• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika dan Hukum id. doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika dan Hukum id. doc"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ETIKA DAN HUKUM

MAKALAH

OLEH

DANIEL

147020006

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR

BIDANG KEKHUSUSAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI ARSITEK FAKULTAS TEKNIK

(2)

Puji syukur penulis panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Nicolaus Simamora, MSA, IAI selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang memberikan kesempatan dalam rangka pembuatan makalah ini.

Judul yang akan dibahas adalah “Etika dan Hukum” sesuai dengan arahan yang diberikan guna memahami lebih lanjut mengenai arti dan esensi etika serta hukum dan perbandingan kedua hal tersebut.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis selalu mengharapkan setiap kritik serta saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Terima kasih.

Medan, 25 September 2014 Penulis,

Daniel (NIM: 147020006)

(3)

DAFTAR ISI

HAL Halaman Judul

HALAMAN KATA PENGANTAR ... ii

Halaman DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2 TUJUAN ... 1

1.3 METODE PENULISAN ... 1

BAB II ETIKA 2.1 META-ETIKA... 2

2.2 ETIKA NORMATIF... 6

2.3 ETIKA TERAPAN... 9

BAB III HUKUM... 11

BAB IV KESIMPULAN... 17 DAFTAR PUSTAKA

(4)

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Etika dan hukum adalah dua hal yang cukup berbeda, etika mencakup hal yang bersifat moral, kebiasaan, dan dijadikan patokan untuk melakukan sebuah kegiatan yang baik adanya. Di sisi lain, hukum merupakan kumpulan peraturan -peraturan yang mengikat dan memiliki sanksi bila terjadi pelanggaran terhadap peraturan - peraturan tersebut. Etika dan hukum merupakan satu subjek atau pembelajaran yang sangat diperlukan dalam dunia profesional, sehingga para pelaku profesional tersebut mengerti dan memahami kode etik yang ada dalam profesi tertentu tersebut dan mampu menjalankan profesi tersebut tanpa melanggar hukum yang memiliki kuasa terhadap profesi tersebut.

Merujuk kepada bagaimana pentingnya pemahaman akan etika dan hukum di dalam dunia profesi, maka dari itu perlu dipahami lebih lanjut dan lebih terperinci mengenai etika dan hukum. Pemahaman akan lebih dalam melalui penyertaan contoh kasus yang akan disediakan dalam penulisan makalah ini.

1.2 TUJUAN

Tujuan pembelajaran etika dan hukum adalah untuk memahami maksud dan fungsi etika serta hukum secara umum; mengerti posisi etika dan hukum dalam dunia profesional.

1.3 METODE PENULISAN

Penulisan makalah ini dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan.

(5)

BAB II ETIKA

Etika sering kali dilibatkan atau dihubungkan dengan perngertian yang mengandung unsur kata "sifat manusia yang ideal, baik, dan moral" (Lobaton, 2003). Etika juga sering kali merupakan kumpulan konsep atau prinsip yang membimbing atau menuntun manusia dalam berperilaku dan memberi pengertian mengenai perbuatan apa yang baik maupun buruk (Paul dan Elder, 2006). Etika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu "ethos" yang berarti kebiasaan, budaya, dan lebih luas dapat diartikan sebagai karakter sebuah kepercayaan atau idealisme yang digunakan sebagai ciri-ciri sebuah komunitas, negara, atau ideologi.

Etika disebut sebagai bagian dari filosofi, dan sering disebut sebagai filosofi moral yang mana, kembali lagi, berbicara tentang perilaku atau berbuatan yang benar maupun yang salah. Kini, filsuf membagi teori etika menjadi tiga bagian pembelajaran, yaitu meta-etika, etika normatif, dan etika terapan.

2.1 META-ETIKA

Meta-etika adalah teori etika yang mempertanyakan asal usul dari prinsip etika yang ada, dan makna dari asal prinsip tersebut. Sering kali meta-etika mengandung pertanyaan yang mempertanyakan apakah etika hanyalah sebuah temuan dalam lingkup sosial, atau bahkan mempertanyakan apakah etika melibatkan lebih dari ekspresi emosi individu.

