• Tidak ada hasil yang ditemukan

Submisi : 2 April 2018 Pendahuluan - Representasi Budaya Kaum Muda Perempuan Sebagai Penggemar Korean Pop (Studi Pada Mahasiswi Ilmu Komunikasi Angkatan 2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Submisi : 2 April 2018 Pendahuluan - Representasi Budaya Kaum Muda Perempuan Sebagai Penggemar Korean Pop (Studi Pada Mahasiswi Ilmu Komunikasi Angkatan 2013)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Representasi Budaya Kaum Muda Perempuan Sebagai Penggemar Korean Pop (Studi Pada Mahasiswi Ilmu Komunikasi Angkatan 2013)

Yulie Ismawati Syah

Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP – Universitas Tadulako Jln. Soekarno Hatta Km. 9 Kota Palu, Sulawesi Tengah

Email: yulieisma14@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini berangkat dari budaya populer kaum muda perempuan terutama kalangan penggemar K-Pop yang terus berkembang di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui reaksi dan representasi budaya kaum muda perempuan penggemar K-Pop. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data-data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan yang berlatar belakang sebagai kaum muda perempuan penggemar K-Pop berjumlah lima orang dengan kriteria informan telah menyukai dunia K-Pop lebih dari lima tahun.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi kaum muda perempuan terhadap K-Pop dapat diketahui melalui tiga cara, antara lain dari tanda (Semiotic Productivity), tanda berupa benda-benda yang digunakan oleh idolanya sehingga hanya dengan melihat benda-benda tersebut penggemar akan otomatis mengingat sang idola karena produktivitas ini bersifat pribadi. Antusiasme (Enunciative Productivity), produktivitas ini berlangsung saat para penggemar sesama pecinta K-Pop berinteraksi, jadi produktivitas ini hanya terjadi di lingkungan sesama penggemar saja. Kemudian dari produk penggemar yang dihasilkan (Textual Productivity) produktivitas ini penggemar biasanya menghasilkan akan produk namun dalam penelitian ini produk yang dihasilkan penggemar lebih seperti meretweet, merepost informasi apapun terkait idolaya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kaum muda perempuan merepresentasikan budaya penggemar K-Pop dengan cara peniruan atau imitasi.

Kata kunci: Budaya, Penggemar, Perempuan, Populer, Representasi Submisi : 2 April 2018

Pendahuluan

Globalisasi budaya yang terus berkembang dalam segala lingkup kehidupan masyarakat memunculkan suatu istilah baru yaitu budaya populer. Budaya populer atau yang disebut sebagai budaya pop berkaitan dengan tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu dari suatu negara ke negara-negara lain di seluruh dunia.

Budaya pop mengusung nilai ideologi dari negara asalnya yang mungkin saja jauh berbeda dari negara yang terkena imbas budaya pop. Hal ini menjadikan interaksi masyarakat di seluruh dunia menjadi semakin bebas dan terbuka, akibat teramat mudah serta cepatnya masyarakat dalam memperoleh berbagai informasi. Tidak hanya informasi saja yang dapat disebarkan dengan cepat namun budaya

pun dapat dengan mudahnya disebarkan oleh media massa.

(2)

kemudian diadaptasi dari hasil mengonsumsi budaya pop tersebut.

Budaya Korea merupakan salah satu budaya yang tengah mempengaruhi berbagai Negara. Budaya Korea berkembang begitu pesatnya hingga meluas dan diterima publik dunia, sampai menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea ditingkat global, dengan istilah Korean Wave. Hallyu atau Korean Wave adalah sebuah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya Pop Korea atau gelombang Korea secara global di berbagai negara di dunia termasuk negara Indonesia, atau secara singkat mengacu pada globalisasi budaya Korea. Di Indonesia saat ini, fenomena gelombang Korea melanda generasi muda terutama remaja Indonesia yang umumnya menyenangi drama atau disebut K-Drama dan Musik Pop korea atau yang lebih dikenal dengan K-Pop (Korean Pop) (Nastiti, 2010:2).

Budaya dari Korea Selatan ini pada kurun waktu terakhir telah berhasil menyebarkan produk budaya populernya ke dunia internasional. Berbagai produk budaya Korea mulai dari drama, film, lagu, fashion, gaya hidup hingga produk-produk industri, mulai mewarnai kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia. Proses penyebaran budaya Pop Korea dikenal dengan istilah ‘Korean Wave’ atau ‘Hallyu’. Proses penyebaran budaya Korea ke dunia internasional tidak bisa dilepaskan dari keberadaan media massa internet, seperti Facebook, twitter, instagram, youtube, dan sebagainya, bahkan bisa dikatakan bahwa media massa adalah saluran utama penggerak Korean Wave (Wijayanti, 2012:2).

Awal masuknya demam Korea ini bermula dari drama-drama yang ditampilkan oleh beberapa stasiun televisi. Kemudian, media massa lainnya seperti media cetak juga mulai mengambil celah dengan membuat majalah atau tabloid khusus membahas tentang drama Korea, artis, boyband, girlband, musik sampai gaya kehidupan style Korea. Dengan

adanya media massa ini, penggemar Korean Pop pun dapat menyalurkan ketertarikan mereka seperti membeli majalah atau tabloid khusus Korea sehingga bisa terus mengetahui perkembangan dunia Korean Pop dan dapat meniru gaya fashion, rambut atau make up Korea. Fenomena Korean Pop ini juga membuat banyak tempat kursus bahasa Korea mulai bermunculan, tempat makan Korea, dan berbagai hal yang berkaitan dengan Korea.

Penyebaran budaya Korean Pop ini juga terbantukan dengan berbagai media massa yang giat memperkenalkan budaya tersebut dan salah satu media massa yang intensif dalam menyebarkan budaya ini adalah televisi. Hampir setiap hari kita dapat menonton acara-acara yang berhubungan dengan budaya Korean Pop ini dihampir seluruh stasiun televisi. Fenomena ini diikuti dengan banyaknya perhatian terhadap produk Korea Selatan seperti merasakan makanan, barang elektronik, musik, film, drama, fashion, tempat wisata. Fenomena gelombang Korea melanda generasi muda terutama remaja Indonesia yang umumnya menyenangi Korean drama (film-film drama Korea) dan musik pop. Meningkatnya popularitas budaya populer Korea di dunia internasional banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia, tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Fenomena ‘Korean Wave’ atau ’Hallyu’ yang saat ini sedang melanda Indonesia banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat khususnya kawula muda atau anak remaja (Wijayanti, 2012:3). Dalam hal ini, pengaruh korean wave tercermin dari tampilan fashion yang diadaptasi para remaja, gaya hidup, pola pikir, bahasa, makanan dan tidak sedikit remaja pula yang menjadi addict sehingga mereka cenderung konsumtif akan barang-barang yang berhubungan dengan budaya pop Korea.

(3)

Mulanya, tahun 2002 drama Korea diperkenalkan di Indonesia lewat televisi-televisi swasta. Salah satu judul yang sangat digandrungi yaitu ‘Endless Love’, setelah itu, tak kurang dari 50 judul drama Korea memenuhi industri hiburan di tanah air. Populernya drama Korea tersebut membuat segala sesuatu berbau Korea diminati di Indonesia, salah satunya dalam bidang musik. Tidak sedikit juga artis drama Korea yang turut berprofesi sebagai penyanyi, karena pada umumnya drama-drama Korea menghadirkan original soundtrack, bahkan dinyanyikan oleh si aktor atau aktrisnya sendiri. Kedinamisan musik Korea dengan dramanya inilah yang menciptakan ketertarikan sehingga musik Korea juga diminati. Terlebih, perpaduan antara cerita dalam drama dan musik sebagai latarnya, membuat penonton semakin terhanyut dalam cerita.

Berangkat dari sinilah musik Korean Pop merambah di Indonesia, kemudian ditambah dengan artis-artis Korea yang memiliki fisik istimewa, tentu saja ini menambah histeria penggemarnya. Boyband dan Girlband Korea umumnya memiliki jumlah personil yang banyak sehingga penggemar lebih variatif memilih idolanya, dance yang kompak dipadu dengan wardrobe yang berkonsep pun menjadikan K-Pop suatu suguhan musik yang tidak pernah membosankan bagi para penggemarnya khusunya kaum Hawa.

Korean Wave mampu

mempengaruhi gaya hidup dan pola berpikir masyarakat. Korea sekaligus budaya di dalamnya, memiliki daya tarik yang luar biasa yang mengakibatkan jumlah pecinta dan pemerhatinya bertambah dari waktu ke waktu. Merambahnya Korean Pop ke Indonesia tak hanya di kota-kota besar saja, melainkan kota kecil seperti Palu Sulawesi Tengah. Banyak kaum muda yang menjadikan budaya Korea tersebut sebagai kiblat untuk menunjang life style mereka, terutama kaum muda perempuan. Seringnya menonton serial drama Korea, film ataupun variety show membuat para

kaum muda memiliki pemahaman tersendiri terhadap budaya negeri Gingseng tersebut.

Menurut John Storey, konsumsi atas suatu budaya populer akan selalu memunculkan adanya kelompok penggemar, bahwa “penggemar adalah bagian paling tampak dari khalayak teks dan praktik budaya pop” (Storey, 2006:157). Kaum muda perempuan yang menjadi penggemar Korean Pop biasanya membentuk lingkungannya sendiri dan memiliki kebudayaan tersendiri terhadap hal-hal yang terkait dengan kecintaan mereka terhadap sang idola. Para kaum muda perempuan yang menggemari Korean Pop tersebut memiliki nilai dan norma tersendiri, memiliki istilah-istilah, kebiasaan, serta menghasilkan sejumlah produk yang berhubungan dengan Korean Pop yang mereka idolakan.

