TUGAS TEORI ADMINISTRASI NEGARA
REVIEW JURNAL
OPTIMALISASI PELAYANAN PUBLIK:
PERSPEKTIF DAVID OSBORNE DAN TED GAEBLER
OlehAHMAD ZAENAL FANANI, SHI., M.Si (HAKIM PA MARTAPURA)
NAMA KELOMPOK :
1. PURWANING KANTHI R (114674010) 2. ARIESTA VIDIANINGSIH (114674034)
3. ERIZA NUGRAHVIANTI F (114674045) 4. MEILASARI DWI R (114674207)
5. AZIZAH FEBRINIA K W (114674232)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PMP-KN
2014
Penulis : AHMAD ZAENAL FANANI, SHI., M.Si (HAKIM PA MARTAPURA). Judul : Optimalisasi Pelayanan Publik , Perspektif David Osborne dan Ted Gaebler. Jurnal : Hukum Peradilan
Penulis mengungkapkan dalam jurnalnya bahwa pelayanan publik di Indonesia masih tergolong sangat rendah. Hal ini ditunjukan dari fakta yang ada dilapangan. Berdasarkan hasil penelitian Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002, penulis menemukan tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu pertama, besarnya diskriminasi pelayanan yang masih sangat dipengaruhi oleh hubungan pertemanan, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan yang menyebabkan munculnya KKN. Ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik sebagai akibat dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidak pastian biaya dan waktu pelayanan.
Prosedur dan etika pelayanan yang berkembang dalam birokrasi di Indonesia sangat jauh dari nilai-nilai dan praktik yang menghargai warga bangsa sebagai warga negara yang berdaulat. Misalnya, prosedur yang berbelit-belit dan rumit. Selain itu, pola pelayanan prima juga masih belum dapat terwujud karena terkendala infrastruktur organisasi yang belum mendukung. Hal ini terbukti dari belum terbangunnya SOP secara jelas pada masing-masing
service provider. Akibatnya para penyedia pelayanan dapat bertindak semaunya tanpa merasa bersalah kepada masyarakat selaku konsumen dalam pelayanan publik.
Oleh karena itu, jurnal ini bertujuan untuk mengulas teori yang digagas oleh David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya Reinventing Government untuk dijadikan sebagai solusi alternatif dalam melakukan optimalisasi pelayanan publik birokrasi dunia peradilan. Teori ini sudah terbukti mampu menjadi solusi atas buruknya pelayanan publik yang terjadi di pemerintahan Amerika.
Reinventing Government dan Optimalisasi Pelayanan
sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Gagasan-gagasan tersebut mencakup 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi, yaitu sebagai berikut:
1. Pemerintahan Katalis : mengarahkan ketimbang mengayuh.
Artinya, Pemerintah seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan-kebijakan strategis (mengarahkan) daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan (mengayuh). Upaya mengarahkan membutuhkan orang yang mampu melihat seluruh visi dan mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk mendapatkan sumber daya. Sedangkan, upaya mengayuh membutuhkan orang yang secara-sungguh-sungguh memfokuskan pada satu misi dan melakukannya dengan baik.
2. Pemerintahan Milik Rakyat : memberi wewenang ketimbang melayani.
Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Pendekatan pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri, seperti pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan semacam ini nantinya akan menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat. Dalam hal ini, pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan telah terpenuhi.
3. Pemerintahan yang Kompetitif : menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan.
Artinya, Pemerintah harus mengembangkan persaingan di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik agar pelayanan yang disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah. Efisiensi yang lebih besar dapat tercipta sehingga mendatangkan lebih banyak uang karena persaingan memaksa monopoli pemerintah (atau swasta) untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya, persaingan menghargai inovasi, dan persaingan membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai negeri
4. Pemerintahan yang Digerakkan oleh Misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan.
sebagai tujuan, birokrat pemerintahan dapat mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut.
5. Pemerintahan yang Berorientasi Hasil : membiayai hasil bukan masukan.
Artinya, bila lembaga-lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan hasil, mereka bersaing untuk berprestasi. Misalnya, sistem penggajian dan penghargaan didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja, besar anggaran dan tingkat otoritas.
6. Pemerintahan berorientasi pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
Artinya, pemerintah harus belajar dari sektor bisnis yang sangat mengutamakan pelanggan. Untuk memberi kepuasan pada masyarakat, pemerintah harus mulai mendengarkan secara cermat para pelanggannya, melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang lain.
7. Pemerintahan Wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan.
Artinya, Pemerintah wirausaha harus berinovasi bagaimana menjalankan program publik dengan sumber daya keuangan yang sedikit tersebut. Dengan melembagakan konsep profit motif dalam dunia publik, pemerintah akan mampu menciptakan nilai tambah dan menjamin hasil, meski dalam situasi keuangan yang sulit.
