• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Residu Pestisida pada Sayuran Serta Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Kadar Residu Pestisida pada Sayuran Serta Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru Tahun 2015"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pestisida

Pestisida adalah agensi yang membunuh hama. Yang dimaksud disini adalah bahan-bahan yang telah dikembangkan untuk membunuh sejumlah besar spesies hama-hama tertentu. Asosiasi Kimia Nasional Amerika Serikat menyatakan, bahwa yang juga termasuk pestisida adalah agensi yang dipergunakan untuk keperluan-keperluan khusus seperti zat pengatur tumbuh, zat penggugur daun, zat pengering (desiccant) dan zat-zat lainnya yang sejenis seperti

feromon, zat kimia pemandul, zat “anti- feedant”, antraktan, repelen, sinergis

(Oka,1995).

(2)

Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang dimaksud dengan pestisida adalah zat pengatur dan perangsang tumbuh, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. Pestisida merupakan bahan yang banyak memberikan manfaat sehingga banyak dibutuhkan masyarakat pada bidang pertanian, (pangan, perkebunan, perikanan, peternakan), penyimpanan hasil pertanian, kehutanan (tanaman hutan dan pengawetan hasil hutan), rumah tangga dan penyehatan lingkungan pemukiman, bangunan, pengangkutan dan lain-lain.

2.1.1 Klasifikasi Pestisida

Klasifikasi pestisida dapat dibagi dua, yaitu berdasarkan golongan hama yang dibunuh dan berdasarkan efek yang ditimbulkan pada hama sasaran sebagai berikut:

a. Berdasarkan Golongan Hama Sasaran Yang Dibunuh

1. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.

2. Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang, laut, berfungsi untuk membunuh algae.

3. Alvasida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung.

4. Bakterisisda, berasal dari kata bacterium, atau kata Yunani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri.

(3)

bersifat fungitostik (membunuh cendawan) atau fungistatik (menekan pertumbuhan cendawan).

6. Herbisida, berasal dari kata latin herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk membunuh gulma.

7. Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan, keratan, segmen, berfungsi untuk membunuh serangga.

8. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput.

9. Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.

10. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa Yunani nema berati benang, berfungsi untuk membunuh nematoda.

11. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.

12. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.

13. Piscisida, berasal dari kata Yunani Pscis, berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan.

(4)

b. Berdasarkan Efek Pestisida Terhadap Hama

1. Anti makan (anti-feedant), menghalangi makan, hama tetap tinggal pada tanaman, hama kelaparan dan akhirnya mati mengurangi transpirasi. 2. Anti-transpiran, mengurangi transpirasi.

3. Atraktan, menarik hama kepada lokasi yang memperoleh perlakuan (atraktan seks).

4. Zat kimia pemandul, merusak kemampuan hama bereproduksi.

5. Penggugur daun (defoliant), menghilangkan pertumbuhan bagian tanaman yang tidak dikehendaki, tanpa membunuh tanaman seketika. 6. Zat pengering(desiccant), mengeringkan daun, batang, dan serangga. 7. Feromon, melepaskan atau menghalangi perilaku tertentu dari serangga. 8. Zat pengatur tumbuh, menghentikan, mempercepat atau merubah proses

pertumbuhan tanaman.

9. Repelan, mengusir hama dari objek yang memperoleh perlakuan, tanpa membunuhnya.

10. Sinergis, meningkatkan efektifitas dari agensia yang aktif (Oka, 1995). Ternyata jenis-jenis pestisida dapat dibagi lagi berdasarkan struktur kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, pestisida dapat dibagi menjadi:

1. Organophosphat

(5)

dihidrolisis bila tercampur dengan air, memiliki aktivitas residu dalam waktu pendek, karena itu perlu diaplikasikan berulang-ulang dan sedikit meninggalkan residu bila disemprotkan.

2. Organochlorine

Organoclor adalah pestisida yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan clorine. Atom-atom chlor dalam komposisinya terikat pada atom hidrokarbon, misal DDT (dicloro Diphenyl Trichloretane), aldrin, dieldrin, endrin, lidane,heptaklor, toksafin, dan beberapa lainnya. Kebanyakan diantaranya

memiliki aktivitas residu dalam jangka panjang. Ada kecenderungan menumpuk di dalam rantai makanan yang menimbulkan kematian pada ikan dan kehidupan lainnya. Oleh kerena itu penggunaannya sangat dibatasi.

3. Metil Carbamate

Mengandung fenol seperti BPMC, karbaril, propoksur, metiokarb, dan beberapa lainnya; carbamate yang mengandung okime seperti aldikarb, metomil, oksamil, dan oksikarboksin; metil carbamate dan dimetil carbamte yang mengandung senyawa-senyawa hidrosiklik seperti bendiokarb,karbofuran, dimetilon, dioksakarb, dan oksikarboksin. Kebanyakan diantaranya juga memiliki aktivitas residu jangka pendek. Seperti pada organophospor senyawa ini menghalangi kolinesterase. Herbisida profam dan klorprofarm juga termasuk karbamat ini.