Dampak negatif dari

masuknya Korean Wave ke Indonesia yaitu masyarakat khususnya kaum muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya Korea dan menjadikan Korea sebagai kiblat mereka untuk bergaya. Para kaum muda juga akan acuh tak acuh terhadap budaya tradisional Indonesia hingga menimbulkan pergeseran budaya lokal, mereka juga lebih senang meniru gaya hidup dari artis-artis korea yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Para penggemar adalah bagian paling tampak dari khalayak teks dan praktik budaya pop. Penggemar selalu dicirikan sebagai suatu kefanatikan yang potensial. Hal ini berarti bahwa kelompok penggemar dilihat sebagai perilaku yang berlebihan dan berdekatan dengan kegilaan. Jenson menunjukkan dua tipe khas penggemar; individu yang terobsesi dan kerumunan histeris (Storey, 2003: 157-158).

(4)

mahasiswa yang menyukai Korean Pop, peneliti memilih lima mahasiswa yang menyukai Korean dengan kurun waktu paling lama, yaitu 5-7 tahun. Selain karena waktu terlama mereka juga bergabung dengan Official fans club sang idola baik itu nasional maupun internasional agar mereka bisa selalu mengetahui berita dan perkembangan sang idola. Karena cintanya pada sang idola, pada saat sang idola ulang tahun mereka biasa mengikuti projek-projek yang dilakukan oleh fans club baik nasional maupun internasionl. Projek yang biasa mereka buat yaitu, video ucapan, cover lagu, cover dance, donasi untuk membuat taman dan juga donasi untuk panti asuhan bersama para penggemar lainnya di seluruh Indonesia. Kecintaan mereka juga dapat dilihat dari cara mereka menirukan idolanya, baik segi penampilan hingga perilakunya sehari-hari.

Bahkan mereka belajar bahasa Korea secara otodidak agar bisa berkomunikasi dengan sang idola maupun dengan para penggemar lain yang berbeda negara. Mereka selalu mengoleksi kalender dan poster yang bergambar idolanya, mereka juga selalu menyisihkan uang jajan untuk membeli segala sesuatu yang mirip dengan apa yang dikenakan sang idola, seperti baju, tas, topi dan sepatu. Tak hanya teman-teman di kampus, kecintaanya akan Korean Pop telah diketahui orang tuanya bahkan orang-orang di lingkuangan tempat tinggalnya. Tak jarang teman-temannya di kampus sering mengatakan mereka gila dan terlalu fanatik pada Korea.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Olivia M. Kaparang dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Gaya Hidup Remaja Dalam Mengimitasi Budaya Pop Korea Melalui Televisi (Studi Pada Siswa SMA Negeri 9 Manado) ditemukan bahwa (1) Para remaja di Indonesia terlebih khusus pada siswa SMAN 9 Manado mengimitasi budaya pop Korea yang saat ini sangat populer dalam kalangan masyarakat. Budaya pop Korea yang diimitasi lebih

kearah fashion Korea. Mereka tanpa ragu berpakaian layaknya remaja Korea atau artis-artis Korea di dalam keseharian mereka. (2) Proses perkembangan dan pengimitasian mereka terhadap budaya pop Korea semakin meningkat sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi melalui media massa, terlebih khusus melalui televisi.

Mereka rela menyediakan banyak waktu hanya untuk dapat menyaksikan sosialisasi budaya lain. (3) Proses pengimitasian para remaja ini, memperlihatkan terjadinya sebuah pergeseran kekaguman terhadap budaya sendiri. Nampak dengan jelas proses pergeseran budaya. Orang tua tak mampu mengarahkan anak mereka untuk tetap mengagumi dan mengimitasi budaya sendiri melainkan mengizinkan anak-anak mereka mengimitasi budaya pop Korea dengan cara berpakaian serta bergaya Korea (Kaparang, 2013:13)

Kecintaan penggemar terhadap idola K-Pop, diwujudkan melalui berbagai hal yang akhirnya menjadi fenomena di kalangan kaum muda, terutama perempuan. Meniru cara berpakaian, perilaku, bahkan ada yang sampai mengganti nama di akun media sosial menjadi nama idolanya. Fenomena-fenomena semacam ini, merupakan beberapa contoh reaksi penggemar. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik ingin mengetahui lebih jauh tentang bagaimana reaksi mahasiswa ilmu komunikasi angkatan 2013 sebagai representatif budaya kaum muda perempuan penggemar Korean Pop.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini antara lain bagaimana reaksi kaum muda perempuan penggemar Korean Pop terhadap idolanya dan bagaimana kaum muda perempuan penggemar Korean Pop merepresentasikan budayanya sebagai penggemar Korean Pop.

Metodologi

(5)

kepada pemaparan luas (thick description) tentang realitas (Bajari, 2015: 41) terkait dengan representasi budaya kaum muda sebagai penggemar Korean Pop pada mahasiswi ilmu komunikasi angkatan 2013.

