BIMBINGAN KONSELING KARIR DENGAN TERAPI REBT UNTUK MEWUJUDKAN SELF REGULATED LEARNING SEORANG
MAHASISWA BROKEN HOME (Di Desa Gesikharjo Palang Tuban)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam
(S.Sos.I)
Oleh:
Maharani Sekar Kinanti B03212014
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
BIMBINGAN KONSELING KARIR DENGAN TERAPI REBT UNTUK MEWUJUDKAN SELF REGULATED LEARNING SEORANG
MAHASISWA BROKEN HOME (Di Desa Gesikharjo Palang Tuban)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam
(S.Sos.I)
Oleh:
Maharani Sekar Kinanti B03212014
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
Abstrak
Maharani Sekar Kinanti (B03212014) Mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling
Islam. Dengan judul “Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT
untuk Mewujudkan Self Regulated Learning Seorang Mahasiswa Broken Home (Di Desa Gesikharjo Palang Tuban).
Penulisan ini bertujuan untuk menggambarkakan terapi REBT untuk mewujudkan self regulated learning seorang mahasiswa broken home. Penelitian ini menggunakan kualitatif studi kasus. Subyek dalam penelitian ini adalah seorang mahasiswa yang kurang memiliki regulasi diri dalam belajar (self regulated learning). Subyek ini diketahui bahwa dia sangat kurang dalam meregulasi dirinya, hidupnya seperti tidak memiliki target, sehingga hidupnya menjadi santai. Subyek juga memiliki masalah dalam keluarganya, sehingga dia menjadi semakin tidak terkontrol dan sempat berontak dengan keadaan keluarga yang seperti itu. Peneliti akan mengubah paradigma subyek tersebut agar subyek tidak merasa terbebani dengan keadaan keluarga serta membantu mewujudkan self regulated learning pada subyek.
Dengan terapi REBT ini, maka peneliti dapat membantu subyek untuk meregulasi dirinya dalam belajar (self regulated learning).
DAFTAR ISI
COVER (SAMPUL) ...
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiiii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Konsep 1. Bimbingan Karir ... 8
2. Konseling ... 9
3. Karir ... 10
4. Pendekatan REBT ... 11
5. Pengertian SRL ... 12
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 13
2. Subjek dan Tempat Penelitian... 14
3. Tahap-tahap Penelitian ... 14
4. Jenis dan Sumber Data ... 17
5. Teknik Pengumpulan Data ... 18
6. Teknik Analisis Data ... 21
7. Teknik Keabsahan Data ... 23
G. Sistematika Pembahasan ... 24
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik 1. Bimbingan Konseling Islam a. Pengertian Bimbingan ... 26
b. Pengertian Konseling ... 26
c. Pengertian Karir ... 29
d. Tujuan Bimbingan Konseling Karir ... 32
f. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Karir ... 33
g. Asas-asas Bimbingan Konseling ... 35
h. Langkah-langkah Bimbingan Konseling ... 38
2. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) a. Pengertian REBT ... 40
1) Teori Kepribadian ... 40
2) Perilaku Bermasalah ... 42
3) Karakteristik Keyakinan yang Irrasional ... 44
4) Hakikat Manusia ... 44
5) Tujuan Konseling ... 45
6) Tahapan Konseling ... 46
7) Peranan Konselor ... 47
8) Aplikasi Konseling ... 48
9) Hakikat Konseling ... 49
10)Kekuatan dan Kelemahan REBT ... 50
3. Self Regulated Learning (SLR) a. Pengertian SRL ... 51
b. Aspek- aspek SRL ... 53
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 56
BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 59
2. Deskripsi Konselor ... 61
3. Deskripsi Konseli ... 62
4. Deskripsi Masalah Konseli ... 65
B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Deskripsi Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk mewujudkan Self Regulated Learning Seorang Mahasiswa Broken Home di Desa Gesikharjo Palang Tuban ... 70
a. Identifikasi Masalah ... 70
b. Diagnosa ... 76
c. Prognosa ... 76
d. Treatment (Terapi) ... 77
e. Follow Up dan Tindak Lanjut ... 87
BAB IV: ANALISIS DATA
A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Karir
dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulated
Learning (SRL) Seorang Mahasiswa Broken Home (Studi Kasus : Di Gesikharjo Palang Tuban) ... 93 B. Analisis Hasil Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Karir
dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulated
Learning (SRL) Seorang Mahasiswa Broken Home (Studi Kasus : Di Gesikharjo Palang Tuban) ... 98
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 100 B. Saran ... 102
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 60
Tabel 3.2 Tamatan Sekolah Masyarakat ... 61
Table 3.3 Dialog Konselor dengan Konseli ... 73
Table 3.4 Dialog pada tehnik pertama konselor dengan konseli... 78
Table 3.5 Dialog pada tehnik kedua konselor dengan konseli ... 81
Table 3.6 Dialog pada tehnik ketiga konselor dengan konseli ... 84
Table 3.7 Penyajian data hasil proses bimbingan konseling karir ... 92
Table 4.1 Perbandingan Proses Pelaksanaan di Lapangan dengan Teori Bimbingan dan Konseling Karir ... 93
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tumbuh kembang anak, menjadi remaja sampai dewasa tidak lepas dari
pengaruh orang tua. Biasanya orang tua menggambarkan anak dengan kepribadian
yang berprestasi sebagai anak yang sangat menyenangkan dan penurut.1 Akan tetapi yang namanya pengaruh lingkungan itu pasti tidak bisa lepas, tergantung individu itu
sendiri bagaimana menanggapinya. Tidak seorang pun dapat hidup dalam
kesendirian. Semua manusia hidup dalam suatu lingkungan yang terdiri dari : semua
benda fisik yang mengelilingi kita, keadaan social, dan ekonomi, struktur politik,
iklim, alat-alat dan jalur komunikasi, kebudayaan dan sesama manusia lainnya.
Semua faktor ini mempengaruhi hidup dan perkembangan manusia.
Lingkungan membina, mengancam, memberikan tanggapan, menerima, dan
menolak. Kebanyakan manusia menghabiskan sebagian besar waktu yang ada dalam
lingkungan dan dengan orang-orang yang kita kenal. Masing-masing gaya
kepribadian cenderung memandang lingkungan yang sama itu secara berbeda,
berdasarkan faktor yang esensial dari dirinya sendiri. Lingkungan itu selalu berada di
tempat yang selalu diperhitungkan. Setiap gaya kepribadian menghubungkan diri dan
berkelakuan di atas dasar bagaimana dia merasakan mengenai dirinya sendiri. Jika
sikapnya terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungan adalah sehat dan realistis,
1
2
dia dapat diharapkan untuk berinteraksi secara sebaik-baiknya, menarik dan
mengambil apa yang dibutuhkan dari lingkungan sekitar, sambil juga memberikan
sumbangan kepada lingkungannya.2
Prestasi akademik menurut perspektif kognitif sosial dipandang sebagai
hubungan yang kompleks antara kemampuan individu, persepsi diri, penilaian
terhadap tugas, harapan akan kesuksesan, strategi kognitif dan regulasi diri, gender,
gaya pengasuhan, status sosio ekonomi, kinerja dan sikap individu terhadap sekolah.
