ANALISIS KEBUTUHAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU BAHASA DAERAH SUNDA
(Studi Deskriptif Survey Terhadap Guru Bahasa Daerah Sunda SMP di Kota Bandung)
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Departemen Kurikulum Teknologi Pendidikan
oleh
Khairul Umam
NIM 1100916
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
DEPARTEMEN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Khairul Umam, 2015
Khairul Umam (1100916).
AnalisisKebutuhanPendidikandanPelatihanKompetensiPedagogik Guru Bahasa Daerah Sunda(StudiDeskriptif Survey Terhadap Guru Bahasa Daerah
Sunda SMP di Kota Bandung).
Skripsi, DepartemenKurikulumdanTeknologiPendidikan, FakultasIlmuPendidikan, UniversitasPendidikan Indonesia, 2015
Salah satuupayapeningkatanmutu guru adalahmelaluipendidikandanpelatihan. BalaiPengembangan Bahasa Daerah danKesenian (BPBDK) DinasPendidikanProvinsiJawa Barat merupakansalahsatulembagapenyelenggarapendidikandanpelatihanbagi guru Bahasa Daerah Sundakhususnya di Kota Bandung. Permasalahan yang terjadidalampenyelenggaraanpendidikandanpelatihanadalahkurangsesuainyaantara
diberikantidakberdampakkepadapenguasaankompetensibaru yang dibutuhkanguru sesuaidengantuntutan zaman. Memberikanpembekalankepada gurudalampenguasaankompetensipedagogikmerupakansuatuhal yang mendesaksaatini, karenasecerdasapapun guru menguasaimaterikeilmuannyatanpamemilikiketerampilanpedagogikmakaakanme mbuat proses pembelajaranterasakering. Hal inimenjadifaktorpendorongbagipenulisuntukmelakukanpenelitianterhadaptingkatp enguasaankompetensipedagogik guru Bahasa Daerah Sunda di Kota Bandung. Tujuanpenelitianiniadalahuntukmengetahuibagaimanaprofilpenguasaan 10 kompetensi inti pedagogik guru untukdikembangkandalampelatihan, sertapetakebutuhanpelatihankompetensipedagogik.
Penelitianinimenggunakanpendekatanpositivistik (deskriptifkuantitatif) denganteknik survey, denganjumlahpopulasisebanyak 106 guru. Besarnyapopulasidantersebarpadadaerah yang luas, makapenelitianinidilakukandenganmengambilbeberapa guru sebagaisampelpenelitian. Sampeldiambildenganmenggunakantekniktwo stage cluster random sampling. Besarnyasampeldalampenelitianinisebanyak 51 guru yang terpilihdari 28 sekolahberdasarkanenamwilayah di Kota Bandung. Teknikpengumpulan data dalampenelitianinimenggunakanangket (kuisioner). Hasilpenelitianmendeskripsikanprofiltingkatpenguasaan 10 kompetensi inti
pedagogik guru Bahasa Daerah
Khairul Umam, 2015
Kata Kunci:AnalisisKebutuhan, PendidikandanPelatihan, KompetensiPedagogik.
ABSTRACT
Khairul Umam (100916). An Analysis of Educational Needs and Training of
Sundanese Teachers’ Pedagogical Competence (A Descriptive Survey Study
Towards Sundanese Teachers in Junior High School in Bandung).
