• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Penyimpanan dan Perawatan Barang Titipan: Studi kasus di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Penyimpanan dan Perawatan Barang Titipan: Studi kasus di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD

PENYIMPANAN DAN PERAWATAN

BARANG TITIPAN

(Studi Kasus di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik)

SKRIPSI Oleh: Siti Mahmudah NIM. C02213074

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang berjudul ‚Tinjauan Hukum

Islam terhadap Akad Penyimpanan dan Perawatan Barang Titipan (Studi Kasus di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik)‛. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana praktek akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersumber dari data primer yang diperoleh langsung dari pihak yang melakukan praktek akad penyimpanan dan perawatan barang titipan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, observasi, interview (wawancara), dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan selanjutnya disusun dan dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir deduktif dan induktif yaitu memaparkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum Islam mengenai akad wadi>ah, kemudian menjelaskan kenyataan yang ada di lapangan mengenai akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di Desa Tenaru, selanjutnya diteliti dan dianalisis sehingga dapat ditarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa dalam praktek penyimpanan dan perawatan barang titipan terdapat beberapa permasalahan. Permasalah yang timbul dalam penelitian ini meliputi, akad perjanjian yang tidak sempurna, cara penyimpanan dan perawatan barang titipan dan ganti rugi yang diakibatkan karena rusaknya barang titipan karena tidak sesuai dengan akad perjanjian. Dilihat dari segi rukunnya, pada penelitian ini para pihak telah

memenuhi rukun dalam suatu akad. Sedangkan dalam syarat obyek wadi>ah tidak

terpenuhi karena ketika perjanjian tersebut terjadi, barang yang menjadi obyek wadi>ah tidak ada ketika perjanjian tersebut berlangsung. Tetapi dalam penelitian ini, barang yang dititipkan baru diserahkan setelah perjanjian tersebut disetujui dan disepakati oleh para pihak. Dalam penelitian ini juga, menggunakan akad perjanjian secara lisan tanpa adanya perjanjian secara tertulis. Hal tersebut membuat perselisihan para pihak apabila barang yang dititipkan mengalami kerusakan dan merugikan pihak lain

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka apabila menemukan permasalahan yang sama disarankan supaya melakukan perjanjian secara tertulis,

kemudian barang yang menjadi obyek wadi>ah diserahkan ketika perjanjian

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ………. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... iii

PENGESAHAN ……….. iv

MOTTO ………... v

ABSTRAK ………... vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR ISI ………... ix

DAFTAR TABEL ……… xi

DAFTAR TRANSLITERASI ………... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

C.Rumusan Masalah ... 6

D.Kajian Pustaka ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8

G.Definisi Operasional ... 9

H.Metode Penelitian ... 10

(8)

BAB II AKAD WADI<AH DALAM HUKUM ISLAM ... 16

A.Pengertian dan Dasar Hukum Wadi>ah ... 16

B.Rukun, Syarat dan Macam-macam Wadi>ah ... 20

C.Penjagaan dan Penyimpanan Wadi>ah ……….. 24

D.Berakhirnya akad Wadi>ah ... 35

BAB III AKAD PENYIMPANAN DAN PERAWATAN BARANG TITIPAN DI DESA TENARU KECAMATAN DRIYOREJO GRESIK ………. 36

A.Profil Desa Tenaru ... 36

B.Deskripsi Tentang Praktek Penyimpanan dan Perawatan Barang Titipan ... 40

C.Kerugian Akibat Kerusakan Barang Titipan ………... 48

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENYIMPANAN DAN PERAWATAN BARANG TITIPAN DI DESA TENARU KECAMATAN DRIYOREJO GRESIK ………... 49

A.Analisis Akad Wadi>ah Di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik ...….………... 49

B.Analisis Hukum Islam Terhadap Akad penyimpanan Dan Perawatan Perawatan Barang Titipan ………... 53

BAB V PENUTUP ……….………... 65

A. Kesimpulan ………... 65

B. Saran ………... 66

DAFTAR PUSTAKA ………... 67

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia dengan berbagai macam sifat. Salah

satunya, sifat tolong menolong antara sesama. Allah SWT memberikan

manusia perasaan, supaya sesama manusia bisa saling membantu dan tolong

menolong. Sebagaimana dalam surat al-Ma>idah ayat 2:

 …                             

Artinya: ‚Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan

taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya

Allah amat berat siksa-Nya.‛ (Q.S. al-Ma>idah: 2)1

Berdasarkan ayat di atas, menjelaskan bahwa Allah SWT

memerintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, selama tidak

bertentangan dengan Syariah Islam. Dan Allah SWT melarang untuk tolong

menolong dalam perbuatan yang bertentangan dengan Syariah Islam.

Sebagaimana dalam surat at-Taubah ayat 71 yang berbunyi:

ضْعَ ب ءآَي ل ْوَا ْم ه ضْعَ ب تَ م ْؤ مْاَو َنْو م ْؤ مْلاَو

Artinya: ‚Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,

sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian

yang lain.‛ (Q.S. at-Taubah: 71)2

(10)

2

Antara mukmin yang satu dengan mukmin yang lainnya seperti

saudara. Apabila salah satu saudara menderita, maka saudara yang lain akan

merasakan penderitaan tersebut. Sebagaimana dalam hadits yang berbunyi:

َع ها َى ضَر ْْ شَب نْب ن اَمْعُ لا نَعَو

ها لْو سَر َلاَق : َلاَق اَم هْ

ْم داَوَ ت ِ َْْ م ْؤ مْا لَثَم

َجْا ر ئ اَس َل ىَع اَدَت ٌوْض ع ْ م ىَكَتْشا اَذ إ دَسَجْا لَثَم ْم ه ف ط اَعَ تَو ْم ه ُ اَرَ تَو

ى م ُْاَو رَه سل ا ب دَس

.

)

يلع قفتم

(

Artinya: ‚An-Nu’man bin Basjir r.a. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: perumpamaan kaum mu’min dalam cinta kasih dan rahmat hati mereka bagaikan satu badan. Apabila satu anggota menderita, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat

tidur dan panas.‛ (H.R. al-Bukhori dan Muslim).3

Dari uraian diatas menjelaskan bahwa, apabila salah satu saudaranya

merasa menderita, maka saudara yang lain akan merasa menderita. Seperti

halnya, apabila tetangga atau saudaranya gelisah membutuhkan bantuan.

Seperti menjaga atau menitipkan barang, maka hendaknya menolong. Selama

orang yang dititipi amanah mampu untuk menjaga barang tersebut.

Pada masa Abu Bakar ada sahabat yang bernama ‘Urwah bin Zubai,

pernah menitipkan pada Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al-Harits bin

Hisyam sejumlah harta dari Bani Mush’ab. Kemudian barang yang dititipkan

kepada Abu Bakar tersebut hilang.Kemudian ‘Urwah mengatakan kepadanya,

‚tidak ada kewajiban menjamin bagimu, sesungguhnya engkau hanyalah orang

yang diberi amanah.‛ Abu Bakar lalu berkata; ‚aku sudah tahu, kalau tidak

ada kewajiban bagiku untuk menjamin, tetapi aku tidak ingin menjadi bahan

3 Imam 6, Mausu’ah al Hadits al Syarif al Kitab al Sittah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’

al Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, Sunan al Nas’i, Sunan Ibnu Majah, (Riyadh: Maktabah Dar al

(11)

3

gunjingan orang-orang Quraisy, bahwa aku sudah tidak dapat dipercaya lagi.‛

Kemudian Abu Bakar menjual barang miliknya untuk mengganti amanah yang

rusak itu.4 Dalam hadits menjelaskan bahwa:

و رْمَع ْنَع ََ ث مْلا ْنَع دْيَو س نْب ب ْوُ يَا اََ ث دَح ُي طاََْْلْا مْهَْجا نْب ها دْيَ ب ع اََ ث دَح

بْيَع ش نْب

َلاَق َلَاق ه دَج ْنَع ْي بَا ْنَع

َم

دْو ا ْن

ْيَلَع َن اَمَض َلَف َةَعْ ي دَو َع

) جام نبا اور(

Artinya: ‚Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Al Jahm Al

Anmathi berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub bin Suwaid dari Al Mutsanna dari Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa menitipkan titipan, maka tidak ada

tanggungan baginya.‛ (H.R. Ibnu Majah)5

Dalam penelitian ini, akad yang digunakan adalah akad wadi>ah. Akad

wadi>ah diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik

individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan

saja si penitip menghendaki.6

Pada kenyataannya, di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik

telah terjadi akad penitipan barang. Akad perjanjian ini, terjadi antara satu

orang kepada orang lain. Mereka menitipkan barang titipan kepada orang lain

yang menurut mereka mampu untuk menjaga barang miliknya. Penitipan

barang yang terjadi di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik sudah

menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat setempat.

