Laporan Kasus
IMPENDING EKLAMPSIA DAN OEDEMA PARU
Disusun oleh :
dr. Novilla Rezka Sjahjadi
Pembimbing
dr. Johannas, Sp.An
RSUD PETALA BUMI
PEKANBARU
BAB I
Laporan Kasus
(IGD)
Nama : Ny. NH
Umur : 37 th
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tangkerang
MRS : 23 Mei 2017, pukul 11.25
Keluhan utama :
Keluar lendir hitam dan nyeri ulu hati
Tanda-Tanda Vital
GCS : E4 M6 V5
Tekanan Darah : 169/116
Nadi : 119 kali permenit
Nafas : 20 kali permenit
Suhu : 37 C
Reflek Cahaya : +/+
Pengkajian medis :
Subjektif :
Pasien baru masuk via IGD dengan keluhan keluar lender berwarna hitam sejak 4 hari yang lalu. Nyeri ulu hati serasa menyesak sejak ± 1 hari yang lalu. Pusing (+), pandangan hitam (+)
HPHT pasien tidak ingat.
Hamil anak ke-4. Riwayat kguguran (-), nyeri pinggang ke ari-ari (+).
Ekskremitas : oedema (+)
Objektif :
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Abdomen :
Status Obstetrik :
L1 : Tinggi Fundus Uteri 35 cm, Taksiran Berat janin 3.720 gram
L2 : Punggung Kanan
L3 : letak Kepala
L4 : Sudah masuk PAP
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb : 11,1
Leukosit : 7.900
Trombosit : 237.000
Ht : 37,4
Urin rutin
Protein : +2
Eritrosit : 20-25/lpb
Assesment
Diagnosa Kerja
G4P3A0H3 kala I fase laten Janin Hidup Tunggal Intra Uterin + Presentasi kepala + Preeklampsia sedang
Planning (di IGD)
1. Oksigen nasal kanul 2 lpm
2. Injeksi Ranitidin 1 ampul (11.55 WIB) 3. Konsul dr. Triadi, SpOG
Laporan Kasus (ICU)
Nama : Ny. NH
Umur : 37 th
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tangkerang
MRS : 23 Mei 2017, pukul 11.25
Keluhan utama :
Keluar lendir berwarna hitam dari kemaluan
Riwayat penyakit Sekarang
Pasien baru masuk via IGD dengan keluhan keluar lendir berwarna hitam dari kemaluan sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit keluar lendir berwarna kehitaman dari kemaluan awalnya, lendir hanya membasahi sekitar 1 pembalut dalam sehari, namun semakin hari semakin banyak. Lendir keluar tidak disertai dengan nyeri pinggang yang menjalar sampai ke ari-ari.
Pasien mengeluhkan adanya sakit kepala dan pandangan kabur yang dirasakan sejak pagi ini. Nyeri kepala dirasakan berdenyut, diseluruh kepala, nyeri dirasakan sejak pagi ini dan dirasakan semakin meningkat. Nyeri kepala disertai dengan pandangan kabur tapi tidak disertai dengan muntah ataupun mual.
Pasien merasakan nyeri ulu hati seperti menyesak sejak 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan makin meningkat pagi ini. Nyeri dirasakan tiba-tiba. Riwayat trauma tidak ada, riwayat menderita maag tidak ada, riwayat penggunaan obat-obatan dalam waktu lama disangkal.
Pasien saat ini sedang hamil dengan usia kehamilan 9 bulan (dari pengakuan pasien, Karena pasien lupa kapan HPHT). Pasien rutin kontrol kehamilan ke Dokter Spesialis Kandungan. Pasien saat ini hamil anak keempat, riwayat keguguran di kehamilan sebelumnya tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+) saat usia kehamilan 6 bulan pada kehamilan ini , riwayat Diabetes mellitus (-), riwayat Asma (-), riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi (-), riwayat Diabetes mellitus (-), riwayat Asma (-), riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Menarche
Perkiraan usia 13 tahun, siklus haid 25-28 hari, lamanya 7-10 hari, 2-3 kali ganti pembalut sehari.
Riwayat Persalinan
G4P3A0H3:
1. Perempuan, 2008, 9tahun, 3200 gr, cukup bulan, normal, sehat 2. Laki-laki, 2011, 6 tahum, 3300 gr, cukup bulan, normal, sehat 3. Laki-laki, 2013, 4 tahun, 33200 gr, cukup bulan, normal, sehat 4. Kehamilan saat ini
Riwayat KB
Menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan
ANC
Rutin ke Puskesmas dan satu kali ke dokter spesialis, USG (+) 1 kali
Vitamin dan obat penambah darah selama kehamilan
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan
Bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tinggal Bersama suami dan anak. Kebiasan merokok dan minuman keras (-)
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 E:4 M:6 V:5
Tekanan Darah : 169/116 mmHg
Nadi : 120 kalipermenit
o Inspeksi : rongga dada simetris kiri dan kanan
o Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
o Auskultasi : suara nafas vesikuler, terdengar adanya ronkhi basah halus di basal paru kiri dan kanan, wheezing (-/-)
- Jantung :
o Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis teraba di sela interkosta V media midklavikularis sinstra
o Perkusi : Batas jantung :
kanan atas : sela interkosta II linea parasternalis dextra
kanan bawah : sela interkosta IV linea para sternalis dextra
kiri atas : sela intercostal II linea parasternalis sinistra
o Auskultasi: bunyi jantung normal, bising (-), murmur (-) 4. Abdomen
Pemeriksaan Leopold :
Leopold 1 : TFU 35 cm, taksiran berat janin 3,720 gram Leopold 2 : Punggung Kanan
Leopold 3 : letak Kepala Leopold 4 : Sudah Masuk PAP 5. Ekstremitas
Akral hangat, CRT<2”, udem tungkai bawah (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin
Hb : 11,1 g/dl
Leukosit :7.900/mm
Trombosit : 237.000/mm
Hematocrit :37,4 %
CT : 4 menit
BT : 2 menit
Pemeriksaan Urin Rutin
Warna : kuning keruh
Berat jenis :1.005
pH :6.0
protein :+2
Reduksi :negatif
Bilirubin :negatif
Nitrit :negatif
Keton :negatif
Sedimen :
