• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS OUTDOOR LEARNING DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL ANAK: Penelitian Eksperimen Kuasi pada sebuah Taman Kanak-kanak di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS OUTDOOR LEARNING DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL ANAK: Penelitian Eksperimen Kuasi pada sebuah Taman Kanak-kanak di Kota Bandung."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan di Indonesia terdiri dari berbagai jenjang, mulai dari jenjang

prasekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Pada jenjang pendidikan prasekolah

menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas) meliputi taman kanak-kanak, kelompok bermain,

penitipan anak, dan bentuk lain yang di tetapkan oleh menteri. Taman kanak-kanak

(TK) terdapat pada jalur pendidikan sekolah. Kelompok bermain dan penitipan anak

terdapat pada jalur pendidikan luar sekolah. Adapun peserta didik TK ada pada usia 4 –

6 tahun dengan lama pendidikan 1 tahun atau 2 tahun (Peraturan Pemerintah No.

27/1989 Bab III pasal 4).

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas) menjelaskan pula bahwa pendidikan anak usia

dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan

untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Selanjutnya dalam pasal

28 ayat 3 di sebutkan mengenai bentuk penyelenggaraan pendidikan anak usia dini

pada jalur pendidikan formal dapat dapat berupa Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul

(2)

Arnita Yus (2011:46) mengatakan bahwa TK merupakan salah satu bentuk

awal pendidikan sekolah yang menyediakan berbagai program belajar.

Program-program ini dimaksudkan untuk membantu anak mencapai pertumbuhan dan

perkembangan diri yang optimal. Pendidikan di TK pada hakikatnya adalah pendidikan

yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan

perkembangan anak secara menyeluruh. Pendidikan di TK memberikan kesempatan

kepada anak untuk mengembangkan kepribadiannya. Pendidikan di TK perlu

menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek

perkembangan anak yang meliputi kognitif, bahasa, emosi, fisik atau motorik

(Anderson,1993). Tujuan lain dari pendidikan TK adalah membantu anak didik

meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan, dan daya

cipta yang diperlukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk

pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya (PP No. 27/1990 pasal 3). Tujuan di atas

menyiratkan bahwa pendidikan TK secara umum memfokuskan pada upaya untuk

mampu meletakkan dasar kearah terjadinya perkembangan, baik itu sikap,

pengetahuan, ketrampilan, maupun daya cipta yang diperlukan dalam proses

perkembangan anak pada saat ini dan selanjutnya (Solehuddin,1997).

Pembelajaran TK harus mempertimbangkan berbagai hal yang berkaitan

dengan tumbuh kembang mulai dari strategi pendekatan dan model pembelajaran yang

akan digunakan sehingga akan memberikan stimulasi pada anak didik secara tepat.

(3)

proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman.

Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami. Sejalan dengan

konsep diatas Cronbach dalam Surya (1979:28) menyatakan, “Learning may be defined as the procces by which relavitely enduring change in behavior occurs as result of experience or practice”.

Masa anak-anak umumnya memiliki masalah-masalah atau kesulitan dalam

interaksi kelompok maupun individu di lingkungan sekitarnya. Keadaan ini

mengakibatkan kehidupan sosialnya cenderung terisolasi dari lingkungan masyarakat,

bahkan keluarga akibat dari ketidakmampuan dalam penyesuaian dirinya. Berbagai

upaya dan motivasi dalam pembelajaran dilakukan agar memudahkan anak

berkembang seoptimal mungkin, sebab mereka pasti akan hidup kembali pada

masyarakat. Diperlukan berbagai kiat yang bisa digunakan dalam melaksanakan

pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan yang berorientasi pada siswa

dan berangkat pada siswa. Lewat permainan, anak akan mengalami rasa bahagia.

Dengan perasaan suka cita itulah syaraf/neuron di otak anak dengan cepat saling

berkoneksi untuk membentuk satu memori baru. Itulah sebabnya mengapa anak-anak

dengan mudah belajar sesuatu melalui permainan. Pestalozzi dalam Masitoh (2007:18)

mengatakan bahwa pendidikan di TK hendaknya menyediakan

pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, bermakna, dan hangat seperti yang diberikan oleh

orang tua di lingkungan rumah.

(4)

untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di

luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan

dijalur pendidikan sekolah atau dijalur pendidikan luar sekolah.

Pendidikan bagi TK adalah pemberian upaya untuk menstimulasi,

membimbing, mengasuh dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang akan

menghasilkan kemampuan dan ketrampilan pada anak. Pendidikan TK merupakan

salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan

dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan baik koordinasi motorik (halus dan

kasar), kecerdasan emosi dan kecerdasan jamak (multiple intelligence), maupun

kecerdasan spiritual. Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak TK

penyelenggaraannya disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan yang dilaluinya.

Model pembelajaran dengan jenis kegiatan bervariasi serta pendekatan belajar

sambil bermain, bermain seraya belajar dapat menumbuhkan motivasi, percaya diri dan

tanggung jawab anak didik untuk melakukan tugas yang diberikan guru secara mandiri.

Hal ini dimaksudkan untuk menggelitik siswa dan memotivasi pembelajaran.

Pembelajaran yang menyenangkan berarti pembelajaran yang cocok dengan suasana

yang terjadi dalam diri siswa. Suasana pembelajaran yang baik diciptakan agar tidak

ada penekanan psikologis bagi kedua belah pihak, guru dan siswa. Untuk

mengembangkan kemampuan dan ketrampilan pada anak TK diperlukan

metode-metode yang memungkinkan anak untuk meningkatkan motivasi, rasa ingin tahu dan

(5)

Menurut Agus Irawan dalam Ginting 2005, pendekatan Outdoor learning (OL)

adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menggunakan suasana di luar kelas

sebagai situasi pembelajaran serta menggunakan berbagai permainan sebagai media

transformasi konsep-konsep yang disampaikan dalam pembelajaran. Pendekatan OL

yang lebih memadukan unsur bermain sambil belajar. Belajar dianggap proses

perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard

mengungkapkan : “ Learning is the process by which an activity orginates or changed

through training procedures (whether in the laboratory on in natural environment)”.

OL merupakan kegiatan belajar di luar ruangan yang juga membuat anak didik

merasa senang dan bahagia. Melalui kegiatan OL anak akan dapat menggali dan

mengembangkan potensi dan rasa ingin tahu serta meningkatkan rasa percaya diri.

Dalam kegiatan OL tidak dapat di hindari melibatkan 3 aspek yang ingin

dikembangkan pada anak didik, yakni kognitif (berpikir/pengetahuan), afektif (emosi

dan perasaan), dan psikomotorik (fisik). OL memadukan permainan, olah raga serta

diisi dengan petualangan-petualangan yang telah dirancang khusus dengan makna

tersendiri di dalam setiap kegiatannya. Pendekatan OL merupakan salah satu upaya

untuk terciptanya tujuan pembelajaran, terhindar dari kejenuhan, kebosanan, dan

persepsi belajar hanya di dalam kelas.

