BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan di Indonesia terdiri dari berbagai jenjang, mulai dari jenjang
prasekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Pada jenjang pendidikan prasekolah
menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas) meliputi taman kanak-kanak, kelompok bermain,
penitipan anak, dan bentuk lain yang di tetapkan oleh menteri. Taman kanak-kanak
(TK) terdapat pada jalur pendidikan sekolah. Kelompok bermain dan penitipan anak
terdapat pada jalur pendidikan luar sekolah. Adapun peserta didik TK ada pada usia 4 –
6 tahun dengan lama pendidikan 1 tahun atau 2 tahun (Peraturan Pemerintah No.
27/1989 Bab III pasal 4).
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas) menjelaskan pula bahwa pendidikan anak usia
dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Selanjutnya dalam pasal
28 ayat 3 di sebutkan mengenai bentuk penyelenggaraan pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal dapat dapat berupa Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul
Arnita Yus (2011:46) mengatakan bahwa TK merupakan salah satu bentuk
awal pendidikan sekolah yang menyediakan berbagai program belajar.
Program-program ini dimaksudkan untuk membantu anak mencapai pertumbuhan dan
perkembangan diri yang optimal. Pendidikan di TK pada hakikatnya adalah pendidikan
yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh. Pendidikan di TK memberikan kesempatan
kepada anak untuk mengembangkan kepribadiannya. Pendidikan di TK perlu
menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek
perkembangan anak yang meliputi kognitif, bahasa, emosi, fisik atau motorik
(Anderson,1993). Tujuan lain dari pendidikan TK adalah membantu anak didik
meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan, dan daya
cipta yang diperlukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk
pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya (PP No. 27/1990 pasal 3). Tujuan di atas
menyiratkan bahwa pendidikan TK secara umum memfokuskan pada upaya untuk
mampu meletakkan dasar kearah terjadinya perkembangan, baik itu sikap,
pengetahuan, ketrampilan, maupun daya cipta yang diperlukan dalam proses
perkembangan anak pada saat ini dan selanjutnya (Solehuddin,1997).
Pembelajaran TK harus mempertimbangkan berbagai hal yang berkaitan
dengan tumbuh kembang mulai dari strategi pendekatan dan model pembelajaran yang
akan digunakan sehingga akan memberikan stimulasi pada anak didik secara tepat.
proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami. Sejalan dengan
konsep diatas Cronbach dalam Surya (1979:28) menyatakan, “Learning may be defined as the procces by which relavitely enduring change in behavior occurs as result of experience or practice”.
Masa anak-anak umumnya memiliki masalah-masalah atau kesulitan dalam
interaksi kelompok maupun individu di lingkungan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan kehidupan sosialnya cenderung terisolasi dari lingkungan masyarakat,
bahkan keluarga akibat dari ketidakmampuan dalam penyesuaian dirinya. Berbagai
upaya dan motivasi dalam pembelajaran dilakukan agar memudahkan anak
berkembang seoptimal mungkin, sebab mereka pasti akan hidup kembali pada
masyarakat. Diperlukan berbagai kiat yang bisa digunakan dalam melaksanakan
pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan yang berorientasi pada siswa
dan berangkat pada siswa. Lewat permainan, anak akan mengalami rasa bahagia.
Dengan perasaan suka cita itulah syaraf/neuron di otak anak dengan cepat saling
berkoneksi untuk membentuk satu memori baru. Itulah sebabnya mengapa anak-anak
dengan mudah belajar sesuatu melalui permainan. Pestalozzi dalam Masitoh (2007:18)
mengatakan bahwa pendidikan di TK hendaknya menyediakan
pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, bermakna, dan hangat seperti yang diberikan oleh
orang tua di lingkungan rumah.
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di
luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan
dijalur pendidikan sekolah atau dijalur pendidikan luar sekolah.
Pendidikan bagi TK adalah pemberian upaya untuk menstimulasi,
membimbing, mengasuh dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang akan
menghasilkan kemampuan dan ketrampilan pada anak. Pendidikan TK merupakan
salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan
dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan baik koordinasi motorik (halus dan
kasar), kecerdasan emosi dan kecerdasan jamak (multiple intelligence), maupun
kecerdasan spiritual. Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak TK
penyelenggaraannya disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan yang dilaluinya.
Model pembelajaran dengan jenis kegiatan bervariasi serta pendekatan belajar
sambil bermain, bermain seraya belajar dapat menumbuhkan motivasi, percaya diri dan
tanggung jawab anak didik untuk melakukan tugas yang diberikan guru secara mandiri.
Hal ini dimaksudkan untuk menggelitik siswa dan memotivasi pembelajaran.
Pembelajaran yang menyenangkan berarti pembelajaran yang cocok dengan suasana
yang terjadi dalam diri siswa. Suasana pembelajaran yang baik diciptakan agar tidak
ada penekanan psikologis bagi kedua belah pihak, guru dan siswa. Untuk
mengembangkan kemampuan dan ketrampilan pada anak TK diperlukan
metode-metode yang memungkinkan anak untuk meningkatkan motivasi, rasa ingin tahu dan
Menurut Agus Irawan dalam Ginting 2005, pendekatan Outdoor learning (OL)
adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menggunakan suasana di luar kelas
sebagai situasi pembelajaran serta menggunakan berbagai permainan sebagai media
transformasi konsep-konsep yang disampaikan dalam pembelajaran. Pendekatan OL
yang lebih memadukan unsur bermain sambil belajar. Belajar dianggap proses
perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard
mengungkapkan : “ Learning is the process by which an activity orginates or changed
through training procedures (whether in the laboratory on in natural environment)”.
OL merupakan kegiatan belajar di luar ruangan yang juga membuat anak didik
merasa senang dan bahagia. Melalui kegiatan OL anak akan dapat menggali dan
mengembangkan potensi dan rasa ingin tahu serta meningkatkan rasa percaya diri.
Dalam kegiatan OL tidak dapat di hindari melibatkan 3 aspek yang ingin
dikembangkan pada anak didik, yakni kognitif (berpikir/pengetahuan), afektif (emosi
dan perasaan), dan psikomotorik (fisik). OL memadukan permainan, olah raga serta
diisi dengan petualangan-petualangan yang telah dirancang khusus dengan makna
tersendiri di dalam setiap kegiatannya. Pendekatan OL merupakan salah satu upaya
untuk terciptanya tujuan pembelajaran, terhindar dari kejenuhan, kebosanan, dan
persepsi belajar hanya di dalam kelas.
Pendekatan OL menggunakan beberapa metode seperti ceramah, penugasan,
tanya jawab, dan belajar sambil melakukan atau mempraktekkan kenyataan dengan
materi yang akan disampaikan. Guru harus mampu memunculkan kegembiraan dan
keinginan siswa untuk bereksplorasi terhadap lingkungannya, tanpa aktivitas
pemaksaan. Untuk mencapai proses ini, guru harus memiliki gaya belajar yang
menantang siswa dan menarik sehingga pengelolaan pembelajaran benar-benar
menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa. Pendekatan OL juga
menggunakan setting alam terbuka sebagai sarana kelas, untuk memberikan dukungan
proses pembelajaran secara menyeluruh yang dapat menambah kegembiraan dan
kesenangan siswa.
Pendekatan OL mengasah aktivitas fisik dan sosial anak dimana anak akan
lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang secara tidak langsung melibatkan
kerja sama antar teman dan kemampuan berkreasi. Aktivitas ini akan memunculkan
proses komunikasi, pemecahan masalah, kreativitas, pengambilan keputusan, saling
memahami, dan menghargai perbedaan. Permainan memiliki nilai seimbang dengan
belajar karena anak dapat belajar melalui permainan (learning by playing). Banyak hal
yang dapat anak pelajari dengan permainan, keimbangan antara motorik halus dan
motorik kasar sangat memengaruhi perkembangan psikologi anak. Reamonn O
Donnchadha (2001) dalam bukunya The Confident Child "Permainan akan memberi
kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar
memecahkan masalah". Disamping itu, anak mempunyai kesempatan untuk menguji
kemampuan dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mengembangkan
sekolah maupun di rumah. Dalam permainan kelompok, anak belajar tentang
sosialisasi yang menempatkan dirinya sebagai mahluk sosial. Anak mempelajari nilai
keberhasilan pribadi ketika berhasil memasuki suatu kelompok. Ketika anak
memainkan peran "baik" atau "jahat" membuat anak kaya akan pengalaman emosi,
anak akan memahami perasaan yang terkait dari ketakutan dan penolakan dari situasi
yang dia hadapi. Kegiatan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk
mempraktikkan rasa percaya kepada orang lain dan kemampuan dalam bernegosiasi,
dan memecahkan masalah serta bergaul dengan orang sekitarnya.
Pengamatan awal yang dilakukan di TK Mutiara pada semester pertama di
temukan bahwa masih terdapat kecenderungan bahwa siswa taman kanak-kanak masih
belum terlihat berinteraksi dengan orang lain, ini ditunjukkan dengan sikap yang
kurang memberikan perhatian pada saat berbicara dengan orang dewasa, belum mampu
mengerjakan tugas sendiri, tidak mengikuti aturan yang diberikan, kurang sabar
menunggu giliran, berebut mainan dengan teman sebaya, senang menyendiri, suka
berdiam diri, kurang kreatif, kurang disiplin dan tidak terlihat aktifias bertanya yang
mana kesemua faktor di atas itu berkaitan erat dengan salah satu kecerdasan yang
dikemukakan oleh Gardner yaitu kecerdasan antar personal atau kecerdasan
Interpersonal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan kajian terhadap
B. Identifikasi Perumusan Masalah
1. Rumusan Masalah
Pembelajaran yang efektif bagi anak usia dini adalah melalui kegiatan
bermain, yang mana pelaksanaan pendidikan di TK menganut prinsip : “Bermain
sambil belajar dan belajar seraya bermain”. Bermain merupakan cara terbaik untuk
mengembangkan potensi anak didik. Sebelum bersekolah, bermain merupakan
cara alamiah untuk menemukan lingkungan, orang lain dan dirinya sendiri.
Melalui pendekatan bermain, anak-anak dapat mengembangkan aspek psikis dan
fisik meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa,
fisik/motorik, kemandirian dan seni. Pada prinsipnya bermain mengandung makna
yang menyenangkan, mengasyikkan, tanpa ada paksaan dari luar diri anak, dan
lebih mementingkan proses mengeksplorasi potensi diri daripada hasil akhir.
Pendekatan bermain sebagai metode pembelajaran di TK hendaknya disesuaikan
dengan perkembangan usia dan kemampuan anak didik, yaitu secara
berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar menjadi belajar seraya bermain.
Dengan demikian anak didik tidak merasa canggung menghadapi pendekatan
pembelajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Kegiatan OL yang dirancang sebagai strategi pembelajaran yang
menerapkan prinsip pembelajaran melalui pembentukan pengalaman (experiental
learning.) Disisi lain, terkait dengan perkembangan kognitif anak usia dini yang
sudut pandang individu lain (Dehart et al, 2004:305). Hal tersebut dikarenakan
anak belum mampu untuk membedakan antara perspektif pribadinya dengan
perspektif dari individu yang lain (Santrock, 2007:218). Dehart et al (2004:305)
menyatakan bahwa, ”Today we know that egocentrism is not absolute in young
children; when given relativity simple perspective-taking tasks, four-years-olds can adopt another person viewpoint in limited way”.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan utama yang akan
diteliti adalah : Apakah model pembelajaran Outdoor Learning dapat
meningkatkan kecerdasarn Interpersonal anak?.
2. Pertanyaan Penelitian.
Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan secara operasional ke dalam
pertanyaan penelitian :
a. Bagaimana kecerdasan interpersonal awal siswa TK ?
1. Bagaimana gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas kontrol?
2. Bagaimana gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas Eksperimen?
b. Bagaimanakah gambaran pembelajaran model Outdoor learning yang dilakukan
di TK?
c. Bagaimana kecerdasan interpersonal siswa TK setelah diberikan perlakuan ?
1. Bagaimana kecerdasan interpersonal siswa pada kelas kontrol ?
2. Bagaimana kecerdasan interpersonal siswa pada kelas Eksperimen setelah m
d. Apakah penggunaan pembelajaran outdoor learning dapat meningkatkan
kecerdasan interpersonal siswa TK ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kecerdasan interpersonal awal siswa TK.
a. Mengetahui gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas kontrol.
b. Mengetahui gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas Eksperimen.
2. Mengetahui pembelajaran model Outdoor learning yang dilakukan di TK.
3. Mengetahui kecerdasan interpersonal siswa TK setelah diberikan perlakuan.
a. Mengetahui kecerdasan interpersonal siswa pada kelas kontrol.
b. Mengetahui gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas Eksperimen.
4. Mengetahui efektifitas pembelajaran outdoor learning dalam meningkatkan
kecerdasan interpersonal siswa TK
D.
Manfaat PenelitianDengan dilakukannya penelitian ini maka hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat :
1. Bagi peneliti, mendapat pengalaman yang berharga karena dapat mengetahui
turunan dari sebuah teori, serta mengamalkan pengetahuan, keilmuan yang peneliti
2. Bagi Sekolah, sebagai masukan dalam pengembangan proses belajar mengajar di
taman kanak-kanak.