Bila dilihat dari etimologi kata, meta berarti sesuatu yang bersifat hal yang mempunyai hubungan ke depan, ataupun hal yang mempunyai cakupan lebih besar/luas. Meta-etik bisa pula diartikan sebagai sudut pandang mata burung dari etika itu sendiri. Bila dibandingkan dengan dua teori etika yang lain, maka meta-etika adalah teori meta-etika yang paling sedikit membahas tentang filosofi moral,

(6)

namun, sebagaimana telah disebutkan, lebih membahas mengenai asal usul etika itu sendiri. Dalam pembahasan meta-etika, ada dua isu yang kerap kali menjadi pembahasan, yaitu isu metafisik dan isu psikologis.

2.1.1 Isu Metafisik

Metafisik adalah pembelajaran mengenai objek atau benda yang ada/nyata/memiliki eksistensi di alam semesta. Eksistensi itu sendiri tidak dibatasi oleh bentuk, apakah itu yang memiliki bentuk dan massa (physical) seperti batu, tanah, atau sesuatu yang tidak memiliki bentuk dan massa ( non-physical) seperti pemikiran dan roh. Isu metafisik yang merujuk pada meta-etika adalah pembahasan mengenai apakah etika atau nilai moral adalah sesuatu yang bersifat kekal, mempunyai eksistensi yang tidak berbentuk/bermassa ( non-physical) atau hanya sebatas persetujuan yang dilakukan oleh sekelompok manusia.

Pandangan yang mengatakan bahwa etika atau nilai moral adalah sesuatu yang objektif, kekal, pasti dan tidak dibatasi oleh waktu pertama diungkapkan oleh Plato (terjemahan Cooper, 1997), yang mengambil contoh matematis, yaitu ketika disebutkan 1+1=2 adalah pasti dan tidak akan berubah - yang berlaku dimanapun. Hal ini berarti bahwa karakter matematika ini merupakan sesuatu yang objektif, kekal, dan bahkan memiliki eksistensi sendiri - yang mana disebutkan oleh Plato bahwa nilai moral pula adalah sama, yaitu sebuah objektivitas, yang memiliki eksistensi tersendiri.

(7)

4

adalah ketika manusia tahu bahwa membunuh adalah sebuah perbuatan yang salah (melanggar nilai moral).

Pandangan lain, menjelaskan bahwa nilai moral adalah sebuah persetujuan yang dibentuk oleh sekelompok manusia dan bersifat subjektif. Hal ini pertama kali disampaikan oleh filsuf Yunani bernama Sextus Empiricus (terjemahan Annas dan Barnes, 1994), dan ia pula menentang adanya objektivitas nilai moral. Orang-orang yang berpandangan demikian tidak menolak adanya nilai moral itu sendiri, namun menentang adanya eksistensi yang melekat pada setiap manusia sehingga nilai moral tersebut bersifat pasti dan objektif. Mereka beranggapan bahwa nilai moral sematamata adalah persetujuan yang dibuat oleh manusia -yang disebut sebagai moral relatif.

Dari sifat relatif tersebut, Sumner (1906) menambahkan dua pembagian sifat relatif tersebut, yaitu moral relatif yang bersifat individual dan moral relatif yang bersifat kultural. Kedua pembagian relativitas ini sudah cukup menjelaskan, yang mana yang bersifat individual adalah nilai moral yang dibentuk berdasarkan persetujuan satu individu dengan yang lain, dan moral relatif yang bersifat kultural merujuk pada nilai yang disetujui bersama tanpa memperhitungkan kepentingan satu atau dua individu semata-mata. Hal ini cukup terbukti dengan adanya suku yang masih menerapkan kanibalisme, yang mana pada saat ini dianggap sangat amoral dan bertentangan dengan nilai yang dianut masyarakat luas.

2.1.2 Isu Psikologis

(8)

manusia harus bermoral - dan sering kali pertanyaan tersebut dijawab dengan alasan agar seseorang menghindari cibiran atau bahkan hukuman, memperoleh kepuasan diri dan pujian, atau agar dapat berbaur dengan sebuah komunitas.