4 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 13, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), 75.

5 Imam 6, Mausu’ah al Hadits al Syarif al Kitab al Sittah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ al Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, Sunan al Nas’i, Sunan Ibnu Majah, (Riyadh: Maktabah Dar al Salam, 2008), 2626.

(12)

4

Pemilik barang menitipkan barang yang berharga sampai barang yang

digunakan untuk bekerja. Mereka mentipkan barang dengan sukarela kepada

orang lain. Selanjutnya orang yang menerima barang titipan tersebut

menjaganya. Tetapi kebanyakan dari warga Desa Tenaru kecamatan Driyorejo

Gresik menyerahkan barang yang menjadi obyek wadi>ah setelah terjadi

kesepakatan para pihak, atau para pihak yang terlibat telah menyetujui akad

perjanjian tersebut. Selanjutnya pemilik barang, meninggalkan barang yang

menjadi obyek wadi>ah kepada orang lain. Kemudian pemilik barang

mengambil barang titipannya smapai barang tersebut ketika barang titipan

tersebut mengalami kerusakan, baru pemilik barang mengambil barang

tersebut kepada orang yang menjaga barang titipan. Setelah mengetahui

barang yang menjadi obyek wadi>ah mengalami kerusakan, maka pemilik

barang meminta ganti rugi kepada orang yang menerima titipan.7

Pada penelitian ini, antara para pihak harus memahami dan mengetahui

akad perjanjian yang dilakukan, berdasarkan pada al-Qur’an, hadits dan ijma’

para ulama. Para ulama berbeda pendapat tentang cara penyimpanan dan

perawatan barang titipan. Disamping itu para ulama juga berbeda pendapat

tentang pemberian imbalan atau biaya kerugian mengenai kerusakan pada

barang yang titipkan. Oleh sebab itu, mengenai pemberian biaya ataupun cara

perawatan barang titipan harus sesuai dengan akad perjanjian atau hukum

Islam.

(13)

5

Dengan adanya permasalahan diatas, hal inilah yang menjadi

dasar penulis tertarik mengkaji lebih dalam tentang ‚Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Akad Penyimpanan dan Perawatan Barang Titipan (Studi

Kasus Di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik)‛.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Untuk lebih memudahkan dan mengetahui lebih jelas tentang skripsi

ini, maka akan dijelaskan beberapa gambaran pembahasan yang akan ditulis di

bab berikutnya diantaranya:

1. Praktek akad wadi>ah dalam akad penyimpanan dan perawatan barang

titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

2. Praktek penyimpanan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo

Gresik.

3. Praktek perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo

Gresik.

4. Resiko kerusakan terhadap penitipan barang di Desa Tenaru Kecamatan

Driyorejo Gresik.

5. Pendapat Para Ulama terhadap penyimpanan dan perawatan barang titipan

di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

Agar lebih terarah pembahasan penelitian ini tidak melebar, maka

diperlukan adanya pembatasan masalah. Maka permasalahannya dibatasi

(14)

6

1. Praktek akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di Desa Tenaru

Kecamatan Driyorejo Gresik.

2. Tinjauan Hukum Islam terhadap akad penyimpanan dan perawatan barang

titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

C.Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas dan untuk memberikan arah yang jelas,

maka penulis dapat merumuskan masalah ini dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut:

1. Bagaimana praktek akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di

Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik?

2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap akad penyimpanan dan

perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik?

D.Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan seputar masalah yang diteliti, sehingga terlihat

jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini bukan merupakan pengulangan

atau duplikat dari kajian atau penelitian yang telah ada.8 Penelitian mengenai

hukum titipan ini bukanlah yang pertama dilakukan, ada penelitian yang

dilakukan dan mirip dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti lain, antara

lain sebagai berikut:

(15)

7

Dewi Nur Aini dengan judul ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap

operasional wadi>’ah pada produk tabungan zakat di PT BPRS BAKTI

MAKMUR INDAH‛ tahun, 2009. Skripsi ini menjelaskan tentang para

nasabah yang menyisihkan sebagian hartanya untuk zakat dan dikeluarkan

pada saat mengeluarkan zakat serta bank tidak diperbolehkan memberikan

zakat tersebut tanpa izin dari nasabah.9

Fita Maulida dengan judul ‚Analisis Hukum Islam terhadap

pemotongan dana operasional wadi>ah pada tabungan siswa di MI. IMAM

SYAFII Dukuh Babat Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota

Surabaya‛ tahun 2012. Pada skripsi ini mencakup tentang upah (ujrah)

penjagaan dan perawatan yang diambil dari pemotongan dana operasional

wadi>ah pada tabungan siswa.10

Muhammad Rijal dengan judul ‚Pengaruh Kualitas Produk Tabungan

Wadi>’ah terhadap keputusan nasabah menabung di BPRS Jabal Nur Surabaya‛

tahun 2016. Skripsi ini mencakup tentang adanya pengaruh positif yang

signifikan dari kualitas produk tabungan wadi>ah terhadap keputusan nasabah

menabung di BPRS Jabal Nur Surabaya.11

Husnul Khotimah dengan judul ‚Aplikasi wadi>’ah dalam penitipan

kendaraan: Studi Analisis hukum Islam terhadap perusahaan parkir di sektor

9 Dewi Nur Aini, ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap Operasional Wadi>’ah pada Produk Tabungan Zakat di PT BPRS BAKTI MAKMUR INDAH‛, (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009), 6.

10 Fita Maulida,‛Analisis Hukum Islam terhadap Pemotongan Dana Operasional Wadi>ah pada Tabungan Siswa di MI. IMAM SYAFII Dukuh Babat Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya‛, (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012), 5.

(16)

8

selatan wilayah Surabaya‛ tahun 2001. Pada skripsi ini mencakup tentang

kerusakan atau hilangnya barang menjadi persengketaan antara petugas parkir,

penanggung jawab dengan pemilik kendaraan.12

Berdasarkan dari penelitian yang sudah ada, pada penelitian ini

menekankan kepada akad penyimpanan dan perawatan barang titipan serta

ganti rugi akibat barang titipan yang tidak diambil sesuai kesepakatan pada

awal akad.

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka

penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui praktek akad penyimpanan dan perawatan barang

titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

2. Untuk mengetahui bagaimana akad penyimpanan dan perawatan barang

titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik menurut Hukum Islam

yang bersumber pada al-Qur’an, hadits dan ijma’ para ulama’.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, penulis dan penelitian ini

diharapkan mempunyai nilai tambah dan manfaat baik serta dapat

memberikan manfaat teoritis maupun praktis antara lain:

(17)

9

1. Dari segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dalam arti membangun, memperkuat, dan

menyempurnakan teori yang sudah ada.

