• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN TEKNIK KONFLIK LALU LINTAS DALAM PENGUKURAN KESELAMATAN JALAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERKEMBANGAN TEKNIK KONFLIK LALU LINTAS DALAM PENGUKURAN KESELAMATAN JALAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1253

PERKEMBANGAN TEKNIK KONFLIK LALU LINTAS DALAM PENGUKURAN KESELAMATAN JALAN

Naomi Srie Kusumastutie

Program Studi Manajemen Keselamatan Transportasi Jalan Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan

Jalan Semeru No 3 Tegal naomisrie@yahoo.com

Abstract

Since being developed about 50 years ago, traffic conflicts have become a popular indicator of road safety analysis. With its many advantages, traffic conflicts have been widely used as a complement to even alternate for accidents data in the world. Unfortunately, the implementation and development of traffic conflict techniques in Indonesia is still very limited. This article aims to provide an overview of traffic conflict techniques from different countries, such as traffic engineering developed by General Motors (GM), Transport and Road Research Laboratory/TRRL, Federal Highway Administration/FHWA, Swedish Traffic Conflict Technique, and others. In addition, this article also describes the development of traffic conflict data collection and analysis techniques, from manual observation, use of video cameras, automated video processing, to the application of simulations with Surrogate Safety Assessment Model (SSAM). It is hoped that this article will encourage the application and development of traffic conflict techniques in Indonesia.

Keywords: automated video processing, road safety analysis, Surrogate Safety Assessment Model (SSAM), traffic conflict techniques

Abstrak

Sejak mulai dikembangkan sekitar 50 tahun yang lalu, konflik lalu lintas telah menjadi indikator yang populer dalam analisis keselamatan jalan. Dengan berbagai keunggulannya, konflik lalu lintas telah banyak digunakan sebagai pelengkap bahkan alternatif pengganti bagi data kecelakaan lalu lintas di dunia. Namun disayangkan, penerapan dan pengembangan teknik konflik lalu lintas di Indonesia masih sangat terbatas. Untuk itu artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai teknik konflik lalu lintas dari berbagai negara, seperti teknik lalu lintas yang dikembangkan oleh General Motor (GM), Transport and Road Research Laboratory/TRRL, Federal Highway Administration/FHWA, Swedish Traffic Conflict Technique, dan lainnya. Selain itu artikel ini juga memaparkan perkembangan teknik pengumpulan dan analisis data konflik lalu lintas, dari observasi secara manual, penggunaan kamera video, automated video processing, sampai dengan penerapan simulasi dengan perangkat lunak Surrogate Safety Assessment Model (SSAM). Diharapkan artikel ini dapat mendorong penerapan dan pengembangan teknik konflik lalu lintas di Indonesia.

Kata Kunci: analisis keselamatan jalan, automated video processing, Surrogate Safety Assessment Model (SSAM), teknik konflik lalu lintas

PENDAHULUAN

Selama ini data kecelakaan digunakan sebagai indikator keselamatan jalan.

Namun kritik diberikan padanya, yaitu ketika kita harus terlebih dahulu menunggu kecelakaan lalu lintas terjadi untuk dapat melakukan upaya

(2)

1254

pencegahanan terhadapnya. Selain itu, penggunaan data kecelakaan lalu lintas memiliki keterbatasan seperti minimnya informasi yang terdata oleh kepolisian, tidak semua kejadian kecelakaan lalu lintas dilaporkan, dan fakta bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu kejadian yang jarang terjadi (Laureshyn dan Várhelyi, 2018)

Dengan demikian diperlukan indikator pengganti (surrogate safety measures) ataupun pelengkap (complementary data) data kecelakaan lalu lintas (Ambros, 2012). Berbeda dengan data kecelakaan yang merupakan indikator keselamatan jalan yang bersifat “langsung”, indikator pengganti ini bersifat “tidak langsung”.

