6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sepeda Motor
Sepeda motor merupakan salah satu alat transportasi darat berdaya angkut dua orang yang digunakan oleh masyarakat untuk berpindah dari satu titik ke titik lainnya, dengan kecepatan yang bervariasi.
Gambar 2.1 Sepeda Motor Pertama
Dalam sejarahnya, sepeda motor pertama kali diinisiasi oleh Ernest Michaux seorang pria berkebangsaan prancis yang mana ia memasang salah satu mesin uap Louis-Guillaume Perreax pada sepeda yang diproduksi bisnis keluarganya pada tahun 1867-1871, namun usaha Ernest Michaux kurang sukses. Akan tetapi dari konsep awal ini, banyak percobaan yang dikembangkan untuk membuat sepeda motor hingga mobil. Percobaan tersebut juga dilakukan oleh dua orang berkebangsaan jerman yaitu Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach (Nadya Andari, 2019).
2.1.1 Jenis-jenis Sepeda Motor
Berdasarkan tenaga penggeraknya, sepeda motor dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1). sepeda motor dengan
memanfaatkan pembakaran dalam (internal) dan 2). sepeda motor dengan memanfaatkan energi listrik atau biasa disebut dengan sepeda motor listrik.
1. Sepeda Motor Pembakaran Dalam
Menurut sumber-sumber sejarah, penemuan motor pembakaran dalam bermula saat dua orang berkebangsaan jerman yaitu : Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach bekerja bersama pada sebuah produsen mesin stasioner terbesar pada tahun 1872, yaitu Deutz-AG- Gasmotorenfabrik. Yang mana produsen mesin stasioner tersebut berhasil membuat mesin empat langkah/siklus atau bisa disebut dengan mesin empat tak. Dan penemuan tersebut dipatenkan pada tahun 1877. Akan tetapi setelah beberapa waktu kemudian Gottlieb dan Wilhelm keluar dari perusahaan tersebut dan memilih untuk mendirikan bengkel mereka sendiri di Stuttgart, Jerman. Pada tahun 1885, mereka berdua berhasil membuat alat yang dapat mencampur bahan bakar (bensin) dan udara yang disebut karburator. Dan pada tahun yang sama mereka berhasil memproduksi secara komersial motor bertenaga gas pertama yang diberi nama Reitwagen.
Motor pembakaran dalam merupakan sebuah mesin yang sumber tenaganya didapatkan dari energi kimia hasil pembakaran antara Bahan Bakar Minyak (BBM) dan udara, yang kemudian dikonversikan menjadi energi mekanik dan prosesnya terjadi di dalam suatu ruang bakar yang tertutup. Oleh karena mesin pembakaran dalam ini mengandalkan bahan bakar minyak sebagai sumber energinya, maka setidaknya ada tiga dampak yang ditimbulkan, diantaranya:
1). Ketergantungan akan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara kontinyu dapat menyebabkan krisis energi (kelangkaan), sehingga akan memicu fluktuasi harga. Karena bahan bakar minyak/fosil termasuk dalam golongan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
2). Selain menghasilkan energi, output pembakaran bahan bakar minyak juga menghasilkan emisi gas buang, seperti : Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO2), Nitrogen Oksida (NO), dan Sulfur (SO).
Yang mana gas buang tersebut dapat menyebabkan pemanasan global dan pencemaran udara.
3). Apabila udara telah tercemar oleh gas buang yang dihasilkan pembakaran bahan bakar fosil/minyak, maka hal tersebut dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
2. Sepeda Motor Listrik
Sepeda motor listrik merupakan sebuah alat transportasi darat berdaya angkut dua orang dengan memanfaatkan baterai sebagai penyimpan energi yang nanti akan digunakan untuk menggerakkan motor listrik/dinamo. Sepeda motor listrik pertama kali terinspirasi dari sepeda bertenaga baterai dengan motor hub searah sikat dan komutator 6 kutub yang dipasang pada roda belakang pada tahun 1895. Dan kemunculan sepeda motor listrik ini merupakan sebuah jawaban atas permasalahan pemanasan global dan pencemaran udara akibat polusi dari gas buang kendaraan bermotor yang masih menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Adapun keuntungan dari menggunakan sepeda motor listrik, diantaranya:
1. Suara mesin motor yang halus
2. Sepeda motor listrik tergolong kendaraan yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan polusi udara
3. Memiliki akselerasi yang spontan 4. Perawatan murah dan mudah
5. Efisiensi yang tinggi atau dapat dikatakan bahwa sepeda motor listrik lebih hemat daripada sepeda motor pembakaran dalam
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa sepeda motor listrik masih memiliki keterbatasan, diantaranya:
1. Jarak tempuh sepeda motor listrik terbatas, tergantung dari kapasitas daya baterai yang digunakan
2. Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) di indonesia hanya terdapat di kota besar seperti jakarta dan bandung, hal inilah yang menjadi faktor kurangnya minat masyarakat terhadap sepeda motor listrik
3. Pengisian ulang daya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan energi listrik yang maksimal Tentunya telah banyak penelitian dan inovasi yang dilakukan untuk meningkatkan keterbatasan sepeda motor listrik, contohnya:
Penelitian yang dilakukan oleh (Muhammad Fadlan Siregar, Tomi Abdilah, 2019) yaitu dengan mengimplementasikan panel surya (solar cell) pada sepeda motor listrik dan sinar matahari sebagai sumber utama energinya yang akan dikonversi menjadi energi listrik, yang kemudian akan digunakan sebagai sistem pengisian listrik berulang pada
baterai sepeda motor listrik. Dari penelitian tersebut, panel surya yang digunakan menghasilkan data tertinggi sebesar 0,55 ampere dengan waktu suhu aktual sebesar 31o/22o Celsius. Dan total daya yang didapatkan sebesar 6,60 Wh.
Penelitian yang dilakukan oleh (Erfandi Carera, Triwahju Hardianto, Hary Sutjahjono, 2014) yaitu dengan memanfaatkan energi kinetik yang dihasilkan dari pengereman mobil listrik, yang kemudian energi kinetik tersebut dikonversi menjadi energi listrik untuk pengisian ulang baterai. Pada pengujian ini dilakukan dengan 6 variasi set tegangan pada Automatic Voltage Regulator (AVR), yaitu 170 V hingga 220 V.
Dari penelitian dengan set tegangan 220 V, didapatkan besar energi kinetik dan daya tambahan pada baterai yaitu 493,1 J dan 1,794 W. Sedangkan untuk efisiensi terbesar terjadi pada set tegangan 220 V, yaitu 1,38 %. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar energi kinetik yang dihasilkan, maka semakin besar pula tegangan dan arus yang dihasilkan.
Penelitian yang dilakukan oleh (Fitri Anggraini, Arif Surtono, Gurum Ahmad Fauzi, 2016) yaitu dengan memanfaatkan energi angin pada sepeda motor bergerak untuk menyalakan lampu. Alat yang digunakan pada penelitian kali ini adalah dinamo sebagai penghasil energi listrik yang dibutuhkan untuk menyalakan lampu, baling-baling kipas sebagai pembangkit listrik, dan rangkaian penerangan sepeda untuk menstabilkan tegangan. Proses kerja alat dimulai saat sepeda motor berjalan dan membuat baling-baling kipas bergerak memutar dinamo yang kemudian menghasilkan energi listrik untuk menyalakan lampu. Pada alat ini mendapatkan keluaran tertinggi 11,5 V pada kecepatan 50 km dan daya terbesar yang dihasilkan oleh dinamo adalah sebesar 6,96 W pada kecepatan 50 km untuk menyalakan lampu.
