TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD
PENYIMPANAN DAN PERAWATAN
BARANG TITIPAN
(Studi Kasus di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik)
SKRIPSI Oleh: Siti Mahmudah NIM. C02213074
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang berjudul ‚Tinjauan Hukum
Islam terhadap Akad Penyimpanan dan Perawatan Barang Titipan (Studi Kasus di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik)‛. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana praktek akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersumber dari data primer yang diperoleh langsung dari pihak yang melakukan praktek akad penyimpanan dan perawatan barang titipan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, observasi, interview (wawancara), dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan selanjutnya disusun dan dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir deduktif dan induktif yaitu memaparkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum Islam mengenai akad wadi>ah, kemudian menjelaskan kenyataan yang ada di lapangan mengenai akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di Desa Tenaru, selanjutnya diteliti dan dianalisis sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa dalam praktek penyimpanan dan perawatan barang titipan terdapat beberapa permasalahan. Permasalah yang timbul dalam penelitian ini meliputi, akad perjanjian yang tidak sempurna, cara penyimpanan dan perawatan barang titipan dan ganti rugi yang diakibatkan karena rusaknya barang titipan karena tidak sesuai dengan akad perjanjian. Dilihat dari segi rukunnya, pada penelitian ini para pihak telah
memenuhi rukun dalam suatu akad. Sedangkan dalam syarat obyek wadi>ah tidak
terpenuhi karena ketika perjanjian tersebut terjadi, barang yang menjadi obyek wadi>ah tidak ada ketika perjanjian tersebut berlangsung. Tetapi dalam penelitian ini, barang yang dititipkan baru diserahkan setelah perjanjian tersebut disetujui dan disepakati oleh para pihak. Dalam penelitian ini juga, menggunakan akad perjanjian secara lisan tanpa adanya perjanjian secara tertulis. Hal tersebut membuat perselisihan para pihak apabila barang yang dititipkan mengalami kerusakan dan merugikan pihak lain
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka apabila menemukan permasalahan yang sama disarankan supaya melakukan perjanjian secara tertulis,
kemudian barang yang menjadi obyek wadi>ah diserahkan ketika perjanjian
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ………. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... iii
PENGESAHAN ……….. iv
MOTTO ………... v
ABSTRAK ………... vi
KATA PENGANTAR ………. vii
DAFTAR ISI ………... ix
DAFTAR TABEL ……… xi
DAFTAR TRANSLITERASI ………... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5
C.Rumusan Masalah ... 6
D.Kajian Pustaka ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8
G.Definisi Operasional ... 9
H.Metode Penelitian ... 10
BAB II AKAD WADI<AH DALAM HUKUM ISLAM ... 16
A.Pengertian dan Dasar Hukum Wadi>ah ... 16
B.Rukun, Syarat dan Macam-macam Wadi>ah ... 20
C.Penjagaan dan Penyimpanan Wadi>ah ……….. 24
D.Berakhirnya akad Wadi>ah ... 35
BAB III AKAD PENYIMPANAN DAN PERAWATAN BARANG TITIPAN DI DESA TENARU KECAMATAN DRIYOREJO GRESIK ………. 36
A.Profil Desa Tenaru ... 36
B.Deskripsi Tentang Praktek Penyimpanan dan Perawatan Barang Titipan ... 40
C.Kerugian Akibat Kerusakan Barang Titipan ………... 48
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENYIMPANAN DAN PERAWATAN BARANG TITIPAN DI DESA TENARU KECAMATAN DRIYOREJO GRESIK ………... 49
A.Analisis Akad Wadi>ah Di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik ...….………... 49
B.Analisis Hukum Islam Terhadap Akad penyimpanan Dan Perawatan Perawatan Barang Titipan ………... 53
BAB V PENUTUP ……….………... 65
A. Kesimpulan ………... 65
B. Saran ………... 66
DAFTAR PUSTAKA ………... 67
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan manusia dengan berbagai macam sifat. Salah
satunya, sifat tolong menolong antara sesama. Allah SWT memberikan
manusia perasaan, supaya sesama manusia bisa saling membantu dan tolong
menolong. Sebagaimana dalam surat al-Ma>idah ayat 2:
…
Artinya: ‚Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan
taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.‛ (Q.S. al-Ma>idah: 2)1
Berdasarkan ayat di atas, menjelaskan bahwa Allah SWT
memerintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, selama tidak
bertentangan dengan Syariah Islam. Dan Allah SWT melarang untuk tolong
menolong dalam perbuatan yang bertentangan dengan Syariah Islam.
Sebagaimana dalam surat at-Taubah ayat 71 yang berbunyi:
ضْعَ ب ءآَي ل ْوَا ْم ه ضْعَ ب تَ م ْؤ مْاَو َنْو م ْؤ مْلاَو
…
Artinya: ‚Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian
yang lain.‛ (Q.S. at-Taubah: 71)2
2
Antara mukmin yang satu dengan mukmin yang lainnya seperti
saudara. Apabila salah satu saudara menderita, maka saudara yang lain akan
merasakan penderitaan tersebut. Sebagaimana dalam hadits yang berbunyi:
َع ها َى ضَر ْْ شَب نْب ن اَمْعُ لا نَعَو
ها لْو سَر َلاَق : َلاَق اَم هْ
ْم داَوَ ت ِ َْْ م ْؤ مْا لَثَم
َجْا ر ئ اَس َل ىَع اَدَت ٌوْض ع ْ م ىَكَتْشا اَذ إ دَسَجْا لَثَم ْم ه ف ط اَعَ تَو ْم ه ُ اَرَ تَو
ى م ُْاَو رَه سل ا ب دَس
.
)
يلع قفتم
(
Artinya: ‚An-Nu’man bin Basjir r.a. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: perumpamaan kaum mu’min dalam cinta kasih dan rahmat hati mereka bagaikan satu badan. Apabila satu anggota menderita, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat
tidur dan panas.‛ (H.R. al-Bukhori dan Muslim).3
Dari uraian diatas menjelaskan bahwa, apabila salah satu saudaranya
merasa menderita, maka saudara yang lain akan merasa menderita. Seperti
halnya, apabila tetangga atau saudaranya gelisah membutuhkan bantuan.
Seperti menjaga atau menitipkan barang, maka hendaknya menolong. Selama
orang yang dititipi amanah mampu untuk menjaga barang tersebut.
Pada masa Abu Bakar ada sahabat yang bernama ‘Urwah bin Zubai,
pernah menitipkan pada Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al-Harits bin
Hisyam sejumlah harta dari Bani Mush’ab. Kemudian barang yang dititipkan
kepada Abu Bakar tersebut hilang.Kemudian ‘Urwah mengatakan kepadanya,
‚tidak ada kewajiban menjamin bagimu, sesungguhnya engkau hanyalah orang
yang diberi amanah.‛ Abu Bakar lalu berkata; ‚aku sudah tahu, kalau tidak
ada kewajiban bagiku untuk menjamin, tetapi aku tidak ingin menjadi bahan
3 Imam 6, Mausu’ah al Hadits al Syarif al Kitab al Sittah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’
al Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, Sunan al Nas’i, Sunan Ibnu Majah, (Riyadh: Maktabah Dar al
3
gunjingan orang-orang Quraisy, bahwa aku sudah tidak dapat dipercaya lagi.‛
Kemudian Abu Bakar menjual barang miliknya untuk mengganti amanah yang
rusak itu.4 Dalam hadits menjelaskan bahwa:
و رْمَع ْنَع ََ ث مْلا ْنَع دْيَو س نْب ب ْوُ يَا اََ ث دَح ُي طاََْْلْا مْهَْجا نْب ها دْيَ ب ع اََ ث دَح
بْيَع ش نْب
َلاَق َلَاق ه دَج ْنَع ْي بَا ْنَع
َم
دْو ا ْن
ْيَلَع َن اَمَض َلَف َةَعْ ي دَو َع
) جام نبا اور(
Artinya: ‚Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Al Jahm Al
Anmathi berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub bin Suwaid dari Al Mutsanna dari Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa menitipkan titipan, maka tidak ada
tanggungan baginya.‛ (H.R. Ibnu Majah)5
Dalam penelitian ini, akad yang digunakan adalah akad wadi>ah. Akad
wadi>ah diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan
saja si penitip menghendaki.6
Pada kenyataannya, di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik
telah terjadi akad penitipan barang. Akad perjanjian ini, terjadi antara satu
orang kepada orang lain. Mereka menitipkan barang titipan kepada orang lain
yang menurut mereka mampu untuk menjaga barang miliknya. Penitipan
barang yang terjadi di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik sudah
menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat setempat.
