TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN AKAD
KAF>>>>>>A<LAH BIL
’
UJRAH
PADA PEMBIAYAAN
TAKE OVER
DI
BMT UGT SIDOGIRI CAPEM SUKOREJO KOTA BLITAR
SKRIPSI
Oleh Desycha Yusianti NIM. C72213112
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul ‚Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Penggunaan Akad Kafa>lah bil ’Ujrah pada Pembiayaan
Take Over di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar. Penelitian ini
untuk menjawab pertanyaan : 1. Mengapa pembiayaan take over di BMT UGT
Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar menggunakan akad kafa>lah bil ’ujrah ? 2.
Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan akad kafa>lah bil ’ujrah
pada pembiayaan take over di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar ? Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis menggunakan teknik deskriptif, yaitu teknik yang menggambarkan dan menjelaskan mengenai fakta-fakta, dalam
penelitian ini menggambarkan penyebab BMT menggunakan akad kafa>lah pada
pembiayaan take over dan prosedur serta praktek penggunaan akad kafa>lah pada pembiayaan take over di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Blitar. Kemudian diambil kesimpulan menggunakan pola pikir induktif, dimana dijabarkan terlebih
dahulu mengenai praktek akad kafa>lah di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo
Kota Blitar, kemudian dianalasis apakah terdapat penyimpangan akad kafa>lah bil
’ujrah pada pembiayaan take over yang digunakan tersebut menurut hukum
Islam.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa aplikasi pembiayaan take over di
BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar menggunakan akad kafa>lah bil
‘ujrah. Akad kafa>lah digunakan oleh BMT dikarenakan pengaplikasiannya
dianggap lebih mudah dan tidak rumit, karena tidak perlu melibatkan pihak makfu>l lahu, dan makfu>l lahu tidak diberi tahu mengenai akad tersebut. Dalam
perspektif hukum Islam, penggunaan dan praktek akad kafa>lah bil ‘ujrah pada
pembiayaan take over yang dilakukan oleh BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN MUI N0.31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan hutang. Ketidaksesuaian tersebut terletak pada penggunaan akadnya, dimana dalam 4 alternatif akad yang dapat digunakan
untuk pembiayaan take over (pengalihan hutang) dalam fatwa tersebut tidak
terdapat akad kafa>lah bil ‘ujrah. Selain itu akad kafa>lah yang dilakukan tidak
dihadiri oleh makfu>l lahu, dimana dalam syarat makfu>l lahu diharuskan
kehadirannya. Hal ini menjadikan akad kafa>lah tersebut tidak sah. Sedangkan
’ujrah yang diambil dari akad kafa>lah tidak seharusnya ditentukan berdasarkan
jumlah dana pertanggungan dan prosentase, karena akad kafa>lah termasuk akad
tabarru’ (tolong menolong), dan ’ujrah bersifat sukarela.
Berdasarkan kesimpulan diatas, pihak BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar, disarankan agar meninjau kembali penggunaan akad
kafa>lah bil ‘ujrah pada pembiayaan take over ini serta pihak BMT juga
disarankan untuk mempelajari Fatwa DSN MUI tentang pengalihan hutang, agar
sesuai dengan prinsip syariah. Demikian pula untuk besaran ‘ujrah harap dikaji
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM i
PERNYATAAN KEASLIAN ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
PENGESAHAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TRANSLITERASI xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah 8
C. Rumusan Masalah 8
D. Kajian Pustaka 9
E. Tujuan Penelitian 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian 11
G. Definisi Operasional 12
H. Metode Penelitian 13
I. Sistematika Pembahasan 18
BAB II AKAD KAFA<LAH, ’UJRAH, DAN PEMBIAYAAN TAKE OVER
MENURUT HUKUM ISLAM
A. Akad Kafa>lah 20
1. Pengertian Kafa>lah 20
2. Dasar Hukum Kafa>lah 23
3. Rukun dan Syarat Kafa>lah 25
4. Macam-Macam Kafa>lah 27
5. Skema Aplikasi Akad Kafa>lah pada Lembaga Keuangan
B. ’Ujrah 32
1. Dasar Hukum ’Ujrah 32
2. Syarat-syarat ’Ujrah 33
3. ’Ujrah dalam Akad Kafa>lah 34
C. Pembiayaan Take Over (Pengalihan Hutang) 36
1. Hiwa>lah 36
2. Take Over (Pengalihan Hutang) dalam Lembaga
Keuangan Syari’ah 40
BAB III PRODUK PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT SIDOGIRI
CAPEM SUKOREJO KOTA BLITAR
A. Profil Singkat BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota
Blitar 42
1. Sejarah Berdirinya BMT UGT Sidogiri 42
2. Visi dan Misi BMT UGT Sidogiri 45
3. Struktur Organisasi BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo
Kota Blitar 46
4. Produk-Produk BMT UGT Sidogiri 47
B. Implementasi Akad Kafa>lah bil ‘ujrah Pada Pembiayaan Take
Over di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar 52
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN AKAD KAFA<LAH BIL ’UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI
BMT UGT SIDOGIRI CAPEM SUKOREJO KOTA BLITAR 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 66
B. Saran 67
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era modern ini, kebutuhan hidup masyarakat semakin tinggi. Dengan
adanya keadaan tersebut, dalam mencapai pemenuhan kebutuhannya
masyarakat diharuskan untuk berusaha keras dan bekerja. Dengan bekerja,
aktivitas masyarakat semakin berkembang utamanya pada sektor ekonomi.
Aktivitas ekonomi dalam Islam disebut dengan mu’a>malah,
diantaranya adalah jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, dan lain
sebagainya. Aktivitas ekonomi yang beragam inilah yang membuat
masyarakat sadar untuk berkegiatan ekonomi sesuai dengan prinsip syari’ah,
hal ini dikarenakan masyarakat telah makin mengerti bahwa melakukan
kegiatan ekonomi haruslah sesuai prinsip mu’a>malah yang diajarkan Agama
Islam. Seiring dengan hal tersebut, lahirlah Lembaga Keuangan Syari’ah
(LKS) di Indonesia, baik dalam bentuk Bank maupun Non Bank untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang ingin bertransaksi sesuai syariah, dan
bebas dari riba.
Seperti dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 275 :
…
2
‚…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…‛1
Lembaga Keuangan Syari’ah yang bentuk non-Bank antara lain BMT
atau Baitul Ma>l wat Tamwil, yang kegiatan operasionalnya mirip dengan
perbankan. Baitul Ma>l wat Tamwil (BMT) adalah lembaga yang
mengumpulkan dana zakat, infaq dan shadaqah. Namun disamping itu BMT
juga mempunyai peran sebagai lembaga yang mengurusi simpan-pinjam
dengan berbasis syari’ah. Usaha ini hampir sama dengan usaha perbankan
syari’ah, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada masyarakat. Perbedaan BMT dengan Bank antara lain jika
BMT merupakan LKS untuk skala mikro, dan Bank Syari’ah merupakan
LKS untuk skala makro.
BMT memiliki banyak produk-produk yang ditawarkan kepada
nasabahnya, antara lain produk penghimpun dana, penyaluran dana dan jasa.
Dalam produk penghimpun dana (funding) terdapat produk wadi>’ah dan
mud{a>rabah. Dalam produk penyaluran dana (financing), yaitu dengan
menggunakan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing atau revenue
sharing) mud{a>rabah dan musha>rakah, jual beli (sale and purchase) bai’, sewa
(operational lease and financial lease) ija>rah dan ija>rah munta>hiya bit tamlik
(IMBT). Sedangkan dalam produk jasa yaitu kafa>lah, hawa>lah, rahn, dan
lain-lain.2
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2002), 58. 2
Muhammad Ridwan, Sistim dan Prosedur Pendirian BMT (Baitul Mal Wat Tamwil)
3
Semakin berkembangnya aktivitas ekonomi, membuat kebutuhan
masyarakat semakin beragam. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan produk yang diberikan oleh BMT juga meningkat. Dilihat
dari tujuan penggunaannya, terdapat pembiayaan investasi, pembiayaan
modal kerja, pembiayaan untuk tujuan konsumtif, gadai, dan lain-lain.3 Kini,
pembiayaan tersebut telah berkembang lagi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, diantaranya adalah pembiayaan take over. Take over sendiri
adalah pengalihan hutang. Maraknya Lembaga Keuangan Syari’ah sekarang
ini, membuat masyarakat yang semula menjadi nasabah Lembaga Keuangan
Konvensional (LKK) ingin beralih menjadi nasabah Lembaga Keuangan
Syari’ah. Fasilitas take over ini sering dimanfaatkan oleh sebagian kalangan
masyarakat tersebut.