2.2 Energi Listrik
Energi listrik adalah energi yang tersimpan dalam arus listrik dengan satuan Ampere (A), tegangan listrik dengan satuan Volt (V), dan satuan untuk kebutuhan konsumsi daya listrik yaitu Watt (W). Satuan pokok energi listik adalah Joule (J). Listrik dapat mengalir melalui bahan penghantar. Penghantar inilah yang nantinya akan menghubungkan kutub- kutub sumber listrik yang terletak di dalam medan listrik. Dan medan listrik tersebut mengakibatkan bergeraknya elektron dan akan mengalirkan listrik. Peristiwa tersebut disebut sebagai arus listrik.
Dan energi listrik juga sebagai energi utama yang dibutuhkan untuk mengaktifkan peralatan listrik. Energi listrik menjadi kebutuhan untuk menunjang berbagai aktivitas manusia modern saat ini. Dan semakin
meningkatnya populasi manusia maka kebutuhan akan energi listrik juga meningkat. Untuk itu, ada beberapa pembangkit listrik yang dibangun untuk menghasilkan energi listrik, diantaranya dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Beberapa jenis pembangkit listrik
Daftar Simbol Arti
PLTMH Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro PLTA Pembangkit Listrik Tenaga Air
PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap
PLTB Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya/Matahari PLTPB Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
PLTN Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir PLTPs Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut PLTGU Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut
2.2.1 Arah Arus Listrik
Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang disebabkan dari pergerakan elektron-elektron, yang mengalir melalui suatu penghantar atau konduktor pada rangkaian tertutup. Akan tetapi, arus listrik mempunyai arah yang berlawanan dengan arah elektron. Dimana elektron akan mengalir dari kutub negatif ke kutub positif, hal ini dikarenakan elektron yang bermuatan negatif akan tertarik oleh kutub bermuatan positif.
Sedangkan arah arus listrik mengalir dari kutub positif melalui penghantar ke kutub negatif pada suatu rangkaian tertutup.
2.2.2 Macam-macam Arus Listrik
Layaknya seperti fluida, listrik juga merupakan zat yang dapat mengalir. Arus listrik mengalir dari kutub berpotensi tinggi ke kutub berpotensi rendah. Menurut arah aliran listrik, arus listrik dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1). Arus listrik bolak-balik atau dalam bahasa ilmiahnya disebut Alternating Current (Arus AC), dan 2). Arus listrik searah atau dalam bahasa ilmiahnya disebut Direct Current (Arus DC).
1. Listrik Arus Bolak-Balik
Arus bolak-balik adalah aliran yang arahnya tidak tetap. Karena pada jenis arus ini elektron bebas bergerak maju dan mundur. Arus listrik bolak-balik ini banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari seperti penerangan rumah dan hampir seluruh peralatan rumah tangga juga menggunakan arus listrik sebagai sumber utama tenaganya. Listrik arus bolak-balik ini dihasilkan oleh sumber pembangkit tenaga listrik yang dinamakan generator arus bolak-balik yang terdapat pada pusat-pusat pembangkit tenaga listrik.
Arus listrik bolak-balik membentuk gelombang, yang mana tegangan atau arusnya bergerak naik sampai puncak dan kemudian turun ke bawah hingga area negatif lalu kembali lagi. Karena elektronnya bergerak bolak-balik ada saat dimana tegangan berada di titik nol volt.
Gambar 2.2 Gelombang Arus Bolak-balik (AC)
Pada umumnya, tegangan listrik yang dipergunakan untuk keperluan masyarakat sudah distandarisasi secara nasional yaitu 110 V dan 220 V/AC dengan frekuensi sebesar 50 Hz. Namun, untuk tegangan listrik dengan arus bolak-balik baik yang 110 V ataupun 220 V selain bermanfaat bagi keperluan manusia, juga dapat sangat berbahaya jika memperlakukannya dengan kurang hati-hati.
2. Listrik Arus Searah
Arus searah adalah aliran yang arahnya tetap. Contoh penggunaan arus listrik searah dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan
handphone, panel surya (solar cell), dan komputer. Pada arus listrik searah memiliki nilai dan arah tegangan yang tetap. Dan elektronnya bergerak dari kutub (-) ke kutub (+).
Gambar 2.3 Gelombang Arus Searah (DC)
Seiring dengan perkembangan teknologi elektronika saat ini, listrik arus searah (DC) dapat dihasilkan dengan cara merubah arus bolak-balik (AC) menjadi arus searah (DC) dengan menggunakan rectifier penyearah yang terdapat dalam power supply atau adaptor.
2.2.3 Macam-macam Rangkaian Listrik
Rangkaian listrik merupakan gabungan dari komponen-komponen listrik yang terhubung dengan sumber tegangan. Terdapat tiga macam rangkaian listrik yang sering kita jumpai yaitu: 1). Rangkaian Paralel, 2).
Rangkaian Seri, dan 3). Rangkaian Kombinasi. Setiap jenis rangkaian listrik memiliki bentuk dan karakteristik yang berbeda, yang mana sangat berpengaruh pada kuatnya arus.
1. Rangkaian Paralel
Rangkaian paralel merupakan rangkaian listrik yang komponennya disusun secara sejajar dimana terdapat lebih dari satu jalur listrik.
Sehingga rangkaian masih dapat berfungsi walaupun salah satu jalur terputus atau dimatikan. Pada rangkaian baterai yang disusun secara paralel akan diperoleh nilai voltase yang tetap dan nilai kapasitasnya ditambah dari kapasitas dari setiap cell baterai penyusunnya. Keuntungan dan kerugian dari rangkaian paralel dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Keuntungan dan kerugian dari rangkaian paralel
Keuntungan Kerugian
Tegangan yang mengalir pada setiap bagian sama
Memerlukan lebih banyak kabel listrik
Jika terdapat satu bagian yang terputus atau mati, maka tidak akan
mempengaruhi yang lain
Memiliki susunan yang lebih rumit
Lebih hemat listrik Lampu (beban) lebih redup
2. Rangkaian Seri
Rangkaian seri merupakan rangkaian listrik yang komponennya disusun secara berderetan tanpa adanya cabang. Dengan kata lain, listrik hanya mengalir melalui satu jalur. Memutus rangkaian seri di titik manapun akan berakibat berhentinya operasi seluruh rangkaian. Pada rangkaian baterai yang disusun secara seri akan diperoleh nilai voltase yang dijumlahkan dari voltase setiap cell baterai penyusunnya, sedangkan nilai kapasitasnya tetap. Keuntungan dan kerugian dari rangkaian seri dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Keuntungan dan kerugian dari rangkaian seri
Keuntungan Kerugian
Kuat arus listrik yang mengalir pada setiap bagian sama
Bila satu bagian terputus atau mati, maka seluruh rangkaian akan
berhenti beroperasi
Lampu yang berada pada rangkaian seri akan menyala lebih terang
Lebih boros dalam penggunaan energi listrik, sehingga baterai akan
cepat habis
Lebih sederhana dan memerlukan
sedikit kabel untuk merangkainya ~
3. Rangkaian Kombinasi
Rangkaian kombinasi merupakan gabungan dari rangkaian seri dan rangkaian paralel. Oleh karena itu, hukum yang berlaku pada rangkaian kombinasi mengikuti dua jenis rangkaian tersebut yaitu seri dan paralel.
Rangkaian kombinasi inilah yang banyak diaplikasikan pada baterai kendaraan-kendaraan listrik.
2.2.4 Perbedaan Listrik 1 Phase dan Listrik 3 Phase
Listrik 1 phase adalah jaringan listrik yang hanya menggunakan 2 kawat penghantar, yang mana kawat pertama sebagai kawat phase (L) dan kawat kedua sebagai kawat netral (N). Listrik 1 phase mempunyai tegangan 220 - 240 volt dan banyak digunakan untuk kebutuhan rumah.
