• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hukum islam terhadap pelaksanaan tajdid al-nikah di KUA Kecamatan Nganjuk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hukum islam terhadap pelaksanaan tajdid al-nikah di KUA Kecamatan Nganjuk."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN

TAJDI>D AL-NIKA>H

DI KUA KECAMATAN NGANJUK

SKRIPSI

Oleh:

Dita Ayu Prastika Laras NIM. C71213113

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian lapangan yang berjudul

“Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h Di KUA

Kecamatan Nganjuk ”. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan:

Bagaimana terjadinya kasus nikah dibawah tangan yang berujung pada tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamtan Nganjuk? Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk?.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data penelitian diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi kepada para pihak yang bersangkutan, tokoh masyarakat, dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu Metode deduktif digunakan dalam sebuah penelitian di saat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian dibuktikan dengan pencarian fakta. Metode penelitian ini menggambarkan hasil penelitian yang diawali dengan mengemukakan kenyataan yang bersifat umum dari hasil

penelitian tentang adanya fakta tajdi>d al nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk,

kemudian dicocokkan dengan teori atau dalil yang bersifat khusus tentang tajdi>d- al nika>h yang ada dalam hukum Islam.

Pelaksanaan tajdi>d- al nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk adalah

pasangan yang akan melakukan tajdi>d- al nika>h mendatangi rumah Moden,

mengakui perkawinan yang tidak dicatatkan pada KUA (perkawinan dibawah tangan) tersebut. Karena tidak mau melaksanakan isbat, maka diantarkanlah ke KUA Kecamatan Nganjuk, dengan mempersiapkan syarat dan rukun pernikahan,

kemudian dilakasanakan tajdi>d- al nika>h. Pelaksanaan tajdi>d- al nika>h di KUA

Kecamatan Nganjuk ini tidak menyalahi aturan yang ada dalam hukum Islam.

Karena tidak bertentangan dengan konsep pernikahan menurut syara’.

Hasil dari penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa sesuai dengan

pendapat Imam Syafi’i mengulangi akad nikah atau akad lainnya tidak

(7)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Kegunaan hasil Penelitian ... 12

F. Tujuan Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN TAJDI>D AL NIKA>H MENURUT HUKUM ISLAM SERTA MASLAHAH ... 20

A. Pengertian Pernikahan ... 20

B. Hukum Pernikahan ... 21

C. Syarat dan Rukun Pernikahan ... 22

(8)

E. Pengertian Pernikahan Dibawah Tangan... 28

F. Tentang Tajdi>d al-Nika>h ... 31

G. Maslahah ... 38

BAB III PELAKSANAAN TAJDI>D AL-NIKA>H DI KUA KECAMATAN NGANJUK ... 41

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 41

B. Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h Di KUA Kecamatan Nganjuk ... 43

C. Landasan Hukum Yang di Pakai Oleh KUA Dalam Melaksanakan Tajdi>d al-Nika>h ... 47

D. Faktor-faktor Yang Melatar Belakangi Dilakukannya Tajdi>d al-Nika>h ... 50

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TAJDI>D AL-NIKA>H DI KUA KECAMATAN NGANJUK ... 54

A. Analisis Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk ... 54

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk ... 55

BAB V PENUTUP ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TAJDI>D AL NIKA>H DI KUA KECAMATAN NGANJUK

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan salah satu dari sunatullah yang umum berlaku pada semua

makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1 Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk

beranak, berkembang-biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing

pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan

perkawinan.2 Allah berfirman dalam Surat An-Nisa: 1 yang berbunyi berikut:3

اَ يَاآَي

Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya, dan dari keduanya Allah memperkembang biakan laki-laki dan perempuan yang banyak….. }An-Nisa’: 1{4

Begitu pentingnya kedudukan pernikahan dalam Islam, maka hukum

Islam mengatur tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan.

Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan

berdasarkan saling ridha-meridhai, dengan upacara ijab qabul sebagai lambang

dari adanya rasa ridha-meridhai, dan dengan dihadiri para saksi yang

1 Moh. Thalib, Fikih Sunnah 6, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1990), 1. 2 Ibid.

3

Slamet Abidin, Maman Abd. Djaliel, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 9.

(10)

2

menyaksikan kalau kedua pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling

terikat.5

Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi

kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa

tujuan utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah. Untuk

mencapai kehidupan yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan

penyimpangan, Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum Islam agar

dilaksanakan manusia dengan baik.6

Menurut Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, dan Malik bin Anas;

pernikahan itu pada awalnya memang dianggap sebagai perbuatan yang

dianjurkan. Namun bagi beberapa pribadi tertentu, pernikahan itu dapat menjadi

kewajiban. Walaupun demikian, Imam Syafi’i beranggapan bahwa menikah itu

mubah atau diperbolehkan.7

Akan tetapi jumhur ulama tetap meyakini bahwa menikah itu

hukumnya sunnah karena Nabi sendiri menekankan beberapa petunjuk atas itu.

Salah satu contoh adalah Nabi SAW. Menganggap bahwa menikah itu bagi

seorang muslim sebagai separuh ajaran agama karena dengan menikah ini akan

dapat melindungi seseorang dari kekacauan jiwa, perzinaan, dan perbuatan yang

akan menjerumuskan berbagai tindak kejahatan lainnya. Berbagai tindakan

5 Slamet Abidin, Maman Abd. Djaliel, Fiqih Munakahat 1…, 2.

6 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Hawwas, Abdul Majib Khon, Fiqh Munakahat

Khitbah, Nikah, dan Talak, (Jakarta: Amzah, 2011), 39.

7 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta: PT Raja Grafindo

(11)

3

kejahatan itu, misalnya timbulnya ftnah, pertikaian, pembunuhan, perampasan

hak milik, dan akhirnya akan mengakibatkan rusaknya tatanan kekeluargaan

ideal yang sangat dititikberatkan oleh Nabi SAW. Menurut Nabi SAW. separuh

dari sisa ajaran agama Islam yang melengkapi separuh yang pertama adalah

dengan takwa kepada Allah.8

Selain diatur oleh agama, Negara-negara di era modern ini termasuk

Negara-negara muslim, menganggap penting untuk menyusun peraturan atau

hukum yang berhubungan dengan perkawinan. Di Negara Indonesia terdapat

beberapa Undang-undang yang mengatur tentang perkawinan diantaranya,

yaitu: Undang-undang dan KHI (Kompilasi Hukum Islam). KHI adalah hukum

perkawinan khusus bagi umat muslim. Di dalam KHI sah atau tidaknya

perkawinan ditentukan oleh 2 hal, yaitu:

Kompilasi Hukum Islam Pasal 6 ayat:

1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus

dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat

Nikah.

2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah

tidak mempunyai kekuatan hukum.

Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat:

(12)

4

1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikah.

2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat

diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.9

Di dalam Islam sah atau tidaknya perkawinan ditentukan oleh

terpenuhi atau tidaknya rukun dan syarat perkawinan.10 Karena perbedaan inilah, meskipun perkawinan itu harus dicatatkan menurut Negara, fakta masih

menunjukkan tingginya angka perkawinan yang tidak dicatatkan atau yang

biasa disebut dengan perkawinan sirri.

Tingginya angka perkawinan dibawah tangan itu juga sedikit banyak

disebabkan oleh pemahaman masyarakat bahwa sah atau tidaknya perkawinan

itu lebih ditentukan oleh peraturan agama bukan peraturan Negara. Salah satu

contohnya adalah dalam bukunya Abd. Shomad “Hukum Islam Penormaan

Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia” yaitu: Menurut hukum Islam,

perkawinan di bawah tangan atau sirri adalah sah, asalkan telah terpenuhi syarat

dan rukun perkawinan. Namun dari aspek peraturan perundang-undangan

perkawinan model ini belum lengkap dikarenakan belum dicatatkan. Pencatatan

perkawinan hanya merupakan perbuatan administratif yang tidak berpengaruh

pada sah tidaknya perkawinan.11

9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerlijk Wetboek), 506.

10 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2012), 258.