Thesis, Department of Curriculum and Educational Technology, Faculty of Education, Indonesia University Of Education, 2015
Khairul Umam, 2015
Khairul Umam, 2015
ABSTRAK ……… i
ABSTRACT ………. ii
KATA PENGANTAR ……….. iii
UCAPAN TERIMAKASIH ………. iv
DAFTAR ISI ………. vii
DAFTAR TABEL ………. x
DAFTAR GAMBAR ………. xii
DAFTAR GRAFIK ……… xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ……… 6
C. Tujuan Penelitian ………... 7
D. Manfaat Hasil Penelitian ……… 7
E. Struktur Organisasi Penelitian ……… 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Analisis Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan …….………… 9
1. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan ………... 9
2. Tujuan Pendidikan dan Pelatihan ………... 11
3. Makna Analisis Kebutuhan Pelatihan ……….. 12
4. Model Penetapan Kebutuhan Pelatihan ...……….... 16
5. Jenis Analisis Kebutuhan Pelatihan ………. 18
6. Langkah Analisis Kebutuhan Pelatihan ………... 20
7. Masalah Kinerja ………... 24
8. Solusi Masalah Kinerja…… ……… 25
9. Instrumen Pengumpulan Data ………..……… 26
B. Kompetensi Pedagogik ………..………. 27
Khairul Umam, 2015
4. Mengembangkan Kurikulum……….. 32
5. Menyelenggarakan Pembelajaran yang Mendidik …………. 33
6. Memanfaatkan TIK………..……….. 34
7. Pengembangan Potensi Peserta Didik …………..………….. 36
8. Berkomunikasi Efektif, Empatik, dan Santun……….……… 37
9. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar…..………. 39
10. Melakukan Tindakan Reflektif………..……….. 39
11. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru ……… 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ………. 48
1. Pendekatan Penelitian ………... 48
2. Metode Penelitian ………. 48
B. Populasi dan Sampel ………... 49
1. Populasi Penelitian ……….... 49
2. Sampel Penelitian ……….. 51
C. Teknik Pengumpulan Data ………... 54
D. Teknik Analisis Data ……… 55
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ………. 56
1. Tahapan Persiapan ………. 56
2. Tahap Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen ………... 56
3. Tahap Pengumpulan Data ……….. 59
4. Pengolahan Data ……… 59
5. Tahap Pelaporan ……… 60
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ………. 61
B. Profil Lokasi Penelitian ………... 65
Khairul Umam, 2015
F. Pembahasan ………. 108
1. Penguasaan 10 Kompetensi Inti Pedagogik ……….. 110
2. Peta Kebutuhan Pelatihan Kompetensi Pedagogik …………... 124
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan ……….. 127
B. Rekomendasi ……… 129
DAFTAR PUSTAKA ………. 131
Khairul Umam, 2015
A.Latar Belakang Masalah
Guru terbaik adalah mereka yang mampu mewariskan pengetahuan,
keahlian dan pengalaman, serta sikap budi pekerti yang baik kepada peserta
didiknya. Berbekal warisan tersebut guru harus berupaya membentuk peserta
didik untuk seperti dirinya bahkan melebihi. Berkaca kepada Al-qur’an surat Al
-Kahfi (18) : ayat 60-68 dimana Nabi Musa di perintahkan berguru kepada Nabi
Khidr karena Khidr memiliki kebijaksanaan. Dia mampu melihat fenomena dan
juga mampu memahami penyebab munculnya fenomena tersebut. Seorang guru
bukan hanya bisa memahami yang tampak nyata namun juga harus mampu
memahami sebab di balik yang tampak itu. Kebijaksanaan adalah salah satu sifat
yang harus dimiliki seorang guru dimana dia mampu mencari akar sebuah
permasalahan atas berbagai dinamika pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut
dalam proses pembelajaran di lingkungan pendidikan, seorang guru bukan hanya
dituntut untuk mampu menguasai kompetensi pada mata pelajarannya
masing-masing saja, namun juga harus menguasai kompetensi cara mengajar yang baik
(pedagogik) sehingga guru mampu menjadi role model terbaik dalam sistem
pendidikan Nasional :
Brand dalam Mulyasa (2008 hlm) menyatakan : Hampir semua usaha reformasi pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode pembelajaran, semuanya tergantung kepada guru. Tanpa penguasaan materi dan strategi pembelajaran, serta tanpa dapat mendorong siswanya untuk belajar bersungguh-sungguh, segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
Supriadi (dalam Mulyasa 2008, hlm. 9) mengungkapkan bahwa ‘mutu pendidikan yang dinilai dari prestasi belajar peserta didik sangat ditentukan oleh guru, yaitu 34% pada negara sedang berkembang, dan 36% pada negara industri’. Berdasarkan pernyataan kedua ahli di atas, guru merupakan komponen inti dalam
komponen lainnya. Apabila guru tidak bekerja maksimal sesuai dengan tuntutan
kompetensi maka komponen lainnya pun tidak berjalan maksimal. Untuk dapat
menjalankan tugasnya dengan baik maka selayaknya seorang guru harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan tanggung
jawabnya. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan kualitas
profesionalisme seorang guru.Pemerintah telah membuat kriteria acuan tentang
kompetensi yang harus dikuasai guru sehingga layak disebut guru profesional. Hal
tersebut dirumuskan dalam peraturan menteri pendidikan Nasional nomor 16
tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Terdapat
empat kompetensi utama yang harus dikuasasi guru, yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi tersebut menjadi kunci penting
bagi guru terhadap kesuksesannya dalam bertugas. Apabila guru mampu
menguasai serta dapat mengimplementasikan ke empat kompetensi tersebut maka
layak disebut sebagai guru profesional. Guru sebagai tenaga profesional berarti
pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi
akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk
setiap jenis dan pendidikan tertentu.
