• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Perang 100Tahun Inggris dan Pera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Perang 100Tahun Inggris dan Pera"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.

Abad-abad terakhir zaman pertengahan merupakan penobatan Henry III sebagai raja Inggris waktu itu ia masih berusia 9 tahun, dan karena itu dibentuklah suatu dewan yang terdiri dari “justiciar” dan beberapa uskup untuk memerintah atas namanya. Saat umur 20 tahun Henry mulai memerintah sendiri, setelah memegang pemerintah sendirinya ini Henry III tampak jelas berkepribadian lemah dan bukan seorang negarawan yang bijaksana. Henry III juga saat itu mengleluasakan dan jabatan-jabatan penting raja diberikan kepada kerabat-kerabat dan teman-temannya yang berasal dari Perancis, kemudian timbullah rasa tidak senang di antara orang-orang Inggris terhadap orang-orang luar ini karena mereka tentunya merasa disaingi, dan selain itu kesadaran sentiment nasional sudah mulai timbul dalam diri mereka.

Selain itu Henry III melancarkan usaha sia-sia untuk merebut kembali daerah-daerah di Perancis yang dahulu pernah dikuasai oleh keluarga Plantagenet. Tetapi yang paling mahal dan paling menjengkelkan hamba-hambanya ialah usaha-usahanya di bantu Paus untuk mendapatkan tahta kerajaan Silsilia, kegagalan usaha ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kepentingan Inggris ini akhirnya menghabiskan kesabaran para “barons” sehingga menimbulkan gerakan perlawanan. Dengan semangat “Magna Carta”, para “barons” yang berkumpul di kota Oxford menantang usaha-usaha Henry III untuk menaikkan pajak, dan mereka berhasil memaksannya untuk menyerahkan kekuasaannya kepada suatau dewan yang terdiri dri 15 “barons” yang akan memerintah atas nama raja. Para “barons” ini juga menghendaki agar orang-orang asing yang telah diberi kedudukan penting dipecat, dan agar “Great Concil”1, yang waktu itu sudah mulai disebut “parliament”, bersidang tiga kali setahun.

(2)

tindakan para “barons” ini untuk sementara memang berhasil membatasi kekuasaan raja, tetapi untuk selanjutnya mereka tidak mampu melaksanakan usul-usulnya sendiri.

Adanya perpecahan yang timbul antara kaum bangsawan yaitu “knights” atau gentry” yang merupakan “vassals”. Para “gentry ini menuntut keadilan dari para “lords” mereka seperti yang dituntut para bangsawan agung ini dari raja. Henry III memanfaatkan perpecahan ini agar sebagian dari mereka memihak kepada raja dan sebagianya tetap meneruskan untuk merombak tata-pemerintahan. Ini merupakan suatu paradox yang dimana dipimpin oleh ipar Henry III yakni Simon de Monfort (bangsawan Perancis) yang telah diangkat sebagai Earl of Leicester. Kelompok ini beranggotakan para “barons” agung yang juga diikuti oleh para “gentry”. Dalam pertempurannya sendiri antara dua kelompok ini tahun 1264, raja serta puteranya, yaitu Edward, dapat dikalahkan. Tahun berikutnya Simon de Monfort memanggil siding “Great Council” dimana ia akan mengajukan suatu usul revolusioner, ialah mengganti monarki dengan oligarki. Tetapi rencana Monfort ini gagal karena para bangsawan saling mencurigai. Tahun 1265 pangeran Edward berhasil lolos dari tahanan, dan dengan pasukannya ia berhasil mengalahkan Simon de Monfort di Evesham. Simon de Monfort dikenal sebagai orang asing yang berjasa dalam pembentukan tata-kehidupan Inggirs, ia tewas dalam pertempuran, namun ia berhasil memperoleh kemenangan idil terhadap lawanya.

Pada tahun 1266, Henry III sekali lagi mempertegas “Magna Carta” dan secara berangsur-angsur menyerahkan kekuasaannya kepada Edward. Enam tahun kemudian Henry III meninggal. Kemudian kekuasaan Inggris dipimpin oleh Edward I, Inggris mengalami pertumbuhan di berbagai bidang seperti; Ekonomi, Politik dan Hukum. Edward I pula menaklukan Wales, akan tetapi tidak dengan Skotlandia. Kemudian kepemimpinan Edward I berlanjut kepada penerusnya yakni Edward II, kepemimpinan Edward II dikenal sangat lemah, sehingga Edward II diturunkan oleh Bangsawan. Kemudian kepemimpinan selanjutnya ialah Edward III.2 Ia berhasil memulihkan martabat serta kewibawan raja. Edward III juga tidak menemui kesulitan seperti