Hal ini menunjukkan bahwa prestasi akademik individu ditentukan oleh dua faktor,
baik eksternal maupun internal. Sebagaimana dinyatakan oleh Chung bahwa, belajar
tidak hanya dikontrol oleh aspek eksternal saja, melainkan juga dikontrol oleh aspek
internal yang diatur sendiri (self-regulated).3 Oleh karena itu, belajar harus dipahami
sebagai proses aktif, konstruktif dan self-regulated (Montalvo & Tores). Sehingga,
individu yang belajar akan mendapatkan prestasi akademik yang baik, bila ia
menyadari, bertanggung jawab dan mengetahui cara belajar yang efektif atau
memiliki strategi regulasi diri dalam belajar (self-regulated learning) yang baik.4
Self-Regulated Learning (SRL) merupakan kegiatan dimana individu yang
belajar secara aktif, menyusun, menentukan tujuan belajar, merencanakan dan
memonitor, mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi perilaku serta lingkungannya
2
Gregory G. Young, Membaca Kepribadian Orang, (Jogyakarta: DIVA Press, 2002), hal.30.
3
Siti Suminarti Fasikhah dan Siti Fatimah,Self-Regulated Learning (Srl) Dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa, Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol. 01, No.01, Januari 2013, hal. 146.
4
3
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara teoritis kemampuan meregulasi
diri individu dalam belajar (self-regulated learning) telah berkembang baik pada
masa remaja.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi seseorang, kemampuan
melakukan regulasi diri/self-regulation termasuk dalam faktor personal berasal dari
dalam diri individu. Regulasi diri didefinisikan sebagai proses menghasilkan pikiran,
perasaan dan tindakan, merencanakan dan mengadaptasikannya secara terus-menerus
untuk mencapai tujuan-tujuan. Ia pun mengacu pada keterlibatan aktif seseorang
dalam membuat tujuan, memantau dan mengevaluasi kemajuan dan jika dibutuhkan,
menyesuaikan strategi untuk mencapai tujuan.
Menurut Alfina bekal utama yang dibutuhkan siswa untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan tugas adalah memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengatur
kegiatan belajar, mengontrol perilaku belajar, dan mengetahui tujuan, arah, serta
sumber-sumber yang mendukung untuk belajarnya.5
Masalah belajar adalah masalah pengaturan diri, karenanya siswa
membutuhkan pengaturan diri (self-regulated learning) atau (SLR). Pengaturan diri
(SLR) dibutuhkan siswa agar mereka mampu mengatur dan mengarahkan dirinya
sendiri, mampu menyesuaikan dan mengendalikan diri, terutama bila menghadapi
tugas-tugas yang sulit. Bandura mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu
keadaan dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri,
5
4
memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan
benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana
dalam proses belajar.6 Lebih lanjut Zimmerman mendefinisikan self-regulated learning sebagai kemampuan belajar untuk berpartisipasi aktif dalam proses
belajarnya, baik secara metakognitif, secara motivasional dan secara Behavioral.7 Menurut Boekaerts, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
mahasiswa untuk mencapai prestasi yang optimal, yaitu inteligensi, kepribadian,
lingkungan kampus, dan lingkungan rumah. Salah satu faktor yang turut
mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam mencapai prestasi optimal yaitu
self-regulation (SR).8 Mahasiswa yang memiliki tingkat inteligensi yang baik, kepribadian, lingkungan rumah dan kampus yang mendukung, perlu ditunjang
dengan kemampuan SR untuk mencapai prestasi optimal.
Bandura, Zimmerman, dan Martinez-Pons berpendapat bahwa individu yang
mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu mengatasi
bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar yang tinggi
dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan dirinya. 9 Usaha
6
Siti Suminarti Fasikhah dan Siti Fatimah,Self-Regulated Learning (Srl) Dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa,Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan . Vol. 01, No.01, Januari 2013, Januari 2013, hal.144.
7
Siti Suminarti Fasikhah dan Siti Fatimah,Self-Regulated Learning (Srl) Dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa,Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan . Vol. 01, No.01, Januari 2013, Januari 2013, hal.144.
8
Carver, C.S & Scheier., M. F., On the structure of behavioral self-regulation. Dalam M. Boekaerts, P. R. Pintrinch & M. Zeidner (Ed). Handbook Of Self-Reguation (San Diego: Academic Press, 2000), hal. 46.
9 Yulinawati, Irma., dkk. Self-Regulated Learning Mahasiswa Fast Track.
5
individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan mempertahankan
pikiran, emosi dan perilaku disebut self-regulated learning (SRL).
Regulasi diri dipengaruhi oleh banyak hal. Dari faktor internal, regulasi diri
dipengaruhi oleh pengetahuan, motivasi dan volition. Dari faktor eksternal, regulasi
diri dipengaruhi oleh kondisi lingkungan berupa ada tidaknya kesempatan
untuk meregulasi diri dan ketersediaan sumber belajar; faktor sosial berupa hubungan
sosial yang mempengaruhi tujuan, usaha dan pengawasan, faktor perkembangan di
mana disebutkan bahwa kemampuan regulasi diri merupakan hasil dari
perkembangan kemampuan kognitif dan kemampuan representasional, yang
dipengaruhi oleh adanya bimbingan dari orangtua atau agen sosialisasi lainnya dan
dipengaruhi oleh tugas perkembangan individu, faktor budaya lewat temuan adanya
perbedaan proses regulasi antara masyarakat Barat yang individualistik dengan
masyarakat Timur yang kolektivistik dan faktor agama.
Menurut Santrock siswa yang memiliki kemampuan self-regulated learning
menunjukan karateristik mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmu dan
meningkatkan motivasi, dapat mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu
kegiatan pembelajaran, memantau secara periodik kemajuan target belajar,
mengevaluasinya dan membuat adaptasi yang diperlukan sehingga menunjang dalam
6
oleh mahasiswa, agar memiliki tanggung jawab yang besar terhadap diri dan perilaku
demi tercapainya tujuan yang telah ditargetkan.10
Namun di dalam penelitian saya ini, lebih mengarah pada bimbingan
konseling karir dengan terapi REBT untuk mewujudkan self regulated learning
mahasiswa broken home. Peneliti mengambil judul ini karena tertarik dengan
permasalahan yang ada pada diri konseli tersebut. Konseli adalah salah satu kakak
kelas peneliti ketika berada di pondok, konseli juga salah satu tetangga peneliti,
hanya saja beda desa. Dulu ketika masih berada di pondok, peneliti mengenal bahwa
konseli ini sangat rajin dalam hal ibadah, begitupun dalam belajarnya. Konseli juga
sangat taat pada peraturan yang ada di pondok. Setelah lulus dari pondok, peneliti
melihat ada beberapa perubahan dalam diri konseli. Dan tanpa peneliti mencari tahu
alasannya, ternyata peneliti mendengar kabar bahwa orang tuanya pisah (cerai).