4. Piretroid

(6)

serangga dan pada umumnya toksisitasnya terhadap mamalia lebih rendah dibandingkan dengan insektisida lainnya. Namun kebanyakan diantaranya sangat toksisk terhadap ikan, tawon madu, dan serangga berguna lainnya. Bekerjanya terutama secara kontak dan tidak sistemik. Kebanyakan senyawa piretroid adalah lipofilik dan tidak larut dalam air. Sifat ini meningkatkan ketahanannya terhadap air dan resistensinya pada daun. Kebanyakan diantaranya bertekanan udara rendah dan karena itu tidak dapat menguap. Ada yang peka terhadap sinar matahari (alletrin, bioalletrin) karena itu tidak dipergunakan di lapangan. Yang tahan sinar matahari seperti sipermetrin, permetrin, dekametrin, dipergunakan mengendalikan hama di lapangan (Ekha,1988).

2.1.2 Bentuk Formulasi Pestisida 1. Formulasi cair

Formulasi pestisida bentuk cair biasanya terdiri dari pekatan yang dapat diemulsikan (EC), pekatan yang larut dalam air (SL), pekatan dalam air (AC), pekatan dalam minyak (OC), aerosol (A), gas yang dicairkan (LG).

a. Pekatan yang diemulsikan

Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau Emulsifiable Concentrate (yang lazim disingkat EC) merupakan formulasi dalam bentuk cair yang dibuat dengan melarutkan bahan aktif dalam pelarut tertentu dan ditambah sufaktan atau bahan pengemulsi.

(7)

Pestisida yang termasuk formulasi pekatan yang dapat diemulsikan mempunyai kodeECdibelakang nama dagangnya.

b. Pekatan yang larut dalam air

Formulasi yang larut dalam air atau Water Soluble Concentratre (SL) merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Formulasi ini sebelum digunakan terlebih dahulu diencerkan dengan air kemudian disemprotkan. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SL di belakang nama dagangnya.

c. Pekatan dalam air

Formulasi pekatan dalam air atau Aqueous Concentrate (AC) merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air. Biasanya pestisida yang diformulasikan sebagai pekatan dalam air adalah bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai kelarutan dalam air.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode AC di belakang nama dagangnya.

d. Larutan dalam minyak

(8)

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai koe OL di belakang nama dagangnya.

e. Aerosol

Formulasi pestisida aerosol adalah formulasi cair yang mengandung bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik. Ke dalam larutan ini ditambahkan gas yang bertekanan dan kemudian dikemas menjadi kemasan yang siap pakai dan dibuat dalam konsentrasi yang rendah.

Pestisida yang temasuk formulasi ini mempunyai kode A di belakang nama dagangnya.

f. Gas yang dicairkan atauLiquefield Gases

Formulasi ini adalah formulasi pestisida bahan aktif dalam bentuk gas yang dipampatkan pada tekanan dalam suatu kemasan. Formulasi pestisida ini digunakan dengan cara fumigasi ke dalam ruangan atau tumpukan bahan makanan atau penyuntikan ke dalam tanah.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode LG di belakang nama dagangnya.

2. Formulasi Padat

a. Tepung yang dapat disuspensikan/dilarutkan

(9)

suspensi, dan ditambah dengan bahan aktif atau pestisida. Ke dalam formulasi ini juga ditambahkan surfaktan sebagai bahan pembasah atau penyebar.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode WP di belakang nama dagangnya.

b. Tepung yang dilarutkan

Formulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble Powder (SP) sama dengan formulasi tepung yang dapat disuspensikan, tapi bahan aktif pestisida maupun bahan pembawa bahan lainnya.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SP di balakang nama dagangnya.

c. Butiran

Dalam formulasi butiran atau Granula (G), bahan aktif pestisida dicampur atau dilapisi oleh penempel pada bagian luar bahan pembawa inert, seperti tanah liat, pasir, atau tongkol jagung yang ditumbuk. Kadar aktif formulasi ini berkisar antara 1-40%. Formulasi ini digunakan secara langsung tanpa bahan pengencer dengan cara menabur.

d. Pekatan debu

Pekatan debu atau Dust Concentrate (DC) adalah tepung kering yang mudah lepas denganukuran dari 75 micron, yang mengandung bahan aktif dalam konsentrasi yang relatif tinggi, berkisar antara 25-75%.

(10)

e. Debu

Formulasi pestisida dalam bentuk debu atauDust (D) terdiri dari bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung bahan aktif dalam konsentrasi antara 1-10%. Ukuran partikel debu kurang dari 70 micron.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode D di belakang nama dagangnya.

f. Umpan

Formulasi umpan atau Block Bait (BB) adalah campuran bahan aktif pestisida dengan bahan penambah inert. Formulasi ini biasanya berbentuk bubuk, pasta atau butiran.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode D di belakang nama dagangnya.

g. Tablet

Formulasi ini ada 2 macam yang pertama tablet yang terkena udara akan menguap menjadi fumigant. Bentuk ini akan digunakan di gudang atau perpustakaan untuk membunuh hama (kecoa).