Gelombang listrik 1 phase dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.4 Gelombang Listrik 1 Phase
Listrik 3 phase adalah jaringan listrik yang menggunakan 3 kawat phase yaitu kawat R, S, dan T, yang mana tegangan pada masing-masing phasenya sama, tetapi berbeda dalam sudut curvenya sebesar 120o dan 1 kawat netral (N). Biasanya, listrik 3 phase mempunyai tegangan 380 volt yang banyak digunakan pada industri atau pabrik yang membutuhkan daya yang besar. Gelombang listrik 3 phase dapat dilihat pada gambar dibawah ini (M. Arief, 2018).
Gambar 2.5 Gelombang Listrik 3 Phase
Sebagai contoh, listrik PLN di jalanan memiliki 3 phase, akan tetapi yang mengalir ke rumah hanya 1 phase karena kebutuhan dalam rumah tidak memerlukan daya besar dan untuk peralatan rumah tangga yang hanya menggunakan listrik 1 phase dengan tegangan 220 - 240 volt.
Misalnya yang mengalir ke rumah kita adalah phase R, tetangga kita mungkin phase S, dan tetangga yang lain phase T.
2.2.5 Hukum Ohm
Hubungan antara kuat arus dengan beda tegangan dalam suatu rangkaian tertutup pertama kali diinisiasi oleh fisikawan asal jerman yang bernama George Siemon Ohm. Yang menyatakan bahwa:
“Pada temperatur tetap, kuat arus dalam suatu rangkaian tertutup akan sebanding dengan beda potensial antar ujung-ujung rangkaian.”
Dari pernyataan ohm diatas dapat dirumuskan dengan persamaan:
V= I . R (1)
Keterangan:
V : Beda potensial (Volt) I : Kuat arus (Ampere) R : Hambatan (Ω)
2.3 Energi Angin
Angin merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui dan sangat potensial. Pemanfaatan angin sebagai sumber energi sudah lama dilakukan oleh manusia (Hofman dan Harun, 1987). Angin juga termasuk dalam kategori sumber energi paling fleksibel dan sempurna karena bebas emisi, sehingga tidak menghasilkan polusi udara yang menyebabkan efek rumah kaca.
2.3.1 Energi Kinetik Angin
Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah akibat pemanasan yang tidak merata oleh matahari terhadap permukaan bumi (Sinuraya, 2006). Pergerakan udara ini menghasilkan energi kinetik angin yang dapat dikonversikan ke bentuk energi lain. Secara umum, energi kinetik ditentukan oleh massa (m) dan
kecepatan (v), yang dirumuskan dengan persamaan berikut (Letcher, 2017):
Ek = ½. m.v2 (2)
Keterangan:
Ek : Energi kinetik (joule) m : Massa udara (kg) v : Kecepatan angin (m/s)
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki suatu benda akibat gerakannya. Angin yang menggerakkan sudu merupakan udara yang bergerak dan mempunyai massa, sehingga massa angin merupakan turunan dari rumus sebagai berikut:
m = berat jenis (ρ) x volume (3) = ρ x A x d
= (kg/m3) (m2) (m) m = kg
Dimana (ρ) merupakan kerapatan udara dan nilai dari luas penampang (A) dapat ditentukan dengan rumus A = π . r2. Dan nilai densitas udara (ρ) dipengaruhi oleh tekanan udara (P) dan temperatur (T), yang dirumuskan dengan persamaan berikut:
ρ = 3,4837. P/T (4)
Sesuai dengan standar atmosfir, nilai nominal tekanan adalah P = 101,325 kPa dan temperatur T = 288,15o K, sehingga densitas atau kerapatan udara dapat dirumuskan dengan persamaan berikut:
ρ = 3,4837. 101,325/288,15 (5) = 1,225
2.3.2 Daya Angin
Pada dasarnya daya angin merupakan energi yang bergerak per satuan waktu, sehingga daya angin dapat digolongkan sebagai energi potensial. Daya angin berbanding lurus dengan kerapatan udara, dan kubik kecepatan angin (Umanand, 2007).
Energi yang mengalir melalui udara adalah energi kinetik dari udara yang mengalir melewati penampang A per detik (Jansen, smulder.
Rotor Design For Horizontal Axis).
Maka energi yang terdapat pada angin adalah sebagai berikut:
Pair = ½ ρ.v3.A (6)
Keterangan:
Pair : Daya angin (watt)
ρ : Massa jenis angin (kg/m3)
A : Luas penampang melintang aliran (m2) v : Kecepatan angin (m/s)
Daya aktual adalah daya yang keluar dari generator dalam wujud daya elektrikal maksimum. Daya ini sangat dipengaruhi oleh efisiensi bilah sudu yang dinyatakan dalam koefisien daya dan efisiensi mekanikal lainnya. Kepadatan energi berbanding lurus dengan densitas udara. Untuk kondisi ideal yaitu 15o dari permukaan laut densitas udara = 1,225 kg/m3. Perlu diketahui bahwa energi dari angin sebanding dengan luas penampang rotor dan kepadatan energi angin juga berbanding lurus dengan volume dari kecepatan angin.
2.3.3 Energi Mekanik
Energi mekanik pada turbin angin merupakan salah satu proses yang terjadi pada konversi energi. Koefisien daya (Cp) pada turbin angin adalah acuan efisiensi untuk mengubah daya angin menjadi daya mekanik dan nilai dari efisiensi tersebut tidak dapt melebihi 0,593 yang dikenal sebagai batas betz (A. Pudjanarsa dan D. Nursuhud, 2013).
Cp = Pm/Pa (7)
Keterangan:
Cp : Koefisien power Pm : Daya mekanik Pa : Daya angin
Sehingga daya mekanik pada turbin angin dapat dituliskan sebagai berikut:
Pm = ½ ρ.A.v3.Cp (8)
Dengan diasumsikan bahwa massa jenis udara sama dengan konstan dan kondisi kerja turbin ideal, maka nilai Cp dapat diketahui yaitu 0,593 (A. Pudjanarsa dan D. Nursuhud, 2013). Angka tersebut secara teori adalah nilai efisiensi maksimal yang dapat dicapai oleh turbin angin. Daya mekanik yang dihasilkan turbin angin ditentukan oleh koefisien daya (Cp), yang dirumuskan dengan persamaan berikut:
Pmaks = ½ π .ρ.Cp.R2.v3 (9)
Keterangan:
Pmaks : Daya maksimum (watt) ρ : Massa jenis angin (kg/m3) Cp : Koefisien daya
R : Jari-jari rotor (m) v : Kecepatan angin (m/s) 2.3.4 Kecepatan Angin
Klasifikasi angin dapat dilakukan untuk memberikan nilai pada besar kecepatan angin dan tinggi gelombang. Skala yang digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur kecepatan angin baik di darat maupun di laut yaitu dengan menggunakan skala Beaufort (Dean, 2015). Dalam skala beaufort dimulai dari angka 0 (nol) untuk hembusan angin yang paling tenang hingga angka 12 yang bersifat berbahaya bahkan menghancurkan. Skala angin beaufort dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4 Skala angin beaufort
Nomor
Beaufort Kekuatan Angin
Kecepatan angin rata-
rata (km/jam)
Kecepatan angin rata-rata (m/s)
0 Tenang < 1 < 0,277
1 Sedikit tenang 1 -- 5 0,27 -- 1,3
2 Sedikit hembusan angin 6 -- 11 1,6 -- 3,05 3 Hembusan angin pelan 12 -- 19 3,33 -- 5,27 4 Hembusan angin sedang 20 -- 29 5,55 -- 8,05 5 Hembusan angin sejuk 30 -- 39 8,33 -- 10,83 6 Hembusan angin kuat 40 -- 50 11,11 -- 13,88 7 Mendekati kencang 51 -- 61 14,16 -- 16,94
8 Kencang 62 -- 74 17,22 -- 20,55
9 Kencang sekali 75 -- 87 20,83 -- 24,16
10 Badai 88 -- 101 24,44 -- 28,05
11 Badai dahsyat 102 -- 117 28,33 -- 32,5
12 Badai topan > 118 > 32,77
2.3.5 Teori Momentum Elementer Betz
Energi kinetik yang terdapat dalam angin inilah yang tangkap oleh turbin angin yang dimanfaatkan guna memutar rotor. Untuk mengetahui seberapa besar energi angin yang dapat diserap oleh turbin angin, digunakanlah teori momentum elementer betz.