Setelah perceraian itulah konseli menjadi berubah, bahkan sangat jauh berbeda ketika
berada di pondok. Bahkan berani melepas jilbab, ibadahnyapun tidak terkontrol,
sering keluar kesana kemari dengan teman-temannya dan peneliti melihat bahwa
konseli mengalami masalah dalam Self Regulated Learning (pengelolaan diri dalam
belajar). Konseli merasa kurang ada motivasi dari keluarga.
Kesimpulannya, Peneliti ingin mengulas lebih dalam tentang “Bimbingan
Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk Meningkatkan Self Regulated Learning
10
7
seorang Mahasiswa Broken home”. Agar konseli ini dapat menemukan arah dalam
belajarnya dan segera menyelesaikan pendidikannya di Universitas.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan yang Peneliti ambil adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk
Mewujudkan Self Regulated Learning seorang Mahasiswa Broken home?
2. Bagaimana hasil Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk
Mewujudkan Self Regulated Learning seorang Mahasiswa Broken home?
C. TUJUAN PENELITIAN
Begitupun dengan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang proses Bimbingan Konseling Karir
dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulated Learning seorang
Mahasiswa Broken home.
2. Untuk mengetahui hasil Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk
Mewujudkan Self Regulated Learning seorang Mahasiswa Broken home.
D. MANFAAT PENELITIAN
Setelah Peneliti meneliti kasus ini, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat
8
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian teoritis dari penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan sebagai pedoman di dalam melakukan
penelitian secara lebih lanjut, terutama dalam mengkaji bagaimana self regulated
learning yang dimiliki oleh seorang mahasiswa broken home.
2. Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat bagi para
mahasiswa agar tetap memiliki self regulated learning agar dapat mengatur dan
mengelola dirinya dengan baik sehingga mendapatkan prestasi yang
membanggakan. Penelitian ini memberikan pemahaman mengenai bagaimana
bimbingan konseling karir dalam mewujudkan self regulated learning yang
dimiliki oleh seorang mahasiswa broken home.
E. DEFINISI KONSEP
1. Bimbingan karir
Menurut Winkel, bimbingan karir merupakan bantuan dalam mempersiapkan
diri menghadapi dunia pekerjaan, pemilihan lapangan pekerjaan atau jabatan
9
dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dari lapangan pekerjaan yang
sudah dimasuki.11
Selain itu, bimbingan karir juga didefinisikan sebagai suatu proses membantu
seseorang untuk mengerti dan menerima gambaran tentang diri pribadinya dan
gambaran tentang dunia kerja di luar dirinya, mempertemukan gambaran diri
tersebut dengan dunia kerja itu untuk pada akhirnya dapat memilih bidang
pekejaan, memasukinya dan membina karir dalam bidang tersebut.12
Dari dua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa bimbingan karir
merupakan suatu bantuan, layanan dan pendekatan terhadap individu,
(siswa/remaja), agar individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya,
memahami dirinya, dan mengenal dunia kerja.
2. Konseling
Menurut Burks dan Stefflre, konseling merupakan hubungan professional
antara konselor terlatih dengan konseli. Rogers, mendefinisikan konseling sebagai
hubungan yang membantu (helping relationship).
Menurut Cavanagh, konseling merupakan hubungan antara helper (orang
yang memberikan bantuan) yang telah mendapatkan pelatihan dengan orang yang
mencari bantuan helpee (orang yang mendapat bantuan) yang didasari oleh
katrampilan helper dan atmosfer yang diciptakan untuk membantu helpee belajar
11
Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 1991), hal. 124.
12
10
membangun relasi dengan dirinya dan orang lain dengan cara yang produktif
(growth-producing).13 3. Karir
Karir adalah perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan,
jabatan, dan sebagainya.14 Menurut Prof. Edgar H. Schein dalam artikelnya yang berjudul Career development: theoretical and practical issues for organizations
yang dirangkum dalam buku Career planning and development, ILO, Geneva,
(1976) mengemukakan bahwa karir adalah suatu pandangan mengenai tingkat
kemajuan yang terbatas pada tingginya gaji/upah yang telah membudaya.15 Sedangkan menurut Donald E. Super seperti yang dikutip Dewa Ketut Sukardi,
karir adalah sebagai suatu rangkaian pekerjaan, jabatan dan kedudukan yang
mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja.16
Dari beberapa pengertian tentang karir yang telah dikemukakan di atas, dapat
diartikan bahwa karir adalah suatu status dalam jenjang pekerjaan atau jabatan
sebagai sumber nafkah apakah itu berupa mata pencaharian utama ataupun mata
pencaharian sampingan. Dengan memahami pengertian karir di atas, diharapkan
agar para siswa dapat memperoleh gambaran tentang berbagai jenis pekerjaan,
jabatan atau karir dimasyarakat yang dapat dimasukinya. Diharapkan juga agar
13
Gantina Komalasari. Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT. INDEKS, 2011), hal. 7-8. 14
Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Kartika, 1997), hal. 284. 15
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karir di Sekolah-sekolah (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), hal. 16.
16
11
siswa mengetahui tentang jenis-jenis kemampuan atau keterampilan yang dituntut
untuk masing-masing pekerjaan, jabatan atau karir serta latihan yang diadakan
untuk mengembangkan kemampuan atau keterampilan tersebut. Selain itu,
dengan memahami karir siswa dapat mengetahui dan dapat menerapkan cara yang
perlu di tempuh dalam memilih pekerjaan yang cocok, memperoleh pekerjaan
yang telah dipilihnya, dan mendapatkan kemudahan-kemudahan untuk
memperoleh bantuan modal dan lain-lain.17
Dapat diambil kesimpulan bahwa Bimbingan Konseling Karir merupakan
suatu bantuan, layanan dan pendekatan terhadap individu, (siswa/remaja) oleh
konselor kepada konseli atau yang memberikan bantuan kepada yang
membutuhkan bantuan, agar individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya,
memahami dirinya, dan mengenal dunia kerja.
4. Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy
Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan
Behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah
laku dan pikiran. Pendekatan ini dikembangkan oleh Albert Ellis melalui
beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa
individu memiliki tendensi untuk berfikir rasional yang salah satunya didapat
melalui belajar sosial. Di samping itu individu juga memiliki kapasitas untuk
belajar kembali untuk berfikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak
17
12
individu mengubah pikiran-pikiran irrasionalnya ke pikiran rasional melalui teori
A-B-C.18
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Pendekatan Rasional Emotive
Behavior Therapy karena di dalamnya terdapat tiga fokus terapi sekaligus, yakni
pemikiran, emosi dan perilaku yang mana terapi ini dirasa sangat cocok
diterapkan kepada konseli.