3. Padatan Lingkar

Formulasi padatan lingkar adalah campuran bahan aktif pestisida dengan serbuk gergaji kayu dan perekat yang dibentuk menjadi padatan melingkar.

(11)

2.1.3 Toksisitas Pestisida

Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama-hama tanaman selalu mempunyai dua sisi: bila ia efektif dan diaplikasikan menurut petunjuk, dapat menurunkan populasi hama tanaman; tetapi selalu mengandung resiko kecelakaan pada manusia dalam bentuk keracunan kronik/akut dan atau kematian dan pencemaran lingkungsn. Belum lagi resiko reaksi populasi hama sasaran yang diperlakukan dengan pestisida tertentu secara berulang-ulang.

Untuk mengurangi berbagai resiko yang tidak dikehendaki tersebut dan menetapkan prosedur penggunaan pestisida mutlak perlu diketahui bagaimana terjadinya keracunan itu dan derajat keracunan setiap jenis pestisida. Manusia/hewan dapat keracunan pestisida melalui mulut (oral), karena sejumlah pestisida tertelan. Dapat juga melalui kulit (dermal), karena masuk melalui tubuh melalui pori-pori dan kulit itu sendiri. Keracunan dapat juga terjadi melalui paru-paru ketika udara yang tercemar pestisida terhirup (Oka, 1995).

Daya racun pestisida biasanya ditunjukkan oleh angka toksisitas akut hasil uji laboratorium dengan hewan percobaan (umumnya menggunakan tikus). Studi tosisitas akut pada hewan menghasilkan data LD50. Artinya, jumlah atau dosis

bahan teknis (mg) dalam setiap 1 kg bobot badan binatang uji yang dapat mematikan 50% binatang uji tersebut (Sembodo, 2010). Namun, antara LD50oral

dan LD50dermaldibedakan. LD50oraladalah kematian yang terjadi bila binatang

uji tersebut makan dan LD50dermaladalah kematian karena keracunan lewat kulit

(Djojosumarto, 2000). Berdasarkan nilai LD50 WHO menyusun kelas bahaya

(12)

Tabel 2.1 Kelas Bahaya Pestisida Menurut WHO Kelas

LD50akut (tikus) formulasi (mg/kg)

Oral Dermal

Padat Cair Padat Cair

Sangat berbahaya

≤ 5 ≤ 20 ≤ 10 ≤ 40

Bahaya tinggi 5-50 20-200 10-100 40-400

Bahaya sedang 50-500 200-2000 100-1000 400-4000

Bahaya rendah ≥ 5001 ≥ 2001 ≥ 1001 ≥ 4000

Sumber: (Sembodo, 2010).

Data LD50 untuk setiap senyawa kimia perlu dibedakan antarabahan

teknikal (bahan aktif) dan bahan formulasi yang siap digunakan petani. Semakin rendah nilai LD50 berarti pestisida tersebut semakin beracun. Namun harus

dipahami lagi bahwa semua pestisida adalah racun, tergantung dari dosis dan konsentrasi serta organ mana yang teracuni. Setinggi apapun nilai LD50, kalau

dosis yang diberikan tinggi juga akan beracun. Demikian juga dengan konsentrasi, semakin pekat akan semakin beracun. Karena itu dalam aplikasinya, penyemprotan pestisida dengan LD50 rendah dianjurkan menggunakan volume

semprotan tinggi supaya konsentrasi larutan pestisida yang siap disemprotkan menjadi rendah (Sembodo, 2010).

2.1.4 Bidang Sasaran Aplikasi Pestisida

(13)

makan, tidur, berkembang biak , dan sebagainya. Dengan aplikasi bidang sasaran ini, diharapkan OPT akan terpapar bahan aktif pestisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuh atau mengendalikannya. Misalnya insektisida racun perut disemprotkan pada daun-daun tanaman dengan harapan hama akan datang dan makan daun yang sudah disemprot dengan insektisida tersebut dan mati. Insektisida sistemik berbentuk butiran diaplikasikan pada tanah agar bahan aktif insektisida diserap oleh akar tanaman dan diedarkan ke seluruh bagian tanaman. Bila suatu saat hama datang dan makan bagian tanaman yang sudah mengandung bahan aktif insektisida tersebut akan mati.

Perhitungan aplikasi produk perlindungan tanaman umumnya tidak didasarkan atas besarnya populasi OPT, tetapi lebih didasarkan pada luas bidang sasaran atau volume ruang sasaran. Beberapa bidang sasaran (sasaran fisik) yang umumnya dalam aplikasi pestisida pertanian antara lain sebagai berikut.