2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi penerapan

suatu ilmu dilapangan atau di masyarakat. Khususnya terhadap masyarakat

Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

G.Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah memuat masing-masing variabel atau

konsep penelitian sehingga bisa dijadikan acuan dalam menelusuri, menguji

atau mengukur variabel tersebut melalui penelitian. Pemberian definisi

operasional hanya terhadap sesuatu konsep atau variabel yang dipandang

masih belum operasional dan bukan kata perkata.13 Untuk mendapatkan

gambaran yang jelas dan menghindari kesalahan pemahaman pembaca dalam

mengartikan judul skripsi ini. Maka penulis mengemukakan secara terperinci

maksud judul mengenai ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Penyimpanan

dan Perawatan Barang Titipan (Studi Kasus di Desa Tenaru Kecamatan

Driyorejo Gresik)‛ yaitu:

Hukum Islam : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan

yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

(18)

10

Akad :

berdasarkan al-Qur’an, Hadits dan pendapat

para Ulama mengenai wadi>ah.

Segala sesuatu yang dikerjakan seseorang

berdasarkan keinginan sendiri untuk

melakukan suatu perjanjian.

Penyimpanan dan

Perawatan

: Tempat dan cara yang digunakan untuk

menyimpan, menjaga dan merawat barang

titipan supaya tidak hilang dan rusak.

Barang titipan : Barang titipan pada penelitian ini berupa

gerobak es sop buah.

H.Metode penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik,

dengan mengkhususkan barang titipan yang berupa gerobak es sop buah

yang dititipkan kepada seseorang kepada orang lain.

2. Data yang dihimpun

Data yang dihimpun dalam penelitian ini, antara lain:

a. Data tentang perawatan barang titipan berupa gerobak es sop buah.

b. Data tentang praktek akad wadi>ah.

c. Data tentang kerugian dari kerusakan barang titipan berupa gerobak es

(19)

11

3. Sumber Data

a. Sumber Primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek

penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. Sumber primer

meliputi:

a) Data dari orang yang menitipkan barang titipan berupa gerobak es

sop buah.

b) Data dari orang yang menerima barang titipan berupa gerobak es sop

buah.

b. Sumber Sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak

langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya. Data sekunder

biasanya berwujud data dokumen atau data laporan yang telah ada.14

meliputi:

a) Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5, 2011.

b) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 13, 1987.

c) Mardani, Fiqh Muamalah, 2012.

d) Nasroen Harun, Fiqh Muamalah, 2000.

e) Dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini.

4. Populasi dan Sampel yaitu mengemukakan identifikasi dan batasannya,

teknik yang digunakan yakni dengan menentukan sampel (sampling),

besaraan sampel yang dibutuhkan, serta apa dan siapa sampel tersebut.

a. Populasi pada penelitian ini ialah seluruh masyarakat Desa Tenaru

Kecamatan Driyorejo Gresik.

(20)

12

b. Sampel pada penelitian ini antara lain pada penitipan barang yang

dilakukan oleh warga Desa Tenaru dengan obyek wadi>ah berupa

gerobak es sop buah dan penitipan barang oleh warga Desa Tenaru

dengan obyek wadi>ah berupa sepeda motor.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang tepat dalam pengumpulan data, maka

diperlukan beberapa macam cara untuk mengumpulkan data, antara lain:

a. Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan

sistematik mengenai fenomena yang diselidiki, agar dapat memperoleh

data yang akurat dan valid untuk penyusunan penelitian.

b. Intervi>ew (wawancara) yaitu sebuah percakapan antara dua orang atau

lebih yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subyek atau

sekelompok subyek penelitian untuk dijawab.15 Mengadakan wawancara

langsung kepada pihak yang terkait perawatan barang titipan dalam hal

ini ada lima orang yang akan diwawancarai antara lain, pemilik barang,

orang yang menerima obyek wadi>ah, istri dari pemilik barang titipan,

dan tetangga orang yang menerima barang titipan. Disamping itu, ada

pula pihak lain yang terlibat antara lain pegawai pemerintahan dan

pegawai trantib Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

(21)

13

c. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,

dokumen, dan sumber data lainnya.16 Sumber-sumber yang berkaitan

dengan masalah perawatan barang titipan yang akan dibahas.

6. Teknik Pengolahan Data.

Teknik pengolahan data meliputi pengeditan, memberi kode dan

mengkategorikan data (bila melakukan pengambilan data lewat angket).17

7. Teknik Analisis Data.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian

yang menghasilkan data deskriptif analisis dari pengamatan dan

sumber-sumber tertulis.

Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder dianalisis

menggunakan deskripsi analisis yaitu mendeskripsikan masalah tentang

perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

Dalam mendeskripsikan masalah tersebut menggunakan alur

berfikir deduktif dan induktif yang diawali dengan menggambarkan dan

menguraikan data secara lengkap tentang perawatan barang titipan di Desa

Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik, kemudian dijelaskan satu persatu

secara spesifik dan selanjutnya ditarik kesimpulan.

16 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Alfabeta, 2010), 82.

(22)

14

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis sehingga mudah

dipahami, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai

berikut:

Bab pertama merupakan bab Pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua merupakan akad wadi>ah dalam hukum Islam yang

menjelaskan tentang pengertian wadi>ah dan dasar hukum wadi>ah, rukun,

syarat dan macam-macam wadi>ah, penjagaan dan penyimpanan wadi>ah serta

berakhirnya akad wadi>ah.

Bab ketiga tentang akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di

Desa Tenaru Kecamatan driyorejo Gresik berisi profil Desa, deskripsi akad

wadi>ah tentang penyimpanan dan perawatan barang titipan meliputi: akad

penitipan gerobak es sop buah, cara penyimpanan dan perawatan barang

titipan berupa gerobak es sop buah oleh pihak yang menerima titipan,

kewajiban orang yang menitipkan barang titipan, kewajiban orang yang

menerima titipan, ganti rugi akibat kerusakan gerobak es sop buah.

Bab keempat merupakan Analisis Hukum Islam tentang akad

penyimpanan dan perawatan barang titipan berupa gerobak es sop buah di

(23)

15

penyimpanan dan perawatan barang titipan dan analisis hukum islam terhadap

akad penyimpanan dan perawatan barang titipan.

(24)

BAB II

AKAD WADI<AH DALAM HUKUM ISLAM

A.Pengertian dan Dasar HukumWadi>ah.

Secara etimologis, kata wadi>ah berasal dari kata wada’a asy-syai’a ialah

meninggalkan sesuatu. Wadi>ah adalah sesuatu yang seseorang tinggalkan kepada

orang lain agar dijaga atau kepada orang yang sanggup menjaganya.1 Menurut

bahasa al-wad’ artinya meninggalkan. Sedangkan menurut istilah al-wadi>ah

adalah sesuatu yang diletakkan di tempat orang lain untuk dijaga.2 Menurut

Sudarsono wadi>ah menurut istilah fiqih adalah menitipkan sesuatu barang kepada

orang lain agar dipelihara sebagaimana mestinya.3 Wadi>ah merupakan sesuatu

yang dititipkan (dipercayakan) oleh pemiliknya kepada orang lain.4 Dengan kata

lain menitipkan sesuatu kepada orang lain dengan perasaan percaya.

Wadi>ah adalah suatu amanah yang ada pada orang yang dititipkan dan dia

berkewajiban mengembalikannya pada saat pemiliknya meminta.5 Menurut Fatwa

Dewa Syariah Nasional Nomor 86/DSN-MUI/XII/2012 tentang hadiah dalam

penghimpunan dana lembaga keuangan Syariah wadi>ah adalah suatu titipan yang

1 Veithzal Rivai, dkk, Islamic Financial Management, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 497.

2 Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Abdul Hayyie al-Kattani, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 556.

3 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 492.

4 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Kifayatul Akhyar Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 179.