5. Self Regulated Learning
Pengelolaan diri bila dalam bahasa Inggris adalah self regulation. Self
artinya diri dan regulation adalah terkelola. Pengelolaan diri merupakan salah
satu komponen penting dalam teori kognitif sosial (social cognitive theory).
Albert Bandura adalah orang yang pertama kali memublikasikan teori belajar
sosial pada awal 1960-an. Pada perkembangannya kemudian diganti namanya
menjadi teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social
Foundation of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. Konsep tentang
pengelolaan diri ini menyatakan bahwa individu tidak dapat secara efektif
beradaptasi terhadap lingkungannya selama mampu membuat kemampuan kontrol
pada proses psikologi dan perilakunya.
Bandura mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu keadaan
dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri,
memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan
18
13
benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana
dalam proses belajar. 19
Lebih lanjut Zimmerman mendefinisikan self-regulated learning sebagai
kemampuan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajarnya, baik secara
metakognitif, secara motivasional dan secara Behavioral.20 Secara metakognitif, individu yang meregulasi diri merencanakan, mengorganisasi, mengintruksi diri,
memonitor dan mengevaluasi dirinya dalam proses belajar. Secara motivasional,
individu yang belajar merasa bahwa dirinya kompeten, memiliki keyakinam diri
(self-efficacy) dan memiliki kemandirian. Sedangkan secara Behavioral, individu
yang belajar menyeleksi, menyusun, dan menata lingkungan agar lebih optimal
dalam belajar.21
F. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Sedangkan jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
19
Alfina . Hubungan Self-Regulated Learning Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Akselerasi (SMA Negeri 1 Samarinda), eJournal Psikologi. Vol. 2, no. 2 tahun 2014, hal. 229.
20
Irma Alfina . Hubungan Self-Regulated Learning Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Akselerasi (SMA Negeri 1 Samarinda), eJournal Psikologi. Vol. 2, no. 2 tahun 2014, hal. 229.
21
14
dan perilaku yang dapat diamati.22 Penelitian kualitatif berusaha memahami persoalan secara keseluruhan (holistik) dan dapat mengungkapkan rahasia dan
makna tertentu. Penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam
kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya
dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk
memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.23 2. Subyek dan Tempat Penelitian
a. Subyek : Seorang Mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban.
b. Tempat Penelitian : Gesikharjo Kec. Palang, Kab. Tuban.
3. Tahap-tahap penelitian
Adapun tahap-tahap penelitian menurut buku metodologi penelitian
kualitatif adalah:
a. Tahap pra lapangan
1) Menyusun rencana penelitian
Dalam hal ini peneliti akan memahami Bimbingan Konseling Karir
dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulted Learning seorang
Mahasiswa Broken home di salah satu Universitas Ronggolawe Tuban.
Setelah mengetahui maka peneliti membuat latar belakang masalah, rumusan
22
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), hal. 18. 23
15
masalah, tujuan penelitian, definisi konsep dan membuat rancangan data-data
yang peneliti perlukan.
2) Memilih lapangan penelitian
Dalam hal ini peneliti memilih lapangan penelitian pada salah satu
mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban.
3) Mengurus perizinan
Peneliti membuat surat izin, dan diberikan langsung kepada subyek
(seorang Mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban) atau kepada
keluarganya, sebagai bentuk perjanjian bahwa tidak ada keterpaksaan dalam
penelitian, setelah itu peneliti membawa surat tersebut ke Balai Desa untuk
menyatakan bahwa Peneliti benar-benar mengadakan penilitian salah satu
konseli yang berada di Desa tersebut.
4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan
Peneliti akan mengenali keadaan yang sesuai dengan keadaan di
lapangan serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan di lapangan,
kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di lapangan.
5) Memilih dan memanfaatkan informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang kasus tersebut.
Informan dalam penelitian ini adalah konseli itu sendiri, ibu konseli, teman
16
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian
Peneliti menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, pedoman
wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan fisik, izin penelitian, dan
semua yang berhubungan dengan penelitian dengan tujuan untuk
mendapatkan deskripsi data lapangan.
7) Persoalan etika penelitian
Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut hubungan baik
antara peneliti dengan subyek penelitian, baik secara perorangan maupun
kelompok. Maka peneliti harus mampu memahami kebudayaan, adat istiadat
ataupun bahasa yang di gunakan, kemudian ”untuk sementara” peneliti
menerima seluruh nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat.24 Terutama di dalam lingkungan masyarakat subyek penelitian.
b. Tahap lapangan
1) Memahami latar penelitian
Sebelum peneliti memasuki lingkungan subyek penelitian, peneliti
perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu perlu
mempersiapkan diri baik secara fisik maupu secara mental.
24
17
2) Memasuki lapangan
Saat memasuki lapangan peneliti akan menjalin hubungan yang baik
dengan subyek penelitian, sehingga akan memudahkan peneliti untuk
mendapatkan data.
3) Berperan serta dalam mengumpulkan data
Dalam tahap ini peneliti harus memulai memperhitungkan batas
waktu, tenaga ataupun biaya. Disamping itu juga mencatat data yang telah
didapat di lapangan yang kemudian analisis di lapangan.
4) Tahap analisis data
Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
kategori, dan satuan uraian dasar. Peneliti menganalisis data yang dilakukan
dalam suatu proses yang berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak
pengumpulan data yang dilakukan dan dikerjakan secara intensif. Kemudian
menghasilkan tema dan hipotesis yang sesuai dengan kenyataan.
4. Jenis dan sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama atau
sumber data primer yakni tentang permasalahan dari konseli saya yang pada kasus
ini Peneliti ingin mewujudkan Self Regulated Learning pada mahasiswa broken
home. Sumber data primer adalah subyek penelitian yang dijadikan sebagai
18
pengambilan data secara langsung25 atau yang dikenal dengan istilah interview (wawancara), dalam hal ini Peneliti mengambil data dari salah satu saudara
konseli. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain
yang ada kaitannya dengan objek penelitian, data ini berkaitan dengan masalah
konseli. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak berhubungan
secara langsung dengan objek penelitian, akan tetapi memiliki informasi yang
berkaitan dengan objek penelitian, dan Peneliti mengambil informan ini dari salah
satu tetangga konseli.
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer terdiri dari subyek
penelitian yakni seorang mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban dan
keluarganya yakni ibu dan salah satu saudara dekatnya . Data yang digali dari
sumber tersebut merupakan data pokok atau data primer. Penggalian data juga
diambil dari sumber data sekunder yang berupa literatur atau bacaan yang relevan
serta dokumen lain yang tidak menggambarkan permasalah secara langsung
namun masih terkait dengan bimbingan konseling karir dengan terapi REBT
untuk meningkatkan self regulated learning, hal ini meliputi lingkungan
masyarakat, teman sebayanya atau orang-orang yang memiliki data tentang
subyek penelitian.