Pendekatan OL menggunakan beberapa metode seperti ceramah, penugasan,

tanya jawab, dan belajar sambil melakukan atau mempraktekkan kenyataan dengan

(6)

materi yang akan disampaikan. Guru harus mampu memunculkan kegembiraan dan

keinginan siswa untuk bereksplorasi terhadap lingkungannya, tanpa aktivitas

pemaksaan. Untuk mencapai proses ini, guru harus memiliki gaya belajar yang

menantang siswa dan menarik sehingga pengelolaan pembelajaran benar-benar

menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa. Pendekatan OL juga

menggunakan setting alam terbuka sebagai sarana kelas, untuk memberikan dukungan

proses pembelajaran secara menyeluruh yang dapat menambah kegembiraan dan

kesenangan siswa.

Pendekatan OL mengasah aktivitas fisik dan sosial anak dimana anak akan

lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang secara tidak langsung melibatkan

kerja sama antar teman dan kemampuan berkreasi. Aktivitas ini akan memunculkan

proses komunikasi, pemecahan masalah, kreativitas, pengambilan keputusan, saling

memahami, dan menghargai perbedaan. Permainan memiliki nilai seimbang dengan

belajar karena anak dapat belajar melalui permainan (learning by playing). Banyak hal

yang dapat anak pelajari dengan permainan, keimbangan antara motorik halus dan

motorik kasar sangat memengaruhi perkembangan psikologi anak. Reamonn O

Donnchadha (2001) dalam bukunya The Confident Child "Permainan akan memberi

kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar

memecahkan masalah". Disamping itu, anak mempunyai kesempatan untuk menguji

kemampuan dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mengembangkan

(7)

sekolah maupun di rumah. Dalam permainan kelompok, anak belajar tentang

sosialisasi yang menempatkan dirinya sebagai mahluk sosial. Anak mempelajari nilai

keberhasilan pribadi ketika berhasil memasuki suatu kelompok. Ketika anak

memainkan peran "baik" atau "jahat" membuat anak kaya akan pengalaman emosi,

anak akan memahami perasaan yang terkait dari ketakutan dan penolakan dari situasi

yang dia hadapi. Kegiatan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk

mempraktikkan rasa percaya kepada orang lain dan kemampuan dalam bernegosiasi,

dan memecahkan masalah serta bergaul dengan orang sekitarnya.

Pengamatan awal yang dilakukan di TK Mutiara pada semester pertama di

temukan bahwa masih terdapat kecenderungan bahwa siswa taman kanak-kanak masih

belum terlihat berinteraksi dengan orang lain, ini ditunjukkan dengan sikap yang

kurang memberikan perhatian pada saat berbicara dengan orang dewasa, belum mampu

mengerjakan tugas sendiri, tidak mengikuti aturan yang diberikan, kurang sabar

menunggu giliran, berebut mainan dengan teman sebaya, senang menyendiri, suka

berdiam diri, kurang kreatif, kurang disiplin dan tidak terlihat aktifias bertanya yang

mana kesemua faktor di atas itu berkaitan erat dengan salah satu kecerdasan yang

dikemukakan oleh Gardner yaitu kecerdasan antar personal atau kecerdasan

Interpersonal.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan kajian terhadap

(8)

B. Identifikasi Perumusan Masalah

1. Rumusan Masalah

Pembelajaran yang efektif bagi anak usia dini adalah melalui kegiatan

bermain, yang mana pelaksanaan pendidikan di TK menganut prinsip : “Bermain

sambil belajar dan belajar seraya bermain”. Bermain merupakan cara terbaik untuk

mengembangkan potensi anak didik. Sebelum bersekolah, bermain merupakan

cara alamiah untuk menemukan lingkungan, orang lain dan dirinya sendiri.

Melalui pendekatan bermain, anak-anak dapat mengembangkan aspek psikis dan

fisik meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa,

fisik/motorik, kemandirian dan seni. Pada prinsipnya bermain mengandung makna

yang menyenangkan, mengasyikkan, tanpa ada paksaan dari luar diri anak, dan

lebih mementingkan proses mengeksplorasi potensi diri daripada hasil akhir.

Pendekatan bermain sebagai metode pembelajaran di TK hendaknya disesuaikan

dengan perkembangan usia dan kemampuan anak didik, yaitu secara

berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar menjadi belajar seraya bermain.

Dengan demikian anak didik tidak merasa canggung menghadapi pendekatan

pembelajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya.

Kegiatan OL yang dirancang sebagai strategi pembelajaran yang

menerapkan prinsip pembelajaran melalui pembentukan pengalaman (experiental

learning.) Disisi lain, terkait dengan perkembangan kognitif anak usia dini yang

(9)

sudut pandang individu lain (Dehart et al, 2004:305). Hal tersebut dikarenakan

anak belum mampu untuk membedakan antara perspektif pribadinya dengan

perspektif dari individu yang lain (Santrock, 2007:218). Dehart et al (2004:305)

menyatakan bahwa, ”Today we know that egocentrism is not absolute in young

children; when given relativity simple perspective-taking tasks, four-years-olds can adopt another person viewpoint in limited way”.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan utama yang akan

diteliti adalah : Apakah model pembelajaran Outdoor Learning dapat

meningkatkan kecerdasarn Interpersonal anak?.

2. Pertanyaan Penelitian.

Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan secara operasional ke dalam

pertanyaan penelitian :

a. Bagaimana kecerdasan interpersonal awal siswa TK ?

1. Bagaimana gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas kontrol?

2. Bagaimana gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas Eksperimen?

b. Bagaimanakah gambaran pembelajaran model Outdoor learning yang dilakukan

di TK?

c. Bagaimana kecerdasan interpersonal siswa TK setelah diberikan perlakuan ?

1. Bagaimana kecerdasan interpersonal siswa pada kelas kontrol ?

2. Bagaimana kecerdasan interpersonal siswa pada kelas Eksperimen setelah m

(10)

d. Apakah penggunaan pembelajaran outdoor learning dapat meningkatkan

kecerdasan interpersonal siswa TK ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kecerdasan interpersonal awal siswa TK.

a. Mengetahui gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas kontrol.

b. Mengetahui gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas Eksperimen.

2. Mengetahui pembelajaran model Outdoor learning yang dilakukan di TK.

3. Mengetahui kecerdasan interpersonal siswa TK setelah diberikan perlakuan.

a. Mengetahui kecerdasan interpersonal siswa pada kelas kontrol.

b. Mengetahui gambaran kecerdasan interpersonal siswa pada kelas Eksperimen.

4. Mengetahui efektifitas pembelajaran outdoor learning dalam meningkatkan

kecerdasan interpersonal siswa TK

D.

Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini maka hasil penelitian ini diharapkan

bermanfaat :

1. Bagi peneliti, mendapat pengalaman yang berharga karena dapat mengetahui

turunan dari sebuah teori, serta mengamalkan pengetahuan, keilmuan yang peneliti

(11)

2. Bagi Sekolah, sebagai masukan dalam pengembangan proses belajar mengajar di

taman kanak-kanak.