Salah satu BMT yang memberikan pembiayaan Take over adalah BMT
UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar. Take over atau pengalihan
hutang adalah pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over
(pengalihan) terhadap transaksi non syari’ah yang telah berjalan yang
dilakukan oleh Bank syari’ah atas permintaan nasabah. Menurut Adiwarman
A. Karim, pelaksanaan akad pada pembiayaan take over ini dapat
menggunakan akad hiwa>lah atau dengan akad qard{.4 Dengan demikian, take
over merupakan pengalihan hutang yang masih berjalan dari Lembaga
3 Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), 114. 4
4
Keuangan Konvensional ke Lembaga Keuangan Syari’ah dengan permintaan
dari nasabah yang bersangkutan.
Berkaitan dengan adanya pembiayaan take over, maka tidak lepas dari
tata cara dan akad yang digunakan dalam take over itu sendiri. Akad
merupakan sesuatu hal yang penting berkaitan dengan sah atau tidaknya
suatu transaksi.5 Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ali-Imran
ayat 76 :
ِِدْهَعِب ْٰٰوَا ْنَم ىٰلَ ب
ٰق تاَو
ٰ للا نِاَف ى
َْيِقتحمْلا بِحُ َ
‚(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.‛6
Serta dalam surat Al-Maidah ayat 1 :
ٰي
ٰا َنْيِذلا اَه يَا
ْوح َم
ِدْوحقحعْلاِب اْوح ف ْوَا ا
…
‚Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…‛7
Dengan demikian akad berarti perikatan atau perjanjian antara dua
orang atau lebih, melakukan ijab dan qabul dan dapat menghasilkan hukum
tertentu bagi pihak-pihak yang berakad.
Akad dalam fiqh mua>malah dibagi menjadi 2 (dua), yaitu akad tabarru’
dan akad tija>rah. Akad tabarru’ adalah akad yang digunakan untuk tujuan
5
Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), 30. 6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya…, 74.
5
saling menolong tanpa mengharapkan balasan kecuali dari Allah SWT. Akad
tija>rah adalah akad yang digunakan dalam transaksi dengan tujuan mencari
keuntungan.8
Akad yang digunakan dalam pembiayaan take over di BMT UGT
Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar berbeda dengan ketentuan akad
pengalihan hutang, yakni menggunakan akad kafa>lah bil ’ujrah. Kafa>lah
merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.9
Seseorang yang memiliki hutang di LKK, jika akan mengalihkan hutangnya
kepada BMT, maka berlaku akad ini. Pihak BMT akan melakukan
penjaminan hutang tersebut kepada LKK, kemudian atas penjaminan hutang
tersebut, BMT mendapatkan ’ujrah (upah).
Dalam hal pemberian pembiayaan take over ini, BMT memberikan
syarat dasar yang harus dipenuhi oleh nasabah yang akan melakukan take
over, antara lain :
1. Melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
2. Fotokopi buku angsuran hutang nasabah pada LKK.
Setelah mendapatkan syarat tersebut, BMT melakukan survei ke
tempat usaha nasabah, kemudian dianalisa meliputi :
1. Karakter nasabah (orang yang dapat dipercaya atau tidak).
8
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2007), 13-15
9Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2011),
6
2. Kekuatan nasabah (dalam hal pembayaran hutang).
3. Rekam jejak nasabah (dalam hal pembayaran hutang nasabah pada LKK).
Setelah melakukan analisa dan disetujui, BMT kemudian
membayarkan hutang tersebut kepada LKK, selanjutnya nasabah
berkewajiban membayarkan hutangnya yang telah dialihkan kepada BMT
sesuai dengan perjanjian. Untuk besarnya ’ujrah yang diberikan BMT, maka
dipertimbangkan 2 (dua) hal, yaitu :
1. Kepemilikan usaha dari nasabah.
2. Jumlah plafon pembiayaan take over yang diberikan.10
Untuk memenuhi kebutuhan hukum dari masyarakat luas tentang
transaksi syariah, Majelis Ulama Indonesia telah membuat Fatwa berkaitan
dengan take over tersebut. Dalam Fatwa DSN-MUI
No.31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Hutang, dijelaskan bahwa salah satu
bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah
membantu masyarakat untuk mengalihan transaksi non-syari’ah yang telah
berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syari’ah. Yang dimaksud
pengalihan hutang adalah pemindahan hutang nasabah dari Bank/Lembaga
Keuangan Konvensional ke Bank/Lembaga Keuangan Syariah.
Dalam Fatwa DSN-MUI No.31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan
Hutang tersebut, terdapat ketentuan yang berkaitan dengan akad yang dapat
7
digunakan dalam pengalihan hutang. Terdapat 4 (empat) alternatif yang
dapat digunakan untuk pengalihan hutang, yaitu :
1. Alternatif I yaitu Akad qard kemudian akad mura>bahah.
2. Alternatif II yaitu LKS membeli sebagian asset Nasabah dengan izin
LKK, kemudian digunakan akad mura>bahah.
3. Alternatif III yaitu dengan akad ija>rah dengan LKS untuk memperoleh
kepemilikan penuh atas asset Nasabah yang diperjanjikan dengan LKK.
4. Alternatif IV yaitu dengan akad qard{ kemudian akad Ija>rah
Muntahiyah bi al-Tamlik.11
Dalam UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dalam Bab
IV Pasal 19 huruf g yang berbunyi: melakukan pengambilalihan hutang
berdasarkan Akad hiwa>lah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah.12
Berdasarkan praktek penggunaan akad pembiayaan take over yang
telah dijelaskan, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang
‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Akad Kafa>lah bil ’Ujrah Pada
Pembiayaan Take Over Di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota
Blitar‛.
11
Fatwa DSN-MUI No.31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Hutang.
12
8
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas dapat
diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :
1. Penggunaan akad qard} dan hiwa>lah pada pembiayaan take over.
2. Pendapat ulama tentang praktik penggunaan akad kafa>lah bil ’ujrah pada
pembiayaan take over.
3. Ketidaksesuaian penggunaan akad oleh LKS dengan Fatwa DSN-MUI.
4. Penggunaan akad kafa>lah bil ’ujrah pada pembiayaan take over di BMT
UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar.
Dari uraian identifikasi masalah tersebut, penulis akan menyampaikan
batasan masalah yang akan dibahas, yaitu berfokus pada penggunaan akad
kafa>lah bil ’ujrah pada pembiayaan take over (pengalihan hutang) menurut
hukum Islam dan Fatwa DSN-MUI tentang pengalihan hutang dan apakah
penggunaan akad tersebut telah sesuai untuk pembiayaan take over ini.
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, masalah yang akan diteliti oleh penulis adalah
sebagai berikut :
1. Mengapa pembiayaan take over di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo
9
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan akad kafa>lah bil
’ujrah pada pembiayaan take over di BMT UGT Sidogiri Capem
Sukorejo Kota Blitar ?
D. Kajian Pustaka
Dengan permasalahan yang akan dikaji oleh penulis, maka untuk
menghindari adanya pengulangan penelitian serta duplikasi, penulis akan
mengemukakan beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan
take over, antara lain :
1. Skripsi yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Take
over pada Perbankan Syariah (Studi Kasus Take over KPR dari BMI ke
BRI Syari’ah Cabang Serang)‛ oleh Dzakirotul Umah Mahasiswi Fakultas
Syariah IAIN Walisongo. Dalam skripsinya dijelaskan bahwa pelaksanaan
take over di BRI Syari’ah Cabang Serang menggunakan akad qard{ dan
mura>bahah, serta telah sesuai dengan fatwa DSN MUI No.
