• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILOSOFI PENDIDIKAN Pandangan Para Tokoh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FILOSOFI PENDIDIKAN Pandangan Para Tokoh"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN

(Pandangan Para Tokoh Pendidikan Indonesia)

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Landasan Pendidikan yang Dibimbing oleh Dr. Waras, MPd

Disusun oleh: Ahmad Chafid Alwi, S.Pd

Arwini Hasyim, S.Pd

PROGRAM S2 PENDIDIKAN EKONOMI PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

(2)

A. PENDAHULUAN

Hakekat pendidikan perlu dipahami dengan mendalami arti landasan

pendidikan secara mendalam. Landasan-landasan pendidikan dan pembejaran

adalah asumsi, atau gagasan, keyakinan, prinsip yang dijadikan titik tolak atau

pijakan dalam rangka berpikr atau melakukan praktik pendidikan dan

pembelajaran. Landasan-landasan pendidikan meliputi Landasan-Landasan

Historis, Filosofis, Politik, Ekonomi, Psikologis, Sosiologis, Antropologis, dan

Komparatif. Dalam konteks ini pendidikan dapat dimaknai berbeda-beda sesuai

dengan prinsip-prinsip yang dijiwai dari masing masing landasanlandasan ini.

Karya ilmiah ini ditulis bertujuan untuk menjelaskan landasan filosofis

pendidikan. Dihasilkan melalui studi deskriptif yang di dapat dari berbagai

sumber. Fokus pada tulisan ini adalah pembahasan landasan filosofis yang

dimulai dari makna filosofis dari berbagai tokoh, penjelasan filosofis pendidikan

yang di Indonesia dengan menghadirkan beberapa pemikiran dari Ki Hajar

Diwantara, KH. Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan, serta menghadirkan fakta-fakta mengenai nilai filosofi pendidikan yang sudah mulai hilang.

Tokoh-tokoh tersebut kami hadirkan sebagai wujud penghargaan kami atas jasa-jasanya

untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Diwantara adalah bapak

pendidikan Indonesia yang ikut andil dalam mencerdaskan bangsa Indonesia di

era penjajahan. KH. Hasim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan juga merupakan tokoh yang sangat berperan dalam perkembangan pendidikan Pondok Pesantren,

madrasah-madrasah, dan sekolah Muhammadiyah.

Kami berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi insan akademika

yang sedang mendalami Landasan-landasan pendidikan.

B. DEFINISI FILOSOFI

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, filosofi/filsafat adalah 1.

pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang

ada, sebab, asal, dan hukumnya; 2. Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu

(3)

Pemaparan Cohen LNM dalam Abdul Halim dan Supriyono menjelaskan

bahwa Filosofi berarti“Cinta Kebijaksanaan”. Kata Filosofi terbentuk dari 2 kata dari bahasa Yunani , yaitu philo yang berarti cinta dan Sophos yang berarti

kebijaksanaan. Dengan demikian Filosofi (Filsafat) dapat diartikan sebagai cinta

kebijaksanaan (alhikmah). Beberapa tokoh terkenal memberikan

pengertian-pengertian yang sedikit berbeda. Hal ini lebih jelas digambarkan pada table

berikut:

No. Tokoh Makna filosofi

1 SOCRATES proses yang mempertanyakan asal-usul alam

dan berusaha menjawabnya dengan

menggunakan rasio dan tidak lagi

mempercayai hal-hal yang berkaitan dengan

mitos (penyelidikan untuk memahami

hakikat alam dan realitasnya dengan

mengandalkan akal budi).

2 PLATO penyelidikan tentang sebab-sebab dan

asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu

yang ada.

3 ARISTOTLE upaya mencari prinsip-prinsip dan

penyebab-penyebab berbagai realitas yang ada.

4 RENE DESCRATES himpunan dari segala pengetahuan yang

pangkal penyelidikannya berkaitan dengan

Tuhan, alam, dan manusia.