Hal ini berarti pengukuran indikator pengganti dilakukan berdasarkan kejadian lalu lintas yang berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas yang dapat digunakan untuk mengindikasikan performa keselamatan jalan (Laurenshyn & Varherlyi, 2018). Untuk itu, indikator tersebut juga harus lebih sering terjadi dibandingkan dengan kecelakaan lalu lintas dan dapat diobservasi di lapangan. Dikarenakan data tersebut akan digunakan sebagai pengganti atau alternatif dari data kecelakaan lalu lintas, maka data tersebut haruslah berhubungan dengan tabrakan baik secara logis ataupun statistik (Ambros, 2012). Dalam hal ini salah satu indikator yang dapat digunakan adalah konflik lalu lintas (Traffic Conflict Techniques/TCT).

Secara global teknik konflik lalu lintas sudah banyak digunakan dan dikembangkan di berbagai negara, bahkan di negara berkembang (Almqvist dan Hydén, 1994; Anh dkk, 2005; Vasudevan, 2013), namun sangat disayangkan bahwa studi mengenai konflik lalu lintas yang dilakukan di Indonesia masih sangatlah terbatas. Beberapa publikasi ilmiah terkait konflik lalu lintas yang dilakukan di Indonesia yang dapat ditemukan dari internet dengan menggunakan mesin pencarian adalah studi literatur yang dilakukan oleh Lawalata dan Agah (2011) yang mencatat beberapa penelitian di Indonesia yang menggunakan teknik konflik lalu lintas dari TRRL, Kusumastutie dan Malkhamah (2013, 2014) di Sukoharjo dengan Pedestrian Risk Index (PRI), Kusumastutie (2014) di Sukoharjo dengan Swedish TCT serta Romadhona dan Ramdani (2017) di Yogyakarta dengan Swedish TCT. Penelitian-penelitian tersebut terbatas pada penerapan teknik konflik lalu lintas di Indonesia, sedangkan penelitian mengenai

(3)

1255

pengembangan teknik konflik lalu lintas di Indonesia tidak ditemukan dalam proses pencarian.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai berbagai teknik konflik lalu lintas dari berbagai negara. Selain itu juga untuk memberikan gambaran perkembangan metode pengumpulan dan analisis data konflik lalu lintas yang digunakan dalam menganalis keselamatan jalan. Dengan demikian, artikel ini diharapkan akan memberikan informasi kepada peneliti sehingga dapat mendorong penggunaan teknik konflik lalu lintas dalam analisis keselamatan jalan di Indonesia. Terlebih lagi diharapkan juga akan dapat memberikan insight bagi pengembangan teknik konflik lalu lintas yang sesuai dengan kondisi lalu lintas di Indonesia.

DEFINISI KONFLIK LALU LINTAS

Amundsen & Hyden (dalam Laurenshyn & Varherlyi, 2018) menyampaikan definisi konflik lalu lintas sebagai suatu peristiwa yang teramati ketika dua atau lebih pengguna jalan saling mendekat satu sama lain pada jarak dan waktu yang memungkinkan terjadinya tabrakan jika pergerakannya tersebut tidak berubah.

Hyden (1987) menyatakan bahwa konflik lalu lintas menjadi salah satu kejadian dalam serangkaian kejadian (continuum events) yang dapat dialami oleh pengguna jalan dalam interaksinya ketika berlalu lintas. Kejadian-kejadian dalam continuum events ini berbeda dalam tingkat keselamatannya, yang digambarkan oleh Hyden (1987) dalam safety pyramid sebagaimana pada Gambar 1.

