• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KUALITAS LAYANAN SEKOLAH DASAR NEGERI DENGAN SEKOLAH DASAR SWASTA DI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBEDAAN KUALITAS LAYANAN SEKOLAH DASAR NEGERI DENGAN SEKOLAH DASAR SWASTA DI JAKARTA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KUALITAS LAYANAN SEKOLAH DASAR NEGERI DENGAN SEKOLAH DASAR SWASTA DI JAKARTA

Riezka Nadia (201591018) Mega Nopriatin (201591002)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 9, Tol Tomang Kebon Jeruk Jakarta – 11510

meganopriatin@gmail.com riezkanadia91@yahoo.com

Abstract: An approach to handle partial compliance behavior using principal stratification is presented and applied to a subset of the longitudinal data from a randomized experiment designed to assess the effects of private schools versus public schools on academic achievement. The initial analysis suggests an interesting relationship between compliance with the offer and academic achievement, including a possible

“beneficial rejected offer” effect and a possible “adjustment hardship” effect. These results seem to favor public schools in the sense they suggest that the collection of students who would attend private school when offered the scholarship but attend public school without the offer had a lower average posttest score if they attended private school than if they attended public school. This case study illustrates the strengths of principal stratification: the explicit examination of specific assumptions and directly interpretable results with possible policy implications.

Keywords: school voucher program, causal inference, Rubin causal model, noncompliance, missing data, principal stratification

(2)

PENDAHULUAN

Anak adalah sosok manusia yang masih dalam perkembangan. (Beckett & Taylor, 2016).

Perkembangan berarti terjadinya pertumbuhan pada diri anak, baik secara biologis, psikologis dan emosional. (Hurlock, 2002; Papalia, 2008) Perkembangan biologis, psikologis dan emosional perlu mendapatkan pendampingan dan bimbingan dari orang dewasa sehingga arah perkembangan dapat berlangsung secara utuh. Perkembangan anak secara utuh akan menjadikan anak memiliki kematangan dalam mempersiapkan dirinya menjalani tahapan- tahapan perkembangan dalam proses tahapan kehidupan selanjutnya. Kematangan ini akan tampak dari nilai-nilai yang dimunculkan dalam perilaku keseharian dan menjadi bagian dari perwujudan eksistensi dirinya dengan lingkungan. Proses perkembangan biologis, psikologis dan emosional anak menjad tanggung jawab utama dari peran keluarga, dalam hal ini adalah orang tua. Pola asuh orang tua menjadi fondasi bagi pengembangan nilai-nilai dalam pertumbuhan psikologis dan emosional anak. Pengalaman pembentukan nilai-nilai dalam pertumbuhan psikologis dan emosional anak dilanjutkan ketika anak memasuki usia sekolah.

Usia 6 – 12 tahun sebagai usia anak dalam memasuki jenjang pendidikan di sekolah dasar merupakan masa yang sangat kritis dan fundamental dalam mematangkan nilai-nilai yang sudah dibentuk oleh orang tua. Maka peran guru sekolah dasar sebagai orang dewasa menjadi peran strategis kedua setelah peran orang tua. Peran guru adalah melanjutkan dan sebagai pendamping peran orang tua, bukan peran menggantikan orang tua. Perwujudan peran strategis dari guru di sekolah dasar adalah bagaimana melakukan pendidikan nilai-nilai sebagai kecakapan hidup anak dengan berbasis pada karakteristik psikologis dan emosional anak usia sekolah dasar. (Keterkaitan, Guru, Kelas, Pola, & Dasar, 2017) hal: 2

Pendidikan merupakan modal yang sangat penting untuk dapat meningkat-kan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peseta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepri-badian, kecerdasan, akhlak mulia serta keteram-pilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Hal ini tercantum dalam Undang-Undang 1945 pasal 28 C tentang hak asasi manusia ayat 1 yang berbunyi: ’’Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak men-dapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. (Marianti & Susanto, 2017) hal: 2

Salah satu masalah pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar.

