• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI MUHAMMADIYAH DALAM PENGKAJIAN HADIS DI INDONESIA Zainal Abidin, M.TH Penulis adalah Dosen Hadis dan Ilmu Hadis Jurusan Tarbiyah STAIN Malikussaleh, Lhokseumawe Email: zainalabidin.sthigmail.com Abstrak - View of KONTRIBUSI MUHAMMADIYAH DALAM PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONTRIBUSI MUHAMMADIYAH DALAM PENGKAJIAN HADIS DI INDONESIA Zainal Abidin, M.TH Penulis adalah Dosen Hadis dan Ilmu Hadis Jurusan Tarbiyah STAIN Malikussaleh, Lhokseumawe Email: zainalabidin.sthigmail.com Abstrak - View of KONTRIBUSI MUHAMMADIYAH DALAM PE"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 KONTRIBUSI MUHAMMADIYAH DALAM PENGKAJIAN HADIS DI

INDONESIA

Zainal Abidin, M.TH

Penulis adalah Dosen Hadis dan Ilmu Hadis Jurusan Tarbiyah STAIN Malikussaleh, Lhokseumawe

Email: zainalabidin.sthi@gmail.com

Abstrak

Pengkajian Hadis di Indonesia tidak terlepas dari peran aktif ulama dan intelektual Hadis yang menghasilkan berbagai kajian dan studi dalam bentuk artikel, buku dan penelitian. Selain itu pengkajian Hadis di Indonesia juga dipengaruhi oleh kontribusi berbagai ormas yang ada di Indonesia, salah satu diantaranya adalah ormas Muhammadiyah. Kontribusi Muhammadiyah dalam pengkajian Hadis di Indonesia bisa dilihat dari dari salah satu lembaganya yang menangani produk hukum atau fatwa di kalangan Muhammadiyah. Lembaga yang mengurusi dan menetapkan hukum/fatwa dalam ormas ini adalah Majlis Tarjih dan Tajdid. Lembaga ini mengkaji dasar-dasar pengamalan suatu ibadah bagi seluruh warga Muhammadiyah dan kajian ini dibukukan dalam Himpunan Putusan Tarjih. Buku ini berisikan dalil-dalil dari Alquran dan Hadis Rasulullah Saw. yang maqbulah. Kemudian kontribusi Muhammadiyah dalam pengkajian Hadis di Indonesia juga terlihat dari upaya menetapkan pelajaran Alquran, Hadis dan tafsir sebagai pelajaran pokok dalam kurikulum Ibtidaiyah, perguruan-perguruan dan pengajian Muhammadiyah.

Kata Kunci: Kontribusi, Muhammadiyah, Pengkajian Hadis di Indonesia

PENDAHULUAN

(2)

2 Hal ini mengingat perhatian ummat Islam terhadap Hadis akan semakin tergerus oleh kemajuan teknologi.

Dinamika perkembangan kajian Hadis di Indonesia pada awalnya dimotori oleh para ulama pembawa agama Islam ke Indonesia, meskipun masih diperdebatkan apakah pengajaran agama Islam para ulama ini lebih didominasi kajian fikih, tasawuf atau hadis. Kemudian dinamika perkembangan kajian Hadis di Indonesia juga tidak bisa dipisahkan dari peran sejumlah ormas Islam yang ada di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Al-Washliyah, Al-Irsyad dan sebagainya.

Salah satu ormas Islam yang banyak memberikan perhatian kepada Hadis adalah Muhammadiyah. Ormas yang baru saja merayakan miladnya yang keseratus tujuh ini memiliki peran yang tidak kecil dalam dinamika kajian hadis di Indonesia, hal ini terlihat dari hasil putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang memiliki paradigma berdasarkan Alquran dan Hadis sahih. Sekarang paradigma itu berubah menjadi Alqur’an dan sunnah maqbulah. Sunnah maqbulah berarti Hadis sahih dan hasan. Hasil putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah ini dibukukan dan dibagikan kepada warga Muhammadiyah kemudian dijadikan sebagai pegangan bagi warganya dalam menjalankan ajaran agamanya.

Dalam tulisan ini akan dikaji tentang kontribusi Muhammadiyah dalam pengkajian Hadis di Indonesia, dimulai dengan bagian pertama yang merupakan pengenalan secara umum. Bagian kedua pembahasan dan bagian ketiga penutup.