5 TITUS proses pemikiran terhadap yang benar yang

bersifat kritis, terbuka, toleran, bersedia

meninjau masalah dari berbagai sudut tanpa

prasangka. Fisafat berusaha untuk

memperoleh pandangan menyeluruh dari

berbagai ilmu dan pengalaman manusia.

(4)

bertujuan menyelidiki hakekat yang

sebenarnya.

Sumber: Diadopsi dari presentasi Dr. Hariwahyono,M.Pd. 2015. Filsafat Ilmu Ekonomi

Filosofi berkeinginan memahamkan manusia akan hubungan yang

menyeluruh antara sifat alamiah dunia dan ketuhanan. Filosofi menguraikan

pikiran alami manusia, dimana manusia dan institusinya dapat saling memahami.

Filosofi melihat untuk memahami apakah manusia bebas atau dalam perbudakan

dan apakah dia dapat merubah jalan sejarah. (K.K. Shrivastava, 2003)

Filosofi seperti sebuah idealism dan realism. Kembali pada tubuh secara

utuh yang memberikan pandangan dunia mengenai pendidikan hanyalah sebuah

bagian. Sebaliknya, pendidikan teorinya berfokus pada pendidikanya sendiri dan

(5)

1. Filosofis idealisme merupakan hakikat dunia fisik hanya bisa dipahami

dengan ketergantungan pada jiwa dan spirit. Kaum idealis percaya bahwa

anak merupakan bagian dari alam spiritual yang memiliki pembawaan

spiritual yang sesuai dengan potensialnya. Pendidikan yang idealisme

memandang anak sebagai tujuan bukan alat.

2. Filosofis realisme merupakan pengetahuan manusia itu dalam gambaran

yang baik dan tepat dari kebenaran. Menurut aliran realisme murid adalah

yang mengalami inferiorisasi berlebih karena ia dipandang tak memiliki

pengetahuan apapun kecuali apa-apa yang pendidikan berikan

3. Filosofis Esensialisme merupakan aliran yang ingin kembali pada

kebudayaan-kebudayaan lama. Tujuannya yakni agar anak didik bisa

mencapai kebahagiaan demi kebaikan hidupnya sendiri

4. Filosofis prakmatisme merupakan aliran dengan tokohnya Dewey yang

mengatakan bahwa sistem pendidikan sekolah harus diubah, dimana sains

tidak harus diberikan melalui buku-buku, melainkan harus diberikan

kepada siswa melalui praktik dan tugas-tugas yang berguna

5. Metafisika menyelidiki hakikat realitas atau menjawab petanyaan: “Apa hakikat realitas?”.Bidang telaah dari flsafat-metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati termasuk pemikiran ilmiah.

Metafisika diibaratkan sebagai tempat landasan meluncurkan pemikiran

manusia untuk berspekulasi secara filsafati tentang hakikat dunia yang

sepintas nyata ini.

6. Epistemologi berasal dari bahasa Latin “episteme” yang artinya “ilmu pengetahuan” dan “logos” yang berarti “teori”. Jadi epistemologi berarti teori ilmu pengetahuan (Salahudin, 2011: 131). Epistemologi

mempertanyakan: “Apa hakekat ilmu pengetahuan?” Bagaimana kita dapat mengetahui?”. Epistemologi berhubungan dengan pengetahuan dan mengetahui. Epistemologi berhubungan erat dengan metode mengajar dan

belajar. Bagi orang idealis, pengetahuan dan mengetahui dipandang

sebagai mengingat ide-ide laten di dalam pikiran. Para realis memandang

(6)

pragmatis memandang bahwa kita menciptakan pengetahuan dengan

berinteraksi dengan lingkungan (pemecahan masalah).

