33
Bab 4
Hasil dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang arsitektur cluster virtual,
pengujian sistem dan analisa perbandingan request time, request
error, connection rate, throughput dan kinerja hardware. Tahap
selanjutnya adalah pengujian terhadap web server pada tiap
arsitektur sebagai pembanding. Pengujian sistem dilakukan untuk
mengetahui kemampuan arsitektur mesin yang dirancang dengan
menggunakan parameter dan skenario yang telah ditentukan.
4.1
Pembangunan Sistem
Arsitektur virtual cluster dibangun sesuai dengan rencana
dan metode yang telah ditentukan. Sistem dibangun diatas sistem
operasi Windows Server 2008 R2 dan Hyper-V digunakan sebagai
aplikasi virtualisasi. Pada node digunakan juga sistem operasi
Windows Server 2008 R2. Aplikasi utama yang dipakai dalam
arsitektur yang dibangun adalah Windows Server 2008 R2, Hyper-V,
Network Load Balancing, ms4w, dan mysql.
4.1.1 Design Arsitektur
Arsitektur Cluster Virtual Server
Design arsitektur cluster virtual server dibangun
dengan menggunakan dua personal computer yang
didalamnya terdapat virtual machine yang bertugas
sebagai node. Dengan ip virtual pada tiap-tiap node akan
membagi beban kerja permintaan dari pengguna.
Gambar 4.1 menunjukkan design arsitektur cluster
Gambar 4.1 Design arsitek tur cluster vitual server
Arsitektur Cluster Konvensional Server
Design arsitektur kedua yang dipakai adalah
arsitektur konvensional server. Dengan menggunakan
dua node terdiri dari dua personal komputer yang
mempunyai spesifikasi yang sama dengan arsitektur
cluster virtual server. Dalam tiap personal computer
mempunyai satu sistem operasi fisik dan tidak terdapat
virtual machine. Load balancer menggunakan ip virtual
dari Network Load Balancing. Gambar 4.2
menggambarkan arsitektur konvensional server secara
umum.
4.1.2 Ip virtual
Ip virtual adalah ip yang terbentuk setelah node-node
didaftarkan ke dalam sebuah cluster pada Network Load
Balancing Manager. Ip virtual ini berfungsi sebagai pembagi
kerja ke node-node yang terhubung. Pada saat permintaan
sampai ke node maka permintaan akan direspon oleh node
dengan prioritas pertama. Apabila permintaan kedua datang
maka akan direspon oleh node dengan prioritas selanjutnya.
Konfigurasi ip virtual terdapat pada Network Load Balancing
Manager dan tersimpan pada konfigurasi ip setting pada
node. Gambar 4.3 menunjukkan konfigurasi ip virtual yang
terbentuk pada node.
4.1.3 Server 1
Server 1 adalah server pertama pada arsitektur cluster
yang dibangun. Terdapat 2 virtual machine yang bekerja
sebagai node. Alokasi RAM tiap node adalah 512 MB.
Sistem operasi Windows Server 2008 R2 digunakan pada
server 1 dan node-node didalamnya. Alamat ip pada server 1
adalah 192.168.80.2/24 sedangkan node 1 adalah
192.168.80.3/24 dan node 2 adalah 192.168.80.4/24. Gambar
4.4 menunjukkan konfigurasi alamat ip pada server 1.
4.1.4 Server 2
Server 2 adalah server kedua pada arsitektur cluster
yang dibangun. Terdapat dua virtual machine yang bekerja
sebagai node. Alokasi RAM tiap node adalah 512 MB.
Sistem operasi Windows Server 2008 R2 digunakan pada
server 1 dan node-node didalamnya. Alamat ip pada server 2
adalah 192.168.80.5/24 sedangkan node 3 adalah
192.168.80.6/24 dan node 4 adalah 192.168.80.7/24. Gambar
4.5 menunjukkan konfigurasi alamat ip pada server 2.
4.1.5 Komputer monitor
Komputer monitor merupakan sebuah personal
computer yang digunakan oleh administrator untuk
memonitor aktifitas virtual machine. Aplikasi yang
digunakan untuk memonitor tersedia dalam administrative
tools windows server, yaitu Network Load Balancing
Manager dan Hyper-V Manager.