(3)

ayahnya, karena dia tidak lagi berusaha untuk merongrong hak-hak mereka. Maka para bangsawan dengan senang hati membantunya dengan kegiatan yang disukainya, yakni berperang. Skotlandia berhasil ditaklukan pada tahun 1333, tetapi berhasil membebaskan diri lagi. Namun pada abad ke-14 Edward III lebih disibukan dengan Perang 100 tahun lebih melawan Perancis pada masa Philip VI. Tahun 1337 Edward menyatakan perang terhadap perancis. peristiwa ini menandai dimulainya Perang 100 Tahun yang terus berlanjut hingga 1453. Pada 1346 Edward memimpin pasukan melintasi sungai Channel memasuki wilayah Perancis dan memperoleh kemenangan besar melawan pasukan Philip di Crecy. Pada 1360 Edward menyerahkan kembali tahta Perancis dan memperoleh wilayah di Perancis Barat sebagai gantinya. Namun perang terus berlanjut setelah peristiwa itu karena Henry V dari Inggris kembali menuntut kekuasaan atas Perancis. tetapi secara terputus-putus, peperangan yang memanjang ini bersifat politis dan ekonomis. Pada mulanya perang ini bercorak perang feodal berakhir menjadi perang nasional.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa latar belakang serta penyebab perang seratus tahun? 2. Bagaimana proses berlangsungnya perang seratus tahun? 3. Bagaimana akibat-akibat dari perang seratus tahun?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui latar belakang dari perang seratun tahun. 2. Memahami proses berlangsungnya perang seratus tahun. 3. Mengetahui akibat-akibat dari perang seratus tahun.

BAB II

(4)

Pada kenyataannya, perang antara Inggris dan Prancis telah dimulai sejak Inggris diduduki bangsa Normandy dan perang itu bertahan mulai dari pemerintahan Valois yang pertama hingga pada masa modern. Perang yang terjadi paling lama dan paling pahit ini diperpanjang oleh berbagai macam permusuhan dinasti, insiden dan kepura-puraan. Namun hal lain yang paling mendasari terjadinya perang ini adalah kondisi Inggris yang pada saat itu merupakan negara dengan pulau yang terjepit dan tidak mampu berkembang tanpa menjajah dan memperluas kekuasaan mereka ke daerah lain.

Sebelum ditemukannya Australia dan perluasan kekusaan Inggris di seluruh dunia, tidak ada tempat yang tersisa untuk Inggris di benua Eropa. Bagaimanapun juga pada awalnya bangsa Inggris berpikir bahwa benua Eropa hanyalah Perancis Barat dan Flanders. Hal lain yang menjadi penyebab konflik antara Inggris dan Perancis adalah karena adanya banyak peran signifikan dari Gascony dalam penjualan anggur yang sangat penting. Peran bangsa Capetian di Gascony membuat Raja Edward III dan warga negaranya marah.3 Perselisihan politik antara monarki Inggris dan monarki Perancis sesungguhnya sudah berlangsung lama. Salah satu sumber persengketaan ini ialah bahwa monarki Inggris masih menguasai suatu daerah di Perancis Selatan, yaitu Gascony, sehingga menyukarkan raja Perancis untuk mengkonsolidasikan daerah-daerah di seluruh kerajaannya. Gascony sebagai status “vassal” raja Perancis, akan tetapi raja Inggris sebagai penguasannya, tetapi ia pastilah bukan seorang bawahan yang mau tunduk begitu saja kepada segala kehendak atasannya, Edward III kemudian sehingga sering terjadi pembajakan antara pelaut Inggirs dan Perancis tanpa ada sanksi

3 Lucien Romien, A. History of France, Translated (A.L.Rowse), New York: ST Martin’s Press, 1953. hlm 143-144.

(5)

hukum apapun dari pemerintah negara masing-masing disamping itu Edward III tidak menyatakan haknya untuk mahkota Perancis sampai saat di mana Philip VI of Valois mengalahkan pasukan Flemish Cassel dan mengancam untuk mengeluarkan Inggris dari outlet vitalnya dalam industri pakaian bangsa Flanders yang menjadi tempat para saudagar menjual wol (bulu domba). 5

Pada saat itulah seorang pedagang kain dari Ghent bernama Jacques van Artevelde, menghubungkan penyebab industry Flemish dengan perdagangan Inggris, mengatakan kepada Flemings bahwa tanpa raja Inggris mereka tidak bias hidup karena pencarian utama bangsa Flanders adalah membuat pakaian dan tanpa wol, mereka tidak bias melakukan apa-apa. Dengan itu diakuilah Edward III sebagai raja Perancis oleh bangsa Flemings dan Inggris menghancurkan pasukan raja Philip VI dipelabuhan Sluys.