31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan hutang.13
2. Skripsi yang berjudul ‚Penyelesaian Hutang yang Dialihkan secara Take
over dengan Akad Musha>rakah di BRI Syari’ah KCP Diponegoro
Surabaya‛ oleh Uswatun Chasanah Mahasiswi Fakultas Syariah IAIN
Sunan Ampel Surabaya. Pada skripsi ini dijelaskan bahwa hutang yang
13 Dzakirotul Umah, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Take over pada Perbankan
10
dialihkan secara take over dengan menggunakan akad qard{ kemudian
musha>rakah, dan tidak bertentangan dengan Hukum Islam serta dengan
fatwa DSN MUI No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan hutang.14
3. Skripsi yang berjudul ‚Desain Akad Pembiayaan Take over KPR di Bank
Muamalat Indonesia‛ oleh Farida Sutarsih Mahasiswi Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. Dalam skripsi ini dipaparkan bahwa
akad take over di Bank Muamalat Indonesia menggunakan akad qard} dan
mura>bahah. Menurut penulis, desain akad ini sesuai dengan salah satu
alternatif dalam fatwa DSN MUI No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang
pengalihan hutang, namun kurang sesuai dengan syariah dan mirip dengan
bai’ al-inah. Selain itu lebih lanjut penulis juga menyatakan bahwa akad
pembiayaan take over yang relevan dan sesuai dengan syariah adalah
dengan akad musha>rakah mutana>qisah.15
4. Skripsi dengan judul ‚Studi Analisis Terhadap Pelaksanaan Take over di
PT Federal International Finance Syari’ah Cabang Kudus‛ oleh Abdillah
Chamidun, Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo. Dalam skripsi
ini dijelaskan bahwa praktek pembiayaan take over di PT Federal
International Finance Syari’ah Cabang Kudus kurang sesuai dari segi
subyeknya dengan prinsip hiwa>lah (pengalihan hutang), karena
14 Uswatun Chasanah, ‚Penyelesaian Hutang yang Dialihkan secara Take over dengan Akad
Musha>rakah di BRI Syari’ah KCP Diponegoro Surabaya‛ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010).
15 Farida Sutarsih, ‚Desain Akad Pembiayaan Take over KPR Syarah di Bank Muamalat
11
sebelumnya penerima fasilitas baru tidak mempunyai hutang kepada
pihak pertama. Penerima fasilitas sebagai muhil, penerima fasilitas baru
sebagai muhal ‘alaih, pihak FIF Syari’ah sebagai muhal melakukan
transaksi dengan iktikad baik dan berasaskan kebebasan berkontrak.16
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat
perbedaan dengan penelitian ini, yaitu penulis akan membahas tentang
tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan akad kafa>lah bil ’ujrah pada
pembiayaan take over di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang disampaikan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui praktik akad kafa>lah bil ’ujrah pada pembiayaan take over di
BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar.
2. Mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan akad kafa>lah bil
’ujrah pada pembiayaan take over di BMT UGT Sidogiri Capem
Sukorejo Kota Blitar.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat beguna dalam :
1. Aspek keilmuan (Teoritis)
16 Abdillah Chamidun, ‚Studi Analisis Terhadap Pelaksanaan Take over di PT Federal
12
Dapat memperluas pengetahuan mengenai prosedur pembiayaan
take over menggunakan akad kafa>lah bil ’ujrah di BMT UGT Sidogiri
Kantor Capem Sukorejo Blitar.
2. Aspek terapan (Praktis)
Dapat digunakan sebagai pertimbangan hukum di kalangan
praktisi perbankan syari’ah di Indonesia dalam pembentukan produk
-produk perbankan yang akan diberikan pada masyarakat, serta agar
sesuai dengan konsep perbankan syari’ah yang sebenarnya.
G. Definisi Operasional
Untuk memberi gambaran yang jelas dan menghindari kesalahpahaman
mengenai skripsi ini, penulis perlu menjelaskan beberapa istilah yang
terdapat di judul skripsi ini, sebagai berikut :
1. Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan hukum mu’a>malah yang
bersumber dari Al-Qur’an, Hadits, Fiqh maupun Fatwa tentang akad
kafa>lah bil ’ujrah.
2. Pembiayaan take over adalah pengalihan hutang yang masih berjalan dari
Lembaga Keuangan Konvensional ke Lembaga Keuangan Syari’ah
dengan permintaan dari nasabah yang bersangkutan.
3. BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar adalah lembaga
13
BMT UGT Sidogiri yang bertempat di wilayah Kecamatan Sukorejo
Kota Blitar.
4. Kafa>lah bil ’ujrah adalah akad yang digunakan pada pembiayaan take
over di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar, merupakan
penjaminan pembayaran hutang nasabah oleh BMT, kemudian BMT
memperoleh ’ujrah dari penjaminan tersebut.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research),
yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam
terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu.17
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, dalam metode kualitatif, data tidak diperoleh dari
data statistik maupun hitungan lainnya.18 Penelitan ini dilakukan secara
intensif dan terperinci terhadap penggunaan akad kafa>lah bil ’ujrah pada
pembiayaan take over di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota
Blitar.
17
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Jakarta: Kencana, 2011), 34.
18
14
3. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah sebuah Lembaga Keuangan Syariah,
yang berlokasi di Kantor Cabang Pembantu Sukorejo BMT UGT
Sidogiri, terletak di Jl. Mawar No.63 RT 03 RW 10, Kecamatan Sukorejo
Kota Blitar.
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Data primer
Data primer yang penulis dapatkan merupakan data yang
diperoleh melalui penelitian langsung di BMT UGT Sidogiri Capem
Sukorejo Kota Blitar, antara lain :
1) Keterangan Kepala Cabang BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo
Kota Blitar mengenai prosedur pembiayaan take over.
2) Keterangan Nasabah pembiayaan take over di BMT UGT
Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar.
3) Dokumen pembiayaan take over di BMT UGT Sidogiri Capem
Sukorejo Kota Blitar.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak secara langsung diperoleh
oleh penulis, meliputi dokumen-dokumen dan bahan pustaka
(literatur) yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain :
15
2) Bulughul Maram, karya Al Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani
3) Fiqhu al-Isla>my Wa Adillatuhu jilid V, karya Wahbah az-Zuhaili
4) Fiqh Mu’a>malah, karya Ismail Nawawi
5) Fiqh Sunnah, karya Sayyid Sabiq
6) Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, karya Adiwarman A.
Karim
7) Fatwa DSN-MUI No.31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan
Hutang.
8) Bank Syariah dari Teori ke Praktik, karya Muhammad Syafi’i
Antonio
9) Perbankan Islam, karya Ismail
10)Panduan Praktis Perbankan Syariah, karya Sunarto Zulkifli
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis antara lain
sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan pengamatan secara langsung.19 Pada penelitian ini, penulis
melakukan pengamatan secara langsung mengenai proses pembiayaan
take over menggunakan akad kafa>lah bil ’ujrah.
19
16
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data
dengan cara komunikasi secara langsung antara pewawancara dengan
narasumber.20 Dalam hal ini penulis melakukan wawancara secara
langsung dengan Kepala Cabang BMT UGT Sidogiri Capem
Sukorejo Kota Blitar untuk memperoleh data tentang prosedur
pembiayaan take over menggunakan akad kafa>lah bil ’ujrah.
c. Dokumentasi
Metode pengumpulan data dengan dokumen merupakan bahan
data yang berbentuk surat, catatan, berkas-berkas, dan lain-lain yang
didokumentasikan.21 Dokumen yang diperoleh merupakan arsip-arsip
dalam bentuk form perjanjian dan akad yang berkaitan dengan
pembiayaan take over.
6. Teknik Pengolahan Data
a. Editing, pemeriksaan kembali data yang diperoleh terutama dari segi
kelengkapan, kejelasan makna, keserasian dan keselarasan antara
yang satu dengan yang lainnya. Yaitu pemeriksaan kelengkapan data
akad kafa>lah bil ’ujrah pada pembiayaan take over di BMT UGT
Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar.