4 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 13, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), 75.
5 Imam 6, Mausu’ah al Hadits al Syarif al Kitab al Sittah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ al Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, Sunan al Nas’i, Sunan Ibnu Majah, (Riyadh: Maktabah Dar al Salam, 2008), 2626.
4
Pemilik barang menitipkan barang yang berharga sampai barang yang
digunakan untuk bekerja. Mereka mentipkan barang dengan sukarela kepada
orang lain. Selanjutnya orang yang menerima barang titipan tersebut
menjaganya. Tetapi kebanyakan dari warga Desa Tenaru kecamatan Driyorejo
Gresik menyerahkan barang yang menjadi obyek wadi>ah setelah terjadi
kesepakatan para pihak, atau para pihak yang terlibat telah menyetujui akad
perjanjian tersebut. Selanjutnya pemilik barang, meninggalkan barang yang
menjadi obyek wadi>ah kepada orang lain. Kemudian pemilik barang
mengambil barang titipannya smapai barang tersebut ketika barang titipan
tersebut mengalami kerusakan, baru pemilik barang mengambil barang
tersebut kepada orang yang menjaga barang titipan. Setelah mengetahui
barang yang menjadi obyek wadi>ah mengalami kerusakan, maka pemilik
barang meminta ganti rugi kepada orang yang menerima titipan.7
Pada penelitian ini, antara para pihak harus memahami dan mengetahui
akad perjanjian yang dilakukan, berdasarkan pada al-Qur’an, hadits dan ijma’
para ulama. Para ulama berbeda pendapat tentang cara penyimpanan dan
perawatan barang titipan. Disamping itu para ulama juga berbeda pendapat
tentang pemberian imbalan atau biaya kerugian mengenai kerusakan pada
barang yang titipkan. Oleh sebab itu, mengenai pemberian biaya ataupun cara
perawatan barang titipan harus sesuai dengan akad perjanjian atau hukum
Islam.
5
Dengan adanya permasalahan diatas, hal inilah yang menjadi
dasar penulis tertarik mengkaji lebih dalam tentang ‚Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Akad Penyimpanan dan Perawatan Barang Titipan (Studi
Kasus Di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik)‛.
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
Untuk lebih memudahkan dan mengetahui lebih jelas tentang skripsi
ini, maka akan dijelaskan beberapa gambaran pembahasan yang akan ditulis di
bab berikutnya diantaranya:
1. Praktek akad wadi>ah dalam akad penyimpanan dan perawatan barang
titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.
2. Praktek penyimpanan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo
Gresik.
3. Praktek perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo
Gresik.
4. Resiko kerusakan terhadap penitipan barang di Desa Tenaru Kecamatan
Driyorejo Gresik.
5. Pendapat Para Ulama terhadap penyimpanan dan perawatan barang titipan
di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.
Agar lebih terarah pembahasan penelitian ini tidak melebar, maka
diperlukan adanya pembatasan masalah. Maka permasalahannya dibatasi
6
1. Praktek akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di Desa Tenaru
Kecamatan Driyorejo Gresik.
2. Tinjauan Hukum Islam terhadap akad penyimpanan dan perawatan barang
titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.
C.Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas dan untuk memberikan arah yang jelas,
maka penulis dapat merumuskan masalah ini dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana praktek akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di
Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap akad penyimpanan dan
perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik?
D.Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan seputar masalah yang diteliti, sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini bukan merupakan pengulangan
atau duplikat dari kajian atau penelitian yang telah ada.8 Penelitian mengenai
hukum titipan ini bukanlah yang pertama dilakukan, ada penelitian yang
dilakukan dan mirip dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti lain, antara
lain sebagai berikut:
7
Dewi Nur Aini dengan judul ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap
operasional wadi>’ah pada produk tabungan zakat di PT BPRS BAKTI
MAKMUR INDAH‛ tahun, 2009. Skripsi ini menjelaskan tentang para
nasabah yang menyisihkan sebagian hartanya untuk zakat dan dikeluarkan
pada saat mengeluarkan zakat serta bank tidak diperbolehkan memberikan
zakat tersebut tanpa izin dari nasabah.9
Fita Maulida dengan judul ‚Analisis Hukum Islam terhadap
pemotongan dana operasional wadi>ah pada tabungan siswa di MI. IMAM
SYAFII Dukuh Babat Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota
Surabaya‛ tahun 2012. Pada skripsi ini mencakup tentang upah (ujrah)
penjagaan dan perawatan yang diambil dari pemotongan dana operasional
wadi>ah pada tabungan siswa.10
Muhammad Rijal dengan judul ‚Pengaruh Kualitas Produk Tabungan
Wadi>’ah terhadap keputusan nasabah menabung di BPRS Jabal Nur Surabaya‛
tahun 2016. Skripsi ini mencakup tentang adanya pengaruh positif yang
signifikan dari kualitas produk tabungan wadi>ah terhadap keputusan nasabah
menabung di BPRS Jabal Nur Surabaya.11
Husnul Khotimah dengan judul ‚Aplikasi wadi>’ah dalam penitipan
kendaraan: Studi Analisis hukum Islam terhadap perusahaan parkir di sektor
9 Dewi Nur Aini, ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap Operasional Wadi>’ah pada Produk Tabungan Zakat di PT BPRS BAKTI MAKMUR INDAH‛, (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009), 6.
10 Fita Maulida,‛Analisis Hukum Islam terhadap Pemotongan Dana Operasional Wadi>ah pada Tabungan Siswa di MI. IMAM SYAFII Dukuh Babat Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya‛, (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012), 5.
8
selatan wilayah Surabaya‛ tahun 2001. Pada skripsi ini mencakup tentang
kerusakan atau hilangnya barang menjadi persengketaan antara petugas parkir,
penanggung jawab dengan pemilik kendaraan.12
Berdasarkan dari penelitian yang sudah ada, pada penelitian ini
menekankan kepada akad penyimpanan dan perawatan barang titipan serta
ganti rugi akibat barang titipan yang tidak diambil sesuai kesepakatan pada
awal akad.
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui praktek akad penyimpanan dan perawatan barang
titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.
2. Untuk mengetahui bagaimana akad penyimpanan dan perawatan barang
titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik menurut Hukum Islam
yang bersumber pada al-Qur’an, hadits dan ijma’ para ulama’.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis dan penelitian ini
diharapkan mempunyai nilai tambah dan manfaat baik serta dapat
memberikan manfaat teoritis maupun praktis antara lain:
9
1. Dari segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dalam arti membangun, memperkuat, dan
menyempurnakan teori yang sudah ada.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi penerapan
suatu ilmu dilapangan atau di masyarakat. Khususnya terhadap masyarakat
Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.