1. Tanaman atau bagian tanaman (terutama daun)

Bidang sasaran ini sangat umum pada aplikasi penyemprotan insektisida dan fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Tanaman atau bagian tanaman juga merupakan sasaran untuk aplikasi dengan cara pengembusan (dusting), mist blowing, dan sebagainya. Perhitungan aplikasi umumnya didasarkan atas luas lahan yang akan disemprot (sangat umum untuk tanaman semusim), jumlah pohon, panjang barisan, dan sebagainya.

2. Tanah

(14)

serta sterilisasi tanah. Perhitungan apliksai umumnya didasarkan atas luas lahan yang akan diaplikasi.

3. Gulma

Pada penyemprotan pasca-tumbuh, bidang sasaran dan sasaran biologisnya sama, yakni gulma. Perhitungan aplikasi didasarkan atas luas lahan yang akan diaplikasi.

4. Air

Bidang sasran lainnya adalah air. Pada aplikasi herbisida pra-tumbuh di lahan sawah dan daerah perairan (sungai dan danau), herbisida langsung disemprotkan ke permukaan air. Demikian pula, pada metode herbigation, herbisida diaplikasikan lewat air irigasi. Air juga merupakan sasaran aplikasi insektisida untuk pengendalian nyamuk, hama air, dan sebagainya. Perhitungan aplikasi didasarkan atas luas lahan atau perkiraan volume air yang akan diperlakukan dengan pestisida.

5. Ruangan

Ruangan merupakan sasaran fisik yang umum pada pengendalian hama gudang dengan sistem fumigasi. Perhitungan aplikasi fumigan didasarkan atas volume ruangan yang akan diaplikasikan.

6. Tembok, lingkungan, tubuh ternak.

(15)

2.1.5 Manfaat dan Dampak Negatif Pestisida 1. Manfaat Penggunaan Pestisida

Pengendalian organisme pengganggu dengan pestisida banyak digunakan secara luas oleh masyarakat, karena mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain yaitu:

a. Dapat diaplikasikan dengan mudah

Pestisida dapat diaplikasikan dengan menggunakan alat yang relatif sederhana (sprayer, duster, bak celup, dan sebagainya), bahkan ada yang tanpa memerlukan alat (ditaburkan).

b. Dapat diaplikasikan hampir di setiap waktu dan tempat

Pestisida dapat diaplikasikan di setiap waktu (pagi, siang, sore, atau malam) dan di setiap tempat, baik di tempat tetutup maupun di tempat terbuka. c. Hasilnya dapat dirasakan dalam waktu singkat

Hasil penggunaan pestisida misalnya dalam bentuk penurunan populasi organisme pengganggu dapat dirasakan dalam waktu singkat, dalam beberapa hal, hasilnya dapat dirasakan hanya beberapa menit setelah aplikasi.

d. Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat

Hal ini sangat diperlukan dalam mengendalikan daerah serangan yang luas dan harus diselesaikan dalam waktu singkat (misalnya dalam kasus eksplosif organisme penggangu). Misalnya dengan menggunakan alat mistblower, power spayer, bahkan kapal terbang.

e. Mudah diperoleh dan memberikan keuntungan ekonomi terutama jangka pendek.

(16)

sektor pertanian berakibat makin mendorong masyarakat petani untuk menggunakan pestisida.

2. Dampak Negatif Pestisida a. Terhadap Konsumen

Adapun dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis yang tidak langsung dirasakan. Namun, dalam waktu lama mungkin bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal mengonsumsi produk pertanian yang mengandung residu dalam jumlah besar (Djojosumarto, 2008). b. Terhadap Kesehatan

Umumnya keracunan pestisida terjadi dengan adanya kontak dengan pestisida selama beberapa minggu. Orang tidak akan sakit langsung setelah terpapar pestisida, tetapi membutuhkan waktu sampai beberapa waktu kemudian. Pestisida masuk dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah yang masuk dalam tubuh manusia dalam jumlah yang cukup (Wudianto, 2010).

1) Keracunan akut

Keracunan akut biasanya terjadi pada pekerja yang langsung bekerja menggunakan pestisida atau terjadi pada saat aplikasi pestisida. Cara pestisida masuk kedalam tubuh :

a) Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

(17)

c) Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral). 2) Keracunan kronis

Keracunan kronis terjadi apabila penderita terkena racun dalam jangka waktu panjang dengan dosis rendah. Gejala keracunan ini baru kelihatan setelah beberapa waktu (bulan atau tahun kemudian). Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Dan beberapa dampak akibat keracuan kronis akibat pestisida.

a) Pada Syaraf

Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.

b) Pada Hati (Liver)

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis.

c) Pada Perut

(18)

sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.

d) Pada Sistem Kekebalan

Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.

e) Pada Sistem Hormon

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tyroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tyroid.

c. Terhadap Lingkungan

Menurut Soemirat (2007) Insektisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan sebagai berikut :

a) Residu Insektisida dalam Tanah

(19)

berada di dalam tanah terutama dari golongan organoklorin karena sifatnya yang persisten.

b) Residu Insektisida dalam Air

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada didalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air, berupa sungai dan sumur.

c) Residu Insektisida di Udara

Pestisida dapat berada di udara setelah disemprotkan dalam bentuk partikel air(droplet)atau partikel yang terformulasi jatuh pada tujuannya. d) Residu Pestisida pada Tanaman

Insektisida yang disemprotkan padan tanaman tentu akan meninggalkan residu. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti batang, daun, buah dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat pada permukaan maupun daging dari buah tersebut.