Setelah kita mengkaji istilah istilah yang terdapat pada table di atas kita dapat

mendalami makna pendidikan berdasarkan kajiannya. Berikut pemaparannya:

a. Menurut pandangan idealism metafisik, realitas adalah

ketidakperubahan spiritual atau mental. Sedangkan menurut realism

metafisik, realitas adalah obyektif dan yang disusun dari bahan dan

bentukan yang bercampur berdasarkan hokum alam. Menurut

pragmatis metafisik, realitas adalah interaksi individu dengan

lingkungan atau pengalaman yang juga selalu berubah. Sedangkan

menurut eksistensilis metafisik, realitas adalah subyektif, dengan

pokok-pokok terdahulu yang sudah ada.

b. Menurut idealis aksiologi, mengetahui adalah berfikir kembali tentang

ide-ide yang terpendam. Berdasarkan realis epistimologi, mengetahui

teridiri atas sensasi dan abstraksi. Hasil“mengetahui”juga berasal dari pencarian pengalaman yang didapat dari penggunaan metode ilmiah.

Sedangkan menurut eksesial epistimologi, mengetahui berarti

membuat pilihan personal.

c. Dipandang dari aksiologi idealism, nilai adalah sesuatu yang absolut

dan kekal, dan realis menambahkan bahwa keabsolutan itu berdasarkan

pada hokum alam. Sedangkan menurut pragmatis aksiologi, nilai

bersifat situasional atau relative, dan berdasarkan eksistensialism, nilai

haruslah menjadi pilihan yang bebas.

d. Idealism penerapan pendidikan, subyek bahan kurikulum menekankan

ide yang besar dari budaya. Pandangan realism, subyek bahan

kurikulum sangat menekankan humanistic dan disiplin ilmiah.

Menurut pragmatis, pengajaran yang mengatur pemecahan masalah

sesuai metode ilmiah. Pandangan eksensialisme mengangggap dialog

kelas merangsang kesadaran tiap individu untuk menciptakan konsep

(7)

C. FILSAFAT PENDIDIKAN INDONESIA

1. Konsep dari Pandangan Ki Hajar Dewantara

Dasar-dasar pendidikan barat dirasakan Ki Hajar Dewantara tidak

tepat dan tidak cocok untuk mendidik generasi muda Indonesia karena

pendidikan barat bersifat regering, tucht, orde (perintah, hukuman dan

ketertiban). Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya-upaya

untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),

pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Pendidikan itu membentuk manusia yang

berbudi pekerti, berpikiran (pintar, cerdas) dan bertubuh sehat.

Menurut Ki Hajar Diwantara seharusnya bangsa Indonesia

haruslah, pertama, manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang

memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya, pendidikan diarahkan

untuk meningkatkan citra manusia di Indonesia menjadi berpendirian

teguh untuk berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Ekspersi kebenaran itu

terpancarkan secara indah dalam dan melalui tutur kata, sikap, dan

perbuatannya terhadap lingkungan alam, dirinya sendiri dan sesamanya

manusia. Jadi, budi pekerti adalah istilah yang memayungi perkataan,

sikap dan tindakan yang selaras dengan kebenaran ajaran agama,

adat-istiadat, hukum positif,dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai

kemanusiaan universal.

Kedua, manusia di Indonesia yang maju pikirannya adalah yang

cerdas kognisi (tahu banyak dan banyak tahu) dan kecerdasannya itu

membebaskan dirinya dari kebodohan dan pembodohan dalam berbagai

jenis dan bentuknya (misalnya: karena rekayasa penjajah berupa

indoktrinasi). Istilah maju dalam pikiran ini menunjukkan meningkatnya

kecerdasan dan kepintaran. Manusia yang maju pikirannya adalah manusia

yang berani berpikir tentang realitas yang membelenggu kebebasannya,

dan berani beroposisi berhadapan segala bentuk pembodohan

Ketiga, manusia di Indonesia yang mengalami kemajuan pada tataran fisik atau tubuh adalah yang tidak semata sehat secara jasmani, tapi