3. Bagi rekan peneliti selanjutnya, sebagai masukan awal untuk penelitian berikutnya,
khususnya penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran outdoor learning
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah proses dalam penelitian yang akan menentukan
berhasil atau tidaknya, baik atau tidaknya dari suatu penelitian yang sedang
dilakukan, desain penelitian merupakan alat penuntun peneliti dalam melakukan
proses penentuan instrumen, pengambilan data, penentuan sampel, koleksi dan
analisisnya.
Dalam penelitian ini menggunakan desain Eksperimen kuasi, karena
penelitian ini hanya memiliki dua variabel, yaitu variabel X dan variabel Y. Karena
data yang diambil tidak secara ramdom, maka desain penelitian kuasi yang digunakan
dalam penelitian ini berbentuk Pretest-Postest control design. Siswa diberi pretest
terlebih dahulu yang tujuannya untuk mengetahui kemampuan awal anak, baik itu di
kelas kontrol maupun dikelas eksperimen. Untuk lebih jelas tentang design
penelitiaanya dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Desain Eksperimen
Group Prestest Perlakuan Postest
Eksperimen O1 X O2
Keterangan :
O1 : Pretest pada kelas eksperimen
O2 : Pretest pada kelas kontrol
O3 : Postest pada kelas eksperimen
O4 : Postest pada kelas kontrol
X : Perlakuan dengan Outdoor Learning
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah :
1. Memilih dan menentukan kelas mana yang akan dijadikan kelas kelompok kontrol
dan kelas mana yang akan dijadikan kelompok eksperimen. Pada kelas eksperimen
akan diberikan perlakuan kegiatan Outdoor Learning.
2. Mengadakan pretest kepada kedua kelas, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen
yang memungkinkan peneliti melakukan berbagai analisis yang diperlukan untuk
membuat inferensi tentang pengaruh peubah bebas terhadap peubah terikat
(Furqon dan Emilia, 2010:19).
3. Memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen sesuai dengan tema yang sedang
berlangsung saat itu sebanyak 5(lima) kali yaitu dengan memberikan model
pembelajaran outdoor learning, , sedangkan untuk kelas kontrol tidak
mendapatkan perlakuan, melainkan menggunakan pembelajaran konvensional.
4. Langkah terakhir, memberikan postest pada kedua kelompok, yaitu kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana
pencapaian yang didapat. Pada kelas eksperimen postest dilakukan setiap siswa
diberikan perlakuan, sedangkan untuk kelas kontrol postest diberikan pada akhir
5. Menghitung perbedaan rata-rata hasil pembelajaran baik pada kelas eksperimen
maupun kelas kontrol, dengan menggunakan metode statistik teknik SPSS versi
20,00.
6. Melakukan uji hipotesis berdasarkan pretest dan postest yang dilakukan oleh kelas
eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan teknik SPSS versi 20,00.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian secara umum adalah merupakan suatu cara ilmiah untuk
mendapatkan data dalam penelitian dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode
penelitian dalam bidang pendidikan yang dikemukakan Sugiyono (2006:6):
Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan , dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan Outdoor
Learning terhadap kecerdasan interpersonal anak. Penelitian ini menggunakan desain
penelitian eksperimen kuasi, dimana subjek penelitian tidak dikelompokkan secara
acak, tetapi menerima keadaan subjek secara apa adanya (Rusfendi 2003:52). Lebih
lanjut Mc Millan dan Schumacher (1996) menjelaskan bahwa riset eksperimental
memiliki beberapa karateristik, yaitu :
1. Adanya penempatan subjek secara acak
3. Manipulasi langsung minimal pada satu variabel independent
4. Adanya alat ukur dari masing-masing variabel dependen
5. Adanya manfaat statistik inferensial
6. Adanya kontrol maksimum dari variabel asing.
Dalam penelitian ini siswa dibedakan dalam dua kelas, yaitu kelas kontrol dan
kelas eksperimen. Kedua kelas ini di beri perlakuan yang berbeda. Furqon dan Emilia
(2010:14-20) menjelaskan bahwa penelitan eksperimen memiliki beberapa jenis ;
1. Pre experimental design, desain eksperimen ini merupakan desain yang paling
lemah dalam mengontrol peubah-ubah yang potensial menjadi hipotesis rival.
2. True experimental design, desain eksperimen ini merupakan desain yang
paling bagus, namun mensyaratkan adanya pengelompokkan subjek secara
acak ke dalam kelompok eksperimen atau kelompok kontrol (random
assigment). Kondisi ini berarti peserta didik harus diacak ke dalam kelompok
eksperimen atau kelompok kontrol, tidak menggunakan kelas yang sudah ada.
3. Quasi experimental designs, memiliki karateristik yang sama dengan true experimental, namun pada quasi experimental tidak adanya random assigment.
Dalam konteks sosial dan pendidikan, pengacakan subjek ke dalam kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol sulit dilakukan, sukar dan sangat mahal, maka
peneliti menggunakan kelompok atau kelas yang telah terbentuk sebagai kelompok
kuasi eksperimen, maka tidak menggunakan random assigment, namum langsung
menggunakan kelas yang sedang berlangsung sebagai kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional berfungsi untuk memperjelas sudut pandang peneliti
tentang beberapa istilah yang muncul dalam penelitian ini. Terdapat beberapa definisi
operasional seperti :
a. Outdoor learning (OL) menurut Arif Komarudin (2007) “OL merupakan aktivitas luar sekolah yang berisi kegiatan di luar kelas/ sekolah dan di alam bebas
lainnya, seperti: bermain di lingkungan sekolah, taman, perkampungan pertanian/
nelayan, berkemah, dan kegiatan yang bersifat kepetualangan, serta
pengembangan aspek pengetahuan yang relevan”. Aktivitas luar kelas dapat
berupa permainan, cerita, olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal
kasus-kasus lingkungan di sekitarnya dan diskusi penggalian solusi, aksi lingkungan,
dan jelajah lingkungan.
OL mengandung filosofi, teori dan praktis dari pengalaman dan pendidikan
lingkungan. Priest (1986:13-15) menyatakan:
Dari pernyataan yang dikemukakan di atas, maka definisi operasional yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah aktifitas pembelajaran yang dilakukan di
luar kelas, baik itu dalam bentuk penugasan, pengamatan, berkebun, olah raga,
bermain peran atau pun kunjungan langsung ke tempat-tempat yang berhubungan
dengan pembelajaran yang akhirnya mengarah pada perubahan perilaku.
b. Kecerdasan Interpersonal (KI) menurut Safaria (2005:23) bisa dikatakan sebagai
kecerdasan social diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan seseorang
dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi
sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau
saling menguntungkan. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk
mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain.
Menurut Lwin et al (2008:197), kecerdasan interpersonal adalah kemampuan
untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati,
maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak.
Dari pernyataan di atas, secara opersional yang dimaksudkan sebagai kecerdasan
interpersonal dalam penelitian ini adalah perilaku interaksional anak dengan
teman dan guru disekolahnya yang mengindikasikan Kepekaan sosial (Social
D.Instrumen penelitan
Pengumpulan data seperti yang diungkapkan oleh Sugiyono (2009:137) dapat
dilakukan dalam berbagai seting, sumber, dan cara. Bila dilihat dari setingnya, data
dapat dikumpulkan pada seting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan
metode ekseperimen, dirumah dengan berbagai repsonden, pada suatu seminar,
diskusi, diajalan dan lain lain. Pengumpulan data menggunakan data sumber primer
dan data sumber sekunder. Selain itu jika dilihat dari segi atau cara pengumpulan
data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara),
kuestioner (angket) observasi (pengamatan) dan gabungan dari ketiganya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Dalam penelitian berikut
menggunakan sumber data yang berupa kata-kata lisan maupun tulisan, tindakan dan
sekaligus data tertulis berupa dokumen, Sumber data kata-kata digali dengan
menggunakan wawancara mendalam. Sumber data tindakan diperoleh dari observasi
terhadap anak didik dan fasilitator outdoor, juga dari dokumentasi foto. Sedangkan
data tambahan berupa dokumen dilakukan dengan melakukan telaah pada silabus
pembelajran TK pada Taman Kanak-kanak yang terdiri dari Silabus, RKM (Rencana
Kerja Mingguan) dan RKH (Rencana Kerja Harian), serta laporan hasil belajar
siswa.
1. Observasi
pengetahuan”, Marshall (1995) menyatakan bahwa “Through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”.
Melalui observasi, dapat di pelajari tentang perilaku, dan makna dari perilaku
tersebut, dan Sanafiah Faisal (1990) mengklasifikasikan observasi yang secara
terang-terangan dan tersama, dan observasi yang tak terstruktur. Alwasilah
(2008:213) mengatakan bahwa data observasi dapat dianggap sebagai jendela
untuk mengintip sistem dan nilai budaya yang terbatinkan pada responden. Sutrisno
Hadi dalam Sugiyono (2009:145) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu
proses yng kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan
psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan.
Pedoman observasi yang akan dibuat bersifat umum, sedangkan rincian
yang di observasi akan berkembang di lapangan penelitian. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan observasi partisipasi dimana peneliti terlibat dalam kegiatan
outdoor learning yang dilakukan yang pada akhirnya akan berfungsi sebagai
sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa
yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan
observasi ini, maka diharapkan data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan
samapi mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
2. Wawancara
Wawancara terstruktur, semi-terstruktur dan tidak terstruktur. Dalam wawancara
terstruktur, selain harus membawa instrument sebagai pedoman untuk wawancara,
maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder,
gambar, brosur, dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara
menjadi lancar, berbeda dengan wawancara semiterstruktur yang mana dalam
pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur, maksud
dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalah secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam
wawancara tidak terstruktur peniliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Untuk menjelaskan arti wawancara, Fraenkel (1993:385) mengatakan bahwa:
Interviewing is very important method used by qualitative researcher. Interviewing (i.e., the careful asking of relevant questions) is an important way for researcher to check the accuracy of- to verify or refute. The purpose of inteviewing people is to find out what is on their mind-what they think or how they feel about something.
Teknik wawancara yang dilakukan peneliti adalah dengan menggunakan wawancara
berdasarkan pada pedoman umum (Poerwandari, 2001:76). Sebelum memulai
kegiatan wawancara, peneliti telah menyusun kisi-kisi instrumen penelitian yang
berisi garis besar pokok-pokok masalah yang disusun berdasarkan kajian teori.
atau ditanyakan. Wawancara dilakukan secara terfokus, artinya wawancara yang
mengarahkan pembicaraan pada hal-hal tertentu dari pengalaman subjek yang
diharapkan peneliti dapat menjawab pertanyaan penelitian. Selama proses
wawancara tersebut akan direkam dengan menggunakan recorder dan dicatat pada
notes.
Suatu instumen harus bisa mengungkapkan apa yang akan diteliti, sehingga
hasil yang diharapkan akan memberikan data yang sebenarnya. Sama halnya seperti
yang dikemukakan oleh Sudjana dan Ibrahim (1989:97) : “ Instrumen sebagai alat
pengumpul data harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga
menghasilkan data empiris sebagaimana adanya.”
Seperti di ungkapakan oleh Sugiyono (2009:113) bahwa dalam menyusun
item-item instrumen, maka indikator dari variabel yang akan diteliti dijabarkan
menjadi item-item instrumen. Item-item instrumen harus disusun dengan bahasa yang
jelas sehingga semua pihak yang berkepentingan tahu apa yang dimaksud dalam item
instrumen tersebut. Indikator-indikator variabel itu sering disebut suatu “construct”
dari suatu instrumen, yang dalam membuatnya diperlukan berbagai konsep dan teori
Tabel 3.2
Suatu Alat pengukur dikatakan valid, jika alat itu mampu mengukur apa yang
harus diukur (Nasution, 2008:74), validitas ada beberapa macam, yaitu validitas isi,
konstruk dan kriteria. Senada dengan yang dikemukakan oleh Arikunto (1998:160)
bahwa, “ sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang
diinginkan dan mengungkapkan data yang hendak diteliti secara tepat. Apabila
perhitungan validitas bisa dilakukan dengan menggunakan program excel atau
program SPSS (Statistical Package for Social Science).
Pada dasarnya terdapat dua macam instrumen, yaitu instrumen yang
berbentuk test untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen yang nontest untuk
mengukur sikap. Instrumen yang harus mempunyai validitas isi (content validity)
adalah instrumen yang berbentuk test yang sering digunakan untuk mengukur prestasi
belajar (achievement) dan mengukur efektivitas pelaksaan program dan tujuan.
1. Uji Validitas Instrumen
Terdapat 3 pengujian validitas Instrumen, seperti yang di kutip dalam
Sugiyono (229:125), yaitu 1). Pengujian validitas konstruksi, pengujian validitas
kontruksi dapat digunakan pendapat dari para ahli (expert judgment) yang jumlahnya
minimal tiga orang dengan gelar doctor sesuai dengan bidang yang diteliti. 2).
Pengujian validitas isi, yang berbentuk test dimana pengujian validitas isi dapat
dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang
telah diajarkan, 3). Pengujian validitas eksternal, yaitu membandingkan antara
Tabel 3.3
- Perilaku Empati Observasi Siswa TK 1,2,3,4,5,
6,7,8,9
- Mendengarkan efektif Observasi Siswa TK 50, 51, 52
,53, 54,55
- Komunikasi efektif 56, 57, 58,
59, 60,61,
F. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian Pendidikan yang bersifat kuantitatif ditujukan untuk memperoleh
besar dan wilayah yang menjadi ruang lingkup penelitian tersebut disebut populasi
(Sukamdinata, 2009:250). Sejalan dengan itu, menurut Arikunto (2008:130)
“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” dan Margono (2003:118)
menyatakan bahwa “populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam
suatu ruang lingkup dan atau yang kita tentukan”. Sugiyono (2009:80) juga
menyebutkan “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah seluruh siswa taman kanak-kanak Mutiara yang berjumlah 40 orang
dengan rentang usia 4-6 tahun.
Selanjutnya, sampel dalam sebuah penelitian harus mewakili populasi, baik
dalam karateristik maupun jumlahnya, karena pada sampel lah kita melakukan
penelitian dan menatik kesimpulan (Sukamdinata, 2009:250), sama seperti yang
diungkapkan oleh Sugiyono (2009:81) yang menyatakan bahwa sampel yang diambil
dari populasi harus betul-betul representative dan pada buku yang sama juga
Sugiyono menyebutkan bahwa “ Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut”.
Sedangkan menurut Roscoe dalam Sugiyono, (2009:91) disebutkan bahwa
dalam mengambil sampel untuk penelitian disarankan bahwa ukuran sampel antara
kelompok eksperiman dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel
masing-masing antara 10 sampai dengan 20.
Berdasarkan hal tersebut dan berdasarkan jenis penelitian yang diambil yaitu
kuasi eksperimen, maka sampel untuk penelitian ini diambil dari kelompok/kelas
yang sudah ada , untuk itu akan dilakukan penarikan sampel secara sample ramdom
untuk mendapatkan satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen.
Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak “Mutiara”, Jl. Cibunar No. 4,
Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kotamadya Bandung.
Pelaksanaan ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2011/2012 di TK
„Mutiara” dipilih atas dasar :
1. TK “Mutiara” memiliki siswa yang cukup untuk dijadikan sebuah sampel dan
siswanya Homogen dalam arti siswa-siswa berasal dari kalangan menengah
kebawah dilihat dari segi sosial ekonominya.
2. TK “Mutiara” telah menggunakan kegiatan Outdoor learning sebagai salah satu
model pembelajarannya.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitan ini secara terperinci dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu
tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan. Tahap-tahap tersebut dapat
Tabel 3.4
Tahap-Tahap Proses Penelitian
I. TAHAP PERSIAPAN a. Melakukan studi lapangan
b. Menentukan permasalahan
h. Menentukan Hipotesa (Ho dan Ha) i. Menyusun rancangan metode OL II. TAHAP PELAKSANAAN
PENELITIAN
a. Pelaksanaan tes awal untuk kelas kontrol
b. Pelaksanaan tes awal untuk kelas
eksperimen
c. Perlakuan dengan menggunakan metode
pembelajaran OL
d. Pelaksanaan tes akhir untuk kelas kontrol
e. Pelaksanaan tes akhir untuk kelas
eksperimen. III. TAHAP PENGOLAHAN
HASIL PENELITIAN
a. Mengolah skor tes awal dan tes akhir untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen menjadi nilai.
Prosedur penelitian meliputi langkah-langkah yang telah direncanakan
sebelum pelaksanaan dilakukan, tehapan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini diawali dengan studi literatur terhadap pembelajaran dan
penting yang akan diajarkan, dilanjutkan dengan menyusun skenario
pembelajaran tentang pembelajaran outdoor learning terhadap kelas
eksperimen yang dikembangkan pada definisi konsep, aspek social sensitivity,
social insight, dan Social communication. Selanjutnya study pengembangan
aspek social sensitivity, social insight, dan Social communication untuk
menentukan instrumen yang akan dikembangkan melalui lembaran observasi.
Instrumen yang akan digunakan untuk melihat kecerdasan interpersonal siswa
melalui 3 aspek ini terlebih dahulu didiskusikan dengan pembimbing sebelum
uji coba di TK “Mutiara” – Bandung.
2. Tahap Pendahuluan
Tahap ini, penelitit mengunjungi TK “Mutiara” untuk meminta ijin pada
sekolah tersebut untuk dilakukan penelitian dengan menyertakan surat izin
penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tahap selanjutnya
mendiskusikan dengan guru kelas dan koordinator kegiatan OL sekaligus
menetapkan jadwal penelitian.
3. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, guru kelas dan koordinator kegiatan OL kelas
eksperimen melaksanakan pembelajaran dengan metode OL, yaitu kunjungan
ke pasar tradisional dan minimarket, kunjungan ke Fast food, kunjungan ke
dituangkan dalam jadwal kegiatan belajar mengajar seperti tercantum dalam
2. 1 Kali Memberikan guide lines kepada
guru dan koordinator mengenai
4. 5 Kali Pelaksaan pembelajaran dengan
OL
Setelah selesai pemnbelajaran dengan metode OL maka diadakan postest
terhadap kedua kelompok, baik itu kelompok kontrol maupun kelompok
eksperimen. Data yang sudah terkumpul dianalisis dan diolah secara statistik
dengan menggunakan program SPSS versi 20.00 untuk data kuantitatif dan
hasilnya dideskripsikan.
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data dari hasil
Kualitas instrument penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrument
dan kualitas pengumpuilan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data.
H. Sumber data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis sumber data penelitian, yaitu :
1. Sumber data primer, adalah sumber data utama, yaitu data hasil observasi dan
bahan-bahan literatur yang berhubungan dengan metode Outdoor Learning,
Kecerdasan Interpersonal.
2. Sumber data Sekunder, adalah seluruh data penunjang. Sumber data sekunder
dalam penelitian ini adalah dokumen tambahan yaitu rencana kerja harian,
foto-foto kegiatan dan video kegiatan outdoor learning.
I. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan dan analisis data secara garis besar dilakukan dengan
menggunakan bantuan pendekatan serta hirarki statistic dengan bantuan SPSS 20,00.
Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan
jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah
Hasan, Iqbal (2009:30-31) menyatakan : “ penggunaan statistik dalam analisa
data memiliki beberapa kelebihan, yaitu :
1. Memungkinkan mendeskripsikan tentang sesuatu secara eksak,
2. Memungkinkan seseorang untuk bekerja secara eksak dalam proses dan cara
berpikir
3. Peneliti dapat memberikan rangkuman hasil penelitian dalam bentuk yang
lebih berarti dan lebih ringkasm karena memberikan aturan-aturan tertentu
4. Dapat menarik kesimpulan umum (membentuk konsep-konsep dan
generaslisasi).
5. Memungkinkan untuk mengadakan ramalan.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.
Data yang diperoleh dari lapangan di tabulasikan dan dipresentasikan, kemudian
dilakukan pengujian dengan menggunakan Uji perbedaan. Menurut Akdon
(2008:172), persyaratan analisis terhadap asumsi-asumsi harus dilakukan jika
menggunakan uji perbedaan adalah data harus berdistribusi normal. Teknik analisis
data mengikuti langkah-langkah berikut :
1. Menentukan skor rata-rata standar deviasi pada test awal dan tes akhir untuk
Tingkat social sensitivity, social insight, dan Social communication baik pada
2. Uji Normalitas,
Uji normalitas distribusi data untuk Tingkat social sensitivity, social insight,
dan Social communication untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen
dilakukan dengan persamaan. (Akdon 2007: 171)
(x2) = ∑ (fo – fe)2
fe
Dimana :
fo : Frekuensi observasi fe : Frekuensi ekpektasi
Data dikatakan berdistribusi normal jika x2hitung < x2tabel.
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih
kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang
sama. Pada analisis regresi, persyaratan analisis yang dibutuhkan adalah
bahwa galat regresi untuk setiap pengelompokkan berdasarkan variabel
terikatnya memiliki variansi yang sama.
Uji homogenitas dilakukan dengan membandingkan varians terbesar dengan
varians terkecil dengan menggunakan tabel (Akdon, 2008 : 35).
Langkah-langkah uji homogenitas adalah sebagai berikut :
a. Mencari nilai varian terkecil dan terbesar dengan menggunakan rumus :
Fhitung = Varians besar
b. Membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel dengan kriteria, jika Fhitung < Ftabel
maka variansnya homogen dan uji komparatif dilanjutkan.
Untuk menentukan tingkat homogenitas data dapat dilakukan dengan
membandingkan angka significan (sig) dengan uji alpha (α), dengan kriteria
jika angka significan lebih besar dari alpha (sig > α 0,05) maka Ho ditolak,
sebaliknya jika angka significan lebih kecil dari alpha (sig < α0,05) maka Ho
diterima.
Hipotesis pengujian uji Homogenitas dengan menggunakan
Kolmogorof Smirnov adalah sebagai berikut :
Ho : Kedua varians populasinya adalah tidak homogen
H1 : Kedua varians populasinya adalah homogen
4. Uji beda dua rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan rata-rata (mean) secara significant antara dua sampel dengan
melihat rata-ratanya. Uji beda dua rata-rata dalam penelitian ini dilakukan
terhadap skor pretest dan postest dengan menggunakan uji dua pihak.
Sedangkan uji perbedaan dua rata-rata terhadap gain normal menggunakan uji
satu pihak, yaitu uji pihak kanan.
Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians homogen, maka dilakukan
homogen. Sedangkan untuk data yang memenuhi asumsi berdistribusi normal
tapi memiliki varians yang tidak homogen, maka pengujiannya menggunakan
uji t, yaitu independent sample t-test dengan asumsi kedua varians tidak
homogen. Adapun data yang tidak berdistribusi normal, maka pengujiannya
menggunakan statistik non-parametrik yaitu Uji Mann Whitney U.
Untuk melihat peningkatan Kecerdasan Interpersonal anak antara
sebelum dan sesudah eksperimen pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
dengan menggunakan metode outdoor learning dihitung dengan
menggunakan gain skor ternormalisasi dengan menggunakan rumus :
Gain = Spos – Spre Smaks - Spre
Dimana : Spos = Skor postest Spre = Skor pretest Smaks = Skor ideal
Katagori untuk tingkatan gain adalah jika g > 0.07 maka tingkat
sifgnifican gain dinyatakan dengan katagori tinggi, jika 0,03 ≤ g ≤ 0,07 maka
tingkatan gain dinyatakan dalam katagori sedang, dan jika g < 0,03 maka
tingkatan gain dinyatakan dalam katagori rendah. Dalam pengolahan,
pengujian instrumen, membuktikan tingkat validitas dan reabilitas suatu alat
ukur maupun analisis data yaitu uji normalitas dan uji homogenitas data, dan
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Untuk melihat gambaran kecerdasan interpersonal awal pada aspek social
sencitivity, social insight dan social communication dilihat dari hasil rata-rata pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen. Untuk penelitian ini dari hasil analisa
didapat bahwa nilai pretest untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen memiliki
sebaran normal.
2. Model pembelajaran dengan menggunakan kegiatan outdoor learning di taman
kanak-kanak, merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kecerdasan interpersonal siswa taman kanak-kanak, seperti yang dilakukan di
taman kanak-kanak Mutiara. Jenis pembelajaran yang dilakukan pada
pembelajaran outdoor learning adalah : Belajar memasak, kunjungan ke pasar
tradisional dan mini market, kunjungan ke pabrik buku, kunjungan ke fast food,
pemberian tugas proyek, berkebun, pengamatan tumbuh kembang hewan dan
tanaman, adapun Adapun susunan pembelajaran outdoor learning dibagi dalam :
1. Kegiatan awal
Bernyanyi, berdoa, dan mengucap salam.
Bercerita tentang pengalaman anak.
Membicarakan tema/sub tema.
2. Kegiatan Inti
Guru menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dan diamati.
Kegiatan pembelajaran
3. Makan siang/istirahat
Cuci tangan, makan (berdoa sebelum dan sesudah makan)
Bermain.
4. Kegiatan Akhir
Diskusi tentang kegiatan hari itu.
Bercerita dari guru
Menyanyi, berdoa, pulang
3. Gambaran kecerdasan interpersonal setelah mendapat perlakuan dilihat dari hasil
postest, baik itu untuk kelas kontrol maupun untuk kelas ekperimen. Dari hasil
penelitian dan analisis yang dilakukan ditemukan bahwa nilai rata rata kecerdasan
interpersonal siswa pada aspek social sencitivity, social insight dan social communication di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa-siswa kelas kontrol, ini mengartikan bahwa dengan menggunakan model
pembelajaran outdoor learning kecerdasan interpersonal siswa lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran
konvensional.
4. Setelah setiap kelas mendapatkan perlakuan, maka dengan menggunakan uji-t
didapat hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kecerdasan
interpersonal siswa pada aspek social sencitivity, social insight dan social communication dengan menggunakan model pembelajaran Oudoor learning
dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Ini
dibuktikan dengan uji hipotesis. Dari ketiga hipotesis didapat t hitung > t tabel
signifikan pada kecerdasan interpersonal siswa pada aspek social sencitivity
dengan menggunakan metode Oudoor learning dibandingkan dengan yang
menggunakan model pembelajaran konvensional, (2). Terdapat perbedaan yang
sginifikan pada kecerdasan interpersonal siswa pada aspek social Insight dengan
menggunakan metode Oudoor learning dibandingkan dengan siswa yang
menggunakan model pembelajaran konvensional, dan (3). Terdapat perbedaan
yang signifikan pada kecerdasan interpersonal siswa pada aspek sosial sencitivity
dengan menggunakan metode Oudoor learning dibandingkan dengan yang
menggunakan model pembelajaran konvensional.
Dari tiga aspek yang diamati diketahui apakah perbedaan signifikan yang terjadi
diatas akibat dari perlakuan atau bukan maka dilakukan perhitungan pada
rata-rata pretest model pembelajaran outdoor learning. Pada kecerdasan interpersonal
anak ditemukan bahwa aspek Social sencitivity dan social communication
peningkatan kecerdasan interpersonal siswa bukan merupakan karena kecerdasan
awal siswa, melainkan akibat dari perlakuan, yaitu pembelajaran dengan metode
Outdoor learning, sedangkan pada aspek social insight tidak terlalu dipengaruhi
oleh model pembelajaran outdoor learning, namun berdasarkan hasil analisa pada
aspek ini telah dipengaruhi oleh kecerdasan awal siswa itu sendiri.
a. Dalam pembelajaran outdoor learning terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan yang pada dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan guru dan
dengan siswa yang menggunakan pembelajaran indoor, (2). Siswa akan jauh
lebih berani dalam melakukan kegiatan, karena siswa akan belajar langsung di
lingkungannya, (3). Siswa akan merasa betah disekolah dan tidak akan
bersikap frustasi, (4). Siswa dapat bersosialisasi dan menghargai lingkungan,
(5). Pembelajaran akan lebih menyenangkan, (6). Dapat menstimulus semua
kecerdasan siswa. Sedangkan kelemahan dari pembelajaran outdoor learning
antara lain : (1). Memerlukan pengawasan yang sangat ketat karena siswa
tidak terbatas oleh ruang, (2). Membutuhkan jumlah guru yang tidak sedikit,
(3). Sulit mengontrol siswa. (4). Sekolah memerlukan kerjasama yang baik
dengan instansi terkait, (5). Untuk beberapa kegiatan seperti kunjungan ke
tempat-tempat pembelajaran membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan penelitian yang dilakukan serta simpulan yang
telah dipaparkan di atas, maka peneliti memberikan rekomendasi untuk berbagai
pihak yang berkepentingan terhadap penelitian ini, yaitu :
1. Bagi Guru
Keberhasilan suatu program akan sangat bergantung pada perencanaan dan
kepiawaian guru dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Di TK
Mutiara guru diharapkan lebih mampu menciptakan suasana dimana anak dapat
merasa tertantang dengan apa yang diberikan, sehingga akan tumbuh sifat kritis, yang
terkait karena pembelajaran outdoor learning yang sifatnya karyawisata menuntut
guru untuk dapat merencanakan kegiatan pembelajaran mulai dari penentuan lokasi,
transportasi yang akan digunakan, tujuan yang akan dicapai, kegiatan pembelajaran
itu sendiri dan evaluasi dari kegiatan yang dilakukan.
Dalam melakukan pembelajaran outdoor learning ini harus diperhatikan
beberapa faktor, seperti : (1).Perencanaan/persiapan yang matang, seperti penjelasan
akan kegiatan yang akan dilakukan, aturan main, dan berapa lama kegiatan akan
dilakukan (2). Materi/ alat bantu dan alat peraga yang digunakan aman bagi anak, (3).
Pengawasan dan monitoring pada setiap anak dan (4). Jumlah guru dan murid
seimbang, guna menghindari faktor-faktor yang tidak diinginkan.
2. Bagi Sekolah
TK “Mutiara” telah beberapa tahun terakhir mengembangkan pembelajaran
Outdoor Learning, untuk itu direkomendasikan untuk menambah kegiatan
pembelajaran Outdoor Learning yang sudah dilakukan dan lebih banyak
berkoordinasi dengan lembaga terkait yang dapat memberikan pembelajaran dan
fasilitas yang lebih memadai sehingga siswa benar-benar dapat mengalami dunia
nyata secara langsung bukan melalui cerita, gambar dan film saja.
3. Bagi Peneliti berikutnya
Penelitian yang dilakukan kali ini hanya dilakukan di TK Mutiara saja, untuk itu
direkomendasikan dilakukan dibeberapa TK yang lebih luas jangkaun dan karateristik
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Samad's. (2009). Metode Penelitian Experimen Semu (quasi-experimental
research). [Online].
Tersedia:http://pakguruku.blogspot.com/2009/10/metode-penelitian-experimen-semu-quasi.html.
Anderson. (1999). The development of intelligence. Psychological Press: UK.
Anggani Sudono. (2000).Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan
Anak Usia Dini. Grasindo:Jakarta.
Anita Afriani. (2005). Teori Multiple Intelligences dalam Pendidikan Anak.
[Online].
Tersedia:http://gemasastrin.wordpress.com/2008/08/26/teori-multiple-intelligences-dalam-pendidikan-anak/ . (1 Okt 2010).
Anita Yus. (2011). Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-kanak. Kencana Prenada media , Jakarta.
Ann Farrel. (2005). Ethical Research With Children. First Publisher. NewYork
Arief Komarudin. (2007). Pondok Penjas. [Online]. Tersedia:http://pojok penjas blogspot.com/2007/12/bab.1.Penduhuluan nasional.html.
Arikunto, Suharsini. (1998). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta; Jakarta
Atkinson dkk. (1987). Pengantar Psikologi I. Erlangga: Jakarta.
Barry. (1989). Piaget’s Theory of Cognitive and Affective Development. Longman. NewYork.
Beck, Joan. (2006). Kunci Sukses Meningkatkan Kecerdasan Anak. Delapratasa: Jakarta.
Beni. (2008). Model-model Pembelajaran Kreatif. Tinta emas. Bandung.
Berk, Laura. (2006). Child Development. Pearson Education, Inc:Boston.
Bertie Everard. (2005). The True Nature of Education and Learning, An article. [Online]. Tersedia:
http://www.outdoor-learning.org/Default.aspx?tabid=207. (12-6-2012).
Collin Rose. (2002). Kuasai Lebih Cepat : Buku Pintar, Accelerated Learning. Mizan Publishing. Bandung.
DeHart, G. B., Sroufe, L. A. & Cooper, R. G. (2004). Child Development : Its
Nature and Course (fifth ed). New York: Mc. Graw Hill.
Elizabeth Hurlock. (1978). Child Development Sixth Edition - Perkembangan anak. Erlangga. Jakarta
Fenigstein. (1979). Self Consciousness, Self Attention, and Social Interaction.
Journal of Personality and Social Psycology.
Feshbach,N.D. (1978). Studies of emphatic Behaviour in Children.Academic Press. New York.
Frenkel Jack. R. (1993). How to Design and Evaluate Research Instrumen
Education. McGraw Hill Publishing Coy.
Furqon dan Emilia, Emi. (2010). Penelitian Kuantitatif dan Kualitiatif Beberapa
Isu Kritis. SPS UPI: Bandung.
Gardner, Howard. (2006). Changing Minds. PT.Transmedia: Jakarta.
Goldstein, A.P & Kanfer, F.H. (1980). Helping People Change. Pergaman Press: USA.
Goleman, D. (1995). Kecerdasan Emosi.Terjemahan. Gramedia: Jakarta.
Hadi Suyono. (2007). Social intelligence cerdas meraih sukses bersama orang
lain dan lingkungan. Ar-ruzz Media: Jokjakarta.
Handy Susanto. (2005). Penerapan Multiple Intelligences dalam Sistem
Pembelajaran. [Online]. Tersedia
http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.67-75%20Penerapan%20Multiple%20Intillegence%20dalam%20Sistem%20P embelajaran.pdf . (1 Okt 2010)
Hildebrand, Verna. (1986). Introduction to Early Childhood Education 4th,ed.
Mac Millan Publishing Company: New York.
James H McMillan, Sally Schumacher. (1997). Research in Education. Addison
Wesley Longman. New York – San Francisco.
Johnson,D.W. (1981). Reaching Out Interpersonal Effectiviness and Self
Actualization. Englewood Cliffs; Prentice-Hall.
Julia Jasmine. (2007). Mengajar Dengan Metoda Kecerdasan Majemuk –
Implementasi Multiple Intelligence. Nuansa: Bandung.
June R Oberlander. (2000). Slow and Steady get me ready - Buku pengembangan
anak usia dini, Primamedia pustaka: Jakarta.
Makmum Mubayidin. (2010). Kecerdasan dan Kesehatan Emosional anak. Alkautsar: Jakarta.
Masitoh, dkk. (2007). Pendekatan Belajar Aktif di Taman kanak-kanak. Departemen Pendidikan Nasional:Jakarta.
May Lwin. (2008). How to Multiply Your Child Intelligence- Cara
Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Indek: Jokjakarta.
McMillan, James H & Sally Schumacher. (1996). Research in Education: A
conceptual introduction, 4th edition. Addison Wesley Longman. Inc: New
York.
Moeslihatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Moh. Nazir, Ph.D. (1998). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Musfiroh, T. (2004). Bermain sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan
(Stimulasi Multiple Intelegences Anak Usia Taman Kanak-kanak),
Mustamir Pedak. (2009). Saatnya bersekolah. Buku Biru: Yogjakarta.
Myfortuner.wordpress.com. (2010). Teori multiple intelegensi (kecerdasan
majemuk) dalam pembelajaran. [Online]. Tersedia:http://myfortuner.wordpress.com/2010/08/10/214/ . (18 Feb 2010).
Nana Syaodih. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Nasution. (2009). Metode research Penelitan ilmiah. Bumi Aksara: Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1990.
Prasetyo, J.J. Reza dan Yeni Andriani. (2009) Multiply Your Multiple
Intelligences. Andi: Yogyakarta.
Pusat kurikulum Badan penelitian dan pengembangan departemen Pendidikan nasional. (2006). Model Penilaian kelas Kurikulum tingkat satuan pendidikan,
Reamon O’Donchadla. (2001). The Confident Child:A Guide To Fostering
Personal Effectiveness In Children. Gill &Mc Millan.
Reni Akbar-Hawadi, Psi. Pendidikan Taman Kanak-kanak. [Online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1928715-pendidikan-taman-kanak-kanak/
Reni Rachamawati. (2005). Strategi Pengembangan Kreatifitas Pada Anak Usia
Taman Kanak-kanak. Departemen pendidikan nasional. Jakarta
Riskomar, Dadan. (2004). Outdoor dan Fun Games Activities. Jakarta.
Rogacian, M.R. (1996). Konseling Sebaya Sebuah Gaya Hidup.(terjemahan). Kanisius. Yogyakarta.
Roy killen. (2009). Effective Teaching strategies lesson from research and
practice. Cengage l earning. Australia.
Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan.Prenada Media Group: Jakarta.
Santrock, John. (2007). Educational Psycology, 2nd Edtion. McGraw-Hill
Company, Inc. Edisi terjemahan Kencana Prenada Media Group:Jakarta.
Seu Bredekamp, National Association for education of young children. (1997).
Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Program.
Washington DC.
Solehudin. (1997).Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Alfabeta:Bandung
Sudarwan. (2010). Perkembangan Peserta Didik. Alfa Beta. Bandung.
Sudjana dan Ibrahim. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung.
Sudjana. (2000). Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber daya Manusia”. Falah Production. Cet. III:Bandung.
Sukintaka. (1992). Teori Bermain D2 PGSD Penjaskes. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Jakarta.
Sukintaka. (2004). Teori Pendidikan Jasmani:Filosofi Pembelajaran dan Masa
Depan. Nuansa:Bandung.
Suparman S. (2010). “Gaya Mengajar yang menyenangkan siswa”. Pinus: Yogyakarta.
Suyanto Slamet. (2005). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Departemen Pendidikan Indonesia: Jakarta.
Safaria. (2005). Interpersonal Intelligence-Metode Pengembangan Kecerdasan
Interpersonal Anak. Amara Books: Yogjakarta.
Theo Riyanto. (2004). Pendidikan Anak Usia Dini. Grasindo: Jakarta.
Undang-undang Tahun 2003, Tentang sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia:Jakarta.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2000). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Laporan Buku, Makalah, Skripsi, Tesis, Desertasi).UPI:Bandung.
Vincentias Endy. (2008). Permainan Kreatif untuk Outbound dan Training. Andy Offset: Bandung.
Wahyudin. (2009). Metodologi penelitian pendidikan. (kompilator). Bandung
Yuriastien, Effiana. dkk. (2009). Games Theraphy untuk Kecerdasan bayi dan
Balita. PT.Wahyu Media: Jakarta.