3. Bagi rekan peneliti selanjutnya, sebagai masukan awal untuk penelitian berikutnya,

khususnya penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran outdoor learning

(12)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah proses dalam penelitian yang akan menentukan

berhasil atau tidaknya, baik atau tidaknya dari suatu penelitian yang sedang

dilakukan, desain penelitian merupakan alat penuntun peneliti dalam melakukan

proses penentuan instrumen, pengambilan data, penentuan sampel, koleksi dan

analisisnya.

Dalam penelitian ini menggunakan desain Eksperimen kuasi, karena

penelitian ini hanya memiliki dua variabel, yaitu variabel X dan variabel Y. Karena

data yang diambil tidak secara ramdom, maka desain penelitian kuasi yang digunakan

dalam penelitian ini berbentuk Pretest-Postest control design. Siswa diberi pretest

terlebih dahulu yang tujuannya untuk mengetahui kemampuan awal anak, baik itu di

kelas kontrol maupun dikelas eksperimen. Untuk lebih jelas tentang design

penelitiaanya dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Desain Eksperimen

Group Prestest Perlakuan Postest

Eksperimen O1 X O2

(13)

Keterangan :

O1 : Pretest pada kelas eksperimen

O2 : Pretest pada kelas kontrol

O3 : Postest pada kelas eksperimen

O4 : Postest pada kelas kontrol

X : Perlakuan dengan Outdoor Learning

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah :

1. Memilih dan menentukan kelas mana yang akan dijadikan kelas kelompok kontrol

dan kelas mana yang akan dijadikan kelompok eksperimen. Pada kelas eksperimen

akan diberikan perlakuan kegiatan Outdoor Learning.

2. Mengadakan pretest kepada kedua kelas, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen

yang memungkinkan peneliti melakukan berbagai analisis yang diperlukan untuk

membuat inferensi tentang pengaruh peubah bebas terhadap peubah terikat

(Furqon dan Emilia, 2010:19).

3. Memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen sesuai dengan tema yang sedang

berlangsung saat itu sebanyak 5(lima) kali yaitu dengan memberikan model

pembelajaran outdoor learning, , sedangkan untuk kelas kontrol tidak

mendapatkan perlakuan, melainkan menggunakan pembelajaran konvensional.

4. Langkah terakhir, memberikan postest pada kedua kelompok, yaitu kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana

pencapaian yang didapat. Pada kelas eksperimen postest dilakukan setiap siswa

diberikan perlakuan, sedangkan untuk kelas kontrol postest diberikan pada akhir

(14)

5. Menghitung perbedaan rata-rata hasil pembelajaran baik pada kelas eksperimen

maupun kelas kontrol, dengan menggunakan metode statistik teknik SPSS versi

20,00.

6. Melakukan uji hipotesis berdasarkan pretest dan postest yang dilakukan oleh kelas

eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan teknik SPSS versi 20,00.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian secara umum adalah merupakan suatu cara ilmiah untuk

mendapatkan data dalam penelitian dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode

penelitian dalam bidang pendidikan yang dikemukakan Sugiyono (2006:6):

Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan , dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan Outdoor

Learning terhadap kecerdasan interpersonal anak. Penelitian ini menggunakan desain

penelitian eksperimen kuasi, dimana subjek penelitian tidak dikelompokkan secara

acak, tetapi menerima keadaan subjek secara apa adanya (Rusfendi 2003:52). Lebih

lanjut Mc Millan dan Schumacher (1996) menjelaskan bahwa riset eksperimental

memiliki beberapa karateristik, yaitu :

1. Adanya penempatan subjek secara acak

(15)

3. Manipulasi langsung minimal pada satu variabel independent

4. Adanya alat ukur dari masing-masing variabel dependen

5. Adanya manfaat statistik inferensial

6. Adanya kontrol maksimum dari variabel asing.

Dalam penelitian ini siswa dibedakan dalam dua kelas, yaitu kelas kontrol dan

kelas eksperimen. Kedua kelas ini di beri perlakuan yang berbeda. Furqon dan Emilia

(2010:14-20) menjelaskan bahwa penelitan eksperimen memiliki beberapa jenis ;

1. Pre experimental design, desain eksperimen ini merupakan desain yang paling

lemah dalam mengontrol peubah-ubah yang potensial menjadi hipotesis rival.

2. True experimental design, desain eksperimen ini merupakan desain yang

paling bagus, namun mensyaratkan adanya pengelompokkan subjek secara

acak ke dalam kelompok eksperimen atau kelompok kontrol (random

assigment). Kondisi ini berarti peserta didik harus diacak ke dalam kelompok

eksperimen atau kelompok kontrol, tidak menggunakan kelas yang sudah ada.

3. Quasi experimental designs, memiliki karateristik yang sama dengan true experimental, namun pada quasi experimental tidak adanya random assigment.

Dalam konteks sosial dan pendidikan, pengacakan subjek ke dalam kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sulit dilakukan, sukar dan sangat mahal, maka

peneliti menggunakan kelompok atau kelas yang telah terbentuk sebagai kelompok

(16)

kuasi eksperimen, maka tidak menggunakan random assigment, namum langsung

menggunakan kelas yang sedang berlangsung sebagai kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional berfungsi untuk memperjelas sudut pandang peneliti

tentang beberapa istilah yang muncul dalam penelitian ini. Terdapat beberapa definisi

operasional seperti :

a. Outdoor learning (OL) menurut Arif Komarudin (2007) “OL merupakan aktivitas luar sekolah yang berisi kegiatan di luar kelas/ sekolah dan di alam bebas

lainnya, seperti: bermain di lingkungan sekolah, taman, perkampungan pertanian/

nelayan, berkemah, dan kegiatan yang bersifat kepetualangan, serta

pengembangan aspek pengetahuan yang relevan”. Aktivitas luar kelas dapat

berupa permainan, cerita, olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal

kasus-kasus lingkungan di sekitarnya dan diskusi penggalian solusi, aksi lingkungan,

dan jelajah lingkungan.

OL mengandung filosofi, teori dan praktis dari pengalaman dan pendidikan

lingkungan. Priest (1986:13-15) menyatakan:

(17)

Dari pernyataan yang dikemukakan di atas, maka definisi operasional yang

dimaksudkan dalam penelitian ini adalah aktifitas pembelajaran yang dilakukan di

luar kelas, baik itu dalam bentuk penugasan, pengamatan, berkebun, olah raga,

bermain peran atau pun kunjungan langsung ke tempat-tempat yang berhubungan

dengan pembelajaran yang akhirnya mengarah pada perubahan perilaku.

b. Kecerdasan Interpersonal (KI) menurut Safaria (2005:23) bisa dikatakan sebagai

kecerdasan social diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan seseorang

dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi

sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau

saling menguntungkan. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk

mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain.