(8)

tubuhnya dan memahami fungsi-fungsi itu untuk memerdekakan dirinya

dari segala dorongan ke arah tindakan kejahatan. Manusia yang maju

dalam aspek tubuh adalah yang mampu mengendalikan

dorongan-doroangan tuntutan tubuh. Dengan dan melalui tubuh yang maju itu pula,

pikiran yang maju dan budi pekerti yang maju memperoleh dukungan

untuk mendeklarasi kemerdekaan diri dari segala bentuk penindasan ego

diri yang pongah dan serakah di satu sisi dan memiliki kemampuan untuk

menegaskan eksistensi diri secara beradab sebagai manusia yang merdeka

(secara jasmani dan ruhani) di sisi lain. Dalam praksis kehidupan,

kemajuan dalam tubuh bisa dipahami sebagai memiliki kekuatan untuk

memperjuangkan kemerdekaan dan keterampilan untuk mengisi

kemerdekaan itu dengan segala pembangunan yang humanis.

Dalam konteks penalaran atas konsep pendidikan Ki Hajar

Dewantara di atas, pendidikan adalah upaya pemanusiaan manusia secara

manusiawi secara utuh dan penuh ke arah kemerdekaan lahiriah dan

batiniah. Dengan makna pendidikan yang demikian, proses pendidikan

dapat mengembalikan manusia kembali kepada hakekatnya.

Sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menekankan

pentingnya karakter budi pekerti muncul dua tokoh yang sangat

berpengaruh di Indonesia. Beliau yaitu KH Hasyim Asyari dan KH

Ahmad Dahlan, keduanya mengedepankan karakter akhlakul karimah

(perbuatan yang baik dan benar) dalam pendidikanya.

2. Konsep Pendidikan Menurut KH. Ahmad Dahlan

Tujuan Pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam

hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi

pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu

keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan

pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang

saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan

sekolah model Belanda. Disalah satu sisis pendidikan pesantren hanya bertujuan

(9)

pendidikan sekolah Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya

tidak diajarkan sama sekali. Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua

kutub intelegensi : lulusan pesantren yang menguasai ilmu agama namun tidak

memiliki pengetahuan umumdan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum

namun tidak menguasai ilmu agama. Melihat ketimpangan tersebut, KH. Ahmad

Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah

melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum,

material, dan spiritual serta duania dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan

berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah pendidikan yang

utuh yang menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual serta

dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut adalah

(agama-umum, material-spiritualdan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bias

dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad

Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah

Muhammadiyah.

Materi pendidikan berangkat dari tujuuan pendidikan tersebut KH. Ahmad

Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya

meliputi :

a. Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter

manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran

individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental

dan gagasan, antara keyakinan fan intelek serta antara dunia dengan

akhirat.

c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan

kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.

Model mengajar didalam menyampaikan pelajran agama KH.

Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual. Karena

pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara

kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Cara

belajar-mengajar dipesantren menggunakan system Weton dan Sorogal,

(10)

Belanda. Bahan pelajaran agama di Pesantren mengunakan kitab agama.

Sedangkan di Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku

umum. Dipesanten hubungan guru-murid dipesantren biasanya terkesan

otoriter karena kyai dianggap memiliki ilmu yang sakral. Sedangkan

madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan murid yang

sah (Raejodin,2012)

3. KonsepPendidikan Menurut KH Hasyim Asy’ari

Tujuan pendidikan yang ideal menurut K.H. Hasyim Asy’ari adalah untuk membentuk masyarakat yang beretika tinggi (akhlaqul

karimah). Rumusan ini secara implisit dapat terbaca dari beberapa hadits

dan pendapat ulama yang dikutipnya. Beliau menyetir sebuah hadits yang

berbunyi: “diriwayatkan dari Aisyah r.a. dari Rasulullah SAW bersabda : kewajiban orang tua terhadapnya adalah membaguskan namanya,

membaguskan ibu susuannya dan membaguskan etikanya” (Alfauzany,2012). K.H. Hasyim tidak merumuskan definisi belajar secara

kongkret dalam karyanya Adab ‘Alim Wa Al-Muta’allim. Untuk

mendapatkan rumusan yang jelas tentang konsep belajar beliau, mau tidak

mau harus menarik pengertian dari keseluruhan isi kitab, baru kemudian

dicoba dirumuskan definisi tersebut.