PEMBAHASAN

A.Sejarah dan Profil Muhammadiyah

(3)

3 Kyai Haji Ahmad Dahlan dilahirkan di Kauman , Yogyakarta, tahun 1868. Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah putra dari K.H. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman , seorang khatib tetap di Masjid Agung Yogyakarta. Ketika lahir, Abu Bakar memberi nama anaknya dengan nama Muhammad Darwis (Mohammad dkk, 2006:7). Pendidikan agama diperoleh pertama kalinya dari orang tuanya sendiri pada usia balita, lalu para kyai di sekitar Yogyakarta mempelajari ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Kemudian pada tahun 1888, Darwis berangkat ke Makkah menunaikan ibadah haji dan bermukim untuk menuntut ilmu selama 4 tahun.

Pada tahun 1902, Muhammad Darwis setelah mempelajari dan memperdalam ilmu-ilmu keislaman pulang ke kampung halamannya dan tampil dengan nama baru, Ahmad Dahlan. Kepulangannya ke Tanah Air hanya setahun, karena pada tahun 1903 Ahmad Dahlan kembali ke Makkah untuk memperdalam lagi ilmu-ilmu agama yang diperolehnya sebelumnya (Mohammad dkk, 2006:8).

Kata “Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air.

Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.

(4)

4 diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.

Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekschol Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat.

Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah. Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren (Shihab, 1998).

Selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, didirikannya Muhammadiyah, menurut Adaby Darban juga secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya.

(5)

5 Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya” (Shihab, 1998).

Kelahiran Muhammadiyah sangat melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Alquran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari.

Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid akidah, ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang asli yakni Alquran dan Sunnah Nabi yang sahih, dengan membuka pintu ijtihad.

Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya. Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.

(6)

6 Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU).

Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.

Shihab (1998) menambahkan Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Alquran sebagai Kitab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwa diskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid.

Wahid (2010:50) Muhammadiyah pada mulanya melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk 1. Membersihkan umat Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan-kebiasaan yang berasal dari non-Islam, 2. Mengadakan reformasi doktrin-doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern, 3. Mengadakan reformasi ajaran-ajaran dan pendidikan Islam, dan 4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan-serangan dari luar.

(7)

7 B.Kontribusi dalam Pengkajian Hadis

Kontribusi Muhammadiyah dalam Pengkajian Hadis di Indonesia terlihat dari salah satu lembaganya yang menangani produk hukum atau fatwa di kalangan Muhammadiyah. Lembaga yang mengurusi dan menetapkan hukum/fatwa dalam ormas ini adalah Majlis Tarjih.

Majlis Tarjih ini lahir pada kongres Muhammadiyah ke 16 di Pekalongan tahun 1927 atas usul KH. Mas Mansur peserta Mu’tamar dari Surabaya yang mengusulkan pendirian 1. Majlis Tasyri’, 2. Majlis Tanfidz dan 3. Majlis Taftisy. Usul KH. Mas Mansur ini diterima dengan suara bulat. Namun nama Tasyri’ yang diartikan dengan mengeluarkan syariah atau peraturan diganti dengan nama Tarjih yang berarti mempertimbangkan, memilih yang kuat untuk dikerjakan. Sejak itulah Majlis Tarjih terbentuk didalam ormas Muhammadiyah.

Setahun kemudian, pada Muktamar muhammadiyah ke 17 di Yogyakarta tahun 1928 terbentuklah pengurus Majlis Tarjih pertama yang diketuai KH. Mas Mansur, KHR. Hadjid sebagai wakil ketua, HM. Aslam Zainuddin dan H. Jazari Hisyam sebagai seketaris dan wakil sekretaris (Bakry, 1985:22)

Pada Muktamar Muhammadiyah ke 18 di Solo pada tahun 1929, Majlis tarjih untuk pertama kalinya melakukan sidang tarjih yang mengahasilkan putusan Kitab Iman dan Kitab salat. Selanjutnya pada tiap-tiap Muktamar Muhammadiyah, Majlis Tarjih juga ikut bermuktamar.

Jamil (1995:6) menjelaskan syarat dan kualifikasi menjadi anggota Majlis Tarjih adalah ulama (laki-laki/perempuan) anggota persyarikatan yang mempunyai kemampuan bertarjih. Seorang anggota Majlis Tarjih harus mampu “membaca kitab kuning”, paling tidak dapat membaca kitab Subulu As-Salam.