(3)

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu menejemen sekolah.

Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II pasal 2 dan 3 yaitu dasar, fungsi, dan tujuan dijelaskan bahwa: "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia dengan akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab".

Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan formal yang berkewajiban mengembangkan potensi siswa semaksimal mungkin dalam berbagai aspek kepribadian, sehingga menjadi manusia yang mampu berdiri sendiri di dalam dan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu diharapkan pendidikan dapat menunjang pembangunan bangsa dalam arti luas. Pendidikan di sekolah diartikan sebagai proses kegiatan terencana dan terorganisir yang terdiri atas kegiatan belajar, kegiatan ini bertujuan menghasilkan perubahan yang positif pada diri siswa. Menurut status, lembaga pendidikan/sekolah terbagi menjadi dua yaitu: sekolah Swasta dan sekolah Negeri.

Sekolah Negeri maupun sekolah Swasta memiliki karakteristik mereka sendiri, sehingga dengan karakteristik masing-masing akan menampilkan perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Jika kita berpikir secara bijak, baik itu sekolah Negeri maupun sekolah Swasta memiliki tujuan yang sama seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan cara dan karakteristik masing-masing, sekolah Negeri dan sekolah Swasta tentu telah berupaya untuk mencapai tujuan tersebut.

Terlepas dari usaha tersebut, keberhasilan yang diperoleh dari proses belajar mengajar tidak lepas dari beberapa faktor antara lain: faktor guru yang mengajar, siswa yang belajar, metode dan materi pembelajaran, serta sarana penunjang kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini keseluruhan faktor itu harus mendapat perhatian yang terpadu dan saling berkaitan dalam satu aktivitas yaitu proses belajar mengajar.

Dedi Kurniawan (2010) mengatakan dikotomi guru Negeri dan guru Swasta, yang memposisinegatifkan guru-guru Negeri yang pola kerjanya semakin tidak standar, dari guru yang sering tidak masuk, guru yang pengajarannya tidak standar, guru yang sering telat, guru yang lebih banyak di kantor daripada di kelas, guru yang banyak job luar, hingga guru yang sering mengambil keuntungan lain dengan mengadakan les di rumah. Guru Swasta, dalam konteks ini, mereka lebih serius melakukan pengajaran kepada siswa-siswanya.

(4)

Imron Gozali (2011), sesuatu yang berkualitas memang tidaklah murah. Fasilitas kelas VIP adalah konsekuensi logis dari biaya pendidikan yang mahal di sekolah Swasta. Fasilitas di sekolah Swasta bisa jadi sangat lengkap. Mulai dari ruangan kelas ber-AC, laboratorium, fasilitas olahraga, hingga halaman parkir yang luas. Branding sekolah Swasta juga dapat melalui hal ini, karena prinsip sektor Swasta yang mengutamakan pelayanan prima dan kepuasan untuk customer-nya. Sedangkan sekolah Negeri memiliki fasilitas yang standar untuk keberlangsungan kegiatan belajar mengajar.

Dedi kurniawan (2010), siswa sekolah Swasta banyak melakukan diskusi dengan guru, presentasi di depan kelas, berdebat dan beradu argumentasi, sementara murid sekolah Negeri belajar dengan cara menghafal dan memahami materi dengan mendengarkan guru dan membaca textbook. Hal ini menyebabkan murid sekolah Swasta pandai dalam menyampaikan pendapatnya sedangkan murid sekolah Negeri susah menyampaikan pendapatnya dikarenakan cenderung pasif dalam belajar.

Sekolah Negeri memakai metode pengajaran yang sangat statis, tidak seperti sekolah Swasta yang biasanya memakai pola pengajaran secara dinamis. Materi yang diberikan oleh guru dari sekolah Negeri cenderung disampaikan dalam format satu arah, artinya guru berceramah kepada murid-murid dan tidak ada timbal balik yang terjadi antara murid dan guru.