Tujuan pendidikan yaitu untuk mewujudkan masyarakat beretika,

titik tekan pada moralitas itu tampak mendominasi di berbagai tempat

dalam karyanya. Konsep dasar belajar yaitu mengembangkan seluruh

potensi jasmani dan rohani untuk pelajar, menghayati, menguasai dan

mengamalkan secara benar ilmu-ilmu yang dtuntut untuk keperluan dunia

dan agama. Konsep dasar mengajar yaitu ada beberapa hal etika yang

harus dilakukan guru dianataranya: mendekatkan diri kepada Allah,

bersikap tenang, wara/ tawadhu, khusu; mengadukan segala persoalan

kepada allah, bersikap zuhud, dan rajin memperdalam kajian keilmuan.

(11)

ditelusuri melalui penjelasannya tentang etika seorang murid yang sedang

belajar, etika seorang murid terhadap pelajarannya, dan etika seorang

murid terhadap sumber belajar (kitab, buku, dan guru). Dari tiga konsep

etika tersebut dapat ditemukan gambaran yang cukup terang bagaiman

konsep dan prinsip-prinsip belajar menurut beliau. K.H. hasyim

mengiventarisir terdapat sepuluh macam etika yang harus dicamkan

seorang siswa dalam belajar, Berdasarkan kutipan Sarwo imam taufiq;

2008; 28) dari Kitab Adab A’lim Wa Muta’allim karangan K.H. Hasyim

Asy’ari bahwa yaitu : (1) membersihkan hati dari berbagai sifat yang mengotori, seperti : iri, dengki, dendam serta akhlak dan akidah yang

rusak.(2) meniatkan mencari ilmu semata-mata karena Allah SWT, untuk

mengamalkannya, menghidupkan syari’atnya dan menyinari hatinya. (3) menyegerakan menuntut ilmu selagi kesempatan memungkinkan.(4)

bersifat menerima terhadap pemberian tuhan. (5) membagi waktu dengan

sebaik-baiknya. (6) menyedikitkan makan dan minum, karena kebanyakan

makan menyebabkan kemalasan. (7) wara’ (8) menghindari makan yang dapat menimbulakan kemalasan dan mengurangi kecerdasan. (9)

mengurangi tidur selama tidak membahayakan kesehatan. (10)

menghindarai pergaulan yang tidak bermanfaat, terlebih lagi terhadap

lawan jenis.

Konsep kedua: etika seorang murid ketika sedang belajar, K.H.

Hasyim menginventariskannya menjadi tiga belas macam, yaitu: (1)

mendahulukan mempelajari ilmu yang bersifat fardhu ‘ain. (2) memahami tafsir serta seluk beluknya.(3) berhati-hati dalam menyikapi persoalan

yang masih menjadi perdebatan para ulama. (4) mendiskusikan atau

mengkonsultasikan hasil belajar kepada orang yang dipercayainya. (5)

segera menyimak suatu ilmu, terutama hadist. (6) mempunyai motivasi

yang tinggi untuk selalu menelalah ilmu dan tidak menunda-nundanya. (7)

dekat dengan orang alim serta bersama-sama mengkajinya.(8)

mengucapkan salam ketika memasuki suatu majelis ta’lim. (9) aktif bertanya (10) sportif dalam bertanya ketika banyak yang bertanya (11)

(12)

guru sedang tidak sibuk. (12) memantapkan pemahaman (13) senang

terhadap ilmu.