Dasar penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah studi kasus. Walgito (2010:92) studi kasus merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup). Pada metode studi kasus ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak luas. Metode ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode lain. Sedangkan Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011:250) mengatakan studi kasus adalah suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integrative dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik. Objek penelitian ini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan apa yang ingin dikaji dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini yang akan dikaji adalah representasi budaya mereka sebagai kaum muda perempuan yang menggemari K-Pop, meliputi tingkah laku, bahasa, gaya berpakaian, makanan, dan hoby mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Subjek penelitian adalah kaum muda perempuan yang sangat menggemari K-Pop dan masih berstatus mahasiswa di Prodi Ilmu Komunikasi, Fisip Universitas Tadulako angkatan 2013. Informan merupakan bagian dari populasi yang dianggap penting, yang diharapkan dapat mewakili dalam menjawab permasalahan-permasalahan peneliti.

Teknik pemilihan informan sendiri menggunakan teknik Purposive sampling. Menurut Sugiyono (2013:221) Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Adapun informan penelitian adalah berjumlah 5 orang dengan kriteria yaitu:

a. Menyukai Korean Pop lebih dari 5 tahun

b. Mengetahui seluk beluk Korean Pop c. Selalu update informasi tentang

Korean Pop terutama sang idola d. Menguasai bahasa Korea, minimal

bahasa percakapan sehari-sehari Membeli dan mengoleksi barang-barang yang berhubungan dengan sang idola.

Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan (Stewart, 1970) sedangkan Young Yung Kim (1984) mengatakan komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi dimana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan yang lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung (Suranto, 2010: 32).

Komunikasi antarbudaya terjadi ketika anggota dari suatu budaya tertentu memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain. Lebih tepatnya, komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi (Samovar, dkk, 2010:13). Sementara menurut Tubbs dan Moss dalam (Sihabudin 2013:13) komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antar orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik ataupun perbedaan sosioekonomi).

(6)

yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana & Rakhmat, 2010:18).

Budaya menampakkan diri dalam pola-pola dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat disuatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan tekhnis tertentu dan pada suatu saat tertentu (Mulyana & Rakhmat, 2010:18).

Sedangkan menurut Harris (1983:5) budaya adalah tradisi dan gaya hidup yang dipelajari dan didapatkan secara sosial oleh anggota dalam suatu masyarakat, termasuk cara berfikir, perasaan, dan tindakan yang terpola dan dilakukan berulang-ulang (Baran, 2012:9).

Suatu budaya dapat mengalami difusi dari budaya lain. Rudito dan Famiola (2013: 191) menjelaskan bahwa penyebaran pengetahuan budaya dari satu kelompok sosial kepada kelompok sosial lainnya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga difusi (pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan untuk kelompok sosial lainnya.

Media

Pengertian komunikasi massa merujuk, kepada pendapat Tan dan Wright, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto & Erdinaya, 2004:3), yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari defenisi

tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa.

Menurut Mulyana (2005:75) komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang tersebar yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen.

Sedangka menurut Effendy komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui mediamassa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas,siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yangdipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2007:79).

Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa inggris yaitu, masscommunication, disingkat dari mass media communication (komunikasi media massa).Komunikasi massa merupakan sebuah proses di mana organisasi media memproduksidan menyebarkan pesan kepada publik secara luas. Dimana khalayak tersebut bersifatheterogen, tersebar, dan anonim. Pesan yang disampaikan diterima oleh khalayak secaraserentak (Ardianto, 2004:31).

Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa, karena media massa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan relatif lebih bayak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan terpencar. Media massa sendiri dalam kajian komunikasi massa sering dipahami sebagai perangkat-perangkat yang diorgaisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang relatif sigkat (McQuail, 2000:17).

(7)

dengan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi (Cangara, 2005:122). Sedangkan menurut Bungin (2006:7) media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal.

Reaksi Penggemar

John Fiske (Lewis, 1992:37) mengemukakan tiga reaksi dari penggemar atau fans, yaitu:

1. Semiotic Productivity, yaitu ketika fans menggunakan obyek fandom untuk memberikan makna sosial dalam kehidupan mereka sendiri, (misalnya: fans mendapatkan makna dari penemuan dengan idola).

2. Enunciative Productivity, yaitu ketika fans mengekspresikan keantusiasannya, kepada dunia luar melalui ucapan-ucapan pujian atau penampilan yang menyerupai idola mereka.

3. Textual Productivity, yaitu ketika fans menciptakan komoditas komersial berdasarkan obyek fandom mereka (misalnya fans menjual atau memproduksi koleksi-koleksi idolanya untuk mendapatkan keuntungan).

Fenomena K-Pop yang mendunia membuat para penggemarnya membentuk komunitas-komunitas agar mereka bisa saling berinteraksi dan berbagi informasi mengenai idolanya ke sesama penggemar, seperti halnya para informan yang ikut bergabung dalam fandom-fandom idola mereka, disinilah komunikasi antarbudaya terjadi. Seperti yang dikatakan oleh Stewart, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, dan kebiasaan. Dalam satu fandom tergabungnya seluruh fans club yang ada di berbagai negara dan tentu saja masing-masing negara maupun individu

penggemar memiliki latar belakang budaya, bahasa, dan adat istiadat yang berbeda.