Psikologi manusia yang berhubungan dengan moral sering kali dikaitkan dengan sifat egois manusia. Hobbes (1994) dengan tegas berpendapat bahwa hampir setiap perilaku atau sikap yang kita ambil adalah berdasarkan keinginan diri (egois), bahkan ketika seseorang hendak melakukan sebuah tindakan yang tampak tidak egois, seperti memberi sedekah, seseorang tersebut memiliki alasan egois akan hal itu - yaitu untuk merasakan memiliki kekayaan lebih atas orang lain. Pandangan ini disebut sebagai ego psikologis yang mana beranggapan bahwa semua perilaku manusia didasarkan oleh keinginan yang perpusat pada diri sendiri. Mirip dengan pandangan ini adalah hedonisme, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kesenangan pribadilah yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu.

(9)

6

memelihara keluarga dan berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga. Pandangan ini sering kali dihubungkan dengan gerakan feminis.

2.2 ETIKA NORMATIF

Etika normatif adalah standar moral yang mengarahkan perilaku yang benar atau salah. Etika normatif bertujuan untuk mengadakan sikap manusia yang baik adanya. Aturan emas yang klasik yang merupakan contoh penerapan dari etika normatif adalah "Lakukanlah apa yang ingin diperlakukan kepada anda oleh orang lain." Contohnya adalah, karena seseorag berharap agar benda berharganya tidak dicuri/diambil oleh orang lain, maka seseorang tersebut tidak mencuri benda berharga milik orang lain. Dari aturan emas tersebut, teori normatif ini terbentuk, yang mana mempengaruhi semua perbuatan yang hendak seseorang lakukan. Asumsi utama dalam etika normatif adalah bahwa hanya ada satu kriteria utama dalam berperilaku, apakah itu aturan atau prinsip tertentu. Terdapat tiga pandangan atau tori yang mempengaruhi kriteria utama itu, antara lain teori kebaikan, teori tanggung jawab, dan teori konsekuensialis.

2.2.1 Teori Kebaikan

(10)

2.2.2 Teori Tanggung Jawab

Seseorang sering kali merasa bahwa ada satu tanggung jawab sebagai manusia, contohnya untuk berbuat baik, untuk menghindari perbuatan yang jahat. Teori tanggung jawab ini mendasari perbuatan moral dengan prinsip - prinsip utama yang berhubungan, tentunya, dengan tanggung jawab seseorang terhadap orang lain. Ada empat teori yang menyetujui pendasaran moral atas tanggung jawab, yang pertama dikemukakan oleh Pufendorf (1691), yang mengklasifikasikan bahwa manusia bertanggung jawab terhadap 3 pribadi: kepada Tuhan, sesama, dan orang lain.

Pendekatan terhadap teori tanggung jawab yang kedua adalah teori hak. Pada umumnya, hak adalah sesuatu yang patut diperoleh seseorang dari sikap atau perilaku orang lain. Hak dan tanggung jawab atau sering kali dihubungkan dengan kewajiban sangat berhubungan satu dengan yang lain sehingga hak seseorang mempengaruhi tanggung jawab orang lain, sebagai contoh bila A memiliki hak atas satu benda dari B, maka B bertanggung jawab atau berkewajiban untuk memberikan benda tersebut kepada A. Locke (1963), merupakan perintis HAM, yang tentunya sangat mempengaruhi teori tanggung jawab ini, memaparkan bahwa kita tidak memiliki hak untuk merusak hidup, kesehatan, kebebasan, dan milik sesorang, yand pastinya menjadi kewajiban moral bagi kita untuk berlaku agar hak orang tersebut tidak terrenggut dari mereka.

(11)

8

untuk memberikan kebahagiaan bagi penerima sumbangan tersebut. Contoh yang salah adalah mencuri, yaitu ketika seseorang mengambil benda orang lain untuk mencapai kebahagiaan orang yang mencuri. Pendekatan ini diyakini oleh Kant dapat menjadi prinsip dalam bermoral dan berperilaku.