Salah satu kompetensi yang mendesak harus dikuasai oleh guru adalah
kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kompetensi khas yang
akan membedakan profesi guru dengan profesi lainnya dan akan menentukan
tingkat keberhasilan proses dan hasil pembelajaran.Standar Nasional Pendidikan,
penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir a mengemukakan bahwa kompetensi pedagogik
adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
Menurut Musafah (2011, hlm. 32) memaparkan bahwa untuk dapat
memahami peserta didik, merancang dan melakukan evaluasi pembelajaran, serta
mengaktualisasikan potensi peserta didik, kuncinya adalah memahami
Berdasarkan pernyataan Musafah, tugas guru bukan hanya mengajarkan
pengetahuan tentang benar dan salah mengenai materi pembelajaran, akan tetapi
guru harus mampu mengarahkan peserta didiknya untuk fokus pada
kemampuannya dalam bidang tertentu dan menunjukan cara yang tepat untuk
meraihnya. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang
tidak semata menyentuh aspek kognitif saja, tetapi juga dapat mengembangkan
keterampilan dan sikap mereka sehingga peserta didik mampu mengaplikasikan
pengetahuannya dalam keseharian hidupnya di tengah keluarga dan masyarakat.
Kuncinya adalah guru harus memahami bahwa semua peserta didik dalam seluruh
konteks pendidikan itu unik dan dasar pengetahuan tentang keragaman peserta
didik diatur dalam kompetensi pedagogik.
Mulyasa (2008, hlm. 9) menyebutkan tujuh indikator yang menunjukan
lemahnya kinerja guru yaitu rendahnya pemahaman tentang strategi pembelajaran,
kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas, rendahnya kemampuan melakukan
dan memanfaatkan penelitian tindakan kelas (classroom action research),
rendahnya motivasi berprestasi, kurang disiplin, rendahnya komitmen profesi,
rendahnya kemampuan manajemen waktu. Ketujuh indikator lemahnya kinerja
guru tersebut bisa diselesaikan dengan meningkatkan kompetensi pedagogik.
Kompetensi tersebut merupakan serangkaian pengetahuan dan keterampilan yang
wajib dikuasai oleh guru sebagai kunci sukses dalam mengelola proses belajar dan
pembelajaran. Maka dari itu mutlak bagi guru untuk meningkatkan dan
mengembangkan kompetensi pedagogik.
Upaya meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi serta kompetensi
pedagogik guru adalah dengan melakukan pendidikan dan pelatihan yang
terencana dan sistematis. Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu
komponen penting dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam hal
ini guru. Melalui pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif sumber daya manusia (SDM)
sehingga dapat meningkatkan kinerja institusi atau pun tuntutan profesi dalam
Meningkatan kualifikasi dan kompetensi guru merupakan kewajiban bagi
lembaga pendidikan dan pelatihan (Diklat) keguruan dan penjamin mutu
pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kompetensi guru. Sejalan
dengan kebijakan pemerintah, melalui UU No. 14 Tahun 2005 pasal 7 (tujuh)
mengamanatkan bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak
diskriminatif,dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilaikultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Disamping
itu menurut pasal 20,dalam melaksanakan tugas profesional, guru
berkewajibanmeningkatkan danmengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalandengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian (BPBDK) Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat merupakan lembaga pembinaan guru bahasa
daerah dan kesenian yang memiliki tugas dan fungsi meningkatkan kualitas dan
kompetensi guru bahasa daereah dan kesenian di Jawa Barat dalam hal ini Kota
Bandung. BPBDK bertugas melesatrikan eksistensi bahasa daerah Sunda
ditengah-tengah gempuran globalisasi dimana saat ini bahasa daerah Sunda
kurang setara dengan bahasa dan sastra Nasional dan bahkan dengan bahasa dan
sastra asing baik dalam bidang pendidikan maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Fakta tersebut jika dibiarkan, maka dikhawatirkan eksistensi
bahasa, aksara, dan kesenian Daerah Jawa Barat akan musnah. Hal ini berarti awal
runtuhnya kebudayaan Nasional. Fakta dilapangan pembelajaran bahasa
daerah Sunda sebagai mata pelajaran muatan lokal disekolah belum optimal
karena belum terpenuhinya guru yang sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi.