- Eritrosit: 20-25/lpb
- Leukosit: 1-2/lpb
- Epitel gepeng: positif
- Bakteri: negatif
- Silinder: negatif
- Kristal: negatif
Saat di IGD tidak dilakukan pemeriksaan rontgen thorax
HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS
1. Keluar lender warna hitam dari kemaluan sejak 4 hari sebelum amsuk rumah sakit
2. Nyeri kepala dan penglihatan kabur sejak pagi hari
3. Nyeri ulu hati seperti menyesak yang meningkat sejak pagi ini
4. Pasien dalam kehamilan keempat dengan usia kehamilan 9 bulan.
HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK
1. Tekanan darah 169/116 mmHg
2. Pada pemeriksaan thorax ditemukan adanya ronkhi basah halus di basal kedua paru
3. Pada pemeriksaan leopold ditemukan adanya;
Leopold 1 : TFU 35 cm, taksiran berat janin 3,720 gram Leopold 2 : Punggung Kanan
Leopold 3 : letak Kepala Leopold 4 : Sudah Masuk PAP
4. Pada eksktremitas ditemukan adnaya udem tungkai bawah
1. Pada pemeriksaan urin rutin, ditemukan protein +2
DIAGNOSA KERJA
G4P3A0H3 kala 1 fase laten + Janin Hidup Tunggal Intra Uterine + Impending Eklampsia
TERAPI
1. SC Cito
2. Rawat ICU atas indikasi gawat nafas
a. Ceftriaxone 1 x 2 gram
b. Gentamicyn 2 x 1 gram
c. Methylprednisolon 3 x 62,5 mg
d. Lasix 2 x 1 ampul
e. Injeksi neurobion 1 ampul/24 jam
f. Paracetamol infus 3 x 500 mg
g. Aminofilin drip 1 ampul/12 jam
h. MgSO4 drip 10 gram/12 jam
PROGNOSIS
FOLLOWUP
Hari pertama (23 Mei 2017)
S: sesak (+), sakit kepala (+), pasien post SC a.i Impending Eklampsia
O:
Vital Sign
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 11,1
Leukosit : 7.900
Neutrophil : 66
Limfosit : 30
Monosit : 4
Trombosit : 273.000
Hematocrit : 37,4
Pemeriksaan Urin rutin
Warna kuning keruh
Berat jenis 1,005
pH 6,0
ditemukan adanya protein +2 secara makroskopis
ditemukan adanya eritrosit pada sedimen urin yang berjumlah abnormal, yaitu 20-25/lpb sedangkan leukosit ditemuakn masih dalam batas normal 1-2/lpb
A: post SC h-1 a.i Impending Eklampsia + udem paru
P:
1. Ceftriaxon injeksi 1 x 2 gram
2. Gentamicyn injeksi 2 x 1 gram
3. Lasix 2 x 1 ampul
4. Dexamethason 3 x 1 ampul
5. Neurobion drip 1 ampul/24 jam
6. Paracetamol infus 3 x 500 mg
7. Aminofilin drip 1 ampul/12 jam
Hari kedua (24 Mei 2017)
S: sesak (+), pasien post SC hari ke-2 a.i Impending eklampsia
O:
Vital Sign
Hasil Laboratorium
Darah Rutin:
Hb : 12,3
Leukosit : 28.300
Trombosit : 235.000
Hematokrit : 41,4
Natrium : 134
Kalium : 5,3
Clorida : 100
Ureum : 22
Kreatinin : 0,8
pH : 7,420
pCO2 : 40,5
pO2 : 202
BE : 2
HCO3 : 26,5
SpO2 : 100%
A: A: post SC hari ke-2 a.i Impending Eklampsia + udem paru
P:
Terapi dilanjutkan
Follow up perhari:
Pagi
07.45
Advice dr. Johannas SpAn
1. Lasix continuous 10 mg/jam
2. ISDN 3 x 5 mg
3. Dexamethason STOP
4. Methylprednisolon 3x125 mg
07.50
Advice dr. Sri Melati, Sp.P
1. Nebulisasi Combivent : Fulmicort / 6 jam
2. Methylprednisolon 2x125 mg
3. Pantoprazole 2x40 mg
4. Ceftriaxone 1x2 gram
5. Flumucyl 2 x 1 ampul
09.15
Advice dr. Johannas, Sp.An
Pasang NIV
Siang
19.10
Advice dr. Johannas, Sp.An
Hari ketiga (25 Mei 2017)
S: sesak (+), sakit kepala (-), pasien post SC a.i Impending Eklampsia
O:
Vital Sign
P:
1. IVFD RL 42 cc/jam
2. IVFD Kabivent 80 cc/jam
3. Infus Pump Koktail 3cc/jam
4. Aminofilin 2 cc/jam
5. Oksigen NRM 10lpm
6. Ceftriaxon injeksi 1 x 2 gram (hari ke-3)
7. Gentamicyn injeksi 2 x 1 ampul
8. Lasix 2 x 1 ampul
9. Injeksi flumucyl 2 x 1 ampul
10.Injeksi methylprednisolone 2 x 1125 mg
11. Neurobion drip 1 ampul/24 jam
12.Nebulisasi (Fulmicort : Combivent) 4 x 1
13.Paracetamol infus 3 x 500 mg
14.ISDN tablet 3 x 5 mg
15.Omeprazole 2 x 1 tablet
Follow Up per hari
08.55
Advice dr. Johannas,Sp.An
14.55
Advice dr. Johannas,Sp.An
1. IVFD Kabivent jika habis diganti dengan Makanan Lunak
2. JIka sesak berkurang, NRM diganti dengan nasal kanul
Hari keempat (26 Mei 2018)
S:
1. sesak nafas berkurang
2. Nyeri bekas operasi (+), berkurang dari sebelumnya
O :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 70 kali permenit
Nafas : 20 kali permenit (terpasang nasal kanul 2 lpm)
Suhu : 36
Urin rutin :
Warna : kuning jernih
Berat jenis 1,010
pH : 5,0
tidak ditemukan adanya protein, reduksi dan bilirubin secara makroskopis
ditemukan adanya leukosit pada pemeriksaan mikroskopis, namun masih dalam batas normal
A :