(25)

17

diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain untuk dijaga dan dikembalikan ketika

diminta kembali.6 Menurut Sayyid Sabiq wadi>ah ialah

ْلا َو

د ْ ي

َع ة

َا َم

َنا َة

ع

ْ َد

ْلا

َم ْو

د َع

َي

ب

َر د

َ

ع ا

ْ َد

َم

َي ا

ْط ل

ب َه

َص ا

حا

ب َها

Artinya: ‚Wadi>ah ialah suatu amanah bagi orang yang dititipkan dan dia

berkewajiban mengembalikannya pada saat pemiliknya meminta kembali.‛7

Menurut Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani wadi>ah yaitu benda

yang dititipkan seseorang atau wakilnya kepada orang lain agar dijaga.8 Menurut

Sulaiman Rasjid wadi>ah ialah menitipkan suatu barang kepada orang lain agar dia

dapat memelihara dan menjaganya menurut mestinya.9 Jadi, wadi>ah atau titipan

yaitu sesuatu yang dititipkan seseorang kepada orang lain untuk menjaga dan

memelihara barang titipan tersebut sebagaimana dia menjaga miliknya sendiri.

Sedangkan dasar hukum wadi>ah terdapat pada al-Qur’an, hadits dan ijma’

para Ulama. Dalam al-Qur’an terdapat pada surat al-Nisa>’ ayat 58 Allah

berfirman, هّ ْا ده ت هأ مكرمأهي ته همهۡ ه يهب مت ه هح اه ه اه لههأ ٓىهل سا ل ب ْا حهت هأ هعلٱ هّ هب م ظعهي ا ع ٓۦ هّ ا ٗريصهب اهعي هس ه اهك ٨٥

Artinya: ‚Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.

6 Ma’ruf Amin, dkk, Himpunan Fatwa Majelis Syariah Indonesia sejak 1975, (Jakarta: Erlangga, 2011), 312.

7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 247.

8 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram 2, (Jakarta: Darus Sunnah, 2010), 597.

(26)

18

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.‛ (Q.S. al-Nisa>’: 58)10

Dari uraian diatas menjelaskan, bahwa pentingnya menyampaikan

amanah kepada orang yang berhak menerimanya. Dengan demikian, orang yang

menerima titipan haruslah orang yang berakal dan orang yang dapat dipercaya

untuk dititipi amanah. Dan Allah Swt memerintahkan kepada orang yang

menitipkan barang titipan dan orang yang menerima barang titipan harus bersikap

adil, karena Allah Swt menyukai orang yang bersikap adil dan dapat

menyampaikan amanah dengan baik.

Dalam surat lain juga menjelaskan tentang menunaikan amanah yaitu

dalam surat al-Baqarah ayat 283 Allah SWT berfirman,

قم ههرهف اٗتاهك ْا جهت مهله رهفهس ىهلهع مت ك ه ده يلهف ا ٗضعهب م ضعهب ه مهأ هف ۖ هض ل ه ت ههته همهأ قتهيله هّ هبه ْا ت هت هَه هه ه شل ه هف اه ت هي همه ٓ هق مثاهء ه ل ه ّ ميلهع ه له عهت اه ب ٣٥٢

Artinya: ‚Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai)

sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)

menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang

menyembunyikannya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

kerjakan.‛ (Q.S. al-Baqarah: 283)11

Dari uraian diatas menjelaskan bahwa apabila kamu dipercayai oleh

seseorang untuk menjaga suatu barang milik orang lain, maka hendaknya kamu

(27)

19

menunaikan amanah dan menjaga barang titipan tersebut. Dan menjaga sampai

pemilik barang tersebut mengambilnya. Dan Allah SWT tidak menyukai

orang-orang yang menyembunyikan persaksian, karena Allah SWT mengetahui yang

kamu kerjakan.

Sedangkan dalam hadits menjelaskan tentang akad wadi>ah, Nabi

Muhammad SAW bersabda,

َق

َلا

َأ دا

َْل

َم َنا

َة ا

َل

َم

ن

ْ ئا َت

َم َ

َك

,

َو َل

ََ

ْن

َم ْن

َخا

َن

َك

)ىدمرلاو دواد وبا اور(

Artinya: ‚Tunaikanlah amanah kepada orang yang menyerahkannya kepadamu

dan janganlah engkau mengkhianati orang yang mengkhianatimu.‛

(H.R. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)12

Dari uraian diatas menerangkan bahwa apabila kamu dititipi orang lain

suatu barang, maka kamu harus memelihara, menjaga dan merawatnya dengan

sebaik baiknya seperti kamu menjaga barang milik kamu sendiri. Meskipun orang

yang meminta kamu untuk menjaga dan memelihara barang miliknya pernah

mengkhianati kamu tetapi kamu jangan sekali kali membalas dengan

mengkhianati orang tersebut.

Sedangkan para Ulama sepakat membolehkan akad wadi>ah sebagaimana

telah dijelaskan dibawah ini, yaitu:

َو َأ

َْج

ع

ْلا ع َل

َم

ءا

ف

ك

ل

َع

َص

ر

م

َن

ْلا ع

ص

ْو ر

ْلا

ْس

َل

م ي

َة

َع

َىل

َج َو

زا

ْلا

ْي َد ا

َو ع

ْلا

ْس ت

ْي َد

عا

Artinya: ‚Para Ulama sepanjang masa juga berijma’ atas kebolehan akad

penitipan ini.13

(28)

20

B.Rukun, Syarat, dan Macam-macam Wadi>ah.

Rukun Wadi>ah antara lain:

1. Muwaddi’ / Orang yang menitipkan.

2. Mustauda’ / Orang yang menerima titipan.

3. Obyek wadi>ah / Barang yang dititipkan.

4. Ijab dan qabul.14

Syarat yang terdapat dalam wadi>ah, yaitu:

a. Orang yang menitipkan syaratnya baligh, berakal, dapat dipercaya dan

syarat-syarat lain yang berkaitan dengan kesepakatan bersama.

b. Orang yang menerima titipan syaratnya baligh, berakal, dapat dipercaya dan

syarat-syarat lain yan berkaitan dengan kesepakatan bersama.

c. Barang yang dititipkan syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda

itu merupakan sesuatu yang berwujud, dimiliki oleh orang yang menitipkan,

dan dapat diserahkan ketika perjanjian berlangsung.

d. Ijab dan qabul wadi>ah syaratnya pada ijab dan qabul dimengerti oleh kedua

belah pihak. Ijab merupakan ucapan dari penitip dan qabul adalah ucapan dari

penerima titipan.15

13 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Abdul Hayyie al-Kattani, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 557.

(29)

21

Sedangkan macam-macam wadi>ah ada dua macam, yaitu wadi>ah yad

amanah dan wadi>ah yad dhamanah, meliputi :

1. Wadi>ah yad Amanah.

Wadi>ah yad amanah adalah suatu akad penitipan dimana pihak

penerima titipan tidak diperkenankan atau tidak diperbolehkan menggunakan

barang titipan tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau

kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan oleh kelalaian penerima

titipan.16 Dengan kata lain, wadi>ah yad amanah adalah suatu akad penitipan

barang dan pihak penerima tidak diperbolehkan menggunakan barang titipan

tersebut serta apabila terjadi kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan

karena kelalaian dari pihak penerima, maka pihak penerima tidak bertanggung

jawab atas kerusakan barang tersebut.

Dengan ini, pihak yang menyimpan barang titipan tidak boleh

menggunakan atau memanfaatkan barang titipan tersebut, melainkan hanya

menjaga barang titipan tersebut. Selain itu, barang yang dititipkan tersebut

tidak boleh dicampuradukkan dengan barang lain, melainkan harus dipisahkan

dengan barang lain. Karena menggunakan prinsip yad amanah, maka akad

titipan seperti ini disebut wadi>ah yad amanah.17

Wadi>ah yad amanah memiliki beberapa karakteristik, antara lain:

16 Djoko Muljono, Buku Pintar Akutansi Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Andi, 2015), 57.

(30)

22

a. Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan

oleh penerima titipan.

b. Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas

dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh

memanfaatkannya.

c. Sebagai konpensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan

biaya kepada yang menitipkan.

d. Barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima

titipan.18

2. Wadi>ah Yad Dhamanah.

Wadi>ah yad dhamanah yaitu suatu akad penitipan barang dimana

pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang dapat

memanfaatkan barang titipan tersebut dan harus bertanggung jawab terhadap

kehilangan atau kerusakan barang titipan tersebut. Dengan demikian, wadi>ah

yad dhamah ialah suatu akad penitipan barang apabila pihak penerima titipan

meskipun tanpa izin dari pemilik barang titipan boleh memanfaatkan barang

titipan tersebut dan apabila barang tersebut rusak atau hilang setelah dipakai

atau dimanfaatkan oleh pihak penerima barang titipan tersebut, maka pihak

(31)

23

penerima titipan tersebut harus mengganti serta membayar biaya ganti rugi

dari barang yang dimanfaatkan tersebut.19

Berdasarkan hal tersebut, pihak yang menitipkan barang tidak perlu

mengeluarkan biaya. Bahkan atas kebijakan pihak yang menerima titipan,

pihak yang menitipkan dapat memperoleh manfaat berupa orang yang

menerima titipan memperoleh manfaaat atas penggunaan barang titipan

tersebut.