Menurut Lwin et al (2008:197), kecerdasan interpersonal adalah kemampuan

untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati,

maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak.

Dari pernyataan di atas, secara opersional yang dimaksudkan sebagai kecerdasan

interpersonal dalam penelitian ini adalah perilaku interaksional anak dengan

teman dan guru disekolahnya yang mengindikasikan Kepekaan sosial (Social

(18)

D.Instrumen penelitan

Pengumpulan data seperti yang diungkapkan oleh Sugiyono (2009:137) dapat

dilakukan dalam berbagai seting, sumber, dan cara. Bila dilihat dari setingnya, data

dapat dikumpulkan pada seting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan

metode ekseperimen, dirumah dengan berbagai repsonden, pada suatu seminar,

diskusi, diajalan dan lain lain. Pengumpulan data menggunakan data sumber primer

dan data sumber sekunder. Selain itu jika dilihat dari segi atau cara pengumpulan

data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara),

kuestioner (angket) observasi (pengamatan) dan gabungan dari ketiganya.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Dalam penelitian berikut

menggunakan sumber data yang berupa kata-kata lisan maupun tulisan, tindakan dan

sekaligus data tertulis berupa dokumen, Sumber data kata-kata digali dengan

menggunakan wawancara mendalam. Sumber data tindakan diperoleh dari observasi

terhadap anak didik dan fasilitator outdoor, juga dari dokumentasi foto. Sedangkan

data tambahan berupa dokumen dilakukan dengan melakukan telaah pada silabus

pembelajran TK pada Taman Kanak-kanak yang terdiri dari Silabus, RKM (Rencana

Kerja Mingguan) dan RKH (Rencana Kerja Harian), serta laporan hasil belajar

siswa.

1. Observasi

(19)

pengetahuan”, Marshall (1995) menyatakan bahwa “Through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”.

Melalui observasi, dapat di pelajari tentang perilaku, dan makna dari perilaku

tersebut, dan Sanafiah Faisal (1990) mengklasifikasikan observasi yang secara

terang-terangan dan tersama, dan observasi yang tak terstruktur. Alwasilah

(2008:213) mengatakan bahwa data observasi dapat dianggap sebagai jendela

untuk mengintip sistem dan nilai budaya yang terbatinkan pada responden. Sutrisno

Hadi dalam Sugiyono (2009:145) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu

proses yng kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan

psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan

ingatan.

Pedoman observasi yang akan dibuat bersifat umum, sedangkan rincian

yang di observasi akan berkembang di lapangan penelitian. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan observasi partisipasi dimana peneliti terlibat dalam kegiatan

outdoor learning yang dilakukan yang pada akhirnya akan berfungsi sebagai

sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa

yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan

observasi ini, maka diharapkan data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan

samapi mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

2. Wawancara

(20)

Wawancara terstruktur, semi-terstruktur dan tidak terstruktur. Dalam wawancara

terstruktur, selain harus membawa instrument sebagai pedoman untuk wawancara,

maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder,

gambar, brosur, dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara

menjadi lancar, berbeda dengan wawancara semiterstruktur yang mana dalam

pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur, maksud

dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalah secara lebih terbuka,

dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam

wawancara tidak terstruktur peniliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang

telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman

yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Untuk menjelaskan arti wawancara, Fraenkel (1993:385) mengatakan bahwa:

Interviewing is very important method used by qualitative researcher. Interviewing (i.e., the careful asking of relevant questions) is an important way for researcher to check the accuracy of- to verify or refute. The purpose of inteviewing people is to find out what is on their mind-what they think or how they feel about something.

Teknik wawancara yang dilakukan peneliti adalah dengan menggunakan wawancara

berdasarkan pada pedoman umum (Poerwandari, 2001:76). Sebelum memulai

kegiatan wawancara, peneliti telah menyusun kisi-kisi instrumen penelitian yang

berisi garis besar pokok-pokok masalah yang disusun berdasarkan kajian teori.

(21)

atau ditanyakan. Wawancara dilakukan secara terfokus, artinya wawancara yang

mengarahkan pembicaraan pada hal-hal tertentu dari pengalaman subjek yang

diharapkan peneliti dapat menjawab pertanyaan penelitian. Selama proses

wawancara tersebut akan direkam dengan menggunakan recorder dan dicatat pada

notes.

Suatu instumen harus bisa mengungkapkan apa yang akan diteliti, sehingga

hasil yang diharapkan akan memberikan data yang sebenarnya. Sama halnya seperti

yang dikemukakan oleh Sudjana dan Ibrahim (1989:97) : “ Instrumen sebagai alat

pengumpul data harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga

menghasilkan data empiris sebagaimana adanya.”

Seperti di ungkapakan oleh Sugiyono (2009:113) bahwa dalam menyusun

item-item instrumen, maka indikator dari variabel yang akan diteliti dijabarkan

menjadi item-item instrumen. Item-item instrumen harus disusun dengan bahasa yang

jelas sehingga semua pihak yang berkepentingan tahu apa yang dimaksud dalam item

instrumen tersebut. Indikator-indikator variabel itu sering disebut suatu “construct

dari suatu instrumen, yang dalam membuatnya diperlukan berbagai konsep dan teori

(22)

Tabel 3.2

Suatu Alat pengukur dikatakan valid, jika alat itu mampu mengukur apa yang

harus diukur (Nasution, 2008:74), validitas ada beberapa macam, yaitu validitas isi,

konstruk dan kriteria. Senada dengan yang dikemukakan oleh Arikunto (1998:160)

bahwa, “ sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang

diinginkan dan mengungkapkan data yang hendak diteliti secara tepat. Apabila

(23)

perhitungan validitas bisa dilakukan dengan menggunakan program excel atau

program SPSS (Statistical Package for Social Science).

Pada dasarnya terdapat dua macam instrumen, yaitu instrumen yang

berbentuk test untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen yang nontest untuk

mengukur sikap. Instrumen yang harus mempunyai validitas isi (content validity)

adalah instrumen yang berbentuk test yang sering digunakan untuk mengukur prestasi

belajar (achievement) dan mengukur efektivitas pelaksaan program dan tujuan.

1. Uji Validitas Instrumen

Terdapat 3 pengujian validitas Instrumen, seperti yang di kutip dalam

Sugiyono (229:125), yaitu 1). Pengujian validitas konstruksi, pengujian validitas

kontruksi dapat digunakan pendapat dari para ahli (expert judgment) yang jumlahnya

minimal tiga orang dengan gelar doctor sesuai dengan bidang yang diteliti. 2).