Konsep ketiga : etika seoarng murid terhadap sumber belajar

(buku, kitab), kiai Hasyim mengiventariskan menjadi lima macam etika,

yaitu: (1) hendaknya murid memiliki buku yang diperlukan. (2) dianjurkan

untuk meminjam buku kepada orang lain (saling percaya). (3) meletak

buku pada tempatnya. (4) jika mau meminjam atau membeli, hendaklah

teliti. (5) suci dari hadas ketikamenela’ah buku.

4. Konsep pendidikan yang ada di Indonesia

Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila yang

dimaksud adalah Pancasila yang rumusannya termaktub dalam

“Pembukaan” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan

beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpi oleh hikmat

kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Karena Pancasila adalah dasar Negara Indonesia,

implikasinya maka Pancasila juga adalah dasar pendidikan nasional.

Sejalan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

Tentang “Sistem Pendidikan Nasional” menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945”.

Sehubungan dengan hal di atas, bangsa Indonesia memiliki

landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam sistem pendidikan

nasionalnya, yaitu Pancasila. Kita perlu mengkaji nilai-nilai Pancasila

untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi

pendidikan lebih lanjut. Barangkali Anda bertanya: “jika demikian halnya, untuk apa kita mempelajari landasan filosofis pendidikan dari berbagai

aliran (Idealisme, Konstruktivisme, Pragmatisme, dsb.)

Metafisika: Hakikat Realitas. Bangsa Indonesia meyakini bahwa realitas atau alam semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan

(13)

Pertama dari segala yang ada, Ia adalah Sebab Pertama dari segala sebab,

tetapi Ia tidak disebabkan oleh sebab-sebab yang lainnya; dan Ia juga

adalah tujuan akhir segala yang ada. Di alam semesta bukan hanya realitas

fisik atau hanya realitas non fisik yang ada, realitas yang bersifat fisik

dan/atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam semesta

sebagai keseluruhan yang integral. Terdapat alam fana dengan segala isi,

nilai, norma atau hukum di dalamnya. Alam tersebut adalah

tempat/prasarana dan sarana bagi manusia dalam rangka hidup dan

kehidupannya, dalam rangka melaksanakan tugas hidup untuk mencapai

tujuan hidupnya. Di balik itu, terdapat alam akhir yang abadi dimana

setelah mati manusia akan dimintai pertanggung jawaban dan menerima

imbalan atas pelaksanaan tugas hidup dari Tuhan YME. Dalam uraian di

atas tersurat dan tersirat makna adanya realitas yang bersifat absolut dan

relatif, terdapat realitas yang bersifat abadi dan realitas yang bersifat fana.

Epistemologi: Hakikat Pengetahuan. Segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari Sumber Pertama yaitu Tuhan YME. Tuhan

telah menurunkan pengetahuan baik melalui Utusan-Nya (berupa wahyu)

maupun melalui berbagai hal yang digelarkanNya di alam semesta

termasuk hukum-hukum yang terdapat di dalamnya. Manusia dapat

memperoleh pengetahuan melalui keimanan/kepercayaan, berpikir,

pengalaman empiris, penghayatan, dan intuisi.

Aksiologi: Hakikat Nilai. Sumber Pertama segala nilai hakikatnya

adalah Tuhan YME. Karena manusia adalah makhluk Tuhan,

pribadi/individual dan sekaligus insan sosial, maka hakikat nilai

diturunkan dari Tuhan YME, masyarakat dan individu.

D. FILOSOFI PENDIDIKAN YANG SUDAH MULAI HILANG

Era globalisasi dan perkembangan peradaban manusia khususnya

di Indonesia tentunya membawa perubahan yang besar pada masyarakt

Indonesia. Terlebih dalam bidang pendidikan Indonesia. Perkembangan

tata perpolitikan modern ternyata juga sedikit banyak mempengaruhi

(14)

dibutuhkan dalam hidup bermasyarakat. Melalui pengetahui umum

seorang individu dapat memecahkan suatu permasalahan ayng ada

disekitarnya. Meskipun memiliki pengetahuan umum, ternyata sekarang

masih banyak penyimpangan –penyimpangan yang terjadi diantaranya yakni pembunuhan, perampokan, korupsi, nepotisme, dan lain sebagainya.