Dengan demikian, bahwa pihak penyimpan yang sekaligus sebagai

penjamin keamanan barang yang dititipkan, telah mendapatkan izin dari pihak

penitip untuk mempergunakan barang yang dititipkan untuk aktivitas

perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan akan

mengembalikan barang yang dititipkan secara utuh.

Dalam hal ini, penyimpan boleh mencampur aset penitip dengan aset

pihak yang menyimpan barang titipan tersebut dan kemudian digunakan untuk

tujuan produktif mencari keuntungan. Pihak yang menerima barang titipan

tersebut berhak atas keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan barang

titipan tersebut dan bertanggung jawab penuh atas kerugian yang mungkin

timbul akibat penggunaan barang titipan tersebut.20

Sedangkan wadi>ah yad dhamanah memiliki karakteristik, sebagai

berikut:

(32)

24

a. Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh orang

yang menerima titipan.

b. Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat

menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi

penerima titipan untuk memberikan hasil manfaat kepada orang yang

menitipkan barang tersebut.21

C.Penjagaan dan penyimpanan Wadi>ah.

Para Ulama berbeda pendapat tentang cara menjaga titipan. Ulama

Madhab Hanafi dan Hambali mengatakan bahwa orang yang dititipi hendaknya

menjaga titipan itu sebagaimana dia menjaga hartanya sendiri yaitu dia

menjaaganya di tempat yang kualitas penjagaannya sama dengan ketika dia

menjaga barangnya sendiri.

Menurut Ulama Madzab Hanafi, orang yang dititipi boleh juga menjaga

titipan dengan bantuan orang lain yang bukan menjadi tanggungannya, tetapi

biasanya orang tersebut menjaga harta orang yang dititipi ditempatnya.

Ulama Madzab Maliki mengatakan bahwa orang yang dititipi boleh

menjaga barang titipan di tempat orang-orang yang menjaga tanggungannya,

seperti istri, anak dan orang yang dia sewa yang telah terbiasa menjaga hartanya.

(33)

25

Sedangkan menurut Madzab Syafi’i mengatakan bahwa orang yang dititipi

harus menjaga sendiri titipan yang ada pada dirinya. Dia tidak boleh menjaganya

di tempat istri atau anaknya tanpa seizin orang yang menitipkan barang. Dalam

hal ini orang yang menitipkan barang menginginkan penjagaan terhadap

barangnya dari orang yang menerima titipan bukan dari orang lain.22

Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan oleh para Ulama,

menjelaskan bahwa meskipun cara menjaga barang titipan berbeda-beda. Ada

yang membolehkan barang titipan tersebut dijaga oleh keluarganya. Ada yang

mengharuskan barang titipan tersebut dijaga sendiri. Ada pula yang membolehkan

orang lain menjaga barang titipan tersebut. Tetapi mengenai menjaga barang

titipan tersebut barang yang dititipkan dijaga di rumah pihak yang menerima

barang titipan tersebut dan ada pula cara menjaganya harus seperti dia menjaga

barang titipan miliknya sendiri.

Dari kesemuanya itu, pada dasarnya sama-sama harus menjaga barang

titipan milik orang lain dengan sebaik baiknya seperti menjaga barang miliknya

sendiri dan apabila terjadi kerusakan akibat kelalaian dari orang yang menerima

barang titipan, maka orang yang menerima barang titipan tersebut harus

menggantinya.23

22

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Abdul Hayyie al-Kattani, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 560.

(34)

26

Sedangkan penyimpanan wadi>ah dalam KHES (Kitab Hukum Ekonomi

Syariah) menjelaskan beberapa pasal mengenai penyimpanan dan pemeliharaan

obyek wadi>ah antara lain, penyimpanan dan pemeliharaan obyek wadi>ah terdapat

dalam pasal 415 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah

menjelaskan, mustauda’ atau orang yang menerima titipan boleh meminta pihak

lain yang dipercaya untuk menyimpan obyek wadi>ah. Pada pasal 416 KHES

tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah menjelaskan tentang

mustauda’ atau orang yang menerima titipan harus menyimpan obyek wadi>ah di

tempat yang layak dan pantas.

Pasal 417 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah

menerangkan, apabila mustauda’ atau orang yang menerima titipan terdiri dari

beberapa pihak, dan obyek wadi>ah tidak dapat dibagi-bagi, maka salah satu pihak

dari mereka dapat menyimpannya sendiri setelah ada persetujuan dari pihak yang

lain atau mereka menyimpannya secara bergiliran.

Pasal 418 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah

menjelaskan,

1. Apabila obyek wadi>ah dapat dipisah-pisah, maka masing-masing muwaddi’

atau orang yang menitipakan dapat membagi-bagi obyek wadi>ah sama

(35)

27

2. Setiap pihak yang menyimpan bagian dari obyek wadi>ah sebagaimana dalam

ayat (1) dilarang menyerahkan bagian yang menjadi tanggung jawabnya

kepada pihak lain tanpa izin dari muwaddi’ atau orang yang menitipkan.

Pasal 419 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah

menerangkan,

1. Apabila muwaddi’ atau orang yang menitipkan tidak diketahui keberadaannya,

mustauda’ atau orang yang menerima titipan tetap harus menyimpan obyek

wadi>ah sampai diketahui dan/atau dibuktikan bahwa muwaddi’ atau orang

yang menitipkan telah tiada.

2. Mustauda’ atau orang yang menerima titipan dibolehkan memindahtangankan

obyek wadi>ah sebagaimana dalam ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari

pengadilan.24

Pasal 420 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah

menjelaskan,

1. Apabila obyek wadi>ah termasuk harta yang rusak bila disimpan lama, maka

mustauda’ berhak menjualnya, serta hasil penjualannya disimpan berdasarkan

amanah.

2. Apabila harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dijual dan rusak,

maka mustauda’ tidak wajib mengganti kerugian. 25

24

Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Mardani (PPHIMM), KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 113.

(36)

28

Pasal 421 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah

menjelaskan,

1. Apabila obyek wadi>ah memerlukan biaya perawatan dan pemeliharaan, maka

muwaddi’ atau orang yang menitipkan harus bertanggung jawab atas biaya

tersebut.

2. Apabila muwaddi’ atau orang yang menitipkan tidak diketahui keberadaannya,

maka mustauda’ atau orang yang menerima titipan dapat memohon ke

pengadilan untuk menetapkan penyelesaian terbaik guna kepentingan

muwaddi’ atau orang yang menitipkan.

Pasal 422 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah

menjelaskan,

1. Mustauda’ atau orang yang menerima titipan mencampur obyek wadi>ah

dengan harta lainnya yang sejenis sehingga tidak bisa dibedakan tanpa seizin

muwaddi’ atau orang yang menitipkan.

2. Apabila obyek wadi>ah bercampur dengan harta lain tanpa sengaja, sehingga

tidak dapat dibedakan antara satu dengan lainnya, maka akibat percampuran

tersebut bukan tanggung jawab mustauda’ atau orang yang menerima titipan.