Pengujian validitas isi, yang berbentuk test dimana pengujian validitas isi dapat

dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang

telah diajarkan, 3). Pengujian validitas eksternal, yaitu membandingkan antara

(24)

Tabel 3.3

- Perilaku Empati Observasi Siswa TK 1,2,3,4,5,

6,7,8,9

- Mendengarkan efektif Observasi Siswa TK 50, 51, 52

,53, 54,55

- Komunikasi efektif 56, 57, 58,

59, 60,61,

F. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian Pendidikan yang bersifat kuantitatif ditujukan untuk memperoleh

(25)

besar dan wilayah yang menjadi ruang lingkup penelitian tersebut disebut populasi

(Sukamdinata, 2009:250). Sejalan dengan itu, menurut Arikunto (2008:130)

“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” dan Margono (2003:118)

menyatakan bahwa “populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam

suatu ruang lingkup dan atau yang kita tentukan”. Sugiyono (2009:80) juga

menyebutkan “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Dalam penelitian ini yang menjadi

populasi adalah seluruh siswa taman kanak-kanak Mutiara yang berjumlah 40 orang

dengan rentang usia 4-6 tahun.

Selanjutnya, sampel dalam sebuah penelitian harus mewakili populasi, baik

dalam karateristik maupun jumlahnya, karena pada sampel lah kita melakukan

penelitian dan menatik kesimpulan (Sukamdinata, 2009:250), sama seperti yang

diungkapkan oleh Sugiyono (2009:81) yang menyatakan bahwa sampel yang diambil

dari populasi harus betul-betul representative dan pada buku yang sama juga

Sugiyono menyebutkan bahwa “ Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik

yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Sedangkan menurut Roscoe dalam Sugiyono, (2009:91) disebutkan bahwa

dalam mengambil sampel untuk penelitian disarankan bahwa ukuran sampel antara

(26)

kelompok eksperiman dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel

masing-masing antara 10 sampai dengan 20.

Berdasarkan hal tersebut dan berdasarkan jenis penelitian yang diambil yaitu

kuasi eksperimen, maka sampel untuk penelitian ini diambil dari kelompok/kelas

yang sudah ada , untuk itu akan dilakukan penarikan sampel secara sample ramdom

untuk mendapatkan satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen.

Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak “Mutiara”, Jl. Cibunar No. 4,

Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kotamadya Bandung.

Pelaksanaan ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2011/2012 di TK

„Mutiara” dipilih atas dasar :

1. TK “Mutiara” memiliki siswa yang cukup untuk dijadikan sebuah sampel dan

siswanya Homogen dalam arti siswa-siswa berasal dari kalangan menengah

kebawah dilihat dari segi sosial ekonominya.

2. TK “Mutiara” telah menggunakan kegiatan Outdoor learning sebagai salah satu

model pembelajarannya.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitan ini secara terperinci dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu

tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan. Tahap-tahap tersebut dapat

(27)

Tabel 3.4

Tahap-Tahap Proses Penelitian

I. TAHAP PERSIAPAN a. Melakukan studi lapangan

b. Menentukan permasalahan

h. Menentukan Hipotesa (Ho dan Ha) i. Menyusun rancangan metode OL II. TAHAP PELAKSANAAN

PENELITIAN

a. Pelaksanaan tes awal untuk kelas kontrol

b. Pelaksanaan tes awal untuk kelas

eksperimen

c. Perlakuan dengan menggunakan metode

pembelajaran OL

d. Pelaksanaan tes akhir untuk kelas kontrol

e. Pelaksanaan tes akhir untuk kelas

eksperimen. III. TAHAP PENGOLAHAN

HASIL PENELITIAN

a. Mengolah skor tes awal dan tes akhir untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen menjadi nilai.

Prosedur penelitian meliputi langkah-langkah yang telah direncanakan

sebelum pelaksanaan dilakukan, tehapan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini diawali dengan studi literatur terhadap pembelajaran dan

(28)

penting yang akan diajarkan, dilanjutkan dengan menyusun skenario

pembelajaran tentang pembelajaran outdoor learning terhadap kelas

eksperimen yang dikembangkan pada definisi konsep, aspek social sensitivity,

social insight, dan Social communication. Selanjutnya study pengembangan

aspek social sensitivity, social insight, dan Social communication untuk

menentukan instrumen yang akan dikembangkan melalui lembaran observasi.

Instrumen yang akan digunakan untuk melihat kecerdasan interpersonal siswa

melalui 3 aspek ini terlebih dahulu didiskusikan dengan pembimbing sebelum

uji coba di TK “Mutiara” – Bandung.

2. Tahap Pendahuluan

Tahap ini, penelitit mengunjungi TK “Mutiara” untuk meminta ijin pada

sekolah tersebut untuk dilakukan penelitian dengan menyertakan surat izin

penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tahap selanjutnya

mendiskusikan dengan guru kelas dan koordinator kegiatan OL sekaligus

menetapkan jadwal penelitian.

3. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, guru kelas dan koordinator kegiatan OL kelas

eksperimen melaksanakan pembelajaran dengan metode OL, yaitu kunjungan

ke pasar tradisional dan minimarket, kunjungan ke Fast food, kunjungan ke

(29)

dituangkan dalam jadwal kegiatan belajar mengajar seperti tercantum dalam

2. 1 Kali Memberikan guide lines kepada

guru dan koordinator mengenai

4. 5 Kali Pelaksaan pembelajaran dengan

OL

Setelah selesai pemnbelajaran dengan metode OL maka diadakan postest

terhadap kedua kelompok, baik itu kelompok kontrol maupun kelompok

eksperimen. Data yang sudah terkumpul dianalisis dan diolah secara statistik

dengan menggunakan program SPSS versi 20.00 untuk data kuantitatif dan

hasilnya dideskripsikan.

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data dari hasil

(30)

Kualitas instrument penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrument

dan kualitas pengumpuilan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang

digunakan untuk mengumpulkan data.

H. Sumber data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis sumber data penelitian, yaitu :

1. Sumber data primer, adalah sumber data utama, yaitu data hasil observasi dan

bahan-bahan literatur yang berhubungan dengan metode Outdoor Learning,

Kecerdasan Interpersonal.

2. Sumber data Sekunder, adalah seluruh data penunjang. Sumber data sekunder

dalam penelitian ini adalah dokumen tambahan yaitu rencana kerja harian,

foto-foto kegiatan dan video kegiatan outdoor learning.

I. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisis data secara garis besar dilakukan dengan

menggunakan bantuan pendekatan serta hirarki statistic dengan bantuan SPSS 20,00.

Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan

jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,

menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab

rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah

(31)

Hasan, Iqbal (2009:30-31) menyatakan : “ penggunaan statistik dalam analisa

data memiliki beberapa kelebihan, yaitu :

1. Memungkinkan mendeskripsikan tentang sesuatu secara eksak,

2. Memungkinkan seseorang untuk bekerja secara eksak dalam proses dan cara

berpikir

3. Peneliti dapat memberikan rangkuman hasil penelitian dalam bentuk yang

lebih berarti dan lebih ringkasm karena memberikan aturan-aturan tertentu

4. Dapat menarik kesimpulan umum (membentuk konsep-konsep dan

generaslisasi).