Post Sectio Caesarrea hari ke-4 a.i Impending Eklampsia dengan oedema paru (dalam perbaikan)
P:
1. Pindah ruang biasa
2. Terapi lain lanjutkan
Hari kelima (27 mei 2017)
2. Sesak nafas (-)
3. Nyeri bekas operasi minimal
O:
Tekanan darah : 120/80 mm Hg
Nadi : 60 klaipermenit
Nafas : 20 kalipermenit (terpasang oksigen nasal kanul 2lpm)
A: Post SC hari ke-5 a.i Impending Eklampsia dengan udem paru dalam perbaikan
P:
1. IVFD RL 20 tpm
2. Nebulisasi (Fulmicort : Combivent ) 3 x 1
3. Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gram
4. Injeksi Flumucyl 2 x 1 ampul
5. Injeksi Methylprednisolon 2 x 62,5 mg
6. Injeksi tramadol 3 x 50 mg
7. Injeksi neurobion 1 x 1 ampul
8. Omeprazole tablet 2 x 1 tablet
9. Paracetamol tablet 3 x 500 mg
Hari keenam (28 Mei 2017)
S:
1. Sesak (-)
2. Nyeri minimal
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 60 kalipermenit
Nafas : 22 kalipermenit
Suhu : 36
Hb : 10,7
Leukosit : 12.500
Trombosit : 273.000
Hematokrit : 37,6
A:
Post SC hari ke-6 a.i Impending Eklampsia dengan udem paru dalam perbaikan
P:
1. IVFD RL 20 tpm
2. ASam Mefenamat tablet 3 x 1
3. Regresor 2 x 1 tablet
4. Paracetamol tablet 3 x 1 tablet
5. Nebulisasi (Fulmicort : Combivent) 3 x 1
6. Methylpredinsolon tablet 4 mg 1 x ½ tablet
7. Lansoprazole 1x1 tablet
8. Cefixime 2x1 tablet
9. Flumucyl syrup 2x2 cth
Hari ketujuh (29 Mei 2017)
S:
2. Nyeri bekas operasi (-)
3. Mobilisasi (+)
O:
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 60 kalipermenit
Nafas : 22 kalipermenit
Suhu : 36
A:
Post SC hari ke-8 a.i Impending Eklampsia dengan udem paru dalam perbaikan
P:
Pasien boleh pulang, obat pulang
1. Methylprednisolon tablet 4 mg 1 x ½ tablet
2. Lansoprazole 1 x 1 tablet
3. Cefixime 2 x 1 tablet
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi dalam Kehamilan
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada dua kali pengukuran yang berjarak 1 jam/lebih.1
Hipertensi dalam kehamilan berarti terjadinya peningkatan tekanan darah pada bulan terakhir kehamilan atau lebih dari 20 minggu pada wanita yang sebelumnya tekanan darahnya normal.
2.1.2 Klassifikasi
Beberapa klassifikasi yang dapat digunkan untuk menegakkan diagnosis hipertensi dalam kehamilan adalah Klassifikasi The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP,2000) dan klassifikasi American Society of Hypertension Guidelines.1,3,4
Namun, Klassifikasi hipertensi dalam kehamilan yang sering digunakan adalah berdasarkan The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP,2000) yaitu;1,3,4
1. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia
Eclampsia adalah pre-eklampsia yang disertai dengan kejang dan/atau koma.
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic hypertension)
Hipertensi kronik disertai tanda pre-eklampsia atau hipertensi kronik yang disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional
Hipertensi yang timbul pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan.
Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis Hipertensi dalam Kehamilan4
Gambaran Klinis Hipertensi kronik Hipertensi Gestasional
Preeklampsia
Saat muncul UK < 20 minggu Trimester III UK <20 minggu
Derajat HT Ringan-Berat Ringan Ringan-berat
Proteinuria - -
+/-hemokonsentrasi - - + (PEB)
trombositopenia - - + (PEB)
Disfungsi hati - - + (PEB)
2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifactorial. Beberapa factor resiko hipertensi kehamilan adalah;6
1. Usia
2. Nulipara
Hipertensi gestasional lebih seirng terjadi pada wanita nulioara, yaitu resikonya bias meningkat hampir tiga kali lipat.
3. Jarak antara kehamilan
Adanya jarak usia kehamilan yang lebih dari 10 tahun memiliki resiko terjadinya hipertensi gestasional sama dengan pada wnita nullipara. Dapat disimpulkan bahwa semakin jauh interval kehamilan maka semakin meningkat resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
4. Riwayat kehamilan dengan hipertensi sebelumnya
Adanya riwayat hipertensi dalam kehamilan pada kehamilan sebelumnya merupakan fakor resiko utama. Hal ini berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini da dampak perinatal yang buruk.
5. Riwayat keluarga dengan hipertensi
Adanya riwayat hipertensi dalam keluarga meningkatkan resiko terjadinya hipertensi gestasional sampa 3 kali lipat.