Hal ini akan sangat berbeda sekali dengan sekolah Swasta yang penyampaian materi pelajaran biasanya disampaikan dalam bentuk diskusi antara guru dengan murid.

Masalah-masalah belajar (Dimyanti dan Mudjiono, 2006) meliputi 2 faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern meliputi: sikap belajar, motivasi, konsentrasi, mengolah bahan belajar, menyiapkan perolehan hasil belajar, dan berprestasi atau unjuk hasil belajar. Faktor ekstern meliputi: guru sebagai pendidik, sarana dan prasarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial, dan kurikulum sekolah.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari perbedaan-perbedaan di atas, menyekolahkan anak di keduanya (negeri-swasta) memiliki kelebihan dan kelemahan. Secara umum, menyekolahkan anak di sekolah negeri biayanya relatif lebih murah (Baca:standar) dibandingkan di sekolah swasta. Karena pembiayaan sekolah swasta lebih mengandalkan dari pungutan atau partisipasi siswa atau wali murid sedang sekolah negeri bergantung ke pemerintah.

Bila melihat dari aspek prasarana atau fasilitas, sekolah swasta relatif lebih baik. Karena sekolah yang sudah memperoleh kepercayaan masyarakat lebih mudah memungut biaya, seperti biaya bangunan atau lainnya. Sebaliknya, sekolah negeri relatif sulit melakukannya.

Namun, demikian tidak sedikit sekolah negeri yang berfasilitas tak kalah karena kelihaian kepala sekolah dalam mengusulkan bantuan ke pemerintah. Sebaliknya, tidak sedikit sekolah swasta yang berfasilitas minim karena kurang dipercayai mesyarakat.

Kalau dilihat dari aspek pengajar, harusnya sekolah negeri lebih baik sebab mereka (para guru) mayoritas pegawai negeri yang gajinya lebih dari cukup. Sehingga mereka lebih fokus mengajar, dibanding guru honorer. Sebaliknya, di sekolah swasta. Guru PNS idealnya lebih baik, lebih berkualitas, lebih profesional. Namun demikian, pada prakteknya hal tersebut tidak menjamin, bergantung pada masing-masing guru. Bisa jadi guru honorer lebih berkualitas baik.

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Sekolah merupakan tempat yang berperan dalam memberikan pengajaran/pendidikan. Jenis sekolah berdasarkan penyelenggaraannya di Indonseia dibagi menjadi sekolah negeri dan sekolah swastas. Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, sedangkan sekolah swasta diselenggarakan oleh masyarakat (Depdikbud, 1997 dalam Bachrie, 2009).

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei untuk memperoleh data. Dalam penelitian ini, akan diteliti mengenai perbedaan sekolah Negeri dan Swasta di Jakarta

Menurut Whitney (Andi Prastowo, 2014: 201) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif lebih menekankan pada pengumpulan data untuk mendeskripsikan keadaan sesungguhnya yang terjadi di lapangan, tidak menyimpulkan benar atau salah dan tidak menguji hubungan antar variabel.

(6)

LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Kebon Jeruk pada tanggal 9 April 2018 dan MI Tarbiyatussa’adah pada tanggal 10 April 2018.

PERBEDAAN SEKOLAH NEGERI DAN SWASTA

Sekolah negeri adalah sekolah yang dioperasikan/disediakan oleh negara (pemerintah) dengan segala fasilitas gratis, mulai dari kelas hingga guru digaji oleh pemerintah untuk memberikan fasilitas kepada rakyat Indonesia. Sedangkan sekolah swasta adalah sekolah yang diperasikan oleh pihak swasta. Namun pada kenyataan, banyak orang tua memilih sekolah swasta dengan rela mengeluarkan uang SPP yang banyak setiap bulannya hanya untuk mendapatkan fasilitas belajar nyaman baik dari sekolah maupun dari pengajarnya.