BPBDK melalui Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat memiliki kuasa penuh
untuk meghapuskan gap atau kesenjangan tersebut melalui berbagai macam
program pelatihan untuk guru bahasa daerah Sunda yang merupakan aktor kunci
penyebaran ilmu pengetahuan dan agen perubahan dalam melestarikan bahasa dan
budaya Sunda. Usaha tersebut adalah dengan melakukan pendidikan dan pelatihan
Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian (BPBDK) dalam
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan lebih sering memfokuskan pelatihan
terhadap kompetensi menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan
mata pelajaran saja, sementara itu, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
dalam penyelenggaraan pelatihan di BPBDK ditemukan bahwa guru bahasa
daerah Sunda sangat membutuhkan pelatihan dalam penguasaan kompetensi
pedagogik.
Berdasarkan hal tersebut kebijakan pelatihan yang diselenggarakan bagi
guru masih bersifat parsial, belum mengarah pada peningkatan kompetensi secara
utuh sesuai dengan kebutuhan, fungsi dan tugas guru. Seringkali terjadi tumpang
tindih atau duplikasi, sehingga tidak efisien. Kerangka dan materi pelatihan juga
belum dikembangkan berdasarkan kompetensi peserta pelatihan (guru). Akibatnya
peserta pelatihan tidak menerima materi pelatihan yang benar-benar diperlukan.
Terjadi pengulangan terhadap materi yang sebenarnya sudah dikuasai dan
sebaliknya peserta tidak menerima materi yang belum dikuasai.Selain itu, tidak
jarang seorang guru mengikuti beberapa kali pelatihan dalam satu tahun, sehingga
mengganggu pelaksanaan proses pembelajaran di kelas, sementara tidak sedikit
guru yang tidak pernah mengikuti pelatihan, sehingga peningkatan
kemampuannya jauh di bawah kompetensi minimal yang diharapkan.
Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian (BPBDK) menghadapi
tantangan dan tugas-tugas yang menuntut pelayanan prima dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Hal tersebut disebabkan karena
semakin berkembangnya zaman dan teknologi sehingga menuntut sumber daya
manusia (SDM) untuk bisa mengimbanginya secara cepat dan tepat guna. BPBDK
sebagai lembaga penyedia penyelenggara pendidikan dan pelatihan guru bahasa
daerah dan kesenian memiliki kewajiban untuk memberikan kepercayaan kepada
stakeholder dengan mengambil langkah-langkah persiapan dan perencanaan yang matang dalam mewujudkan sasaran-sasaran program pendidikan dan pelatihan.
Langkah persiapan dan perencanaan yang matang salah satunya adalah
dengan melakukan analisis kebutuhan pelatihan secara menyeluruh. Sebagaimana
dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dampaknya adalah sebagian guru ada
yang merasa bahwa pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan tidak sesuai
dengan kompetensi yang dibutuhkannya.Melakukan analisis kebutuhan
merupakan dasar keberhasilan dalam penyelenggaran program pelatihan.Analisis
kebutuhan pelatihan sering mengungkapkan kebutuhan akan pelatihan yang tepat
sasaran. Seringkali lembaga pelatihan ketika akan mengembangkan dan
melaksanakan program pelatihan tanpa terlebih dahulu melakukan analisis
kebutuhan. Hal tersebut berisiko menjalankan program pelatihan yang tidak
efektif. Pada dasarnya, informasi dikumpulkan dan dianalisis sehingga rencana
pelatihan dapat dibuat. Analisis ini menentukan kebutuhan untuk pelatihan,
mengidentifikasi pelatihan apa yang dibutuhkan, dan memeriksa jenis dan ruang
lingkup sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung program pelatihan.
Penelitian ini akan mengungkap kebutuhan pelatihan kompetensi
pedagogik dalam hal ini sepuluh inti kompetensi pedagogik beserta indikator
esesnsialnya. Sehingga diketahui kompetensi mana sajakah yang memiliki
kesenjangan terbesar berdasarkan profil responden guru bahasa daerah Sunda dan
ditindak lanjuti dalam program pendidikan dan pelatihan khususnya bermanfaat
dalam perancangan kurikulum pelatihan.Berdasarkan berbagai kajian dan
pertimbangan yang telah dijelaskan, penulis bermaksud mengadakan penelitian
yang berjudul : Analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan kompetensi
pedagogik guru bahasa daerah Sunda(Studi deskriptif survey terhadap guru
bahasa daerah Sunda SMP di Kota Bandung).