Selain dari perselisihan politik dan ekonomi, ada sebab yang tak langsung bagi pecahnya dan memanjangnya perang ini. Pada zaman pertengahannya di Inggris, walaupun relative kecil, merupakan salah satu negara Eropa yang terkuat berkat pemerintahan serta lembaga-lembaganya yang berhasil menjaga keamanan dan ketertiban di dalam negeri dan menjamin ikut sertanya hampir semua golongan dalam masyarakat dalam usaha-usaha yang menyangkut kepentingan seluruh bangsa.

Kesadaran akan kekuatan negaranya ini menimbulkan kesadaran dan kebanggan nasional dalam diri orang Inggris. Perasaan-perasaan semacam ini memerlukan pernyataan dan tampak dalam usaha-usaha expansi ke negeri-negeri lain yang terdekat dalam usaha-usaha expansi ke negeri-negeri lain yang terdekat yakni; Wales dan Skotlandia, dan kemudian juga ke Perancis. lebih-lebih Perancis mempunyai daya-tarik besar bagi orang-orang Inggris, karena negara itu besar, lebih kaya dan lebih beradab, tetapi sebaliknya relative masih lemah karena tidak memiliki organisasi dan lembaga-lembaga kenegaraan yang baik.

(6)

BAB III

PROSES BERLANGSUNGNYA PERANG SERATUS TAHUN A. Perang Seratus Tahun pada Abad ke-14.

(7)

untuk mendapatkan Guyenne. Akan tetapi, ia kemudian mengingkari sumpahnya, menantang kekuasaan Philippe VI pada tahun 1338, dan merebut gelar raja Perancis. ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh Edward: pijakan wilayah kekuasaan yang cukup luas di Guyenne dan juga di Ponthieu, dukungan banyak penduduk di Flanders serta sejumlah barons di Normandie dan terutama Bretagne. Ia pulalah yang berprakarsa melancarkan serangan. Pada tahun 1340, ia menghancurkan armada laut Perancis di L’ Ecluse, sebuah bandar di kawasan Flandre. dengan membayar mahal sejumlah ksatria yang kurang disiplin, lebih mengutamakan kejayaan pribadi, namun tak mampun bergerak lincah karena beban perisai yang terlalu berat. Sesudah ditaklukan Edward III di Crecy pada tahun 1346, Philippe VI terpaksa menyerakan Calais setahun kemudian. Putranya, Jean le Bon, yang kalah dan ditawan di tahun 1360, dan terpaksa menyerahkan kepada Edward III, selain Calais, juga rampasan perang sejumlah tiga juta keping emas ecus, dan seluruh wilayah barat daya Perancis, dari kawasan pegunungan Pyrences sampai ke tepi Sungai Loire. Sekitar tahun 1375, orang Inggris hanya menduduki Calais, daerah Pontheu dan wilayah Guyenne. Meski tiada perjanjian perdamaian yang ditandatangani, namun pada tahun itu bisa dikatakan bahwa babak pertama Perang Seratus Tahun telah berakhir, dan babak pertama ini sekaligus kekalahan pertama bangsawan Perancis.

B. Perang Sipil: Pendudukan Inggris di Paris (Kelompok Bangsawan dari Wilayah Armagnac dan Bourgogne).

(8)

Dukes of Anjou, Berry, Burgundy dan Bourbon berbagi kekuatan untuk mengeksploitasi kerajaan. Kesalahan terbesar bangsa Capetian dari awal abad ke 13 adalah memberikan wilayah kekuasaan yang banyak dan seluruh provinsi kepada putra-putra termuda raja. Sehingga akhirnya sekali lagi terbentuk lah pemerintahan yang tidak disiplin dan menjadi parasit bagi kerajaan. Valois yang pertama, dengan sifat tidak bertanggung jawabnya, membuat setengah dari wilayah kerajaan berada dibawah kekuasaanya. Hal ini lah yang akhirnya membuat penyatuan Perancis menjadi penyiksaan yang mengerikan. Salah satu dari keempat orang yang mengambil keuntungan dari Raja dan membagi daerah kekuasaan serta mengeksploitasinya, Duke of Bourbon, adalah keturunan langsung dari Santa Louis, sedangkan ketiga lainnya adalah anak dari John the Good. Yang terakhir yaitu Philip the Bold atau Duke of Burgundy yang selanjutnya menjadi Pangeran Flander adalah seseorang yang penuh akan ambisi.6

Tidak butuh waktu lama sampai rakyat menyadari bahwa paman-paman dari Sang Raja ikut campur dalam pemerintahan dan membuat mereka sengsara. Muncul di Flanders kemudian ke Inggris, kabar ini pun segera menyebar ke berbagai penjuru kerajaan. Terbentuklah gerakan-gerakan pemberontakan yang satu diantaranya bernama Malliotins. Gerakan ini terdiri dari penduduk kota Paris yang memberontak dengan membawa pemukul dan membunuh penagih pajak, merusak penjara dan menjarah toko-toko.