Dan pada pasal 423 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek

wadi>ah menerangkan, mustauda’ atau orang yang menerima titipan tidak boleh

(37)

29

mengalihkan obyek wadi>ah kepada pihak lain tanpa seizin muwaddi’ atau orang

yang menitipkan.26

Beberapa alasan pihak penerima barang titipan wajib mengganti barang

titipan yang dititipkan kepadanya, yaitu:

1. Orang yang diserahi titipan menyerahkannya kepada orang lain.

2. Barang titipannya dibawa pergi oleh penerima barang titipan tanpa sepetahuan

dari pemiliknya.

3. Memindahkan barang titipan tersebut ke tempat lain, sehingga sulit untuk

memelihara barang titipan tersebut.

4. Ketika sakit pihak yang menerima barang titipan tersebut tidak berwasiat

kepada siapa pun.

5. Mengambil manfaat barang titipan, meskipun antara pihak yang menitipkan

dan pihak yang menerima barang titipan tersebut menggunakan akad wadi>ah

yad amanah.

6. Menyelisihi ketentuan pemeliharaan. Dengan kata lain pihak yang menerima

barang titipan tersebut tidak memelihara barang titipan tersebut sesuai dengan

ketentuan dan kesepakatan bersama.

7. Menyia-nyiakan. Hal ini, apabila pihak yang menerima barang titipan tersebut

menyia-nyiakan atau tidak menjaga barang titipan tersebut, maka pihak

penerima titipan dianggap telah lalai dalam memelihara dan wajib mengganti

(38)

30

apabila terjadi kerusakan akibat kelalaian yang diakibatkan oleh pihak

penerima barang titipan.

8. Berkhianat ketika diminta oleh pemiliknya, barang titipan yang dititipkan

tersebut tidak diberikan.

9. Lengah dalam memelihara barang titipan tersebut.27

Orang yang mendapatkan titipan boleh menyerahkan titipan tersebut

kepada orang lain yang biasanya menjaga hartanya, seperti istri ataupun

pembantunya. Dan apabila barang titipan tersebut rusak ditangan mereka bukan

karena perbuatan mereka dan bukan pula karena keteledoran mereka, maka dia

tidak wajib mengganti kerusakan barang titipan tersebut.

Dengan demikian, dia boleh menjaga sendiri barang titipan tersebut atau

kepada orang yang menggantikannya. Tetapi jika kerusakan barang titipan

tersebut merupakan kesalahan dari orang yang menerima titipan, maka orang

yang menerima titipan wajib mengganti kerusakan yang diakibatkan kelalaian

dari orang yang menerima barang titipan tersebut.

Namun apabila orang yang menerima barang titipan tersebut menyerahkan

kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengannya atau

dengan pemilik. Kemudian barang titipan tersebut rusak, maka dia sebagai orang

yang mendapatkan barang titipan tersebut wajib menjamin gantinya.28

27 Abdul fatah Idris dan Abu Ahmadi, Kifatatul Akhyar Terjemahan Ringkas Fiqh Islam Lengakp, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 179.

(39)

31

Hal tersebut karena dia tidak boleh menyerahkannya kepada orang lain

tanpa ada sebab dan alasan kecuali jika dia menyerahkannya kepada orang lain

karena sebab mendesak, seperti kematian yang menjelang atau dia akan bepergian

dan khawatir jika membawa barang titipan tersebut akan rusak. Dalam

kondisi-kondisi tersebut, dia boleh menyerahkannya kepada orang lain yang tidak

mempunyai hubungan apa-apa dengannya, dan dia tidak wajib menggantinya jika

terjadi kerusakan.

Jika orang yang mendapatkan titipan merasa khawatir atau dia akan

bepergian, maka dia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya atau kepada

wakilnya. Apabila dia tidak bertemu dengan pemiliknya atau wakilnya, maka dia

membawa titipan tersebut dalam perjalanan apabila hal itu lebih baik untuk

menjaganya.29

Kemudian ada beberapa kondisi titipan berubah dari sekedar amanah

menjadi harus dijamin gantinya, antara lain:

1. Orang yang dititipi tidak menjaga barang titipan.

Dengan adanya akad, orang yang yang dititipi harus menjaga barang

titipan tersebut. Sehingga apabila orang yang menerima barang titipan

tersebut membiarkan barang titipan tersebut tanpa penjagaan sampai barang

tersebut rusak, maka dia harus menggantinya dengan cara memberikan

jaminan akan menggantinya.

(40)

32

2. Orang yang dititipi menitipkan lagi barang titipan kepada selain orang yang

menjadi tanggungannya dan kepada orang yang biasanya tidak menjaga sendiri

harta orang yang dititipi tersebut.

Apabila orang yang dititipi mengeluarkan benda titipan dari

penjagaannya dan dia menitipkannya kepada orang lain tanpa adanya izin dari

pemiliknya, maka orang yang menerima titipan tersebut harus menjamin

gantinya. Hal tersebut karena, pemilik dari barang titipan tersebut hanya

menginginkan penjagaannya dari orang yang menerima barang titipan tersebut

dan bukan penjagaan dari orang lain.

3. Menggunakan barang titipan.

Jika orang yang dititipi mengambil manfaat dari barang yang

dititipkan kepadanya, maka dia harus menjamin gantinya. Namun jika dia tidak

mengambil manfaat sama sekali dari benda yang dititipkan kepadanya, maka

Jumhur Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa dia tidak wajib mengganti,

karena dia menjaga barang yang dititipkan kepadanya atas izin dari

pemiliknya. Tetapi Ulama Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali mengatakan

apabila benda yang dititipkan tersebut rusak setelah dipakai, maka dia harus

menggantinya walaupun kerusakan itu disebabkan karena sebab lain.30

4. Bepergian dengan membawa barang titipan.

(41)

33

Para Ulama berbeda pendapat mengenai bepergian dengan membawa

barang titipan. Menurut Abu Hanifah orang yang bepergian boleh membawa

barang titipan tersebut apabila jalan yang ditempuh aman dan tidak ada

larangan dari pemilik barang titipan tersebut. Sedangkan menurut Ulama

Madzab Maliki orang yang dititipi tidak boleh membawa barang titipan

tersebut, kecuali apabila barang yang dititipkan kepadanya ketika dia sedang

dalam perjalanan. Tetapi menurut Ulama Syafi’i dan Hambali orang yang

menerima barang titipan tidak boleh membawa barang tersebut jika bepergian.

5. Pengingkaran terhadap adanya titipan.

Apabila pemilik barang meminta kembali barangnya dari orang yang dia

titipi, namun orang tersebut mengingkari adanya titipan, atau dia tetap

bersikeras untuk tetap membawa barang tersebut, sedangkan dia mampu untuk

menyerahkannya maka dia harus menggantinya. Hal tersebut karena pemilik

telah meminta barang titipan tersebut untuk dikembalikannya.31

6. Percampuran barang titipan dengan barang lain.

Jika orang yang dititipi mencampur barang titipan dengan barang

miliknya, apabila keduanya bisa dibedakan dan dipisahkan, maka dia tidak

mempunyai tanggungan apapun. Sedangkan apabila keduanya tidak bisa

(42)

34

dibedakan, maka para Ulama sepakat bahwa orang yang dititipi harus

menggantinya.

7. Terjadinya pelanggaran dari orang yang dititipi terhadap syarat yang

ditetapkan oleh pemilik barang titipan.32

Jika pemilik barang tersebut mensyaratkan kepada orang yang

menerima barang titipan untuk menjaga barangnya ditempat tertentu, seperti

di dalam rumah, kotak dan lain sebagainya. Kemudian orang yang dititipi

memindahkan barang tersebut dan tidak sesuai dengan yang disyaratkan oleh

pemiliknya. Maka para Ulama berbeda pendapat, menurut Ulama Madzab

Maliki, Syafi’i dan Hanafi berpendapat apabila orang yang menerima titipan

memindahkan barang titipan tersebut ke tempat yang kualitasnya sama atau

lebih baik dari pada yang disarankan oleh pemilik barang, maka dia tidak harus

menggantinya. Sedangkan menurut Madzab Hambali pihak penerima barang

titipan tersebut harus menjamin gantinya meskipun dipindahkan ke tempat

yang lebih baik.33

D.Berakhirnya Akad Wadi>ah.