B.Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka secara umum
penulis mengajukan rumusan masalah pokok penelitian ini, yaitu : Kompetensi
apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru
bahasa daerah Sunda SMP di Kota Bandung ?
Agar penelitian ini terarah dan terfokus pada pokok penelitian, maka
masalah pokok tersebut penulis jabarkan dalam beberapa sub-sub masalah sebagai
berikut:
2. Kompetensi pedagogik guru apa saja yang perlu dikembangkan dalam
pelatihan untuk meningkatkan sepuluh kompetensi inti pedagogik guru bahasa
daerah Sunda SMP di Kota Bandung?
3. Bagaimana peta kebutuhan pelatihan pedagogik untuk guru bahasa daerah
Sunda SMP di Kota Bandung?
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru bahasa daerah Sunda
SMP di Kota Bandung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui profil guru bahasa daerah Sunda di Kota Bandung saat ini.
b. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan terhadap sepuluh kompetensi inti
pedagogik guru bahasa daerah Sunda di Kota Bandung untuk dikembangkan
dalam program pendidikan dan pelatihan.
c. Menyusun peta kebutuhan pelatihan kompetensi pedagogik guru bahasa daerah
Sunda di Kota Bandung.
D.Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian deskriptif tentang analisis kebutuhan pelatihan kompetensi
pedagogik guru bahasa daerah Sunda di Kota Bandung ini diharapkan mampu
memberikan manfaat secara langsung dalam pengembangan program pendidikan
dan pelatihan baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan dalam rangka
mengidentifikasi kesenjangan kompetensi calon peserta pelatihan. Pelatihan yang
didasarkan pada hasil analisis kebutuhan, diyakini dapat meningkatkan efektifitas
diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola pendidikan dan
pelatihan mengenai pentingnya melakukan analisis kebutuhan pelatihan, sehingga
pencapaian tujuan pelatihan dapat tercapai secara optimal.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi pedoman bagi pihak-pihak terkait (Dinas Pendidikan, BPBDK,
LPMP) dalam melaksanakan pelatihan peningkatan kompetensi professional
(kompetensi pedagogik) guru bahasa daerah Sunda di Kota Bandung
berdasarkan hasil analisis kebutuhan.
b. Menjadi bahan evaluasi bagi pihak-pihak terkait (Dinas Pendidikan, BPBDK,
LPMP) terhadap efektifitas penyelenggaraan pelatihan untuk meningkatkan
kompetensi professional (pedagogik) guru bahasa daerah Sunda di Kota
Bandung.
c. Bagi peneliti, melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan dalam memperoleh, mengolah, menganalisis, mensintesis, dan
mempresentasikan informasi.
E.Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi penelitian berisi mengenai rincian urutan penulisan
dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi, dimulai dari BAB I sampai dengan
BAB V. Berikut ini struktur organisasi penelitian penulis adalah :
1. BAB I : Pendahuluan,dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah
penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat hasil
penelitian dan struktur organisasi penelitian.
2. BAB II: Kajian pustaka, pada bab ini diuraikan dokumen-dokumen atau
data-data yang berkaitan dengan fokus penelitian serta teori-teori yang mendukung
penelitian penulis. Teori-teori yang dijelaskan pada bab ini akan menjadi pisau
analisis pada bab IV. Maka dari itu teori-teori yang digunakan terdapat
keterkaitan dengan pembahasaan yang tertuang pada bab IV.
3. BAB III: Metodologi penelitian, pada bab ini penulis menjelaskan metodologi
penelitian, pendekatan penelitian, subjek lokasi penelitian, poupulasi dan
sampel penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
4. BAB IV: Temuan dan pembahasan, dalam bab ini penulis menganalisis
kebutuhan pelatihan pedagogik untuk guru Bahasa Daerah Sunda tingkat SMP
di Kota Bandung serta diketahui peta kebutuhan pelatihan kompetensi
pedagogik di Kota Bandung.