4.2
Pengujian Kinerja Sistem
Pengujian sistem dilakukan dengan menggunakan aplikasi
Web Stress Tool. Parameter yang digunakan adalah test duration,
simultaneous user, throughput, connection rate, request time,
request error dan kinerja hardware. Pengujian dilakukan pada single
server , cluster konvensional (2 node) dan cluster virtual (4 node
virtual machine). Pengujian dilakukan dengan simulasi user
sebanyak 700 user dan waktu pengujian 5 menit. Pengujian
dilakukan dengan 3 mode yaitu mode ramp (penambahan user
secara bertahap sampai tercapai 700 user), mode time (700 user dari
awal sampai akhir pengujian) dan mode click (melakukan request
sampai tercapai jumlah request tertentu).
4.2.1 Pengujian single server
Single server merupakan satu server tanpa virtualisasi
dan clustering. Pada server ini telah ditanamkan aplikasi GIS
dan mapserver untuk diakses oleh user. Gambar 4.6
menunjukkan hasil pengujian dengan mode ramp, dimana
Req-Times:
Click Times and Errors (per URL)
User Simulation: ramp test with up to 700 simultaneous users - Click times "per URL" Test Ty pe: RAMP (run test f or 5 minutes)
Time Since Start of Test [s]
280
Gambar 4.6 Grafik hasil pengujian mode ra mp
pada singleserver
4.2.2 Pengujian cluster konvensional
Cluster konvensional ini terdiri dari dua server
sebagai node dan tanpa virtualisasi didalamnya. Pada server
ini telah ditanamkan aplikasi GIS dan mapserver untuk
diakses oleh user. Gambar 4.7 menunjukkan hasil pengujian
cluster konvensional dengan mode ramp. Error terjadi pada
Click Times and Errors (per URL)
User Simulation: ramp test with up to 700 simultaneous users - Click times "per URL" Test Ty pe: RAMP (run test f or 5 minutes)
Time Since Start of Test [s]
280 pada cluster konvensional
4.2.3 Pengujian cluster virtual
Pengujian dilakukan pada cluster dengan 4 node
virtual. Pengujian yang dilakukan juga menggunakan
4.8 menujukan hasil pengujian pada cluster virtual. Terjadi
request error pada detik 214 dan user sebanyak 633.
Req-Times: g
f
e d
c
b
Errors: g
f
e d
c
b
Click Times and Errors (per URL)
User Simulation: ramp test with up to 700 simultaneous users - Click times "per URL" Test Ty pe: RAMP (run test f or 5 minutes)
Time Since Start of Test [s]
280 260 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Active Users
0 16 48 64 80 97129 162 194 226 258 290 322 355 388 420 453 486 519 552 586 619 653 686 700 700 700 700 700
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0 Err
or
s
[%
]
6 4 2 0
Gambar 4.8 Grafik pengujian mode ramp pada cluster virtual
Dengan banyaknya user yang bertambah secara bertahap
maka jumlah waktu yang dibutuhkan untuk merespon request akan
semakin meningkat.
4.3
Analisis dan Perbandingan Hasil Pengujian
Sistem
4.3.1 Analisis dan Perbandingan Throughput
Analisis throughput dilakukan dengan mengamati
banyaknya paket sebagai respon terhadap request dari user.
Hasil keseluruhan pengujian parameter throughput
didapatkan cluster virtual menghasilkan throughput lebih
kecil dari cluster konvensional dikarenakan pada cluster
virtual terdapat dua network virtual tiap servernya. Pada
single server didapatkan 101588,3 KB, pada cluster
konvensional 150178,3 KB dan pada cluster virtual
126799,7 KB. Pengujian dilakukan selama 5 menit. Tabel 4.1
Tabel 4.1 Tabel perbandingan throughput
Single Server Cluster Konvensional Cluster Virtual
338,6278 KB/s 500,5943 KB/s 422,6656 KB/s
4.3.2 Analisis dan Perbandingan Connection Rate
Perbandingan pengujian connection rate pada
arsitektur single server, cluster konvensional dan cluster
virtual didapatkan hasil maksimum oleh single server.