Teori sederhana dari momentum elementer betz mengacu pada pemodelan aliran dua dimensi angin yang mengenai rotor, hal ini menjelaskan prinsip konversi energi angin pada turbin angin. Yang mana kecepatan aliran udara akan berkurang dan garis aliran akan menyimpang pada saat melalui rotor. Berkurangnya kecepatan aliran udara disebabkan oleh karena sebagian energi kinetik diserap oleh rotor turbin angin. Namun pada faktanya, putaran rotor menghasilkan perubahan kecepatan angin pada arah tangensial yang berakibat menurunnya jumlah total energi yang dapat diambil dari angin.
Gambar 2.6 Model Aliran Teori Momentum Betz
Jika diasumsikan arah angin dan kecepatan udara tegak lurus terhadap penampang A adalah sama dengan v, maka aliran volume udara yang melalui penampang rotor pada setiap satuan waktu dapat dilihat pada persamaan berikut:
V = v.A (m3s-1) (10)
Keterangan :
V : Laju volume udara (m3/s) v : Kecepatan angin (m/s) A : Luas penampang rotor (m2)
2.4 Turbin Angin
Dalam sejarahnya, pemanfaatan kincir angin (windmill) yang digerakkan oleh energi angin untuk irigasi dan penggilingan pertama kali dilakukan oleh bangsa asia, khususnya bangsa persia pada abad ke-7. Dan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kincir angin (windmill) yang semula hanya dimanfaatkan untuk irigasi pertanian dan penggilingan kemudian dikembangkan untuk menghasilkan listrik, kincir angin (windmill) yang digunakan untuk membangkitkan listrik kemudian disebut turbin angin (wind turbine). Dan turbin angin pertama kali diciptakan oleh ilmuan asal denmark yang bernama Poul La Cour sekitar abad ke-19.
Turbin angin merupakan suatu mesin berputar yang digunakan untuk menangkap aliran fluida yang berupa angin. Dengan kata lain, turbin angin merupakan bagian dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB). Performa turbin angin sangat bergantung pada kecepatan aliran fluida (angin) yang berhembus mengenai sudu/blade dan desain turbin angin itu sendiri. Konsep sederhana dari turbin angin mengambil teori dasar dari momentum, yaitu angin dengan kecepatan tertentu menabrak rotor yang memiliki performa sayap atau propeller.
2.4.1 Klasifikasi Turbin Angin
Turbin angin sebagai mesin konversi energi dapat digolongkan berdasarkan prinsip aerodinamik yang bekerja pada rotornya. Berdasarkan prinsip aerodinamikanya, turbin angin dibagi menjadi dua bagian yaitu jenis drag dan jenis lift (Hemami, 2012). Yang mana perbedaan mendasar
antara turbin angin jenis drag dan jenis lift terletak pada putaran poros rotornya.
Apabila dilihat dari sumbu putar rotor, turbin angin dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu turbin angin sumbu vertikal dan turbin angin sumbu horizontal.
1. Turbin Angin Sumbu Vertikal
Gambar 2.7 Turbin Angin Sumbu Vertikal
Turbin angin sumbu vertikal memanfaatkan gaya drag (gaya hambat) pada rotor dari angin yang berhembus dengan poros tegak lurus dengan tanah. Dan jenis turbin ini bekerja sejajar dengan arah angin, sehingga rotor dapat berputar pada kecepatan angin yang rendah dan juga dapat berputar pada semua arah angin. Inilah yang menjadi kelebihan utama turbin jenis vertikal yang mana sangat bermanfaat di tempat-tempat dengan kecepatan dan arah angin yang berubah-ubah. Namun, turbin angin sumbu vertikal mempunyai koefisien daya (Cp) yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan banyak terjadi losses energy akibat dari timbulnya turbulensi yang terjadi. Sehingga berakibat pada menurunnya kecepatan putar rotornya.
2. Turbin Angin Sumbu Horizontal
Gambar 2.8 Turbin Angin Sumbu Horizontal
Dalam rangka pengembangan turbin angin sumbu/poros horizontal (Horizontal Axis Wind Turbine) telah dilakukan banyak penelitian untuk menghasilkan sistem yang mampu bekerja secara optimal. Koefisien daya yang maksimal ini akan meningkatkan jumlah watt (daya) yang dihasilkan, sehingga untuk mendapatkan jumlah watt tertentu cukup dengan menggunakan jumlah turbin angin yang lebih sedikit. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan mampu menghasilkan sistem yang ramah lingkungan. Selain itu, juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya (Andika dkk, 2007).
2.4.2 Elemen Turbin Angin
Prinsip sederhana dari turbin angin ialah mengubah energi kinetik yang terkandung dalam angin menjadi gaya rotasi pada kincir/rotor, yang kemudian putaran kincir tersebut dimanfaatkan untuk menggerakkan generator yang akan menghasilkan energi listrik. Elemen-elemen turbin angin sumbu horizontal terdiri dari sudu-sudu (blade), hub, dan poros.
1. Sudu (Blade)
Turbin angin menggunakan prinsip-prinsip aerodinamika seperti halnya pesawat terbang. Sudu merupakan komponen dari turbin angin yang berfungsi menangkap energi kinetik angin yang kemudian dirubah menjadi energi gerak putar (energi mekanik) pada sumbu penggerak.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan optimal dari sebuah turbin angin, maka harus diperhatikan beberapa hal berikut ini:
Jenis-jenis Model Sudu
Gambar 2.9 Jenis-jenis Model Sudu
Model sudu/blade taper linier mempunyai efisiensi yang lebih besar dibandingkan model sudu persegi panjang. Dan model sudu dengan nilai efisiensi paling kecil adalah model taper linier terbalik.
Gambar 2.10 Bagian-bagian Pada Blade
Model sudu akan berpengaruh pada fungsi dari tip speed rasio, diameter rotor, dan jumlah sudu. Penentuan model sudu yang tepat akan menghasilkan nilai efisiensi yang tinggi. Dan penentuan model sudu yang akan digunakan bergantung pada aspek koefisien daya yang ingin dicapai dan aspek estetika (keindahan).
Konsep Jumlah Sudu
Jumlah sudu (blade) pada turbin angin sangat bervariasi dan mempengaruhi setiap kinerja dari turbin angin tersebut.
Penggunaan jumlah sudu tergantung dari keadaan lingkungan kerja dari turbin dan penggunaan dari turbin tersebut (R.
Syahyuniar, Y. Ningsih, Herianto, 2018). Dan penentuan jumah sudu yang ingin diimplementasikan pada turbin angin berkaitan erat dengan nilai tip speed ratio yang dikehendaki dan juga dari segi estetika.
Gambar 2.11 Perbandingan Tip Speed Ratio (TSR) Berdasarkan Jumlah Bilah
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa jumlah sudu yang banyak akan menghasilkan nilai tip speed ratio yang kecil, sedangkan jumlah sudu yang lebih sedikit akan menghasilkan nilai tip speed ratio yang besar. Artinya jumlah sudu berbanding terbalik dengan nilai tip speed ratio. Jumlah sudu yang sering dijumpai adalah satu sudu, dua sudu, tiga sudu, atau bahkan ada juga yang yang menerapkan jumlah sudu banyak hingga 20 sudu tergantung kondisi lingkungan kerja dari turbin angin itu sendiri.