5. BAB V: Simpulan dan rekomendasi, dalam bab ini penulis berusaha mencoba
memberikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai penutup dari hasil penelitian
[Type text] Khairul Umam, 2015
A.Pendekatan dan Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitan
Penelitian ini menggunakan pendekatan positivistik. Pendekatan
positivistik digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian mengenai
analisis kebutuhan pelatihan kompetensi pedagogik ini memerlukan data yang
akurat berdasarkan bukti-bukti empirik dan dapat diukur. Seperti yang
diungkapkan Arifin (2012, hlm. 15) bahwa pendekatan positivistik pada
umumnya digunakan dalam penelitian kuantitatif, dimana prosesnya berlangsung
secara ringkas, terbatas dan memilah-milah permasalahan menjadi bagian yang
dapat diukur. Sejalan dengan itu, Sugiyono (2013, hlm. 14) menyatakan bahwa :
Penelitan kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian berlandaskan filsafat positivism (memandang realitas / gejala / fenomena itu dapat diklarifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat), digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik…
Dalam penelitian ini peneliti ingin mendapatkan informasi atau data yang
akurat dan dapat diukur dari suatu populasi, dalam hal ini guru bahasa daerah
Sunda SMP di Kota Bandung tentang sepuluh kompetensi inti pedagogik yang
perlu dikembangkan dalam pendidikan dan pelatihan.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Arifin (2010, hlm. 11) metode deskriptif adalah penelitian yang
digunakan untuk mendeskripsikan dan menjawab persoalan-persoalan suatu
fenomena atau peristiwa yang terjadi saat ini.
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau
Khairul Umam, 2015
perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan atau komparasi. Penelitian
deskriptif ini hanya berusaha menggambarkan secara jelas dan sekuensial
terhadap pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelum peneliti terjun
kelapangan dan tidak menggunakan hipotesis sebagai petunjuk arah atau guide
dalam penelitian sehingga juga tidak memerlukan hipotesis.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif survey. Menurut Fraenkel dan Wallen
(dalam Arfin, 2011, hlm. 64) ‘penelitian survey merupakan penelitian dengan
mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan menanyakan melalui angket
atau wawancara untuk menggambarkan aspek dari populasi’. Penelitian survey
merupakan penelitian yang bertujuan bukan hanya untuk mengetahui suatu
fenomena, tetapi juga untuk menentukan kesamaan status dengan cara
membandingkannya dengan kriteria atau standar yang sudah ditentukan dalam hal
ini peraturan menteri pendidikan Nasional nomer 16 tahun 2007 Tentang Standar
kualifikasi dan kompetensi guru.
Pemilihan metode deskriptif jenis survey dalam penelitian ini didasari oleh
maksud dari peneliti yang ingin mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana
kebutuhan pelatihan dari sepuluh kompetensi inti pedagogik guru bahasa daerah
Sunda di wilayah Kota Bandung.
B.Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Menurut Arifin (2010:11) populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti,
baik berupa orang, benda, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi. Sedangkan
menurut Sugiyono (2003:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas : objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah guru bahasa daerah Sunda SMP di
Kota Bandung. Jumlah total populasi sebanyak 106 orang guru. Populasi ini
tersebar di enam (6) wilayah di Kota Bandung berdasarkan pembagian wilayah
PPDB SMP/MTs Kota Bandung. Secara lengkap dapat disajikan pada tabel
Khairul Umam, 2015
Tabel 3.1
Sebaran Populasi
Wilayah Kecamatan Jumlah
Khairul Umam, 2015
Wilayah Kecamatan Jumlah
Sekolah Guru
Cinambo 3 2
Bandung
Kidul (F)
Batununggal 1 2
Buah Batu 1 2
Bandung Kidul 1 2
Rancasari 1 2
Lengkong 1 2
Gedebage 5 10
Jumlah Total 55 106
(Sumber : http://ppdb.bandung.go.id/)
2. Sampel Penelitian
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sampel adalah perwakilan dari
populasi. Menurut Arifin (2011, hlm. 215 ) sampel merupakan sebagian dari
populasi yang akan diselidiki atau dapat juga dikatakan populasi dalam bentuk
mini.