6. Adanya kelainan metabolic sebelum kehamilan (DM tipe II atau Hipertensi Kronik)
Kemungkinan terjadinya jipertensi dalam kehamilan akan meningkat hampir empat kali lipat padajika diabetes terjadi sebelum hamil, selain itu adanya hubungan kuat antara diabetes melitus dan hipertensi dengan indeks masa tubuh (IMT) dan kenaikannya yang relevan, juga merupakan salah satu factor resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan terutama eclampsia.
Pada wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan insiden preeklampsia superimposed sebesar 22% dan hampir setengahnya adalah preekalmpsia onset dini (<34 minggu) dengan hasil maternal dan perinatal yang buruk.
Obesitas merupakan factor resiko preeklampsia dan resiko semakin besar dengan semakin besarnya IMT. Obesitas sangat berhubungan dengan resistensi insulin yang merupakan faktor resiko terjadinya preekalmpsia.
8. Frekuensi ANC
Tingginya angka kejadian hipertensi dalam kehamilan ataupun eclampsia juga berhubungan dengan kurangnya pelayanan ANC pada ibu hamil.
2.1.4 Patofisiologi
Sampai saat ini pathogenesis dari hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui pasti. Banyak hipotesis yang diajukan untuk mencari etiologi dan pathogenesis dari hipertensi dalam kehamilan namun masih belum memuaskan, sehingga Zweifel menyebutkan preeklampsia dan eclampsia sebagai “the disease of theory”. Adapun hipotesis yang diajukan adalah :6
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah ini menembus myometrium berupa arteri arkuata yang memebri cabang arteri radialis. Arteri radialis ini menembus endometrium menjadi arteri basalis dan memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, akan terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimvulkan degenerasi lapisan otot, sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen spiralis mengalami distensid an dilatasi.
Gambar 1. Aliran Darah pada ibu hamil tanpa hipertensi
Gambar 2. Aliran Darah pada ibu hamil dengan hipertensi
iskemia inilah yang menyebabkan perubahan pathogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami hipoksia akibat kegagalan remodeling arteri spiralis akan menghasilkan oksidan, yairu radikal hidroksil yang bersifat sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah.
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel yang mengandung banyak asam lemak tida jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak membrane sel, nucleus dan protein sel endotel.
Akibat terpaparnya sel endotel dengan peroksida lemak, terjadilah kerusakan sel endotel yang dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane sel endotel mengakibatkan teranggunya fungsi endotel bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Akibat disfungsi sel endotel adalah;
- Gangguan metabolism prostaglandin yang mengakibatkan menurunnya produksi prostasiklin (suatu vasodilator kuat)
- Agregasi sel trombosit pada darah endotel mengalami kerusakan, sehingga kadar trombksan lebih tingi dari akdar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Peningkatan produksi bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar vasodilator menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriksi) meningkat.
3. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter (tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopressor). Pada kehamilan normal, terjadi refrakter pembuluh datah terhadap bahan vasopressor akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah.
minggu, ininlah yang dapat dijadikan prediksi untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Sedagkan pada preeklampsia menurut Prawirohardjo di tahun 2013, mungkin ditemukan adanya perubahan pada system dan organ seperti:
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan terjadi dikarenakan pompa jantung akibat hipertensi.
2. Ginjal
Terjadi perubahan fungsi ginjal dikarenakan menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemi, kerusakan sel glomerulus yang mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membrane basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Kerusakan jaringan gnjal akibat vasospasme dapat diatasi dengan pemberian dopamine agar terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah ginjal.
3. Edema
Terjadi karena kerusakan sel endotel kapiler.
4. Hepar
Terjadi perubahan pada hepar akibat vasospasme, iskemia dan perdarahan. Perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan dapat meluas yang disebut subcapsular hematoma dan menjadi timbulnya nyeri pada daerha epigastrium dan dapat menimbulkan rupture hepar
5. Neurologic
Perubahan neurologic dapat berupa nyeri kepala yang disebabkan hiperfusi otak. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
6. Paru
Terjadinya edema paru dikarenan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya diuresis.
2.1.5 Manifestasi Klinik
1. Hipertensi dalam kehamilan sebagai komplikasi kehamilan
a. Preeklampsia
Merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Diagnosis preeklampsia ditegakkan jika terjadi hipertensi disertai dengan prote inuria dana tau edema yang terjadi akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu, proteinuria didefinisikan sebagai terdpaatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam atau 30 mg/dl (+1 dipstik) secara menetap pada sampel acak urin. Preeklampsia dibagi menjadi dua berdasarkan derajatnya yang dapat dilihat pada tabel
Derajat Preeklampsia
Ringan Berat
1. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg 2. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam
atau ≥ + 1 dipstik
1. Hipertensi ≥ 160/110 mmHg 2. Proteinuria ≥ 500 mg/24 jam
atau ≥ + 3 dipstik
3. Oliguria kurang dari 500 ml/24 jam
4. Gangguan penglihatan dan serebral
5. Edema paru dan sianosis 6. Nyeri epigastrium menyebabkan muatan listrik negative teradap protein, sehingga hasil akhir filtrat glomerulus bebas protein. Salah satu dampak terjadinya disfungsi endotel pada preeklampsia adalah nefropati ginjal karena peningkatan permeabilitas vaskuler,
- Preeklampsia ringan
o Definisi
Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dam aktivasi endotel.
o Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan munculnya hipertensi disertai proteinuria pad ausia kehamilan lebih dari 20 minggu dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tekanan darah : ≥ 140/90 mmHg
2. Proteinuria : ≥300 mg/24 jam atau pemeriksaan kualitatid 1 atau 2 +
3. Edema : edema generalisata (pada kaki, tangan, muka dan perut)
- Preeklampsia berat
o Definisi
Preeklampsia dengan tekanan darah ≥ 160/110 mmhg disertai proteinuria ≥ 5 g/24 jam atau +3 atau lebih
o Diagnosis
Dapat ditegakkan bila ditemukan salah satu atau lebih tanda/gejala berikut:
1. TD ≥160/110 mmHg
2. Proteinuria ≥5 g per 24 jam , +3 atau +4 secara kualitatif
3. Oliguria (urin < 500 cc/24 jam)
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma
5. Gangguan visus dan serebral, terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, scotoma, dan pandangan kabur
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
8. Hemolysis mikroangiopatik
9. Trombositopenia berat <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
cepat
10. Gangguan fungsi hepar
11. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
12. Sindroma HELLP
b. Eklampsia
Terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preekalmpsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal atau tonik-klonik generalisata dan mungkin timbul sebelum, selama atau setelah persalinan. Pada umumnya kejang dimulaid ari makin memburuknya preeklampsia da terjadinya gejala nyeri kepala daerah frontal, gangguan penglihtan, mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Konvulsi eclampsia dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu :
- Tingkat awal atau aura
Berlangsung sekitar 30 detik. Biasnya kejang terlihat pada mata
- Tingkat kejang tonik
Berlamgsung kurnag lebih 30 detik. Seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan kaku, tangannya menggenggam dan kaki membengkok ke dlaam. Pernapasan berhenti, muka sianotik dan lidah dapat tergigit
- Tingkat kejang klonik
Berlangsung 1-2 menit. Semua otot berkontraksi berulang-ulang.
- Tingkat koma
berlebihan sehingga terjadi iskemia local, yang menyebabkan kegagalan ATP-depemdent Na/K pump yang akan menyebabkan edema sitotoksik.
Teori force dilatation mengungkapkan bahwa akibat peningkatan tekana darah yang ekstrim pada eclampsia menimbulkan kegagalan vasokonstriksi autoregulasi sehingga terjadi vasodilatasi berlebihan dan peningkatan perfusi darah serebral yang menyebabkan rusaknya barrier otak.
2.1.6 Diagnosis1
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarga mengenai adana gejala, penyakit terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup sehari-hari. Gejala dapat berupa nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas di muka, dispneu, nyeri dada, mual, muntah dan kejang.
Pada riwayat penyakit dahulu, bias ditemukan adanya hipertensi dalam kehamilan sebelumnya, penyulit pada pemakaian kotrasepsi hormonal dan penyakit ginjal. Sedangkan pada riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan social, merokok dan minum alcohol.
2. Pemeriksaan Fisik
Menilai tekanan darah saat pasien dalam posisi duduk di kursi dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, lengan yang akan diukur tekanan darahnya diletakkan setinggi jantung dan bila perlu diberi penyangga. Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu ketat melingkarinya. Jika tidak memungkinkan, dpat dilakukan pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk atau miring kea rah kiri,
3. Pemeriksaan Penunjang
+1 = 0,3 – 0,45 g/L hidralazin 5 mg IV pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun. Jika tidak ada, dapat diberikan nifedipine 5 mg sublinguan dan tambahkan 5 mg sublingual jika respon tidak membaik setelah 10 menit. Alternative lain yang dapat diebrikan adlaah labetolol 10 mg, yang jika tidak ada respon baik, dapat dilanjutkan dengan pemberian 20 mg.
Pada pasien diberikan infus Ringer Lactate kemudian ukur keseimbangan cairan, cek tanda adanya edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian cairan harus dihentikan. Jika jumlah urin < 30 m per jam, infus cairan dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru. Observasi tanda vital ibu dan DJJ setiap jam.
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat diberikan Magnesium sulfat (MgSO4), yang merupakan pilihan untuk mencegah dan
menangani kejang pada preeklampsia dan eclampsia. Cara pemberian MgSo4 pada
preeklampsia dan eclampsia adalah
a. Dosis awal
Berikan MgSO4 40 % 4 gram IV (10 ml larutan MgSO4 40%) larutkand
engan 10 ml aquades, dibolus pelan selama 20 menit. Jika sulit diberikan melalui intravena dapat diberikan 5 gram MgSO4 40% (12,5 ml larutan
b. Dosis pemeliharaan
MgSO4 40% 6 gram (15 ml) dilarutkan dalam 500 ml Ringer Lactate
diberikan dengan kecepatan tetesan 28 tetes permenit. Pemberian MgSO4
dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Sebelum pemberian cairan MgSO4 40 % hendaknya disiapkan antidotumnya
yaitu Ca Glukonas 10% yang diberikan jika terjadi intoksikasi pada saat pemberian MgSO4. Pemberian Ca Glukonas adalah 1 gram (10 mL) melalui intra
vena.
Syarat pasien dapat diberikan MgSO4:
- Frekuensi nafas minimal 16 kali permenit
- Reflex patella (+)
- Urin minimal 0,5 ml/Kg BB
2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam sedang pada eclampsia dalam 12 jam sejak gejala eclampsia timbul.
3. Perawatan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam post partum atau kejang terakhir. Terusksan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolic masih > 110 mmHg dan pemantauan urin.
2.1.8 Komplikasi6
2.1.8.1 Komplikasi Maternal
1. Paru
Tanda prognostic yang buruk yang sering menyertai eclampsia adalah edema pru. Factor penyebab terjadinya udem parua dalah:
- Kegagalan fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi berat dan kelebihan pemberian cairan intravena.
2. Otak
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan kejang atau segera setelahnya diakibatkan oleh perdarahan otak yang hebat. Kejadian ini banyak terjadi pada ibu hamil dengan hipertensi kronik. Kemungkinan yang jarang terjadi sebagai akibata danya perdarahan di otak adalah pecahnya aneurisma arteria tau kelainan vasa otak. Koma atau penurunan kesadaran yang terjadi setelah kejang atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang diakibatkan oleh udema otak yang luas.