Gaya-gaya Pada Sudu
Gambar 2.12 Gaya-gaya Pada Sudu Turbin Angin
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa terdapat tiga gaya yang terjadi pada sudu turbin angin saat dilalui oleh aliran udara yaitu : 1). Gaya Aksial, 2). Gaya Sentrifugal, dan 3). Gaya Tangensial.
1. Gaya Aksial (a), yaitu gaya yang mempunyai arah sama dengan arah datangnya angin dan gaya ini harus mampu ditopang oleh poros dan bantalan.
2. Gaya Sentrifugal (s), yaitu gaya yang meninggalkan titik tengah, apabila rotor bentuknya simetris maka semua gaya sentrifugal akan saling meniadakan atau dengan kata lain resultannya sama dengan nol.
3. Gaya Tangensial (t), yaitu gaya yang menghasilkan momen, yang mana gaya ini bekerja tegak lurus pada radius dan merupakan gaya produktif.
Geometri dan Airfoil Sudu
Profil airfoil merupakan elemen yang sangat penting dalam mengekstraksi energi kinetik yang dimiliki oleh angin. Desain dari profil airfoil harus memberikan nilai koefisien drag (CD) yang kecil dan nilai koefisien lift (CL) yang besar. Secara umum, bentuk profil airfoil pada turbin angin melengkung pada bagian atas dan lebih datar atau bahkan cekung pada bagian bawah, dan mempunyai ujung yang tumpul pada bagian depan dan lancip pada bagian belakang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggambarkan bentuk airfoil, yaitu: 1). Panjang profil airfoil (chord), 2). Ketebalan (thickness), dan 3). Kelengkungan (chamber).
Gambar 2.13 Bagian-bagian Airfoil Sudu
Secara umum, turbin angin menggunakan dua macam jenis airfoil yaitu NACA dan NREL. Dimana airfoil NACA merupakan bentuk airfoil untuk sayap pesawat terbang yang dikembangkan oleh The National Advisory Committee for Aeronautics (NACA). Bentuk airfoil NACA dijelaskan
menggunakan rangkaian angka yang mengikuti kata “NACA”.
Sedangkan airfoil NREL merupakan bentuk airfoil yang terbentuk dari sembilan famili dan terdiri atas 25 airfoil yang didesain untuk berbagai ukuran rotor sejak 1984 dan dikembangkan oleh The National Renewable Energy Laboratory (NREL), USA. Airfoil NREL didesain mulai dengan kode S801 sampai S828 pada tahun 1984 hingga tahun 1995.
Gambar 2.14 Geometri Airfoil NACA
Dimana penjelasan profil geometri adalah sebagai berikut:
1. Garis gaya angkat (lift) 2. Ujung depan (leading edge) 3. Lingkaran hidung (nose circle) 4. Tebal maksimum (thickness) 5. Kelengkungan (chamber) 6. Permukaan atas
7. Ujung segitiga (trailing edge)
8. Garis utama kelengkungan (mean chamber line) 9. Permukaan bawah
Gambar 2.15 Sudut Serang Dan Sudut Pitch Pada Sudu
Parameter-parameter penting yang harus dipertimbangkan dalam merancang sudu, yaitu: 1). Lebar sudu (chord), 2). Jari- jari pangkal (root radius), 3). Tebal sudu, 4). Sudut pitch, dan 5).
Sudut serang. Dan untuk menentukan sudut pitch (β) dapat digunakan persamaan berikut (Hau Eric, 2005):
β = arctan (2R/3rλ) – α (11) Keterangan:
β : Sudut pitch (o) R : Jari – jari rotor (m) r : Jarak dari pusat rotasi (m) λ : Tip Speed Ratio (TSR) α : Sudut serang (o)
Sedangkan untuk mencari panjang optimum chord dapat dihitung dengan persamaan berikut:
C = 8πr/B.CL (1 – Cos ϕ) (12) Dengan C merupakan panjang chord, dan B adalah jumlah sudu yang digunakan, CL adalah koefisien lift, dan sudut ϕ adalah sudut yang dihasilkan dari penjumlahan antara sudut pitch (β) dan sudut serang (α).
2. Daya Rotor
Daya turbin angin merupakan daya yang dibangkitkan oleh rotor dari turbin angin akibat memperoleh daya dari aliran fluida yang berupa angin. Daya turbin angin dan daya angin merupakan dua hal yang berbeda, dikarenakan daya turbin angin masih terpengaruh oleh koefisien daya.
Koefisien daya adalah persentase daya yang terdapat pada angin yang dirubah ke dalam bentuk energi mekanik.
Secara teori, kemungkinan daya rotor maksimum diberikan oleh batas betz, Cp= 16/27 = 0,593 (Manwell, 2002). Jadi hasil dari kekuatan turbin angin dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pr = Cp ½.ρ.A.v3 (13)
Keterangan:
Pr : Daya rotor (watt) Cp : Koefisien power
ρ : Massa jenis angin (kg/m3) A : Luas penampang rotor (m2) v : Kecepatan angin (m/s)
Dimana massa jenis angin (ρ) yaitu 1,225 kg/m3. Untuk itu, kita dapat mempertimbangkan rasio, yang dikenal sebagai koefisien daya antara kekuatan angin dan kekuatan rotor dengan persamaan berikut:
Cp = daya rotor/daya angin (14)
Bagian paling penting dari persamaan daya yang terkait dengan baling-baling adalah area sapuan atau diameter rotor. Maka panjang setiap sudu individu merupakan faktor desain kritis. Gaya yang diberikan angin terhadap suatu penampang dengan luas A dan jari-jari R, dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Fangin = ½.ρ.v2A (15)
Sehingga dapat diketahui nilai torsi dari rotor dengan persamaan berikut:
Trotor = CT.½.ρ.v2.A.R (16)
Dimana CT merupakan koefisien torsi yang besarnya ditentukan dari hubungan antara torsi dan daya, sehingga dihitung dengan persamaan berikut:
CT = Cp/S (17)
Keterangan:
CT : Koefisien torsi Cp : Koefisien power S : Solidity
Kepadatan Rotor
Gambar 2.16 Kepadatan (Solidity) Sudu
Kepadatan rotor adalah perbandingan antara luas bagian rotor dengan total area sapuan rotor. Berikut persamaan untuk menyatakan kepadatan rotor:
S = B. a/As (18)
Keterangan:
S : Solidity B : Jumlah sudu a : Luasan sudu As : Luasan tangkapan
Nilai soliditas (kepadatan) rendah = 0,10 dengan output kecepatan tinggi dan momen puntir rendah. Sedangkan nilai soliditas (kepadatan) tinggi = > 0,80 dengan output kecepatan rendah dan momen puntir tinggi. Kepadatan berpengaruh pada daya yang dihasilkan turbin angin. Jumlah sudu yang sedikit
akan memiliki soliditas yang rendah, akan tetapi memiliki kecepatan yang tinggi dan begitupun sebaliknya.
3. Poros
Poros rotor berfungsi untuk memindahkan daya dari rotor menuju generator baik secara langsung ataupun melalui sistem transmisi gearbox.
Menurut pembebanannya, maka poros dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu sebagai berikut:
Poros transmisi (bagian mesin yang berputar, penampangnya berbentuk bulat dan digunakan untuk memindahkan daya melalui gerak rotasi). Penerusan daya dilakukan melalui roda gigi, kopling, pulley sabuk, dan sprocket rantai.
Gandar atau gambar bentuknya seperti poros yang bersifat statis atau tidak berotasi. Dengan kata lain, poros jenis ini tidak memindahkan torsi akan tetapi dimanfaatkan untuk menumpu roda yang berputar dan roda gigi.
Spindles (poros mesin) adalah poros pendek yang merupakan bagian yang menyatu dengan mesinnya.