G.Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah memuat masing-masing variabel atau
konsep penelitian sehingga bisa dijadikan acuan dalam menelusuri, menguji
atau mengukur variabel tersebut melalui penelitian. Pemberian definisi
operasional hanya terhadap sesuatu konsep atau variabel yang dipandang
masih belum operasional dan bukan kata perkata.13 Untuk mendapatkan
gambaran yang jelas dan menghindari kesalahan pemahaman pembaca dalam
mengartikan judul skripsi ini. Maka penulis mengemukakan secara terperinci
maksud judul mengenai ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Penyimpanan
dan Perawatan Barang Titipan (Studi Kasus di Desa Tenaru Kecamatan
Driyorejo Gresik)‛ yaitu:
Hukum Islam : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
10
Akad :
berdasarkan al-Qur’an, Hadits dan pendapat
para Ulama mengenai wadi>ah.
Segala sesuatu yang dikerjakan seseorang
berdasarkan keinginan sendiri untuk
melakukan suatu perjanjian.
Penyimpanan dan
Perawatan
: Tempat dan cara yang digunakan untuk
menyimpan, menjaga dan merawat barang
titipan supaya tidak hilang dan rusak.
Barang titipan : Barang titipan pada penelitian ini berupa
gerobak es sop buah.
H.Metode penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik,
dengan mengkhususkan barang titipan yang berupa gerobak es sop buah
yang dititipkan kepada seseorang kepada orang lain.
2. Data yang dihimpun
Data yang dihimpun dalam penelitian ini, antara lain:
a. Data tentang perawatan barang titipan berupa gerobak es sop buah.
b. Data tentang praktek akad wadi>ah.
c. Data tentang kerugian dari kerusakan barang titipan berupa gerobak es
11
3. Sumber Data
a. Sumber Primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. Sumber primer
meliputi:
a) Data dari orang yang menitipkan barang titipan berupa gerobak es
sop buah.
b) Data dari orang yang menerima barang titipan berupa gerobak es sop
buah.
b. Sumber Sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak
langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya. Data sekunder
biasanya berwujud data dokumen atau data laporan yang telah ada.14
meliputi:
a) Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5, 2011.
b) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 13, 1987.
c) Mardani, Fiqh Muamalah, 2012.
d) Nasroen Harun, Fiqh Muamalah, 2000.
e) Dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini.
4. Populasi dan Sampel yaitu mengemukakan identifikasi dan batasannya,
teknik yang digunakan yakni dengan menentukan sampel (sampling),
besaraan sampel yang dibutuhkan, serta apa dan siapa sampel tersebut.
a. Populasi pada penelitian ini ialah seluruh masyarakat Desa Tenaru
Kecamatan Driyorejo Gresik.
12
b. Sampel pada penelitian ini antara lain pada penitipan barang yang
dilakukan oleh warga Desa Tenaru dengan obyek wadi>ah berupa
gerobak es sop buah dan penitipan barang oleh warga Desa Tenaru
dengan obyek wadi>ah berupa sepeda motor.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang tepat dalam pengumpulan data, maka
diperlukan beberapa macam cara untuk mengumpulkan data, antara lain:
a. Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik mengenai fenomena yang diselidiki, agar dapat memperoleh
data yang akurat dan valid untuk penyusunan penelitian.
b. Intervi>ew (wawancara) yaitu sebuah percakapan antara dua orang atau
lebih yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subyek atau
sekelompok subyek penelitian untuk dijawab.15 Mengadakan wawancara
langsung kepada pihak yang terkait perawatan barang titipan dalam hal
ini ada lima orang yang akan diwawancarai antara lain, pemilik barang,
orang yang menerima obyek wadi>ah, istri dari pemilik barang titipan,
dan tetangga orang yang menerima barang titipan. Disamping itu, ada
pula pihak lain yang terlibat antara lain pegawai pemerintahan dan
pegawai trantib Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.
13
c. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,
dokumen, dan sumber data lainnya.16 Sumber-sumber yang berkaitan
dengan masalah perawatan barang titipan yang akan dibahas.
6. Teknik Pengolahan Data.
Teknik pengolahan data meliputi pengeditan, memberi kode dan
mengkategorikan data (bila melakukan pengambilan data lewat angket).17
7. Teknik Analisis Data.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian
yang menghasilkan data deskriptif analisis dari pengamatan dan
sumber-sumber tertulis.
Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder dianalisis
menggunakan deskripsi analisis yaitu mendeskripsikan masalah tentang
perawatan barang titipan di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.
Dalam mendeskripsikan masalah tersebut menggunakan alur
berfikir deduktif dan induktif yang diawali dengan menggambarkan dan
menguraikan data secara lengkap tentang perawatan barang titipan di Desa
Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik, kemudian dijelaskan satu persatu
secara spesifik dan selanjutnya ditarik kesimpulan.
16 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Alfabeta, 2010), 82.
14
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis sehingga mudah
dipahami, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai
berikut:
Bab pertama merupakan bab Pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua merupakan akad wadi>ah dalam hukum Islam yang
menjelaskan tentang pengertian wadi>ah dan dasar hukum wadi>ah, rukun,
syarat dan macam-macam wadi>ah, penjagaan dan penyimpanan wadi>ah serta
berakhirnya akad wadi>ah.
Bab ketiga tentang akad penyimpanan dan perawatan barang titipan di
Desa Tenaru Kecamatan driyorejo Gresik berisi profil Desa, deskripsi akad
wadi>ah tentang penyimpanan dan perawatan barang titipan meliputi: akad
penitipan gerobak es sop buah, cara penyimpanan dan perawatan barang
titipan berupa gerobak es sop buah oleh pihak yang menerima titipan,
kewajiban orang yang menitipkan barang titipan, kewajiban orang yang
menerima titipan, ganti rugi akibat kerusakan gerobak es sop buah.
Bab keempat merupakan Analisis Hukum Islam tentang akad
penyimpanan dan perawatan barang titipan berupa gerobak es sop buah di
15
penyimpanan dan perawatan barang titipan dan analisis hukum islam terhadap
akad penyimpanan dan perawatan barang titipan.
BAB II
AKAD WADI<AH DALAM HUKUM ISLAM
A.Pengertian dan Dasar HukumWadi>ah.
Secara etimologis, kata wadi>ah berasal dari kata wada’a asy-syai’a ialah
meninggalkan sesuatu. Wadi>ah adalah sesuatu yang seseorang tinggalkan kepada
orang lain agar dijaga atau kepada orang yang sanggup menjaganya.1 Menurut
bahasa al-wad’ artinya meninggalkan. Sedangkan menurut istilah al-wadi>ah
adalah sesuatu yang diletakkan di tempat orang lain untuk dijaga.2 Menurut
Sudarsono wadi>ah menurut istilah fiqih adalah menitipkan sesuatu barang kepada
orang lain agar dipelihara sebagaimana mestinya.3 Wadi>ah merupakan sesuatu
yang dititipkan (dipercayakan) oleh pemiliknya kepada orang lain.4 Dengan kata
lain menitipkan sesuatu kepada orang lain dengan perasaan percaya.
Wadi>ah adalah suatu amanah yang ada pada orang yang dititipkan dan dia
berkewajiban mengembalikannya pada saat pemiliknya meminta.5 Menurut Fatwa
Dewa Syariah Nasional Nomor 86/DSN-MUI/XII/2012 tentang hadiah dalam
penghimpunan dana lembaga keuangan Syariah wadi>ah adalah suatu titipan yang
1 Veithzal Rivai, dkk, Islamic Financial Management, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 497.
2 Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Abdul Hayyie al-Kattani, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 556.
3 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 492.
4 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Kifayatul Akhyar Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 179.