Walaupun sudah dicuci, atau dimasak residu pestisida ini masih terdapat pada bahan makanan.

e) Residu Pestisida di Lingkungan Kerja

(20)

d. Terhadap lingkungan Pertanian

Menurut Djojosumarto (2008), bahwa dampak pestisida bagi lingkungan pertanian yaitu:

a) Organisme pengganggu tanaman menjadi kebal terhadap suatu pestisida (timbul resistensi organisme pengganggu tanaman terhadap pestisida). Resistensi hama muncul apabila suatu jenis hama yang mula-mula dapat terbunuh oleh suatu dosis kemudian menjadi kebal oleh dosis tersebut. Untuk dapat mematikan hama tersebut dibutuhkan konsentrasi atau dosis insektisida yang lebih tinggi.

b) Meningkatkan populasi hama setelah pengguanan pestisida (resurjensi hama). Sifat resurjensi hama muncul apabila hama telah mengalami

perlakuan pestisida, populasinya tidak menurun, tetapi sebaliknya menjadi meningkat jika dibandingkan populasi sebelum diadakan penyemprotan insektisida.

(21)

d) Meracuni tanaman bila salah menggunakannya. Khususnya pada tanaman pertanian adanya residu yang disebabkan karena aplikasi pestisida selama kegiatan usahataninya.

2.1.6 Cara Masuk Pestisida ke Dalam Tubuh

Menurut Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (2011), pestisida dapat masuk ketubuh manusia melaui berbagai cara, yaitu:

1. Kontaminasi Lewat Kulit

Pestisida yang menempel dipermukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Tingkat bahaya kontaminasi lewat kulit dipengaruhi bebrapa faktor, yaitu: a). Toksisitas dermal (dermal LD50 pestisida yang bersangkutan, b). Konsentrasi pestisida yang menempel

pada kulit, c). Formulasi pestisida, d). Jenis atau bagian kulit yang terpapar, e). Luas kulit yang terpapar, f). Lamanya kulit terpapar, g). Kondisi fisik seseorang.

2. Terhisap Lewat Hidung

(22)

3. Melalui Mulut

Hal ini terjadi apabila seseorang meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar, atau ketika makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.

2.2 Organofosfat

2.2.1 Pengertian Organofosfat

Organofosfat memiliki struktur kimia dengan atom oksigen atau sulfur yang berikatan ganda dengan fosfor, sehingga disebut phosphate atau phosphorothioates. Sebagian besar senyawa organofosfat berikatan dengan sulfur, karena bentuk P=S lebih stabil dan lebih larut lemak (WHO, 1996).

2.2.2 Sumber, Jenis, dan Karakteristik

Organofosfat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II.Pada awal sintesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi jugacukup toksik terhadap mamalia (Sudarno, 2007). Organofosfat yang mempunyai sifat larut dalam air, terhidrolisis dengan cepat di dalam air dengandemikian daya toksisitasnya cepat hilang dan berupa cairan tidak berwarna, tidak berbau dan mudah menguap.

(23)

organofosfat mempengaruhi sistem saraf dan mempunyai cara kerja menghambat enzim cholinesterase (Sastroutomo, 1992).

Setiap jenis pestisida mempunyai tiga jenis nama, yaitu nama umum, nama dagang, dan nama kimia. Nama dagang suatu jenis pestisida diberikan oleh si pembuatnya atau pabriknya sendiri sehingga kadangkala terdapat beberapa jenis pestisida mempunyai bahan aktif yang sama tetapi dengan nama dagang yang berbeda. Senyawa organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar. Lebih daripada 100.000 senyawa organofosfat telah diuji untuk mencari senyawa-senyawa yang mempunyai sifat sebagai insektisida. Dari jumlah ini hanya 100 senyawa saja yang berhasil diperdagangkan sebagai insektisida secara luas (Sastroutomo, 1992).

2.2.3 Dampak Organofosfat Terhadap Kesehatan

Cholinesterase ialah suatu enzym yang merupakan katalis biologik yang dalam jaringan tubuh berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjer-kelenjer dan sel-sel syaraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Jika aktivitas cholinesterase jaringan turun secara drastis (cepat) sampai pada tingkat rendah, dampaknya adalah bergeraknya serat-serat otot secara tak sadar dengan gerakan halus maupun kasar dan pengeluaran air mata serta ludah secara berlebihan. Pernafasan kemudian menjadi lemah dan dan detak jantung menjadi lebih lambat dan lemah (Depkes, 1989).

(24)

menghasilkan metabolit yang biasanya dapat ditemukan dalam urine korban keracunan dalam waktu 12-48 jam sesudah penyerapan dalam jumlah yang cukup berarti.