(13)

5

Contoh lainnya juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh ibu

Rochimah, bahwa banyak tokoh-tokoh agama yang masih menganggap

pernikahan sirri itu sah menurut agama dan menghindarkan dari perbuatan zina.

Para pelaku dan tokoh yang melegalkan perkawinan dibawah tangan

tersebut, tindakan mereka merasa mendapatkan legalisasi secara teologis.

Dengan kata lain, bahwa dalam pemahaman mereka perkawinan tersebut

disamping alasan untuk menghindari perbuatan zina, sesungguhnya bukan

merupakan pelanggaran terhadap syariat Islam. Mereka tidak sepakat kalau

perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA tersebut dikatakan sebagai kawin

sirri. Menurut mereka kawin sirri adalah kawin secara rahasia yang tidak

diketahui oleh orang lain, yakni tanpa wali dan tanpa saksi. Sementara

perkawinan yang dilaksanakan oleh mereka adalah kawin sah secara agama,

karena melalui wali dan saksi, namun tidak dicatatkan di KUA. Sebagaimana

diungkapkapkan oleh Kiyai H. Abd. Ghulam: “menurut saya nikah sirri artinya

nikah rahasia, yang tidak diketahui oleh orang lain. Sementara pernikahan yang

ada di sini selalu diketahui oleh banyak orang. Di zaman Nabi SAW. Tidak ada

KUA sahnya perkawinan itu ada beberapa pendapat, antara lain menurut Imam

Syafi’i nikah itu cukup dengan adanya kedua mempelai, 2 orang saksi, ijab

qabul, dan tanpa wali. Menurut Abu Hanifah nikah itu cukup dengan kedua

mempelai, 2 orang saksi, dan tanpa wali.Nah jadi kita sebagai orang Jawa boleh

(14)

6

ingat meskipun begitu madzab Hanafi tidak boleh dipakai sebagai mainan. Jadi

jelasnya istilah sirri itu tidak ada dalam Islam. KUA melakukan pencatatan

nikah itu tidak menjamin kebahagiaan. Pernikahan itu ibadah, jadi ikhlas

melakukan syari’at Islam.”12

Padahal akibat atau dampak dari pernikahan dibawah tangan itu banyak

salah satunya adalah persoalan akta kelahiran anak dan persoalan ini juga bisa

berakibat pada kesulitan anak untuk mendaftar sekolah. Dampak negatif lainnya

adalah apabila terjadi sengketa bisa saja terjadi ayahnya tidak mengakui

anaknya dan dalam hal ini baik perempuan atau anak hasil perkawinan sirri

memiliki kedudukan yang lemah di hadapan hukum Negara. Meskipun terdapat

putusan MK tentang anak luar kawin, implementasinya masih jauh dari yang

diharapkan. Salah satu akibat lain yaitu tidak adanya akta nikah suami istri

tersebut, sehingga tidak bisa menikahkan anaknya. Contoh kasus seperti ini

terdapat di KUA Kecamatan Nganjuk.

Pada saat itu anak pertamanya ingin mengajukan perkawinan di KUA

Kecamatan Nganjuk. Karena kedua orangtuanya belum memiliki buku akta

nikah maka pihak KUA Kecamatan Nganjuk tidak dapat menikahkan putrinya

tersebut dengan wali ayah kandung. Kemudian dari pihak yang membantu kedua

orangtua tersebut, sebut saja yang membantu adalah Moden setempat, Bapak

Moden menyarankan agar kedua orangtuanya tersebut untuk melaksanakan isbat

(15)

7

nikah di Pengadilan Agama Nganjuk, akan tetapi keduanya tidak ingin

melakukan isbat nikah. Kedua orangtua tersebut lebih memilih untuk melakukan

nikah ulang atau yang biasanya disebut dengan “Tajdi>d al ni>kah” dengan alasan

dari kedua pihak orangtua tersebut adalah:

1. Karena wali sudah meninggal dunia (orang yang menikahkan keduanya telah

meninggal dunia)

2. Karena saksi berada di luar pulau dan tidak dapat dihubungi lagi

Dengan alasan diatas keduanya memilih untuk melaksanakan “Tajdi>d al

ni>kah”. Sebenarnya masih bisa dilakukan isbat nikah dengan adanya saksi yang

mendengar atau melihat kejadian pernikahan keduanya, tetapi masyarakat

sekitar atau tetangganya tidak ada yang mengetahui atau melihat kejadian

pernikahan tersebut. Kemudian dilaksanakan “Tajdi>d al ni>kah” di KUA

Kecamatan Nganjuk. Setelah itu keduanya mendapatkan buku akta nikah.

Beberapa hari kemudian, dilangsungkanlah pernikahan anak pertamanya

tersebut. Ayahnya ingin menjadi wali dalam pernikahan anaknya tersebut.

Tetapi dari pihak KUA Kecamatan Nganjuk tidak mengizinkan wali nikah

adalah ayahnya dikarenakan kedua orangtuanya baru memiliki buku akta nikah

beberapa hari yang lalu. Jadi tidak diperbolehkan untuk menikahkan anak

pertamanya tersebut dan disarankan untuk memakai wali hakim. Tetapi ayahnya

terus berusaha untuk menjadi wali dalam pernikahan anaknya, dan KUA

(16)

8

Kemudian ayah dan ibunya membawa anaknya keluar kota dan

kemudian dinikahkan dibawah tangan (di luar KUA). Beberapa hari kemudian,

anak dan suamiya datang ke KUA Kecamatan Nganjuk dan melengkapi

persyaratan untuk melakukan nikah ulang. Setelah datang dan memenuhi syarat

yang sudah menjadi ketentuan untuk menikah di dalam ruang lingkup KUA,

maka pihak KUA Kecamatan Nganjuk menikahkan keduanya dengan akad yang

baru “Tajdi>d al-Ni>kah”, dan terbitlah buku akta nikah untuk keduanya.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas, akan muncul

permasalahan-permasalahan berikut:

1. Penyebab atau faktor-faktor terjadinya tajdi>d al-nika>h

2. Pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk

3. Analisis Hukum Islam terhadap pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di KUA

Kecamatan Nganjuk

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan tersebut dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana terjadinya kasus nikah di bawah tangan yang berujung pada

tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di

(17)

9

D. Kajian Pustaka

Pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ratna Ayu Anggraini

NIM.C01210010, sarjana Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya (2014) yang berjudul “Analisis Hukum Islam

Terhadap tajdi>d al Nika>h (Studi Kasus Desa Pandean Banjarkemantren

Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo)”. Dalam skripsi ini menjelaskan

berdasarkan hukum Islam pelakasanaan tajdi>d al-nika>h yang dilakukan di Desa

Pandean Banjarkemantren Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo tidak

menyalahi aturan karena tidak bertentangan dengan konsep Al-adah

muhakkamah yang memiliki arti bahawasanya adat kebiasaan dapat ditetapkan

sebagai hukum jadi kesimpulannya hukum dari tajdi>d al-nika>h adalah boleh

(mubah).Akan tetapi bisa dihukumi haram manakala pelaksanaan tajdi>d al-nika>h

dijadikan sebagai kepercayaan yang sesat seperti kepercayaan dari dukun/

peramal.13

Kedua yaitu skripsi oleh Iwan Djaunuri NIM. C01300238, sarjana

Fakultas Syariah Hukum Islam Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya (2005) yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan

tajdi>d al Nika>h Massal di Dusun Pandean Desa Kejapanan Kecamatan Gempol

Kabupaten Pasuruan”. Dalam skripsi ini menjelaskan pijakan hukum dari

13 Ratna Ayu Anggraini, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tajdi>d al Ni>kah: Studi Kasus Desa

(18)