17
diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain untuk dijaga dan dikembalikan ketika
diminta kembali.6 Menurut Sayyid Sabiq wadi>ah ialah
ْلا َو
د ْ ي
َع ة
َا َم
َنا َة
ع
ْ َد
ْلا
َم ْو
د َع
َي
ب
َر د
َ
ع ا
ْ َد
َم
َي ا
ْط ل
ب َه
َص ا
حا
ب َها
Artinya: ‚Wadi>ah ialah suatu amanah bagi orang yang dititipkan dan dia
berkewajiban mengembalikannya pada saat pemiliknya meminta kembali.‛7
Menurut Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani wadi>ah yaitu benda
yang dititipkan seseorang atau wakilnya kepada orang lain agar dijaga.8 Menurut
Sulaiman Rasjid wadi>ah ialah menitipkan suatu barang kepada orang lain agar dia
dapat memelihara dan menjaganya menurut mestinya.9 Jadi, wadi>ah atau titipan
yaitu sesuatu yang dititipkan seseorang kepada orang lain untuk menjaga dan
memelihara barang titipan tersebut sebagaimana dia menjaga miliknya sendiri.
Sedangkan dasar hukum wadi>ah terdapat pada al-Qur’an, hadits dan ijma’
para Ulama. Dalam al-Qur’an terdapat pada surat al-Nisa>’ ayat 58 Allah
berfirman, هّ ْا ده ت هأ مكرمأهي ته همهۡ ه يهب مت ه هح اه ه اه لههأ ٓىهل سا ل ب ْا حهت هأ هعلٱ هّ هب م ظعهي ا ع ٓۦ هّ ا ٗريصهب اهعي هس ه اهك ٨٥
Artinya: ‚Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
6 Ma’ruf Amin, dkk, Himpunan Fatwa Majelis Syariah Indonesia sejak 1975, (Jakarta: Erlangga, 2011), 312.
7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 247.
8 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram 2, (Jakarta: Darus Sunnah, 2010), 597.
18
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.‛ (Q.S. al-Nisa>’: 58)10
Dari uraian diatas menjelaskan, bahwa pentingnya menyampaikan
amanah kepada orang yang berhak menerimanya. Dengan demikian, orang yang
menerima titipan haruslah orang yang berakal dan orang yang dapat dipercaya
untuk dititipi amanah. Dan Allah Swt memerintahkan kepada orang yang
menitipkan barang titipan dan orang yang menerima barang titipan harus bersikap
adil, karena Allah Swt menyukai orang yang bersikap adil dan dapat
menyampaikan amanah dengan baik.
Dalam surat lain juga menjelaskan tentang menunaikan amanah yaitu
dalam surat al-Baqarah ayat 283 Allah SWT berfirman,
قم ههرهف اٗتاهك ْا جهت مهله رهفهس ىهلهع مت ك ه ده يلهف ا ٗضعهب م ضعهب ه مهأ هف ۖ هض ل ه ت ههته همهأ قتهيله هّ هبه ْا ت هت هَه هه ه شل ه هف اه ت هي همه ٓ هق مثاهء ه ل ه ّ ميلهع ه له عهت اه ب ٣٥٢
Artinya: ‚Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.‛ (Q.S. al-Baqarah: 283)11
Dari uraian diatas menjelaskan bahwa apabila kamu dipercayai oleh
seseorang untuk menjaga suatu barang milik orang lain, maka hendaknya kamu
19
menunaikan amanah dan menjaga barang titipan tersebut. Dan menjaga sampai
pemilik barang tersebut mengambilnya. Dan Allah SWT tidak menyukai
orang-orang yang menyembunyikan persaksian, karena Allah SWT mengetahui yang
kamu kerjakan.
Sedangkan dalam hadits menjelaskan tentang akad wadi>ah, Nabi
Muhammad SAW bersabda,
َق
َلا
َأ دا
َْل
َم َنا
َة ا
َل
َم
ن
ْ ئا َت
َم َ
َك
,
َو َل
ََ
ْن
َم ْن
َخا
َن
َك
)ىدمرلاو دواد وبا اور(
Artinya: ‚Tunaikanlah amanah kepada orang yang menyerahkannya kepadamu
dan janganlah engkau mengkhianati orang yang mengkhianatimu.‛
(H.R. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)12
Dari uraian diatas menerangkan bahwa apabila kamu dititipi orang lain
suatu barang, maka kamu harus memelihara, menjaga dan merawatnya dengan
sebaik baiknya seperti kamu menjaga barang milik kamu sendiri. Meskipun orang
yang meminta kamu untuk menjaga dan memelihara barang miliknya pernah
mengkhianati kamu tetapi kamu jangan sekali kali membalas dengan
mengkhianati orang tersebut.
Sedangkan para Ulama sepakat membolehkan akad wadi>ah sebagaimana
telah dijelaskan dibawah ini, yaitu:
َو َأ
َْج
ع
ْلا ع َل
َم
ءا
ف
ك
ل
َع
َص
ر
م
َن
ْلا ع
ص
ْو ر
ْلا
ْس
َل
م ي
َة
َع
َىل
َج َو
زا
ْلا
ْي َد ا
َو ع
ْلا
ْس ت
ْي َد
عا
Artinya: ‚Para Ulama sepanjang masa juga berijma’ atas kebolehan akad
penitipan ini.13
20
B.Rukun, Syarat, dan Macam-macam Wadi>ah.
Rukun Wadi>ah antara lain:
1. Muwaddi’ / Orang yang menitipkan.
2. Mustauda’ / Orang yang menerima titipan.
3. Obyek wadi>ah / Barang yang dititipkan.
4. Ijab dan qabul.14
Syarat yang terdapat dalam wadi>ah, yaitu:
a. Orang yang menitipkan syaratnya baligh, berakal, dapat dipercaya dan
syarat-syarat lain yang berkaitan dengan kesepakatan bersama.
b. Orang yang menerima titipan syaratnya baligh, berakal, dapat dipercaya dan
syarat-syarat lain yan berkaitan dengan kesepakatan bersama.
c. Barang yang dititipkan syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda
itu merupakan sesuatu yang berwujud, dimiliki oleh orang yang menitipkan,
dan dapat diserahkan ketika perjanjian berlangsung.
d. Ijab dan qabul wadi>ah syaratnya pada ijab dan qabul dimengerti oleh kedua
belah pihak. Ijab merupakan ucapan dari penitip dan qabul adalah ucapan dari
penerima titipan.15
13 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Abdul Hayyie al-Kattani, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 557.
21
Sedangkan macam-macam wadi>ah ada dua macam, yaitu wadi>ah yad
amanah dan wadi>ah yad dhamanah, meliputi :
1. Wadi>ah yad Amanah.
Wadi>ah yad amanah adalah suatu akad penitipan dimana pihak
penerima titipan tidak diperkenankan atau tidak diperbolehkan menggunakan
barang titipan tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan oleh kelalaian penerima
titipan.16 Dengan kata lain, wadi>ah yad amanah adalah suatu akad penitipan
barang dan pihak penerima tidak diperbolehkan menggunakan barang titipan
tersebut serta apabila terjadi kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan
karena kelalaian dari pihak penerima, maka pihak penerima tidak bertanggung
jawab atas kerusakan barang tersebut.