Pendekatan keempat adalah oleh Ross (1930) yang menekankan tanggung jawab prima facie yang terdiri dari tujuh buah tanggung jawab terhadap sesama yaitu tanggung jawab untuk menepati janji (fidelity), tanggung jawab untuk memberi kompensasi ketika kita menyakiti seseorang (reparation), tanggung jawab untuk berterima kasih (gratitude), tanggung jawab untuk mengenali kebaikan (justice), tanggung jawab untuk memberi pengaruh baik kepada orang lain (beneficience), tanggung jawab untuk meningkatkan kebaikan dan kepintaran diri sendiri ( self-improvement), serta tanggung jawab untuk tidak menyakiti orang lain ( non-maleficience). Dikatakan bahwa akan ada saat ketika seseorang dihadapkan dengan kondisi yang mungkin menjadikan beberapa poin dari tujuh tanggung jawab tersebut saling bertentangan, seperti misalnya bila A meminjam senjata tajam dari B, maka menjadi tanggung jawab bagi A untuk mengembalikannya kepada B (fidelity), namun ketika B hendak mengambil senjata tersebut untuk menyakiti orang lain, A kemudian diperhadapkan dengan tanggung jawab untuk tidak menyakiti orang lain (non-maleficience). Maka A seharusnya mengetaui manakah tanggung jawab utama (prima facie) yang harus dikerjakan yang mana dalam kasus ini adalah untuk tidak mengembalikan senjata tajam agar tidak ada yg disakiti.

2.2.3 Teori Konsekuensialis

(12)

dari sebuah tindakan yang mana bila sebuah tindakan menimbulkan lebih banyak konsekuensi yang bisa diterima/baik adanya, maka sebuah perbuatan tersebut benar. Terdapat tiga pembagian konsekuensialis, yaitu ethical egoism adalah ketika sebuah tindakan secara moral benar bila konsekuensi tindakan tersebut memiliki nilai positif lebih hanya bagi pelaku tindakan; ethical altruism adalah tindakan yang secara moral benar bila konsekuensi memiliki nilai positif lebih terhadap semua orang kecuali pelaku; utilitarianism adalah tindakan yang bermoral baik bila konsekuensi memiliki nilai positif lebih bagi semua orang.

2.3 ETIKA TERAPAN

Etika terapan, berbeda dengan etika normatif yang membedakan yang benar dan salah, serta meta-etika yang mempertanyakan asal usul moral tersebut. Etika terapan merupakan pengujian filosofis terhadap satu isu atau kejadian tertentu dalam kehidupan pribadi maupun sosial yang berhubungan dengan penilaian secara moral. Maka dari itu, etika terapan mengarah atau mengacu pada bagaimana manusia menentukan tindakan yang benar dalam berbagai bidang dalam hidup manusia. Porter (2006) menyatakan tujuh bidang atau tipologi terapan yang dapat membantu adanya peningkatan moral dalam lingkup organisasi maupun sosial dalam taraf nasional maupun global yaitu etika pengambilan keputusan, etika profesi, etika klinis, etika bisnis, etika organisasi, etika sosial, dan etika seksual.

(13)

10

(14)

HUKUM

Hukum, pada umumnya merupakan sebuah sistem yang teridir dari peraturan -peraturan yang diadakan secara paksa (enforced) melalui institusi sosial untuk mengatur tingkah laku (Robertson, 2007). Hukum dibuat oleh badan legislatif melalui legislasi, hukum juga bisa dibuat oleh badan eksekutif melalui dekrit (decree) dan regulasi, bisa juga dibuat oleh hakim melalui pengukuhan putusan pengadilan (precedent). Hukum juga dapat dibentuk dalam kontrak yang legal oleh pihak perorangan.

Terdapat dua sistem hukum yang berlaku, antara lain yurisdiksi hukum publik dan sistem hukum umum. Selain kedua sistem hukum tersebut, Syariat Islam juga merupakan jenis hukum yang menjadi hukum utama dalam beberapa negara, khususnya negara Islam. Bentuk hukum sendiri dapat pula dibagi menjadi dua yaitu hukum pidana dan hukum perdata.