Beberapa tahun kemudian, Raja yang masih muda tersebut mencoba untuk melepaskan diri dari paman-pamannya dengan memanggil kembali penasihat raja terdahulu. Sang penasihat adalah orang burgeois dan berasal dari keluarga yang baik, dan Raja memanggilnya Marmousets. Pamannya Duke of Burgundy menikahkannya dengan seorang gadis cantik dari Jerman yang dalam hidupnya memuja kepuasan dan kemewahan. Saat Sang Raja menderita kegilaan, ia baru berumur 22 tahun. Ia tak pernah tertarik dengan politik, dan hanya peduli pada pesta dan hidup bermewah-mewahan. Dalam salah satu pesta yang disebut pesta liar, Raja menyamar menggunakan pakaian lusuh dan mengamati pesta, namun malangnya ia hampir mati terbakar.

(9)

Yang memimpin jalannya pesta saat itu adalah saudara dari Raja Charles VI yang bernama Louis, Duke of Orleans. Ia adalah seorang pemuda yang mempesona dan pintar berbicara, namun terlalu memuja kemewahan dan hidup berlebihan. Philip, Duke of Burgundy, wafat dan anaknya yang bernama John the Good menjadi pewarisnya. Kedua bersaudara, Luois dan John sangat membenci satu sama lain. Duke of Burgundy yang baru adalah pemuda yang kasar, acuh, dan pembicara yang buruk, namun gigih, keras dan bertekad untuk membalas dendam pada Louis. Ia membunuh Duke of Orleans pada suatu malam di bulan November tahun 1407 saat ia tengah keluar dari hotel Queen.

Perang Sipil antara orang Burgundy dan Argmanac pun dimulai. Pernikahan antara pewaris keluarga Orleans dengan putri dari Pangeran dari Argmanac. Kubu orang Burgundy, bertudung hijau dan salib merah, yang didukung oleh penguasa dari utara dan selatan, Duke of Brabant dan Lorraine dengan penduduk Paris merasa terhina oleh kesombongan orang-orang Orleans.7 Kubu Argmanac, berslempang merah dan salib putih, didukung oleh para bangsawan Gascon, para penguasa dari daerah barat dan tengah serta para Dukes dari Berry, Bourbon dan Brittany. Kerajaan pun kembali jatuh dalam penderitaan dan kemalangan yang menandai masa Raja John the Good. Kekecewaan rakyat pun semakin menjadi, dan membawa pada terbentuknya gerakan Cabochien yang dipimpin oleh Caboche dan berisi para tukang kulit dan tukang daging pada tahun 1413. Seperti pada masa pemberontakan Etienne Marcel, para pemberontak menginvasi istana para bangsawan dan membuat penghuni istana yang paling dibenci meninggalkan istana. Mereka membawa terror dan ketakutan di ibu kota. Para penduduk kota pun merasa jengah dengan hal yang terjadi sehingga mereka pun membebaskan John the Fearless dan memukul mundur kubu Argmanac. Pemimpin gerakan Argmanac pun dieksekusi mati.

Dalam keadaan ini, Raja Inggris yang baru memutuskan untuk bekerja sama dengan John the Fearless dan tiba di Normandy. Ia tidak bisa maju lebih jauh lagi dan kembali ke utara. Setelah kematian Duguesclin, pasukan Perancis kembali menjadi tentara yang

(10)

konyol dan angkuh seperti pada masa Philip V dan John the Good. Di Agincourt, Picardy, 20.000 pasukan Perancis bertempur melawan tentara Inggris yang berjumlah hanya setengah dari mereka, namun kompak dan disiplin. Bencana yang lebih buruk dari yang terjadi Poitiers dan Crecy pun terjadi. Raja Henry V yang tak ingin merepotkan diri dengan jumlah tawanan yang banyak pun membunuh mereka secara masal. Beberapa tahun berikutnya, Inggris pun menduduki Normandy. Selanjutnya Rouen pun ditaklukkan oleh Raja Henry V setelah pengepungan yang menakutkan selama tujuh bulan dan memakan ribuan korban.