5. Memungkinkan untuk mengadakan ramalan.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.

Data yang diperoleh dari lapangan di tabulasikan dan dipresentasikan, kemudian

dilakukan pengujian dengan menggunakan Uji perbedaan. Menurut Akdon

(2008:172), persyaratan analisis terhadap asumsi-asumsi harus dilakukan jika

menggunakan uji perbedaan adalah data harus berdistribusi normal. Teknik analisis

data mengikuti langkah-langkah berikut :

1. Menentukan skor rata-rata standar deviasi pada test awal dan tes akhir untuk

Tingkat social sensitivity, social insight, dan Social communication baik pada

(32)

2. Uji Normalitas,

Uji normalitas distribusi data untuk Tingkat social sensitivity, social insight,

dan Social communication untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen

dilakukan dengan persamaan. (Akdon 2007: 171)

(x2) = ∑ (fo – fe)2

fe

Dimana :

fo : Frekuensi observasi fe : Frekuensi ekpektasi

Data dikatakan berdistribusi normal jika x2hitung < x2tabel.

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih

kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang

sama. Pada analisis regresi, persyaratan analisis yang dibutuhkan adalah

bahwa galat regresi untuk setiap pengelompokkan berdasarkan variabel

terikatnya memiliki variansi yang sama.

Uji homogenitas dilakukan dengan membandingkan varians terbesar dengan

varians terkecil dengan menggunakan tabel (Akdon, 2008 : 35).

Langkah-langkah uji homogenitas adalah sebagai berikut :

a. Mencari nilai varian terkecil dan terbesar dengan menggunakan rumus :

Fhitung = Varians besar

(33)

b. Membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel dengan kriteria, jika Fhitung < Ftabel

maka variansnya homogen dan uji komparatif dilanjutkan.

Untuk menentukan tingkat homogenitas data dapat dilakukan dengan

membandingkan angka significan (sig) dengan uji alpha (α), dengan kriteria

jika angka significan lebih besar dari alpha (sig > α 0,05) maka Ho ditolak,

sebaliknya jika angka significan lebih kecil dari alpha (sig < α0,05) maka Ho

diterima.

Hipotesis pengujian uji Homogenitas dengan menggunakan

Kolmogorof Smirnov adalah sebagai berikut :

Ho : Kedua varians populasinya adalah tidak homogen

H1 : Kedua varians populasinya adalah homogen

4. Uji beda dua rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan rata-rata (mean) secara significant antara dua sampel dengan

melihat rata-ratanya. Uji beda dua rata-rata dalam penelitian ini dilakukan

terhadap skor pretest dan postest dengan menggunakan uji dua pihak.

Sedangkan uji perbedaan dua rata-rata terhadap gain normal menggunakan uji

satu pihak, yaitu uji pihak kanan.

Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians homogen, maka dilakukan

(34)

homogen. Sedangkan untuk data yang memenuhi asumsi berdistribusi normal

tapi memiliki varians yang tidak homogen, maka pengujiannya menggunakan

uji t, yaitu independent sample t-test dengan asumsi kedua varians tidak

homogen. Adapun data yang tidak berdistribusi normal, maka pengujiannya

menggunakan statistik non-parametrik yaitu Uji Mann Whitney U.

Untuk melihat peningkatan Kecerdasan Interpersonal anak antara

sebelum dan sesudah eksperimen pada kelas kontrol dan kelas eksperimen

dengan menggunakan metode outdoor learning dihitung dengan

menggunakan gain skor ternormalisasi dengan menggunakan rumus :

Gain = Spos – Spre Smaks - Spre

Dimana : Spos = Skor postest Spre = Skor pretest Smaks = Skor ideal

Katagori untuk tingkatan gain adalah jika g > 0.07 maka tingkat

sifgnifican gain dinyatakan dengan katagori tinggi, jika 0,03 ≤ g ≤ 0,07 maka

tingkatan gain dinyatakan dalam katagori sedang, dan jika g < 0,03 maka

tingkatan gain dinyatakan dalam katagori rendah. Dalam pengolahan,

pengujian instrumen, membuktikan tingkat validitas dan reabilitas suatu alat

ukur maupun analisis data yaitu uji normalitas dan uji homogenitas data, dan

(35)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan pada bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Untuk melihat gambaran kecerdasan interpersonal awal pada aspek social

sencitivity, social insight dan social communication dilihat dari hasil rata-rata pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen. Untuk penelitian ini dari hasil analisa

didapat bahwa nilai pretest untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen memiliki

sebaran normal.

2. Model pembelajaran dengan menggunakan kegiatan outdoor learning di taman

kanak-kanak, merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

kecerdasan interpersonal siswa taman kanak-kanak, seperti yang dilakukan di

taman kanak-kanak Mutiara. Jenis pembelajaran yang dilakukan pada

pembelajaran outdoor learning adalah : Belajar memasak, kunjungan ke pasar

tradisional dan mini market, kunjungan ke pabrik buku, kunjungan ke fast food,

pemberian tugas proyek, berkebun, pengamatan tumbuh kembang hewan dan

tanaman, adapun Adapun susunan pembelajaran outdoor learning dibagi dalam :

1. Kegiatan awal

 Bernyanyi, berdoa, dan mengucap salam.

 Bercerita tentang pengalaman anak.

 Membicarakan tema/sub tema.

2. Kegiatan Inti

(36)

 Guru menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dan diamati.

 Kegiatan pembelajaran

3. Makan siang/istirahat

 Cuci tangan, makan (berdoa sebelum dan sesudah makan)

 Bermain.

4. Kegiatan Akhir

 Diskusi tentang kegiatan hari itu.

 Bercerita dari guru

 Menyanyi, berdoa, pulang

3. Gambaran kecerdasan interpersonal setelah mendapat perlakuan dilihat dari hasil

postest, baik itu untuk kelas kontrol maupun untuk kelas ekperimen. Dari hasil

penelitian dan analisis yang dilakukan ditemukan bahwa nilai rata rata kecerdasan

interpersonal siswa pada aspek social sencitivity, social insight dan social communication di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan

siswa-siswa kelas kontrol, ini mengartikan bahwa dengan menggunakan model

pembelajaran outdoor learning kecerdasan interpersonal siswa lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional.

4. Setelah setiap kelas mendapatkan perlakuan, maka dengan menggunakan uji-t

didapat hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kecerdasan

interpersonal siswa pada aspek social sencitivity, social insight dan social communication dengan menggunakan model pembelajaran Oudoor learning

dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Ini

dibuktikan dengan uji hipotesis. Dari ketiga hipotesis didapat t hitung > t tabel

(37)

signifikan pada kecerdasan interpersonal siswa pada aspek social sencitivity

dengan menggunakan metode Oudoor learning dibandingkan dengan yang

menggunakan model pembelajaran konvensional, (2). Terdapat perbedaan yang

sginifikan pada kecerdasan interpersonal siswa pada aspek social Insight dengan

menggunakan metode Oudoor learning dibandingkan dengan siswa yang

menggunakan model pembelajaran konvensional, dan (3). Terdapat perbedaan

yang signifikan pada kecerdasan interpersonal siswa pada aspek sosial sencitivity

dengan menggunakan metode Oudoor learning dibandingkan dengan yang

menggunakan model pembelajaran konvensional.