Adapun fungsi Majlis Tarjih adalah sebagai badan permusyawaratn untuk mengambil keputusan mengenai hukum Islam. Sumber hukum Majlis Tarjih Muhammadiyah adalah Alquran dan hadis sahih. Muhammadiyah menyatakan diri tidak mengikuti mazhab fikih tertentu, tetapi mengikut Alqur’an dan Hadis. Perincian tentang macam-macam Hadis dijelaskan didalam buku Himpunan Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah sebagai berikut :

(8)

8 menamainya dengan asar (Ranuwijaya 1998:179). Hadis mauquf yang termasuk hukum marfu’ dapat dijadikan hujah.

2) Hadis mauquf masuk hukum marfu’ jika terdapat qarinah (indikasi) yang bisa dipahami ke- marfu’an-nya kepada Rasul saw 3) Hadis mauquf dapat dijadikan hujah apabila Hadis tersebut

besertaan dengan qarinah yang menunjukkan kebersambungannya.

4) Mursal tabi’i melulu tidak dapat dijadikan hujah

5) Mursal tabi’i dapat dijadikan hujah apabila Hadis tersebut

besertaan dengan qarinah yang menunjukkan kebersambungannya.

Mursal tabi’i adalah hadis yang perawinya adalah sahabat yang

digugurkan (tidak disebut namanya), seperti perkataan Nafi’, “Rasulullah saw. bersabda demikian”. Dari keterangan ini,hadis mursal adalah hadis yang marfu’ tabi’i, besar atau kecil dan disandarkan langsung kepada Nabi saw. tanpa menyebutkan sahabat (Wahid dan Matondang, 2011:157).

6) Mursal sahabi dapat dijadikan hujah apabila padanya terdapat qarinah yang menunjukkan kebersambungannya,

7) Hadis-hadis daif yang menguatkan satu sama lainnya tidak dapat dijadikan hujah kecuali apabila banyak jalur periwayatannya dan terdapat padanya qarinah yang menunjukkan ketetapan asalnya dan tidak bertentangan dengan Alquran dan hadis yang sahih.

Namun metode ini dimodifikasi Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Munasnya awal bulan juli 2000 di Jakarta. Manhaj (metode)nya tentang Hadis diubah dari hadis sahih menjadi Sunnah Maqbulah. Sunnah Maqbulah mencakup hadis sahih dan hadis hasan. (Wahid, 2010: 51)

(9)

9 Muhammadiyah sangat menekankan pelajaran Hadis dalam kurikulum sekolah-sekolahnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengembangkan pola pikir yang mendasarkan hukum kepada Alquran dan Hadis. Menurut Chalijah Hasanuddin , Muhammadiyah menetapkan pelajaran Alquran, Hadis dan tafsir sebagai pelajaran pokok dalam kurikulum Ibtidaiyah, perguruan-perguruan dan pengajian Muhammadiyah. Hal ini menjadi bagian dari upaya sosialisasi bagi pola pikir kembali kepada Alquran dan Sunnah. Pola pikir ini juga diterapkan Majlis Tarjihnya dalam menetapkan hukum-hukum. (Hasanuddin, 1985:23)

Peran serta Muhammadiyah dalam Pengkajian Hadis di Indonesia juga Nampak dari usaha penyebaran informasi-informasi keislaman baik Alquran, Hadis, Hukum Islam dalam berbagai bentuk publikasi seperti majalah Suara Muhammadiyah yang rutin membahas satu rubrik khusus tentang hadis-hadis Nabi Muhammad Saw.

C. Tinjauan Analitis

Muhammadiyah tidak terikat kepada mazhab manapun. Muhammadiyah hanya terikat kepada petunjuk Alquran dan Hadis. Dan Muhammadiyah sangat bersemangat dalam ber-ijtihad serta berupaya maksimal untuk mengembalikan pengamalan umat kepada tuntutan Alquran dan Sunnah. Pemahamannya berkisar dalam Sunnah.

Oleh karena itu, hukum-hukum dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah disertai dalil Alquran dan Hadis. Hal ini membuat pembacanya yakin atas kandungannya. Sikap ini telah tertanam demikian kukuh di kalangan warga Muhammadiyah sehingga menilai setiap amal yang berbeda dari apa yang tertulis dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah sebagai amal yang salah dan keliru. (Wahid, 2010: 52)

(10)

10 menunjukkan dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah juga terdapat hadis-hadis yang tidak sahih.

Chudhori pada tahun 1988 telah melakukan penelitian kualiatas hadis-hadis yang ada dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Penelitannya berbentuk tesis yang diajukannya pada Program Pascasarjana IAIN Yogyakarta dengan judul Hadis-hadis Nabi Dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah(Sebuah Upaya Purifikasi Muhammadiyah).