Menurut Depkes (1989), proporsi aktifitas cholinesterase dalam darah dinyatakan dalam persen (%) dengan klasifikasi keracunan sebagai berikut:

1. 75-100% termasuk kategori normal, yaitu tingkat pemaparannya masih normal. Pada kelompok ini tidak ada tindakan yang diperlukan tetapi perlu selalu diuji ulang.

2. 50-74% termasuk kategori keracunan ringan, yaitu tingkat keracunan masih ringan. Pada kelompok ini telah terjadi keracunan pestisida sehingga jika penderitanya lemah dianjurkan agar istirahat (tidak kontak) dengan pestisida minimal selama 2 minggu kemudian baru diuji ulang kembali. 3. 25-49% termasuk kategori keracunan sedang, yaitu tingkat keracunan

sedang. Pada kelompok ini telah terjadi keracunan pestisida yang sangat serius sehingga penderita dianjurkan untuk menghentikan segala kegiatan yang terkait dengan pestisida.

4. 0-24% termasuk kategori keracuanan berat, yaitu tingkat keracuanan berat. Pada kelompok ini keracunan pestisida sudah sangat serius dan berbahaya sehingga penderita harus israhat dari semua jenis pekerjaan dan perlu dirujuk ke unit pelayanan medis.

(25)

kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan, dan akhirnya pingsan (Wudianto, 2010).

Menurut Alegantina dkk (2005), yang mengutip pendapat Darmansjah (1987) menyebutkan bahwa cara kerja organofosfat adalah menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin. Secara sederhana reaksi pengikatan kolinesterase dengan organofosfat dapat digambarkan sebagai berikut:

Asetilkolin kolin + asam asetat Kolinesterase

fosforilasi

organofosfat

Gambar 2.1 Reaksi pengikatan kolinesterase dengan organofosfat. Asetilkolin adalah suatu neurotransmitter yang terdapat di antara ujung-ujung saraf dan otot serta berfungsi meneruskan rangsangan saraf, Apabila rangsangan ini berlangsung terus menerus akan menyebabkan penimbunan asetilkolin. Kolinesterase yang terdapat di berbagai jaringan dan cairan tubuh dapat menghentikan rangsangan yang ditimbulkan asetilkolin di berbagai tempat dengan jalan menhidrolisis asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat dalam waktu sangat cepat sehingga penimbunan asetilkolin tidak terjadi.

(26)

inkoordinasi, kejangkejang, dan lain-lain. Dalam sistem syarat autonom akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinisasi tanpa sadar, bronko konstriksi, miosis.

Menurut Mukono (2011) akibat inhibisi Acetilcholinesterase(AChE) di dalam sistem syaraf mengakibatkan gangguan keracunan seperti:

1. Keracunan akut

a. Manifestasi muscarinik, yaitu gejala pencernaan seperti mual, muntah, aktifitas kelenjer keringat meningkat, aktifitas kelenjer ludah meningkat, aktifitas kelenjer mata meningkat, dan ketajaman mata berkurang.

b. Manifestasi nikotinik, sepeti sesak napas, kram, pada otot tertentu dan cynosis.

c. Manifestasi susunan syaraf pusat seperti rasa cemas, sakit kepala, kesukaran tidur, depresi, tremor, kejang, gangguan pernafasan, dan peredaran darah.

2. Keracunan Kronis

Ada beberapa jenis keracunan kronis yang disebabkan pestisida organofosfat, yaitu:

a. Carsinogenik(pembentukan kelenjer kanker)

b. Teratogenik (kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan insektisida).

(27)

2.2.4 Mekanisme Organofosfat dalam Tubuh

Dampak pestisida terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Efek kesehatan yang timbul juga dipengaruhi toksisitas masing-masing bahan aktif dalam senyawa organofosfat.

Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit, mulut, saluran pencernaan, pernafasan. Di dalam darah manusia pestisida ini akan berikatan dengan enzim cholinesterase yang berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Dan karena adanya pestisida dalam darah maka Acetilcholinesterase (AchE) akan di ikat oleh pestisida, sehingga enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubh terutama meneruskan untuk mengirim perintah kepada otot-otot. Akibatnya otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan (Sudarno, 1997).

(28)

hanya di dalam otak tetapi juga di dalam otot rangka,limpa dan jaringan plasenta (Syarief, 2007).

Asetilkholin berperan sebagai jembatan penyeberangan bagi mengalirnya getaran syaraf. Melalui sistem syaraf inilah organ-organ di dalam tubuh menerima informasi untuk mempergiat atau mengurangi efektifitas sel. Pada sistem syaraf, stimulas yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf (akson) dalam betuk impuls. Setelah impuls syaraf oleh asetikholin dipindahkan (diseberangkan) melalui serabut, enzim kholinesterase memecahkan asetilkholin dengan cara meghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan sebuah ion asetat, impuls syaraf kemudian berhenti. Reaksi-reaksi kimia ini terjadi sangat cepat (Dirjen PPM & PLP, 2001).

Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh akan menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut diatas akan menyebabkan gangguan sistem syaraf yang berupa aktifitas kolinergik secara terus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan ini selanjutnya akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan (Syarief, 2007).

2.3 Residu Pestisida

(29)

adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida (ditetapkan dalam mg/kg) yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal pada komoditas makanan dan daging hewan.

Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan badan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2008, tentang batas maksimum residu (BMR) pestisida pada tanaman. Residu pestisida untuk golongan organofosfatmasih diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk sayuran batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5 mg/kg.

Menurut Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (2011), batas maksimum residu (BMR) adalah batas dugaan maximum residu pestisida yang ada dalam berbagai hasil pertanian yang diperoleh. Data BMR Organofosfat berdasarkan Deptan (2009) dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Batas Maksimum Residu Organofosfat pada Makanan

No Komoditas BMR (mg/kg)

1 Kentang 0,01

2 Kubis 0,5

3 Mentimun 0,1

4 Paprika 0,05

5 Lobak 0,1

6 Wortel 0,5

7 Bawang bombay 0,05

8 Jagung 0,02

(30)

Selain BMR, Acceptable Daily Intake (ADI) atau batas yang dapat diterima tubuh dalam sehari juga merupakan parameter internasional untuk dievaluasi. Berdasarkan FAO and WHO, ADI untuk organofosfat adalah 0-0,03 mg/kg berat badan (FAO dan WHO, 2010).

2.4 Sayuran

Sayuran didefenisikan sebagai bagian dari tanaman yang umum dimakan untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang (Anonimous, 2003). Istilah sayuran biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak yang dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan (Ronoprawiro, 1993).

Kualitas sayuran tergantung dari beberapa faktor yang bila dikombinasikan akan menentukan diterima atau tidaknya sayuran. Dua kategori sayuran yang sering digunakan masyarakat adalah:

1. Sifat-sifat yang mudah teramati (dirasakan), seperti kenampakan, warna, tekstur dan ketegarannya.

2. Sifat-sifat yang kurang mudah teramati (dirasakan) dari aroma dan nilai gizi.

(31)

Uzo,Peregrine,1993 dalam Hariyani 2005). Adapun ciri-ciri sayuran yang mengandung residu pestisida yaitu, tampak lebih mengkilat, licin, dan menarik; tidak dimakan ulat; akan lebih sulit membusuk setelah dipetik (dipanen) (Badan Ketahanan Pangan, 2004).

Untuk mengurangi residu pestisida pada sayuran, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Sayur dicuci dengan air mengalir. Mencuci sayuran dengan air mengalir akan menghilangkan sekitar 25%-75% residu pestisida yang terdapat pada sayuran, tetapi tergantung juga pada jenis pestisidanya. Menurut penelitian Sembiring (2011), diketahui bahwa penurunan residu pestisida sebesar 6,91% pada tanaman cabai. Berdasarkan penelitian Alen dkk (2015), diketahui bahwa pada selada yang dicuci dengan air (0,080 ppm) mengalami penurunan kadar dari selada yang tidak dicuci (0,204 ppm) sebesar 60,1%.

(32)

dengan cairan antiseptik dimana selada yang tidak dicuci (0,204 ppm), mengalami penurunan setelah dicuci yaitu (0,061 ppm) penurunan sebesar 70,1%.

3. Dikupas kulitnya atau bagian terluar dibuang. Sayuran yang berlapis, hendaknya dibuang lapisan paling luarnya, karena pada bagian terluarlah yang paling banyak terpapar oleh pestisida. Kemudian bagian dalamnya juga harus tetap dicuci.

4. Sayur direndam dengan air panas/hangat. Pestisida akan terurai dan lepas pada suhu yang panas, jadi, merendam sayur dalam suhu panas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sembiring (2011) terjadi penurunan residu pestisida dengan bahan aktif profenofos yaitu dari 0,3399 mg/kg setelah mengalami pencucian dengan air hangat terjadi penurunan yaitu 0,3079 mg/kg atau sebesar 9,41 %. Cara ini ada kelemahannya, yaitu sayur akan layu dan mungkin juga kandungan vitamin dalam sayur akan menurun.

(33)

2.5 Pengertian Dan Klasifikasi Perilaku

Menurut Skinner dalam Notoadmodjo (2003), teori perilaku merupakan teori S-O-R atau Stimulus-Organisme-Respons. Hal ini dikarenakan bahwa perilaku merupakan suatu respons dari organisme terhadap stimulus yang mengenainya. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok, antara lain

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan

Perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan perilaku atau usaha seseorang agar tidak sakit dan upaya untuk sembuh jika dalam keadaan sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri atas 3 bagian, yaitu:

a. Perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan pada saat sakit dan pemulihan setelah sembuh dari sakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan jika seseorang masih dalam keadaan sehat. Perlu diketahui bahwa sehat dan sakit merupakan situasi yang dinamis dan relatif.