Kaum Burgundian yang merebut kembali Paris melalui penghianatan memberi tanda akan adanya pembunuhan besar-besaran yang akan terjadi. John the Fearles adalah tuan dari para pengikut Raja Charles VI yang malang, ia pun menguasai Ratu Isabel. Dauphin Charles yang saat itu berumur 16 tahun berhasil melarikan diri ke Bourges. John the Fearless mencoba untuk menyeretnya kembali. Pada tanggal 10 September 1419, di sebuah jembatan di Montereau, tanpa diduga ia pun terbunuh.

Putra dari John the fearless, Ratu Isabel, dan kaum Parisian dengan kebencian dan penuh keinginan untuk membalas dendam menyerahkan Perancis pada Inggris. Pada tahun 1420, Raja Charles VI harus menandatangani Perjanjian Troyes yang menyatakan Raja Inggris sebagai pewaris tahta, menyerahkan pemerintahan kerajaan padanya, dan menikahkannya dengan Catherine, saudara perempuan dari Dauphin yang terkenal. Raja Henry V pun memasuki Paris dengan damai bersama pasukannya. Sang Raja wafat dua tahun kemudian, bersamaan dengan wafatnya Raja Charles VI pada tahun 1422.

Tahun ini menandai titik terendah dari kerajaan Perancis sepanjang sejarah monarki Perancis, dan dapat dikatakan bahwa saat itu adalah akhir dari monarki Perancis yang berdasar kekesatriaan.8

C. Pertempuran Agincourt 1415.

Pada tahun 1415 raja Henry V, Raja Inggris, adalah mengulang kembali peristiwa Calais ketika tentara Perancis, unggul dalam Jumah. Setelah kemenangan ini Henry V

(11)

menaklukkan utara dan barat dari Perancis sehingga masa ini merupakan puncak kekuasaan Inggris di Perancis. Pertempuran Agincourt mengadu tentara Inggris yang kelelahan dan terserang wabah penyakit melawan pasukan Perancis yang besarnya hampir kali lipat. Pasukan Perancis bertekad mematahkan rantai kemenangan Inggris dan mencegah Raja Henry V mencapai Calais dengan pasukannya.

Perang ini tidak berlangsung terus-menerus, pada tahun itu Perancis melemah akibat perang saudara, dan Henry V dari Inggris memutuskan bahwa itu waktu yang tepat untuk melanjutkan peperangan. Pada pertengahan tahun 1415, tentaranya mendarat di Perancis dan mengepung Benteng Harfleur. Lima minggu kemudian, sekalipun dilanda wabah disentri dan menanggung penderitaan peperangan lainnya. Henry merebut benteng tersebut. Dia kemudian bergerak dengan sisa pasukannya menuju Calais, bermaksud menghabiskan musim dingin disana. Orang Perancis terdorong dengan serangkaian kekalahan yang mereka derita, cenderung mengadopsi sikap yang sangat defensive saat Inggris menyerang. Dalam praktiknya, ini berarti mundur ke dalam benteng dan menyerahkan instiatif kepada orang Inggris. Namun, dengan pasukan yang jelas lebih banyak, Jagabaya Perancis, Charles d’Albret, memutuskan untuk menghadapi pasukan Inggris dalam pertempuran. Anak buahnya memasang kayu tajam dan menumpuk onggokan ditempat-tempat penyebrangan sungai, membuat pasukan Inggris harus menempuh jalan yang lebih panjang dan berbahaya.

(12)

pemanah Inggris sehingga dapat membubarkan mereka agar tidak menembaki serangan utama. Pasukan yang ditugaskan untuk melancarkan serangan ini terdiri atas banyak ksatria yang menunggangi kuda berbaju zirah. Dia yakin bahwa Henry bisa di pancing untuk menyerang, yang akan berbalik menghancurkan pasukan Inggris.

D. Perang Seratus Tahun pada Abad ke-15.

Pada tahun 1413 di Inggris, Henry V naik tahta sebagai raja. Sebagai bagian dari dinasti yang baru, yakni dinasti Lancaster, ia berupaya mengangkat pamor golongan bangsawannya dan menghantarkannya untuk menyerbu Perancis. Keberhasilannya pun diraih begitu cepat. Ia hancurkan bangsawan Perancis di Agincourt pada tahun 1415, merebut Normadie dan bergerak mendekati Paris. Perang Saudara tengah melumpuhkan Perancis, terutama setalah terbunuhnya Jean san Peur oleh kelompok Armagnac pada tahun 1419. Berkat dukungan duc Bourgogne yang baru, Philippe le Bon, Henry V berhasil memaksakan penandatanganan Perjanjian Troyes pada tahun 1420. Dengan begitu, Charles VI terpaksa mencopot hak putranya sebagai pewaris tahta, dan menyerahkan kedudukan itu pada Henry V yang menjadi menantunya. Ketika kedua raja tersebut wafat pada tahun 1422, Henry V meninggalkan seorang putra yang baru berusia satu tahun.