5. Teknik pengumpulan data
Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengadakan penelitian
adalah menentukan teknik yang akan digunakan dalam mengumpulkan data,
25
19
harus diperlihatkan cara dan hakekat pemakaian metode pengumpulan datanya.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan.26 Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui 3 (tiga) cara yaitu, melalui observasi,
wawancara dan dokumetansi yang dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a) Pada tahap awal dilakukan observasi, yaitu melakukan pengamatan secara
sistematis dan terencana untuk memperoleh data yang valid tentang kebiasaan
belajar konseli. Dalam hal ini selain peneliti melakukan pengamatan pada
aktivitas yang terjadi pada subyek penelitian (Mahasiswa Ronggolawe Tuban)
secara umum, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap lingkungan
subyek dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan di lingkungan kampusnya.
b) Pada tahap selanjutnya, dilakukan wawancara secara intensif dan mendalam
terhadap para informan, dengan cara wawancara yang tidak terstruktur dengan
menggunakan panduan yang memuat garis besar lingkup penelitian, dan
dikembangkan dengan bebas selama wawancara berlangsung akan tetapi tetap
pada sebatas ruang lingkup penelitian, dengan tujuan agar tidak kaku dalam
memperoleh informasi dengan mempersiapkan terlebih dahulu gambaran
26
20
umum pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.Wawancara mendalam
secara umum merupakan suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman wawancara dimana pewawancara dan informan
terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.27
Peneliti mengamati kenyataan dan mengajukan pertanyaan dalam
wawancara yang berkaitan dengan masalah konseli hingga berkembang secara
wajar berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan oleh orang yang
diwawancarai.28 Maksud dalam penelitian ini Peneliti memaparkan data hasil penelitian di lapangan yakni tentang Bimbingan Konseling Karir dengan
Terapi REBT untuk Meningkatkan Self Regulated Learning Seorang
Mahasiswa Broken home.
c) Studi dokumen, yaitu meneliti berbagai dokumen serta bahan-bahan yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berupa
tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan dan
semacamnya. Dokumen yang berbentuk gambar dapat berupa foto, gambar
hidup, sketsa dan lain-lain. Sedangkan dokumen yang berbentuk karya
27
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 108
28
21
misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.
Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.29 Data ini seperti halnya kegiatan apa saja yang diikuti di kampusnya, jadwal
keseharian dan juga jadwal kegiatan di kampus, atau sebuah karya konseli
yang mana itu menjadi salah satu kreatifitas konseli tersebut.
6. Teknik analisis data
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat studi kasus,
maka penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Adapun yang
dimaksud dengan metode kualitatif adalah cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau
lisan dan perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh.
Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban
atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.30
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu. Analisis data ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus. Analisis data dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:
29
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, 2014), hal. 82 30
22
a. Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok,
memfokuskan pada hal yang penting, dicari pola dan temanya. Reduksi data
dilakukan secara kontinyu, dalam mereduksi data setiap peneliti akan dipandu
oleh tujuan yang akan dicapai. Reduksi data memerlukan kecerdasan dan
keluasan wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru dalam
melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang
dipandang ahli. Melalui diskusi tersebut, maka wawasan peneliti akan
berkembang sehingga dapat mereduksi data yang memiliki nilai temuan dan
pengembangan teori yang signifikan.31 Dalam penelitian ini, data yang hasilkan terlebih dahulu dikelompokkan sesuai dengan temanya yang
kemudian dipilih mana data digunakan dalam laporan penelitian dan mana
data yang tidak digunakan.
b. Penyajian Data
Data display berarti mendisplay data yaitu menyajikan data dalam
bentuk uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori. Menyajikan data
yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bersifat naratif. Ini
dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
31
23
selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.32 Dalam penelitian ini, setelah data direduksi maka selanjutnya data tersebut diolah dalam bentuk narasi
sehingga mudah untuk dilakukan analisis terkait dengan permasalahan yang di
lapangan.
c. Verifikasi
Langkah terakhir dari model ini adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal namun juga tidak, karena masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan
berkembang setelah peneliti ada di lapangan. Kesimpulan penelitian kualitatif
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum ada yang berupa deskripsi
atau gambaran yang sebelumnya belum jelas menjadi jelas.33 7. Teknik keabsahan data
Keabsahan data merupakan tingkat ketepatan antara data yang terjadi pada
objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data yang valid
adalah data yang tidak terdapat perbedaan antara data yang dilaporkan peneliti
dengan kenyataan yang terjadi pada objek di lapangan. Akan tetapi, perlu
32
Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 258.
33
24
diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak
bersifat tunggal, tetapi bersifat jamak dan tergantung pada konstruksi manusia.34 Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan valid terhadap data yang
telah terkumpul, maka Peneliti menggunakan teknik triangulation, yaitu
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Sebagai
perbandingan triangulasi ini digunakan dengan cara membandingkan dan
mengecek derajat balik kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam metode penelitian, hal ini bisa membandingkan data
hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara
dengan suatu dokumen yang berkaitan, atau juga membandingkan hasil
wawancara dari 2-3 informan yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif, kriteria
utama yang menunjukkan keabsahan sebuah hasil penilitian adalah, valid, reliabel
dan obyektif.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Laporan penelitian ini dibahas dalam lima bab, yaitu sebagai berikut :
BAB I : PENDAHLUAN
Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran umum yang
memuat pola dasar Penelitian skripsi ini yaitu latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan metode penelitian
34
25
yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, subyek penelitian, tahap-tahap
penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta
teknik keabsahan data, dan sistematika pembahasan.
BAB II : KAJIAN TEORITIS
Bab dua membahas tentang kajian teoretik yang meliputi pengertian bimbingan
konseling karir, tujuan bimbingan konseling karir, fungsi bimbingan konseling karir,
penyelenggaraan bimbingan konseling karir, membahas tentang teori-teori yang
mendasari bimbingan konseling karir, pengertian REBT, kekuatan dan kelemahan
REBT, teknik-teknik teori REBT, dan pengertian Self Regulated Learning (SLR).
BAB III : PENYAJIAN DATA
Bab tiga membahas tentang gambaran umum pada subyek penelitian, yakni
mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban, yang mana peneliti akan mengulas
tentang permasalahan seorang mahasiswa broken home yang mengalami masalah
dalam pengelolaan dirinya. seperti dalam hal kondisi dirinya, keluarga dan
lingkungannya, maupun teman sebayanya.
BAB IV : ANALISA DATA
Bab empat mambahas tentang analisa bimbingan konseling karir dengan terapi
REBT untuk mewujudtkan Self Regulated Learning seorang mahasiswa broken home.
BAB V : PENUTUP
Bab lima membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretik
1. Bimbingan dan Konseling Karir a. Pengertian Bimbingan
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan seseorang, laki-laki atau
perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan
baik kepada individu-individu setiap usai untuk membantunya mengatur
kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri.