Secara garis besar, pembebanan yang terjadi pada poros ada dua macam, yaitu puntiran yang disebabkan beban torsi dan bending yang disebabkan beban transversal pada roda gigi. Dan pembebanan pada poros juga dapat terjadi dari kombinasi keduanya. Terdapat beberapa parameter yang diperlukan dalam perancangan poros, yaitu sebagai berikut (Sularso, 2004):
1. Daya yang akan ditransmisikan pada poros
Pmaks = ½ π.ρ.Cp.R2.v3 (19)
Keterangan:
Pmaks : Daya maksimum (watt) ρ : Massa jenis angin (kg/m3) Cp : Koefisien daya
R : Jari-jari rotor (m) v : Kecepatan angin (m/s)
2. Faktor koreksi (fc)
Nilai dari faktor koreksi (fc) dapat dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini.
Tabel 2.5 Faktor koreksi (fc)
Mesin yang digerakkan Penggerak
Momen puntir puncak 200 %
Momen puntir puncak > 200 % Motor arus bolak-balik
(momen normal, sangkar bajing sinkron), motor arus searah (lilitan shunt)
Motor arus bolak-balik (momen tinggi, fasa tunggal, lilitan seri), motor arus searah (lilitan kompon, lilitan seri), mesin torak, kopling tak tetap Jumlah jam kerja tiap
hari
Jumlah jam kerja tiap hari
3-5 jam
8-10 jam
16-24 jam
3-5 jam
8-10 jam
16-24 jam
variasi beban sangat kecil
Pengaduk zat cair, kipas, angin, blower, (sampai 7,5 kW), pompa sentrifugal,
konveyor tugas ringan 1 1,1 1,2 1,2 1,3 1,4
variasi beban kecil
Konveyor sabuk (pasir, batu bara), pengaduk, kipas angin (lebih dari 7,5 kW), mesin torak, peluncur, mesin perkakas, mesin percetakan
1,2 1,3 1,4 1,4 1,5 1,6
variasi beban sedang
Konveyor (ember, sekrup), pompa torak, kompresor, mesin giling-palu, pengocok, roots-blower, mesin tekstil, mesin kayu
1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8
variasi beban besar
Penghancur, gilingan bola atau batang, pengangkat, mesin pabrik karet (rol,
kalender) 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2
3. Putaran poros dalam rpm (n) 4. Daya rencana (Pd)
Pd = Pr x fc (20)
Keterangan:
Pd : Daya rencana (kW) Pr : Daya rotor (kW) fc : Faktor koreksi
5. Momen puntir atau torsi rencana (T)
T = 9,74 x 105 pd/n (21)
Keterangan:
T : Torsi (kg.mm) Pd : Daya rencana (kW) n : Jumlah putaran (rpm)
Bila momen rencana T (kg.mm) dibebankan pada suatu diameter poros ds (mm) maka tegangan geser τ (kg/mm2) yang terjadi adalah sebagai berikut:
τ = (T/(πds3
/16)) = (5,1T/ds3
) (22)
6. Menentukan material yang akan digunakan pada poros
Menentukan bahan akan diaplikasikan pada poros merupakan hal yang sangat krusial. Karena setiap bahan atau material mempunyai nilai kekuatan tarik yang berbeda-beda.
Pada umumnya, poros-poros yang akan digunakan untuk mentransmisikan putaran tinggi dan beban yang berat dibuat dari baja paduan. Untuk mengetahui nilai dari kekuatan tarik bahan (σB) dapat dilihat pada tabel 2.6 dibawah ini.
Tabel 2.6 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinishing dingin untuk poros
Standard dan
macam Lambang Perlakuan Panas
Kekuatan tarik
(kg/mm2) Keterangan
Baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501)
S30C Penormalan 48
S35C Penormalan 52
S40C Penormalan 55
S45C Penormalan 58
S50C Penormalan 62
S55C Penormalan 66
Batang baja yang difinish dingin
S35C-D ~ 53 Ditarik dingin,
digerinda, dibubut, atau gabungan antara hal-hal tersebut
S45C-D ~ 60
S55C-D ~ 72
Setelah mengetahui bahan yang akan digunakan, maka selanjutnya menentukan nilai Safety factor satu (Sf1) yang mana nilai keamanannya diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. Nilai 5,6 digunakan untuk bahan SF dengan kekuatan yang diijinkan, sedangkan nilai 6,0 digunakan untuk bahan S-C dengan pengaruh massa, dan baja paduan.
Kemudian menentukan Safety factor dua (Sf2) yang mana faktor kekasaran permukaan harus dipertimbangkan.
Sehingga nilai Sf2 dinyatakan dengan harga antara 1,3 – 3,0.
Setelah mengetahui nilai Sf1 dan Sf2, maka langkah selanjutnya ialah menentukan nilai dari faktor Kt dan nilai dari faktor Cb. Untuk faktor Kt, keadaan momen puntir/torsi harus masuk dalam pertimbangan. Menurut kode American Society of Mechanical Engineers (ASME), nilai dari faktor Kt dipilih sebesar 1,0 jika beban dikenakan secara halus, 1,0 – 1,5 apabila terjadi sedikit kejutan, dan 1,5 – 3,0 apabila terjadi kejutan atau tumbukan yang besar. Sedangkan nilai faktor Cb dipilih 1,2 – 2,3 apabila sistem yang dirancang akan terjadi beban lentur. Namun, apabila sistem yang dirancang diperkirakan tidak akan terjadi beban lentur, maka nilai dari faktor Cb dipilih 1,0.
7. Tegangan geser yang diizinkan (τa)
τa = σB/(Sf1 x Sf2) (23)
Keterangan:
τa : Tegangan geser (kg/mm2)
σB : Kekuatan tarik bahan yang diijinkan (kg/mm2) Sf : Safety factor (Faktor keamanan)
8. Diameter minimal poros (ds)
Dari persamaan (22) diperoleh rumus untuk menghitung diameter minimal poros ds (mm) sebagai berikut:
ds = [ 5,1/τa x Kt x Cb x T ]1/3 (24)
Keterangan:
ds : Diameter minimal poros (mm) τa : Tegangan geser (kg/mm2) Kt : Faktor Kt
Cb : Faktor Cb
T : Torsi (kg.mm)
2.4.3 Luas Area Paparan Angin (Swept Area)
Luas area paparan angin adalah area dimana pergerakan turbin angin yang diakibatkan oleh kecepatan (v) angin yang menghasilkan putaran pada rotor turbin angin tersebut. Yang dinyatakan dalam persamaan berikut:
As = ¼ π.D2 (25)
Keterangan:
As : Swept area (luas area paparan angin) D : Luas bidang turbin
Gambar 2.17 Luas Area Paparan Angin
Akibat tingkat solidity yang tinggi atau area paparan angin dengan jumlah sudu yang banyak pada turbin angin poros horizontal akan berpengaruh pada putaran yang lebih lambat namun memberi torsi yang lebih besar. Apabila tingkat solidity rendah maka nilai Cp (koefisien daya) akan naik.
2.4.4 Prinsip Kerja Turbin Angin
Pada saat suatu benda yang bergerak melalui sebuah fluida, maka interaksi antara benda dan fluida terjadi. Gaya resultan dengan arah yang sama (sejajar) kecepatan sudu disebut gaya hambat (drag), dan gaya resultan yang tegak lurus terhadap arah kecepatan sudu maka disebut sebagai gaya angkat (lift). Untuk jenis turbin angin poros horizontal membutuhkan nilai gaya angkat (lift) yang besar sedangkan nilai gaya hambat (drag) kecil.
Gambar 2.18 Ilustrasi Gaya Aerodinamik Pada Sudu Ketika Dilalui Aliran Udara
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa penampang aifoil yang menyapu udara dengan suatu kecepatan tertentu, maka tekanan udara pada bagian atas permukaan sudu akan lebih kecil dari bagian bawah permukaan sudu. Hai inilah yang menyebabkan adanya gaya angkat (lift) pada sudu turbin angin.