(34)

2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Health Seeking Behavior)

Perilaku ini biasanya dilakukan pada saat seseorang menngalami sakit dan mencari pelayanan kesehatan yang cocok hingga dia kembali sehat dan bisa dilakukan mulai dari pengobatan sendiri (self treatment) bahkan hingga ke luar negeri.

3. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Perilaku kesehatan lingkungan merupakan suatu upaya manusia dalam merespons lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial budaya dan lain sebagainya agar tidak memberi pengaruh buruk bagi kesehatannya. Hal yang bisa dilakukan misalnya pengelolaan pembuangan tinja, pengolahan air, pengelolaan tempat pembuangan sampah serta limbah dan lain sebagainya.

2.4.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu bentuk tahuyang diperoleh seseorang dari pengalaman, perasaan, akal pikiran dan intuisinya setekah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Tingkat pengetahuan dapat diukur melalui wawancara kepada informan terhadap materi yang akan diteliti. Adapun tingkatan dari pengetahuan adalah:

a. Tahu, diartikan sebagai mengingat kembali (recall) hal spesifik dari keseluruhan bahan yang diberikan sebagai rangsangan.

(35)

c. Aplikasi, merupakan kemampuan seseorang dalam menerapkan bahan yang di pelajari dalam kehidupan yang sebenarnya.

d. Analisis, merupakan kemampuan untuk menjabarkan bahan yang diberikan ke dalam komponen yang masih berada dalam satu topik pembahasan dan masih terkait satu sama lain.

e. Sintesis, merupakan kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi, merupakan kemampuan dalam menilai suatu materi yang berdasarkan pada nilai sendiri maupun nilai yang sudah ada dan sudah ditetapkan.

2.4.2 Sikap

Sikap merupakan suatu respon yang maish bersifat tertutup terhadap objek atau stimulus, karena masih merupakan suatu kesiapan seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Pengukuran sikap seseorang dapat dilakukan dengan menanyakan bagaimana pendapat seseorang terhadap suatu objek atau stimulus. Ada beberapa tingkatan dalam sikap, antara lain:

a. Menerima, yang diartikan sebagai seseorang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

b. Merespon, diartikan apabila seseorang menjawab ketika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

(36)

d. Bertanggung jawab, diartikan apabila seseorang siap menerima segala resiko dalam melaksanakan stimulus.

2.4.3 Tindakan

Pengetahuan dan sikap masih merupakan perilaku yang bersifat tertutup (concert behavior) yang perlu diubahkan menjadi perilaku yang bersifat terbuka (open behavior) dan dinyatakan dalam suatu tindakan nyata. yang tentunya memerlukan berbagai faktor yang mendukung. Pengukuran terhadap tindakan seseorang dapat dilakukan melalui observasi kegiatan informan. Tindakan terbagi atas 4 tingkatan, yaitu:

a. Persepsi, adalah upaya untuk mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Praktik terpimpin (guided response), diartikan apabila seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau panduan. c. Praktik secara mekanisme (mechanism), apabila subjek atau seseorang

telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis.

(37)

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Residu

pestisida pada sayuran

1. Kubis/Kol 2. Tomat 3. Wortel 4. Kacang

panjang

Ada residu Pemeriksaan

Laboratorium

SNI No 7313 : 2008 tentang BMR pada hasil pertanian

Memenuhi syarat

Tidakmemenuhi syarat

Perilaku Konsumen

Gambar

Tabel 2.1 Kelas Bahaya Pestisida Menurut WHO
Gambar 2.1 Reaksi pengikatan kolinesterase dengan organofosfat.
Tabel 2.2 Batas Maksimum Residu Organofosfat pada Makanan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Apabila disimak secara cermat kedua unsur tersebut, unsur pertama dapat digunakan sebagai dasar permohonan peninjauan kembali tanpa putusan hakim pidana yang

S ecara umum, tujuan pelayanan bimbingan dan konseling yaitu berupaya membantu konseli konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir

Perhitungan analisis stabilitas lereng dengan menggunakan program Plaxis V.8.2 di lokasi penelitian STA.263+650 untuk mendapatkan nilai faktor aman, deformasi, perpindahan,

Sekali lagi kasus mutasi gen kenapa bisa mengarah ke terjadinya variasi individu jawabnya karena terjadi suatu reaksi fusi antara mutagen kimia dengan basa nitrogen yang ada

Sehingga jika salah satu syarat tidak terpenuhi akan berakibat pada penolakan hasil observasi nantinya, akan tetapi jika terjadi kondisi dimana ketinggian hilal berada

Bentuknya berupa syarat yang diajukan oleh salah satu dari dua pihak yang melakukan akad jual beli kepada pihak lainnya untuk mendapatkan suatu manfaat pada hal-hal

Sebanyak satu orang mengalami cemas sedang yaitu pada primigravida.Simpulan:Berdasarkan statistik dengan menggunakan Uji T tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara

berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk melakukan optimasi penggunaan lahan berdasarkan ketersedian sumber daya air, maka dalam pengembangan di wilayah