Dengan ini, pihak yang menyimpan barang titipan tidak boleh
menggunakan atau memanfaatkan barang titipan tersebut, melainkan hanya
menjaga barang titipan tersebut. Selain itu, barang yang dititipkan tersebut
tidak boleh dicampuradukkan dengan barang lain, melainkan harus dipisahkan
dengan barang lain. Karena menggunakan prinsip yad amanah, maka akad
titipan seperti ini disebut wadi>ah yad amanah.17
Wadi>ah yad amanah memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
16 Djoko Muljono, Buku Pintar Akutansi Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Andi, 2015), 57.
22
a. Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan
oleh penerima titipan.
b. Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas
dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh
memanfaatkannya.
c. Sebagai konpensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan
biaya kepada yang menitipkan.
d. Barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima
titipan.18
2. Wadi>ah Yad Dhamanah.
Wadi>ah yad dhamanah yaitu suatu akad penitipan barang dimana
pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang dapat
memanfaatkan barang titipan tersebut dan harus bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan barang titipan tersebut. Dengan demikian, wadi>ah
yad dhamah ialah suatu akad penitipan barang apabila pihak penerima titipan
meskipun tanpa izin dari pemilik barang titipan boleh memanfaatkan barang
titipan tersebut dan apabila barang tersebut rusak atau hilang setelah dipakai
atau dimanfaatkan oleh pihak penerima barang titipan tersebut, maka pihak
23
penerima titipan tersebut harus mengganti serta membayar biaya ganti rugi
dari barang yang dimanfaatkan tersebut.19
Berdasarkan hal tersebut, pihak yang menitipkan barang tidak perlu
mengeluarkan biaya. Bahkan atas kebijakan pihak yang menerima titipan,
pihak yang menitipkan dapat memperoleh manfaat berupa orang yang
menerima titipan memperoleh manfaaat atas penggunaan barang titipan
tersebut.
Dengan demikian, bahwa pihak penyimpan yang sekaligus sebagai
penjamin keamanan barang yang dititipkan, telah mendapatkan izin dari pihak
penitip untuk mempergunakan barang yang dititipkan untuk aktivitas
perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan akan
mengembalikan barang yang dititipkan secara utuh.
Dalam hal ini, penyimpan boleh mencampur aset penitip dengan aset
pihak yang menyimpan barang titipan tersebut dan kemudian digunakan untuk
tujuan produktif mencari keuntungan. Pihak yang menerima barang titipan
tersebut berhak atas keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan barang
titipan tersebut dan bertanggung jawab penuh atas kerugian yang mungkin
timbul akibat penggunaan barang titipan tersebut.20
Sedangkan wadi>ah yad dhamanah memiliki karakteristik, sebagai
berikut:
24
a. Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh orang
yang menerima titipan.
b. Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat
menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi
penerima titipan untuk memberikan hasil manfaat kepada orang yang
menitipkan barang tersebut.21
C.Penjagaan dan penyimpanan Wadi>ah.
Para Ulama berbeda pendapat tentang cara menjaga titipan. Ulama
Madhab Hanafi dan Hambali mengatakan bahwa orang yang dititipi hendaknya
menjaga titipan itu sebagaimana dia menjaga hartanya sendiri yaitu dia
menjaaganya di tempat yang kualitas penjagaannya sama dengan ketika dia
menjaga barangnya sendiri.
Menurut Ulama Madzab Hanafi, orang yang dititipi boleh juga menjaga
titipan dengan bantuan orang lain yang bukan menjadi tanggungannya, tetapi
biasanya orang tersebut menjaga harta orang yang dititipi ditempatnya.
Ulama Madzab Maliki mengatakan bahwa orang yang dititipi boleh
menjaga barang titipan di tempat orang-orang yang menjaga tanggungannya,
seperti istri, anak dan orang yang dia sewa yang telah terbiasa menjaga hartanya.
25
Sedangkan menurut Madzab Syafi’i mengatakan bahwa orang yang dititipi
harus menjaga sendiri titipan yang ada pada dirinya. Dia tidak boleh menjaganya
di tempat istri atau anaknya tanpa seizin orang yang menitipkan barang. Dalam
hal ini orang yang menitipkan barang menginginkan penjagaan terhadap
barangnya dari orang yang menerima titipan bukan dari orang lain.22
Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan oleh para Ulama,
menjelaskan bahwa meskipun cara menjaga barang titipan berbeda-beda. Ada
yang membolehkan barang titipan tersebut dijaga oleh keluarganya. Ada yang
mengharuskan barang titipan tersebut dijaga sendiri. Ada pula yang membolehkan
orang lain menjaga barang titipan tersebut. Tetapi mengenai menjaga barang
titipan tersebut barang yang dititipkan dijaga di rumah pihak yang menerima
barang titipan tersebut dan ada pula cara menjaganya harus seperti dia menjaga
barang titipan miliknya sendiri.
Dari kesemuanya itu, pada dasarnya sama-sama harus menjaga barang
titipan milik orang lain dengan sebaik baiknya seperti menjaga barang miliknya
sendiri dan apabila terjadi kerusakan akibat kelalaian dari orang yang menerima
barang titipan, maka orang yang menerima barang titipan tersebut harus
menggantinya.23
22
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Abdul Hayyie al-Kattani, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 560.
26
Sedangkan penyimpanan wadi>ah dalam KHES (Kitab Hukum Ekonomi
Syariah) menjelaskan beberapa pasal mengenai penyimpanan dan pemeliharaan
obyek wadi>ah antara lain, penyimpanan dan pemeliharaan obyek wadi>ah terdapat
dalam pasal 415 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah
menjelaskan, mustauda’ atau orang yang menerima titipan boleh meminta pihak
lain yang dipercaya untuk menyimpan obyek wadi>ah. Pada pasal 416 KHES
tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah menjelaskan tentang
mustauda’ atau orang yang menerima titipan harus menyimpan obyek wadi>ah di
tempat yang layak dan pantas.
Pasal 417 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah
menerangkan, apabila mustauda’ atau orang yang menerima titipan terdiri dari
beberapa pihak, dan obyek wadi>ah tidak dapat dibagi-bagi, maka salah satu pihak
dari mereka dapat menyimpannya sendiri setelah ada persetujuan dari pihak yang
lain atau mereka menyimpannya secara bergiliran.
Pasal 418 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah
menjelaskan,
1. Apabila obyek wadi>ah dapat dipisah-pisah, maka masing-masing muwaddi’
atau orang yang menitipakan dapat membagi-bagi obyek wadi>ah sama
27
2. Setiap pihak yang menyimpan bagian dari obyek wadi>ah sebagaimana dalam
ayat (1) dilarang menyerahkan bagian yang menjadi tanggung jawabnya
kepada pihak lain tanpa izin dari muwaddi’ atau orang yang menitipkan.
Pasal 419 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah
menerangkan,
1. Apabila muwaddi’ atau orang yang menitipkan tidak diketahui keberadaannya,
mustauda’ atau orang yang menerima titipan tetap harus menyimpan obyek
wadi>ah sampai diketahui dan/atau dibuktikan bahwa muwaddi’ atau orang
yang menitipkan telah tiada.
2. Mustauda’ atau orang yang menerima titipan dibolehkan memindahtangankan
obyek wadi>ah sebagaimana dalam ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari
pengadilan.24
Pasal 420 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah
menjelaskan,
1. Apabila obyek wadi>ah termasuk harta yang rusak bila disimpan lama, maka
mustauda’ berhak menjualnya, serta hasil penjualannya disimpan berdasarkan
amanah.
2. Apabila harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dijual dan rusak,
maka mustauda’ tidak wajib mengganti kerugian. 25
24
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Mardani (PPHIMM), KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 113.
28
Pasal 421 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah
menjelaskan,
1. Apabila obyek wadi>ah memerlukan biaya perawatan dan pemeliharaan, maka
muwaddi’ atau orang yang menitipkan harus bertanggung jawab atas biaya
tersebut.
2. Apabila muwaddi’ atau orang yang menitipkan tidak diketahui keberadaannya,
maka mustauda’ atau orang yang menerima titipan dapat memohon ke
pengadilan untuk menetapkan penyelesaian terbaik guna kepentingan
muwaddi’ atau orang yang menitipkan.