Komunikasi antarbudaya terjadi ketika anggota dari suatu budaya tertentu memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain. Hal ini terjadi ketika penggemar K-Pop yang ada di Indonesia mendapatkan pesan dari penggemar yang berasal dari negara lain, seperti terjadi pada salah satu informan yaitu Putri, dimana penggemar yang berasal dari Korea mengajak anggota club penggemar yang ada di negara-negara lain, termasuk Indonesia untuk membuat sebuah projek untuk Idola mereka saat berulang tahun, maka yang terjadi adalah proses komunikasi antarbudaya. Karena Idola mereka berasal dari Korea, maka penggemarlah yang selalu berupaya menyesuaikan diri dengan kebudayaan Idolanya. Lebih tepatnya, komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi sebagaimana komunikasi antarbudaya yang dikemukakan oleh Samovar dan kawan-kawan.

Dalam penelitian ini para informan mengaku mereka berinteraksi dengan para penggemar lainnya dan juga idolanya melalui media massa, karena komunikasi antarbudaya terjadi tentu saja tak lepas dari peran media massa di dalamnya. Dengan adanya media massa seperti internet dapat memudahkan para penggemar dan idolanya untuk berinteraksi melalui sosial media yang menyamarkan batasan tempat, jarak dan waktu yang ada.

(8)

dengan mudahnya menyebarkan informasi mengenai musik, album, atau pun fashion terbaru kesesama penggemar melalui media sosial. Hal ini tentu saja didasari karena para informan ini selalu ingin mendapatkan informasi terbaru seputar dunia K-Pop, sehingga berita dan informasinya harus mereka update setiap hari.

Para penggemar ini membentuk kelompok atau komunitas sesuai dengan nama Boyband, Girlband, ataupun aktor yang mereka sukai. Kelompok inilah yang dinamakan fandom, di dalam fandom ini akan lebih mudah untuk mereka saling bertukar informasi. Seperti para informan yang rata-rata dari mereka telah bergabung di oficial fansclub atau fandom masing-masing idola. Menjadi fans atau penggemar tentunya tidak seru bila tidak berinteraksi dengan penggemar lainnya, karena sebagai makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain untuk mendapatkan atau melakukan sesuatu. Hal ini akan lebih mudah didapatkan jika mereka mengenal orang yang sama-sama tertarik dengan idolanya tersebut. Jika mereka mengenal penggemar lain, maka pertukaran informasi akan dengan mudah dan cepat didapatkan.

Dalam penelitian ini, peniruan atau kebudayaan kaum muda perempuan yag dilakukan oleh para informan sebatas gaya berpakaian, bahasa, dan beberapa keseharian idolanya yang mereka juga terapkan dikeseharian dalam kehidupan mereka. Para informan atau penggemar ini lebih aktif di sosial media, sehingga dapat mendapatkan teman dari berbagai daerah bahkan dari berbagai negara. Wawasan penggemar juga menjadi lebih luas, dengan keinginan mereka untuk mempelajari bahasa asing, terutama bahasa Korea dan bahasa Inggris, karena mereka berinteraksi dengan penggemar dari negara-negara lain. Biasanya saat bertemu dengan sesama penggemar K-Pop mereka menggunakan sapaan dalam bahasa Korea. Berbicara pun seperti itu, meskipun mereka tak terlalu fasih berbahasa Korea

namun mereka selalu menyelipkan kosa kata atau istilah dalam bahasa Korea disetiap kalimat yang mereka ucapkan. Meskipun interaksi mereka saat bertemu dianggap lebay dan heboh oleh mereka yang tidak menyukai K-Pop, namun para penggemar ini tidak terlalu memperdulikan, karena menurut mereka itu masih wajar dan biasa-biasa saja.

Selain bahasa, cara berpakaian informan juga banyak terpengaruh oleh budaya K-Pop. Style atau gaya berpakaian yang modis, gaya rambut yang rapi, aksesoris yang lebih bervariasi dan beraneka ragam, serta padu padan warna yang lembut membuat para informan sangat menyukai gaya fashion Korea tersebut. Dalam hal berpakaian para informan mengakui mereka menggunakannya sesuai tempat dan kondisi. Seperti umunya di Indonesia, bila ke kampus harus menggunakan kemeja atau harus berpakain yang sopan dan rapi. Jadi mereka tidak terlalu menonjolkan gaya K-Pop mereka saat ke kampus. Selain itu, para informan juga menggunakan jilbab bila ke kampus, jadi artefak-artefak budaya yang sering mereka tonjolkan seperti tas yang bertuliskan lambang EXO atau BTS, buku yang bersampulkan gambar idola, dompet yang mirip seperti milik idolanya, dan aksesoris-akseris yang berbau K-Pop lainnya seperti jam tangan, pin dan gelang.