Teknik sampling yang dipilih adalah cluster random sampling. Teknik ini
digunakan mengingat luasnya lokasi dimana populasi penelitian berada. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan two stage cluster sampling. Sejalan
dengan pendapat Sugiyono (2009, hlm. 35) bahwa teknik ini menggunakan dua
tahap pengambilan sampel. Tahap pertama menentukan sampel daerah dan tahap
berikutnya menentukan orang-orang yang ada pada daerah tersebut. Adapun
tahapan pengambilan sampel dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Tahap pertama adalah memilih sampling dari primary sampling unit (PSU) dari
total PSU. Dalam penelitian ini yang menjadi total PSU enam (6) wilayah di
Kota Bandung dengan total 30 kecamatan. PSU ini dipilih secara keseluruhan
Khairul Umam, 2015
terpilih pada tahap pertama ini disebut dengan fraction tahap pertama yaitu
enam (6) wilayah dengan total 30 kecamatan.
b. Karena pertimbangan terlalu banyaknya kecamatan dari total 6 wilayah, maka
dilakukan pengambilan sampel tahap kedua. Tahap kedua adalah menentukan
sampling secara random dan berimbang dengan memilih unit elementer yang ada dalam PSU yang terpilih pada sampling tahap pertama. Adapun rumus
yang digunakan pada tahap kedua adalah sebagai berikut :
�2 =��1 1
Dimana :
f2 = Jumlah sampel fraction tahap pertama
n1 = Jumlah unit elementer yang dipilih dari PSU
N1 = Jumlah unit elementer dari PSU
Unit elementer yang dimaksudkan pada tahap kedua ini adalah jumlah sekolah yang ada pada setiap wilayah (fraction) dimana populasi berada. Atas
pertimbangan luasnya wilayah populasi dan keterbatasan tenaga serta biaya maka
sampel fraction yang digunakan pada tahap kedua adalah sebesar 50%.
Tabel 3.2
Sampel Penelitian Tahap 2
Wilayah Jumlah
Sekolah Sampel (50%) Dibulatkan
Bandung Selatan (A) 12 6 6
Bandung Utara (B) 12 6 6
Bandung Tengah (C) 5 2.5 3
Bandung Wetan (D) 6 3 3
Bandung Timur (E) 10 5 5
Bandung Kidul (F) 10 5 5
Khairul Umam, 2015
Adapun jumlah sampel (responden) yang ada dari sekolah yang terpilih
pada tahap kedua adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3
Sampel Penelitian Sekolah yang Terpilih pada Tahap ke-2
Wilayah Nama Sekolah Jumlah Guru
Khairul Umam, 2015
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu angket atau
kuisioner. Menrurut Sukmadinata (2012, hlm. 219) Angket merupakan suatu
Khairul Umam, 2015
jawab dengan responden). Angket dalam penelitian ini digunakan sebagai
instrument untuk mengumpulkan data primer terhadap responden yaitu guru
bahasa daerah Sunda SMP di Kota Bandung berupa serangkaian pernyataan yang
diajukan pada responden untuk mendapat jawaban. Pengumpulan data melalui
angket atau kuisioner ini digunakan untuk mengumpulkan data analisis kebutuhan
pelatihan pedagogik guru bahasa daerah Sunda di wilayah Kota Bandung.
Angket ini berupa serangkaian pernyataan dengan jawaban yang sudah
disediakan (tertutup). Jawaban yang disediakan terdiri dari lima alternatif yaitu :
Sangat Baik, Baik, Sedang, Kurang, dan Sangat Kurang. Untuk alternatif jawaban
Sangat Baik = 4, Baik = 3, Kurang = 2, dan Sangat Kurang = 1.
Penentuan alternatif jawaban atas pernyataan kompetensi yang ada
mengadaptasi tabel informasi penilaian kompetensi yang dikemukakan oleh
Marthin (dalam Sinar Alam 2011,hlm. 80) sebagai berikut :
Tabel 3.4
Informasi Penilaian Kompetensi
Nama Kompetensi : Pengetahuan dan Keterampilan Kerja
Definisi : Pengetahuan dan keterampilan mengenai pekerjaan yang
dilakukan serta pemahaman tentang tugas-tugasnya
5 Sangat baik
Sangat istimewa dalam pengetahuan dan
keterampilan dalam menyelesaikan pekerjaan saat
ini, memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang
tinggi berkaitan dengan bidang tugasnya dan mampu
mengaitkan tugasnya pada bidang-bidang dan fungsi
lain melalui pekerjaannya.
4 Baik Kemampuan pada tingkat diantara level 5 dan 3
3 Sedang
Memahami dasar-dasar tugas dan tanggung
jawabnya, memiliki pemahaman serta keterampilan
dasar yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas
Khairul Umam, 2015
dan hasil kerjanya memenuhi standar kerja yang
dibutuhkan.