Gambar 1. Safety Pyramid (Hyden, 1984)

Menurut Hyden (1987), pada safety pyramid tersebut kejadian lalu lintas yang paling sering terjadi adalah pergerakan lalu lintas yang tak terganggu (undisturbed

(4)

1256

passages), yaitu ketika pengguna jalan dapat bergerak bebas, tidak terganggu oleh pengguna jalan yang lain. Kejadian ini merupakan kejadian dengan tingkat keselamatan paling tinggi. Sebaliknya, kejadian yang paling jarang terjadi dengan tingkat keselamatan paling rendah adalah kecelakaan lalu lintas (accident) yang berada pada puncak piramid. Konflik lalu lintas (serious conflict) merupakan kejadian yang lebih sering terjadi dengan tingkat keselamatan terendah setelah kecelakaan lalu lintas. Dengan demikian, konflik lalu lintas memenuhi kriteria sebagai indikator pengganti maupun pelengkap data kecelakaan lalu lintas sebagaimana disebutkan di atas.

Studi keselamatan jalan dengan menggunakan data konflik lalu lintas memiliki beberapa keuntungan. Studi konflik lalu lintas dapat dilakukan dalam periode waktu yang relatif singkat, sebagai contoh dalam waktu 30 jam (Laurenshyn &

Varherlyi, 2018) atau tiga hari (Transport and Road Research Laboratory, 1987).

Dengan demikian sangat dimungkinkan untuk melakukan evaluasi keselamatan jalan dengan cepat sehingga rekomendasi penanganan keselamatanpun dapat segera diberikan. Selain itu, pada saat melakukan survei konflik lalu lintas data lain yang dibutuhkan (misalnya perilaku pengguna jalan) dapat sekaligus dikumpulkan pada saat bersamaan, sehingga semua data yang didapatkan merupakan data dari satu periode yang sama. Dengan demikian analisis yang dilakukan dapat lebih komprehensif. Hal ini sulit dilakukan jika menggunakan data kecelakaan lalu lintas (Transport and Road Research Laboratory, 1987).

Namun demikian, terdapat beberapa kritik terhadap penggunaan teknik konflik lalu lintas dalam analisis keselamatan jalan (Transport and Road Research Laboratory, 1987). Dikarenakan menggunakan teknik observasi yang melibatkan sejumlah observer, maka biaya untuk melakukan survei konflik lalu lintas menjadi relatif mahal. Oleh karenanya, sering kali survei konflik lalu lintas dilakukan pada periode waktu yang terlalu singkat sehingga data yang didapatkan tidak representatif dalam menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Penilaian yang dilakukan oleh observer juga sangat rentan dengan subyektivitas. Untuk mengatasinya maka diperlukan strategi untuk mengurangi subjektivitasnya, misalnya pemberian training bagi observer, penggunaan video dalam

(5)

1257

pengumpulan data, dan perbandingan hasil antarobserver untuk melihat konsistensi hasil.

TEKNIK KONFLIK LALU LINTAS Teknik Konflik Lalu Lintas dari General Motor

Studi konflik lalu lintas yang dilakukan oleh Perkins dan Harris (1967) ini merupakan studi awal tentang konflik lalu lintas. Studi yang dilakukan untuk General Motor ini menetapkan beberapa kriteria potensi kecelakaan lalu lintas yang terjadi di simpang bersinyal. Kriteria ini ditetapkan berdasarkan pergerakan lalu lintas yang menggunakan lajur kanan.

Dalam teknik konflik lalu lintas ini terdapat enam kriteria, yaitu konflik lalu lintas belok kiri (left turn conflict criteria), konflik lalu lintas menyilang (weave conflict criteria), konflik lalu lintas menerobos lampu merah (thru on red conflict criteria), konflik lalu lintas belok kiri saat lampu merah (left turn on red conflict criteria), konflik lalu lintas rear-end (rear-end conflict criteria), dan konflik lalu lintas jenis lain (Perkins dan Harris, 1967).