Sejarah hukum sangat berhubungan dengan perkembangan peradaban manusia. Hukum Mesir kuno, diketahui keberadaannya sejak 3000 SM yang terdiri dari aturan - aturan publik yang kemudian dibagi dalam dua belas (12) jumlah buku. VerSteeg (2002) menyebutkan bahwa aturan - aturan tersebut didasarkan pada konsep Ma'at, konsep keadilan dan penegakan keadilan di negara Mesir Kuno. Dalam perkembangannya, sampai pada masa kejayaan kota Athena kuno sekitar abad 8 SM, hukum masih belum tersebut secara khusus, namun menggunakan tiga unsur pembeda aturan, yaitu aturan yang berasal dari dewa (thémis), dekrit manusia (nomos), serta budaya (díkē). Namun dalam perkembangan hukum Yunani kuno, terdapat banyak inovasi konstitusi dalam perkembangan demokrasi (Ober, 1996).

(15)

12

Hukum Romawi sangat dipengaruhi oleh filosofi hukum Yunani, namun pengembangan aturan-aturan yang mendetail dibuat oleh juri profesional yang hasilnya bisa dikatakan sangat mutakhir (Stein, 1999). Pada abad pertengahan, aturan - aturan tidak begitu signifikan terlihat dan sering kali digantikan dengan keberadaan adat istiadat dan hukum kasus, sampai pada saat ketika para cendikiawan kembali meneliti aturan - aturan Romawi. Perkembangan hukum terus berlanjut pada abad pertengahan sampai terbentuknya hukum umum. Hukum juga pada akhirnya terbentuk oleh para pedagang Eropa agar dalam praktek dagang terdapat standar yang bisa dipatuhi untuk mencegah terjadinya penipuan. Pada abad 18 dan 19 M, cikal bakal hukum Negara Perserikatan Eropa terbentuk, melalui aturan - aturan Napoleonik dan Jerman - yang kemudian terus berkembang dalam prakteknya oleh Dewan Hukum Eropa (Mattei, 1997).

Hukum di Indonesia, mengambil sistem hukum sipil yang berasal dari Eropa, berdasarkan pada bentuk hukum atau aturan dari kerajaan Romawi. Bentuk - bentuk hukum yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Hukum Publik

Hukum publik mengatur hubungan antara warga negara dengan negara yang menyangkut kepentingan umum.

 Hukum Tata Negara

Serangkaian peraturan hukum yang mengatur bentuk negara, susunan dan tugas-tugas serta hubungan antara alat-alat perlengkapan negara. Hukum Tata Negara hanya khusus menyoroti negara tertentu yang mempelajari bentuk negara, bentuk pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, dan sebagainya. Yang menitikberatkan hal-hal yang bersifat mendasar (fundamental) dari negara.

 Hukum Administrasi Negara

(16)

oleh setiap negara dalam melakukan tugasnya. Hukum Administrasi Negara menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat teknis yang dibuat berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Hukum Tata Negara.

 Hukum Pidana

Berisi hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum dan perbuatan mana diancam dengan sangsi pidana tertentu.Bentuk atau jenis pelanggaran dan kejahatan dimuat didalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

 Hukum Acara/hukum formal

Merupakan seperangkat aturan yang berisi tata cara untuk menyelesaikan, melaksanakan, atau mempertahankan Hukum Material. Hukum Acara dibedakan antara Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Dalam Hukum Acara Pidana, diatur tata cara penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, dan penuntutan. Dalam Hukum Acara juga diatur pihak yang berhak melakukan penyitaan, penyidikan, pengadilan mana yang berwenang mengadili dan sebagainya. Semua itu diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), yaitu UU No.8 Tahun 1981.