Akad wadi>ah dapat berakhir karena beberapa hal, yaitu:

1. Barang titipan diambil atau dikembalikan kepada pemiliknya. Jika pemilik

barang mengambil barang yang dia titipkan atau orang yang dititipi

32 Ibid., 509

(43)

35

menyerahkan kepada pemiliknya, maka akad wadi>ah adalah akad tidak

mengikat yang berakhir dengan diambilnya barang titipan oleh pemiliknya,

atau diserahkan oleh orang yang dititipi kepada pemiliknya.

2. Kematian orang yang menitipkan atau orang yang dititipi barang titipan. Akad

wadi>ah ini berakhir dengan kematian salah satu pihak pelaku akad, karena

akad tersebut berlangsung antara dua pihak yang melakukan akad.

3. Gilanya atau tidak sadarnya salah satu pihak pelaku akad. Hal ini

mengakibatkan berakhirnya akad wadi>ah karena hilangnya kecakapan untuk

membelanjakan hartanya.

4. Orang yang dititipi dilarang membelanjakan harta (mahjur) karena kedunguan,

atau orang yang dititipi dilarang membelanjakan harta karena bangkrut. Hal ini

dalam rangka untuk menjaga kemaslahatan kedua pihak.

5. Berpindahnya kepemilikan benda yang dititipkan kepada orang lain. Akad

wadi>ah ini berakhir dengan berpindahnya kepemilikan benda yang dititipkan

kepada orang lain, baik dengan jual beli, hibah maupun yang lain.34

(44)

BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENYIMPANAN DAN PERAWATAN BARANG TITIPAN DI DESA TENARU KECAMATAN

DRIYOREJO GRESIK

A.Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Wadi>ah Di Desa Tenaru Kecamatan

Driyorejo Gresik.

Seorang yang mendapatkan suatu amanah dari orang lain, maka dia harus

menyampaikan amanah tersebut. Seseorang yang akan memperoleh suatu

amanah, hendaknya orang memberi amanah menanyakan tentang kesanggupan

orang tersebut. Sehingga orang tersebut mampu untuk menyampaikan amanah

yang diberikan. Amanah beragam bentuknya. Ada yang amanah menyenangkan

dan ada pula amanah yang menyakitkan orang lain.

Pada masa Rasullah SAW, saat penaklukan kota Mekkah, ketika

Rasulullah memasuki kota Mekkah, Usman bin Talhah pengurus Ka’bah. Pada

waktu itu menguasai pintu Ka’bah lalu naik ke bubungannya. Dia tidak

memberikan kunci Ka’bah kepada Rasulullah SAW. Kemudian Ali bin Abi Thalib

merebut kunci Ka’bah itu dari Usman bin Talhah secara paksa dan membuka

Ka’bah, lalu masuklah rasulullah SAW kedalam dan shalat dua rakaat. Setelah

Beliau keluar dari Ka’bah, tampillah pamannya ‘Abbas kehadapannya dan

meminta supaya kunci itu diserahkan dan memberi jabatan pemeliharaan Ka’bah

(45)

50

memerintahkan Ali bin abi Tholib mengembalikan kunci Ka’bah kepada Usman

bin Thalhah dan meminta maaf.1

Dari uraian diatas, menjelaskan bahwa tindakan yang di lakukan oleh Ali

bin abi Tholib merupakan tindakan yang salah. Karena merebut sesuatu yang

bukan menjadi miliknya. Seharusnya Ali bin Abi Tholib meminta baik-baik

kepada Usman bin Thalhah, karena Usman bin Thalhah merupakan seseorang

yang diberi amanah untuk menjaga Ka’bah.

Amanah merupakan sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang untuk

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini, amanah memiliki arti luas,

antara lain amanah kepada sesama manusia, amanah Allah SWT kepada manusia

untuk menjauhi larangannya. Amanah seseorang terhadap sesamanya harus

dilaksanakan anatara lain, mengembalikan barang titipan kepada pemiliknya,

tidak menipunya, dan menjaga rahasia tentang barang titipan tersebut.2 Pada

penelitian ini, orang yang menerima titipan telah menjaga amanah dengan baik.

Seseorang yang mengetahui kemampuannya dalam membantu seseorang

termasuk dapat dipercaya untuk menjaga barang titipan. Maka orang tersebut

dikatakan mampu untuk melakukan suatu akad perjanjian penitipan barang.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHES) menjelaskan bahwa akad adalah

kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan

dan/tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.

(46)

51

Menurut Kompilasi Hukum Islam wadi>ah ialah penitipan dana antara

pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga

dana tersebut. Dengan kata lain, bahwa akad wadi>ah adalah suatu akad atau

kesepakatan para pihak untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dalam hal ini,

perbuatan tertentu tersebut ialah akad penitipan barang.

Sedangkan seseorang dikatakan mampu atau memiliki kecakapan untuk

melakukan suatu perjanjian atau suatu perikatan ialah berdasarkan Kompilasi

Hukum Islam pasal 2 menjelaskan seseorang dipandang memiliki kecakapan

untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal telah mencapai umur paling rendah

18 (delapan belas tahun) atau pernah menikah. Pada penelitian ini, para pihak

sudah berumur lebih dari delapan belas tahun.3

Apabila kamu telah melakukan suatu akad perjanjian dengan seseorang,

maka kamu harus memenuhi semua syarat yang telah disepakati bersama.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Ma>idah : 1,

... د ْ قعلاب ا ْ ف ْ ا ا ْ نمآ نْيذلا ا ياآي

Artinya: ‛Wahai orang-orang beriman, penuhilah akad-akad itu ...4

Dari uraian diatas menjelaskan supaya kamu memenuhi akad atau

perjanjian yang sedang kamu kerjakan. Apabila kamu tidak memenuhi akad

3 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Mardani (PPHIMM), KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 5.

(47)

52

perjanjian yang kamu kerjakan, maka kamu termasuk orang yang dhalim dan

berdosa. Allah Swt sangat menyukai orang-orang yang menyampaikan amanah,

walaupun amanah tersebut menyakitkan.

Rukun akad terdiri dari para pihak yang melakukan akad perjanjian, obyek

akad, tujuan pokok akad dan kesepakatan. Pada penelitian ini, dalam suatu

perjanjian terdapat adanya para pihak yang melakukan perjanjian. Dalam hal ini,

para pihak sama-sama mampu untuk membuat suatu perikatan.5

Obyek akad merupakan barang milik orang yang menitipkan dan bukan

milik orang lain. Sedangkan tujuan pokok akad ialah dapat membantu sesama yang

sedang kesulitan dan kesepakatan para pihak menjadi terbentuknya suatu perjanjian

penitipan barang. Tujuan tersebut dapat terbentuk apabila masing-masing pihak rela

dan mampu untuk menolong orang lain.

Sedangkan suatu akad dinyatakan tidak sah apabila bertentangan dengan

Syariah Islam, peraturan perundang-undang, ketertiban umum dan/ atau kesusilaan.

Pada penelitian ini, akad penitipan barang tidak bertentangan dengan Syariah Islam

karena tidak terdapat unsur penipuan atau bertentangan degan Syariah Islam.

Disamping itu pada akad penitipan ini, tidak bertentangan dengan peraturan

perudang undangan dan tidak mengganggu ketertiban umum.

5

(48)

53

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Penyimpanan Dan Perawatan Barang

Titipan Di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.

Pada penelitian ini, antara orang yang menitipkan barang titipan dan

orang yang menerima barang titipan telah melakukan perjanjian. Isi dari

perjanjian tersebut menyatakan bahwa orang yang menitipkan barang titipan

hanya mengatakan waktu penjagaan tanpa menjelaskan cara penyimpanan dan

perawatan barang titipan.