10

pelaksanaan tajdi>d al-nika>h massal adalah meniru dari kebiasaan-kebiasaan yang

sudah mentradisi di daerah tersebut dan bahkan dengan bimbingan para

kiyai-kiyai Pasuruan dalam melakukan tajdi>d al-nika>h bagi pasangan suami isteri yang

menginginkan untuk mempertahankan keutuhan dan kebahagiaan rumah

tangganya. Dan cara pengambilan hukum semacam ini sejalan dengan kaidah

fiqhiyah yaitu (al ‘a>datu muhakkamatun) adat atau kebiasaan dapat dijadikan

sebagai hukum. Dan tiadanya perintah maupun larangan dalam nash atau hadits

secara pasti dan melihat dari tujuan tajdi>d al-nika>h untuk menghindari ketidak

harmonisan rumah tangga dan menjaga keutuhan rumah tangga ini sesuai

dengan prinsip hukum Islam yaitu mencegah kemudlaratan lebih diutamakan

dari pada mendatangkan kemaslahatan.14

Ketiga yaitu skripsi yang ditulis oleh M. Zainuddin Nur Habibi

NIM.C01209107, sarjana Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam Universitas

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (2014) yang berjudul “Tinjaun Hukum

Islam Terhadap Pembaharuan Akad Nikah Sebagai Syarat Rujuk (Studi Kasus

di Desa Trawasan Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang)”. Praktik

pelaksanaan rujuk oleh dua pasangan suami istri di Desa Trawasan Kecamatan

Sumobito Kabupaten Jombang dilakakukan dengan cara memperbaharui akad

nikah atau tajdi>dun nika>h. Hal ini dilakukan sebagaimana pelaksanaan

14 Iwan Djaunuri, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah Massal di Dusun

(19)

11

perkawinan pada umumnya, yakni dengan adanya persyaratan ijab dan qabul,

wali, mahar dan saksi. Pelaksanaan rujuk oleh dua pasangan tersebut

dilakukannya dengan tidak menggunakan lafz rujuk akan tetapi langsung dengan

lafaz nikah atau ijab qabul. menurut Imam Syafi’i hukumnya tidak sah, Karena

tidak memenuhi rukunnya rujuk yakni pada sighat rujuk.15

Keempat yaitu skripsi yang ditulis oleh Mas’ud Nim. C01208088,

sarjana Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya (2014) yang berjudul “Analisis Maslahah Terhadap

Pelaksanaan tajdi>d al Nika>h di Pondok Pesantren Yaisra Mojokerto”. Dalam

skripsi ini menjelaskan penyebab terjadinya kebiasaan tajdi>d al-nika>h di Pondok

Pesantren Yaira Mojokerto adalah karena dua aspek, mereka melakukan tajdi>d

al-nika>h dengan alasan: kehati-hatian khawatir jatuh talak secara tidak sengaja,

memperindah nikah. Kedua, dari pihak Pondok Pesantren Yaisra Mojokerto,

yakni: tolong menolog dalam hal kebaikan merupakan sebuah perintah agama,

kemaslahatan. Tajdi>d al-nika>h di Pondok Pesantren Yaisra Mojokerto dilihat

dari segi proses pelaksanaan dan semua hal yang mendasarinya tidaklah

bertentangan dengan ketentuan syariat. Dengan demikian tajdi>d al-nika>h ini

adalah sudah sesuai dengan konsep maslahat dan sah menurut hukum Islam.16

15 M. Zainuddin Nur Habibi, “Tinjaun Hukum Islam Terhadap Pembaharuan Akad Nikah Sebagai

Syarat Rujuk (Studi Kasus di Desa Trawasan Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang)”, Skripsi—

UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.

16 Mas’ud, “Analisis Maslahah Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah di Pondok Pesantren Yaisra

(20)

12

Dari kajian pustaka diatas, bisa dibedakan bahwa penelitian ini berbeda

dengan apa yang pernah dikaji dalam penelitian skripsi sebelumnya. Dalam

penelitian ini peneliti lebih menekankan pada pernikahan sirri, yang pada

akhirnya melaksanakan tajdi>d al-nika>h yang dilakukan oleh KUA Kelurahan

Kartoharjo Kabupaten Nganjuk.

E. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sumbangsih yang bernilai dalam bidang keilmuan hukum pada umumnya dan

khususnya pada mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum.

1. Kegunaan secara teoritis:

Sebagai upaya untuk memperluas dan menambah khazanah

Pengetahuan dan wawasan khususnya dibidang keluarga Islam.

2. Kegunaan secara praktis:

a. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis serta bagi

pembaca lainnya terkait permasalahan tajdi>d al nika>h di KUA

Kecamatan Nganjuk

b. Sebagai pedoman, rujukan dan dasar bagi peneliti lain untuk mengkaji

hal ini lebih lanjut dan lebih mendalam

F. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan yang ingin dihasilkan dari rumusan masalah yang telah

(21)

13

1. Untuk mengetahui terjadinya kasus tajdi>d al ni>kah di KUA Kecamatan

Nganjuk, beserta alasan atau faktor yang melatar belakanginya

2. Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap tajdi>d al-nika>h yang

dilakukan di KUA Kecamatan Nganjuk

G. Definisi Operasional

1. Hukum Islam

Seperangkat peraturan yang dirumuskan bedasarkan al-Quran,

as-Sunnah dan ijtihad para ulama khususnya madzab Syafi’iyah.

2. Tajdi>d al-Nika>h

Tajdi>d al nika>h berasal dari kata Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan

yang artinya pembaharuan. Yang dimaksud pembaharuan disini adalah

memperbaharui nikah, dengan arti sudah pernah terjadi akad nikah

sebelumnya.17 Kemudian dengan maksud untuk mendapatkan akta nikah dan mendapat pengakuan secara hukum Negara, tajdi>d al ni>kah yang

dimaksud atau yang digunakan dalam skripsi ini adalah kasus tajdi>d al

ni>kah yang terjadi pada pasangan suami istri.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini juga

merupakan penelitian lapangan karena data utama diambil dari sumber-sumber

yang ada di lapangan. Teknik pengumpulan datanya wawancara untuk

(22)

14

mendukung analisa maka penelitian ini juga menggunakan literatur-literatur

pendukung khususnya terkait teori.

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang langsung dilakukan di KUA

Kecamatan Nganjuk.

2. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini pada dasarnya bisa

klasifikasikan menjadi data-data sebagai berikut:

a. Data terkait kasus yang menjadi obyek dalam penelitian ini yaitu

tentang tajdi>d al nika>h yang sebelumnya telah melakukan pernikahan

dibawah tangan, dan ingin mempunyai buku kutipan akta nikah

b. Data-data pendukung yaitu: teori dan hal-hal lain yang mendukung

analisa penelitian ini

c. Wilayah tersebut merupakan daerah yang menjadi tempat dimana

terjadinya tajdi>d al nika>h

3. Sumber Data

Sumber data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini adalah:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber yang mana darinya adalah data

utama yang diambil. Sumber data primer terdiri dari:

(23)

15

2) Penghulu (pegawai KUA) yang terlibat dalam pelaksanaan tajdi>d al

nika>h

3) Moden setempat yang mengetahui permaslahan tajdi>d al nika>h

tersebut

b. Sumber Data Sekunder

Sumber yang mana darinya adalah data pendukung yang diambil.

Sumber data sekunder terdiri dari:

1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum

Islam

2) Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam

Hukum Indonesia

3) Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh

4) Slamet Abidin, Maman Abd. Djaliel, Fiqih Munakahat 1

5) Dll

4. Teknik Pengambilan Data

Sebagai penunjang terlaksananyan penelitian ini, maka dalam penelitian ini

menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara

Pada dasarnya wawancara itu merupakan suatu percakapan

antara dua orang, antara seorang yang bertanya dan seorang yang

(24)

16

mewawancarai pasangan suami istri yang melaksanakan tajdi>d al nika>h,

penghulu (pegawai KUA) yang terlibat dalam pelaksanaan tajdi>d al

nika>h, Moden setempat yang mengetahui permasalahan tajdi>d al nika>h

tersebut.

b. Dokumentasi

Dalam hal ini peneliti akan mencari dan mengumpulkan data

yang berasal dari catatan yang berkaitan dengan penelitian ini,

sehingga peneliti dapat memahami, mencermati, dan menganalisis

permasalahan sampai terjadinya tajdi>d al nika>h beradasarkan data

yang diperoleh tersebut.