Gaya angkat (lift) dan Gaya hambat (drag) sangat bergantung pada koefisien lift (CL) dan koefisien drag (CD), juga berbanding lurus dengan kecepatan angin. Luas penampang sudu dan sudut serang juga mempengaruhi besarnya gaya lift (L) dan gaya drag (D) yang timbul. Gaya angkat dan hambat dapat dihitung dengan persamaan berikut (Hau Eric, 2005):
L = ½ CL.ρ.A.v2 (26)
D = ½ CD.ρ.A.v2 (27)
Keterangan:
L : Gaya angkat (N) D : Gaya hambat (N) CL : Koefisien lift CD : Koefisien drag
ρ : Massa jenis angin (kg/m3) A : Luas penampang (m2) v : Kecepatan angin (m/s)
Gaya hambat atau drag dapat terjadi karena adanya gesekan viskos yakni hambatan gesekan kulit pada bilah sudu akibat tekanan (aliran normal terhadap permukaan rata), akibat efek gravitasi, atau akibat efek kompresibilitas.
Secara sederhana, prinsip kerja turbin angin adalah putaran yang dihasilkan dari energi kinetik yang dimiliki energi angin, yang kemudian diekstraksi menjadi energi mekanik, selanjutnya energi mekanik dikonversi menjadi energi listrik melalui generator.
2.4.5 Tip Speed Ratio (TSR)
Tip speed ratio atau rasio kecepatan ujung adalah perbandingan antara kecepatan ujung blade yang berputar dengan kecepatan angin yang melaluinya. Nilai Tip Speed Ratio (TSR) akan berdampak pada kecepatan putar rotor. Turbin angin sumbu horizontal akan memiliki TSR yang relatif lebih besar dibandingkan dengan turbin angin sumbu vertikal. Jika nilai TSR lebih dari 1 maka lebih banyak bagian blade yang mengalami gaya angkat. Namun, jika nilai TSR kurang dari 1 maka lebih banyak bagian blade yang mengalami gaya hambat.
Gambar 2.19 Grafik Nilai Koefisien Daya (Cp) Dan Tip Speed Ratio (TSR) Untuk Berbagai Jenis Turbin Angin
Gambar diatas menunjukkan hubungan antara nilai TSR dan koefisien daya (Cp) untuk berbagai jenis turbin angin. Mengacu pada betz limit, didapat nilai maksimum jika faktor induksi (a) = 1/3, sehingga nilai koefisien daya (Cp) maksimum dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Cp maks = 4a (1 – a)2 (28)
= 4.1/3 (1 – 1/3)2
= 16/27 = 0,593
Tip Speed Ratio (TSR) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
λ = ω. R/v (29)
Keterangan:
λ : Tip speed ratio
ω : Kecepatan rotasi dalam radian/sec R : Jari-jari rotor
v : Kecepatan angin
Oleh karena itu, dalam mendesain turbin angin sumbu horizontal yang mana lebih membutuhkan gaya angkat (lift) yang besar, maka nilai TSR harus lebih dari 1.
2.5 Sistem Pengisian Ulang Baterai Pada Sepeda Motor Listrik
Pada peancangan ini, penulis berusaha merancang sebuah sistem atau perangkat yang dapat meningkatkan performa atau keterbatasan yang ada pada sepeda motor listrik. Sehingga dapat menarik minat masyarakat yang semula bergantung pada kendaraan pembakaran dalam dan beralih pada kendaraan listrik. Dan pada akhirnya dapat mengurangi emisi gas buang yang menyebabkan pemanasan global dan polusi udara. Adapun komponen-komponen yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Turbin Angin
Turbin angin merupakan komponen yang berfungsi untuk menangkap energi kinetik yang terkandung pada angin melalui sudu (blade) dengan prinsip-prinsip aerodinamika. Sudu (blade) pada turbin angin memiliki bentuk airfoil seperti bentuk sayap pada pesawat terbang. Yang mana saat angin membentur sudu (blade) pada turbin angin akan menimbulkan gaya angkat (lift) sehingga akan membuatnya berputar.
2. Bantalan
Bantalan memiliki fungsi untuk menahan atau menopang beban yang diterima dari suatu poros sehingga objek dapat berputar secara bebas dan aman. Untuk menentukan bantalan tersebut dapat dilihat dari diameter poros yang digunakan. Tak dapat dipungkiri bahwa bantalan tersebut yang mengakibatkan suatu turbin berputar dengan kecepatan tinggi, maka bantalan harus mendapatkan perawatan dengan memberi pelumas yang cukup agar terhindar dari temperature tinggi akibat gesekan pada bantalan yang berputar.
3. Gearbox
Gearbox merupakan sebuah komponen dengan fungsi utama memindahkan tenaga penggerak pada mesin yang ingin digerakkan.
Fungsi utama dari roda gigi ialah untuk menurunkan atau menaikkan putaran (rpm) dan daya dari poros input yang kemudian diteruskan ke
poros output dan roda gigi juga berfungsi untuk merubah arah putar.
Berikut jenis-jenis roda gigi yang sering digunakan adalah roda gigi lurus (spur gear), roda gigi miring (helical gear), roda gigi kerucut (bevel gear), dan roda gigi cacing (worm gear).
Gambar 2.20 Gearbox
Dalam perancangan roda gigi yang akan digunakan, daya yang ditransmisikan dan kecepatan putar harus diketahui terlebih dahulu.
Secara umum, rasio roda gigi merupakan ukuran langsung dari perbandingan kecepatan rotasi dari dua atau lebih roda gigi yang saling terhubung. Rasio roda gigi sangat dipengaruhi oleh diameter dan banyaknya jumlah gigi pada roda gigi itu sendiri. Apabila roda gigi penggerak lebih besar diameter dan lebih banyak jumlah giginya daripada roda gigi yang digerakkan, maka roda gigi yang digerakkan akan berputar lebih cepat dan begitu juga sebaliknya. Untuk mencari putaran (rpm) output pada gearbox dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
nout = (N1/N2) x nin (30)
Keterangan:
nout : Putaran output (rpm)
N1 : Jumlah gigi pada gear penggerak N2 : Jumlah gigi pada gear yang digerakkan nin : Putaran input (rpm)
Adapun untuk mencari torsi output pada gearbox dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
Tout = (N2/N1) x Tin (31)
Keterangan:
Tout : Torsi output (N.m)
N1 : Jumlah gigi pada gear penggerak (Drive)
N2 : Jumlah gigi pada gear yang digerakkan (Driven) Tin : Torsi input (N.m)
4. Generator
Secara sederhana generator merupakan alat yang dapat merubah energi mekanik menjadi energi listrik dengan prinsip Gaya Gerak Listrik (GGL) yang mana beda potensial yang terjadi pada ujung- ujung kumparan karena pengaruh induksi elektromagnetik. Generator terbagi menjadi 2 bagian yaitu stator dan rotor. Yang mana stator merupakan bagian yang diam dan rotor adalah bagian yang bergerak.
Komponen utama dari generator yaitu magnet dan lilitan tembaga atau coil.
Gambar 2.21 Ilustrasi Prinsip Kerja Generator AC dan DC
Generator merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam perancangan sistem pembangkit listik tenaga angin. Generator dapat merubah energi mekanik yang digerakkan oleh prime mover yaitu turbin angin menjadi energi listrik. Mengacu pada hukum yang
dikemukakan oleh Michael Faraday (1791-1867) seorang ilmuwan jenius asal inggris menyatakan bahwa:
1. Jika sebuah penghantar memotong garis-garis gaya dari suatu medan magnetik (flux) yang konstan, maka pada penghantar tersebut akan timbul tegangan induksi.
2. Perubahan flux medan magnetik didalam suatu rangkaian bahan penghantar, akan menimbulkan tegangan induksi pada rangkaian tersebut.
Kedua penyataan Michael Faraday diatas menjadi hukum dasar listrik yang menjelaskan mengenai fenomena induksi elektromagnetik dan hubungan antara perubahan flux dengan tegangan induksi yang ditimbulkan dalam suatu rangkaian.
Melalui proses induksi elektromagnetik, semakin cepat kumparan memotong garis-garis gaya magnet maka semakin besar kumparan membangkitkan gaya gerak listrik, tegangan yang dihasilkan berubah-ubah tergantung pada kecepatan putaran magnet (Alamsyah, 2007).
Terdapat beberapa variabel yang dapat mempengaruhi besaran daya output dari generator, diantaranya: Jumlah kutub, Jumlah jangkar/angker, Jumlah lilitan, diameter kawat, besar bedan magnet, dan kecepatan putar rotor. Untuk mencari jumlah lilitan yang dibutuhkan dapat digunakan persamaan berikut ini:
V = N/a . P . Ф . n/60 (32)
Dimana N = Jumlah angker x Jumlah lilitan x Penghubung (konduktor) lilitan yang dinyatakan 2, dan flux magnet (Ф) = B x A.
Keterangan:
V : Beda potensial/Tegangan (Volt) a : Jumlah sikat
P : Jumlah kutub
Ф : Flux magnet (Weber/Wb)
B : Besar medan magnet (Tesla atau Wb/m2) A : Luas penampang jangkar/angker (m2)
n : Putaran rotor (rpm)
Dan untuk mencari hambatan total dari kawat yang digunakan pada generator dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
Rtotal = (ρ x L)/A (33)
Keterangan:
Rtotal : Hambatan total (Ω)
ρ : Hambatan jenis kawat (Ωm) L : Panjang kawat (m)
A : Luas penampang kawat (m2)
Sehingga kuat arus yang dihasilkan oleh generator dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
I = V/R (34)
Keterangan:
I : Kuat arus (Ampere)
V : Beda potensial/Tegangan (Volt) R : Hambatan (Ω)
Setelah mengetahui nilai dari tegangan, kuat arus, dan hambatan generator, langkah selanjutnya ialah mencari nilai dari daya output generator. Daya output generator merupakan nilai beda potensial dikalikan dengan kuat arus yang dihasilkan, sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini:
P = V.I (35)
Keterangan:
P : Daya (watt) V : Tegangan (Volt) I : Kuat arus (Ampere)
5. Charger Controller
Karena arus listrik yang dihasilkan oleh sistem turbin angin bervariasi atau tidak konstan, maka penggunaan controller menjadi sangat penting. Controller disini berfungsi dalam mengendalikan arus listrik yang dihasilkan generator menuju baterai agar selalu stabil sehingga tidak membuat baterai cepat rusak. Fungsi lain dari controller adalah mengubah arus AC yang dihasilkan generator menjadi arus DC, sehingga dapat disimpan pada baterai.
Gambar 2.22 Wind Charge Controller
Adapun konponen yang digunakan pada rangkaian controller adalah sebagai berikut:
Transformator
Transformator atau biasa disebut dengan trafo merupakan komponen elektronika pasif yang berfungsi untuk mengubah (menaikkan atau menurunkan) tegangan listrik bolak-balik (AC).
Gambar 2.23 Transformator (Trafo)
Jika arus bolak-balik (AC) mengalir pada kumparan atau coil, maka akan menghasilkan medan magnet. Inilah yang disebut elektomagnetik, yang mana jika elektron yang bergerak terus-menerus dalam arus AC akan menghasilkan medan elektromagnetik. Dan medan elektromagnetik yang dihasilkan juga terus bergerak bolak-balik sesuai dengan aliran elektron yang membuatnya. Kemudian jika magnet bergerak dekat dengan coil atau kumparan, medan magnet yang dihasilkan magnet tersebut membuat elektron bebas pada coil ikut bergerak. Karena elektronnya bergerak maka menghasilkan listrik, ini disebut induksi elektromagnetik. Elektromagnetik dan induksi elektromagnetik inilah yang menjadi fungsi trafo.
Berdasarkan fungsinya trafo dibagi menjadi 2 yaitu : 1).
Trafo step down, dan 2). Trafo step up. Yang mana trafo step down berfungsi untuk menurunkan tegangan dan trafo step up berfungsi untuk menaikkan tegangan. Pada trafo terdapat 2 coil atau kumparan yaitu : 1). Primary/input, dan 2).
Secondary/output. Tegangan dan arus yang dihasilkan trafo tergantung dari spesifikasi tembaganya, jumlah lilitan, luas area penampangnya, dan bahan yang digunakan.
Dioda Bridge
Dioda merupakan komponen elektonika dua kutub yaitu : 1). Anoda (+), dan 2). Katoda (-). Dioda memperbolehkan arus mengalir ke satu arah dan memblokir arus dari arah sebaliknya.
Dioda berfungsi sebagai penyearah arus, sehingga dioda banyak ditemukan pada rangkaian power supply. Khususnya rangkaian yang merubah arus AC menjadi arus DC dengan rangkaian rectifier.
Gambar 2.24 Dioda Bridge
Sedangkan dioda bridge merupakan susunan dari empat buah dioda yang disusun dalam konfigurasi rangkaian jembatan (bridge) atau dalam bentuk segi empat dengan dioda di setiap sisinya, yang kemudian dikemas menjadi satu perangkat komponen yang berkaki empat. Yang mana dua kaki terminal digunakan sebagai input untuk arus listrik Acdan dua kaki terminal lainnya adalah terminal output positif (+) dan terminal output negatif (-).
6. Baterai
Baterai adalah suatu perangkat yang terdiri dari satu atau lebih sel elektrokimia yang mana energi listrik diubah menjadi energi kimia yang kemudian diubah kembali menjadi energi listrik saat diperlukan.
Secara singkat, baterai merupakan perangkat yang dapat menyimpan energi listrik. Jika energi listrik diubah menjadi energi kimia berarti baterai dalam proses pengisian (charge) dan jika energi kimia diubah menjadi energi listrik berarti baterai sedang dalam proses pengosongan (discharge). Sumber listrik yang digunakan pada baterai sebagai pembangkit daya (power) dalam bentuk arus searah (DC).
Gambar 2.25 Proses Pengisian Dan Pengosongan Pada Baterai
Baterai dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : 1). Baterai primer, dan 2). Baterai sekunder. Yang mana baterai primer hanya dapat digunakan satu kali, (tidak dapat diisi ulang), hal ini dikarenakan baterai primer menggunakan reaksi kimia yang bersifat tidak bisa dibalik (irreversible reaction). Sedangkan pada baterai sekunder dapat digunakan berkali-kali (dapat diisi ulang) dengan mengisi muatannya karena reaksi kimianya bisa dibalik (reversible reaction).
Baterai yang digunakan pada sepeda motor listrik merupakan baterai yang dapat diisi ulang (rechargable battery) yaitu baterai ion lithium atau biasa disebut Baterai Li-Ion (LIB). Pada baterai ini, ion lithium bergerak dari elektrode negatif ke elektrode positif saat baterai mengalami discharge (proses pengosongan) dan kembali saat baterai mengalami charge (pengisian ulang).
Baterai Li-Ion (LIB) mempunyai beberapa jenis dengan karakteristik kimiawi, kinerja, biaya, dan faktor keselamatan yang berbeda-beda. Berikut jenis-jenis baterai li-ion yaitu : 1). Lithium Cobalt Oksida (LCO), 2). Lithium Besi Fosfat (LFP), 3). Lithium Mangan Oksida (LMO), dan 4). Lithium Nikel Mangan Cobalt Oksida (NMC).