3. Mata
Kebutaan dapat terjadi langsung setelah kejang atau spontan bersamaan dengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan yaitu;
- Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringans ampai berat
- Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk kembalinya pengliatan normal biasanya baik, apakah itu yang disebabkan oleh kelainan retina maupun otak dan akan kembali normal dalam waktu satu minggu.
2.2Oedema Paru dalam Kehamilan7
2.2.1 Definisi
Udem paru akut adalah adanya penumpukan cairan di paru-paru teutama di bagian alveoli yang dapat mengganggu pertukaran gas didalam paru-paru yang berujung pada gagal nafas.
Udem paru akut merupakan penyebab signifikan kenaikan morbiditas dan mortalitas pada kehamilan dan wanita hamil. Udem paru akut ini ditandai dengan adanya sesak nafas tiba-tiba yang bisa disertai dnegan agitasi dan sering disertai manifestasi klinis serius lainnya.
Suatu keadan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya udem paru pada wanita hamil adalah;
Kategori Faktor resiko spesifik
Kondisi ibu sebelum hamil 1. Adanya penyakit jantung sebelum kehamilan (hipertensi, Penyakit jantung iskemik, gangguan katup jantung, aritmia, dan pembesaran jantung)
2. Obesitas
3. Usia ibu yang tua
4. Gangguan endokrin (hipertiroid)
Penyakit saat kehamilan 1. Preeklampsia
2. Kardiomiopati
3. Sepsis
4. Persalinan preterm
5. Emboli cairan amnion
6. Emboli paru
Farmakologi 1. Tokolitik golongan β-adrenergik
2. Kortikosteroid
3. MgSO4
Tatalaksana cairan Balance cairan positif >2000 ml
Kondisi janin Kehamilan ganda
2.2.3 Patofisiologi
janin pada uteroplasenta yang meningkat, meningkatnya kebutuhan metabolic uteroplasenta dan adanya sirkulasi uteroplasenta.
Dibandingkan dengan wanita dewasa yang tidak hamil, pada ibu hamil terjadi peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung, peningkatan volume darah, anemia fisiologis, penurunan resistensi vascular dan penurunan tekanan darah. Berdasarkan penelitian dengan menggunakan echocardiography didapatkan curah jantung ada ibu hamil nrmal adalah 4,4 8 liter/menit. Dimana nilai paling tinggi dapat dicapai pada usia kehamilan 28-38 minggu. Kehamilan juga dikaitkan dengan menurunnya tekanan koloid osmotic yang dapat menjadi predisposisi terjadinya udem paru pada wanita hamil.
Kompensasi yang terjadi pada seorang ibu hamil terhadap perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh tiga factor penting; cadangan kardiovaskular yang mendasari, fungsi jantung dan luasnya beban penyakit. Edema paru akut dapat terjadi akibat gangguan dari salah satu kompensasi ini, seperti tekanan darah tinggi pada preeklampsia atau syok kardiogenik yang berhubungan dengan iskemia miokard. Namun, edema paru ini juga dapat terjadi akibat peningkatan usia,obesitas dan hipertensi yang sudah ada sebelumnya disertai dengan pemberian cairan yang berlebihan.
Secara luas, edema paru akut pada kehamilan dibagi dua;
1. Edema paru akut tanpa hipertensi
Penyebab paling utama adalah tokolisis, sepsis, penyakit jantung sebelumnya, penyakit terkait kehamilan (kardiomiopati, penyakit jantung iskemik), emboli ccairan amnion dengan kegagalan sistolik ventrikel kiri, aspirasi dan pemberian cairan intravena iatrogenic.
Pada wanita hamil ini bias disertai dengan normotensi atau hipotensi. Pencegahan edema paru akut pada pasien ini meliputi pengenalan antenatal awal terhadap wanita beresiko tinggi
2. Edema paru akut dengan hipertensi
dengan preeklampsia. Edema paru akut dapat terjadi pada kira-kira 3% wanita dengan pre-eklampsia dengan 70% kasusnya terjadi pasca persalinan. Hal ini berkaitan dengan kelebihan cairan dan tingkat keparahan penyakit termasuk adanya hemolysis, peningkatan enzim hati dan platelet rendah (sindroma HELLP).
Dibandingkan dengan wanita hamil yangs ehat, wanita dengan pre-eklampsia menunjukkan berbagai kelainan jantung dimulai dari peningkatan curah jantung dan resistensi vascular yang meningkat, terhadap curah jantung yang rendah dengan resistensi vaskuler sistemik yang menigkat.
Fungsi jantuk diastolic terganggu dengan peningkatan masa ventrikel kiri dan efusi pericardial. Pada gambar dapat dilihat efek kehamilan dan preeklampsia pada janung, ini digambarkan oleh loop tekanan-volume. Pada wanita hamil sehta, terjadi perpindahan kurva ketegangan diastolic ke atas dengan kurva sistolik kebawah dibandingkan wanita sehat yang tidak hamil. Pada wanita pre-eklampsia, terjadi perpindahan lebih lanjut dari kurva diastolic, menunjukkan bahwa volume diastolic ventrikel kiri yang sama dikaitkan dengan peningkatan tekanan diastolic ventrikel kiri yang meningkat. Dimana kurva sistolik bergeser ke atas (fungsi sistolik meningkat) atau kebawah (fungsi sistolik menurun), dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak hamil.
Preeklampsia juga menyebabkan penurunan tekanan osmotic koloid plasma, perubahan permeabilitas endotel dan penurunan tekanan osmotic koloid terhadap gardien tekanan diastolic ventrikel kiri.
Ada peningkatan afterload akibat hipertensi dan berkurangnya lusitropi akibat perubahan structural ventrikel kiri seperti hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan peningkatan kekuatan mikrovaskuler dan peningkatan preload.