8. Pemerintahan Antisipatif: mencegah daripada mengobati.
Artinya, Pola pemerintahan yang cenderung mengatasi masalah harus diubah dengan lebih memusatkan atau berkonsentrasi pada pencegahan. Pola pencegahan harus dikedepankan dari pada pengobatan mengingat persoalan-persoalan publik saat ini semakin kompleks, jika tidak diubah maka pemerintah akan kehilangan kapasitasnya untuk memberikan respon atas masalah-masalah publik yang muncul.
9. Pemerintahan Desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja.
melewati rantai komando yang rumit, khususnya dalam hal keputusan yang memungkinkan keputusan dibuat "ke bawah" atau pada "pinggiran" ketimbang mengonsentrasikannya pada pusat atau level atas.
10. Pemerintahan Berorientasi Pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar.
Artinya, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh. Pemerintahan entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan pendekatan tradisional lagi, tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk membentuk lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang sama.
10 prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan organisasi pelayanan publik yang
smaller (kecil, efisien), faster (kinerjanya cepat, efektif), dan cheaper (operasionalnya murah) dan kompetitif. Dengan demikian, pelayanan publik oleh birokrasi kita bisa menjadi lebih optimal dan akuntabel.
Kesimpulan :
Patologi birokrasi, seperti pungli, korupsi, kolusi, nepotisme, diskriminasi pelayanan, proseduralisme dan berbagai macam kegiatan yang tidak efektif dan efisien, telah mengakibatkan terpuruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintahan kita. Buruknya pelayanan publik tidak hanya pada masa orde baru yang sentralistik, tapi juga masih menggurita pada masa sekarang. Reinventing Government yang digagas oleh David Osborne dan Ted Gaebler menemukan titik relevansinya dalam konteks optimalisasi pelayanan publik. Terdapat 10 prinsip yang terkandung didalamnya. Pelaksanaan 10 prinsip Reinventing Government, tentu harus disesuaikan dengan sosio-kultur kita, agar bisa menjadi solusi alternatif yang efektif untuk menghilangkan patologi-patologi birokrasi yang ada di lingkup badan peradilan kita selama ini.
KOMENTAR DAN SARAN:
Secara latar belakang, penelitian tersebut dilakukan atas dasar adanya realitas patologi-patologi birokrasi dalam ruang lingkup peradilan. Dalam hal ini, jurnal tersebut sudah jelas dalam memaparkan realitas konkrit permasalahan yang ada di lapangan penyelenggaraan pelayanan publik. Namun sayangnya, penulis tidak menyertakan realitas konkrit yang diamati sendiri oleh penulis, melainkan hanya berangkat dari realitas permasalahan yang diungkap oleh peneliti lain dalam Governance and Desentralization Survey, 2002. Menurut kami, hal tersebut sebenarnya sudah tepat, namun kurang kuat secara data untuk memberikan pengetahuan pada pembaca mengenai kondisi kekinian di birokrasi Indonesia. Meskipun sebenarnya kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi birokrasi di Indonesia.
Secara tujuan, penelitian tersebut ditujukan untuk menjadi solusi alternatif dalam melakukan optimalisasi pelayanan publik birokrasi dunia peradilan. Menurut kami, tujuan tersebut sudah jelas dan sejalan dengan latar belakang permasalahan yang diungkapkan sebelumnya oleh penulis.
Lalu secara isi, jurnal tersebut berusaha menemukan solusi alternatif untuk optimalisasi pelayanan publik pada birokrasi peradilan. Untuk memecahkan permasalahan yang telah diungkapkan sebelumnya, penulis memilih gagasan David Osborne dan Ted Gaebler tentang 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi sebagai solusi alternatif yang tepat dalam optimalisasi pelayanan publik di dunia peradilan. sebab penulis berkaca dari pengalaman pemerintah Amerika yang berhasil menggunakan 10 prinsip tersebut untuk memberantas patologi birokrasi dalam pelayanan publik Amerika. Menurut kami, alasan tersebut cukup beralasan untuk memilih menggunakan gagasan David Osborne dan Ted Gaebler. Namun jika dibandingkan kondisi antara Negara Amerika dengan Indonesia, maka solusi tersebut bisa jadi kurang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Sebab Amerika tergolong sebagai Negara Maju, sementara Indonesia adalah Negara Sedang Berkembang. Perbedaan tersebut dapat berakibat pada kurang sesuainya konteks penerapan konsep 10 prinsip pada birokrasi di Indonesia meskipun di akhir pembahasan penulis mengungkapkan bahwa penerapan konsep tersebut harus tetap memperhatikan sosio-kultur yang ada di Indonesia.