Terdapat beberapa perbedaan yang mendasar antara guru yang mengajara di sekolah negeri dan sekolah swasta. Jika ditinjau dari latar belakang pendidikannya boleh dikatakan sama, tetapi terdapat perbedaan dari segi perhatian terhadap anak didiknya, kurikulum, pola mengajar, dan lain-lain.

Pola mengajar guru di sekolah negeri cenderung tidak memiliki inovasi dalam mengajar, format pengajarannya satu arah dengan cara menghafal textbook,memahami materi dengan mendengarkan guru, sehingga murid sekolah negeri susah dalam beragumentasi (Sanggedi dan Gozali, 2011), sedangkan murid swasta banyak melakukan presentasi di depan kelas, adu argumentasi, sehingga murid swasta lebih cenderung pandai dalam mengungkapkan pendapatnya (sangdedi, 2010).

Dari segi perhatian, guru sekolah swasta karena daya tampung sekolah negeri lebih banyak daripada sekolah swasta menyebabkan sering terjadi kegaduhan oleh teman-temannya yang membuat konsentrasi murid terganggu, sehingga perhatian guru pun sulit dibagi yang menyebabkan guru sulit mengetahui kemampuan dan pemahaman masing-masing siswa, bahkan tidak sedikit guru di sekolah negeri hanya sekadar masuk memberikan materi hari itu.

Dari segi kurikulum, “Sekolah negeri, baik SSN, RSBI, maupun SBI mau tidak mau harus menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah distandarisasi oleh Depdiknas, sedangkan sekolah swasta atau swasta internasional umumnya menggunakan kurikulum internasional sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikannya, seperti kurikulum Cambridge, New York, Australia, New South Wales, dan Singapura.” (Risma, 2011)

FAKTOR PERBEDAAN SEKOLAH NEGERI DAN SEKOLAH SWASTA 1. Tingkat perhatian dan perlakuan guru terhadap murid di kelas

(7)

Untuk hal ini, sekolah negeri akan kalah jauh dibandingkan sekolah swasta dikarenakan jumlah murid yang sangat banyak dalam satu kelasnya untuk sekolah negeri. Rata-rata murid di setiap kelas untuk sekolah negeri berkisar antara 30-40 orang. Hal ini mengakibatkan guru tidak dapat memperhatikan tiap muridnya secara baik, sehingga apabila ada murid yang mempunyai masalah yang unik dalam memahami pelajaran, maka hal ini tidak dapat diakomodir oleh guru yang bersangkutan dengan baik.

(Sangdedi,2010).

Semua peserta didik di sekolah negeri mendapatkan perlakuan yang sama tanpa memperhatikan minat dan bakatnya. Sementara di sekolah swasta perhatian terhadap perkembangan dan kemajuan prestasi peserta didik lebih menonjol. Hal ini disebabkan karena pada umumnya jumlah peserta didik di sekolah negeri jauh lebih banyak daripada di sekolah swasta. Wajar jika sekolah negeri kewalahan jika harus memonitor satu-satu peserta didiknya. (Imron Gozali, 2011).

2. Guru atau pengajar

Sekolah negeri tentu mempunyai tenaga pendidik yang terspesialisasi dalam bidangnya.

Ditambah, umumnya guru di sekolah negeri dibiayai oleh negara, alias PNS. Bandingkan guru di sekolah swasta pada umumnya yang harus bekerja sambilan untuk menutupi kebutuhan dasar hidupnya.

Dari hal tersebut tidak ditutup penyangkalan bahwa sekolah-sekolah swasta lebih unggul dari sekolah-sekolah negeri. Dengan kelebihan-kelebihan sekolah negeri tersebut justru terjadi ironi. Banyak sekolah negeri yang membebankan biaya sangat tinggi atas nama kualitas mereka. (Ahmad Ainun Anin, 2011).