2. Hukum Perdata (privat)

Perdata sama artinya dengan warga negara, pribadi, sipil, atau privat. Sumber pokok hukum perdata adalah Burgerlijk Wetboek (BW) yang dalam arti luas juga mencakup Hukum Dagang dan Hukum Adat. Jadi Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur tentang kepentingan - kepentingan perorangan (privat). Dalam ilmu pengetahuan hukum, Hukum Perdata dapat dibagi sebagai berikut:

 Hukum Perorangan (pribadi)

Berupa himpunan peraturan yang mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum dan tentang kecakapannya memiliki hak - hak serta bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu.

(17)

14

Hukum yang memuat rangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup dalam keluarga. Hubungan keluarga terjadi karena adanya perkawinan antara seorang laki - laki dan perempuan yang kemudian melahirkan anak.

 Hukum Kekayaan

Peraturan - peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang. Hukum Kekayaan mengatur benda dan hak - hak yang dapat dimiliki atas benda. Benda dalam hal ini adalah segala barang dan hak yang dapat menjadi milik orang atau sebagai objek hak milik.

 Hukum Waris

Hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah orang tersebut meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain/ahli waris kelaurga tersebut. Dalam Hukum Waris diatur pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan penerimaan waris, hibah serta wasiat.

 Hukum Dagang

Hukum ini mengatur permasalahan perdagangan/perniagaan yang timbul karena tingkah laku manusia (person) dalam perdagangan atau perniagaan.

 Hukum Adat

Hukum Adat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tertentu, serta hanya dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat yang bersangkuta. Hukum adat biasanya merupakan perbuatan yang diulang-ulang terhadap hal yang sama, yang kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat. Contoh hukum adat: tata cara pernikahan daerah Jawa, pembagian warisan di Minangkabau dengan system matrilineal atau patrilineal di Batak, dan sebagainya.

 Hukum Islam

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari ajaran Islam.

a) Sebagai sistem hukum, yang berarti Hukum Islam tidak hanya hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia disuatu tempat pada suatu masa, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang terdapat dalam Al-Quran.

(18)

benda serta penguasanya dalam masyarakat, tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan Allah Tuhan yang Maha Esa.

Sebagaimana telah dipaparkan, terlihat jelas bahwa hukum merupakan aturan - aturan yang harus dipatuhi dan mengatur bagaimana seharusnya sebuah kelompok masyarakat atau bahkan sebuah negara bertindak dan berperilaku. Hukum, berbeda dengan nilai moral atau etika, disetujui dan diakui, serta memiliki status legalitas sehingga orang - orang yang terikat dengan institusi yang menyatakan legalitas hukum tersebut harus dan wajib mematuhi. Hukum juga pada dasarnya akan memiliki sanksi bagi pelanggar hukum, sehingga mau tidak mau (enforced), masyarakat yang terikat dengan hukum tersebut wajib mematuhi.

Dalam praktek, tentunya pembuatan hukum harus memiliki batasan, dan dari nilai moral yang melekat pada manusia, batasan tersebut muncul, sehingga hukum yang dipaksakan tersebut masuk akal dan tidak mendatangkan kekecewaan atau bahkan kerugian bagi pelaku hukum yang ada (utilitarianism). Kant (1985) juga menyebutkan bahwa hukum yang dibentuk harus melindungi kebebasan pribadi dan hak asasi manusia. Dan seperti teori normatif moral, hukum yang baik adalah hukum yang mampu memberi lingkungan yang baik bagi manusia untuk mengembangkan kebaikan (virtue) manusia tersebut.

(19)

16

(20)

KESIMPULAN

Etika merupakan nilai - nilai yang dianut, memberi pemahaman mengenai yang benar dan yang salah (normative), serta mengarahkan tingkah laku, perbuatan, dan pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari - hari maupun profesional yang mencakup berbagai bidang (applied). Etika menetapkan nilai moral yang membantu manusia menjadi lebih baik dalam berperilaku dan menjadikan manusia dianggap baik di mata seseorang dalam berperilaku. Etika bisa bersifat perorangan, komunal, kultural, dan profesional - sehingga terdapat unsur pluralisme, yaitu kemungkinan adanya perbedaan nilai moral atau etika yang dianut antara sekelompok orang dengan orang lain.