Pasal 422 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek wadi>ah
menjelaskan,
1. Mustauda’ atau orang yang menerima titipan mencampur obyek wadi>ah
dengan harta lainnya yang sejenis sehingga tidak bisa dibedakan tanpa seizin
muwaddi’ atau orang yang menitipkan.
2. Apabila obyek wadi>ah bercampur dengan harta lain tanpa sengaja, sehingga
tidak dapat dibedakan antara satu dengan lainnya, maka akibat percampuran
tersebut bukan tanggung jawab mustauda’ atau orang yang menerima titipan.
Dan pada pasal 423 KHES tentang penyimpanan dan perawatan obyek
wadi>ah menerangkan, mustauda’ atau orang yang menerima titipan tidak boleh
29
mengalihkan obyek wadi>ah kepada pihak lain tanpa seizin muwaddi’ atau orang
yang menitipkan.26
Beberapa alasan pihak penerima barang titipan wajib mengganti barang
titipan yang dititipkan kepadanya, yaitu:
1. Orang yang diserahi titipan menyerahkannya kepada orang lain.
2. Barang titipannya dibawa pergi oleh penerima barang titipan tanpa sepetahuan
dari pemiliknya.
3. Memindahkan barang titipan tersebut ke tempat lain, sehingga sulit untuk
memelihara barang titipan tersebut.
4. Ketika sakit pihak yang menerima barang titipan tersebut tidak berwasiat
kepada siapa pun.
5. Mengambil manfaat barang titipan, meskipun antara pihak yang menitipkan
dan pihak yang menerima barang titipan tersebut menggunakan akad wadi>ah
yad amanah.
6. Menyelisihi ketentuan pemeliharaan. Dengan kata lain pihak yang menerima
barang titipan tersebut tidak memelihara barang titipan tersebut sesuai dengan
ketentuan dan kesepakatan bersama.
7. Menyia-nyiakan. Hal ini, apabila pihak yang menerima barang titipan tersebut
menyia-nyiakan atau tidak menjaga barang titipan tersebut, maka pihak
penerima titipan dianggap telah lalai dalam memelihara dan wajib mengganti
30
apabila terjadi kerusakan akibat kelalaian yang diakibatkan oleh pihak
penerima barang titipan.
8. Berkhianat ketika diminta oleh pemiliknya, barang titipan yang dititipkan
tersebut tidak diberikan.
9. Lengah dalam memelihara barang titipan tersebut.27
Orang yang mendapatkan titipan boleh menyerahkan titipan tersebut
kepada orang lain yang biasanya menjaga hartanya, seperti istri ataupun
pembantunya. Dan apabila barang titipan tersebut rusak ditangan mereka bukan
karena perbuatan mereka dan bukan pula karena keteledoran mereka, maka dia
tidak wajib mengganti kerusakan barang titipan tersebut.
Dengan demikian, dia boleh menjaga sendiri barang titipan tersebut atau
kepada orang yang menggantikannya. Tetapi jika kerusakan barang titipan
tersebut merupakan kesalahan dari orang yang menerima titipan, maka orang
yang menerima titipan wajib mengganti kerusakan yang diakibatkan kelalaian
dari orang yang menerima barang titipan tersebut.
Namun apabila orang yang menerima barang titipan tersebut menyerahkan
kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengannya atau
dengan pemilik. Kemudian barang titipan tersebut rusak, maka dia sebagai orang
yang mendapatkan barang titipan tersebut wajib menjamin gantinya.28
27 Abdul fatah Idris dan Abu Ahmadi, Kifatatul Akhyar Terjemahan Ringkas Fiqh Islam Lengakp, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 179.
31
Hal tersebut karena dia tidak boleh menyerahkannya kepada orang lain
tanpa ada sebab dan alasan kecuali jika dia menyerahkannya kepada orang lain
karena sebab mendesak, seperti kematian yang menjelang atau dia akan bepergian
dan khawatir jika membawa barang titipan tersebut akan rusak. Dalam
kondisi-kondisi tersebut, dia boleh menyerahkannya kepada orang lain yang tidak
mempunyai hubungan apa-apa dengannya, dan dia tidak wajib menggantinya jika
terjadi kerusakan.
Jika orang yang mendapatkan titipan merasa khawatir atau dia akan
bepergian, maka dia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya atau kepada
wakilnya. Apabila dia tidak bertemu dengan pemiliknya atau wakilnya, maka dia
membawa titipan tersebut dalam perjalanan apabila hal itu lebih baik untuk
menjaganya.29
Kemudian ada beberapa kondisi titipan berubah dari sekedar amanah
menjadi harus dijamin gantinya, antara lain:
1. Orang yang dititipi tidak menjaga barang titipan.
Dengan adanya akad, orang yang yang dititipi harus menjaga barang
titipan tersebut. Sehingga apabila orang yang menerima barang titipan
tersebut membiarkan barang titipan tersebut tanpa penjagaan sampai barang
tersebut rusak, maka dia harus menggantinya dengan cara memberikan
jaminan akan menggantinya.
32
2. Orang yang dititipi menitipkan lagi barang titipan kepada selain orang yang
menjadi tanggungannya dan kepada orang yang biasanya tidak menjaga sendiri
harta orang yang dititipi tersebut.
Apabila orang yang dititipi mengeluarkan benda titipan dari
penjagaannya dan dia menitipkannya kepada orang lain tanpa adanya izin dari
pemiliknya, maka orang yang menerima titipan tersebut harus menjamin
gantinya. Hal tersebut karena, pemilik dari barang titipan tersebut hanya
menginginkan penjagaannya dari orang yang menerima barang titipan tersebut
dan bukan penjagaan dari orang lain.
3. Menggunakan barang titipan.
Jika orang yang dititipi mengambil manfaat dari barang yang
dititipkan kepadanya, maka dia harus menjamin gantinya. Namun jika dia tidak
mengambil manfaat sama sekali dari benda yang dititipkan kepadanya, maka
Jumhur Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa dia tidak wajib mengganti,
karena dia menjaga barang yang dititipkan kepadanya atas izin dari
pemiliknya. Tetapi Ulama Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali mengatakan
apabila benda yang dititipkan tersebut rusak setelah dipakai, maka dia harus
menggantinya walaupun kerusakan itu disebabkan karena sebab lain.30
4. Bepergian dengan membawa barang titipan.
33
Para Ulama berbeda pendapat mengenai bepergian dengan membawa
barang titipan. Menurut Abu Hanifah orang yang bepergian boleh membawa
barang titipan tersebut apabila jalan yang ditempuh aman dan tidak ada
larangan dari pemilik barang titipan tersebut. Sedangkan menurut Ulama
Madzab Maliki orang yang dititipi tidak boleh membawa barang titipan
tersebut, kecuali apabila barang yang dititipkan kepadanya ketika dia sedang
dalam perjalanan. Tetapi menurut Ulama Syafi’i dan Hambali orang yang
menerima barang titipan tidak boleh membawa barang tersebut jika bepergian.
5. Pengingkaran terhadap adanya titipan.
Apabila pemilik barang meminta kembali barangnya dari orang yang dia
titipi, namun orang tersebut mengingkari adanya titipan, atau dia tetap
bersikeras untuk tetap membawa barang tersebut, sedangkan dia mampu untuk
menyerahkannya maka dia harus menggantinya. Hal tersebut karena pemilik
telah meminta barang titipan tersebut untuk dikembalikannya.31
6. Percampuran barang titipan dengan barang lain.
Jika orang yang dititipi mencampur barang titipan dengan barang
miliknya, apabila keduanya bisa dibedakan dan dipisahkan, maka dia tidak
mempunyai tanggungan apapun. Sedangkan apabila keduanya tidak bisa
34
dibedakan, maka para Ulama sepakat bahwa orang yang dititipi harus
menggantinya.