Sedangkan konseling secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa
latin, yaitu “cosilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai
dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo
-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan”
atau “menyampaikan”.1
b. Pengertian Konseling
Konseling dikenal dengan istilah penyuluhan, yang secara awam
dimaknakan sebagai pemberian penerangan, informasi, atau nasihat kepada
pihak lain. Istilah penyuluhan sebagai padanan kata konseling bisa diterima
secara luas, tetapi dalam pembahasan ini, konseling tidak dimaksudkan dalam
1
27
pengertian tadi. Konseling sebagai cbang ilmu dan praktik pemberian bantuan
kepada individu pada dasarnya memiliki pengertian yang spesifik sejalan
dengan konsep yang dikembangkan dalam lingkup profesinya.
Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil
dari bahasa latin yaitu Counselium, artinya “bersama” atau “bicara bersama”.
Pengertian “ berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan
konselor dengan seorang atau beberapa klien. Dengan demikian Counselium
berarti “people coming together to gain an understanding of problem that
beset them were evident”, demikian ditulis Barut dan Robinson, dalam
bukunya An Introduction to The Counseling Profession menjelaskan secara
singkat.2
Carl Rogers, seorang psikolog Humanistik terkemuka, berpandangan
bahwa konseling merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan
untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien. Rogers menegaskan
pengertian konseling sebagai:
“The process by wich structure of the self is relaxed in the safety of
relationship with the therapist, and previously denied experience are
perceived and then integrated in to an altered self”.
2
28
Pada intinya Rogers dengan tegas menekankan pada perubahan system
self klien sebagai tujuan konseling akibat dari stuktur hubungan konselor
dengan kliennya.3
Salah satu faktor yang pengaruhnya besar terhadap proses konseling
sehingga mempengaruhi hasilnya adalah tempat dilakukannya konseling itu.
Meskipun dalam konseling yang penting adalah kualitas dan intensitas
hubungan konselor dan klien, namun masalah tempat yang menimbulkan
suasana tersendiri harus tetap diperhatikan.
Pentingnya tempat sebagai lingkungan fisik untuk konseling,
dikemukakan oleh Benjamin yang menekankan perlunya ruangan yang
nyaman dan menarik, sehingga memungkinkan menciptakan suasana hangat,
sikap ramah dan suasana yang tidak menegangkan.4
Pengaturan perabotan tidak perlu terlalu rapi, karena keadaan seperti
itu justru bisa mengesankan suasana santai, tidak terlalu formal, demikian
juga dengan cahaya lampu yang tidak langsung menyoroti masing-masing
pribadi serta warna yang cerah. Posisi tempat duduk harus diatur sedemikian
rupa sehingga klien tidak merasa terancam atau terganggu oleh konselor
sendiri. Hal lain ialah mengenai meja yang satu pihak bisa menimbulkan rasa
aman pada klien, namun dipihak lain juga bisa menjadi penghalang untuk
berkomunikasi.
3
Latipun. Psikologi Konseling (Malang: UMM Press, 2015), hal. 3. 4
29
c. Pengertian Karir
Untuk mendapatkan gambaran yang cukup memadai tentang
pengertian dan bimbingan karir, maka dalam bagian ini terlebih dahulu akan
disinggung apakah yang dimaksud dengan karir itu sebenarnya, sebagai bahan
orientasi dalam memahami Bimbingan Karir pada umumnya dan pendidikan
karir pada khususnya.
Prof. Edgar H. Schein, dalam artikelnya yang berjudul Career
Development: Theoretical and Partical Issues for Organizations yang
dirangkum dalam buku Career Planing and Development, ILO, Geneva,
mengemukakan:5
The idea of stages or steps in a progression to words culturally defined higher
reward is the essence of the definition of “ Career”. Typically, we have
associated the concept of Career with the professions like law, medicine,
teaching, government service, engineering, etc., but the concept should be
applicable just as well to other kind of occupations, event the lower prestige
occupation.
Pendapat tentang karir menurut Schein di atas diartikan sebagai suatu
pandangan yang telah membudaya mengenai tingkat kemajuan yang terbatas pada
tingginya gaji atau upah adalah inti dari pengertian karir. Ciri-ciri yang dimiliki
berkaitan dengan pengertian karir tersebut adalah dengan profesi: hukum, kedokteran,
5
30
guru, ahli mesin, tetapi pengertian yang lebih tepat dapat dipergunakan terutama
dengan berbagai macam yang tidak memandang pada pekerrjaan yang mempunyai
kedudukan atau pengaruh yang lebih rendah.
David Tiedeman, dalam bukunya yang berjudul: can a machine develop a
career?, mengemukakan tentang pengertian karir sebagai:6
… career is like motion, a time-extended working out of self.
Karir menurut pendapat H.L. Wilensky diartikan sebagai riwayat pekerjaan
yang teratur dimana dalam setiap pekerjaan yang ditekuni itu adalah merupakan
sebagai suatu persiapan untuk selanjutnya atau masa depannya.
Dari berbagai pengertian tentang karir yang telah dikemukakan di atas
dapatlah diartikan sebgaia suatu status dalam jenjang pekerjaan atau jabatan sebagai
sumber nafkah apakah itu berupa mata pencaharian utama (pokok) ataupun mata
pencaharian sambilan.
Setelah diperoleh pemahaman tentang berbagai pengertian atau batasan karir
seperti telah diuraikan dimuka, maka di bawah ini secara berturut-turut akan
dikemukakan tentang bimbingan karir.
Pengertian Bimbingan Karir sebagaimana yang diungkapkan di atas adalah
ditinjau dari sudut fungsi dan peranannya. Bimbingan Karir adalah merupakan suatu
bentuk bantuan layanan yang bidang geraknya diperluas dan sekaligus menyentuh
6
31
kesehatan mental suatu masyarakat yang sedang berkembang untuk mencari
identitasnya.
Istilah bimbingan karir dimasa-masa lampau seringkali diartikan sebagai
Vocational Guidance atau bimbingan jabatan. Sedangkan kalau disimak lebih
mendalam, pengertian Bimbingan Karir dengan Bimbingan Jabatan mempunyai
makna yang jauh berbeda serta memiliki ruang lingkup yang berbeda pula.
Bimbingan Karir lebih menitik beratkan pada perencanaan kehidupan, yang
terlebih dahulu haruslah mempertimbangkan potensi-potensi diri yang dimilikinya
serta lingkungan sekitar agar mereka memperoleh dan memiliki pandangan yang
cukup luas dari pengaruh terhadap berbagai peranan positif yang layak
dilaksanakannya dalam masyarakat. Sedangkan Bimbingan Jabatan atau Bimbingan
Vocational lebih menekankan pada bentuk layanan yang berpusat pemberian
informasi.
Menurut pengertian Donald E. Super ini, Bimbingan Karir memiliki beberapa
cirri-ciri diantaranya:
1. Bimbingan Karir adalah merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
membantu individu menumbuhkan gambaran dirinya.
2. Bimbingan Karir adalah suatu bantuan layanan untuk membantu individu
menumbuhkan dan menerima peranan yang dilakukannya dalam dunia kerja.