Berbeda saat mereka sedang berada di rumah atau saat sedang bepergian, seperti ke mall, ke pantai, atau hangout bersama teman penyuka K-Pop, mereka akan bergaya seperti idolanya. Kebanyakan yang diidolakan oleh para informan ini yaitu artis laki-laki, tetapi mereka tidak meniru atau bergaya seperti laki-laki, hanya sebatas pakaian yang dipadu padankan ke versi perempuan atau lebih feminim. Kadang mereka juga menambahkan aksesoris seperti topi atau snapback, tas, dan sepatu yang identik dengan yang mereka idolakan.

(9)

kebutuhan mereka sebagai seorang penggemar. Kebanyakan barang-barang yang berbau K-Pop lumayan mahal dan sulit didapatkan, tidak jarang mereka harus beli online dari luar negeri. Harga album, baju, dan aksesoris yang mahal tidak masalah bagi mereka, yang penting mereka memiliki barang-barang tersebut. Mereka juga sangat berkeinginan melihat langsung idolanya, seperti menonton konser atau mengahadiri fanmeeting saat idolanya datang ke Indonesia, namun dari ke lima informan belum ada yang pernah meonton konser atau menghadiri fanmeeting secara langsung. Selain karena jarak Palu dan Jakarta yang begitu jauh, mereka mengakui bila mereka terkendala oleh biaya dan juga izin dari orang tua. Jadi mereka hanya bisa melihat idolanya melalui televisi atau melalui sosial media seperti youtube.

Sedangkan representasi budaya kaum muda perempuan dapat dilakukan melalui tiga cara yang menurut Giles dan Middleton adalah To stand in for yakni dengan menggunakan tanda yang menunjukkan bahwa dirinya adalah penggemar dari idolanya misalnya dengan menggunakan pin bergambar Wajah Lee Min Ho yang merupakan idolanya, jaket bertuliskan nama idola, juga termasuk barang-barang aksesoris seperti pin, kalung, tas, topi, bahkan jepit rambut. Memiliki benda-benda tersebut merupakan bukti kecintaan seorang penggemar kepada idolanya.

To speak or act on behalf of berkaitan dengan pernyataan sikap penggemar yang menyatakan dirinya adalah penggemar, seperti saat berkumpul dengan sesama penggemar K-Pop. Mereka akan saling tukar informasi seputar idola masing-masing. Seperti ketika ada gossip atau statement yang menyudutkan idolanya, maka penggemar akan serta merta membela idolanya. Penggemar berbicara seolah-olah mewakili apa yang ingin dikatakan oleh idolanya.

To re-present berkaitan dengan penggemar dapat memperlihatkan

kejadian-kejadian atau momen yang pernah dilakukan atau terjadi pada idolanya. Seiring dengan perkembangan teknologi tentu saja semakin beragam cara bisa dilakukan misalnya dengan mengoleksi berbagai video dan foto seputar idola masing-masing. Apalagi ditambah dengan kemudahan mengakses informasi melalui internet, maka penggemar dapat mengakses informasi lebih cepat dimanapun dan kapanpu mereka mau.

Reaksi kaum muda perempuan penggemar K-Pop terhadap idolanya ditunjukkan melalui semiotic productivity, enunciative productivity dan textual productivity. Ketiga bentuk reaksi tersebut bukanlah tahapan, melainkan wujud reaksi penggemar yang bisa muncul bersamaan dalam satu waktu namun dapat pula muncul sebagai reaksi yang terpisah antara satu dengan yang lain.

Semiotic Productivitypada dasarnya berkaitan dengan tanda. Tanda inilah yang menjadi ciri khusus yang penting, karena tanda dapat diamati dan dapat dapat mewakili dari seseorang. Tanda juga dapat berupa benda ataupun wujud fisik. Produktifitas ini berlangsung selama kita melihat atau mengamati tanda-tanda tersebut.

Produktivitas yang dihasilkan juga menyangkut istilah-istilah baru dalam kehidupan sehari-hari penggemar. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh banyak istilah yang sering digunakan oleh penggemar K-Pop antara lain:

a. Bias adalah artis atau member Boyband atau Girlband yang sangat kita idolakan.

b. Fanboy adalah sebutan untuk penggemar atau fans laki-laki. c. Fangirl adalah sebutan untuk

penggemar atau fans perempuan. d. Fanbase adalah akun dalam sosial

(10)

merayakan ulang tahun ataupun konser sang idola.

e. Fansite adalah situs yang dikelola oleh penggemar dengan menunjukkan dedikasi dirinya untuk selebriti/idol tertentu. Jadi secara umum mereka juga merupakan penggemar. Hampir sama seperti fanbase hanya saja fansite sering dijadikan tempat beropini, seperti sudut pandang orang sekitar, keluh kesah, berbagi informasi, kesenangan, dedikasi dan lain sebagainya. Fansite ini biasanya juga berbentuk blog, facebook, twitter, instagram atau youtube. Akun-akun ini biasanya ini data berupa kumpulan gambar-gambar, video, berita dan juga kegiatan sang idola.

f. Fangath atau kependekan dari kata fan gathering adalah sebuah pertemuan yang diadakan oleh penggemar dalam suatu fandom atau seluruh fandom dalam satu kota. Seperti menghadiri Big Gatheringfandom yang rutin diadakan setiap tahun.

g. Fanproject adalah suatu kegiatan atau project yang dibuat oleh penggemar dan ditujukan kepada idola. Fanproject dibagi menjadi dua bagian. Pertama, fanproject yang ditujukan secara langsung untuk idola. Kedua, fanproject yang tidak secara langsung ditujukan untuk idola. Seperti membuat fanproject lightstick island saat sang idola sedang konser atau membuat fanproject parodi video klip sang idola dan diunggah di situs resmi mereka.

h. Fancover adalah sebuah kegiatan menirukan sebuah lagu atau tarian dari idola yang dilakukan oleh penggemar. Fancover terdiri dari dua macam, yaitu cover song dan cover dance. Cover song adalah menyanyi dengan menirukan idola,

dan cover dance adalah menirukan tarian dari idola.

i. Fanfiction adalah cerita pendek (cerpen) fiksi yang dibuat oleh penggemar dengan idola sebagai tokoh utamanya. Idola dapat berupa aktor, penyanyi atau karakter dalam animasi yang menjadi kesukaan. Fanfic dibuat oleh penggemar untuk dikonsumsi secara pribadi atau di share kepada penggemar lain melalui blog atau fanpage.

j. Fanart merupakan bentuk karya seni atau kreativitas dari penggemar berupa gambar dengan idola sebagai objeknya. Seperti menciptakan karakter dalam bentuk animasi atau dalam bentuk lukisan.

k. Fanchant adalah nyanyian yang dilakukan oleh penggemar saat konser berlangsung. Fanchant biasanya disebut dengan yel yel, tapi fanchant memiliki alur dan nada tersendiri, sehingga sesuai dengan ritme lagu yang sedang dinyanyikan oleh idol. Seperti menyerukan teriakan khusus saat konser sang idola dan fanchant berbeda-beda untuk tiap lagu. l. Fancam atau fanvid berarti video

yang diabadikan oleh penggemar. Bentuk fanvid dapat berupa video yang berisi kumpulan-kumpulan gambar atau potongan video yang dikemas menjadi satu, ataupun video yang diabadikan secara langsung dan biasanya disebut dengan fancam. Seperti merekam aksi panggung saat konser sang idola atau membuat video presentation tentang idola mereka. m. Fanwar adalah perang yang terjadi

(11)

Para penggemar dalam suatu fandom merasa tersinggung jika ada penggemar dari fandom lain yang mencela idola atau fandom mereka, akibatnya aksi saling balas hujatan terjadi di media sosial.

Istilah-istilah yang dijelaskan di atas merupakan produk-produk kebudayaan dari para penggemar K-Pop yang menjadikan penanda bahwa mereka merupakan penggemar K-Pop, karena istilah-istilah tersebut hanya diketahui oleh mereka yang ada di dalamya.

Enunciative Productivity berlangsung sepanjang ada peroses komunikasi interpersonal maupun komunikasi kelompok kecil yang terjadi dalam kelompok yang cenderung homogen. Homogen dalam hal ini adalah bahwa setiap anggota kelompok atau individu yang terlibat dalam proses komunikasi memiliki idola yang sama atau minimal sama-sama menyukai K-Pop. Hal ini biasanya disertai dengan adanya antusiasme penggemar. Selama antusiasme dalam proses komunikasi ini terus berlangsung, selama itu pula enunciative productivity akan terus terjadi. Namun kehadiran individu lain (bukan penggemar K-Pop) dalam diskusi yang sedang berlangsung, yang menyebabkan kelompok menjadi heterogen, maka enuciative productivity akan berakhir.

Textual Productivity terjadi ketika kaum muda perempuan penggemar K-Pop menciptakan karya-karya atau produk budaya yang berkatan dengan idolanya. Seperti kaos, video cover, ataupun hanya sekedar fanpage, atau meretweet sebuah postingan twitter yang berkaitan dengan fakta unik seputar K-Pop, dengan kata lain textual productivity tidak menitik beratkan keorisinilan sebuah karya, melainkan keberadaan aktivitas atau upaya yang dilakukan oleh penggemar sebagai bukti jangka panjang bahwa mereka merupakan penggemar K-Pop.

Reaksi produktivitas yang dihasilkan penggemar tentu saja tidak luput dari budaya imitasi atau peniruan terhadap

nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan para idola K-Pop. Peniruan sendiri dapat dilakukan oleh semua orang mulai dari anak-anak, remaja, bahkan sampai kepada orang tua melalui berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan di sekitar mereka, tidak terkecuali dengan media yang mereka gunakan.

Proses imitasi atau peniruan sendiri memiliki empat unsur, yaitu Perhatian (attention), Mengingat (retention), Reproduksi gerak (reproduction) dan Motivasi. Perhatian (attention) dimana penggemar mulai memperhatikan sikap dan tingkah laku sang idola, kemudian Mengingat (retention) penggemar akan mengingat atau merekam apapun yang idolanya lakukan, lalu Reproduksi gerak (reproduction) setelah penggemar memperhatikan dan mengingat penggemar akan mempraktekkan atau menunjukkan dalam bentuk tingkah laku, seperti gaya berpakaian atau gaya berbicara dan yang terakhir yaitu motivasi, penggemar akan selalu meniru apa yang idolanya lakukan, penggemar akan menjadikan sang idola sebagai motivatornya. Penggemar dapat dikatakan sebagai pengikut yang sangat antusias terhadap apa saja yang dilakukan oleh sang idola, sehingga selalu merepresentasikan kembali apa yang telah mereka saksikan dari sang idola dikehidupan mereka.

Simpulan

(12)

karya dalam bentuk artikel atau reposting artikel terkait idola K-Pop .

Kaum muda perempuan

merepresentasikan budaya penggemar K-Pop dengan cara peniruan atau imitasi. Imitasi sendiri tentu telah melewati banyak proses sehingga meniru apa yang disukai. Penggemar meniru gaya bahasa dan gaya berpakaian idolanya. Hal tersebut menjadi posistif karena menambah wawasan dalam berbahasa dan dengan berpakaian mengikuti fashion dapat membuat seseorang terlihat rapi dan memperhatikan penampilan. Imitasi sendiri terbagi menjadi empat unsur, yaitu Perhatian (attention), Mengingat (retention), Reproduksi gerak (reproduction) dan Motivasi. Perhatian (attention) dimana penggemar mulai memperhatikan sikap dan tingkah laku sang idola. Perhatian para penggemar ini biasanya berupa pujian dan mulai mengikuti kebiasaan-kebiasaa idolanya. Mengingat (retention) penggemar akan mengingat atau merekam apapun yang idolanya lakukan lalu Reproduksi gerak (reproduction) setelah penggemar memperhatikan dan mengingat penggemar akan mempraktekkan atau menunjukkan dalam bentuk tingkah laku, seperti gaya berpakaian atau gaya berbicara dan yang terakhir yaitu motivasi, dimana penggemar menjadikan idolanya penyemangat dalam kehidupan sehari-hari.

Referensi

Ardianto, Elvinaro. (2004). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Bajari, Atwar. (2015). Metode Penelitian Komunikasi : Prosedur, Tren, dan Etika. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Baran, Stanley J. (2012). Pengantar Komunikasi Massa: Melek Media Dan Budaya. Jakarta: Erlangga Cangara, Hafied. (2005). Pengatar Ilmu

Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Effendi,Onong Uchjana. (2007). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Kaparang, Olivia M. 2013. Analisa Gaya

Hidup Remaja DalamMengimitasi Budaya Pop Korea Melalui Televisi (Studi pada siswa SMA Negeri 9, Manado).Ejournal. Manado: Universitas Samratulangi.

Lewis, lisa A. (1992). The Adoring Audience: Fan Culture Popular Media.London: Routledge

McQuail, Denis. (2000). McQuail Mass Communication Theory 5th Edition. London: Sage Publication

Mulyana, D,. & Rakhmat, J. (2010). Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi Dengan

Orang-Orang Yang Berbeda

Budaya.Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Nastiti, Aulia. D. (2010). “Korean Wave”

di Indonesia: Antara Budaya Pop,Internet, dan Fanatisme Pada Remaja (Studi Kasus Terhadap Situs AssianFans Club Di Indonesia Dalam Perspektif Komunikasi Antar Budaya).Journal of Communication. 1 (1), pp1-23.

Rahardjo, Susilo & Gudnanto. (2011). Pemahaman Individu Teknik Non Teks. Kudus: Nora Media Enterprise Rosdakarya

Rudito, Bambang & Melia Famiola. (2013). CSR (Corporate Social Responsibility). Bandung: Rekayasa Sains

Samovar, Larry A & Porter, Richard E. (1994). Intercultural Communication: A Reader. Berlmont: Wadsworth, h. 415-425. Samovar, Larry A, Richard E. Porter,

(13)

Sihabudin, Ahmad. (2013). Komunikasi Antarbudaya: Suatu Perspektif Multidimensi. Jakarta: Bumi Aksara Storey, John. (2006). Culture Studies Dan

Kajian Budaya Pop:

PengantarKomprehensif Teori Dan Metode. (Layli Rahmawati, Penerjemah). Yogjakarta: Jalasutra. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke-19. Bandung: Alfabeta. Suranto, Aw (2010). Komunikasi Sosial

Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu Walgito, Bimo. (2010). Bimbingan Dan

Konseling Studi & Karir. Yogyakarta: Andi

Referensi

Dokumen terkait