis-jenis herbisida dapat mempengaruhi toksisitas masing-masing komponen bahan aktif herbisida. Interaksi herbisida campuran dapat berupa interaksi sinergis dan interaksi antagonis. Interaksi sinergis terjadi apabila beberapa campuran herbisida akan menimbulkan efek normal atau bahkan meningkatkan pengaruh herbisida, sedangkan interaksi antagonis terjadi apabila campuran beberapa bahan aktif dalam herbisida akan menurunkan pengaruh terhadap gulma sasaran. Interaksi antagonis dapat menimbulkan mekanisme yang berbeda pada gulma sasaran.

8. Sifat antagonisme dan sinergisme herbisida?

(17)

pada gulma sasaran tertentu (berlawanan dengan sifat sinergis). Antagonisme kompetitif terjadi ketika campuran dua bahan aktif bekerja saling meniadakan satu sama lain, sedangkan pada antagonisme fisiologis antar bahan aktif menimbulkan reaksi berkebalikan bila dicampur dengan bahan yang lain. Antagonisme kimia menimbulkan reaksi kimia saat kedua bahan aktif dicampur, sehingga campuran herbisida kehilangan pengaruh pada gulma sasaran. Pengujian sifat campuran herbisida dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu ADM (Additive Dose Model) dan MSM (Multiplicative Survival Model). Metode ADM digunakan apabila komponen formulasi campuran herbisida memiliki mode of action (cara kerja) atau golongan yang sama, sedangkan metode MSM digunakan bila komponen formulasi memiliki mode of action atau golongan yang berbeda (Kristiawati, 2003). Metode tersebut selanjutnya menjadi dasar model ADM dan digunakan bila dua herbisida dari kelompok bahan kimia dan mode of action sama dicampurkan.

Gambar 7. Analisis Model ADM: Posisi Nilai Harapan dan Nilai Perlakuan

Sumbu x dan y menunjukkan dosis herbisida A dan B (Gambar 1). K adalah LD50

herbisida A, sedangkan L adalah LD50 herbisida B. Garis yang menghubungkan titik K dan L

pada kedua sumbu merupakan titik kedudukan berbagai campuran herbisida yang menyebabkan kematian 50%. Garis (l) menggambarkan perbandingan herbisida A dan B dalam formulasi herbisida campuran. Perpotongan kedua garis ini merupakan nilai LD50

-harapan herbisida campuran. Bila nilai LD50 herbisida campuran lebih kecil dari LD50

-harapan, maka campuran herbisida bersifat sinergis. Bila nilai LD50 sama dengan nilai

LD50harapan, maka campuran herbisida bersifat aditif, dan bila lebih besar maka herbisida

(18)

9. Tujuan pengujian efikasi herbisida?

Analisis dinyatakan dalam persamaan regresi linier probit (Y = aX + b) dari gabungan herbisida. Nilai persen kerusakan gulma dinyatakan dalam bentuk transformasi nilai probit (sebagai Y), sedangkan dosis herbisida dinyatakan dalam bentuk logaritmik dari dosis (sebagai X). Persamaan linier yang diperoleh digunakan untuk menghitung nilai LD50, yaitu dosis yang menyebabkan kemungkinan kematian 50% populasi gulma yang diharapkan akibat aplikasi herbisida. Nilai LD50 ini selanjutnya akan digunakan untuk melakukan analisis.

Formulasi matematika yang digunakan untuk menentukan nilai harapan campuran, dinyatakan sebagai: P(A+B) = P(A) + P(B) – P(A)(B) dimana P(A+B) adalah nilai persen kematian gulma dari herbisida campuran (Purwanti, 2003).

Dalam formulasi ini, P(A) adalah persen kematian gulma oleh herbisida A, P(B) adalah persen kematian gulma akibat herbisida B, sedangkan P(A)(B) adalah hasil kali persen kematian P(A) dengan P(B). Nilai LD50-harapan dapat diperoleh dari persamaan P(A+B) =

50, dimana P(A) dan P(B) diperoleh dari persamaan garis probit Y = a + bX. Kriteria sifat campuran dinilai dari perbandingan LD50-percobaan campuran dan nilai LD50-harapan

campuran. Campuran bersifat sinergis apabila LD50-percobaan campuran lebih kecil dari

LD50-harapan campuran, jika sebaliknya maka campuran tersebut bersifat antagonis. Sifat

aditif terjadi apabila nilai LD50-percobaan campuran sama dengan LD50-harapan campuran.