17
b. Organizing, adalah menyusun dan mensistematisasikan data yang
diperoleh dari kerangka uraian yang telah direncanakan.22 Teknik ini
digunakan untuk menyusun data yang diperoleh mengenai take over
dan data akad kafa>lah bil ’ujrah gar dapat dipahami dengan mudah.
c. Analyzing, proses analisis dari data yang diperoleh dari
sumber-sumber penelitian dengan menggunakan teori sehingga diperoleh
kesimpulan.
7. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh
yaitu dengan teknik deskriptif yakni menguraikan dan menjelaskan
mengenai praktik akad kafa>lah bil ’ujrah pada pembiayaan take over di
BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar dengan pola pikir
Induktif, yaitu pola pikir yang berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa
yang khusus, kongkret, kemudian dari peristiwa dan fakta yang khusus
kongkret ditarik generasi yang bersifat umum,23 hal ini digunakan untuk
mengemukakan fakta dari hasil penelitian yang diperoleh tentang
prosedur pembiayaan take over menggunakan akad kafa>lah bil ’ujrah,
kemudian dianalisis apakah praktek tersebut telah sesuai dengan hukum
Islam.
18
I. Sistematika Pembahasan
Pembahasan yang terdapat dalam penelitian ini menggunakan
sistematika
sebagai berikut :
Bab pertama yakni pendahuluan, dimana pada bab ini berisi latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan
Bab kedua yaitu bab kerangka teori, akan berisi teori-teori yang
berkaitan dengan permasalahan yang dikaji oleh penulis, antara lain tentang
akad, pembiayaan take over, kafa>lah dan ’ujrah yang meliputi pengertian,
dasar hukum,syarat dan rukun, jenis-jenis, serta penggunaan akad dalam
lembaga keuangan.
Bab ketiga yakni bab berisi data penelitian, yaitu gambaran umum
tentang BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar, latar belakang,
lokasi, visi dan misi, struktur organisasi, produk-produk yang terdapat di
BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar, akad yang digunakan
dalam pembiayaan take over, serta prosedur pembiayaan take over yang
terdapat di BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar.
Bab keempat adalah bab analisis, pada bab ini berisi pembahasan
19
akad kafa>lah bil ’ujrah pada pembiayaan take over di BMT UGT Sidogiri
Capem Sukorejo Kota Blitar.
Selanjutnya bab ke lima adalah bab penutup yang berisi kesimpulan
20 BAB II
AKAD KAFA<LAH, ’UJRAH, DAN PEMBIAYAAN TAKE OVER MENURUT HUKUM ISLAM
A. Akad Kafa>lah
1. Pengertian Kafa>lah
Dalam pengertian bahasa, kafa>lah berarti ad-d}ammu yaitu
menggabungkan. Kafa>lah juga disebut d}aman berarti jaminan, hama>lah
yaitu beban, dan za’a>mah yang berarti tanggungan.1
Firman Allah Q.S Ali Imran ayat 37 :
..
..ايِرَكَز اَهَلفَكَو
‚Dan Dia (Allah) menjadikan Zakaria sebagai penjaminnya (Maryam).‛2
Menurut Mazhab Hanafi, kafa>lah memiliki dua pengertian, yang
pertama yakni :
َا ِنْيَدْوَأ ٍسْفَ ِب ِةَبَل اَطُمْلا ِِ ٍةمِذ ََِإ ٍةمِذ مَض
ِْيَعْو
‚Menggabungkan dhimmah kepada dhimmah yang lain dalam
penagihan, dengan jiwa, zat atau benda.‛
Pengertian kafa>lah yang kedua ialah :
ِنْيِدلا ِلْصَا ِِ ٍةمِذ ََِإ ٍةمِذ مَض
1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Kamaluddin A. Marzuki jilid 14 (Bandung: Al-Ma’arif,
1998), 157.
21
‚Menggabungkan dhimmah kepada dhimmah yang lain dalam
pokok (asal) utang.‛
Menurut Mazhab Maliki, kafa>lah adalah :
ْغُش َناّك ٌءاَوَس ِنْوُمْضَمْلا ِِمِذ َعَم ِنِماَضلا َةمِذ ِقَْْا ُبِحاَص َلُغْشَي ْنَأ
ًقِف َوَ تُم ِةمِذلا ُل
ىَلَع
اًفِ فَوَ تُم ْنُكَي ََْ ْوَا ٍءْيَش
‚Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi
beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menanggung
pekerjaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.‛3
Menurut Mazhab Hanbali, yang dimaksud dengan kafa>lah adalah :
َبَحَو ُماَزِتْلِا
اَصِل ٌِِ اَم ٌقَح ِْيَلَع ْنَمِراَضْحِا ُماَزِتْلاِوَأ ِنُمُضَمْلا ىَلَع ِِئ اَقَ ب َعَم َِْْغْلا ىَلَع
ِقِْْا ِبِح
‚Iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan
benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang
mempunyai hak menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada orang
yang mempunyai hak.‛
Sedangkan menurut Mazhab Syafi’i, kafa>lah merupakan :
ُراَضْحِا ْوَا ٍةَنْوُمْضَم ِْيَع ُراَضْحِا ْوَا َِْْغْلا ِةمِذ ِِ ٍتِباَث ٍقَح َماَزِتْلِا ىِضَتْقَ ي ٌدْقَع
ْنَم ِنَدَب
ُُرْوُضُح قِحَتْسَي
22
‚Akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan
(beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan
atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak
menghadirkannya.‛4
Pengertian
kafa>lah secara syara’ menurut ulama Malikiyah,Syafi’iyah, dan Hanabilah adalah menggabungkan tanggungan d}a>min
(pihak yang menjamin) kepada tanggungan al-mad}mu>n ‘anhu (pihak
yang dijamin) didalam kewajiban menunaikan hak, maksudnya didalam
kewajiban menunaikan hutang. Jadi, berdasarkan definisi ini utang yang
ada menjadi tanggungan kedua belah pihak, yaitu pihak yang menjamin
dan pihak yang dijamin.5
Sedangkan pengertian syara’ menurut Sayyid sabiq, kafa>lah adalah
proses penggabungan tanggungan kafi>l menjadi tanggungan ashi>l dalam
tuntutan atau permintaan dengan materi sama atau hutang, barang, atau
pekerjaan.6
Kafa>lah merupakan jaminan yang diberikan oleh pemberi jaminan
(penanggung) kepada pihak lain untuk memenuhi kewajiban pihak yang
ditanggung. Dalam akad kafa>lah, diperjanjikan bahwa seseorang
memberikan penjaminan kepada seorang kreditur yang memberikan
4 Ibid.,188.
5 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Isla>my Wa Adillatuhu, Terj. Abdul hayyie al-Kattani et al.
jilid.V (Jakarta: Gema Insani, 2001), 36.
23
utang kepada seorang debitur, yang mana pihak penjamin memberikan
jaminan bahwa utang yang dilakukan oleh debitur kepada kreditur akan
dilunasi oleh penjamin bila debitur wanprestasi.7
Dalam pengertian yang lain, kafa>lah juga berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.8
Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan diatas, pengertian
kafa>lah secara umum adalah jaminan, yaitu jaminan yang diberikan oleh
pihak penjamin (kafil) kepada pihak ketiga (makfu>l lahu) untuk
memenuhi kewajiban pihak yang dijamin (makfu>l ‘anhu), obyek jaminan
tersebut dapat berupa hutang maupun pekerjaan.
2. Dasar Hukum Kafa>lah
Kafa>lah disyari’atkan dalam Al-Qur’an, Al-Hadis, maupun ijma’.
Dasar hukum kafa>lah dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman :
ُلِِْ ِِب َءآَج ْنَمِلَو ِكِلَمْلا َعاَوُص ُدِقْفَ ن اْوُلاَق
َب
ٌمْيِعَز ِِباَنَاو ٍِْْع
‚Penyeru-penyeru itu berkata: ‚Kami kehilangan piala Raja, dan
siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan
makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya‛
(Q.S Yusuf ayat 72)9
7 Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), 201.
8Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001),
12.
24
Dalam ayat lain dijelaskan
ّٰتَح ْمُكَعَم َُلِسْرُا ْنَل َلاَق
اًقِثْوَم ِنْوُ ُتُُ
ّٰللا َنِم
ِِب ُِِْ ُْأَتَل ِ
...
‚Ya'qub berkata: ‚Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali…‛ (Q.S Yusuf ayat 66)10
Dalam ayat lain juga dijelaskan :
اًَسَح اًُاَبَ ن اَهَ تَبْ نَاو ٍنَسَح ٍلْوُ بَقِب اَه بَر اَهَل بَقَ تَ ف
اايِرَكَز اَهَلفَكو
ط‚Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya.‛ (Q.S Ali Imran ayat 37)11
Dalil kafa>lah dipertegas dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah
bersabda :
أ
لا ن
ًاْئَش َكَرَ ُ ْلَ َلاَقَ ف ... ٍةَزاََِِ َ ُِِأ َملَس َو ِْيَلَع ىلَص ِِِ
ِْيَلَع ْلَهَ ف َلاَق َا اوُلاَق
ِها َلوُسَر اَي ِْيَلَع ِلَص َةَداَتَ ق وُبَأ َلاَق ْمُكِبِحاَص ىَلَع اولَص َلَق َرْ يِناَنَد ُةَثَاَث اوُلاَق ٌنْيَد
ْ يَد يَلَعَو
ِْيَلَع ىٌلَصَف ُُ
.
‚Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW. (mayat seorang laki-laki untuk dishalatkan)… Rasulullah SAW bertanya ‚Apakah dia mempunyai warisan?‛ Para sahabat menjawab, ‚Tidak‛. Rasulullah bertanya lagi, ‚Apakah dia mempunyai utang?‛ Sahabat menjawab ‚Ya, sejumlah tiga dinar.‛ Rasulullah pun menyuruh para sahabat
untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah
10 Ibid.,359.
25
lalu berkata, ‚Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.‛ Maka
Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.‛ (HR. Bukhari)12
Adapun berdasarkan ijma’ para ulama’ memperbolehkan praktek
kafa>lah ini, orang-orang Islam pada masa Nubuwwah mempraktekkan
hal ini, tanpa adanya teguran dari seorang ulama pun.
3. Rukun dan Syarat Kafa>lah
Menurut madzhab Hanafi, rukun kafa>lah ada satu, yaitu ijab dan
qabul. Sedangkan menurut para ulama yang lainnya, rukun dan syarat
kafa>lah adalah kafi>l, makfu>l ‘anhu, makfu>l lahu, makfu>l bih, dan s}igah. 13
a. Kafi>l, yaitu orang yang menjamin, disyaratkan antara lain :
1) Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
2) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan
hartanya, maka dari itu kafi>l tidak diperbolehkan seorang anak
kecil ataupun orang gila, dimana dia tidak dapat mengelola
hartanya dengan baik.14
3) Rela dengan akad kafa>lah atau tanggungan yang dilakukannya.
b. Makfu>l ‘anhu, yaitu orang yang dijamin oleh kafi>l, disyaratkan :
1) Dikenal oleh penjamin (kafi>l)
2) Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada kafi>l.
12 Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Terj. Abu Firly Bassam Taqiy
(Yogyakarta: Hikam Pustaka, 2013), 230.
13
Hendi Suhendi, Fiqh Mu’a>malah…, 191.
14 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Mu’a>malat) (Jakarta: Raja
26
3) Rela dengan akad kafa>lah yang dilakukan dengan kafi>l.15
c. Makfu>l lahu, yaitu pihak ketiga yang berpiutang kepada makfu>l
‘anhu, syaratnya :
1) Bahwa yang berpiutang diketahui identitasnya oleh penjamin.
2) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
3) Serta berakal sehat.
d. Makfu>l bih, adalah hutang, barang, maupun pekerjaan yang dapat
ditanggung oleh penjamin. Disyaratkan antara lain :
1) Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa
uang, benda maupun pekerjaan.
2) Dapat dilaksanakan oleh penjamin.
3) Merupakan piutang mengikat (lazim) yang tidak mungkin hapus
kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
4) Jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
5) Tidak bertentangan dengan syari’ah, (bukan sesuatu yang
diharamkan).16
e. S{ighah, yaitu Ijab dan Qabul. Yang disyaratkan haus jelas,
mengandung makna jaminannya, serta dapat dimengerti oleh pihak
yang bersangkutan dan mengikat.17
15 Fatwa DSN No.11/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Kafa>lah.
16
Fatwa DSN No.11/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Kafa>lah.
17
27
4. Macam-Macam Kafa>lah
Menurut Sayyid Sabiq, kafa>lah ada 2 macam, yaitu kafa>lah dengan
jiwa dan kafa>lah dengan harta.
a. Kafa>lah dengan jiwa (Kafa>lah bin Nafs)
Kafa>lah dengan jiwa dikenal pula dengan jaminan muka. Yaitu
adanya kemestian pada pihak kafi>l untuk menghadirkan orang yang ia
tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makfu>l lahu).
Dalam aplikasinya di perbankan syari’ah, kafa>lah bin nafs
merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal
guarantee).18 Hal ini berarti jaminan yang diberikan oleh seseorang,
karena reputasi atau karena jabatannya, atau sebab-sebab lainnya
agar pihak bank berkenan memberikan pinjaman kepada pihak yang
dijamin. Dalam hal pihak pihak terjamin tidak mampu melaksanakan
kewajibannya, maka penjamin akan menggantikan untuk membayar
seluruh kewajibannya.19
b. Kafa>lah dengan harta (kafa>lah bil ma>l)
Kafa>lah dengan harta yaitu kewajiban yang harus dipenuhi kafi>l
dengan pemenuhan berupa harta.
Jenis ini ada tiga macam :
28
1) Kafa>lah bi ad-dain, yaitu kewajiban membayar hutang yang
menjadi tanggungan orang lain. Kafa>lah ini didasari hadis :
أ
ْئَش َكَرَ ُ ْلَ َلاَقَ ف ... ٍةَزاََِِ َ ُِِأ َملَس َو ِْيَلَع ىلَص ِِِ لا ن
ًا
ْلَهَ ف َلاَق َا اوُلاَق
اَي ِْيَلَع ِلَص َةَداَتَ ق وُبَأ َلاَق ْمُكِبِحاَص ىَلَع اولَص َلَق َرْ يِناَنَد ُةَثَاَث اوُلاَق ٌنْيَد ِْيَلَع
ِْيَلَع ىٌلَصَف ُُْ يَد يَلَعَو ِها َلوُسَر
.
‚Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW. (mayat seorang laki-laki uuntuk dishalatkan)… Rasulullah SAW bertanya ‚Apakah dia mempunyai warisan?‛ Para sahabat menjawab, ‚Tidak‛. Rasulullah bertanya lagi, ‚Apakah dia mempunyai utang?‛ Sahabat menjawab ‚Ya, sejumlah tiga dinar.‛
Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah
lalu berkata, ‚Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.‛ Maka
Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.‛ (HR. Bukhari)20
Dalam masalah hutang, disyaratkan sebagai berikut :
a) Hendaknya nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya
transaksi jaminan.
Seperti contoh : si X berkata ‚juallah kepada si Y dan aku
berkewajiban menjamin pembayarannya‛.
b) Bahwa barangnya diketahui, hal ini disebabkan jika barangnya
tidak diketahui termasuk ga>rar.
Seperti contoh : ‚aku menjamin untukmu apa-apa yang ada
pada tanggungan si fulan‛. Hal ini tidak sah karena tidak
20
29
diketahui jumlah dan besarnya tanggungan ersebut secara
pasti.21
2) Kafa>lah dengan materi atau dengan menyerahkan
Kafa>lah ini merupakan kewajiban menyerahkan materi
tertentu yang ada di tangan orang lain, seumpamanya
mengembalikan barang yang di ghasab kepada si pelaku ghasab,
dan menyerahkan barang jualan kepada si pembeli.