Perancis, atau lebih tepatnya aneka belahan Perancis, yakni belahan milik Inggris dari Normadie sampai ke wilayah Paris; belahan milik Bourgogne, dari Bourgogne samapi ke Flandre; belahan milik kelompok Armagnacs dan putra mahkota yang terletak diseputar Bourges dan Poitiers, dan ironisnya, disebut kerajaan Bourges. Untuk menaklukkannya, setelah itu sebuah keajaiban terjadi keadaan berbalik berkat kemunculan Jeanne d’Arc9, yang menimbulkan semangat luar biasa hingga berhasil

(13)

membebaskan Orleans dan mendorong penobatan Raja Charles VII di Reims pada tahun 1429.

Tetapi dia gagal merebut wilayah Paris. Setelah tertangkap pasukan dari Bourgogne, dia diserahkan kepada pasukan Inggris lalu dijatuhi hukuman bakar di Rouen pada tahun 1431. Charles VII dan duc Bourgogne berdamai pada tahun 1435, dan kedudukan Inggris pun terongrong habis: Paris direbut kembali pada tahun 1436, Normandie tahun 1450, lalu Guyenne tahun 1453, setelah kemenangan di Castillon yang merupakan pertempuran terakhir dalam Perang Seratus Tahun.10 Yang tersisa bagi Inggris tinggal Calais, dan meski tak ada satupun perjanjian ditandatangani, seperti pada masa Charles V (hanya persetujuan gencatan senjata di Picquigy pada tahun 1475), Perang Seratus Tahun Praktis telah berakhir.

BAB IV

AKIBAT-AKIBAT DARI PERANG SERATUS TAHUN

Akibat dari Perang Seratus Tahun ini, walaupun Inggris akhirnya kalah dalam Perang Seratus Tahun, akibat-akibat yang dialaminya tidaklah sejelek yang diderita Perancis di mana semua pertempuran berlangsung. Bahkan bagi Inggris akibat-akibatnya boleh dikatakan postif dalam hampir segala segi kehidupannya, sebagai berikut, dampak yang terjadi di Inggris setelah Perang Seratus Tahun;

Perancis saat ini.

(14)

1. Bidang Politik; Inggris tidak lagi mudah terlibat dalam maalah-masalah yang timbul di daerah Eropa, karena negara itu sudah kehilangan semua wilayahnya di Perancis. Perhatian daya dan dana hanya dicurahkan guna mneyelesaikan masalah-masalah dalam negeri, dan untuk expansi ke benua-benua lain di seberang lautan.

2. Bidang Parlemen; bertambah kuat karena selama perang berlangsung, dewasa ini telah menerima banyak konsensi dari raja yang selalu memerlukan dana tambahan untuk membiayai perang.

3. Bidang Ekonomi; keperluan akan dana perang yang memaksa Inggris untuk lebih mengintefsikan pemanfaatan sumber-sumber daya yang ada, terutama produksi industri wol. Sehingga abad ke-15 Inggris merupakan salah satu pengexport tekstil wol terbesar di Eropa.11

4. Bidang Sosial ; meningkatkan martabat golongan menengah meningkatkan pula martabat bahasa yang mereka gunakan, ialah bahasa Inggris. Berkat meningkatnya kesadaran nasional akbiat peperangan dan berkat meningkatnya status sosial pemakai-pemakai bahasa Inggris, bahasa Perancis yang dirasakan sebagai bahasa musuh dengan cepat terdesak sehingga bahasa Inggris sudah pulih kembali sebagai bahasa tunggal diseluruh negara dan di segala lapisan masyarakat.

Dampak negative yang dihasikan perang itu ialah merajalela kerusuhan-kerusuhan yang dilakukan oleh pasukan-pasukan sewaan yang kembali ke medan perang. Kemudian dampak dari Perang Seratus Tahun bagi Perancis sudah terlihat saat terjadinya perang tersebut. Beda halnya dengan Inggris yang sedikit menguntungkan dari dampaknya, justru saat itu Perancis mengalami berbagai cobaan yang dialami rakyatnya, beberapa diantaranya yakni;

1. Wabah Penyakit Sampar; pada abad ke-14, laju pertumbuhan penduduk telah berakhir, bahkan menunjukkan tanda-tanda penurunan. Penurunan ini kian menaik drastic akibat terjangan sampar. Dibawa dari Asia Tengah oleh kafilah-kafilah dagang yang menyusuri jalur perdangan sutera serta para kapal Italia di laut Tengah, wabah ini sampai ke Marseille di penghujung tahun 1347. Dalam

(15)

jangka waktu dua tahun, wabah ini menyebar ke seluruh kerajaan hingga “sepertiga penduduk sekarat” (Froissart).

2. Resensi Ekonomi; tahun 1315-1317 memang terjadi bencana kelaparan besar akibat malapetaka yang berkaitan dengan buruknya cuaca. Selain itu penduduk yang hidup dari pendapatan hasil bumi atau upah menggarap tanah betul-betul menderita karena resesi ekonomi yang demikian panjang dan disertai merosotnya nilai uang secara terus-menerus. Para petani, sekalipun lahan garapannya semakin luas dan pungutan tuan tanah semakin berkurang menderita akibat merosotnya harga produk pertanian dan naiknya pajak kerajaan, diluar itu, semua pihak menjadi korban akibat peperangan; kerusakan bangunan, perkebunan anggur, lahan perkebunan, pembantaian ternak.

3. Krisis Gereja; dampaknya dalam hal pendapatan maupun perekrutan pejabat, terjerumus ke dalam konflik internal: penempatan paus di Avignon (1309-1377) dan Skisma Besar (1378-1417) yang menimbulkan pertikaian antara dua paus yang saling bersaing, satu Roma dan satu di Avignon. Konsili Konstanz (1414-1418) berhasil memulihkan persatuan, namun kekuasaan kepausan telah sedemikian melemah. Gereja Perancis, yang terhimpit banyak kesulitan hingga selalu bersedia menuruti kemauan raja, tak mampu menjawab kerisauan penduduk yang tengah diterpa penderitaan. Pada masa ini muncul dua kecenderungan praktik ibadat: praktik yang bersifat perseorangan yang mengarah pada bentuk-bentuk mistisisme, dan upacara-upacara keagamaan besar – khotbah siraman rohani, pawai keagamaan, pertunjukan drama kesengsaraan kritus di pelataran-pelataran gereja – yang menonjolkan aspirasi kesengsaraan dan penyerahan diri bagi keselematan bersama.12

4. Kericuhan Sosial ; di kawasan pedesaan, di wilayah makmur IIe-de-France, setelah kekalahan Perang Poitiers para petani bangkit melawan kesewenang-wenangan kaum bangsawan, aksi pemalakan kelompok-kelompok bersenjata dan pungutan pajak kerajaan. Pemberontakan yang sering meledak tiba-tiba, terutama pada abad ke-14, kerap menjadi tumpuan pengungkapan aspirasi politik kaum borjuis, contohnya adalah aksi-aksi pemberontakan yang terjadi di

(16)

Paris, seperti pemberontakan Etienne Marcel, pemberontakan Maillontins tahun 1382, dan Pemberontakan Caboche di Jagal, tahun 1413.

BAB V KESIMPULAN

Perang Seratus Tahun adalah sebuah konflik bersenjata sepanjang 116 Tahun antara Kerajaan Inggris dan Perancis, yang berawal dari 1337 dan berakhir pada 1453. Meski perang ini berlangsung sepanjang masa kekuasaan lima raja Inggris dan lima raja Perancis (Valois), masa ini bukanlah peperangan yang terjadi terus-menerus, melainkan rangkaian kampanye yang dipisahkan kadang oleh masa gencatan senjata yang panjang atau konflik bertekanan tinggi, baik diluar negeri maupun didalam negeri.

(17)

pertama di Eropa Barat sejak masa Kekaisaran Romawi Timur, perubahan dalam peran para orang-orang bijak dan rakyat miskin, dan perkembangan penting dalam pertumbuhan bangsa dan monarki baru secara rata-rata. Perang ini sering dipandang sebagai salah satu konflik terpenting dalam peperangan zaman pertengahan.

DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku:

Damaring Tyas Wulandari, Hilda Kitti,dkk, Sejarah Dunia: Edisi Revisi (Terj: Simon Adams, Britania Raya; Dorling Kinderseley Limited, 1994, revisi 2007), Jakarta;

Erlangga, 2008.

(18)

Sanekto, Ikhtisar Sejarah Bangsa Inggris, Jakarta: Sastra Hudaya, 1982

Jean Carpentier, Francois Lebrun, Sejarah Perancis; Dari Zaman Prasejarah hingga Akhir Abad ke-20, Forum Jakarta-Paris; Kepustakaan Populer Gramedia, 2011.

Carlton J. H. Hayes, Marshall Whethed Baldwin, dkk, History of Europe (Revised Edision), New York; The Macmillan Company,

Wahjudi Djaja, Sejarah Eropa: Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern, Yogyakarta; Ombak, 2012.

Marvin Perry, Peradaban Barat: Dari Zaman Kuno sampai Zaman Pencerahan (Terj: Saut Pasaribu, Judul Asli; Western Civilization, A Brief History), Bantul: Kreasi Wacana, 2012.

Sumber Internet (Jurnal, Artikel, pdf, dll):

http://www.wikiwand.com/id/Pertempuran_seratus_tahun (diakses tanggal 8/9/2016

Jam: 07;42)

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_PERANCIS/196310241988031-DADANG_SUNENDAR/Refleksi_Peran_Sejarah_Jeanne_d

%92Arc_dan_Wanita_Kontemporer_P.pdf. (diakses tanggal 8/9/2016 Jam: 07:49)

(19)

(diakses tanggal 8/9/2016 Jam: 07;56).

http://www.englandshistoricalspectacular.com/ (diakses tanggal 20/9/2016 Jam: 20:45)

http://www.azincourt-alliance.org.uk/ (diakses tanggal 20/9/2016 Jam: 20:47)

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Bataille_de_Magenta.jpg (diakses tanggal

20/9/2016 Jam: 20:47)

http://www.nuttyhistory.com/100-years-war.html (diakses tanggal 20/9/2016 Jam:

20:51)

https://www.flickr.com/photos/uconnlibrariesmagic (diakses tanggal 20/9/2016 Jam:

(20)

LAMPIRAN

(21)

Gambar 1.1 Raja Edward III

(22)

Ket: King Henry V. Diakses http://www.wikiwand.com/id/Pertempuran_seratus _tahun (diakses tanggal 8/9/2016 Jam: 07;42) Ket: King Charles VII, Gambar ini diakses

http://www.wikiwand.com/id/Pertempuran_se ratus_tahun (diakses tanggal 8/9/2016 Jam: 07;42)

Ket: Charles IX, Dinasty Valois.

http://www.wikiwand.com/id/Pertempuran _seratus_tahun (diakses tanggal 8/9/2016 Jam: 07;42)

Ket: Peta Wilayah Normady.

(23)

Ket: Gambaran Perang Seratus Tahun antara Inggris dan Perancis.

http://www.englandshistoricalspectacular.com/ (diakses tanggal 20/9/2016 Jam: 20:45)

(24)

Ket: Perang Agincourt, salah satu pasukan terkena panah.

http://www.nuttyhistory.com/100-years-war.html (diakses tanggal 20/9/2016 Jam: 20:51)

Ket: Perang Agincourt, saat pasukan siap memanah lawan.

(25)

Ket: Peta ketika Inggris menginfasi sebagian wilayah Perancis dan Perancis kembali merebut wilayahnya kembali. https://www.flickr.com/photos/uconnlibrariesmagic (diakses tanggal 20/9/2016 Jam: 20:54).

Ket: Pertarungan Crecy Froissart.

Gambar

Gambar 1.1 Raja Edward III

Referensi

Dokumen terkait

Hasil implementasi metode entropy dan TOPSIS telah dilakukan secara manual dan telah diterapkan ke dalam sistem pendukung keputusan pemilihan biro perjalanan umroh. Adapun

Tentang identitas Maryam, Alquran memberitahukan kepada kita bahwa ayahnya bernama Imran, dan ulama muslim klasik menerima secara bulat bahwa ia adalah keturunan dari

Indeks keanekaragaman jenis (H’) pohon tercatat 2,61 sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pada ketinggian 600-700 m dpl, namun untuk anak pohon tercatat paling tinggi

sistem sewa berkembang di daerah pemukiman di daerah sekitar pusat kota,baik itu di perkampungan maupun di daerah lainnya.biasanya rumah rumah susun sewa

Manusia adalah makhluk sosial secara tidak langsung harus beradaptasi secara baik dengan lingkungan, manusia juga memiliki kebutuhan harus hidup secara kesesuaian

[r]

Dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara atas terjadinya tindak pidana korupsi melalui instrumen hukum perdata, gugatan ganti rugi tersebut dapat dilakukan

Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi kondisi : (1) Terpenuhinya pangan dengan