5. Teknik Pengelolaan Data

a. Editing

Dalam editing peneliti melakukan pengecekan atau

pengoreksian data yang telah dikumpulkan. Teknik ini digunakan untuk

memeriksa kelengkapan data yang sudah peneliti dapatkan selama

melakukan penelitian di KUA Kecamatan Nganjuk.

b. Organizing

Organizing, dalam hal ini peneliti akan menyusun kembali

data-data yang telah didapat dalam penelitian. Peneliti melakukan

(25)

17

data-data tersebut dengan sistematis untuk memudahkan peneliti

menganalisa data.

6. Teknis Analisis Data

a. Deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum yang diuraikan

menjadi contoh-contoh konkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan

kesimpulan.18 Metode deduktif digunakan dalam sebuah penelitian disaat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian di

buktikan dengan pencarian fakta. Metode penelitian yang

menggambarkan hasil penelitian yang diawali dengan mengemukakan

kenyataan yang bersifat umum dari hasil penelitian tentang adanya

faktatajdi>d al nika>h di Kelurahan Kartoharjo kemudian dicocokkan

dengan teori atau dalil yang bersifat khusus tentang tajdi>d- al nika>h

yang ada dalam hukum Islam.

b. Induktif adalah contoh-contoh konkrit atau fakta fakta diuraikan

terlebih dahulu baru kemudian dirumuskan menjdai suatu kesimpulan.19 I. Sistematika Pembahasan

Demi tersusunnnya skripsi yang sistematis, terarah, mudah untuk

dipahami dan untuk mempermudah dalam pembahasan ini, peneliti membagi

pembahasan ke dalam lima bab. Dalam penelitian ini perlu dibuatkan

sistematika pembahasan yang tersusun sebagai berikut:

18 http://makalah-update.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-metode-induktif-dan-metode.html

(26)

18

Bab pertama, Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, berisi kerangka teori hukum Islam yang akan digunakan

untuk menganalisis data temuan, data yang terkumpul di dalamnya yaitu:

pengertian pernikahan, , hukum melakukan perkawinan, syarat dan rukun sahnya

perkawinan, tujuan pernikahan, maslahah mursalah, perkawinan sirri, serta

tajdi>d al-nika>h itu sendiri.

Bab ketiga, berisi data-data yang akan menjawab pertanyaan penelitian

atau rumusan masalah pertama. Dalam bab ini akan diapaparkan kronologi

kasus nikah sirri yang berujung pada tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan

Nganjuk.

Bab keempat, berisikan tentang analisis terhadap pelaksanaan tajdi>d

al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk menggunakan teori yang dipaparkan pada

bab kedua.

Bab kelima, memuat penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil

(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN TAJDI>D AL-NIKA>H MENURUT HUKUM ISLAM SERTA MASLAHAH

A. Pengertian Pernikahan

Kata perkawinan menurut hukum Islam sama dengan kata “nikah” dan

kata “zawaj”. Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (haqiqat) yakni

“dham” yang berarti menghimpit, menindih atau berkumpul. Nikah mempunyai

arti kiasan yakni “wathaa” yang berarti “setubuh” atau “aqad” yang berarti

mengadakan perjanjian pernikahan.1

Selain pengertian di atas, terdapat pengertian menurut Undang-undang

yang ada di Negara Indonesia yang mengatur tentang perkawinan terutama

dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam

Undang-undang No. 1 tahun 1974 dalam pasal 1 disebutkan bahwa pengertian

perkawinan yaitu: perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.2

Sedangkan dalam pasal 1 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa

perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat

(28)

21

kuat atau miitsaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah.3

B. Hukum Pernikahan

Islam menganjurkan pernikahan, bukti dari ini adalah beberapa ayat

menganjurkan pernikahan dan dari situlah kemudian bisa ditangkap bahwa

pernikahan adalah perintah Allah. Dalil lain adalah dalil sunnah dari Nabi SAW.

dalil sunnah ini adalah terdiri dari hadits maupun contoh dari Nabi SAW.

sendiri. 4 Berdasarkan sumber buku Muhammad Isnan dalam bukunya yang berjudul "Subulus Salam Syarah Bulughul Maram Jilid 2", sebagaimana hadits

dari Annas bin Malik ra. yaitu:

َ ْ ي ع ه ىَ ص َيبَ َ نع ه يض كلام نب َ نع هِم

, ا َ ى صَ ين ل :لا , ي ع ىنثَ

. ي ع ٌ ََم .ينم ي ف يََنْ نع بغ نمف ,ءا نلا َ تَ ,رطفَ , صَ

Dari Annas bin Malik ra. bahwa Nabi SAW. setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya, beliau bersabda, “ Tetapi aku salat, tidur, berpuasa, berbuka dan menikah. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk umatku.5

Hukum pernikahan pada dasarnya adalah sunnah, akan tetapi pada

kondisi-kondisi tertentu beberapa ulama memiliki pandangan yang

berbeda-beda contohnya adalah sebagian ulama malikiyah mengatakan bahwa hukum

pernikahan ada 3 yaitu:

1. Mubah (jaiz), sebagai asal hukumnya

3 Soesilo dan Pramudji R, Kompilasi Hukum Islam, (Rhedbook Publisher, 2008), 505. 4 Slamet Abidin, Maman Abd. Djaliel, Fiqih Munakahat 1…, 16.

5 Muhammad Isnan, Ali Fauzan, Darwis, Subulus Salam Syarah Bulugul Maram Jilid 2, (Jakarta:

(29)

22

2. Sunnah, , bagi yang mau kawin dengan cukup mental dan ekonomi

3. Wajib, bagi orang yang cukup ekonomi dan mental serta dikhawatirkan

terjebak dalam perbuatan zina6

Adapula pendapat dari ulama yang mengatakan bahwa perkawinan itu

haram, bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya

kepada istrinya serta nafsunyapun tidak mendesak, haramlah ia kawin.7 Ada juga sebagian ulama lain yang mengatakan bahwa perkawinan itu hukumnya

bisa makruh, yaitu makruh kawin bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak

mampu memberi belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia

kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat.8 Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa hukum nikah itu bisa

berubah sesuai dengan keadaan pelakunya.9 C. Syarat dan Rukun Pernikahan

1. Syarat Pernikahan

Dalam masalah syarat pernikahan ini terdapat beberapa pendapat

di antara para madzab fikih, yaitu: ulama Hanafiyah, mengatakan bahwa

bagian syarat-syarat pernikahan berhubungan dengan sigat, dan sebagian

lagi berhubungan dengan akad, serta sebagian lainnya berkaitan dengan

saksi.

6 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 221. 7 Moh. Thalib, Fikih Sunnah 6…, 24.

8 Ibid, 25.

(30)

23

a. Sigat, yaitu ibarat ijab qabul, dengan syarat sebagai berikut:

1) Menggunakan lafal tertentu, baik dengan lafal sarih misalnya:

Tajwij ٌ ي ت atau inkahin ٌ ا ا

2) Ijab dan qabul, dengan syarat yang dilakukan dalam satu majlis

3) Sigat didengar oleh orang-orang yang menyaksikannya

4) Antara ijab dan qabul tidak berbeda maksud dan tujuannya

5) Lafal sigat tidak disebutkan untuk waktu tertentu

b. Akad, dapat dilaksanakan dengan syarat apabila kedua calon pengantin

berakal, baligh dan merdeka

c. Saksi, harus terdiri atas dua orang. Maka tidak sah apabila akad nikah

hanya disaksikan oleh satu orang. Dan tidak disyaratkan keduanya

harus laki-laki dan dua orang perempuan. Namun demikian apabila

saksi terdiri dari dua orang perempuan, maka nikahnya tidak sah.

Adapun syarat-syarat saksi adalah sebagai berikut:

1) Berakal, bukan orang gila

2) Balig, bukan anak-anak

3) Merdeka, bukan budak

4) Islam

5) Kedua orang saksi itu mendengar

2. Rukun Pernikahan

(31)

24

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan

Perhatikan firman Allah SWT:

رك ت َ عل ني انق خ ءيش ك نم ...

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah …..}Q.S. Al-Az-Zariyat:49{.10

Dari ayat yang telah disebutkan diatas, menjelaskan bahwa

untuk menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan

disyari’atkanlah pernikahan. Oleh karena itu, apabila seseorang telah

mampu memberikan nafkah dan memenuhi beberapa syarat yang telah

ditentukan maka dianjurkan untuk menikah.11 b. Wali

Keberadaaan seorang wali dalam akad nikah suatu yang mesti

dan tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Hal ini

berlaku untuk semua perempuan, yang dewasa atau masih kecil, masih

perawan atau sudah janda.12

Dalam hadits Nabi dari Abu Burdah bin Abu Musa menurut

riwayat Ahmad dan lima perawi hadits yang artinya yaitu: “Tidak

boleh nikah tanpa wali”.

Selain hadits di atas, terdapat hadits yang menentukan

kedudukan wali sangatlah penting dalam perkawinan adalah hadits

(32)

25

Nabi dari Aisyah yang dikeluarkan oleh empat perawi hadits selain

Nasa’i menyebutkan bahwa, yang artinya: “Perempuan mana saja yang

kawin tanpa izin walinya, perkawinannya adalah batal”.13 c. Adanya dua orang saksi

Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila ada dua orang yang

menyaksikan akad nikah tersebut. Nabi Muhammad SAW. bersabda:

“Nikah itu tidak sah, melainkan dengan wali dan dua orang saksi”.

(H.R. Ahmad).

d. Sigat akad nikah14

Dari beberapa syarat dan rukun perkawinan menurut pendapat Jumhur

Ulama diatas, ada juga beberapa pendapat tentang rukun perkawinan

menurut pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i. Menurut Imam Malik

rukun nikah itu ada lima, yaitu:

a. Wali dari pihak perempuan

b. Mahar (mas kawin)

c. Calon pengantin laki-laki

d. Calon pengantin perempuan

e. Shigat akad nikah

Sedangkan menurut Imam Syafi’i berkata bahwa rukun nikah ada lima,

yaitu:

13Ibid, 90.

(33)

26

a. Calon pengantin laki-laki

b. Calon pengantin perempuan

c. Wali

d. Dua orang saksi

e. Shigat akad nikah15 D. Tujuan Pernikahan

Tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan

hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga

dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia

ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa

bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.

Beberapa rumusan tujuan perkawinan diatas dapat diperinci sebagai

berikut:

1. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat

manusia

2. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih

3. Memperoleh keturunan yang sah

Dari rumusan diatas, filosofi Islam Imam Ghazali membagi tujuan dan

faedah perkawinan kepada lima hal, seperti berikut:16

15 Ibid. 72.

(34)

27

1. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta

memperkembangkan suku-suku bangsa manusia

2. Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan

3. Memlihara manusia dari kejahatan dan kerusakan

4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari

masyarakat yang besar atas dasar kecintaan dan kasih saying

5. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang

halal dan memperbesar rasa tanggung jawab

Selain penjelasan tentang tujuan pernikahan diatas, juga terdapat

tentang tujuan pernikahan di dalam KHI yang menyebutkan bahwa:

“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah, dan rahmah”.17 Berikut adalah sekilas arti atau penjelasan

mengenai sakinah, mawaddah, dan rahmah yaitu sebagai berikut:18 1. Sakinah, artinya tenang

2. Mawadah, keluarga yang di dalamnya terdapat rasa cinta, yang berkaitan

dengan hal-hal yang bersifat jasmani

3. Rahmah, keluarga yang di dalamnya terdapat rasa kasih sayang, yakni yang

berkaitan dengan hal-hal yang bersifat kerohanian

E. Pengertian Pernikahan Dibawah Tangan

17 Soesilo dan Pramudji R, Kompilasi Hukum Islam, (Rhedbook Publisher, 2008), 505.

(35)

28

Perkawinan di bawah tangan ialah perkawinan yang dilaksanakan

dengan tidak memenuhi syarat dan prosedur peraturan perundang-undangan.19 Selain pengertian tersebut ada juga yang mengartikan perkawinan di bawah

tangan yaitu perkawinan yang memenuhi rukun dan syarat perkawinan dan sah

menurut hukum Islam tetapi belum atau tidak dicatat.20 Berdasarkan buku yang ditulis oleh Mohammad Idris Ramulyo menyimpulkan bahwaperkawinan itu di

samping mahar, wali, 2 orang saksi, ijab qabul dan walimah tersebut harus pula

dituliskan, dicatatkan dengan katibun bil'adli (khatab atau penulis yang adil) di

antara kamu.21

Terdapat perbedaan pendapat tentang sah tidaknya perkawinan di

bawah tangan, dikarenakan adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan

pasal 2 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Yang jelas ketentuan

pasal 2 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 yang mengharuskan pencatatan

perkawinan terpisah dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) yang mengatur tentang

sahnya perkawinan yang harus dilakukan menurut hukum agama dan

kepercayaannya.

Menurut hukum Islam, perkawinan di bawah tangan adalah sah, asalkan

telah terpenuhi syarat dan rukun perkawinan. Namun dari aspek peraturan

perundangan perkawinan model ini belum lengkap dikarenakan belum

19 Ibid, 295.

20 Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatatkan Menurut Hukum

Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 345.

21 Mohd Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara..., (Jakarta: Sinar

(36)

29

dicatatkan. Pencatatan perkawinan hanya merupakan perbuatan administratif

yang tidak berpengaruh pada sah tidaknya perkawinan.22

Selain ketentuan hukum Islam, juga terdapat Undang-undang yang

mengatur tentang perkawinan dan pencatatan perkawinan yang hukumnya

bersifat wajib untuk dipatuhi bagi warga Negara Indonesia. Jika tidak

dilaksanakan pencatatan perkawinan maka pernikahan tersebut tidak memiliki

kekuatan hukum dihadapan Pengadilan. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 4

disebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum

Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang

perkawinan. Sedangkan dalam pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa: perkawinan

yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai

kekuatan hukum.

Pasal 7 menyebutkan bahwa: 23

1. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikah

2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat

diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama

3. Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai

hal-hal yang berkenaan dengan:

a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian

(37)

30

b. Hilangnya Akta Nikah

c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat

perkawinan

d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang

No. 1 Tahun 1974

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai

halangan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974

Selain ketentuan dalam KHI diatas terdapat juga dalam UU No. 1

tahun 1974. Dalam Udang-undang ini, pencatatan suatu perkawinan

ditempatkan pada tempat yang penting sebagai pembuktian telah diadakannya

perkawinan. Hal tersebut diminta oleh Pasal 2 Ayat (2) yang menyatakan bahwa

"Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang undangan yang

berlaku".24

Pencatatan bukanlah suatu hal yang menentukan sah atau tidaknya

suatu perkawinan. Dalam Surat Keputusan Mahkamah Islam Tinggi tahun 1953

No. 23/19 menegaskan bahwa bila rukun nikah telah lengkap, tetapi tidak

didaftar, maka nikah tersebut sah, sedangkan yang bersangkutan dikenakan

denda karena tidak didaftarkannya nikah itu.25 F. Tentang Tajdi>d al-Nika>h

1. Pengertian Tajdi>d al-Nika>h

(38)

31

Menurut bahasa tajdi>d adalah pembaharuan yang merupakan

bentuk dari اِيِ ت ص دِ ي ص دَِ yang artinya memperbaharui.26 Kata tajdi>d

juga bisa diartikan memperbaharui atau menghidupkan kembali nilai-nilai

agama yang telah mengalami pergeseran dari ajaran yang Al-quran maupun

sunnah yang disebabkan karena khufarat maupun bid’ah di lingkungan umat

Islam.27

Selain itu dalam kata tajdi>d juga mengandung arti yaitu

membangun kembali, menghidupkan kembali, menyusun kembali, atau

memeperbaikinya sebagaimana yang diharapkan. Menurut itilah tajdi>d

adalah mempunyai dua makna yaitu:

a. Apabila dilihat dari segi sasarannya, dasarnya, landasan dan sumber

yang tidak berubah-ubah, maka tajdi>d bermakna mengembalikan segala

sesuatu kepada aslinya

b. Tajdi>d bermakna modernisasi, apabila sasarannya mengenai hal-hal

yang tidak mempunyai sandaran, dasar, landasan dan sumber yang

tidak berubah-ubah untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta

ruang dan waktu28

26 Husain Al-Habsyi, Kamus al-Kautsar Lengkap, (Surabaya: YAPI, 1997), 43.

(39)

32

Menurut Masjfuk Zuhdi kata tajdi>d itu mengandung suatu

pengertian yang luas sebab di dalam kata ini terdapat tiga unsur yang saling

berhubungan yaitu:

a. Al-i’adah artinya mengembalikan masalah-masalah agama terutama

yang bersifat khilafiah kepada sumber agama ajaran Islam, yaitu:

Al-Quran dan Al-Hadits

b. Al-ibanah yang artinya purifikasi atau pemurnian agama Islam dari

segala macam bentuk bi’ah dan khurafah serta pembebasan berfikir

(liberalisasi) ajaran agama Islam dari fanatik madzab, aliran, ideology

yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama Islam

c. Al-ihya’ artinya menghidupkan kembali, menggerakan, memajukan dan

memperbaharui pemikiran dan melaksanakan ajaran Islam29

Selain mengkaji pengertian tajdi>d tersebut, juga akan dipaparkan

tentang pengertian nikah. Kata nikah berasal dari bahasa Arab ا yang

merupakan bentuk masdar dari fi’il madhi yang artinya kawin atau

menikah.30 Berdasarkan pendapat para imam madzab, pengertian nikah adalah sebagai berikut:

a. Golongan Hanafiah mendefinikan nikah:

ِص عَملا ك م ِينصي ٌِقع َ اب ا نلا

29 Ibid.

30 Artabik Ali, Muhammad Mudhlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya

(40)

33

“Nikah itu adalah akad yang mengfaedahkan memiliki, bersenang

-senang dengan sengaja”

b. Golongan As-Syafi’iyah mendesinisikan nikah:

ا ظ ب ء ك م نَم َي ٌِقع َ اب ا نلا امه انعم ا ت ا ا

“Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan watha’ dengan lafaz nikah atau tazwij atau yang semakna dengan keduanya”

c. Golongan Malikiyah mendesinisikan nikah:

د َر م ى ع ٌِقع َ اب ا نلا ب م ريغ َيمادابد َلا ع م

“Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata

untuk membolehkan watha’, bersenang-senang dan menikmati apa

yang ada pada diri seorang wanita yang boleh nikah dengannya”

d. Golongan Hanabilah mendesinisikan nikah:

عاَمَْْا ع نم ى ع ي ت ا ا ا ظ ب ٌِقع ه

“Nikah adalah akad dengan mempergunakan lafaz nikah atau tazwij

guna membolehkan manfaat, bersenang-senang dengan wanita”31

Dari beberapa penjelasan tentang pengertian tajdi>d dan nikah

diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tajdi>d al-nika>h adalah pembaharuan

akad nikah. Arti secara luas yaitu sudah pernah terjadi akad nikah yag sah

menurut syara’, dengan adanya maksud agar perkawinannya tersebut diakui

oleh pemerintah dan mendapatkan perlindungan hukum, maka dilakukanlah

akad kembali atau akad yang kedua kalinya atau lebih dan dalam akad

tersebut (baik akad pertama, kedua atau akad selebihnya) telah memenuhi

syarat dan rukun suatu perkawinan yang sudah terdapat ketentuannya baik

31 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, (Beirut: Dar al Fikr, Juz 4, 1969),

(41)

34

menurut agama Islam maupun secara hukum di Indonesia yang nantinya

akan menghalalkan hubungan keduanya.

Berdasarkan penjelasan dari Wakid Yusuf pengertian tajdi>dun

nika>h adalah pembaharuan terhadap akad nikah. Arti secara luas yaitu

pembaharuan, perbaikan terhadap suatu akad yang nantinya akan

menghalalkan hubungan suami istri antara seorang laki-laki dengan

perempuan yang akhirnya akan mewujudkan tujuan dari pernikahan yaitu

adanya keluarga yang hidup dengan penuh kasih sayang dan saling tolong

menolong, serta sejahtera dan bahagia.32

Dalam tulisan Ahmad Sutaji, yang dimaksud dengan “tajdi>d nika>h

dalam pernikahan” adalah pembaharuan akad nikah atau memperbaharui

akad nikah atau mengulang akad nikah. Dalam bahasa jawa sering disebut

dengan istilah “nganyari nikah” atau lebih dikenal dengan istilah mbangun

nikah.33 Sedangkan di dalam Undang-undang dan KHI tidak mengatur secara jelas tentang tajdi>d nika>h.

Berdasarkan penjelasan tentang tajdi>d al-nika>h diatas, dapat

dirumuskan beberapa alasan-alasan dimana orang melakukan tajdi>d

al-nika>h, yaitu sebagai berikut:

32Wakid Yusuf,

http://D:/bahan-skripsi/FIQH-MUNAKAHAT-TAJDID-NIKAH-PEMBAHARUAN-NIKAH-WAKID-YUSUF.htm

(42)

35

a. Untuk kehati-hatian dalam berumah tangga barang kali pernah tidak

sengaja mengucapkan kata talak

b. Diharapkan bisa memperoleh keturunan34 c. Memperindah nikah35

d. Adanya ketidaktentraman atau ketiharmonisan hubungan suami istri

dalam membina rumah tangga36

Selain alasan yang telah diuraikan diatas, adapula

alasan-alasan dimana orang tidak diperbolehkan melaksanakan tajdi>d al-nika>h,

yaitu sebagai berikut:

a. Faktor ekonomi yang mengakibatkan terjadinya pertengkaran37 b. Pembaharuan akad nikah sebagai syarat rujuk38

2. Hukum Tajdi>d al-Nika>h

Mas’ud, yang mengutip dari buku yang ditulis oleh Tim Redaksi

Nuansa Aulia berjudul Kompilasi Hukum Islam yang mengatakan bahwa

tajdi>d al-nika>h merupakan hal yang sudah umum dilakukan oleh sebagian

masyarakat, adapun pendapat dari Jumhur ulama bahwa hukum dari tajdi>d

al-nika>h adalah diperbolehkan jika dimaksudkan untuk menguatkan suatu

34 Ratna Ayu Anggraini, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tajdi>d al Ni>kah: Studi Kasus Desa

Pandean Banjarkemantren Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo”.

35 Mas’ud, “Analisis Maslahah Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah di Pondok Pesantren Yaisra

Mojokerto”.

36 Ahmad Sutaji, http://D:/bahan-skripsi/TAJADDUD-NIKAH.htm

37 Ratna Ayu Anggraini, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tajdi>d al Ni>kah: Studi Kasus Desa

Pandean Banjarkemantren Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo”.

38 M. Zainuddin Nur Habibi, Tinjaun Hukum Islam Terhadap Pembaharuan Akad Nikah Sebagai

(43)

36

pernikahan. Hal ini sesuai dengan apa yang ada di dalam Kompilasi Hukum

Islam, bahwa pernikahan adalah ikatan yang kuat.39 Seperti pada kasus ini, pernikahan kedua dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh legalitas dan

status hukum yang jelas dari pemerintah.

Dalam hal ini akad kedua tidak merusak akad yang pertama, maka

akad yang kedua juga tidak mengurangi jatah talak suami. Bila sebelumnya

belum menjatuhkan talak, maka jatah talaknya masih 3, bila sudah

menjatuhkan talak satu, maka jatah talaknya tinggal 2 dan seterusnya.

Begitu juga pihak laki-laki tidak perlu memberikan mahar lagi.

Menurut Syekh Al-Ardabili, sebagaimana yang beliau jelaskan

dalam kitab Al-Anwar Li A’malil Abror, disebutkan bahwa:

َ ا ٌ دَِ ل ضقَني ر لاب ٌ ار إ َ ِ رخا ٌر م م ل

ي حََلا ىلإ اَحي اَطلا ب

ثلاَثلا َرملا ىف

Jika seorang suami memperbaharui nikah kepada istrinya, maka wajib memberi mahar lain, karena ia mengakui perceraian dan memperbaharui nikah termasuk mengurangi hitungan talak kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallil.40

Berdasarkan skripsi yang itulis oleh Ratna Ayu NAggraini yang

mengutip dari kitab Fathul Barri mengatakan bahwa: Ibnu Hajar

al-Asqalany menyatakan bahwa menurut Jumhur ulama bahwa tajdi>d al-nika>h

tidak merusak akad pertama. Beliau menambahkan bahwa “Aku

mengatakan: “Yang shahih di sisi ulama Syafi’iyah adalah mengulangi akad

39 Mas’ud, “Analisis Maslahah Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah di Pondok Pesantren Yaisra

Mojokerto”.

(44)

37

nikah atau akad lainnya tidak mengakibatkan fasakh akad pertama,

sebagaimana pendapat Jumhur ulama”. 41

Dari beberapa pendapat di atas, terdapat penguatan lain yaitu melakukan bai’at?. Aku menjawab: “Ya Rasulullah, aku sudah melakukan bai’at pada waktu pertama (sebelum ini). “Nabi SAW berkata: “Sekarang terdapat hal-hal musyabbihat atau samar-samar, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya (H.R. Bukhari).43

Mas’ud dalam skripsinya melakukan wawancara dengan Memed

“Kang santri” yang mengatakan bahwa mahar adalah wajib dalam tajdi>d

al-nika>h dengan ketentuan bahwa tajdi>d al-nika>h dimaksudkan untuk

mengumumkan nikah yang pertama, karena pernikahanan pertama

41 Ratna Ayu Anggraini, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tajdi>d al Ni>kah: Studi Kasus Desa

Pandean Banjarkemantren Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo”.

(45)

38

dilakukan secara sirri, bahkan diharuskan adanya penambahan besarnya

nilai mahar baik itu sedikit maupun banyak.44

G. Maslahah

Maslahah mursalah menurut lugat terdiri atas dua kata, yaitu maslahah

dan mursalah. Kata maslahah berasal dari kata kerja bahasa Arab yaitu:

ص

صي menjadi اح ص atau ح صم

Yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Maslahah mursalah yang

berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu

hukum Islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik

(bermanfaat). Menurut istilah ulama ushul ada bermacam-macam ta’rif yang

diberikan, di antaranya:

1. Imam Ar-Razi mena’rifkan sebagai berikut:

“Maslahah ialah, perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh

Musyarri’ (Allah) kepada hamba-Nya tentang pemeliharaan agamanya,

jiwanya, akalnya, keturunannya, dan harta bendanya.”

2. Imam Al-Ghazali mena’rifkan sebagai berikut:

“Maslahah pada dasarnya ialah meraih manfaat dan menolak madarat.”

3. Menurut Muhammad Hasbi As-Shiddiqi, maslahah ialah:

44 Mas’ud. “Analisis Maslahah Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah di Pondok Pesantren Yaisra

(46)

39

“Memelihara tujuan syara’ dengan jalan menolak segala sesuatu yang

merusakkan makhluk.”45

Dilihat dari segi bahasa kata maslahah adalah sama dengan kata

al-manfa'ah, baik artinya maupun timbangan kata (wazan). Al-maslahah adalah

bentuk tunggal dari al-masalih, semuanya mengandung arti manfaat secara asal

maupun proses, seperti menghasilkan kenikmatan dan faedah, ataupun

pencegahan dan penjagaan, seperti menjauhi kemadaratan dan penyakit. Semua

itu bisa dikatakan maslahah.46

Selain penjelasan di atas terdapat arti secara Secara etimologi,

maslahah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal maupun makna. Maslahah

juga berarti manfaat atau sesuatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Secara

terminologi, terdapat beberapa definisi maslahah yang dikemukakan ulama

ushul fiqh, tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama. Imam

Al-Ghazali, mengemukakan bahwa pada prinsipnya maslahah adalah mengambil

manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan

syara'. Tujuan syara' yang harus dipelihara tersebut ada lima bentuk yaitu:

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.47

(47)

BAB III

PELAKSANAAN TAJDI>D AL-NIKA>H DI KUA KECAMATAN NGANJUK

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Setelah paparan kajian hukum Islam terkait pernikahan dan tajdi>d

al-nika>h pada bab 2, bab 3 akan berisi tentang temuan penelitian yaitu bagaimana

pelaksanaan tajdi>d al-nika>h oleh KUA Kecamatan Nganjuk. Dalam bab ini akan

dipaparkan terlebih dahulu gambaran umum KUA Kecamatan Nganjuk yang

menjadi lokasi penelitian, kemudian bagaimana kronologi pelaksaaan tajdi>d

al-nika>h yang disertai penjelasan siapa saja pihak-pihak yang terkait, sampai pada

kemudian penjelasan tentang faktor-faktor yang melatar belakangi tajdi>d

al-nika>h dan landasan hukum yang dipakai oleh KUA tersebut.

Dalam hal ini akan dipaparkan tentang gambaran umum Kantor Urusan

Agama (KUA) Kecamatan Nganjuk yang terletak di Jalan Imam Bonjol No. 50,

Kode Pos: 64410, Telp. (0358) 325288. Secara geografis letak KUA Kecamatan

Nganjuk yaitu: sebelah barat: pekarangan kosong milik warga, sebelah timur: Jl.

Raya Imam Bonjol, sebelah utara: rumah penduduk, sebelah selatan: TK.

Selain penejelasan tentang letak geografis KUA Kecamatan Nganjuk

diatas, adapula struktur organisasi KUA Kecamatan Nganjuk yang terdiri dari:

Kepala Kantor Urusan Agama: Nur Cholis, S. Pd, Pegawai PPAI: Mokh.

Amiruddin, S. Ag., M. Pd.I, Penyuluh: Dra. Diah Pianawati, Penghulu: Mashuri,

(48)

42

terdiri atas: Afifuddin Aziz, S. Pd.I, Siti Muawanah D, S. Pd. Selain paparan

diatas, adapula Visi dan Misi KUA Kecamatan Nganjuk yaitu sebagai berikut:

1. Visi

Terwujudnya pelayanan masyarakat yang prima dan professional menuju

kehidupan umat beragama masyarakat Kecamatan Nganjuk yang rukun,

damai dan kondusif

2. Misi

a. Memaksimalkan pelayanan dalam hal pencatatan perkawinan-rujuk,

kepenghuluan, zakat, wakaf, kemasjidan, hisab-rukyat, penentuan arah

kiblat, informasi dan manasik haji, produck halal dan keluarga sakinah

b. Meningkatkan tertib administrasi, keakuratan data dan statistic serta

meningkatkan disiplin, ethos kerja, daya kreatifitas dan profesionalisme

pegawai

c. Meningkatkan kwalitas pelayanan dan bimbingan, serta pengembangan

BP.4 dan keluarga sakinah serta pembinaan calon pengantin (suscatin)

d. Membangun dan meningkatkan hubungan kerjasama lintas sektoral

yang sinergis dan harmonis dengan berbagai elemen masyarakat baik

pemerintah (instansi terkait) maupun tokoh sosial dan agama

e. Meningkatkan kelengkapan sarana dan prasarana administrasi

perkantoran yang memadai serta meningkatkan penampilan fisik ksntor

(49)

43

f. Menjadikan KUA sebagai pusat informasi dan kegiatan masyarakat

dalam bidang peningkatan kwalitas pendidikan agama dan

meningkatkan kwalitas pengamalan ajarann umat beragama

Beberapa informan yang manjadi sumber penelitian di KUA

Kecamatan Nganjuk adalah Bapak Nur Cholis, Bapak Zaini, Ibu Utami.

B. Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h Di KUA Kecamatan Nganjuk

1. Latar Belakang Tajdi<d al-Nika>h

Dalam kasus ini ada beberapa orang yang terlibat yaitu:

Abdurrahim sebagai Bapak, Suryati sebagai Ibu, Utami sebagai anak, Abdul

sebagai calon suami, Bapak Nur Cholis sebagai penghulu KUA Kecamatan

nganjuk, Bapak Zaini sebagai Moden Kelurahan Kartoharjo.