3) Kafa>lah dengan aib
Yaitu penjualan sesuatu yang dikhawatirkan mendatangkan
bahaya. Berarti pembeli berhak mendapatkan jaminan atas
pembelian barang tersebut dari penjual. Seperti jika terbukti
bahwa barang yang dijual adalah milik orang lain, yang bukan
merupakan milik penjual atau barang ersebut merupakan barang
yang digadaikan.22
Selain dua macam kafa>lah yang dipaparkan diatas, terdapat tiga
macam kafa>lah lainnya yang digunakan dalam perbankan syari’ah, yaitu
kafa>lah bit taslim, kafa>lah al-munjazah, dan kafa>lah al-muallaqah
sebagai berikut :
30
1) Kafa>lah bi at-Taslim
Jenis kafa>lah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian
atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir. Jenis
pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk
kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan
penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat
berupa deposito atau tabungan dan bank dapat membebankan uang
jasa (fee) kepada nasabah itu.
2) Kafa>lah al-Munjazah
Kafa>lah al-Munjazah adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi
oleh jangka waktu untuk kepentingan aau tujuan tertentu. Salah satu
bentuk kafa>lah al-munjazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk
performance bods (jaminan prestasi).
3) Kafa>lah al-Muallaqah
Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafa>lah
al-munjazah, baik oleh industri perbankan maupun asuransi.23
31
5. Skema Aplikasi Akad Kafa>lah pada Lembaga Keuangan Syari’ah
2
Agunan
1
4 3
[image:39.595.140.510.156.553.2]Jaminan Kewajiban
Gambar : 2.1
Skema Akad Kafa>lah dalam buku Ismail, Perbankan Syari’ah.
Keterangan :
1. Nasabah mengajukan permohonan penjaminan kepada bank syari’ah
atas suatu pekerjaan yang dilaksanakan, dan bank syari’ah
memberikan penjaminan atau garansi kepada pemberi kerja atas
pekerjaan nasabah.
2. Atas garansi yang diberikan oleh bank syari’ah, maka bank syari’ah
meminta agunan kepada tertanggung atau nasabah.
3. Nasabah wajib melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak antara
nasabah dan pemberi kerja. PENANGGUNG
(BANK
SYARI’AH)
DITANGGUNG (PEMBERI
KERJA)
32
4. Bila nasabah tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak,
maka bank syari’ah akan menanggung kerugian.
B. ’Ujrah (Upah)
Sebagai makhluk sosial, manusia pasti berinteraksi dengan sesamanya
setiap hari. Bentuk interaksi antara manusia meliputi segala hal. Karena
pada hakikatnya, manusia memerlukan bantuan orang lain untuk
mememenuhi kebutuhan maupun melakukan pekerjaannya. Keadaan ini
membuat manusia harus memberikan upah atau imbalan yang sepadan
atas pekerjaan yang dilakukan orang lain untuknya.
1. Dasar Hukum ’Ujrah
Tentang adanya ’ujrah atau upah untuk suatu pekerjaan ini
terdapat dalam Hadis Riwayat Bukhari pada kitab ija>rah :
ِِِ لا ََِإ ُتْلَ بْ قَأ : َلاَق ، َسْوُم َِِأ ْنَع
َملَس َو ِْيَلَع ىلَص
َنِم ِنَاُجَر يِعَمَو
ىَلَع ُلِمْعَ تْسَن َا ْنَل : َلاَقَ ف ، َلَمَعْلا ِناَبُلْطَي اَمُهَ نَأ ُتْلِمَعاَم : ُتْلُقَ ف ، ِْيَ بِرَعْشَأا
: يراخبلاُ .َُداَرَأ ْنَم َنِلَمَع
۲۲٦۱
َ
‚Diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata, ‚Aku menghadap kepada Rasulullah SAW bersama dua orang dan Asy’ari. Maka aku berkata, ‘Aku tidak bisa menolak mereka berdua meminta pekerjaan.’ Maka Nabi SAW bersabda ‚Kami tidak akan pernah
mempekerjakan untuk pekerjaan kami ini kepada orang yang menginginkannya.‛ (H.R Al-Bukhari : 2261)24
33
Upah dalam fiqh mu’a>malah terdapat dalam bab ija>rah, dan
disebut dengan ija>rah ‘ala al-a’ma>l, yakni jual beli jasa, biasanya
berlaku dalam beberapa hal seperti menjahitkan pakaian, membangun
rumah dan lain-lain.
2. Syarat-Syarat ’Ujrah
Adapun tentang ’ujrah atau upah ini para ulama telah
menetapkan syaratnya, sebagai berikut :
a. Berupa harta tetap yang dapat diketahui.25
Hal ini terdapat dalam hadis Riwayat Bukhari dalam bab
ija>rah:
َسْوُم َِِأ ْنَع
،
ٍِِ لا ِنَع
َملَس َو ِْيَلَع ىلَص
، ِدْوُهَ يْلاَو ، َْيِمِلْسُمْلا ُلَثَم : َلاَق
َلَع ، ِلْيللا ََِإ اًمْوَ ي ًاَمَع َُل َنْوُلَمْعَ ي اًمْوَ ق َرَجْأَتْسا ِلُوُجَر ِلَثَمَك ، ىَراَص لاَو
ى
ٍمْوُلْعَم ٍرْجَأ
…
: يراخبلاُ
۲۲۲۱
َ
‚Diriwayatkan dari Abu Musa, Nabi SAW bersabda, ‚
Perumpamaan kaum Muslimin, Yahudi, dan Nasrani adalah seperti seorang yang mengupah satu kaum yang bekerja untuknya satu pekerjaan dari siang sampai malam dengan
upah yang sudah diketahui…‛ (H.R Al-Bukhari : 2271)26
Dalam hadis diatas dijelaskan bahwa besaran upah atas
pekerjaan hendaknya diketahui oleh kedua belah pihak hingga
jelas. Dalam hal sewa, uang sewa yang tidak ditentukan atau tidak
25 Rachmat Syafe’i, Fiqih Mu’a>malah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 129.
26
34
diketahui itu tidak sah untuk dijadikan upah. Upah atau ongkos
sewa adalah untuk membayar manfaat yang diterima oleh
penyewa, dan ongkos sewa tersebut harus ditentukan sedikit
banyaknya, kalau ongkos sewanya tidak ditentukan berarti
mengandung penipuan.27
Menurut Abu Hanifah, diharuskan mengetahui tempat
pelunasan upah jika upah itu termasuk barang yang perlu dibawa
dan membutuhkan biaya.28
b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ija>rah, seperti
upah menyewa rumah untuk ditempati dengan menempati rumah
tersebut.29
3. ’Ujrah dalam Akad Kafa>lah
Dalam ruang lingkup perbankan syari’ah, ’ujrah atau upah juga
digunakan. Istilah ini sering disebut dengan fee. Pada umumnya,
’ujrah atau fee ini diperoleh dari akad-akad yang berjenis jasa, seperti
kafa>lah, hiwa>lah, waka>lah, dan lain-lain. Seperti dalam akad kafa>lah,
oleh perbankan syari’ah pada umumnya digunakan untuk produk
27 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar 2, Terj. Achmad Zaidun dan A.
Ma’ruf Asrori (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), 187.
28 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Isla>my…,400.
29
35
Bank Garansi, dimana yakni jasa yang diberikan Lembaga Keuangan
Syari’ah dalam rangka memberi jaminan kepada nasabah.30
Akad kafa>lah sejatinya adalah akad tabarru’ (tolong menolong),
pihak kafi>l mendapatkan pahala atas penjaminan yang diberikannya.
Oleh karena itu, yang lebih utama tentunya adalah hendaknya akad
kafa>lah tetap dijaga kemurniannya sebagai akad tabarru’, tanpa
imbalan atau kompensasi. Karena dengan begitulah pihak kafi>l bisa
lebih terjauhkan dan terjaga dari kecurigaan yang tidak baik.
Seandainya pihak makfu>l lahu memberikan imbalan kepada kafi>l
dalam bentuk hibah atau hadiah, maka itu boleh.
Selain itu,’ujrah yang diberikan atas jasa akad kafa>lah
diperbolehkan apabila makfu>l lahu tidak menemukan orang lain yang
bersedia membantu tanpa upah. Dalam situasi yang mendesak seperti
ini diperbolehkan. Namun, dalam hal pensyaratan adanya ’ujrah
tersebut, harus tetap diperhatikan bahwa pengambilan ’ujrah tidak
boleh bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berlebihan.
Sebagaimana pula biaya yang dibebankan pada nasabah sebagai
’ujrah atas jasa perealisasian akad kafa>lah.31
30 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam (Jakarta: Kencana, 2013), 266.
31
36
C. Pembiayaan Take Over (Pengalihan Hutang)
1. Hiwa>lah
Dalam fiqh, take over atau pengalihan hutang disebut dengan
hiwa>lah. Menurut bahasa, yang dimaksud dengan hiwa>lah adalah
al-intiqa>l dan al-tah}wi>l yang berarti perpindahan.
Menurut Hanafiyah, yang dimaksud degan hiwa>lah ialah :
ِمَزَ تْلُمْلا ِةمِذ ََِإ ِنْوُ يْدَمْلاِةمِذ ْنِمِةَبَلاَطُمْلا ُلْقَ ن
‚Memindahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab kewajiban pula.‛32
Pengertian hiwa>lah menurut ulama Hanafiyah memiliki dua
versi:
a. Pertama, pemindahan hak menuntut hutang dari pihak yang
berhutang kepada pihak lain dimana pihak lain secara kebetulan
memiliki hutang kepada yang berhutang. Hiwa>lah ini disebut
hiwa>lah al-haq.
b. Kedua, pemindahan penagihan dan pemindahan hutang sekaligus,
artinya pemindahan tanggung jawab pihak yang berhutang kepada
pihak lain melalui persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan .
hiwa>lah seperti ini disebut hiwa>lah hutang.33
32 Syukri Iska, Sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012),
188.
37
Menurut Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, hiwalah ialah
pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran hutang
dari satu pihak ke pihak lain.34
Definisi hiwa>lah menurut istilah adalah pemindahan kewajiban
membayar hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang
berhutang lainnya. Hiwa>lah juga diartikan pengalihan kewajiban
membayar hutang dari beban pihak pertama kepada pihak lain yang
berhutang kepadanya atas dasar saling mempercayai.35
Hiwa>lah disyariatkan dalam Al-Hadis dan Ijma’, dalam Al-Hadis
melalui Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, meriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda,
ْعَبْتَيْلَ ف ٍيِلَم ىَلَع ْمُكُدَحَأ َعِبُُْأ اَذِاَف ٌمْلُظ َِِِغْلا ُلْطَم
‚Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan, jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihiwa>lahkan) kepada orang yang mampu/kaya, terimalah hiwa>lah itu.‛36
Selain hadis tersebut, terdapat ijma’ yang menyatakan bahwa
hiwa>lah itu boleh dilakukan. 37
Adapun rukun dan syarat hiwa>lah adalah :
34 M. Ali Hasan, Berbagai Macam…,220.
35 Ascraya, Akad dan Produk Bank Syari’ah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 107.
36
Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul…,230.
37
38
a. Muhi>l (penerima pinjaman), harus memberitahukan secara jelas
kepada muhal ‘alaih tentang hutang yang akan dipindahkannya.
b. Muha>l (pemberi pinjaman), mengetahui jika hutang muhil akan
dialihkan kepada muhal ‘alaih.
c. Muha>l ‘alaih (penerima hiwa>lah), harus mengenal muhil, dan rela
untuk memindahkan hutang muhil kepadanya.38
d. Muha>l bih (hutang), harus sesuatu yang sudah dalam bentuk
hutang piutang yang sudah pasti, apabila pengalihan hutang
tersebut berbentuk hiwa>lah al-muqayyadah semua ulama fikih
menyatakan bahwa baik hutang pihak pertama kepada pihak kedua
maupun hutang pihak ketiga kepada pihak pertama mesti sama
jumlah dan kualitasnya. Jika kedua hutang tersebut terdapat
perbedaan jumlah, maka hiwa>lah tidak sah. Tetapi apabila dalam
bentuk hiwa>lah al-mutla>qah, maka kedua hutang tersebut tidak
mesti sama, baik jumlah maupun kualitasnya.
e. Sig}hah, ijab dan qabul.39
Sedangkan macam-macam hiwa>lah ada dua, yaitu :
1) Hiwa>lah al-muqayyadah, yaitu pemindahan sebagai ganti rugi
dari pembayaran hutang pihak pertama kepada pihak kedua.
38
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah: Fiqh Mu’a>malah (Jakarta: Kencana, 2013), 268.
39
2) Hiwa>lah al-mutla>qah, yaitu pemindahan hutang yang tidak
ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang pihak
pertama kepada pihak kedua.40
Dalam perbankan syari’ah, hiwa>lah digunakan dalam beberapa
produknya, skema aplikasi akad hiwa>lah pada Lembaga Keuangan
Syari’ah adalah sebagai berikut :
5 (bayar)
2 (invoice) 4 (tagih)
3 (bayar)
[image:47.595.154.509.252.539.2]1 (suplai barang)
Gambar : 2.2
Skema Akad Hiwa>lah dalam buku Ismail, Perbankan Syari’ah.
Keterangan :
a. Muhi>l menyuplai barang kepada muhal (pembeli).
b. Setelah muhi>l mengirim barang kepada muhal, namun muhal
tidak mampu melakukan pembayaran, oleh karena itu muhil
menyerahkan invoice kepada muhal ‘alaih.
40 Ibid.,223
MUHI>\<L
(SUPPLIER)
MUHA<L
(PEMBELI)
MUHA<L ‘ALAIH
40
c. Muha>l ‘alaih membeli tagihan dari muhil dan melakukan
pembayaran.
d. Muha>l ‘alaih melakukan penagihan kepada muhal yang didukung
invoice dari muhil.
2. Take Over (Pengalihan Hutang) dalam Lembaga Keuangan Syari’ah
Salah satu bentuk jasa pelayanan Lembaga Keuangan Syari’ah
(LKS) adalah membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi
non syari’ah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai
dengan syari’ah. Dalam hal ini, atas permintaan nasabah, bank
syari’ah melakukan pengambilalihan hutang nasabah di Lembaga
Keuangan Konvensional (LKK) dengan memberikan jasa hiwa>lah
atau dapat juga menggunakan qard}. Disesuaikan dengan ada atau
tidaknya unsur bunga dalam hutang tersebut.
Dalam lingkup perbankan syari’ah, yang dimaksud dengan
pembiayaan take over (pengalihan hutang) adalah pembiayaan yang
timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi non syari’ah
yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syari’ah atas
permintaan nasabah.41
Menurut Adiwarman A.Karim, dalam pembiayaan berdasarkan
take over ini, Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) mengklasifikasikan
41 Adiwarman A. Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo
41
hutang kepada Lembaga Keuangan Konvensional (LKK) menjadi dua
macam, yaitu :
1. Hutang pokok plus bunga, dapat menggunakan akad qard} karena
alokasi penggunaan akad qard} tidak terbatas, termasuk untuk
menalangi hutang yang berbasis bunga.
2. Hutang pokok, dapat menggunakan akad hiwa>lah atau pengalihan
hutang karena hiwa>lah tidak bisa digunakan untuk menalangi
hutang yang berbasis bunga.42
Akad qard} dan hiwa>lah digunakan untuk melunasi hutang nasabah
kepada Lembaga Keuangan Konvensional (LKK), kemudian langkah
berikutnya Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dapat melakukan akad
baru dengan nasabah, dengan akad IMBT (Ijara>h Munntahiya> bit Tamlik)
agar menghindari terjadinya bai’ al-inah yang merupakan salah satu akad
jual beli yang dilarang dalam syari’ah.