Di sekolah negeri, hampir semua guru dan karyawan yang bekerja berstatus sebagai pegawai negeri sipil yang pendapatannya jauh lebih tinggi ketimbang mereka yang bekerja di sekolah swasta. Hal ini juga merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi jumlah guru di sekolah swasta. Tidak sedikit sekolah – sekolah swasta yang ada di negeri ini kekurangan guru. Persoalan seperti ini tidak bisa dianggap sepele karena akan berpengaruh terhadap kualitas siswa. (Wahyu,2011).

3. Pola Pengajaran serta Program dan kurikulum

Sekolah negeri memakai pola pengajaran yang sangat statis, Materi yang diberikan oleh guru dari sekolah negeri cenderung disampaikan dalam format satu arah atau feedback, artinya guru berceramah kepada murid-murid dan tidak ada timbal balik yang terjadi antara murid dan guru. Tidak seperti sekolah swasta yang biasanya memakai pola pengajaran secara dinamis. Hal ini akan sangat berbeda sekali dengan sekolah swasta

(8)

yang penyampaian materi pelajaran biasanya disampaikan dalam bentuk diskusi antara guru dengan murid. (Sangdedi dan Imron Gozali, 2011)

Sekolah negeri, baik SSN, RSBI, maupun SBI mau tidak mau harus menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah distandarisasi oleh Depdiknas, sedangkan sekolah swasta internasional umumnya menggunakan kurikulum internasional sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikannya, seperti kurikulum Cambridge, New York, Australia, New South Wales, dan Singapura. Karena saya adalah mahasiswi jurusan Pendidikan Kimia yang juga melakukan analisis komparasi kurikulum kimia KTSP dengan kurikulum kimia luar negeri, maka saya akan berbicara sedikit mengenai perbedaannya. Kompetensi lulusan sekolah swasta internasional dengan sekolah KTSP pun berbeda. Banyak ditemukan kasus bahwa siswa-siswi sekolah swasta internasional kesulitan menyelesaikan soal-soal ujian negara maupun ujian masuk universitas di dalam negeri. Sebaliknya, siswa-siswi sekolah KTSP sering juga kesulitan menyelesaikan ujian yang disediakan oleh kurikulum internasional, seperti Cambridge O Level Test maupun Cambridge A Level Test. Tentu saja karena ada perbedaan tujuan, konten, dan strategi pembelajaran antara kurikulum kita dengan kurikulum internasional.

(Risma, 2011).

4. Cara belajar

Murid swasta banyak melakukan diskusi dengan guru, presentasi di depan kelas, berdebat dan beradu argumentasi. Hal ini menyebabkan murid sekolah swasta pandai dalam menyampaikan pendapatnya. Sementara murid sekolah negeri belajar dengan cara menghafal dan memahami materi dengan mendengarkan guru dan membaca textbook.

sehingga murid sekolah negeri susah menyampaikan pendapatnya dikarenakan cenderung pasif dalam belajar. (Sangdedi, 2010).

5. Persepsi masyarakat

Persepsi tersebut umumnya berdasar pada kualitas output atau kelulusan siswa suatu sekolah. Sehingga otomatis sekolah tersebut dianggap favorit oleh masyarakat dan menggiring para calon siswa baru untuk berbondong-bondong masuk ke sekolah tersebut. Namun demikian, persepsi sekolah favorit ini menggiring sebagian besar siswa yang memiliki nilai tinggi untuk mendaftar ke sekolah negeri. Akibatnya, pada proses pendaftaran siswa baru sebaran nilai tidak merata, karena pemegang nilai tinggi terkonsentrasi pada sekolah negeri favorit..Akan tetapi keberhasilan sekolah tidak tergantung pada input siswa. Hal itu semua bergantung pada pihak sekolah dalam mengelola kurikulum dan proses pengajaran. (Sumiyo, 2011)

(9)

6. Kualitas Output

Output pendidikan dalam arti kualitas nilai akademik siswa yang dihasilkan oleh sekolah swasta biasanya-kita tidak perlu menutup mata akan hal ini, lebih baik dibandingkan dengan sekolah negeri. Sekolah-sekolah andalan peraih medali dalam olimiade sains internasional mayoritas dari sekolah swasta dengan budaya akademik yang kuat.