7. Terjadinya pelanggaran dari orang yang dititipi terhadap syarat yang
ditetapkan oleh pemilik barang titipan.32
Jika pemilik barang tersebut mensyaratkan kepada orang yang
menerima barang titipan untuk menjaga barangnya ditempat tertentu, seperti
di dalam rumah, kotak dan lain sebagainya. Kemudian orang yang dititipi
memindahkan barang tersebut dan tidak sesuai dengan yang disyaratkan oleh
pemiliknya. Maka para Ulama berbeda pendapat, menurut Ulama Madzab
Maliki, Syafi’i dan Hanafi berpendapat apabila orang yang menerima titipan
memindahkan barang titipan tersebut ke tempat yang kualitasnya sama atau
lebih baik dari pada yang disarankan oleh pemilik barang, maka dia tidak harus
menggantinya. Sedangkan menurut Madzab Hambali pihak penerima barang
titipan tersebut harus menjamin gantinya meskipun dipindahkan ke tempat
yang lebih baik.33
D.Berakhirnya Akad Wadi>ah.
Akad wadi>ah dapat berakhir karena beberapa hal, yaitu:
1. Barang titipan diambil atau dikembalikan kepada pemiliknya. Jika pemilik
barang mengambil barang yang dia titipkan atau orang yang dititipi
32 Ibid., 509
35
menyerahkan kepada pemiliknya, maka akad wadi>ah adalah akad tidak
mengikat yang berakhir dengan diambilnya barang titipan oleh pemiliknya,
atau diserahkan oleh orang yang dititipi kepada pemiliknya.
2. Kematian orang yang menitipkan atau orang yang dititipi barang titipan. Akad
wadi>ah ini berakhir dengan kematian salah satu pihak pelaku akad, karena
akad tersebut berlangsung antara dua pihak yang melakukan akad.
3. Gilanya atau tidak sadarnya salah satu pihak pelaku akad. Hal ini
mengakibatkan berakhirnya akad wadi>ah karena hilangnya kecakapan untuk
membelanjakan hartanya.
4. Orang yang dititipi dilarang membelanjakan harta (mahjur) karena kedunguan,
atau orang yang dititipi dilarang membelanjakan harta karena bangkrut. Hal ini
dalam rangka untuk menjaga kemaslahatan kedua pihak.
5. Berpindahnya kepemilikan benda yang dititipkan kepada orang lain. Akad
wadi>ah ini berakhir dengan berpindahnya kepemilikan benda yang dititipkan
kepada orang lain, baik dengan jual beli, hibah maupun yang lain.34
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENYIMPANAN DAN PERAWATAN BARANG TITIPAN DI DESA TENARU KECAMATAN
DRIYOREJO GRESIK
A.Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Wadi>ah Di Desa Tenaru Kecamatan
Driyorejo Gresik.
Seorang yang mendapatkan suatu amanah dari orang lain, maka dia harus
menyampaikan amanah tersebut. Seseorang yang akan memperoleh suatu
amanah, hendaknya orang memberi amanah menanyakan tentang kesanggupan
orang tersebut. Sehingga orang tersebut mampu untuk menyampaikan amanah
yang diberikan. Amanah beragam bentuknya. Ada yang amanah menyenangkan
dan ada pula amanah yang menyakitkan orang lain.
Pada masa Rasullah SAW, saat penaklukan kota Mekkah, ketika
Rasulullah memasuki kota Mekkah, Usman bin Talhah pengurus Ka’bah. Pada
waktu itu menguasai pintu Ka’bah lalu naik ke bubungannya. Dia tidak
memberikan kunci Ka’bah kepada Rasulullah SAW. Kemudian Ali bin Abi Thalib
merebut kunci Ka’bah itu dari Usman bin Talhah secara paksa dan membuka
Ka’bah, lalu masuklah rasulullah SAW kedalam dan shalat dua rakaat. Setelah
Beliau keluar dari Ka’bah, tampillah pamannya ‘Abbas kehadapannya dan
meminta supaya kunci itu diserahkan dan memberi jabatan pemeliharaan Ka’bah
50
memerintahkan Ali bin abi Tholib mengembalikan kunci Ka’bah kepada Usman
bin Thalhah dan meminta maaf.1
Dari uraian diatas, menjelaskan bahwa tindakan yang di lakukan oleh Ali
bin abi Tholib merupakan tindakan yang salah. Karena merebut sesuatu yang
bukan menjadi miliknya. Seharusnya Ali bin Abi Tholib meminta baik-baik
kepada Usman bin Thalhah, karena Usman bin Thalhah merupakan seseorang
yang diberi amanah untuk menjaga Ka’bah.
Amanah merupakan sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang untuk
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini, amanah memiliki arti luas,
antara lain amanah kepada sesama manusia, amanah Allah SWT kepada manusia
untuk menjauhi larangannya. Amanah seseorang terhadap sesamanya harus
dilaksanakan anatara lain, mengembalikan barang titipan kepada pemiliknya,
tidak menipunya, dan menjaga rahasia tentang barang titipan tersebut.2 Pada
penelitian ini, orang yang menerima titipan telah menjaga amanah dengan baik.
Seseorang yang mengetahui kemampuannya dalam membantu seseorang
termasuk dapat dipercaya untuk menjaga barang titipan. Maka orang tersebut
dikatakan mampu untuk melakukan suatu akad perjanjian penitipan barang.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHES) menjelaskan bahwa akad adalah
kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
dan/tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
51
Menurut Kompilasi Hukum Islam wadi>ah ialah penitipan dana antara
pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga
dana tersebut. Dengan kata lain, bahwa akad wadi>ah adalah suatu akad atau
kesepakatan para pihak untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dalam hal ini,
perbuatan tertentu tersebut ialah akad penitipan barang.
Sedangkan seseorang dikatakan mampu atau memiliki kecakapan untuk
melakukan suatu perjanjian atau suatu perikatan ialah berdasarkan Kompilasi
Hukum Islam pasal 2 menjelaskan seseorang dipandang memiliki kecakapan
untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal telah mencapai umur paling rendah
18 (delapan belas tahun) atau pernah menikah. Pada penelitian ini, para pihak
sudah berumur lebih dari delapan belas tahun.3
Apabila kamu telah melakukan suatu akad perjanjian dengan seseorang,
maka kamu harus memenuhi semua syarat yang telah disepakati bersama.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Ma>idah : 1,
... د ْ قعلاب ا ْ ف ْ ا ا ْ نمآ نْيذلا ا ياآي
Artinya: ‛Wahai orang-orang beriman, penuhilah akad-akad itu ...4
Dari uraian diatas menjelaskan supaya kamu memenuhi akad atau
perjanjian yang sedang kamu kerjakan. Apabila kamu tidak memenuhi akad
3 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Mardani (PPHIMM), KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 5.
52
perjanjian yang kamu kerjakan, maka kamu termasuk orang yang dhalim dan
berdosa. Allah Swt sangat menyukai orang-orang yang menyampaikan amanah,
walaupun amanah tersebut menyakitkan.
Rukun akad terdiri dari para pihak yang melakukan akad perjanjian, obyek
akad, tujuan pokok akad dan kesepakatan. Pada penelitian ini, dalam suatu
perjanjian terdapat adanya para pihak yang melakukan perjanjian. Dalam hal ini,
para pihak sama-sama mampu untuk membuat suatu perikatan.5
Obyek akad merupakan barang milik orang yang menitipkan dan bukan
milik orang lain. Sedangkan tujuan pokok akad ialah dapat membantu sesama yang
sedang kesulitan dan kesepakatan para pihak menjadi terbentuknya suatu perjanjian
penitipan barang. Tujuan tersebut dapat terbentuk apabila masing-masing pihak rela
dan mampu untuk menolong orang lain.