Hal ini dikarenakanan kurangnya pengetahun mengenai agama. Sehingga

ketika seorang individu bertindak tidak hanya secara logika namun juga

berdasar agama. Oleh karena itu, perlu diseimbangkan antara agama dan

pengetahuan umum. Perkembangan peradaban ini mulai melunturkan

karakter bangsa Indonesia yang seharusnya terus dijaga.

Pertama, dari segi social, budaya budi pekerti nampaknya perlahan

mulai sirna di dunia pendidikan. Masa ini diawali ketika anak berada pada

jenjang sekolah menengah atau madrasah tsanawiyah. Namun mulai

sangat nampak pada pendidikan atas seperti SMA dan Perguruan Tinggi.

Konsep pendidikan modern yang mengusung misi “guru adalah teman” nampak mulai menunjukkan sisi negatifnya. Rasa hormat kepada guru

sudah berkurang yang ditunjukkan dengan sikap beraninya peserta didik

untuk bercanda yang berlebih kepada gurunya, mengubah nama gurunya

dengan beragam inisial, tatacara menyapa gurunya yang mulai kurang

sopan, bahkan sudah mulai ada yang memulai kisah kasih kepada gurunya.

Ini adalah fenomena yang hampir ada di seluruh daerah di Indonesia.

Dalam ajaran filsafat pendidikan Indonesia zaman dahulu etika budi

pekerti menjadi penekanan. Menganggap “guru adalah orang tua” ketika berada disekolah, sehingga keluh kesah siswa dan permasalahan siswa

disampaikan dengan cara yang benar layaknya anak menceritakan

masalahnya kepada orang tuanya. Hal ini yang sudah hilang dalam filosofi

pendidikan Indonesia yang seharusnya mulai kita munculkan kembali

dalam dunia pendidikan.

Kedua, yurisdiksi pemerintah juga mulai menggeser peranan

pendidikan yang seharusnya. Perubahan kurikulum yang secara yuridis

dan sangat sering dilakukan oleh pemerintah Indonesia justru menjadikan

(15)

kurikulum 2013 tidak bagus, tetapi lebih kepada proses terbentuknya dan

terlaksananya kurikulum yang kurang bagus. Kesan setiap terjadi

pergantian menteri pendidikan pasti berubahlah kurikulumnya seakan

melekat pada masyarakat awam. Dua kurikulum digunakan di tahun yang

sama dan bahkan berbeda wilayah beda kurikulumnya. Hal ini menjadikan

pendidikan pada tahun 2015 ini menjadi tidak jelas tujuannya. KTSP dan

Kurikulum 2013 memiliki konsepsi pengajaran yang berbeda. Sehingga

yang terjadi, sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 memiliki

fasilitas lebih untuk mengajak peserta didiknya berpikir scientific.

Sedangkan pada sekolah yang masih menerapkan KTSP terlebih untuk

daerah 3T (terdepan, terbelakang, terpelosok) menjadi semaikin tertinggal

kemajuannya. Tentunya hal ini sangatlah tidak baik bagi pendidikan

Indonesia.