Dalam tesisnya, Chudori membuat hadis-hadis HPT sebagai objek penelitiannya. Dari 172 hadis yang termuat dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, 50 hadis, yaitu 29 persen dari jumlah tersebut dijadikan sampel penelitiannya. Dari hasil penelitian Chudori ini menunjukkan 15 hadis sanadnya sahih, 19 sanadnya hasan dan 16 sanadnya daif. Lebih dari itu 29 dari 50 hadis yang dijadikan objek penelitiannya, redaksinya berbeda dari redaksi yang termuat dalam sumber aslinya. (Wahid, 2010: 53)

Bahkan menurut Fathurrahman Djamil dalam disertasinya yang berjudul Ijtihad Muhammadiyah dalam Masalah-Masalah Fiqih Kontemporer: Studi tentang Penerapan Teori Maqashid as-Syari’at, menuliskan bahwa Muhammadiyah lebih menekankan pada kritik sanad Hadis dan kurang atau tidak memperhatikan kritik matan.

Hal ini terlihat dari manhaj Majlis Tarjih yang mengatur bagaimana hukum menggunakan hadis Mauquf, Mursal Sahabi, Mursal Tabi’i, serta bagaimana cara menilai seorang rawi. Semuanya kembali pada kritik sanad. Bahkan dalam menerima hadis daif sebagai hujahpun, tolok ukur yang dikemukakannya adalah bahwa Hadis itu diriwayatkan dengan sanad yang banyak. Jadi dalam manhaj itu tidak disebutkan secara eksplisit upaya kritik matan Hadis. Padahal sebagaimana kita ketahui bersama disamping kritik sanad, kritik matan juga diperlukan dalam penilaian dan pengamalan Hadis. (Jamil, 1995:72)

PENUTUP

(11)

11 seruan kepada Alquran dan Hadis. Dan membuka kembali pintu ijtihad bagi warga Muhammadiyah khususnya dan umat Islam umumnya.

Kontribusi Muhammadiyah dalam pengembangan kajian Hadis di Indonesia terlihat dari peran Majlis Tarjihnya dalam penetapan hukum yang akan diamalkan warganya. Dan sebagai hasil dari pengembangan pemikiran manusia Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah tidak terlepas dari berbagai kesalahan.Sehingga sangat wajar untuk meneliti kembali kesahihan sanad dan matan hadis-hadis yang dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah.

Namun semangat Muhammadiyah dalam melakukan ijtihad, tajdid dan penetapan hukum yang murni dari Alquran dan Hadis nampaknya masih membutuhkan kader-kader yang benar-benar menguasai ilmu Hadis. Agar pemilihan hadis-hadis yang dijadikan dasar tarjih dapat berlangsung secara selektif.

DAFTAR PUSTAKA

Bakry, M. Natsir, Peranan Lajnah Tarjih Muhammadiyah Dalam Pembinaan Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Karya Indah, 1985.

Jamil, Fathurrahman, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah. Jakarta: Logos, 1995.

Mohammad, Hery Dkk, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani Press, 2006.

Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama: 1998

Shihab, Alwi, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen Di Indonesia. Bandung: Mizan, 1998.

Wahid, Ramli Abdul & Husnel Anwar Matondang, M.Ag, Kamus Lengkap Ilmu Hadis. Medan: Perdana Publishing, 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Daun kemangi mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, tannin dan triterpenoid yang berpotensi sebagai anti fungi, oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah

Pada data (30) terdapat kata lapangan bola merupakan kosakata bahasa gaul GDODP WD\DQJDQ NRPHGL 3RQ79 ³.DPLO 2QWH´ GDUL JDEXQJDQ GXD EXDK NDWD \DQJ diserap dari

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah pengembangan LKS berbasis keislaman dan CTL pada materi ciri-ciri makhluk hidup untuk siswa kelas

Sala' satu keber'asilan Proses belajar Mengajar a!ala' !apat mela'irkan mutu !an kelulusan +ang !apat menjembatani sis5a untuk !apat melanjutkan kepen!i!ikan kejenjang berikutn+a,

1) Keinginan masyarakat untuk mendirikan minimarket waralaba sangat tinggi. Keuntungan yang ditawarkan oleh usaha waralaba minimarket sangat besar kerena penerima waralaba tinggal

[r]

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman yang baik sebagai bahan pertimbangan para peternak dalam menggunakan kombinasi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut : (1) Dari hasil penelitian diperoleh