Dari tiga aspek yang diamati diketahui apakah perbedaan signifikan yang terjadi

diatas akibat dari perlakuan atau bukan maka dilakukan perhitungan pada

rata-rata pretest model pembelajaran outdoor learning. Pada kecerdasan interpersonal

anak ditemukan bahwa aspek Social sencitivity dan social communication

peningkatan kecerdasan interpersonal siswa bukan merupakan karena kecerdasan

awal siswa, melainkan akibat dari perlakuan, yaitu pembelajaran dengan metode

Outdoor learning, sedangkan pada aspek social insight tidak terlalu dipengaruhi

oleh model pembelajaran outdoor learning, namun berdasarkan hasil analisa pada

aspek ini telah dipengaruhi oleh kecerdasan awal siswa itu sendiri.

a. Dalam pembelajaran outdoor learning terdapat beberapa kelebihan dan

kekurangan yang pada dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan guru dan

(38)

dengan siswa yang menggunakan pembelajaran indoor, (2). Siswa akan jauh

lebih berani dalam melakukan kegiatan, karena siswa akan belajar langsung di

lingkungannya, (3). Siswa akan merasa betah disekolah dan tidak akan

bersikap frustasi, (4). Siswa dapat bersosialisasi dan menghargai lingkungan,

(5). Pembelajaran akan lebih menyenangkan, (6). Dapat menstimulus semua

kecerdasan siswa. Sedangkan kelemahan dari pembelajaran outdoor learning

antara lain : (1). Memerlukan pengawasan yang sangat ketat karena siswa

tidak terbatas oleh ruang, (2). Membutuhkan jumlah guru yang tidak sedikit,

(3). Sulit mengontrol siswa. (4). Sekolah memerlukan kerjasama yang baik

dengan instansi terkait, (5). Untuk beberapa kegiatan seperti kunjungan ke

tempat-tempat pembelajaran membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan penelitian yang dilakukan serta simpulan yang

telah dipaparkan di atas, maka peneliti memberikan rekomendasi untuk berbagai

pihak yang berkepentingan terhadap penelitian ini, yaitu :

1. Bagi Guru

Keberhasilan suatu program akan sangat bergantung pada perencanaan dan

kepiawaian guru dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Di TK

Mutiara guru diharapkan lebih mampu menciptakan suasana dimana anak dapat

merasa tertantang dengan apa yang diberikan, sehingga akan tumbuh sifat kritis, yang

(39)

terkait karena pembelajaran outdoor learning yang sifatnya karyawisata menuntut

guru untuk dapat merencanakan kegiatan pembelajaran mulai dari penentuan lokasi,

transportasi yang akan digunakan, tujuan yang akan dicapai, kegiatan pembelajaran

itu sendiri dan evaluasi dari kegiatan yang dilakukan.

Dalam melakukan pembelajaran outdoor learning ini harus diperhatikan

beberapa faktor, seperti : (1).Perencanaan/persiapan yang matang, seperti penjelasan

akan kegiatan yang akan dilakukan, aturan main, dan berapa lama kegiatan akan

dilakukan (2). Materi/ alat bantu dan alat peraga yang digunakan aman bagi anak, (3).

Pengawasan dan monitoring pada setiap anak dan (4). Jumlah guru dan murid

seimbang, guna menghindari faktor-faktor yang tidak diinginkan.

2. Bagi Sekolah

TK “Mutiara” telah beberapa tahun terakhir mengembangkan pembelajaran

Outdoor Learning, untuk itu direkomendasikan untuk menambah kegiatan

pembelajaran Outdoor Learning yang sudah dilakukan dan lebih banyak

berkoordinasi dengan lembaga terkait yang dapat memberikan pembelajaran dan

fasilitas yang lebih memadai sehingga siswa benar-benar dapat mengalami dunia

nyata secara langsung bukan melalui cerita, gambar dan film saja.

3. Bagi Peneliti berikutnya

Penelitian yang dilakukan kali ini hanya dilakukan di TK Mutiara saja, untuk itu

direkomendasikan dilakukan dibeberapa TK yang lebih luas jangkaun dan karateristik

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Samad's. (2009). Metode Penelitian Experimen Semu (quasi-experimental

research). [Online].

Tersedia:http://pakguruku.blogspot.com/2009/10/metode-penelitian-experimen-semu-quasi.html.

Anderson. (1999). The development of intelligence. Psychological Press: UK.

Anggani Sudono. (2000).Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan

Anak Usia Dini. Grasindo:Jakarta.

Anita Afriani. (2005). Teori Multiple Intelligences dalam Pendidikan Anak.

[Online].

Tersedia:http://gemasastrin.wordpress.com/2008/08/26/teori-multiple-intelligences-dalam-pendidikan-anak/ . (1 Okt 2010).

Anita Yus. (2011). Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-kanak. Kencana Prenada media , Jakarta.

Ann Farrel. (2005). Ethical Research With Children. First Publisher. NewYork

Arief Komarudin. (2007). Pondok Penjas. [Online]. Tersedia:http://pojok penjas blogspot.com/2007/12/bab.1.Penduhuluan nasional.html.

Arikunto, Suharsini. (1998). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta; Jakarta

Atkinson dkk. (1987). Pengantar Psikologi I. Erlangga: Jakarta.

Barry. (1989). Piaget’s Theory of Cognitive and Affective Development. Longman. NewYork.

Beck, Joan. (2006). Kunci Sukses Meningkatkan Kecerdasan Anak. Delapratasa: Jakarta.

Beni. (2008). Model-model Pembelajaran Kreatif. Tinta emas. Bandung.

Berk, Laura. (2006). Child Development. Pearson Education, Inc:Boston.

Bertie Everard. (2005). The True Nature of Education and Learning, An article. [Online]. Tersedia:

http://www.outdoor-learning.org/Default.aspx?tabid=207. (12-6-2012).

(41)

Collin Rose. (2002). Kuasai Lebih Cepat : Buku Pintar, Accelerated Learning. Mizan Publishing. Bandung.

DeHart, G. B., Sroufe, L. A. & Cooper, R. G. (2004). Child Development : Its

Nature and Course (fifth ed). New York: Mc. Graw Hill.

Elizabeth Hurlock. (1978). Child Development Sixth Edition - Perkembangan anak. Erlangga. Jakarta

Fenigstein. (1979). Self Consciousness, Self Attention, and Social Interaction.

Journal of Personality and Social Psycology.

Feshbach,N.D. (1978). Studies of emphatic Behaviour in Children.Academic Press. New York.

Frenkel Jack. R. (1993). How to Design and Evaluate Research Instrumen

Education. McGraw Hill Publishing Coy.