Mekanisme dasar edema paru akut dalam keadan ini tergantung kepada keadaan hemodinamik yang mendasari wanita hamil. Tidak hanya ada kelainan struktur dan fungsional jantung, juga ada perubhaan keseimbangan cairan yang terkait dengan hipoproteinuria. Hal ini mirip dengan patofisiologi udem paru akibat krisis hipertensi pada pasien tidak hamil.
vasokonstriksi yang menyebabkan peningkatan afterload dan redistribusi cairan dan sirkulasi perifer ke pembuluh darah paru. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan alveolar dan oksigenase berkurang dan secara bersamaan meningkatkan curah jantung, yang merupakan mekanisme kompensasi akibat kuranganya suplai oksigen ke ginjal.
Ada pula teori yang menyatakan efek buruk terapi cairan intravena pada wanita dengan pre-eklampsia semikin meningkat. Terapi cairan tidak dibatasi ini menjadi factor resiko yang signifikan untuk pengembangan edema paru akut. Secara teoritis, penggunaan cairan intravena dapat memperbaiki parameter kardiovaskuler ibu, namun disisi lain hal ini dapat memperburuk sindrom gangguan pernafasan akut yang menyebabkan hipoksemia, tekanan jalan nafas tinggidan kesulitan dengan ventilasi. Periode postpartum adalah periode yang paling tinggi kemungkinana terjadinya edema paru akut.
2.3 Diagnosis
Udem pulmonal adalah diagnosis klinis yang ditandai dengan perburukan sesak nafas dan ortopnea disertai dengan tanda kompensasi respirasi (takipnea, ronkhi dan hipoksemia). Untuk menbantu dalam penegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksan Analisa gas darah dan rontgen thorax.
2.4 Penatalaksanaan edema paru akut pada hipertensi dalam kehamilan
Tujuan pengobatan adalah :
1. Kurnagi preload ventrikel kiri
2. Kurangi afterload ventrikel kiri
3. Cegah iskemia miokard
4. Pertahankan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat dengan pembersihan edema paru
Terjadinya edema paru akut pada wanita hamil dengan hipertensi merupakan suatu keadaan gawat darurat dikarenakan dapat terjadi kerusakan lebih lanjut, serangan jantung. Hendaknya pada psien denganudem paru akut ini dilakukan pemeriksaan Elektrokardiografi, rontgen dad, tekanan darah, saturasi oksigen, detak jantung, laju pernapasan, suhu dan pantau keseimbangan cairan.
Sebelum dilakukan intubasi trakea dapat dilakukan tindakan ventilasi non invasive yang dapat memberikan peningkatan konsentrasi oksigen, menggantikan cairan dari alveoli ke sirkulasi paru dan sistemik serta menurunkan kerja pernapasan.
Untuk menurunkan tekanan darah dapat digunakan agen antihipertensi secara intravena. Nitrogliserin (glycery trinitrate) direkomendasikan sebagai obat pilihan pada preeklampsia yang terkait dengan edema paru. Nitrogliserin diberikan secara intravena dengan dosis dimulai dari 5 mikrogram/menit, dan meningkat secara bertahap setiap 3-5 menit dengan dosis maksimum 100 mikrogram/menit.
Pilihan pengobatan yang lain untuk menurunkan tekanan darah adalah natrium nitroprusside yang direkomendasikan pada gagal jantung berat dan Krisis hipertensi. Dosis pemberian 0,25-5 mikrogram/kg/menit yang diberikan melalui infus. Target penurunan tekanan darah sistolik dan diastolic harus mencapai 30 mmHg selama 3-5 menit diikuti penurunan lambat sampai tekanan darah berkisar antara 140/90 mmHg.
Pemberian furosemide intravena (bolus 20-40 mg selama 2 menit) digunakan untuk membantu diuresis dengan dosis ulangan 40-60 mg setelah 30 menit dari pemberian pertama jika tidak ada respon diuretic, dimana dosis maksimal 120 mg/jam.
Jika hipertensi tetap ada meskipun telah dikombinasikan nitrogliserin atau natrium nitroprusside dan furosemide, antagonis saluran kalsium seperti nikardipin atau nifedipine dapat dipertimbangkan. Selian itu dapat dipertimbangkan pemberian morfin intravena 2-3 mg sebagai venodilator dan anxiolitik.
Manajemen Jangka Panjang
BAB III
Pembahasan
Pada kasus ini, didapatkan dari anamnesis pasien mengeluhkan adanya keluar lendir berwarna hitam dari kemaluan yang disertai dengan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari yang dirasakan sejak 4 hari SMRS, berdasarkan gejala ini dapat disimpulkan pasien berada dalam kala 1 fase laten persalinan yang umumnya ditandai dengan lendir darah (bloody show) dan nyeri pinggang disertai dengan ditemukannya pembukaan saat pemeriksan dalam.
Saat di IGD, berdasarkan anamnesis kepada pasien, pasien mengeluhkan adanya sakit kepala dan pandangan kabur yang dirasakan sejak pagi hari saat pasien datang ke IGD, dimana nyeri dirasakan semakin meningkat disertai pandangan kabur tanpa adanya mual dan muntah, selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati seperti menyesak sejak 1 hari yang lalu dan semakin meningkat pagi ini. Namun, riwayat adanya penyakit maag dan konsumsi obat-obatan dalam waktu lama disangkal.Pasien juga mengeluhkan adanya sesak nafas sejak pagi dan makin memberat saat di UGD, pasien juga menyangkal adanya riwayat asma di keluarga dan pada dirinya.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan, didapatkan dari pengukuran tekanan darah awal pasien masuk, tekanan darah terukur 169/116 mmHg, adanya tekanan darah yang tinggi pada pasien ini sudah dialami sejak usia kehamilan 6 bulan. Dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami preeklampsia berat.