Menurut orang yang menerima titipan, bahwa dia sudah menjaga dan

merawat barang titipan tersebut meskipun dalam perjanjian tersebut tidak

dijelaskan. Meskipun pada awal perjanjian tidak menjelaskan mengenai cara

perawatan dan penjagaan barang titipan.6

Dalam penelitian ini, antara orang yang menitipkan dan orang yang

menerima barang titipan sama-sama sepakat untuk mengikatkan diri antara satu

dengan yang lainnya. Kedua belah pihak sepakat dan menyetujui untuk

melakukan perjanjian mengenai penitipan barang. Orang yang menitipkan barang

titipan menganggap bahwa orang yang menerima titipan dapat dipercaya untuk

menjaga barang titipannya dengan baik. Sehingga pemilik barang menitipkan

barang miliknya kepada orang lain tersebut.

Pada dasarnya, pengertian akad ialah segala sesuatu yang dikerjakan oleh

seseorang berdasarkan keinginannya sendiri atau sesuatu yang pembentukannya

(49)

54

membutuhkan keinginan dua orang untuk melakukan suatu perjanjian.7 Dalam

penelitian ini akad dalam penitipan barang dilakukan oleh para pihak dengan

keinginannya sendiri.

Dalam wadi>ah mempunyai rukun dan syarat. Rukun dan syarat wadi>ah

meliputi, para pihak yang terlibat langsung dengan akad syaratnya baligh, berakal

dan mampu untuk melakukan suatu perjanjian, obyek akad syaratnya obyek akad

harus sudah ada ketika berlangsung akad, obyek akad harus dapat diketahui oleh

kedua belah pihak yang melakukan akad perjanjian dan obyek akad dapat

ditransaksikan atau diserahkan. Dan ijab qabul syaratnya pernyataan dari orang

yang menitipkan dan orang yang menerima barang titipan.

Dalam penelitian ini para pihak telah memenuhi rukun suatu akad. Tetapi

dalam penelitian ini, terdapat hal yang tidak terpenuhi yaitu syarat obyek akad.

Syarat tersebut meliputi, obyek yang akan dititipkan belum ada ketika terjadinya

perjanjian. Disamping itu, orang yang menerima titipan hanya mengetahui bahwa

akan dititipi barang tanpa mengetahui obyekwadi>ah tersebut, obyek diserahkan

setelah terjadinya perjanjian tersebut.

Dalam penelitian ini, menggunakan akad wadi>ah yad amanah. Akad

wadi>ah yad amanah mempunyai arti suatu akad penitipan dimana orang yang

menerima barang titipan tersebut tidak diperkenankan untuk memanfaatkan atau

menggunakannya dan tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan yang bukan

(50)

55

diakibatkan oleh kelalaian pihak penerima barang titipan.8 Dalam hal ini, orang

yang menerima barang titipan berupa gerobak es sop buah tidak menggunakan

atau memanfaatkan barang titipan berupa gerobak es sop buah.

Dengan kata lain, apabila terjadi kerusakan mengenai barang titipan

tersebut yang tidak diakibatkan oleh kelalaian orang yang menerima barang

titipan tersebut, maka kerusakan ditanggung oleh orang yang menitipkan barang

titipan tersebut. Sebagaimana dalam KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah) pasal 413 ayat (2) mengenai macam akad wadi>ah menjelaskan akad

wadi>ah amanah, mustaudi’ (penerima titipan) tidak dapat menggunakan obyek

wadi>ah, kecuali atas izin muwaddi’ (penitip).9

Tetapi dalam penelitian ini, penerima titipan sudah memperingatkan

kepada pemilik barang untuk segera mengambil barang titipannya, karena barang

titipannya mulai mengalami kerusakan. Tetapi pemilik barang hanya mengatakan

nanti. Mengetahui pernyataan tersebut membuat penerima titipan merasa kesal

dan membiarkan barang titipan tersebut mengalami kerusakan. Seharusnya

penerima titipan tetap menjaga, merawat dan memperbaiki barang titipan

tersebut supaya tidak semakin parah.

8 Ibid., 58.

(51)

56

Berdasarkan penjelasan diatas, penerima titipan seharusnya tetap

menjaga dan merawat barang titipan, karena barang titipan tersebut merupakan

suatu amanah yang harus dijaga oleh penerima barang titipan. Mengenai

kerusakan yang diakibatkan oleh kelalaian orang yang menerima barang titipan,

bukan suatu tanggung jawab dari orang yang menerima baran titipan, karena pada

awal perjanjian orang yang menitipkan barang titipan hnaya mengatakan

mengenai jangka waktu penitipan barang.

Sedangkan para Ulama berbeda pendapat tentang pemberian imbalan

dalam menitipkan barang titipan antara lain, menurut Ulama Hanafi dan Ulama

Syafi’i berpendapat membolehkan orang yang dititipi untuk mensyaratkan adanya

imbalan dalam amalan ini, bila ada maka syarat itu harus dilaksanakan. Tetapi

menurut Ulama Maliki berpendapat bahwa syarat untuk memberikan imbalan,

mengenai biaya tempat yang digunakan untuk penyimpanan tersebut bukan

merupakan pekerjaan dalam penjagaan. Sedangkan menurut Ulama Hanabilah

menyatakan larangan untuk mensyaratkan biaya penyimpanan. Sebab apabila ada

imbalan, maka tidak dikatakan sebagai akad wadi>ah, tetapi termasuk dalam akad

sewa menyewa.10

Dari penjelasan berbagai Ulama menyatakan bahwa tidak diperbolehkan

suatu imbalan dalam penjagaan. Apabila dalam awal perjanjian mensyaratkan

adanya suatu imbalan terhadap penjagaan, penyimpanan atau perawatan barang

(52)

57

titipan, maka orang yang menitipkan barang titipan tersebut wajib membayar

sesuatu dengan kesepakatan yang telah disetujui antara kedua belah pihak. Tetapi

apabila pada awal perjanjian tidak mensyaratkan adanya imbalan, maka orang

yang menitipkan barang titipan tidak wajib membayar imbalan tersebut. Orang

yang menitipan barang titipan tersebut boleh memberikan sesuatu secara sukarela

kepada orang yang menerima barang titipan tersebut sebagai ucapan terima kasih.

Dalam penelitian ini, pada awal perjanjian tidak menjelaskan adanya

suatu imbalan, sehingga pada perjanjian ini orang yang menitipkan barang

titipannya berupa gerobak es sop buah tidak ada kewajiban untuk membayar

apapun sebagai imbalan kepada Ibu Jar’ah sebagai orang yang mene

Referensi

Dokumen terkait

c) Melihat peringkat hasil penilaian sosiometri yang diikuti personel baik pada saat mengikuti pendidikan pembentukan maupun pendidikan pengembangan.. d) Melihat peringkat

Dengan mempelajari siklus akuntansi perusahaan jasa secara konseptual, prosedural Dengan mempelajari siklus akuntansi perusahaan jasa secara konseptual, prosedural dan faktual

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian corrective feedback pada pekerjaan rumah terhadap perubahan miskonsepsi siswa

Pada halaman ini diberikan gambar contoh anatomi wayang Arjuna sebagai wayang bokongan kemudian jenis gelung rambut yang dipakai yaitu Supit Urang , jenis mata yaitu

Hal ini berarti bahwa kontribusi dari variabel independen merek (X1), label (X2) dan kemasan (X3) terhadap variabel dependen keputusan pembelian (Y) sebesar 63% ini

Sementara, unsur yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak dianggap terbukti dengan uraian-uraian fajta dalam

melaksanakan wewenang untuk menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap

Metode yang digunakan untuk optimasi rute pengiriman barang dalam studi kasus Depot Air Minum Banyu Belik adalah metode kombinasi algoritma genetika dan pencarian