42
BAB III
PRODUK PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT SIDOGIRI CAPEM SUKOREJO KOTA BLITAR
A. Profil Singkat BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar
1. Sejarah Berdirinya BMT UGT Sidogiri
Koperasi BMT UGT Sidogiri telah berdiri selama 16 tahun dan
menapakkan kakinya didalam dunia perekonomian Islam di Indonesia.
Dan tentu cukup banyak pengalaman, rintangan dan hambatan yang
sudah dialami. Akan tetapi koperasi BMT UGT Sidogiri hingga kini
masih tetap eksis bahkan lebih maju dan berkembang dari tahun-tahun
sebelumnya.
Koperasi Usaha Gabungan Terpadu atau UGT Sidogiri mulai
beroperasi tanggal 5 Rabiul Awal 1421 H atau 6 Juni 2000 di Surabaya
dan kemudian mendapatkan badan hukum Koperasi dari Kanwil Dinas
Koperasi PK Provinsi Jawa Timur dengan surat Keputusan Nomor :
09/BHKWK.13/VII/2000 tertanggal 22 Juli 2000.
Usaha ini diawali oleh keprihatinan Bapak KH. Nawawi Thoyib
(Alm) pada tahun 1993 akan maraknya praktek-praktek renten di Desa
Sidogiri, maka beliau mengutus beberapa orang untuk mengganti hutang
masyarakat tersebut dengan pola pinjaman tanpa bunga dan program
tersebut bisa berjalan hampir 4 tahun meskipun masih terdapat sedikit
43
Ust H. Mahmud Ali Zain bersama beberapa Asatidz Madrasah ingin
sekali meneruskan apa yang menjadi keinginan Bapak KH. Nawawi
Thoyib (Alm) agar segera terwujud lembaga yang diatur rapi dan tertata
bagus.
Pada tahun 1996 di Probolinggo, tepatnya di Pondok Pesantren
Zainul Hasan Genggong sedang berlangsung acara seminar dan
sosialisasi tentang Konsep Simpan Pinjam Syari’ah. Kemudian Ust H.
Mahmud Ali Zain mengajak teman-teman asatidz untuk mengikuti acara
tersebut. Dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi tentang perbankan
syari’ah di Pondok Pesantren Sidogiri yang dihadiri oleh Direktur utama
Bank Mu'amalat Indonesia Bapak H. Zainul Bahar yang dilanjutkan
dengan pelatihan BMT dengan mengirim 10 orang untuk mengikuti
acara tersebut selama 6 hari.
Maka dari panduan dan materi yang telah disampaikan itulah para
Asatidz yang terdiri dari Ust H. Mahmud Ali Zain (saat itu sebagai
Ketua Kopontren Sidogiri), M. Hadlori Abd. Karim (saat itu sebagai
Kepala Madrasah Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri), A. Muna’i
Achmad (saat itu sebagai Wk. Kepala Madrasah Ibtidaiyah Pondok
Pesantren Sidogiri), M. Dumairi Nor (saat itu sebagai Wk. Kepala
Madrasah Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri) dan Baihaqi Ustman
(saat itu sebagai TU Madrasah Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri)
44
dan bermusyawarah yang pada akhirnya seluruh tim pendiri sepakat
untuk mendirikan Koperasi BMT yang diberi nama Baitul Mal
wat-Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah Pasuruan disingkat BMT MMU.
Memakai nama MMU karena seluruh pendiri pada waktu itu adalah
guru-guru MMU (Madrasah Miftahul Ulum) Pondok Pesantren Sidogiri.
Kemudian ditetapkanlah pendirian Koperasi BMT MMU Pasuruan
pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 1418 H (ditepatkan dengan tanggal lahir
Rasulullah SAW) atau 17 Juli 1997 yang berkedudukan dikecamatan
Wonorejo Pasuruan. Disaat itu kantor pelayanan pertama BMT MMU
masih sewa dengan ukuran luas + 16 m2 dan modal awal sebesar Rp
13.500.000,- yang terkumpul dari anggota sebanyak 148 orang, terdiri
dari para asatidz, pengurus dan pimpinan MMU Pondok Pesantren
Sidogiri. Menurut sumber dan pelaku langsung, bahwa dari dana sebesar
Rp 13.500.000,- pada waktu itu untuk bisa memutar dan
memproduktifkan dana tersebut sangat banyak sekali hambatan,
rintangan dari lingkungan sekitar. Seiring berjalannya waktu pada
tanggal 4 September 1997, disahkanlah BMT MMU Pasuruan sebagai
Koperasi Serba Usaha dengan Badan Hukum Koperasi nomor
608/BH/KWK.13/IX/97.
Setelah Koperasi BMT MMU berjalan selama dua tahun maka
banyak masyarakat Madrasah Diniyah yang mendapat bantuan guru dari
45
dan mendorong untuk didirikan koperasi dengan cakupan yang lebih luas
yakni cakupan Koperasi Jawa Timur, juga ikut mendorong berdirinya
koperasi itu adalah para alumni Pondok Pesantren Sidogiri yang
berdomisili di luar Kabupaten Pasuruan, maka pada tanggal 05 Rabiul
Awal 1421 H atau 22 Juni 2000 M diresmikan dan dibuka satu unit
Koperasi BMT UGT Sidogiri di Jalan Asem Mulyo 48 C Surabaya,
memakai nama UGT karena mayoritas pendiri pada waktu itu adalah
Pondok Pesantren atau Madrasah yang tergabung dalam Urusan Guru
Tugas (UGT) / mengambil guru tugas dari Pondok Pesantren Sidogiri.
2. Visi dan Misi BMT UGT Sidogiri
a. Visi
1) Terbangunnya dan berkembangnya ekonomi umat dengan
landasan syari’ah Islam.
2) Terwujudnya budaya ta’a>wun dalam kebaikan dan ketakwaan di
bidang sosial ekonomi.
b. Misi
1) Menerapkan dan memasyarakatkan syari’ah Islam dalam
aktivitas ekonomi.
2) Menanamkan pemahaman bahwa sistem syari’ah di bidang
ekonomi adalah adil, mudah, dan masla>h}ah.
46
4) Melakukan aktivitas ekonomi dengn budaya STAF (S}iddiq atau
jujur, Tabligh atau komunikatif, Ama>nah atau dapat dipercaya,
Fat}o>nah atau profesional).1
[image:54.595.132.508.240.658.2]3. Struktur Organisasi BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar
Gambar : 3.1\
Struktur Organisasi BMT UGT Sidogiri Capem Sukorejo Kota Blitar
Keterangan :
Kepala Cabang Pembantu Sukorejo Kota Blitar : Nazilul Farkhan
Account Officer Simpan Pinjam : Hisbulloh Huda
Account Officer Penagihan : M. Luai Hasan
Kasir : Dwi Suryanto2
1BMT UGT Sidogiri, ‚Tentang BMT UGT Sidogiri‛, dalam www.bmtugtsidogiri.co.id, diakses pada 10 Januari 2017.
2 Nazilul Farkhan, Wawancara, Blitar, 13 Desember 2016.
Kepala Cabang Pembantu
Account Officer Simpan Pinjam
47
4. Produk-Produk BMT UGT Sidogiri
a. Produk Simpanan
1) Tabungan umum syari’ah, yaitu tabungan yang setoran dan
penarikannya dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan
anggota. Tabungan ini menggunakan akad mud}a>rabah
musha>rakah dengan nisbah 30% untuk anggota dan 70% untuk
BMT. Soran awal dari tabungan ini minimal Rp.10.000,- dan
setoran berikutnya Rp.1.000,- dengan administrasi awal
Rp.5.000,-.
2) Tabungan Haji, yaitu tabungan umum berjangka untuk
membantu keinginan anggota melaksanaan ibadah haji. Akad
yang digunakan adalah akad mud}a>rabah musha>rakah dengan
nisbah 50% untuk anggota dan 50% untuk BMT. Setoran awal
minimal Rp.500.000,- dan selanjutnya minimal Rp 100.000,-.
3) Tabungan Umrah, yaitu tabungan umum berjangka untuk
membantu keinginan anggota melaksanaan ibadah umrah. Akad
yang digunakan yaitu akad mud}a>rabah mus