Diagnosis ini juga didukung dengan keluhan yang dirasakan pasien yaitu adanya nyeri kepala, pandangan kabur dan nyeri ulu hati. Kemudian, dilakukan pemeriksaan fisik umum dan didapatkan dari pemeriksaan thorax adanya ronkhi basah halus di basal paru kiri dan kanan. Kemudian pada pasien dilakukan pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan urin rutin.
basal sehiungga terjadi kebocoran yang akan menyebaban protein tidak tersaring oleh glomerulus dan dapat dilihat manifestasi protein dalam urin.
Pada pasien ini, didapatkan juga adanya protein dalam urin, yaitu +2, ini menunjukkan terjadinya kerusakan glomerulus sehingga fungsi nya untuk menyaring protein rusak. Munculnya udem paru yang merupakan salah satu komplikasi dari preeklampsia sebenarnya masih belum diketahui patofisiologinya, diduga dikarenakan adanya penimbunan cairan berlebihan dalam ruang intersisial akibat penimbunan air dan garam, selain itu juga bisa dikarenakan adanya kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru.
Manifestasi dari udem paru yang biasanya terlihat adalah timbulnya sesak nafas hebat tiba-tiba yang disertai dengan agitasi, biasanya bisa disebabkan oleh adanya penyakit hipertensi pada ibu sebelum hamil, terjadinya preeklampsia ataupun dikarenakan penggunaan MgSO4 yang sebenarnya merupakan tatalaksana utama pada pasien dengan preeklampsia.
Tatalaksana yang sebaiknya dilakukan pada pasien ini adalah terminasi kehamilan guna untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dikarenakan pada pasien ini sudah adnaya komplikasi yaitu udem paru dan jika dibiarkan terlalu lama dapat menyebabkan kurangnya suplai oksigen ke bayi dikarenakan aliran darah ke bayi menurun akibat vasokonstriksi.
Hendaknya, sebelum dilakukan terminasi kehamilan, pada pasien dengan tekanan darah diastolic lebih dari 110 mmHg diberikan obat anti hipertensi yaitu nifedipine 10 mg oral, dimana target penurunan tekanan darah diastolic adalah 20% dari tekanan darah awal, jika tidak terjadi penurunan dapat pula diberikan nifedipine sub lingual.
Pada kasus ini, pada pasien diberikan MgSO4 40%, sebagai tatalaksana pencegahan
terjadinya kejang pada pasien dengan preeklampsia, meskipun efek dari pemberian MgSO4
juga bisa menurunkan tekanan darah karena efek vasodilatasi dari obat ini. Sebelum pemberian MgSO4 40%, hendaknya dipersiapkan antidotum Ca glukonas, perhatikan
frekuensi nafas dan reflex patella serta urin output pasien, dikarenakan efek obat ini dapat mnyebabkan deperesi pernafasan.
Dosis pemberian MgSO4 40% dibagi menjadi dua yaitu dosis awal dan dosis
maintenance. Dosis awal penggunaan MgSO4 40% ini berbeda-beda, dapat diberikan secara
intravena atau intramuscular. Dosis pemberian intravena adalah 4 gram MgSO4 40% (10 ml)
Dosis maintenance pada MgSO4 40% dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau
kejang terakhir, sama halnya pada pasien ini, yaitu pemberian MgSO4 40% hanya diberikan
selama 2 hari. Dosis maintenance adalah 6 gram MgSO4 40%(15 ml) dimasukkan dalam RL
500 cc dan diberikan dengan kecepatan 28 tetes permenit.
Namun, ada juga pemberian MgSO4 40% yang diberikan dengan cara 4 gram MgSO4
40% dimasukkan kedalam RL 500 cc, dimana pemberian awal diberikan 200 cc dengan tetesan cepat dan sisa 300 cc lagi diberikan dengan kecepatan infus 20 tetes permenit (dosis maintenance).
Dikarenakan adanya kompplikasi berupa udem paru, pada pasien juga diberikan tatalaksana terkait udem paru. Adapun prinsip tatalaksana pada udem paru bertujuan untuk mengurangi preload ventrikel kiri, mengurangi afterload ventrikel kiri, mencegah iskemia miokard serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat dengan pembersihan udem paru.
Pada udem paru biasanya dilakukan intubasi trakea dengan tujuan meningkatkan konsentrasi oksigen, menggantikan cairan dari alveoli ke sirkulasi paru dan sistemik serta menurunkan kerja pernafasan. Selain itu pemberian obat antihipertensi dan diuretic juga dapat dipertimbangkan guna untuk memperbaiki factor penyebab dan mengurangi cairan didalam paru.
Penggunaan anti hipertensi yang biasanya digunakan pada pasien dengan udem paru yang diakibatkan oleh preeklampsia adalah natrium nitroprusside 0,25-5 mikrogram/kg/menit yang diberikan melalui infus, dengan target penurunan tekanan darah sistolik dan diastolic harus mencapai 30 mmHg selama 3-5 menit dan diberikan sampai tekana darah berkisar antara 140/90 mmHg.
Pemberian furosemide intravena (bolus 20-40 mg selama 2 menit) digunakan untuk diuresis yang dapat diulang jika tidak ada respon. Dikarenakan adanya pemberian cairan yang tidak disertai dengan pengeluaran cairan dapat memperparah udem paru pada pasien,
Pada pasien ini diberikan bantuan nafas dengan menggunakan ventilator, guna untuk mengurangi kerja dari pernafasan dan mengurangi ketidaknyamanan pasien. Penggunaan ventilator pada pasien diberikan selama 1 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian oksigen melalui NRM dan perlahan diganti dengan ansal kanul sampai pasien dipulangkan untuk mengurangi sesak pada pasien.