Sedangkan suatu akad dinyatakan tidak sah apabila bertentangan dengan
Syariah Islam, peraturan perundang-undang, ketertiban umum dan/ atau kesusilaan.
Pada penelitian ini, akad penitipan barang tidak bertentangan dengan Syariah Islam
karena tidak terdapat unsur penipuan atau bertentangan degan Syariah Islam.
Disamping itu pada akad penitipan ini, tidak bertentangan dengan peraturan
perudang undangan dan tidak mengganggu ketertiban umum.
5
53
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Penyimpanan Dan Perawatan Barang
Titipan Di Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo Gresik.
Pada penelitian ini, antara orang yang menitipkan barang titipan dan
orang yang menerima barang titipan telah melakukan perjanjian. Isi dari
perjanjian tersebut menyatakan bahwa orang yang menitipkan barang titipan
hanya mengatakan waktu penjagaan tanpa menjelaskan cara penyimpanan dan
perawatan barang titipan.
Menurut orang yang menerima titipan, bahwa dia sudah menjaga dan
merawat barang titipan tersebut meskipun dalam perjanjian tersebut tidak
dijelaskan. Meskipun pada awal perjanjian tidak menjelaskan mengenai cara
perawatan dan penjagaan barang titipan.6
Dalam penelitian ini, antara orang yang menitipkan dan orang yang
menerima barang titipan sama-sama sepakat untuk mengikatkan diri antara satu
dengan yang lainnya. Kedua belah pihak sepakat dan menyetujui untuk
melakukan perjanjian mengenai penitipan barang. Orang yang menitipkan barang
titipan menganggap bahwa orang yang menerima titipan dapat dipercaya untuk
menjaga barang titipannya dengan baik. Sehingga pemilik barang menitipkan
barang miliknya kepada orang lain tersebut.
Pada dasarnya, pengertian akad ialah segala sesuatu yang dikerjakan oleh
seseorang berdasarkan keinginannya sendiri atau sesuatu yang pembentukannya
54
membutuhkan keinginan dua orang untuk melakukan suatu perjanjian.7 Dalam
penelitian ini akad dalam penitipan barang dilakukan oleh para pihak dengan
keinginannya sendiri.
Dalam wadi>ah mempunyai rukun dan syarat. Rukun dan syarat wadi>ah
meliputi, para pihak yang terlibat langsung dengan akad syaratnya baligh, berakal
dan mampu untuk melakukan suatu perjanjian, obyek akad syaratnya obyek akad
harus sudah ada ketika berlangsung akad, obyek akad harus dapat diketahui oleh
kedua belah pihak yang melakukan akad perjanjian dan obyek akad dapat
ditransaksikan atau diserahkan. Dan ijab qabul syaratnya pernyataan dari orang
yang menitipkan dan orang yang menerima barang titipan.
Dalam penelitian ini para pihak telah memenuhi rukun suatu akad. Tetapi
dalam penelitian ini, terdapat hal yang tidak terpenuhi yaitu syarat obyek akad.
Syarat tersebut meliputi, obyek yang akan dititipkan belum ada ketika terjadinya
perjanjian. Disamping itu, orang yang menerima titipan hanya mengetahui bahwa
akan dititipi barang tanpa mengetahui obyekwadi>ah tersebut, obyek diserahkan
setelah terjadinya perjanjian tersebut.
Dalam penelitian ini, menggunakan akad wadi>ah yad amanah. Akad
wadi>ah yad amanah mempunyai arti suatu akad penitipan dimana orang yang
menerima barang titipan tersebut tidak diperkenankan untuk memanfaatkan atau
menggunakannya dan tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan yang bukan
55
diakibatkan oleh kelalaian pihak penerima barang titipan.8 Dalam hal ini, orang
yang menerima barang titipan berupa gerobak es sop buah tidak menggunakan
atau memanfaatkan barang titipan berupa gerobak es sop buah.
Dengan kata lain, apabila terjadi kerusakan mengenai barang titipan
tersebut yang tidak diakibatkan oleh kelalaian orang yang menerima barang
titipan tersebut, maka kerusakan ditanggung oleh orang yang menitipkan barang
titipan tersebut. Sebagaimana dalam KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah) pasal 413 ayat (2) mengenai macam akad wadi>ah menjelaskan akad
wadi>ah amanah, mustaudi’ (penerima titipan) tidak dapat menggunakan obyek
wadi>ah, kecuali atas izin muwaddi’ (penitip).9
Tetapi dalam penelitian ini, penerima titipan sudah memperingatkan
kepada pemilik barang untuk segera mengambil barang titipannya, karena barang
titipannya mulai mengalami kerusakan. Tetapi pemilik barang hanya mengatakan
nanti. Mengetahui pernyataan tersebut membuat penerima titipan merasa kesal
dan membiarkan barang titipan tersebut mengalami kerusakan. Seharusnya
penerima titipan tetap menjaga, merawat dan memperbaiki barang titipan
tersebut supaya tidak semakin parah.
8 Ibid., 58.
56
Berdasarkan penjelasan diatas, penerima titipan seharusnya tetap
menjaga dan merawat barang titipan, karena barang titipan tersebut merupakan
suatu amanah yang harus dijaga oleh penerima barang titipan. Mengenai
kerusakan yang diakibatkan oleh kelalaian orang yang menerima barang titipan,
bukan suatu tanggung jawab dari orang yang menerima baran titipan, karena pada
awal perjanjian orang yang menitipkan barang titipan hnaya mengatakan
mengenai jangka waktu penitipan barang.
Sedangkan para Ulama berbeda pendapat tentang pemberian imbalan
dalam menitipkan barang titipan antara lain, menurut Ulama Hanafi dan Ulama
Syafi’i berpendapat membolehkan orang yang dititipi untuk mensyaratkan adanya
imbalan dalam amalan ini, bila ada maka syarat itu harus dilaksanakan. Tetapi
menurut Ulama Maliki berpendapat bahwa syarat untuk memberikan imbalan,
mengenai biaya tempat yang digunakan untuk penyimpanan tersebut bukan
merupakan pekerjaan dalam penjagaan. Sedangkan menurut Ulama Hanabilah
menyatakan larangan untuk mensyaratkan biaya penyimpanan. Sebab apabila ada
imbalan, maka tidak dikatakan sebagai akad wadi>ah, tetapi termasuk dalam akad
sewa menyewa.10
Dari penjelasan berbagai Ulama menyatakan bahwa tidak diperbolehkan
suatu imbalan dalam penjagaan. Apabila dalam awal perjanjian mensyaratkan
adanya suatu imbalan terhadap penjagaan, penyimpanan atau perawatan barang
57
titipan, maka orang yang menitipkan barang titipan tersebut wajib membayar
sesuatu dengan kesepakatan yang telah disetujui antara kedua belah pihak. Tetapi
apabila pada awal perjanjian tidak mensyaratkan adanya imbalan, maka orang
yang menitipkan barang titipan tidak wajib membayar imbalan tersebut. Orang
yang menitipan barang titipan tersebut boleh memberikan sesuatu secara sukarela
kepada orang yang menerima barang titipan tersebut sebagai ucapan terima kasih.
Dalam penelitian ini, pada awal perjanjian tidak menjelaskan adanya
suatu imbalan, sehingga pada perjanjian ini orang yang menitipkan barang
titipannya berupa gerobak es sop buah tidak ada kewajiban untuk membayar
apapun sebagai imbalan kepada Ibu Jar’ah sebagai orang yang mene