(Mujahid Zulfadli, 2011)

7. Segi financial atau biaya pendidikan

Dengan predikat sekolah negeri, biaya masuk maupun biaya SPP lebih murah dibandingkan sekolah swasta. Secara rasional hal ini tentu masuk akal karena sekolah negeri mendapat subsidi dari pemerintah sedangkan sekolah swasta tidak memperoleh subsidi tersebut sehingga biaya masuk maupun biaya SPP menjadi lebih mahal. Sekolah swasta yang tidak memperoleh subsidi sudah barang tentu akan menarik biaya masuk atau SPP lebih mahal karena pengadaan fasilitas tentunya harus ditanggung oleh pihak sekolah swasta itu sendiri tanpa bantuan dari pemerintah. Jadi dari segi ekonomi, ada alasan yang logis mengapa biaya yang dikeluarkan untuk masuk di sekolah negeri dan sekolah swasta itu berbeda. (Imroatun, 2011)

Hal inilah yang mendorong para orang tua menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena biaya pendidikannya yang relatif terjangkau. Maklum, dari data BPS per Maret 2010 disebutkan bahwa 31,02 juta (13,33 persen) penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. (Imron Gozali, 2011)

8. Jumlah murid

Sekolah negeri yang memiliki biaya SPP yang lebih murah tentunya akan menarik perhatian banyak orang tua murid yang berasal dari golongan menengah ke bawah untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah negeri. Berbanding terbalik dengan sekolah swasta yang tentunya akan memiliki jumlah murid lebih sedikit dikarenakan biaya yang harus dikeluarkan lebih mahal. Sisi positif yang kita dapatkan dengan sedikitnya jumlah murid, maka proses belajar mengajar akan terfokus dengan jumlah murid yang ideal di setiap kelasnya. Sedangkan sisi positif yang kita dapatkan dari sekolah negeri adalah adanya kesempatan bagi semua orang untuk mendapatkan pendidikan yang layak dengan biaya yang terjangkau. (Imroatun, 2011)

9. Sarana dan prasarana dan fasilitas

Murid yang bersekolah di sekolah negeri akan bebas dari biaya bangunan yang biasanya dipungut di awal, sedangkan murid sekolah swasta dikenakan uang bangunan. Dampak positif yang dimiliki sekolah swasta dengan pemungutan biaya bangunan ini adalah

(10)

terpenuhinya seluruh fasilitas, sarana dan prasarana yang diperlukan murid untuk mengembangkan minat dan bakat. Sedangkan untuk sekolah negeri, nilai plus yang dimiliki adalah bangunan sekolah yang luas dan besar tanpa harus membayar uang bangunan. (Imroatun, 2011)

Sesuatu yang berkualitas memang tidaklah murah. Fasilitas kelas VIP adalah konsekuensi logis dari biaya pendidikan yang mahal di sekolah swasta. Fasilitas di sekolah swasta bisa jadi sangat lengkap. Mulai dari ruangan kelas ber-AC, laboratorium, fasilitas olahraga, hingga halaman parkir yang luas.Branding sekolah swasta juga dapat melalui hal ini, karena prinsip sektor swasta yang mengutamakan pelayanan prima dan kepuasan untuk customer-nya. Sedangkan sekolah negeri memiliki fasilitas yang standar untuk keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. (Imron Gozali, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan temuan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan SD Negeri dan SD Swasta di Jakarta. Secara keseluruhan berdasarkan hasil penelitian diketahui kualitas layanan SD Negeri berada pada kategori baik dan SD Swasta berada pada kategori sangat baik. Dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa pelanggan pendidikan menganggap layanan SD Negeri dan SD Swasta memang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan temuan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan SD Negeri dan SD Swasta dikarenakan masing-masing SD berusaha untuk menjaga kepercayaan dari pelanggan pendidikan, SD mempunyai layanan yang di gunakan untuk dijadikan sebagai strategi dalam menciptakan kepuasan pelanggan, masing-masing sekolah berusaha memberikan layanan yang digunakan untuk memenuhi harapan pelanggan, setiap pelanggan mempunyai persepsi berbeda dalam menilai kualitas layanan yang diterima, dan sekolah yang berkualitas dalam hal layanan akan mampu memenuhi harapan pelanggan.