Dilakukan pengujian dengan mode time, menggunakan 700
user selama 5 menit didapatkan total connection pada single
server sebanyak 20.068 conn, cluster konvensional sebanyak
15.517 conn dan cluster virtual sebanyak 13.534 conn. Hal
ini disebabkan karena penggunaan topologi yang berbeda.
Pada single server topologi yang digunakan langsung
berhubungan dengan jaringan. Sedangkan pada topologi
cluster melewati proses pembagian kerja oleh load balancer.
Tabel 4.2 menampilkan rata-rata connection rate pada
tiap-tiap arsitektur.
Tabel 4.2 Tabel perbandingan connection rate
Single Server Cluster Konvensional Cluster Virtual
66,89 conn/s 51,72 conn/s 45,11 conn/s
4.3.3 Analisis dan Perbandingan Request Time
Perbandingan parameter request time pada arsitektur
single server, cluster konvensional dan cluster virtual.
Pengujian dengan mode click, menggunakan user sebanyak
700 user dan tiap user melakukan request sebanyak 25
request. Pada single server untuk mendapatkan 17490 conn
dibutuhkan waktu selama 200 detik. Pada cluster
selama 244 detik. Dan pada cluster virtual mendapatkan
17445 conn dibutuhkan waktu selama 374 detik. Tabel 4.3
menunjukkan rata-rata request time pada tiap-tiap arsitektur.
Nilai terendah didapatkan oleh single server.
Tabel 4.3 Tabel perbandingan request time
Single Server Cluster Konvensional Cluster Virtual
0,0114 s/conn 0,0139 s/conn 0,0214 s/conn
4.3.4 Analisis dan Perbandingan Request Error
Dilakukan juga perbandingan pada parameter request
error. Dari pengujian dengan mode click didapatkan error
pada tiap arsitektur. Arsitektur cluster virtual mendapatkan
request error dengan nilai terendah 116 error dari 17445
conn. Pada cluster konvensional didapatkan 7138 error dari
17452 conn. Dan pada single server didapatkan error
tertinggi 13230 error dari 17490 conn. Tabel 4.4
menunjukkan rata-rata request error pada tiap-tiap arsitektur.
Tabel 4.4 Tabel perbandingan request error
Single Server Server Konvensional Cluster Virtual
75,64 % 40,90 % 0,66 %
4.3.5 Pengamatan K inerja Hardware
Dengan menggunakan spesifikasi hardware yang
sama pengamatan dilakukan pada saat hardware sedang
dalam keadaan idle dan pada saat pengujian dilakukan.
Gambar 4.9 menunjukkan grafik pemakaian memory pada
Gambar 4.9 Grafik pe maka ian me mory
server 1 dan server 2 pada cluster konvensional
Pada cluster virtual penggunaan memory mengalami
peningkatan hingga 50%. Sebagian besar memory digunakan
untuk alokasi virtual machine. Pada saat pengujian proses
terjadi di dalam virtual machine dan tidak begitu terlihat
perubahan pada memory server fisik. Gambar 4.10
menunjukan grafik penggunaan memory pada cluster virtual
dengan virtual machine.
Gambar 4.10 Gra fik pe ma ka ian me mory
4.4
Optimasi
Network Load Balancer
Dengan mengamati perbandingan dan analisis, maka kinerja
cluster dan virtualisasi dapat meningkatkan hasil web server dalam
menangani permintaan dari pengguna. Berdasarkan metode yang
dipakai, yaitu PPDIOO. Maka tahap selanjutnya adalah tahap
optimasi sistem, yang bertujuan untuk meningkatkan performa dari
sistem yang dibangun. Pada Network Load Balancer terdapat
konfigurasi affinity yang membagi permintaan dari pengguna ke
node-node yang ada. Pada pengujian digunakan affinity none karena
request dari satu ip dapat dikerjakan oleh semua node. Sedangkan
dengan affinity single tiap satu ip mempunyai node sendiri yang
melayani requestnya. Dengan pemilihan konfigurasi sesuai dengan
kondisi yang diperlukan dapat meningkatkan hasil dari kinerja web
server. Gambar 4.11 menunjukkan konfigurasi affinity single pada
Network Load Balancer.