Ketiga, hal terpenting yang sudah mulai hilang dari filosofi

pendidikan Indonesia yakni kejujuran. Nilai siswa semestinya didapatkan

dari sutau proses pembelajaran dari siswa tersebut. Nilai didapat

dikarenakan kemampuan yang dimiliki siswa. namun pada kenyataanya

beberapa siswa melakukan berbagai cara untuk mendapatkan nilai yang

bagus. Cara-cara tersebut diantaranya dengan cara mencontek dari teman

lain, melihat catatan dibuku, membuat kertas-kertas kecil, dan lain

sebagainya. Padahal tanpa sadar mereka telah membohongi dirinya sendiri

dikarenakan mendapatkan nilai tidak dikarenakan kemampuannya. Hla

yang sama dilakukan oleh guru. Dimana yang seharusnya niali yang

diberikan menjadi tolak ukur kemampuan siswa tersebut. Malah terdapat

beberapa guru memanipulasi nilai siswa dikarenakan alasan agar nilai pada

mata pelajaran tersebut dianggap baik ataupun dengan alasan untuk

menolong siswa khususnya siswa yang kesulitan pada mata pelajaran

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim dan Supriyono. 2012. Teori-Teori dan Diskursus (White Paper):

Landasan-Landasan Pendidikan dan Pembelajaran. Malang:

PascaSarjana Universitas Negeri Malang

Cohen, L.N.M. 1999.Module One: History and Philosophy of Education. School

of Education. Oregon: Oregon State University

Hamzah Harun Al-Rasyid. 2015. Konsep Pemdidikan Menurut KH. Hasyim

Asyari. (online):

http://hamzah-

harun.blogspot.co.id/2012/02/konsep-pendidikan-menurut-khhasyim_08.html . diakses pada 30 September 2015 pukul 23.41

WIB

Rahman Zuhdi. 2013. Pendidikan akhlak KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim

Asyari. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga

Reojudin. 2012.Pemikiran Pendidikan Kh. Ahmmad

Dahlan.(Online),http://cahaya

ibnuadam.blogspot.ca/2012/02/pemikiran-pendidikan-khahmad-dahlan.html?m=1. Dikases pada tanggal 2 Oktober 2015

Robert D. Heslep. Chapter 12: Philosophical roots of education. Western Oregon

University

Sambho, B & Yasunari, O. 2010. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dan

Tantangantantangan Implementasinya Di Indonesia Dewasa Ini.

Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Katolik

Parahyangan

Salahudin, A.2011.Filsafat Pendidikan.Bandung: CV Pustaka Setia

Shrivastava KK. 2003. Philosophical Foundation of Education. New Delhi:

KANISHKA PUBLISHERS

Tatang . 2010. Bahan Belajar Mandiri: Landasan Filosofis Pendidikan.

Wahjoedi. Filsafat ilmu: landasan membangun pengetahuan Ilmiah. Malang:

Universitas Negeri Malang

(17)

Yoyok Amirudin. 2014. Konsep Pemikiran Abdurahman Wahid Tentang

Pendidikan Nilai Karakter. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta:

Referensi

Dokumen terkait

b) Pencegahan HIV/AIDS, kegiatannya dengan melakukan pencegahan penularan ibu ke anak, memberikan layanan kesehatan kepada para remaja, pemeriksaan dan pengobatan

Parameter yang divariasikan pada model yang digunakan adalah jarak antara silinder yang menggunakan helical strakes dengan splitter plate (G) dan lebar

Pada puisi ini tema tentang kesenangan siswa terhadap hewan langsung tampak ketika membaca judulnya, yaitu “Hamsterku”, puisi ini juga mendapatkan hasil analisis

Pertanyaan nomor 5 dapat diketahui bahwa tidak ada responden yang memilih sangat tidak setuju, kurang setuju dan sangat setuju, 43 responden yang menjawab netral

Berdasarkan informasi, fenomena, dan permasalahan yang terjadi penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, ” Pengaruh Iklan dan Atribut Produk

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Keputusan Kepala Desa tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala Desa Nomor

; Untuk setiap klien beri penilaian atas kemampuan menyebutkan kegiatan harian yang biasa dilakukan, memperagakan salah stau kegiatan, menyusun jadwal kegiatan

Dan semakin menunjukkan bahwa dalam hal penangguhan upah, DiJjen Binawas KetenagakeJjaan lebih memihak kepada pengusaha, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya