ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
TAJDI>D AL-NIKA>H
DI KUA KECAMATAN NGANJUK
SKRIPSI
Oleh:
Dita Ayu Prastika Laras NIM. C71213113
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian lapangan yang berjudul
“Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h Di KUA
Kecamatan Nganjuk ”. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan:
Bagaimana terjadinya kasus nikah dibawah tangan yang berujung pada tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamtan Nganjuk? Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk?.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data penelitian diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi kepada para pihak yang bersangkutan, tokoh masyarakat, dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu Metode deduktif digunakan dalam sebuah penelitian di saat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian dibuktikan dengan pencarian fakta. Metode penelitian ini menggambarkan hasil penelitian yang diawali dengan mengemukakan kenyataan yang bersifat umum dari hasil
penelitian tentang adanya fakta tajdi>d al nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk,
kemudian dicocokkan dengan teori atau dalil yang bersifat khusus tentang tajdi>d- al nika>h yang ada dalam hukum Islam.
Pelaksanaan tajdi>d- al nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk adalah
pasangan yang akan melakukan tajdi>d- al nika>h mendatangi rumah Moden,
mengakui perkawinan yang tidak dicatatkan pada KUA (perkawinan dibawah tangan) tersebut. Karena tidak mau melaksanakan isbat, maka diantarkanlah ke KUA Kecamatan Nganjuk, dengan mempersiapkan syarat dan rukun pernikahan,
kemudian dilakasanakan tajdi>d- al nika>h. Pelaksanaan tajdi>d- al nika>h di KUA
Kecamatan Nganjuk ini tidak menyalahi aturan yang ada dalam hukum Islam.
Karena tidak bertentangan dengan konsep pernikahan menurut syara’.
Hasil dari penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa sesuai dengan
pendapat Imam Syafi’i mengulangi akad nikah atau akad lainnya tidak
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Kegunaan hasil Penelitian ... 12
F. Tujuan Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 13
H. Metode Penelitian ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN TAJDI>D AL NIKA>H MENURUT HUKUM ISLAM SERTA MASLAHAH ... 20
A. Pengertian Pernikahan ... 20
B. Hukum Pernikahan ... 21
C. Syarat dan Rukun Pernikahan ... 22
E. Pengertian Pernikahan Dibawah Tangan... 28
F. Tentang Tajdi>d al-Nika>h ... 31
G. Maslahah ... 38
BAB III PELAKSANAAN TAJDI>D AL-NIKA>H DI KUA KECAMATAN NGANJUK ... 41
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 41
B. Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h Di KUA Kecamatan Nganjuk ... 43
C. Landasan Hukum Yang di Pakai Oleh KUA Dalam Melaksanakan Tajdi>d al-Nika>h ... 47
D. Faktor-faktor Yang Melatar Belakangi Dilakukannya Tajdi>d al-Nika>h ... 50
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TAJDI>D AL-NIKA>H DI KUA KECAMATAN NGANJUK ... 54
A. Analisis Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk ... 54
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk ... 55
BAB V PENUTUP ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TAJDI>D AL NIKA>H DI KUA KECAMATAN NGANJUK
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan salah satu dari sunatullah yang umum berlaku pada semua
makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1 Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk
beranak, berkembang-biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing
pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan
perkawinan.2 Allah berfirman dalam Surat An-Nisa: 1 yang berbunyi berikut:3
اَ يَاآَي
Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya, dan dari keduanya Allah memperkembang biakan laki-laki dan perempuan yang banyak….. }An-Nisa’: 1{4
Begitu pentingnya kedudukan pernikahan dalam Islam, maka hukum
Islam mengatur tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan.
Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan
berdasarkan saling ridha-meridhai, dengan upacara ijab qabul sebagai lambang
dari adanya rasa ridha-meridhai, dan dengan dihadiri para saksi yang
1 Moh. Thalib, Fikih Sunnah 6, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1990), 1. 2 Ibid.
3
Slamet Abidin, Maman Abd. Djaliel, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 9.
2
menyaksikan kalau kedua pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling
terikat.5
Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi
kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa
tujuan utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah. Untuk
mencapai kehidupan yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan
penyimpangan, Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum Islam agar
dilaksanakan manusia dengan baik.6
Menurut Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, dan Malik bin Anas;
pernikahan itu pada awalnya memang dianggap sebagai perbuatan yang
dianjurkan. Namun bagi beberapa pribadi tertentu, pernikahan itu dapat menjadi
kewajiban. Walaupun demikian, Imam Syafi’i beranggapan bahwa menikah itu
mubah atau diperbolehkan.7
Akan tetapi jumhur ulama tetap meyakini bahwa menikah itu
hukumnya sunnah karena Nabi sendiri menekankan beberapa petunjuk atas itu.
Salah satu contoh adalah Nabi SAW. Menganggap bahwa menikah itu bagi
seorang muslim sebagai separuh ajaran agama karena dengan menikah ini akan
dapat melindungi seseorang dari kekacauan jiwa, perzinaan, dan perbuatan yang
akan menjerumuskan berbagai tindak kejahatan lainnya. Berbagai tindakan
5 Slamet Abidin, Maman Abd. Djaliel, Fiqih Munakahat 1…, 2.
6 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Hawwas, Abdul Majib Khon, Fiqh Munakahat
Khitbah, Nikah, dan Talak, (Jakarta: Amzah, 2011), 39.
7 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta: PT Raja Grafindo
3
kejahatan itu, misalnya timbulnya ftnah, pertikaian, pembunuhan, perampasan
hak milik, dan akhirnya akan mengakibatkan rusaknya tatanan kekeluargaan
ideal yang sangat dititikberatkan oleh Nabi SAW. Menurut Nabi SAW. separuh
dari sisa ajaran agama Islam yang melengkapi separuh yang pertama adalah
dengan takwa kepada Allah.8
Selain diatur oleh agama, Negara-negara di era modern ini termasuk
Negara-negara muslim, menganggap penting untuk menyusun peraturan atau
hukum yang berhubungan dengan perkawinan. Di Negara Indonesia terdapat
beberapa Undang-undang yang mengatur tentang perkawinan diantaranya,
yaitu: Undang-undang dan KHI (Kompilasi Hukum Islam). KHI adalah hukum
perkawinan khusus bagi umat muslim. Di dalam KHI sah atau tidaknya
perkawinan ditentukan oleh 2 hal, yaitu:
Kompilasi Hukum Islam Pasal 6 ayat:
1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah.
2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah
tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat:
4
1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikah.
2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat
diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.9
Di dalam Islam sah atau tidaknya perkawinan ditentukan oleh
terpenuhi atau tidaknya rukun dan syarat perkawinan.10 Karena perbedaan inilah, meskipun perkawinan itu harus dicatatkan menurut Negara, fakta masih
menunjukkan tingginya angka perkawinan yang tidak dicatatkan atau yang
biasa disebut dengan perkawinan sirri.
Tingginya angka perkawinan dibawah tangan itu juga sedikit banyak
disebabkan oleh pemahaman masyarakat bahwa sah atau tidaknya perkawinan
itu lebih ditentukan oleh peraturan agama bukan peraturan Negara. Salah satu
contohnya adalah dalam bukunya Abd. Shomad “Hukum Islam Penormaan
Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia” yaitu: Menurut hukum Islam,
perkawinan di bawah tangan atau sirri adalah sah, asalkan telah terpenuhi syarat
dan rukun perkawinan. Namun dari aspek peraturan perundang-undangan
perkawinan model ini belum lengkap dikarenakan belum dicatatkan. Pencatatan
perkawinan hanya merupakan perbuatan administratif yang tidak berpengaruh
pada sah tidaknya perkawinan.11
9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerlijk Wetboek), 506.
10 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2012), 258.
5
Contoh lainnya juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh ibu
Rochimah, bahwa banyak tokoh-tokoh agama yang masih menganggap
pernikahan sirri itu sah menurut agama dan menghindarkan dari perbuatan zina.
Para pelaku dan tokoh yang melegalkan perkawinan dibawah tangan
tersebut, tindakan mereka merasa mendapatkan legalisasi secara teologis.
Dengan kata lain, bahwa dalam pemahaman mereka perkawinan tersebut
disamping alasan untuk menghindari perbuatan zina, sesungguhnya bukan
merupakan pelanggaran terhadap syariat Islam. Mereka tidak sepakat kalau
perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA tersebut dikatakan sebagai kawin
sirri. Menurut mereka kawin sirri adalah kawin secara rahasia yang tidak
diketahui oleh orang lain, yakni tanpa wali dan tanpa saksi. Sementara
perkawinan yang dilaksanakan oleh mereka adalah kawin sah secara agama,
karena melalui wali dan saksi, namun tidak dicatatkan di KUA. Sebagaimana
diungkapkapkan oleh Kiyai H. Abd. Ghulam: “menurut saya nikah sirri artinya
nikah rahasia, yang tidak diketahui oleh orang lain. Sementara pernikahan yang
ada di sini selalu diketahui oleh banyak orang. Di zaman Nabi SAW. Tidak ada
KUA sahnya perkawinan itu ada beberapa pendapat, antara lain menurut Imam
Syafi’i nikah itu cukup dengan adanya kedua mempelai, 2 orang saksi, ijab
qabul, dan tanpa wali. Menurut Abu Hanifah nikah itu cukup dengan kedua
mempelai, 2 orang saksi, dan tanpa wali.Nah jadi kita sebagai orang Jawa boleh
6
ingat meskipun begitu madzab Hanafi tidak boleh dipakai sebagai mainan. Jadi
jelasnya istilah sirri itu tidak ada dalam Islam. KUA melakukan pencatatan
nikah itu tidak menjamin kebahagiaan. Pernikahan itu ibadah, jadi ikhlas
melakukan syari’at Islam.”12
Padahal akibat atau dampak dari pernikahan dibawah tangan itu banyak
salah satunya adalah persoalan akta kelahiran anak dan persoalan ini juga bisa
berakibat pada kesulitan anak untuk mendaftar sekolah. Dampak negatif lainnya
adalah apabila terjadi sengketa bisa saja terjadi ayahnya tidak mengakui
anaknya dan dalam hal ini baik perempuan atau anak hasil perkawinan sirri
memiliki kedudukan yang lemah di hadapan hukum Negara. Meskipun terdapat
putusan MK tentang anak luar kawin, implementasinya masih jauh dari yang
diharapkan. Salah satu akibat lain yaitu tidak adanya akta nikah suami istri
tersebut, sehingga tidak bisa menikahkan anaknya. Contoh kasus seperti ini
terdapat di KUA Kecamatan Nganjuk.
Pada saat itu anak pertamanya ingin mengajukan perkawinan di KUA
Kecamatan Nganjuk. Karena kedua orangtuanya belum memiliki buku akta
nikah maka pihak KUA Kecamatan Nganjuk tidak dapat menikahkan putrinya
tersebut dengan wali ayah kandung. Kemudian dari pihak yang membantu kedua
orangtua tersebut, sebut saja yang membantu adalah Moden setempat, Bapak
Moden menyarankan agar kedua orangtuanya tersebut untuk melaksanakan isbat
7
nikah di Pengadilan Agama Nganjuk, akan tetapi keduanya tidak ingin
melakukan isbat nikah. Kedua orangtua tersebut lebih memilih untuk melakukan
nikah ulang atau yang biasanya disebut dengan “Tajdi>d al ni>kah” dengan alasan
dari kedua pihak orangtua tersebut adalah:
1. Karena wali sudah meninggal dunia (orang yang menikahkan keduanya telah
meninggal dunia)
2. Karena saksi berada di luar pulau dan tidak dapat dihubungi lagi
Dengan alasan diatas keduanya memilih untuk melaksanakan “Tajdi>d al
ni>kah”. Sebenarnya masih bisa dilakukan isbat nikah dengan adanya saksi yang
mendengar atau melihat kejadian pernikahan keduanya, tetapi masyarakat
sekitar atau tetangganya tidak ada yang mengetahui atau melihat kejadian
pernikahan tersebut. Kemudian dilaksanakan “Tajdi>d al ni>kah” di KUA
Kecamatan Nganjuk. Setelah itu keduanya mendapatkan buku akta nikah.
Beberapa hari kemudian, dilangsungkanlah pernikahan anak pertamanya
tersebut. Ayahnya ingin menjadi wali dalam pernikahan anaknya tersebut.
Tetapi dari pihak KUA Kecamatan Nganjuk tidak mengizinkan wali nikah
adalah ayahnya dikarenakan kedua orangtuanya baru memiliki buku akta nikah
beberapa hari yang lalu. Jadi tidak diperbolehkan untuk menikahkan anak
pertamanya tersebut dan disarankan untuk memakai wali hakim. Tetapi ayahnya
terus berusaha untuk menjadi wali dalam pernikahan anaknya, dan KUA
8
Kemudian ayah dan ibunya membawa anaknya keluar kota dan
kemudian dinikahkan dibawah tangan (di luar KUA). Beberapa hari kemudian,
anak dan suamiya datang ke KUA Kecamatan Nganjuk dan melengkapi
persyaratan untuk melakukan nikah ulang. Setelah datang dan memenuhi syarat
yang sudah menjadi ketentuan untuk menikah di dalam ruang lingkup KUA,
maka pihak KUA Kecamatan Nganjuk menikahkan keduanya dengan akad yang
baru “Tajdi>d al-Ni>kah”, dan terbitlah buku akta nikah untuk keduanya.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas, akan muncul
permasalahan-permasalahan berikut:
1. Penyebab atau faktor-faktor terjadinya tajdi>d al-nika>h
2. Pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk
3. Analisis Hukum Islam terhadap pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di KUA
Kecamatan Nganjuk
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana terjadinya kasus nikah di bawah tangan yang berujung pada
tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di
9
D. Kajian Pustaka
Pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ratna Ayu Anggraini
NIM.C01210010, sarjana Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya (2014) yang berjudul “Analisis Hukum Islam
Terhadap tajdi>d al Nika>h (Studi Kasus Desa Pandean Banjarkemantren
Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo)”. Dalam skripsi ini menjelaskan
berdasarkan hukum Islam pelakasanaan tajdi>d al-nika>h yang dilakukan di Desa
Pandean Banjarkemantren Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo tidak
menyalahi aturan karena tidak bertentangan dengan konsep Al-adah
muhakkamah yang memiliki arti bahawasanya adat kebiasaan dapat ditetapkan
sebagai hukum jadi kesimpulannya hukum dari tajdi>d al-nika>h adalah boleh
(mubah).Akan tetapi bisa dihukumi haram manakala pelaksanaan tajdi>d al-nika>h
dijadikan sebagai kepercayaan yang sesat seperti kepercayaan dari dukun/
peramal.13
Kedua yaitu skripsi oleh Iwan Djaunuri NIM. C01300238, sarjana
Fakultas Syariah Hukum Islam Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya (2005) yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan
tajdi>d al Nika>h Massal di Dusun Pandean Desa Kejapanan Kecamatan Gempol
Kabupaten Pasuruan”. Dalam skripsi ini menjelaskan pijakan hukum dari
13 Ratna Ayu Anggraini, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tajdi>d al Ni>kah: Studi Kasus Desa
10
pelaksanaan tajdi>d al-nika>h massal adalah meniru dari kebiasaan-kebiasaan yang
sudah mentradisi di daerah tersebut dan bahkan dengan bimbingan para
kiyai-kiyai Pasuruan dalam melakukan tajdi>d al-nika>h bagi pasangan suami isteri yang
menginginkan untuk mempertahankan keutuhan dan kebahagiaan rumah
tangganya. Dan cara pengambilan hukum semacam ini sejalan dengan kaidah
fiqhiyah yaitu (al ‘a>datu muhakkamatun) adat atau kebiasaan dapat dijadikan
sebagai hukum. Dan tiadanya perintah maupun larangan dalam nash atau hadits
secara pasti dan melihat dari tujuan tajdi>d al-nika>h untuk menghindari ketidak
harmonisan rumah tangga dan menjaga keutuhan rumah tangga ini sesuai
dengan prinsip hukum Islam yaitu mencegah kemudlaratan lebih diutamakan
dari pada mendatangkan kemaslahatan.14
Ketiga yaitu skripsi yang ditulis oleh M. Zainuddin Nur Habibi
NIM.C01209107, sarjana Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (2014) yang berjudul “Tinjaun Hukum
Islam Terhadap Pembaharuan Akad Nikah Sebagai Syarat Rujuk (Studi Kasus
di Desa Trawasan Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang)”. Praktik
pelaksanaan rujuk oleh dua pasangan suami istri di Desa Trawasan Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang dilakakukan dengan cara memperbaharui akad
nikah atau tajdi>dun nika>h. Hal ini dilakukan sebagaimana pelaksanaan
14 Iwan Djaunuri, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah Massal di Dusun
11
perkawinan pada umumnya, yakni dengan adanya persyaratan ijab dan qabul,
wali, mahar dan saksi. Pelaksanaan rujuk oleh dua pasangan tersebut
dilakukannya dengan tidak menggunakan lafz rujuk akan tetapi langsung dengan
lafaz nikah atau ijab qabul. menurut Imam Syafi’i hukumnya tidak sah, Karena
tidak memenuhi rukunnya rujuk yakni pada sighat rujuk.15
Keempat yaitu skripsi yang ditulis oleh Mas’ud Nim. C01208088,
sarjana Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya (2014) yang berjudul “Analisis Maslahah Terhadap
Pelaksanaan tajdi>d al Nika>h di Pondok Pesantren Yaisra Mojokerto”. Dalam
skripsi ini menjelaskan penyebab terjadinya kebiasaan tajdi>d al-nika>h di Pondok
Pesantren Yaira Mojokerto adalah karena dua aspek, mereka melakukan tajdi>d
al-nika>h dengan alasan: kehati-hatian khawatir jatuh talak secara tidak sengaja,
memperindah nikah. Kedua, dari pihak Pondok Pesantren Yaisra Mojokerto,
yakni: tolong menolog dalam hal kebaikan merupakan sebuah perintah agama,
kemaslahatan. Tajdi>d al-nika>h di Pondok Pesantren Yaisra Mojokerto dilihat
dari segi proses pelaksanaan dan semua hal yang mendasarinya tidaklah
bertentangan dengan ketentuan syariat. Dengan demikian tajdi>d al-nika>h ini
adalah sudah sesuai dengan konsep maslahat dan sah menurut hukum Islam.16
15 M. Zainuddin Nur Habibi, “Tinjaun Hukum Islam Terhadap Pembaharuan Akad Nikah Sebagai
Syarat Rujuk (Studi Kasus di Desa Trawasan Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang)”, Skripsi—
UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.
16 Mas’ud, “Analisis Maslahah Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah di Pondok Pesantren Yaisra
12
Dari kajian pustaka diatas, bisa dibedakan bahwa penelitian ini berbeda
dengan apa yang pernah dikaji dalam penelitian skripsi sebelumnya. Dalam
penelitian ini peneliti lebih menekankan pada pernikahan sirri, yang pada
akhirnya melaksanakan tajdi>d al-nika>h yang dilakukan oleh KUA Kelurahan
Kartoharjo Kabupaten Nganjuk.
E. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sumbangsih yang bernilai dalam bidang keilmuan hukum pada umumnya dan
khususnya pada mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum.
1. Kegunaan secara teoritis:
Sebagai upaya untuk memperluas dan menambah khazanah
Pengetahuan dan wawasan khususnya dibidang keluarga Islam.
2. Kegunaan secara praktis:
a. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis serta bagi
pembaca lainnya terkait permasalahan tajdi>d al nika>h di KUA
Kecamatan Nganjuk
b. Sebagai pedoman, rujukan dan dasar bagi peneliti lain untuk mengkaji
hal ini lebih lanjut dan lebih mendalam
F. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan yang ingin dihasilkan dari rumusan masalah yang telah
13
1. Untuk mengetahui terjadinya kasus tajdi>d al ni>kah di KUA Kecamatan
Nganjuk, beserta alasan atau faktor yang melatar belakanginya
2. Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap tajdi>d al-nika>h yang
dilakukan di KUA Kecamatan Nganjuk
G. Definisi Operasional
1. Hukum Islam
Seperangkat peraturan yang dirumuskan bedasarkan al-Quran,
as-Sunnah dan ijtihad para ulama khususnya madzab Syafi’iyah.
2. Tajdi>d al-Nika>h
Tajdi>d al nika>h berasal dari kata Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan
yang artinya pembaharuan. Yang dimaksud pembaharuan disini adalah
memperbaharui nikah, dengan arti sudah pernah terjadi akad nikah
sebelumnya.17 Kemudian dengan maksud untuk mendapatkan akta nikah dan mendapat pengakuan secara hukum Negara, tajdi>d al ni>kah yang
dimaksud atau yang digunakan dalam skripsi ini adalah kasus tajdi>d al
ni>kah yang terjadi pada pasangan suami istri.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini juga
merupakan penelitian lapangan karena data utama diambil dari sumber-sumber
yang ada di lapangan. Teknik pengumpulan datanya wawancara untuk
14
mendukung analisa maka penelitian ini juga menggunakan literatur-literatur
pendukung khususnya terkait teori.
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang langsung dilakukan di KUA
Kecamatan Nganjuk.
2. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini pada dasarnya bisa
klasifikasikan menjadi data-data sebagai berikut:
a. Data terkait kasus yang menjadi obyek dalam penelitian ini yaitu
tentang tajdi>d al nika>h yang sebelumnya telah melakukan pernikahan
dibawah tangan, dan ingin mempunyai buku kutipan akta nikah
b. Data-data pendukung yaitu: teori dan hal-hal lain yang mendukung
analisa penelitian ini
c. Wilayah tersebut merupakan daerah yang menjadi tempat dimana
terjadinya tajdi>d al nika>h
3. Sumber Data
Sumber data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini adalah:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber yang mana darinya adalah data
utama yang diambil. Sumber data primer terdiri dari:
15
2) Penghulu (pegawai KUA) yang terlibat dalam pelaksanaan tajdi>d al
nika>h
3) Moden setempat yang mengetahui permaslahan tajdi>d al nika>h
tersebut
b. Sumber Data Sekunder
Sumber yang mana darinya adalah data pendukung yang diambil.
Sumber data sekunder terdiri dari:
1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam
2) Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam
Hukum Indonesia
3) Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh
4) Slamet Abidin, Maman Abd. Djaliel, Fiqih Munakahat 1
5) Dll
4. Teknik Pengambilan Data
Sebagai penunjang terlaksananyan penelitian ini, maka dalam penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara
Pada dasarnya wawancara itu merupakan suatu percakapan
antara dua orang, antara seorang yang bertanya dan seorang yang
16
mewawancarai pasangan suami istri yang melaksanakan tajdi>d al nika>h,
penghulu (pegawai KUA) yang terlibat dalam pelaksanaan tajdi>d al
nika>h, Moden setempat yang mengetahui permasalahan tajdi>d al nika>h
tersebut.
b. Dokumentasi
Dalam hal ini peneliti akan mencari dan mengumpulkan data
yang berasal dari catatan yang berkaitan dengan penelitian ini,
sehingga peneliti dapat memahami, mencermati, dan menganalisis
permasalahan sampai terjadinya tajdi>d al nika>h beradasarkan data
yang diperoleh tersebut.
5. Teknik Pengelolaan Data
a. Editing
Dalam editing peneliti melakukan pengecekan atau
pengoreksian data yang telah dikumpulkan. Teknik ini digunakan untuk
memeriksa kelengkapan data yang sudah peneliti dapatkan selama
melakukan penelitian di KUA Kecamatan Nganjuk.
b. Organizing
Organizing, dalam hal ini peneliti akan menyusun kembali
data-data yang telah didapat dalam penelitian. Peneliti melakukan
17
data-data tersebut dengan sistematis untuk memudahkan peneliti
menganalisa data.
6. Teknis Analisis Data
a. Deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum yang diuraikan
menjadi contoh-contoh konkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan
kesimpulan.18 Metode deduktif digunakan dalam sebuah penelitian disaat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian di
buktikan dengan pencarian fakta. Metode penelitian yang
menggambarkan hasil penelitian yang diawali dengan mengemukakan
kenyataan yang bersifat umum dari hasil penelitian tentang adanya
faktatajdi>d al nika>h di Kelurahan Kartoharjo kemudian dicocokkan
dengan teori atau dalil yang bersifat khusus tentang tajdi>d- al nika>h
yang ada dalam hukum Islam.
b. Induktif adalah contoh-contoh konkrit atau fakta fakta diuraikan
terlebih dahulu baru kemudian dirumuskan menjdai suatu kesimpulan.19 I. Sistematika Pembahasan
Demi tersusunnnya skripsi yang sistematis, terarah, mudah untuk
dipahami dan untuk mempermudah dalam pembahasan ini, peneliti membagi
pembahasan ke dalam lima bab. Dalam penelitian ini perlu dibuatkan
sistematika pembahasan yang tersusun sebagai berikut:
18 http://makalah-update.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-metode-induktif-dan-metode.html
18
Bab pertama, Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, berisi kerangka teori hukum Islam yang akan digunakan
untuk menganalisis data temuan, data yang terkumpul di dalamnya yaitu:
pengertian pernikahan, , hukum melakukan perkawinan, syarat dan rukun sahnya
perkawinan, tujuan pernikahan, maslahah mursalah, perkawinan sirri, serta
tajdi>d al-nika>h itu sendiri.
Bab ketiga, berisi data-data yang akan menjawab pertanyaan penelitian
atau rumusan masalah pertama. Dalam bab ini akan diapaparkan kronologi
kasus nikah sirri yang berujung pada tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan
Nganjuk.
Bab keempat, berisikan tentang analisis terhadap pelaksanaan tajdi>d
al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk menggunakan teori yang dipaparkan pada
bab kedua.
Bab kelima, memuat penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN TAJDI>D AL-NIKA>H MENURUT HUKUM ISLAM SERTA MASLAHAH
A. Pengertian Pernikahan
Kata perkawinan menurut hukum Islam sama dengan kata “nikah” dan
kata “zawaj”. Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (haqiqat) yakni
“dham” yang berarti menghimpit, menindih atau berkumpul. Nikah mempunyai
arti kiasan yakni “wathaa” yang berarti “setubuh” atau “aqad” yang berarti
mengadakan perjanjian pernikahan.1
Selain pengertian di atas, terdapat pengertian menurut Undang-undang
yang ada di Negara Indonesia yang mengatur tentang perkawinan terutama
dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam
Undang-undang No. 1 tahun 1974 dalam pasal 1 disebutkan bahwa pengertian
perkawinan yaitu: perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.2
Sedangkan dalam pasal 1 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa
perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
21
kuat atau miitsaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.3
B. Hukum Pernikahan
Islam menganjurkan pernikahan, bukti dari ini adalah beberapa ayat
menganjurkan pernikahan dan dari situlah kemudian bisa ditangkap bahwa
pernikahan adalah perintah Allah. Dalil lain adalah dalil sunnah dari Nabi SAW.
dalil sunnah ini adalah terdiri dari hadits maupun contoh dari Nabi SAW.
sendiri. 4 Berdasarkan sumber buku Muhammad Isnan dalam bukunya yang berjudul "Subulus Salam Syarah Bulughul Maram Jilid 2", sebagaimana hadits
dari Annas bin Malik ra. yaitu:
َ ْ ي ع ه ىَ ص َيبَ َ نع ه يض كلام نب َ نع هِم
, ا َ ى صَ ين ل :لا , ي ع ىنثَ
. ي ع ٌ ََم .ينم ي ف يََنْ نع بغ نمف ,ءا نلا َ تَ ,رطفَ , صَ
Dari Annas bin Malik ra. bahwa Nabi SAW. setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya, beliau bersabda, “ Tetapi aku salat, tidur, berpuasa, berbuka dan menikah. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk umatku.5
Hukum pernikahan pada dasarnya adalah sunnah, akan tetapi pada
kondisi-kondisi tertentu beberapa ulama memiliki pandangan yang
berbeda-beda contohnya adalah sebagian ulama malikiyah mengatakan bahwa hukum
pernikahan ada 3 yaitu:
1. Mubah (jaiz), sebagai asal hukumnya
3 Soesilo dan Pramudji R, Kompilasi Hukum Islam, (Rhedbook Publisher, 2008), 505. 4 Slamet Abidin, Maman Abd. Djaliel, Fiqih Munakahat 1…, 16.
5 Muhammad Isnan, Ali Fauzan, Darwis, Subulus Salam Syarah Bulugul Maram Jilid 2, (Jakarta:
22
2. Sunnah, , bagi yang mau kawin dengan cukup mental dan ekonomi
3. Wajib, bagi orang yang cukup ekonomi dan mental serta dikhawatirkan
terjebak dalam perbuatan zina6
Adapula pendapat dari ulama yang mengatakan bahwa perkawinan itu
haram, bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya
kepada istrinya serta nafsunyapun tidak mendesak, haramlah ia kawin.7 Ada juga sebagian ulama lain yang mengatakan bahwa perkawinan itu hukumnya
bisa makruh, yaitu makruh kawin bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak
mampu memberi belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia
kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat.8 Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa hukum nikah itu bisa
berubah sesuai dengan keadaan pelakunya.9 C. Syarat dan Rukun Pernikahan
1. Syarat Pernikahan
Dalam masalah syarat pernikahan ini terdapat beberapa pendapat
di antara para madzab fikih, yaitu: ulama Hanafiyah, mengatakan bahwa
bagian syarat-syarat pernikahan berhubungan dengan sigat, dan sebagian
lagi berhubungan dengan akad, serta sebagian lainnya berkaitan dengan
saksi.
6 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 221. 7 Moh. Thalib, Fikih Sunnah 6…, 24.
8 Ibid, 25.
23
a. Sigat, yaitu ibarat ijab qabul, dengan syarat sebagai berikut:
1) Menggunakan lafal tertentu, baik dengan lafal sarih misalnya:
Tajwij ٌ ي ت atau inkahin ٌ ا ا
2) Ijab dan qabul, dengan syarat yang dilakukan dalam satu majlis
3) Sigat didengar oleh orang-orang yang menyaksikannya
4) Antara ijab dan qabul tidak berbeda maksud dan tujuannya
5) Lafal sigat tidak disebutkan untuk waktu tertentu
b. Akad, dapat dilaksanakan dengan syarat apabila kedua calon pengantin
berakal, baligh dan merdeka
c. Saksi, harus terdiri atas dua orang. Maka tidak sah apabila akad nikah
hanya disaksikan oleh satu orang. Dan tidak disyaratkan keduanya
harus laki-laki dan dua orang perempuan. Namun demikian apabila
saksi terdiri dari dua orang perempuan, maka nikahnya tidak sah.
Adapun syarat-syarat saksi adalah sebagai berikut:
1) Berakal, bukan orang gila
2) Balig, bukan anak-anak
3) Merdeka, bukan budak
4) Islam
5) Kedua orang saksi itu mendengar
2. Rukun Pernikahan
24
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan
Perhatikan firman Allah SWT:
رك ت َ عل ني انق خ ءيش ك نم ...
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah …..}Q.S. Al-Az-Zariyat:49{.10
Dari ayat yang telah disebutkan diatas, menjelaskan bahwa
untuk menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan
disyari’atkanlah pernikahan. Oleh karena itu, apabila seseorang telah
mampu memberikan nafkah dan memenuhi beberapa syarat yang telah
ditentukan maka dianjurkan untuk menikah.11 b. Wali
Keberadaaan seorang wali dalam akad nikah suatu yang mesti
dan tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Hal ini
berlaku untuk semua perempuan, yang dewasa atau masih kecil, masih
perawan atau sudah janda.12
Dalam hadits Nabi dari Abu Burdah bin Abu Musa menurut
riwayat Ahmad dan lima perawi hadits yang artinya yaitu: “Tidak
boleh nikah tanpa wali”.
Selain hadits di atas, terdapat hadits yang menentukan
kedudukan wali sangatlah penting dalam perkawinan adalah hadits
25
Nabi dari Aisyah yang dikeluarkan oleh empat perawi hadits selain
Nasa’i menyebutkan bahwa, yang artinya: “Perempuan mana saja yang
kawin tanpa izin walinya, perkawinannya adalah batal”.13 c. Adanya dua orang saksi
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila ada dua orang yang
menyaksikan akad nikah tersebut. Nabi Muhammad SAW. bersabda:
“Nikah itu tidak sah, melainkan dengan wali dan dua orang saksi”.
(H.R. Ahmad).
d. Sigat akad nikah14
Dari beberapa syarat dan rukun perkawinan menurut pendapat Jumhur
Ulama diatas, ada juga beberapa pendapat tentang rukun perkawinan
menurut pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i. Menurut Imam Malik
rukun nikah itu ada lima, yaitu:
a. Wali dari pihak perempuan
b. Mahar (mas kawin)
c. Calon pengantin laki-laki
d. Calon pengantin perempuan
e. Shigat akad nikah
Sedangkan menurut Imam Syafi’i berkata bahwa rukun nikah ada lima,
yaitu:
13Ibid, 90.
26
a. Calon pengantin laki-laki
b. Calon pengantin perempuan
c. Wali
d. Dua orang saksi
e. Shigat akad nikah15 D. Tujuan Pernikahan
Tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan
hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga
dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia
ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa
bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.
Beberapa rumusan tujuan perkawinan diatas dapat diperinci sebagai
berikut:
1. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat
manusia
2. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih
3. Memperoleh keturunan yang sah
Dari rumusan diatas, filosofi Islam Imam Ghazali membagi tujuan dan
faedah perkawinan kepada lima hal, seperti berikut:16
15 Ibid. 72.
27
1. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta
memperkembangkan suku-suku bangsa manusia
2. Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan
3. Memlihara manusia dari kejahatan dan kerusakan
4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari
masyarakat yang besar atas dasar kecintaan dan kasih saying
5. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang
halal dan memperbesar rasa tanggung jawab
Selain penjelasan tentang tujuan pernikahan diatas, juga terdapat
tentang tujuan pernikahan di dalam KHI yang menyebutkan bahwa:
“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah”.17 Berikut adalah sekilas arti atau penjelasan
mengenai sakinah, mawaddah, dan rahmah yaitu sebagai berikut:18 1. Sakinah, artinya tenang
2. Mawadah, keluarga yang di dalamnya terdapat rasa cinta, yang berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat jasmani
3. Rahmah, keluarga yang di dalamnya terdapat rasa kasih sayang, yakni yang
berkaitan dengan hal-hal yang bersifat kerohanian
E. Pengertian Pernikahan Dibawah Tangan
17 Soesilo dan Pramudji R, Kompilasi Hukum Islam, (Rhedbook Publisher, 2008), 505.
28
Perkawinan di bawah tangan ialah perkawinan yang dilaksanakan
dengan tidak memenuhi syarat dan prosedur peraturan perundang-undangan.19 Selain pengertian tersebut ada juga yang mengartikan perkawinan di bawah
tangan yaitu perkawinan yang memenuhi rukun dan syarat perkawinan dan sah
menurut hukum Islam tetapi belum atau tidak dicatat.20 Berdasarkan buku yang ditulis oleh Mohammad Idris Ramulyo menyimpulkan bahwaperkawinan itu di
samping mahar, wali, 2 orang saksi, ijab qabul dan walimah tersebut harus pula
dituliskan, dicatatkan dengan katibun bil'adli (khatab atau penulis yang adil) di
antara kamu.21
Terdapat perbedaan pendapat tentang sah tidaknya perkawinan di
bawah tangan, dikarenakan adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan
pasal 2 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Yang jelas ketentuan
pasal 2 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 yang mengharuskan pencatatan
perkawinan terpisah dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) yang mengatur tentang
sahnya perkawinan yang harus dilakukan menurut hukum agama dan
kepercayaannya.
Menurut hukum Islam, perkawinan di bawah tangan adalah sah, asalkan
telah terpenuhi syarat dan rukun perkawinan. Namun dari aspek peraturan
perundangan perkawinan model ini belum lengkap dikarenakan belum
19 Ibid, 295.
20 Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatatkan Menurut Hukum
Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 345.
21 Mohd Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara..., (Jakarta: Sinar
29
dicatatkan. Pencatatan perkawinan hanya merupakan perbuatan administratif
yang tidak berpengaruh pada sah tidaknya perkawinan.22
Selain ketentuan hukum Islam, juga terdapat Undang-undang yang
mengatur tentang perkawinan dan pencatatan perkawinan yang hukumnya
bersifat wajib untuk dipatuhi bagi warga Negara Indonesia. Jika tidak
dilaksanakan pencatatan perkawinan maka pernikahan tersebut tidak memiliki
kekuatan hukum dihadapan Pengadilan. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 4
disebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan. Sedangkan dalam pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa: perkawinan
yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai
kekuatan hukum.
Pasal 7 menyebutkan bahwa: 23
1. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikah
2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat
diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama
3. Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai
hal-hal yang berkenaan dengan:
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian
30
b. Hilangnya Akta Nikah
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang
No. 1 Tahun 1974
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai
halangan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Selain ketentuan dalam KHI diatas terdapat juga dalam UU No. 1
tahun 1974. Dalam Udang-undang ini, pencatatan suatu perkawinan
ditempatkan pada tempat yang penting sebagai pembuktian telah diadakannya
perkawinan. Hal tersebut diminta oleh Pasal 2 Ayat (2) yang menyatakan bahwa
"Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang undangan yang
berlaku".24
Pencatatan bukanlah suatu hal yang menentukan sah atau tidaknya
suatu perkawinan. Dalam Surat Keputusan Mahkamah Islam Tinggi tahun 1953
No. 23/19 menegaskan bahwa bila rukun nikah telah lengkap, tetapi tidak
didaftar, maka nikah tersebut sah, sedangkan yang bersangkutan dikenakan
denda karena tidak didaftarkannya nikah itu.25 F. Tentang Tajdi>d al-Nika>h
1. Pengertian Tajdi>d al-Nika>h
31
Menurut bahasa tajdi>d adalah pembaharuan yang merupakan
bentuk dari اِيِ ت ص دِ ي ص دَِ yang artinya memperbaharui.26 Kata tajdi>d
juga bisa diartikan memperbaharui atau menghidupkan kembali nilai-nilai
agama yang telah mengalami pergeseran dari ajaran yang Al-quran maupun
sunnah yang disebabkan karena khufarat maupun bid’ah di lingkungan umat
Islam.27
Selain itu dalam kata tajdi>d juga mengandung arti yaitu
membangun kembali, menghidupkan kembali, menyusun kembali, atau
memeperbaikinya sebagaimana yang diharapkan. Menurut itilah tajdi>d
adalah mempunyai dua makna yaitu:
a. Apabila dilihat dari segi sasarannya, dasarnya, landasan dan sumber
yang tidak berubah-ubah, maka tajdi>d bermakna mengembalikan segala
sesuatu kepada aslinya
b. Tajdi>d bermakna modernisasi, apabila sasarannya mengenai hal-hal
yang tidak mempunyai sandaran, dasar, landasan dan sumber yang
tidak berubah-ubah untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta
ruang dan waktu28
26 Husain Al-Habsyi, Kamus al-Kautsar Lengkap, (Surabaya: YAPI, 1997), 43.
32
Menurut Masjfuk Zuhdi kata tajdi>d itu mengandung suatu
pengertian yang luas sebab di dalam kata ini terdapat tiga unsur yang saling
berhubungan yaitu:
a. Al-i’adah artinya mengembalikan masalah-masalah agama terutama
yang bersifat khilafiah kepada sumber agama ajaran Islam, yaitu:
Al-Quran dan Al-Hadits
b. Al-ibanah yang artinya purifikasi atau pemurnian agama Islam dari
segala macam bentuk bi’ah dan khurafah serta pembebasan berfikir
(liberalisasi) ajaran agama Islam dari fanatik madzab, aliran, ideology
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama Islam
c. Al-ihya’ artinya menghidupkan kembali, menggerakan, memajukan dan
memperbaharui pemikiran dan melaksanakan ajaran Islam29
Selain mengkaji pengertian tajdi>d tersebut, juga akan dipaparkan
tentang pengertian nikah. Kata nikah berasal dari bahasa Arab ا yang
merupakan bentuk masdar dari fi’il madhi yang artinya kawin atau
menikah.30 Berdasarkan pendapat para imam madzab, pengertian nikah adalah sebagai berikut:
a. Golongan Hanafiah mendefinikan nikah:
ِص عَملا ك م ِينصي ٌِقع َ اب ا نلا
29 Ibid.
30 Artabik Ali, Muhammad Mudhlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya
33
“Nikah itu adalah akad yang mengfaedahkan memiliki, bersenang
-senang dengan sengaja”
b. Golongan As-Syafi’iyah mendesinisikan nikah:
ا ظ ب ء ك م نَم َي ٌِقع َ اب ا نلا امه انعم ا ت ا ا
“Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan watha’ dengan lafaz nikah atau tazwij atau yang semakna dengan keduanya”
c. Golongan Malikiyah mendesinisikan nikah:
د َر م ى ع ٌِقع َ اب ا نلا ب م ريغ َيمادابد َلا ع م
“Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata
untuk membolehkan watha’, bersenang-senang dan menikmati apa
yang ada pada diri seorang wanita yang boleh nikah dengannya”
d. Golongan Hanabilah mendesinisikan nikah:
عاَمَْْا ع نم ى ع ي ت ا ا ا ظ ب ٌِقع ه
“Nikah adalah akad dengan mempergunakan lafaz nikah atau tazwij
guna membolehkan manfaat, bersenang-senang dengan wanita”31
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian tajdi>d dan nikah
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tajdi>d al-nika>h adalah pembaharuan
akad nikah. Arti secara luas yaitu sudah pernah terjadi akad nikah yag sah
menurut syara’, dengan adanya maksud agar perkawinannya tersebut diakui
oleh pemerintah dan mendapatkan perlindungan hukum, maka dilakukanlah
akad kembali atau akad yang kedua kalinya atau lebih dan dalam akad
tersebut (baik akad pertama, kedua atau akad selebihnya) telah memenuhi
syarat dan rukun suatu perkawinan yang sudah terdapat ketentuannya baik
31 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, (Beirut: Dar al Fikr, Juz 4, 1969),
34
menurut agama Islam maupun secara hukum di Indonesia yang nantinya
akan menghalalkan hubungan keduanya.
Berdasarkan penjelasan dari Wakid Yusuf pengertian tajdi>dun
nika>h adalah pembaharuan terhadap akad nikah. Arti secara luas yaitu
pembaharuan, perbaikan terhadap suatu akad yang nantinya akan
menghalalkan hubungan suami istri antara seorang laki-laki dengan
perempuan yang akhirnya akan mewujudkan tujuan dari pernikahan yaitu
adanya keluarga yang hidup dengan penuh kasih sayang dan saling tolong
menolong, serta sejahtera dan bahagia.32
Dalam tulisan Ahmad Sutaji, yang dimaksud dengan “tajdi>d nika>h
dalam pernikahan” adalah pembaharuan akad nikah atau memperbaharui
akad nikah atau mengulang akad nikah. Dalam bahasa jawa sering disebut
dengan istilah “nganyari nikah” atau lebih dikenal dengan istilah mbangun
nikah.33 Sedangkan di dalam Undang-undang dan KHI tidak mengatur secara jelas tentang tajdi>d nika>h.
Berdasarkan penjelasan tentang tajdi>d al-nika>h diatas, dapat
dirumuskan beberapa alasan-alasan dimana orang melakukan tajdi>d
al-nika>h, yaitu sebagai berikut:
32Wakid Yusuf,
http://D:/bahan-skripsi/FIQH-MUNAKAHAT-TAJDID-NIKAH-PEMBAHARUAN-NIKAH-WAKID-YUSUF.htm
35
a. Untuk kehati-hatian dalam berumah tangga barang kali pernah tidak
sengaja mengucapkan kata talak
b. Diharapkan bisa memperoleh keturunan34 c. Memperindah nikah35
d. Adanya ketidaktentraman atau ketiharmonisan hubungan suami istri
dalam membina rumah tangga36
Selain alasan yang telah diuraikan diatas, adapula
alasan-alasan dimana orang tidak diperbolehkan melaksanakan tajdi>d al-nika>h,
yaitu sebagai berikut:
a. Faktor ekonomi yang mengakibatkan terjadinya pertengkaran37 b. Pembaharuan akad nikah sebagai syarat rujuk38
2. Hukum Tajdi>d al-Nika>h
Mas’ud, yang mengutip dari buku yang ditulis oleh Tim Redaksi
Nuansa Aulia berjudul Kompilasi Hukum Islam yang mengatakan bahwa
tajdi>d al-nika>h merupakan hal yang sudah umum dilakukan oleh sebagian
masyarakat, adapun pendapat dari Jumhur ulama bahwa hukum dari tajdi>d
al-nika>h adalah diperbolehkan jika dimaksudkan untuk menguatkan suatu
34 Ratna Ayu Anggraini, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tajdi>d al Ni>kah: Studi Kasus Desa
Pandean Banjarkemantren Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo”.
35 Mas’ud, “Analisis Maslahah Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah di Pondok Pesantren Yaisra
Mojokerto”.
36 Ahmad Sutaji, http://D:/bahan-skripsi/TAJADDUD-NIKAH.htm
37 Ratna Ayu Anggraini, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tajdi>d al Ni>kah: Studi Kasus Desa
Pandean Banjarkemantren Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo”.
38 M. Zainuddin Nur Habibi, “Tinjaun Hukum Islam Terhadap Pembaharuan Akad Nikah Sebagai
36
pernikahan. Hal ini sesuai dengan apa yang ada di dalam Kompilasi Hukum
Islam, bahwa pernikahan adalah ikatan yang kuat.39 Seperti pada kasus ini, pernikahan kedua dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh legalitas dan
status hukum yang jelas dari pemerintah.
Dalam hal ini akad kedua tidak merusak akad yang pertama, maka
akad yang kedua juga tidak mengurangi jatah talak suami. Bila sebelumnya
belum menjatuhkan talak, maka jatah talaknya masih 3, bila sudah
menjatuhkan talak satu, maka jatah talaknya tinggal 2 dan seterusnya.
Begitu juga pihak laki-laki tidak perlu memberikan mahar lagi.
Menurut Syekh Al-Ardabili, sebagaimana yang beliau jelaskan
dalam kitab Al-Anwar Li A’malil Abror, disebutkan bahwa:
َ ا ٌ دَِ ل ضقَني ر لاب ٌ ار إ َ ِ رخا ٌر م م ل
ي حََلا ىلإ اَحي اَطلا ب
ثلاَثلا َرملا ىف
Jika seorang suami memperbaharui nikah kepada istrinya, maka wajib memberi mahar lain, karena ia mengakui perceraian dan memperbaharui nikah termasuk mengurangi hitungan talak kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallil.40
Berdasarkan skripsi yang itulis oleh Ratna Ayu NAggraini yang
mengutip dari kitab Fathul Barri mengatakan bahwa: Ibnu Hajar
al-Asqalany menyatakan bahwa menurut Jumhur ulama bahwa tajdi>d al-nika>h
tidak merusak akad pertama. Beliau menambahkan bahwa “Aku
mengatakan: “Yang shahih di sisi ulama Syafi’iyah adalah mengulangi akad
39 Mas’ud, “Analisis Maslahah Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah di Pondok Pesantren Yaisra
Mojokerto”.
37
nikah atau akad lainnya tidak mengakibatkan fasakh akad pertama,
sebagaimana pendapat Jumhur ulama”. 41
Dari beberapa pendapat di atas, terdapat penguatan lain yaitu melakukan bai’at?. Aku menjawab: “Ya Rasulullah, aku sudah melakukan bai’at pada waktu pertama (sebelum ini). “Nabi SAW berkata: “Sekarang terdapat hal-hal musyabbihat atau samar-samar, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya (H.R. Bukhari).43
Mas’ud dalam skripsinya melakukan wawancara dengan Memed
“Kang santri” yang mengatakan bahwa mahar adalah wajib dalam tajdi>d
al-nika>h dengan ketentuan bahwa tajdi>d al-nika>h dimaksudkan untuk
mengumumkan nikah yang pertama, karena pernikahanan pertama
41 Ratna Ayu Anggraini, “Analisis Hukum Islam Terhadap Tajdi>d al Ni>kah: Studi Kasus Desa
Pandean Banjarkemantren Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo”.
38
dilakukan secara sirri, bahkan diharuskan adanya penambahan besarnya
nilai mahar baik itu sedikit maupun banyak.44
G. Maslahah
Maslahah mursalah menurut lugat terdiri atas dua kata, yaitu maslahah
dan mursalah. Kata maslahah berasal dari kata kerja bahasa Arab yaitu:
ص
صي menjadi اح ص atau ح صم
Yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Maslahah mursalah yang
berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu
hukum Islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik
(bermanfaat). Menurut istilah ulama ushul ada bermacam-macam ta’rif yang
diberikan, di antaranya:
1. Imam Ar-Razi mena’rifkan sebagai berikut:
“Maslahah ialah, perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh
Musyarri’ (Allah) kepada hamba-Nya tentang pemeliharaan agamanya,
jiwanya, akalnya, keturunannya, dan harta bendanya.”
2. Imam Al-Ghazali mena’rifkan sebagai berikut:
“Maslahah pada dasarnya ialah meraih manfaat dan menolak madarat.”
3. Menurut Muhammad Hasbi As-Shiddiqi, maslahah ialah:
44 Mas’ud. “Analisis Maslahah Terhadap Pelaksanaan Tajdi>d al Ni>kah di Pondok Pesantren Yaisra
39
“Memelihara tujuan syara’ dengan jalan menolak segala sesuatu yang
merusakkan makhluk.”45
Dilihat dari segi bahasa kata maslahah adalah sama dengan kata
al-manfa'ah, baik artinya maupun timbangan kata (wazan). Al-maslahah adalah
bentuk tunggal dari al-masalih, semuanya mengandung arti manfaat secara asal
maupun proses, seperti menghasilkan kenikmatan dan faedah, ataupun
pencegahan dan penjagaan, seperti menjauhi kemadaratan dan penyakit. Semua
itu bisa dikatakan maslahah.46
Selain penjelasan di atas terdapat arti secara Secara etimologi,
maslahah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal maupun makna. Maslahah
juga berarti manfaat atau sesuatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Secara
terminologi, terdapat beberapa definisi maslahah yang dikemukakan ulama
ushul fiqh, tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama. Imam
Al-Ghazali, mengemukakan bahwa pada prinsipnya maslahah adalah mengambil
manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan
syara'. Tujuan syara' yang harus dipelihara tersebut ada lima bentuk yaitu:
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.47
BAB III
PELAKSANAAN TAJDI>D AL-NIKA>H DI KUA KECAMATAN NGANJUK
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Setelah paparan kajian hukum Islam terkait pernikahan dan tajdi>d
al-nika>h pada bab 2, bab 3 akan berisi tentang temuan penelitian yaitu bagaimana
pelaksanaan tajdi>d al-nika>h oleh KUA Kecamatan Nganjuk. Dalam bab ini akan
dipaparkan terlebih dahulu gambaran umum KUA Kecamatan Nganjuk yang
menjadi lokasi penelitian, kemudian bagaimana kronologi pelaksaaan tajdi>d
al-nika>h yang disertai penjelasan siapa saja pihak-pihak yang terkait, sampai pada
kemudian penjelasan tentang faktor-faktor yang melatar belakangi tajdi>d
al-nika>h dan landasan hukum yang dipakai oleh KUA tersebut.
Dalam hal ini akan dipaparkan tentang gambaran umum Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Nganjuk yang terletak di Jalan Imam Bonjol No. 50,
Kode Pos: 64410, Telp. (0358) 325288. Secara geografis letak KUA Kecamatan
Nganjuk yaitu: sebelah barat: pekarangan kosong milik warga, sebelah timur: Jl.
Raya Imam Bonjol, sebelah utara: rumah penduduk, sebelah selatan: TK.
Selain penejelasan tentang letak geografis KUA Kecamatan Nganjuk
diatas, adapula struktur organisasi KUA Kecamatan Nganjuk yang terdiri dari:
Kepala Kantor Urusan Agama: Nur Cholis, S. Pd, Pegawai PPAI: Mokh.
Amiruddin, S. Ag., M. Pd.I, Penyuluh: Dra. Diah Pianawati, Penghulu: Mashuri,
42
terdiri atas: Afifuddin Aziz, S. Pd.I, Siti Muawanah D, S. Pd. Selain paparan
diatas, adapula Visi dan Misi KUA Kecamatan Nganjuk yaitu sebagai berikut:
1. Visi
Terwujudnya pelayanan masyarakat yang prima dan professional menuju
kehidupan umat beragama masyarakat Kecamatan Nganjuk yang rukun,
damai dan kondusif
2. Misi
a. Memaksimalkan pelayanan dalam hal pencatatan perkawinan-rujuk,
kepenghuluan, zakat, wakaf, kemasjidan, hisab-rukyat, penentuan arah
kiblat, informasi dan manasik haji, produck halal dan keluarga sakinah
b. Meningkatkan tertib administrasi, keakuratan data dan statistic serta
meningkatkan disiplin, ethos kerja, daya kreatifitas dan profesionalisme
pegawai
c. Meningkatkan kwalitas pelayanan dan bimbingan, serta pengembangan
BP.4 dan keluarga sakinah serta pembinaan calon pengantin (suscatin)
d. Membangun dan meningkatkan hubungan kerjasama lintas sektoral
yang sinergis dan harmonis dengan berbagai elemen masyarakat baik
pemerintah (instansi terkait) maupun tokoh sosial dan agama
e. Meningkatkan kelengkapan sarana dan prasarana administrasi
perkantoran yang memadai serta meningkatkan penampilan fisik ksntor
43
f. Menjadikan KUA sebagai pusat informasi dan kegiatan masyarakat
dalam bidang peningkatan kwalitas pendidikan agama dan
meningkatkan kwalitas pengamalan ajarann umat beragama
Beberapa informan yang manjadi sumber penelitian di KUA
Kecamatan Nganjuk adalah Bapak Nur Cholis, Bapak Zaini, Ibu Utami.
B. Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h Di KUA Kecamatan Nganjuk
1. Latar Belakang Tajdi<d al-Nika>h
Dalam kasus ini ada beberapa orang yang terlibat yaitu:
Abdurrahim sebagai Bapak, Suryati sebagai Ibu, Utami sebagai anak, Abdul
sebagai calon suami, Bapak Nur Cholis sebagai penghulu KUA Kecamatan
nganjuk, Bapak Zaini sebagai Moden Kelurahan Kartoharjo.
Kasus tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk berasal dari
cerita yang bermula pada 20 tahun yang lalu, adalah pasangan Bapak
Abdurrahim dan Ibu Suryati yang berasal dari Kelurahan Kartoharjo yang
menikah pada tahun 1995 tetapi mereka tidak mencatatkan pernikahannya,
sehingga mereka tidak memiliki akta nikah. Kemudian pada tahun 2016
putri mereka hendak menikah, dan ketika ingin mendaftarkan pernikahan
anaknya tersebut ke KUA Kecamatan Nganjuk, pihak KUA tidak bisa
memfasilitasi pencatatan pernikahan anaknya beserta calon suaminya
44
Kemudian Bapak Abdurrahman dan Ibu Suryati melaksanakan
tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk sebagai upaya untuk bisa
diterima oleh KUA Kecamatan Nganjuk dalam mengurus pencatatan
pernikahan anaknya. Akan tetapi pada proses atau pada tahapan selanjutnya
ayahnya ternyata tidak bisa menjadi wali, hal ini karena tercatat
pernikahannya baru padahal anaknya sudah ada. Berikut adalah cerita dari
dari narasumber Ibu Utami, yaitu sebagai berikut:
“Awalnya itu saya ingin menikah dengan calon suami saya,
kemudian saya dan suami saya datang ke KUA untuk melakukan
perkanikahan, tapi KUA tidak bisa menikahkan saya karena orangtua saya
yang belum mempunyai buku nikah. Pernikahan saya dan suami saya
berhenti dan tidak lanjut lagi. Kedua orangtua saya datang ke rumah
Moden, orangtua saya curhat kalau saya tidak bisa dinikahkan karena kedua
orangtua saya yang belum punya buku nikah, dan Moden menyarankan
kedua orangtua saya itu melakukan isbat nikah. Tapi dengan beberapa
alasan karena saksinya berada di jauh dan bapak dari ibu saya juga sudah
meninggal, kedua orangtua saya menolak. Solusi lain dari Bapak Moden
adalah menikahkan kembali orangtua saya. Setelah orangtua saya menikah
dan mendapatkan buku nikah, kemudian saya dan kedua orangtua saya
datang lagi ke KUA untuk mengurus pernikahan saya. Pihak KUA
45
wali hakim” bapak saya tidak setuju karena bapak saya ingin menjadi wali
di pernikahan saya. Kemudian saya dan keluarga saya kembali menuju
daerah perantuan yaitu Surabaya, dan disana kedua orangtua saya
menikahkan saya tapi tidak di KUA. Saya dan suami saya dan kedua
orantua saya datang kembali ke KUA sini dan mengajukan pernikahan
melalui Moden. Disarankan oleh Moden agar pernikahan saya itu di
isbatkan karena saksi, dan orang yang menikahkan saya masih bisa untuk
dijadikan saksi saat isbat di Pengadilan nanti. Tapi kedua orangtua saya
tidak setuju, dan memilih untuk menikahkan saya pada KUA. Bapak Moden
yang mengurus semua persyaratan pernikahan saya, dan saya hanya
mencarikan apa saja yang menjadi persyaratan nikah di KUA.1
Dari cerita di atas, ada hal yang perlu penulis sampaikan, bahwa:
kedua pasangan ini akhirnya melakukan pernikahan ulang ke KUA karena
alasan tidak diterimanya orangtuanya sebagai wali. Hal penting lainnya
yang penulis ingin sampaikan, bahwa masyarakat ini sudah lebih
mementingkan atau menyadari pentingnya pencatatan perkawinan
dibandingkan dengan masyarakat yang lalu. Orang tua dari Utami
menyesali kenapa dulu menikah sirri dan tidak ingin anaknya mengalami
hal yang sama.
2. Pelaksanaan Tajdi>d al-Nika>h
46
Karena pada dasarnya tajdi<d al-nika>h adalah pengulangan akad
nikah yang sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh suami, baik syarat
maupun rukunnya dan proses pelaksaannya hampir sama dengan akad nikah
yang sebelumnya pernah dilakukan.
Dalam pelaksanaan tajdi>d al-nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk ini
sudah sesuai prosedur pernikahan yang telah ada ketetapannya dalam
Undang-undang maupun dalam hukum Islam yang ada di Indonesia. Dari
penjelasan Bapak Wawan yang merupakan salah satu saksi pada saat
dilaksankannya tajdi>d al- nika>h ini, penulis bisa simpulkan bahwa tajdi>d al-
nika>h di KUA Kecamatan Nganjuk adalah sebagai berikut:
Pertama, dalam hal ini pasangan suami istri mengatakan kepada
pihak Moden yang ada di desa Kelurahan Kartoharjo, tentang keinginannya
untuk menikah seusai dengan hukum yang ada pada pemerintahan. Suami
istri tersebut mengatakan kepada Moden Kelurahan Kartoharjo bahwasanya
keduanya telah melakukan nikah secara srri di luar Kelurahan Kartoharjo.
Kemudian Moden menyarankan untuk keduanya melakukan isbat nikah atas
pernikawinan sirrinya tersebut, karena adanya alasan tertentu orangtuanya
menolak untuk menisbat nikahkan anaknya tersebut. Jalan yang ditempuh
adalah menuju ke KUA Kecamatan Nganjuk dan kemudian dinikahkanlah
47
Kedua, pasangan suami istri sebelumnya sudah menyiapkan syarat
daministrasi pada KUA Kecamatan Nganjuk dan syarat dalam
melaksanakan perkawinan pada KUA. Pada pelakasanaan pernikahan pada
KUA Kecamatan Nganjuk ini telah diketahui banyak orang, tetapi tidak
mengundang orang umum untuk memeriahkan perkawinannya tersebut,
hanya orang-orang terdekat dan keluarga saja yang datang untuk mengikuti
proses perkawinannya tersebut. Sedangkan pada pernikawinan sirri yang
sebelumnya, tidak ada seorangpun yang mengetahui, kecuali orang-orang
yang bersangkutan pada perkawinan sirrinya tersebut.
Ketiga, khutbah nikah oleh penghulu dengan menggunakan bahasa
arab, kemudian pelaksanaan ijab dan qabul yang disertai dengan penyerahan
mahar dari suami kepada istrinya.
Keempat, dalam acara perkawinan ini ditutup dengan doa yang
dipimpin oleh penghulu dan yang terakhir adalah makan bersama di KUA
tersebut.
C. Landasan Hukum Yang Dipakai Oleh KUA Dalam Melaksanakan Tajdi>d
al-Nika>h
Yang menjadikan issu tajdi>d al-nika>h itu menarik adalah karena tidak
ditemukannya secara jelas dan tegas peraturan atau landasasan hukum tentang
tajdi>d al-nika>h dalam perundang-undangan perkawinan di Indonesia. Baik itu di