PENUTUP Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sekolah negeri dengan sekolah swasta memiliki perbedaan. Ada beberapa faktor yang menjadi pembeda antara sekolah negeri dengan sekolah swasta antara lain tingkat perhatian dan perlakuan guru terhadap murid di kelas, guru atau pengajar, pola pengajaran, cara belajar,persepsi masyarakat,gengsi orang tua, kualitas output, jumlah murit, sarana dan prasarana, status . Manajemen sekolah swasta bersifat mandiri sesuai sekolah dan yayasan yang menaungi sekolah tersebut.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

R Susanto. 2017. Pengaruh Model Cooperatif Learning Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Kecerdasan Interpersonal Pada Pelajaran IPS. Vol.1 (4) pp. 260-269.

PGSD Universitas Esa Unggul. http://ratnawati.weblog.esaunggul.ac.id/wp- content/uploads/sites/5930/2018/05/PENGARUH-MODEL-COOPERATIVE- LEARNING-TIPE-TAMS-GAMES-TOURNAMENT-TGT-TERHADAP- KECERDASAN-INTERPERSONAL-PADA-MATA-PELAJARAN- IPS.pdf%0Ahttps://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JISDv

R Susanto. 2017. Analisis Keterkaitan Kepemimpinan Guru Di Kelas dan Pola Pendekatan Bimbingan Terhadap Pembentukan Nilai dan Karakter Anak Didik Usia Sekolah Dasar.

Vol. 1 (1) pp 15. PGSD Universitas Esa Unggul.

http://trilogi.ac.id/journal/ks/index.php/Prosiding/article/view/37/0

A, Hara. 2012. “Perbedaan Sekolah Negeri dan Swasta”. Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta

BA, Hutami. 2017. “Perbedaan Sekolah Negeri dan Swasta”. Universitas Negeri Yogyakarya. Yogyakarta

https://www.kompasiana.com/andisahtianijahrir/perbedaan-sekolah-swasta-dan-sekolah- negeri_58e0e37b2f9373ed274e1fb3 pada tanggal 03 July 2018

http://solusisehatnaikturunberatbadan.blogspot.com/2013/06/perbedaan-sekolah-negeri- dengan-sekolah.html pada tanggal 03 July 2018

Referensi

Dokumen terkait

dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri, sedangkan pada guru. di sekolah swasta memperoleh gaji dan tunjangan dari badan

Gambaran keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi yang berkaitan dengan interaksi dengan teman-temannya di sekolah yaitu, pada penyandang cerebral

Namun ketika mereka diinteraksikan bersama-sama dengan teman sebaya dalam sistem pendidikan regular atau sekolah inklusi, ada hal-hal tertentu yang harus mendapat perhatian khusus

Apabila masyarakat dapat melihat lebih dalam lagi, tidak semua Guru yang mengajar di sekolah-sekolah Negeri atau Swasta memiliki status Pegawai Negeri Sipil

Masalah yang dihadapi peserta didik tinggal kelas dilihat dari faktor eksternal adalah peserta didik akan dikucilkan oleh teman-temannya, diolok-olokkan oleh

Berdasarkan data, hasil penelitian dan pengujian hipotesis tentang Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Guru di Sekolah Dasar Swasta Kecamatan Koto Tangah Padang dapat

tidak bisa menolak teman-temannya yang sudah tidak sekolah untuk kumpul dan bermain disaat jam sekolah, RF sering membantah dan tidak sopan terhadap guru, hal

Berkaitan dengan tingkat literasi masyarakat, pada tahun 2019 Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Denpasar telah menyelenggarakan