Kasus tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk berasal dari

cerita yang bermula pada 20 tahun yang lalu, adalah pasangan Bapak

Abdurrahim dan Ibu Suryati yang berasal dari Kelurahan Kartoharjo yang

menikah pada tahun 1995 tetapi mereka tidak mencatatkan pernikahannya,

sehingga mereka tidak memiliki akta nikah. Kemudian pada tahun 2016

putri mereka hendak menikah, dan ketika ingin mendaftarkan pernikahan

anaknya tersebut ke KUA Kecamatan Nganjuk, pihak KUA tidak bisa

memfasilitasi pencatatan pernikahan anaknya beserta calon suaminya

(50)

44

Kemudian Bapak Abdurrahman dan Ibu Suryati melaksanakan

tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk sebagai upaya untuk bisa

diterima oleh KUA Kecamatan Nganjuk dalam mengurus pencatatan

pernikahan anaknya. Akan tetapi pada proses atau pada tahapan selanjutnya

ayahnya ternyata tidak bisa menjadi wali, hal ini karena tercatat

pernikahannya baru padahal anaknya sudah ada. Berikut adalah cerita dari

dari narasumber Ibu Utami, yaitu sebagai berikut:

“Awalnya itu saya ingin menikah dengan calon suami saya,

kemudian saya dan suami saya datang ke KUA untuk melakukan

perkanikahan, tapi KUA tidak bisa menikahkan saya karena orangtua saya

yang belum mempunyai buku nikah. Pernikahan saya dan suami saya

berhenti dan tidak lanjut lagi. Kedua orangtua saya datang ke rumah

Moden, orangtua saya curhat kalau saya tidak bisa dinikahkan karena kedua

orangtua saya yang belum punya buku nikah, dan Moden menyarankan

kedua orangtua saya itu melakukan isbat nikah. Tapi dengan beberapa

alasan karena saksinya berada di jauh dan bapak dari ibu saya juga sudah

meninggal, kedua orangtua saya menolak. Solusi lain dari Bapak Moden

adalah menikahkan kembali orangtua saya. Setelah orangtua saya menikah

dan mendapatkan buku nikah, kemudian saya dan kedua orangtua saya

datang lagi ke KUA untuk mengurus pernikahan saya. Pihak KUA

(51)

45

wali hakim” bapak saya tidak setuju karena bapak saya ingin menjadi wali

di pernikahan saya. Kemudian saya dan keluarga saya kembali menuju

daerah perantuan yaitu Surabaya, dan disana kedua orangtua saya

menikahkan saya tapi tidak di KUA. Saya dan suami saya dan kedua

orantua saya datang kembali ke KUA sini dan mengajukan pernikahan

melalui Moden. Disarankan oleh Moden agar pernikahan saya itu di

isbatkan karena saksi, dan orang yang menikahkan saya masih bisa untuk

dijadikan saksi saat isbat di Pengadilan nanti. Tapi kedua orangtua saya

tidak setuju, dan memilih untuk menikahkan saya pada KUA. Bapak Moden

yang mengurus semua persyaratan pernikahan saya, dan saya hanya

mencarikan apa saja yang menjadi persyaratan nikah di KUA.1

Dari cerita di atas, ada hal yang perlu penulis sampaikan, bahwa:

kedua pasangan ini akhirnya melakukan pernikahan ulang ke KUA karena

alasan tidak diterimanya orangtuanya sebagai wali. Hal penting lainnya

yang penulis ingin sampaikan, bahwa masyarakat ini sudah lebih

mementingkan atau menyadari pentingnya pencatatan perkawinan

dibandingkan dengan masyarakat yang lalu. Orang tua dari Utami

menyesali kenapa dulu menikah sirri dan tidak ingin anaknya mengalami

hal yang sama.

2. Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h

(52)

46

Karena pada dasarnya tajdi<d al-nika>h adalah pengulangan akad

nikah yang sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh suami, baik syarat

maupun rukunnya dan proses pelaksaannya hampir sama dengan akad nikah

yang sebelumnya pernah dilakukan.

Dalam pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk ini

sudah sesuai prosedur pernikahan yang telah ada ketetapannya dalam

Undang-undang maupun dalam hukum Islam yang ada di Indonesia. Dari

penjelasan Bapak Wawan yang merupakan salah satu saksi pada saat

dilaksankannya tajdi>d al- nika>h ini, penulis bisa simpulkan bahwa tajdi>d al-

nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk adalah sebagai berikut:

Pertama, dalam hal ini pasangan suami istri mengatakan kepada

pihak Moden yang ada di desa Kelurahan Kartoharjo, tentang keinginannya

untuk menikah seusai dengan hukum yang ada pada pemerintahan. Suami

istri tersebut mengatakan kepada Moden Kelurahan Kartoharjo bahwasanya

keduanya telah melakukan nikah secara srri di luar Kelurahan Kartoharjo.

Kemudian Moden menyarankan untuk keduanya melakukan isbat nikah atas

pernikawinan sirrinya tersebut, karena adanya alasan tertentu orangtuanya

menolak untuk menisbat nikahkan anaknya tersebut. Jalan yang ditempuh

adalah menuju ke KUA Kecamatan Nganjuk dan kemudian dinikahkanlah

(53)

47

Kedua, pasangan suami istri sebelumnya sudah menyiapkan syarat

daministrasi pada KUA Kecamatan Nganjuk dan syarat dalam

melaksanakan perkawinan pada KUA. Pada pelakasanaan pernikahan pada

KUA Kecamatan Nganjuk ini telah diketahui banyak orang, tetapi tidak

mengundang orang umum untuk memeriahkan perkawinannya tersebut,

hanya orang-orang terdekat dan keluarga saja yang datang untuk mengikuti

proses perkawinannya tersebut. Sedangkan pada pernikawinan sirri yang

sebelumnya, tidak ada seorangpun yang mengetahui, kecuali orang-orang

yang bersangkutan pada perkawinan sirrinya tersebut.

Ketiga, khutbah nikah oleh penghulu dengan menggunakan bahasa

arab, kemudian pelaksanaan ijab dan qabul yang disertai dengan penyerahan

mahar dari suami kepada istrinya.

Keempat, dalam acara perkawinan ini ditutup dengan doa yang

dipimpin oleh penghulu dan yang terakhir adalah makan bersama di KUA

tersebut.

C. Landasan Hukum Yang Dipakai Oleh KUA Dalam Melaksanakan Tajdi>d

al-Nika>h

Yang menjadikan issu tajdi>d al-nika>h itu menarik adalah karena tidak

ditemukannya secara jelas dan tegas peraturan atau landasasan hukum tentang

tajdi>d al-nika>h dalam perundang-undangan perkawinan di Indonesia. Baik itu di

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini menyatakan (bersedia/tidak bersedia)* untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian “Mekanisme Koping Keluarga Dengan Anggota Keluarga Orang

Rentenir memiliki eksistensi disebabkan ekosistem rentenir dan peminjam terbentuk oleh adanya saling menguntungkan, karenanya dilakukan penelitian dengan tujuan untuk

Tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah salah satu cita-cita yang diinginkan oleh para pendiri negara Indonesia. Proses

Untuk menentukan batas tegangan output (Vpp) yaitu dengan cara memberikan data pada prototipe sebesar 255 untuk tegangan maksimal (Vmax) dan 0 untuk tegangan minimal (Vmin) maka

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui kombinasi pupuk organik, asam humat, dan mikoriza terhadap tingkat infeksi mikoriza pada perakaran tanaman cabai dan

Pada kegiatan inti pelajaran, guru memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran Fisika dengan Kompetensi Dasar Menerapkan gerak parabola dengan menggunakan

Rencana produksi bulan Maret-Agustus 2013 untuk produk water based paint dan bulan Januari-Oktober 2013 untuk produk solvent based paint ditinjau dari kebutuhan

Hasil pengolahan data diperoleh nilai t hitung sebesar 0,578 sedangkan t tabel sebesar 2,007 ini menunjukkan bahwa independensi tidak berpengaruh signifikan