Berbeda dengan etika, hukum mengatur tingkah laku, sehingga dapat mencegah terjadinya kewenang-wenangan karena merupakan aturan yang dipaksakan (enforced) serta memiliki sanksi bagi pelanggar hukum. Meskipun terdapat perbedaan yang cukup signifikan dari etika, hukum tidak terlepas dari etika sendiri, karena pembuatan atau pembentukan hukum didasari oleh kaidah etika normatif, yang mana hukum yang dibuat, tidak boleh merugikan orang lain (utilitarianism), menjaga kebebasan hak asasi manusia (deontology), serta mendorong manusia untuk berbuat baik (virtue).

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Hobbes, Thomas. 1994. LEVIATHAN. ed., E. Curley. Chicago: Hackett Publishing Company.

Kant, Immanuel. 1985. GROUNDING FOR THE METAPHYSICS OF MORALS. terjemahan James W. Ellington. Indianapolis: Hackett Publishing Company. Kidder, Lobaton. 2003. HOW GOOD PEOPLE MAKE TOUGH CHOICES REV ED:

RESOLVING THE DILEMMAS OF ETHICAL LIVING. New York: Harper Collins.

Locke, John. 1963. TWO TREATISES. ed., Peter Laslett. Cambridge: Cambridge University Press.

Mattei, Ugo. 1997. THE DISTINCTION BETWEEN COMMON LAW AND CIVIL LAW. Michigan: University of Michigan Press.

Ober, Josiah. 1996. THE NATURE OF ATHENIAN DEMOCRACY. Princeton: Princeton University Press.

Paul, Richard; Elder, Linda. 2006. THE MINIATURE GUIDE TO UNDERSTANDING THE FOUNDATIONS OF ETHICAL REASONING. Tomales: Foundation for Critical Thinking Free Press.

Plato. 1997. REPUBLIC. terjemahan Cooper, John M.. Indianapolis: Hackett Publishing Company.

Porter, R. 2006. THE HEALTH ETHICS TYPOLOGY: SIX DOMAINS TO IMPROVE CARE. Hampton: Socratic Publishing.

RFI. 2014. FAKE ARCHITECT BUILT SCHOOLS AND CRÈCHES AROUND PARIS OVER 30 YEARS. France: RFI.

RIBA. 2005. CODE OF PROFESSIONAL CONDUCT. London: Royal Institute of British Architects.

(22)

Samuel Pufendorf. 1691. THE WHOLE DUTY OF MAN ACCORDING TO THE LAW OF NATURE. London.

Sextus Empiricus. 1994. OUTLINES OF PYRRHONISM. terjemahan J. Annas dan J. Barnes. Cambridge: Cambridge University Press.

Stein, Peter. 1999. ROMAN LAW IN EUROPEAN HISTORY. Cambridge: Cambridge University Press.

Sumner, William Graham. 1906. FOLKWAYS. Boston: Guinn.

Referensi

Dokumen terkait

Para feminis menentang ide keluarga Victorian ini, yang tetap menjadi model kontemporer keluarga inti, perempuan harus mengasuh laki-laki dan anak-anak sebagai kompensasi atas

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa, perlu

Pembahasan hasil penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana menilai tingkat likuditas pada PT Indosat Tbk., dengan menggunakan Analisis rasio Laporan Arus Kas,

Fungsi A-Z juga tersedia, yang akan menyaring daftar dengan huruf pertama dari nama saluran, namun tidak diurutkan lebih lanjut lagi – sehingga Azerbaijan TV akan muncul

Oleh karena itu, pada pembahasan berikut ini adalah analisa penulis tentang implikasi nilai-nilai pendidikan salat malam yang terkandung dalam al Quran surat al

Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa kepercayaan, kemudahan penggunaan dan pengalaman berpengaruh terhadap minat nasabah dalam menggunakan internet

Observasi pada siklus II terhadap pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tindakan ini dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan langkah-langkah pembelajaran

Usia responden yang dipilih oleh penulis minimal berumur 12 tahun karena sasaran usia penonton Running Man adalah minimal 12 tahun dilihat pada opening video Running