Setiap konflik lalu lintas disebabkan oleh gerakan kendaraan pertama yang mengubah arah gerakannya ataupun berhenti tiba-tiba, yang kemudian menyebabkan kendaraan kedua mengerem maupun juga mengubah arah gerakannya (Perkins dan Harris, 1967). Dalam hal ini kendaraan pertama menjadi penyebab terjadinya konflik lalu lintas. Kondisi ini dengan perkecualian pada konflik lalu lintas menerobos lampu merah dan konflik lalu lintas belok kiri saat lampu merah. Pada kedua jenis konflik lalu lintas ini tidak diperlukan adanya keberadaan kendaraan kedua. Penilaian kedua konflik lalu lintas ini berbeda dengan definisi yang disampaikan oleh Amundsen & Hyden (dalam Laurenshyn

& Varherlyi, 2018) yang mensyaratkan minimal dua pengguna jalan dalam mengidentifikasi suatu peristiwa sebagai konflik lalu lintas.

Teknik Konflik Lalu Lintas dari TRRL

Berbeda dengan teknik konflik lalu lintas yang dikembangkan oleh General Motor yang melihat konflik lalu lintas baru berdasarkan pergerakan kendaraan dan upaya pengelakan yang dilakukan (Perkins dan Harris, 1967), teknik konflik lalu lintas yang dikembangkan oleh Transport and Road Research Laboratory/TRRL (1987) membagi konflik lalu lintas menurut tingkat keparahannya. Tingkat keparahan

(6)

1258

konflik lalu lintas ditentukan oleh empat faktor, yaitu faktor A (selisih waktu antara dimulainya tindakan pengelakan dengan potensi tabrakan), faktor B (keparahan tindakan pengelakan yang dilakukan), faktor C (kompleksitas pengelakan yang dilakukan), dan faktor D (jarak antara kendaraan yang terlibat konflik lalu lintas).

Pada manual untuk observer telah disertakan indikator untuk menentukan tingkat keparahan masing-masing faktor, yang disertai dengan gambar dan video (Transport and Road Research Laboratory, 1987). Namun demikian, video yang dimaksud tidak ditemukan melalui pencarian internet. Berdasarkan indikator pengukuran tersebut, subyektivitas observer dimungkinkan akan relatif tinggi terutama dalam pengukuran faktor A dan faktor B. Hal ini disebabkan bahwa indikator yang diberikan kurang terukur secara obyektif.

Teknik Konflik Lalu Lintas dari FHWA

Sepertihalnya teknik konflik lalu lintas dari Perkins dan Harris (1967), teknik konflik lalu lintas dari Federal Highway Administration/FHWA (Parker dan Zegeer, 1989) ini juga berdasarkan pergerakan lalu lintas dan belum mengidentifikasi tingkat keparahannya. Terdapat enam jenis konflik lalu lintas, yaitu konflik lalu lintas sama arah (same direction conflicts), konflik lalu lintas lawan arah belok kiri (opposing left turn conflict), konflik lalu lintas memotong (cross traffic conflicts), konflik lalu lintas belok kanan saat lampu merah (right- turn-on-red conflicts), konflik lalu lintas pejalan kaki (pedestrian conflicts), konflik lalu lintas sekunder (secondary conflicts).

Berbeda dengan Perkins dan Harris (1967), teknik konflik lalu lintas dari FHWA (Parker dan Zegeer, 1989) ini selalu melibatkan minimal dua kendaraan. Selain ini teknik ini juga mengenalkan adanya konflik lalu lintas sekunder, yaitu ketika pengelakan yang dilakukan oleh kendaraan kedua menyebabkan kendaraan ketiga berada dalam situasi konflik lalu lintas (Parker dan Zegeer, 1989). Pada kejadian ini maka hanya satu kejadian konflik lalu lintas sekunder saja yang dihitung.

Apabila kejadian tersebut menyebabkan kendaraan-kendaraan di belakang kendaraan ketiga mengerem, hal ini tidak dihitung sebagai konflik lalu lintas sekunder.

Teknik Konflik Lalu Lintas dari Swedia (Swedish Traffic Conflict Technique)

(7)

1259

Teknik konflik lalu lintas ini dikembangkan oleh Lund University sejak tahun 1970-an. Setelah mengalami beberapa kali perubahan, versi terakhir adalah versi tahun 2018 (Laureshyn dan Várhelyi, 2018).

Tingkat keparahan konflik lalu lintas pada Swedish TCT diukur melalui dua indikator, yaitu Time to Accident (TA) dan Conflicting Speed (CS) (Laureshyn dan Várhelyi, 2018). TA merupakan waktu yang tersisa menuju tabrakan saat tindakan pengelakan dilakukan oleh pengguna jalan, sedangkan CS merupakan kecepatan pengguna jalan pada saat melakukan tindakan pengelakan (evasive action). Pengukuran TA dimulai dari saat salah satu pengguna jalan memulai pengelakan sampai dengan terjadinya tabrakan jika kecepatan dan arah kendaraan tidak berubah. CS merupakan kecepatan pada saat TA diukur. Semakin rendah nilai TA dan semakin tinggi CS mengindikasikan semakin tinggi keparahan konflik lalu lintas yang terjadi (Laureshyn dan Várhelyi, 2018).

Teknik Konflik Lalu Lintas Lainnya

Pada 1983 dilakukan International Calibration Study of Traffic Conflict Techniques di Copenhagen, yang dihadiri perwakilan beberapa negara untuk memaparkan penerapan konflik lalu lintas di negaranya. Negara-negara yang mengembangkan dan menerapkan teknik konflik lalu lintas tersebut adalah Amerika Serikat, Inggris, Canada, Finlandia, Jerman, Perancis, Swedia, Austria, Denmark, dan Belanda (Asmussen, 1984). Berbagai teknik konflik lalu lintas tersebut dipresentasikan di Copenhagen lalu dikalibrasi di Malmo. Hal ini menunjukkan beragamnya teknik konflik lalu lintas dan besarnya antusiasme dalam pengembangan teknik ini.

Selain di negara-negara tersebut, teknik konflik lalu lintas juga dikembangkan di Republik Ceko melalui KONFLIKT (Czech Traffic Conflict Technique Methodology) (Ambros, 2012; Kocourek dan Tomáš, 2016). Tingkat keparahan konflik lalu lintas dibagi menjadi lima level, yaitu level 0 sampai dengan level 4.

Level 4 sebagai level tertinggi menggambarkan kejadian kecelakaan lalu lintas.

Konflik lalu lintas juga dikembangkan untuk mengukur keselamatan pejalan kaki oleh Cafiso, dkk (2011) melalui Pedestrian Risk Index (PRI). Terdapat tiga parameter yang akan diukur untuk mendapatkan nilai PRI, yaitu TTCv (Time to Collision of Vehicle), TTC(p) (Time to Collision of pedestrian), dan Vehicle time to

(8)

1260

stopping (Ts). Selanjutnya ketiga parameter ini digunakan untuk menjelaskan tiga fase dalam konflik lalu lintas, sebagai berikut:

1. Pada saat TTCv > Ts berarti kendaraan dapat berhenti sebelum area konflik.

2. Pada saat TTCv < TTCp berarti pejalan kaki sampai di area konflik setelah kendaraan lewat.

3. Pada saat TTCv < Ts berarti kendaraan tidak dapat berhenti sebelum mencapai area konflik.

4. Pada saat TTCp < TTCv berarti pejalan kaki terlibat konflik dengan kendaraan.

Fase konflik didefinisikan sebagai TTZ duration (Time To Zebra duration) dalam interval TTCp < TTCv< Ts.

METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA KONFLIK LALU LINTAS

Pada mulanya pengambilan data konflik lalu lintas dilakukan dengan cara observasi di lokasi studi. Observasi konflik lalu lintas dengan cara ini cukup menyulitkan karena membutuhkan konsentrasi tinggi dan observer juga hanya memiliki satu kesempatan untuk melihat dan menilai suatu kejadian konflik lalu lintas (Laureshyn dan Várhelyi, 2018).

Untuk mengatasi hal ini maka digunakan kamera video dalam pengambilan data konflik lalu lintas (Laureshyn dan Várhelyi, 2018). Melalui video maka suatu kejadian dapat putar diulang untuk memastikan pengukuran. Selain itu penggunaan kamera video juga memiliki keuntungan lain, seperti memungkinkan observasi dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama, dapat digunakan pada lokasi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan observasi secara langsung, berpengaruh minimal terhadap lalu lintas, serta memungkinkan mempelajari situasi yang kompleks secara detail.

Dalam perjalanan waktu, penggunaan kamera video dalam melakukan observasi konflik lalu lintas tidak lagi mencukupi, terkait dengan efisiensi, standarisasi hasil, dan akurasi pengukuran (Pin dkk, 2015; Laureshyn dan Várhelyi, 2018).

Jawaban dari masalah ini adalah penggunaan automated video processing.

Dengan menggunakan automated video processing ini maka analisis konflik lalu lintas tidak lagi dilakukan oleh observer melainkan secara otomatis dilakukan oleh software melalui algoritma pemrosesan video yang sangat kompleks yang dapat

(9)

1261

mendeteksi, mengklasifikasikan, dan melacak pengguna jalan di video, lalu memanfaatkan data ini untuk menemukan serta mengklasifikasikan konflik lalu lintas. Prosedur analisis konflik lalu lintas dengan automated video processing ini ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Prosedur analisis konflik lalu lintas dengan automated video processing (Pin, 2015)

Perkembangan teknik konflik lalu lintas terkini setelah automated video processing adalah penggunaan mikrosimulasi dalam analisis konflik lalu lintas.

Salah satunya yang telah banyak digunakan adalah Surrogate Safety Assessment Model (SSAM) yang dikembangkan oleh FHWA (Gettman dkk, 2008). Perangkat lunak ini tidak berbayar. SSAM bekerja dengan cara memproses data lintasan kendaraan (trajectory) yang diinput dari file dengan ekstensi .trj. Trajectory file ini dihasilkan oleh perangkat lunak simulasi lalu lintas, yaitu AIMSUM, paramics, VISSIM, dan TEXAS. Dengan data tersebut SSAM akan menghitung beberapa indikator, yaitu minimum time to collision (TTC), minimum post-encroachment time (PET), initial deceleration rate (DR), maximum speed (MaxS), maximum relative speed difference (DeltaS), location of the conflict event (CLSP, CLEP), dan maximum “post collision” DeltaV (MaxDeltaV). Hasil pengukuran dapat diimpor ke dalam format Ms. Excel untuk kemudian dapat diolah lebih lanjut.

Versi terbaru dari software ini adalah SSAM v3.0. (FHWA, 2016). Pada versi ini terdapat tambahan fitur, seperti ilustrasi penggambaran konflik lalu lintas (grafik batang, heat map, dan contour map), kemampuan untuk memperbesar gambar pada peta konflik lalu lintas, dan tambahan indikator (multiple PET atau mPET, multiple TTC atau mTTC, serta kemungkinan upaya pengelakan atau P(UEA).

Studi terkait validasi SSAM telah dilakukan oleh sejumlah peneliti. Untuk ini, beberapa peneliti membandingkan data konflik lalu lintas hasil simulasi SSAM dengan data kecelakaan lalu lintas maupun dengan data konflik lalu lintas yang

(10)

1262

diperoleh dari observasi lapangan (Gettman dkk, 2008; Fan dkk, 2013;

Vasconcelos dkk, 2014; Esa dan Sayed, 2015). Hasil dari pengujian validitas tersebut di atas adalah bahwa penggunaan SSAM masih memiliki beberapa catatan terkait dengan kebutuhan kalibrasi, namun sudah cukup menjanjikan untuk dapat dikembangkan lebih lanjut dalam pengukuran keselamatan jalan.

PENUTUP

Selama kurang lebih 50 tahun teknik konflik lalu lintas telah diterapkan dan dikembangkan di berbagai negara. Metode pengumpulan dan analisis data konflik lalu lintas juga mengalami perkembangan, dari awalnya observasi dilakukan secara manual, lalu dibantu dengan kamera video, sampai dengan perkembangan terakhir, yaitu analisis secara otomatis melalui penggunaan automated video processing dan mikrosimulasi. Dalam perkembangannya ini menunjukkan bahwa konflik lalu lintas semakin terkonfirmasi sebagai indikator pengganti ataupun pelengkap bagi data kecelakaan lalu lintas dalam pengukuran keselamatan jalan.

Walaupun demikian, untuk hasil yang lebih optimal tetap disarankan untuk mengkombinasikan teknik konflik lalu lintas dengan metode lain misalnya analisis kecelakaan lalu lintas, observasi dan wawancara dengan pengguna jalan (Laureshyn dan Várhelyi, 2018).

Penerapan dan pengembangan teknik konflik lalu lintas di Indonesia masih sangat terbuka. Jika studi-studi yang ada saat ini masih menggunakan teknik observasi dan analisis data secara manual, kiranya dapat dilakukan studi dengan menggunakan mikrosimulasi di Indonesia. Mikrosimulasi lebih disarankan dibandingkan dengan automated video processing dengan pertimbangan ketersediaan teknologi, mengingat software vissim telah dimiliki oleh beberapa institusi perguruan tinggi dan software SSAM dapat diperoleh secara gratis. Studi dapat diawali dengan validasi software tersebut untuk melihat kesesuaian penggunaannya dengan kondisi mixed traffic dan perilaku pengguna jalan di Indonesia yang khas.

DAFTAR PUSTAKA

Almqvist, Sverker dan Hydén, Christer. 1994. Methods for Assessing Traffic Safety in Developing Countries. Building Issues, vol. 6, no 1, hal. 1-20.

Ambros, J. 2012. Traffic Conflict Technique As A Complementary Method Of Road Safety Management. XI International Symposium "Road Accident Prevention 2012", hal. 39-46.

(11)

1263

Anh, Thuy T., Anh, Tu T., dan Dao, N.X. 2005. Conflict Technique Applied To Traffic Safety On The Model Corridor Of Ha Noi. Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, hal. 1875-1890.

Asmussen, A. 1984. International Calibration Study of Traffic Conflict Techniques. Verlag:

Springer.

Cafiso, S., Garcia, A.G., Cavarra, R., dan Rojas, M.A.R. 2011. Before and After Study of Crosswalk Using a Pedestrian Risk Index. http://www.amonline.trb.org/12k96v/12k96v Essa, Mohamed dan Sayed, Tarek. 2015. Transferability of Calibrated Microsimulation Model

Parameters for Safety Assessment Using Simulated Conflicts. Accident Analysis and Prevention , no 84, hal. 41–53.

Fan, R., Yu, H., Liu, P., dan Wang, W. 2013. Using VISSIM Simulation Model and Surrogate Safety Assessment Model for Estimating Field Measured Traffic Conflicts at Freeway Merge Areas. IET Intelligent Transport Systems, vol. 7, Iss. 1, hal. 68–77.

FHWA. 2016. Open Source Surrogate Safety Assessment Model, 2017 Enhancement and Update:

SSAM v3.0. Publication No. FHWA-HRT-17-027.

Gettman, G., Pu, L., Sayed, T., dan Shelby, S. 2008. Surrogate Safety Assessment Model and Validation: Final Report. U.S. Department of Transportation Federal Highway Administration.

Hyden, C. 1987. The Development of Method for Traffic Safety Evaluation: The Swedish Traffic Conflict Technique. Lund: Lund Institute of Technology Department of Traffic Planning and Engineering.

Kocourek, Josef dan Padělek, Tomáš. 2016. Application of The Traffic Conflict Technique in The Czech Republic. Smart Cities Symposium , hal. 1-4. Prague.

Kusumastutie, N.S dan Malkhamah, S. 2013. Pengaruh Perilaku Menyeberang Terhadap Keterlibatan Dalam Konflik Lalu Lintas. Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan, vol. 1, hal. 23-32.

Kusumastutie, N.S dan Malkhamah, S. 2014. Analisis Keselamatan Penyeberang Menggunakan Pedestrian Risk Index (PRI) Studi Kasus pada Siswa Penyeberang di SMPN 4 Sukoharjo.

The 17th FSTPT International Symposium (hal. 1011-1020). Jember: FSTPT.

Kusumastutie, N.S. 2014. Penerapan The Swedish Traffic Conflict Technique pada Audit Keselamatan Jalan di Proliman Peteng Sukoharjo. Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan, vol. 2, no.2, hal. 40-48.

Laureshyn, Aliaksei dan Várhelyi, András. 2018. The Swedish Traffic Conflict Technique Observer’s Manual. Lund: Lund University.

Lawalata, G.M. dan Agah, H.R. 2011. Traffic Conflict Analysis As A Road Safety Diagnostic Tool For Urban Road Facilities. International Journal of Technology, vol. 2, hal. 112‐

121.

Parker, M. R. dan Zegeer, C. V. 1989. Traffic Conflict Techniques for Safety and Operations Observer Manual. Virginia: U.S Departement of Transportation, Federal Highway Administration.

Perkins, S.R., dan Harris, J.I. 1967. Criteria for Traffic Conflict Characteristics Signalized Intersections. Michigan: General Motor Corporation.

Pin, C., Sayed, T., dan Zaki, M.H. 2015. Assessing Safety Improvements to Pedestrian Crossings Using Automated Conflict Analysis. Journal of the Transportation Research Board, no 2514, hal. 58-67.

Romadhona, Prima Juanita dan Ramdhani, Sholihin. 2017. Pengaruh Kecepatan Kendaraan Terhadap Keselamatan Pengguna Kendaraan Bermotor pada Simpang Tak Bersinyal.

Rekayasa Sipil, vol. 1, hal. 31-40.

Transport and Road Research Laboratory. 1987. Highway Safety The Traffic Conflict Technique.

London: The Institution of Highways and Transportation.

Vasconcelos, L., Neto,L., Seco, L.M, dan Silva, A.B. 2014. Validation of the Surrogate Safety Assessment Model for Assessment of Intersection Safety. Journal of the Transportation Research Board,, no. 2432, hal. 1-9.

Vasudevan, G. 2013. Study On Traffic Conflict At Unsignalized Intersection In Malaysia. IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering, vol. 8, no. 4, hal. 39-48.

Referensi

Dokumen terkait

melatarbelakangi kelahiran Nabi Muhammad SAW. 8.1.2 Menjelaskan sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW. 8.1.3 Menjelaskan sejarah pertumbuhan Nabi Muhammad SAW. mulai kanak-kanak

Peningkatkan daya saing pada sentra industri kerajinan rotan Trangsan, Sukoharjo khususnya adalah untuk Surya Rotan dan Agung Rejeki Furnitur dengan tetap memanfaatkan potensi

Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disingkat SP2D, adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk

Tujuan dilaksanakannya ajang Pemilihan Jegeg Bagus Karangasem adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan kapasitas generasi muda Kabupaten Karangasem untuk

Untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh pemberian sevofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 30... Untuk

Pengaruh Metode Cantol Roudhoh terhadap Kemampuan Menyimak dan Membaca Anak Usia Dini.. Jurnal Universitas Pendidikan

Turbin kinetik adalah suatu turbin air yang dapat menghasilkan energi mekanik berupa putaran poros dengan memanfaatkan kecepatan aliran air sungai berupa energi

Untuk mencapai tujuan dari penulisan tugas akhir ini, penulis mengambil beberapa konsep dasar yang akan menjadi landasan teori dalam penulisan tugas akhir ini,