Metode pencampuran herbisida tidak selalu menimbulkan reaksi yang positif. Setiap bahan aktif yang terkandung dalam herbisida memiliki jenis formulasi, cara kerja, dan spesifikasi jenis gulma yang berbeda. Reaksi campuran dapat bereaksi positif (efek sinergis), yang berarti pencampuran herbisida dapat meningkatkan efisiensi penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma saasaran. Gejala negatif ditunjukkan dengan reaksi antagonis pada gulma sasaran yakni berkurangnya daya mematikan gulma. Oleh karena itu suatu campuran beberapa bahan aktif herbisida perlu diuji sifat aktivitasnya, untuk mengetahui adanya aktivitas antagonisme herbisida.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pengendalian gulma dilakukan yaitu:

1. jenis gulma dominan 2. tumbuhan budidaya utama

3. alternatif pengendalian yang tersedia

(19)

5. Pengendalian gulma terpadu dapat dilakukan dengan cara: 6. Pelestarian tumbuhan liar berguna

7. eksplorasi musuh alami

8. aplikasi herbisida secara spesifik dan selektif

(20)

III. KESIMPULAN

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, H., dan Manfarizah. 2012. Aplikasi beberapa dosis herbisida glifosat dan parakuat diklorida pada sistem tanpa olah tanah (TOT) serta pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah, karakteristik gulma dan hasil kedelai. J.Agrista 16(3):135-145.

Anonim. 2018. ROUNDUP 486 SL. <http://www.nufarm.com/ID/Roundup486SL>. Di akses pada 26 Mei 2018, pukul 17.09 WIB.

Djau, R. A. 2009. Faktor Risiko Kejadian Anemia dan Keracunan Pestisida pada pekerja Penyemprot Gulma di Kebun Kelapa Sawit PT. Agro Indomas Kab. Seruyan Kalimantan Tengah. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Djojosumarto, P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius, Yogyakarta.

Faqihhudin, M. D., Haryadi, P. Heni. 2014. Penggunaan Herbisida IPA-Glifosat terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Residu pada Jagung. Ilmu Pertanian. 17(1): 1-12.

Harish, R.S., dan K. Murugan. 2011. Oxidative Stress Indices in Natural Populations of Avicennia alba Blume as Biomarker of Environmental Pollution. Environ. Res. 11(8): 1070-1073.

Indika, G., and N. Buckley. 2011. Medical management of paraquat ingestion. British Journal of Clinical Pharmacology. University of New South Wales, Sydney, Australia.

Ismawati, Nanik S., dan Hidayat P. 2017. Pengujian efektivitas herbisida berbahan aktif glifosat, mesotrion, s-metolaklor dan campuran ketiganya terhadap gulma teki. J. Agrotek Tropika, 5(3): 181-187.

IUPAC. 2014. Pyrazosulfuron Ethyl (Ref: NC 311). IUPAC Agrochemical Information, University of Hertfordshire, England, United Kingdom.

Jamilah. 2013. Pengaruh Penyiangan Gulma dan Sistim Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.). Jurnal Agrista. 17 (1): 28-35.

Jasper, R., G.O. Locatelli, C. Pilati, C. Locatelli. 2012. Evaluation of Biochemical, Hematological and Oxidative Parameters in Mice Exposed to The Herbicide Glyphosate-Roundup. Interdiscip Toxicol 5(3): 133-140.

(22)

Kunth. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lestari, S. W. 2005. Optimasi metode analisis kuantitatif dan penerapanya pada studi desorpsi 1,1−dimetil 4,4−bipiridilium dalam tanah gambut. Skripsi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Murti, D. A. Nanik S., dan Setyo Dwi U. 2016. Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulma umum pada tanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.). J. Agrotek Tropika. 1(1): 8-12

Purwanti. 2003. Uji tipe campuran herbisida Glifosat dan 2,4-D (Bimastar 240/120 AS) dengan memakai gulma Brachiaria paspaloides dan Bidens pilosa. Skripsi. Departemen Biologi, Fakultas Matemaika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pusat Informasi Paraquat. 2006. The paraquat information center on behalf of syngenta crop protection ag. <http://www.paraquat.com>. Diakses tanggal 26 Mei 2018.

Rao, V. S. 2000. Principles of weed science. 2 nd ed. Science Publishers, Inc., Enfield, NH. Riadi. 2011. Bahan Ajar Mata Kuliah : Herbisida dan Aplikasinya. Universitas Hasanuddin,

Sulawesi Selatan.

Sarbino dan E. Syahputra. 2012. Keefektifan parakuat diklorida sebagai herbisida persiapan tanam padi tanpa olah tanah di lahan pasang surut. J.Perkebunan dan Lahan Tropika 2(1): 15-22.

Singh, S. 2005. Effect of establishment methods and weed management practices on weeds and rice in ricewheat cropping system. Indian J. Weed Sci. 37 (2): 524 -527.

Sujono Riyadi, S. M. 2011. Buku Keperawatan Medikal Bedah. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Suntres, Z. E. 2002. Role of antioxidants in paraquat toxicity. Toxicology 180(1):65−77.

Tri, Y. 2013. Pengendalian Gulma secara Kimiawi pada Kedelai.

<http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/cetak/8307>. Diakses 26 Mei 2018.

Gambar

Gambar 1. Rumus Bangun Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) (Riadi, 2011)
Gambar 2. Paraquat diklorida (Sumber: Indika & Buckley, 2011)
Gambar 3. Tabel Sifat Fisik Dan Kimia Paraquat
Gambar 4. Struktur kimia 1,1−dimethyl 4,4 bipyridylium dichlorid (Sumber: Lestari, 2005).
+4

Referensi

Dokumen terkait