3. Bimbingan Karir adalah suatu bentuk layanan bimbingan yang bertujuan
membantu individu memperoleh kesempatan untuk mencoba dan memilih
32
4. Bimbingan Karir adalah suatu bentuk layanan bimbingan yang bertujuan
untuk membantu individu memperoleh gambaran dirinya dalam dunia kerja.7
d. Tujuan bimbingan konseling karir
1. Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya
sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat.
2. Tujuan khususnya adalah:
a) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
b) Membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
c) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan dan
kondisi yang baik atau yang baik tetap baik, sehingga tidak akan
menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain. 8
e. Fungsi dan Peran Bimbingan Konseling Karir
1) Pemahaman
Yaitu membantu klien agar memiliki pemahaman terhadap dirinya
dan lingkungannya.
7
Dewa Ketut Sukardi., Bimbingan Karir di sekolah-sekolah. (Jakarta: CV. Ghalia Indonesia, 1989), hal. 22.
8
33
2) Preventif
Yaitu upaya konselor untuk mengantisipasi berbagai masalah yang
mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak terjadi
pada diri klien.
3) Pengembangan
Yaitu konselor berupaya untuk menciptakan lingkungan yang
kondusif. Konselor membimbing klien pada proses pengembangan
potensi dirinya.
4) Perbaikan (kuratif)
Yaitu fungsi bimbingan yang bersifat penyembuhan. Fungsi ini
berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada klien yang telah
mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, keluarga
maupun karir.
5) Penyesuaian
Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu klien agar dapat
menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap kehidupan
sosialnya.9
9
34
f. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Karir
1) Konselor
Konselor atau pembimbing merupakan seseorang yang mempunyai
wewenang untuk memberikan bimbingan kepada orang lain yang sedang
menghadapi kesulitan atau masalah yang tidak bisa diatasi tanpa bantuan
orang lain. Persyaratan menjadi konselor antara lain:
a) Kemampuan profesional
b) Sifat kepribadian yang baik
c) Kemampuan kemasyarakatan (Ukhuwah Islamiyah)
d) Ketakwaan kepada Allah.
2) Klien
Individu yang mengalami masalah yang diberi bantuan oleh seorang
konselor atas permintaan sendiri atau atas permintaan orang lain, namun
keberhasilan dalam mengatasi masalahnya itu sebenarnya sangat
ditentukan oleh pribadi klien itu sendiri.10
3) Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Hal yang
semacam itu perlu untuk ditangani atau dipecahkan oleh konselor
bersama klien.
10
Imam Sayuti Farid, Pokok-pokok Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah
35
Menurut WS. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan konseling di
sekolah menengah”, masalah adalah sesuatu yang menghambat,
merintangi, mempersulit dalam mencapai usaha untuk mencapai tujuan.11
Adapun macam-macam masalah yang dihadapi manusia sangatlah
kompleks, diantaranya problem dalam bidang pernikahan dan keluarga,
problem dalam bidang pendidikan, problem dalam bidang sosial
(kemasyarakatan), problem dalam bidang pekerjaan (jabatan), problem
dalam bidang keagamaan.
g. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
1) Asas Kebahagian Dunia dan Akhirat
Yaitu membantu konseli mencapai kebahagiaan hidup yang
senantiasa didambakan setiap muslim.
2) Asas Fitrah
Bimbingan dan Konseling Islam merupakan bantuan kepada konseli
untuk menganal, memahami, dan menghayati fitrahnya sehingga segala
gerak, tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrah tersebut.
3) Asas Lillahita’ala
Bimbingan dan Konseling Islam diselenggarakan semata-mata
karena Allah SWT.
11
36
4) Asas Bimbingan Seumur Hidup
Bimbingan dan Konseling Islam diperlukan selama hayat masih
dikandung badan.
5) Asas Kesatuan Jasmani dan Rohani
Bimbingan dan Konseling Islam memperlakukan konseli sebagai
makhluk jasmaniah dan rohaniah, tidak memandangnya sebagai makhluk
biologis semata atau makhluk rohani semata.
6) Asas Keseimbangan Rohaniyah
Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan berfikir,
merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu. Bimbingan
dan Konseling Islam menyadari keadaan kodrati manusia dan berupaya
menyeimbangkan unsur-unsur rohani manusia.
7) Asas Kemaujudan Individu
Bimbingan dan Konseling Islam berlangsung pada citra manusia
menurut Islam, memandang seorang individu merupakan suatu
eksistensial sendiri.
8) Asas Sosialita Manusia
Sosialitas diakui dengan memperhatikan hak individu, hak individu
juga diakui sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
9) Asas Kekhalifaan Manusia
Dalam Islam manusia diberi kedudukan yang tinggi sekaligus
37
Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem,
sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidak
seimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat manusia itu sendiri.
10)Asas Pembinaan Akhlaqul Karimah
Bimbingan dan Konseling Islam membentuk konseli untuk
memelihara, mengembangkan, serta menyempurnakan sifat-sifat yang
baik.
11)Asas Kasih Sayang
Bimbingan dan Konseling Islam dilakukan dengan landasan kasih
sayang, sebab dengan kasih sayanglah Bimbingan dan Konseling Islam
akan berhasil.
12)Asas Saling Menghargai dan Menghormati
Dalam Bimbingan dan Konseling Islam kedudukan pembimbing
dengan yang dibimbing pada dasarnya sama atau sederajat, perbedaannya
terletak pada fungsinya saja yakni pihak yang satu memberikan bantuan
dan yang satu menerima bantuan. Hubungan yang terjalin antara pihak
pembimbing dan yang dibimbing merupakan hubungan yang saling
menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk
38
13)Asas Keahlian
Bimbingan dan Konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang
memang memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnya.12
h. Langkah-langkah Bimbingan dan Konseling
1) Identifikasi Masalah
Langkah pertama ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari
berbagai macam sumber yang berfungsi untuk mengetahui kasus beserta
gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini konselor mencatat kasus
yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus yang mana yang akan
mendapat bantuan terlebih dahulu.
2) Diagnosis
Langkah diagnosis adalah langkah untuk menetapkan masalah yang
dihadapi konseli beserta latar belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan
yang dilakukan ialah mengumpulkan data dengan mengadakan studi kasus
dengan menggunakan berbagai tekhnik pengumpulan data, setelah data
terkumpul kemudian ditetapkan masalah yang dihadapi serta latar
belakangnya.13
12
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1983), hal 21-35.
13
39
3) Prognosis
Langkah prognosis merupakan langkah untuk menetapkan jenis
bantuan atau terapi yang akan digunakan dalam membantu konseli
menangani masalahnya berdasarkan diagnosis.
4) Terapi atau Treatment
Dalam hal ini konselor dan konseli bersama-sama melakukan proses
terapi guna meringankan beban masalah yang konseli hadapi, terutama
tentang keputusan yang diambilnya.