Furqon dan Emilia, Emi. (2010). Penelitian Kuantitatif dan Kualitiatif Beberapa

Isu Kritis. SPS UPI: Bandung.

Gardner, Howard. (2006). Changing Minds. PT.Transmedia: Jakarta.

Goldstein, A.P & Kanfer, F.H. (1980). Helping People Change. Pergaman Press: USA.

Goleman, D. (1995). Kecerdasan Emosi.Terjemahan. Gramedia: Jakarta.

Hadi Suyono. (2007). Social intelligence cerdas meraih sukses bersama orang

lain dan lingkungan. Ar-ruzz Media: Jokjakarta.

Handy Susanto. (2005). Penerapan Multiple Intelligences dalam Sistem

Pembelajaran. [Online]. Tersedia

http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.67-75%20Penerapan%20Multiple%20Intillegence%20dalam%20Sistem%20P embelajaran.pdf . (1 Okt 2010)

Hildebrand, Verna. (1986). Introduction to Early Childhood Education 4th,ed.

Mac Millan Publishing Company: New York.

James H McMillan, Sally Schumacher. (1997). Research in Education. Addison

Wesley Longman. New York – San Francisco.

Johnson,D.W. (1981). Reaching Out Interpersonal Effectiviness and Self

Actualization. Englewood Cliffs; Prentice-Hall.

(42)

Julia Jasmine. (2007). Mengajar Dengan Metoda Kecerdasan Majemuk

Implementasi Multiple Intelligence. Nuansa: Bandung.

June R Oberlander. (2000). Slow and Steady get me ready - Buku pengembangan

anak usia dini, Primamedia pustaka: Jakarta.

Makmum Mubayidin. (2010). Kecerdasan dan Kesehatan Emosional anak. Alkautsar: Jakarta.

Masitoh, dkk. (2007). Pendekatan Belajar Aktif di Taman kanak-kanak. Departemen Pendidikan Nasional:Jakarta.

May Lwin. (2008). How to Multiply Your Child Intelligence- Cara

Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Indek: Jokjakarta.

McMillan, James H & Sally Schumacher. (1996). Research in Education: A

conceptual introduction, 4th edition. Addison Wesley Longman. Inc: New

York.

Moeslihatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Moh. Nazir, Ph.D. (1998). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta.

Musfiroh, T. (2004). Bermain sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan

(Stimulasi Multiple Intelegences Anak Usia Taman Kanak-kanak),

Mustamir Pedak. (2009). Saatnya bersekolah. Buku Biru: Yogjakarta.

Myfortuner.wordpress.com. (2010). Teori multiple intelegensi (kecerdasan

majemuk) dalam pembelajaran. [Online]. Tersedia:http://myfortuner.wordpress.com/2010/08/10/214/ . (18 Feb 2010).

Nana Syaodih. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Nasution. (2009). Metode research Penelitan ilmiah. Bumi Aksara: Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1990.

Prasetyo, J.J. Reza dan Yeni Andriani. (2009) Multiply Your Multiple

Intelligences. Andi: Yogyakarta.

(43)

Pusat kurikulum Badan penelitian dan pengembangan departemen Pendidikan nasional. (2006). Model Penilaian kelas Kurikulum tingkat satuan pendidikan,

Reamon O’Donchadla. (2001). The Confident Child:A Guide To Fostering

Personal Effectiveness In Children. Gill &Mc Millan.

Reni Akbar-Hawadi, Psi. Pendidikan Taman Kanak-kanak. [Online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1928715-pendidikan-taman-kanak-kanak/

Reni Rachamawati. (2005). Strategi Pengembangan Kreatifitas Pada Anak Usia

Taman Kanak-kanak. Departemen pendidikan nasional. Jakarta

Riskomar, Dadan. (2004). Outdoor dan Fun Games Activities. Jakarta.

Rogacian, M.R. (1996). Konseling Sebaya Sebuah Gaya Hidup.(terjemahan). Kanisius. Yogyakarta.

Roy killen. (2009). Effective Teaching strategies lesson from research and

practice. Cengage l earning. Australia.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan.Prenada Media Group: Jakarta.

Santrock, John. (2007). Educational Psycology, 2nd Edtion. McGraw-Hill

Company, Inc. Edisi terjemahan Kencana Prenada Media Group:Jakarta.

Seu Bredekamp, National Association for education of young children. (1997).

Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Program.

Washington DC.

Solehudin. (1997).Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Alfabeta:Bandung

Sudarwan. (2010). Perkembangan Peserta Didik. Alfa Beta. Bandung.

Sudjana dan Ibrahim. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung.

Sudjana. (2000). Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber daya Manusia”. Falah Production. Cet. III:Bandung.

(44)

Sukintaka. (1992). Teori Bermain D2 PGSD Penjaskes. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Jakarta.

Sukintaka. (2004). Teori Pendidikan Jasmani:Filosofi Pembelajaran dan Masa

Depan. Nuansa:Bandung.

Suparman S. (2010). “Gaya Mengajar yang menyenangkan siswa”. Pinus: Yogyakarta.

Suyanto Slamet. (2005). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Departemen Pendidikan Indonesia: Jakarta.

Safaria. (2005). Interpersonal Intelligence-Metode Pengembangan Kecerdasan

Interpersonal Anak. Amara Books: Yogjakarta.

Theo Riyanto. (2004). Pendidikan Anak Usia Dini. Grasindo: Jakarta.

Undang-undang Tahun 2003, Tentang sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia:Jakarta.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2000). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

(Laporan Buku, Makalah, Skripsi, Tesis, Desertasi).UPI:Bandung.

Vincentias Endy. (2008). Permainan Kreatif untuk Outbound dan Training. Andy Offset: Bandung.

Wahyudin. (2009). Metodologi penelitian pendidikan. (kompilator). Bandung

Yuriastien, Effiana. dkk. (2009). Games Theraphy untuk Kecerdasan bayi dan

Balita. PT.Wahyu Media: Jakarta.

Gambar

Tabel 3.1 Desain Eksperimen
Instrumen DataTabel 3.2
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Observasi
Tabel 3.4 Tahap-Tahap Proses Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR DAERAH DEKONSEN

[r]

Pemenang Pelelangan Umum (Pengadaan Pekerjaan

[r]

Permasalahan yang sering muncul dalam pembelajaran bola voli di sekolah, khususnya di Sekolah Dasar (SD) Negeri Gentra Masekdas Bandungadalah ketersediaan alat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon kecepatan gelombang seismik refraksi pada lapisan bawah permukaan dan ketebalan lapisan lapuk dengan

Sehubungan dengan adanya penelitian mengenai “Pengaruh Efikasi Diri dan Pengetahuan Kewirausahaan terhadap Minat Berwirausaha terhadap Mahasiswa/i Program Studi Manajemen

Bawang merah dinyatakan keras, apabila umbi bawang merah setelah mengalami curing atau pengeringan dengan baik cukup keras dan tidak lunak bila ditekan jari.