5) Evaluasi atau Follow Up
Setelah konseli dan konselor bersama-sama melakukan proses terapi
mencari dan menemukan solusi yang terbaik bagi masalah konseli, maka
kemudian masuk kepada tahap berikutnya yaitu tahap evaluasi. Evaluasi
adalah penilaian terhadap alternatif atau putusan yang diambil oleh konseli
baik dari segi kelebihan maupun segi kekurangan. Tahap ini juga
merupakan tindak lanjut yang berguna untuk mengetahui tingkat
keberhasilan konseling yang telah berlangsung, pada tahap ini konselor
juga mengamati dan memantau klien agar jangan sampai kembali ke
masalahnya atau menambah masalah yang lain.14
Dalam menindak lanjuti masalah ini konselor melakukan home visit
sebagai upaya dalam melakukan peninjauan lebih lanjut tentang
14
40
perkembangan atau perubahan yang di alami oleh konseli setelah
konseling dilakukan. Disini dapat di ketahui bahwa terdapat perkembangan
atau perubahan pada diri konseli yaitu :
1) Konseli sudah bisa membuat ibunya senang karena ada perubahan dari
anaknya.
2) Konseli dapat konsisten membuat jadwal atau target.
3) Konseli sudah mulai menjalankan kegiatannya sesuai target dan tidak
membuang-buang waktu.
4) Konseli mampu mengoptimalkan hari-harinya dengan jadwal yang
ditulisnya.
5) Konseli mampu merubah tingkah lakunya menjadi lebih baik lagi,
seperti halnya mengurangi jalan-jalan dan bermain dengan geng
vespanya.
2. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
a. Pengertian REBT
Albert Ellis adalah peletak dasar Konseling Rasional Emotif Behavior
atau lebih tepatnya disebut Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT).
Adalah klinisi yang memulai mengembangkan teorinya sejak 1955. Dia
menyusun REBT berdasarkan hasil pengamatannya bahwa banyak anak yang
tidak mencapai kemajuan karena dia tidak memiliki pemahaman yang tepat
41
REBT memiliki berbagai macam nama, yaitu Rational Therapy,
Rational Emotive Therapy, Semantic Therapy, Cognitive Behavior Therapy,
dan Rational Behavior Training. REBT ini dalam teori-teori konseling dan
psikoterapi dikelompokkan sebagai terapi kognitif-behavior.
Ellis berpendapat bahwa REBT merupakan terapi yang sangat
komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan
emosi, kognisi dan perilaku. Dia termasuk ahli terapi yang berseberangan
dengan penganut humanistik.15
1) Teori Kepribadian
Menurut Ellis, ada tiga hal yang terkait dengan perilaku, yaitu
antecedent event (A), belive (B), emotional consequence (C), yang
kemudian dikenal dengan konsep A-B-C.
Antecedent Event (A) merupakan peristiwa pendahulu yang berupa
fakta, peristiwa, perilaku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga,
kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan dapat
merupakan antecedent event bagi seseorang. Prinsipnya segenap peristiwa
luar yang dialami atau memapar individu adalah antecedent event.
Belive (B) adalah keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi diri
individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam,
yaitu keyakinan yang rasional (irrasional belief atau iB). keyakinan yang
15
42
rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk
akal, bijaksana, dan Karena itu produktif. Sedangkan keyakinan yang
tidak rasional merupakan keyakinan atau system berpikir seseorang yang
salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
Emotional Consequence (C) merupakan konsekuensi emosional
sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau
hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A).
Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi
disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B)
baik yang rasional (rB) atau irrasional (iB).
2) Perilaku Bermasalah
Perilaku yang salah adalah perilaku yang didasarkan pada cara berfikir
yang irrasional. Indikator-indikator orang yang berkeyakinan irrasional
tersebut sebagai berikut:
a. Pandangan bahwa suatu keharusan bagi orang dewasa untuk dicintai
oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.
b. Pandangan bahwa tindakan tertentu adalah mengerikan dan jahat, dan
orang yang melakukan tindakan demikian sangat terkutuk.
c. Pandangan bahwa hal yang mengerikan jika terjadi sesuatu yang tidak
43
d. Pandangan bahwa kesengsaraan (segala masalah) manusia selalu
disebabkan oleh factor eksternal dan kesengsaraan itu menimpa kita
melalui orang lain atau peristiwa.
e. Pandangan bahwa jika sesuatu itu (dapat) berbahaya atau menakutkan,
kita terganggu dan tidak akan berakhir dalam memikirkannya.
f. Pandangan bahwa kita lebih mudah menghindari berbagai kesulitan
hidup dan tanggung jawab daripada berusaha untuk menghadapinya.
g. Pandangan bahwa kita secara absolut membutuhkan sesuatu dari orang
lain atau orang asing atau yang lebih besar dari pada diri sendiri
sebagai sandaran.
h. Pandangan bahwa kita seharusnya kompeten, inteligen, dan mencapai
dalam semua kemungkinan yang menjadi perhatian kita.
i. Pandangan bahwa karena segala sesuatu kejadian sangat kuat
pengaruhnya terhadap kehidupan kita, hal itu akan mempengaruhi
dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
j. Pandangan bahwa kita harus memiliki kepastian dan pengendalian
yang sempurna atas sesuatu hal.
k. Pandangan bahwa kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan santai
44
l. Pandangan bahwa kita sebenarnya tidak mengendalikan emosi kita dan
bahwa kita tidak dapat membantu perasaan yang mengganggu
pikiran.16
Keyakinan-keyakinan yang irrasional tersebut menghasilkan reaksi
emosional pada individu. Dalam pandangan Ellis, keyakinan yang rasional
berakibat pada perilaku dan reaksi individu yang tepat, sedangkan keyakinan
yang irrasional berakibat pada reaksi emosional dan perilaku yang salah.
3) Karakteristik Keyakinan yang Irrasional
Nelson Jones menambahkan karakteristik umum cara berpikir irrasional
yang dapat dijumpai secara umum sebagai berikut:
1) Terlalu Menuntut
2) Generalisasi secara Berlebihan
3) Penilaian Diri
4) Penekanan
5) Kesalahan Atribusi
6) Anti pada Kenyataan
7) Repetisi
16
45
4) Hakikat Manusia
Secara umum ada dua prinsip yang mendominasi manusia, yaitu
pikiran dan perasaan. REBT beranggapan bahwa setiap manusia yang
normal memiliki pikiran, perasaan dan perilaku yang ketiganya
berlangsung secara simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan
perilaku, perasaan mempengaruhi pikiran dan perilaku, dan perilaku
mempengaruhi pikiran dan perasaan. Dalam memandang hakikat manusia
REBT memiliki jumlah asumsi tentang kebahagiaan dan ketidakbahagiaan
dalam hubungannya dengan dinamika pikiran dan perasaan itu. Asumsi
tentang hakikat manusia menurut REBT adalah sebagai berikut:
1) Pada dasarnya individu adalah unik, yang memiliki kecenderungan
untuk berpikir rasional dan irrasional.
2) Reaksi “emosional” seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari
oleh individu.
3) Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir
yang tidak logis dan irrasional.
4) Berpikir irrasional diawali dengan belajar secara tidak