2 Kurang Kemampuan pada tingkat diantara level 3 dan 1
1 Sangat Kurang
Kurang memahami dasar-dasar tugas dan tanggung
jawabnya, membutuhkan bimbingan, kemampuan
terbatas pada tugas-tugas yang sederhana pada
bidang pekerjaannya memiliki pengetahuan yang
minim.
Sumber : Tesis : Sinar Alam (2011:80)
D.Teknik Analisis Data
Analsis data dilakukan untuk menyederhanakan seluruh data yang
terkumpul, kemudian menyajikannya dalam susunan yang sistematis, serta
mengolah dan menafsirkannya.Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersifat
kuantitatif. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan dari guru bahasa daerah
Sunda SMP yang menjadi sampel penelitian, karena penelitian ini adalah
penelitian deskriptif survey, maka instrumen yang digunakan harus benar-benar
mampu menjaring data yang diperlukan dan data tersebut dapat dipercaya, dengan
istilah lain bahwa instrumen tersebut harus valid dan realible.
Analisis data menggunakan perhitungan deskriptif presentase
(nonstatistik). Teknik presentase digunakan untuk mengetahui banyaknya
responden yang menjawab suatu item dalam pertanyaan/pernyataan angket.
Peneliti ingin mengetahui kecenderungan sederhana terhadap gejala-gejala yang
diteliti. Data penelitian cukup diolah dengan menghitung frekuensi
kemunculannya (angka absolut, mutlak) kemudian dikonversi kedalam angka
relatif (presentase). Melalui teknik presentase ini peneliti dapat mempresentasekan
setiap jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan peneliti. Data
disajikan dalam bentuk tabel, narasi, dan grafik. Hal tersebut sebagai upaya untuk
memperjelas makna informasi hasil penelitian bukan sekedar tampilan fisik atau
Khairul Umam, 2015
Teknik presentase ini menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
F = Frekuensi yang diperoleh
N = Jumlah seluruh data
Untuk memperoleh penafsiran maka presentase dari kemungkinan
jawaban yang dipilih ditafsirkan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
Tabel 3.5
Penafsiran Prosentase
Sumber : Arikunto (dalam Elisa Barokah, 2015:42)
E.Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Tahapan Persiapan
Aktivitas yang dilakukakn pada tahap persiapan adalah ; menyusun
rancangan penelitian serta mengkosultasikannya bersama dosen pembimbing,
membuat instrument penelitian serta mengurus berbagai surat perizinan
penelitian.
Khairul Umam, 2015
a. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas adalah untuk mengukur apakah item pertanyaan dan
pernyataan pada instrumen yang dipergunakan mampu mengukur apa yang ingin
diukur. Validitas sering diartikan dengan kesahihan. Suatu alat ukur disebut
memiliki validitas bilamana alat ukur tersebut isinya layak mengukur obyek yang
seharusnya diukur dan sesuai dengan kriteria tertentu (Thoha, 1990). Artinya ada
kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran.
Penelitian ini menggunakan instrument non-tes yang bersifat menghimpun
data, maka dilakukan dengan construct validity(Validitas Konstruk). Instrument
diajukan kepada ahli untuk dimintai pendapatnya tentang kualitas instrumen yang
telah disusun apakah sudah menunjukan suatu indikator dapat mengukur suatu
variabel yang ada, lalu di expert judgment oleh ahli. Ahli yang melakukan
pengujian pengujian instrument adalah praktisi Training Development Expertyaitu
Dr. Deni Kurniawan M.Pd dan Dr. Toto Ruhimat M.Pd.
Setelah pengujian konstrak dari ahli, instrument diujicobakan pada sampel
ujicoba di dalam populasi. Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat validitas suatu
instrument dapat digunakan koefisien korelasi dengan menggunakan rumus
korelasi product moment dari Pearson Arikunto (2006:170). yaitu :
� = Koefisien korelasi product momen dari Pearson X = Skor item
Y = Skor total
N = Jumlah responden
Dengan menggunakan taraf signifikan = 0,05 koefisien korelasi yang
diperoleh dari hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai dari tabel korelasi nilai
Khairul Umam, 2015
responden. Jika r hitung > r tabeldikatakanvalid, sebaliknya jika r hitung r tabletidak
valid.
b. Uji Realibilitas Instrumen
Uji reliabilitas adalah tes yang digunakan dalam penelitian untuk
mengetahui apakah alat pengumpul data yang digunakan menunjukan tingkat
ketepatan, tingkat keakuratan, kestabilan, dan konsistensi dalam mengungkapkan
gejala dari sekelompok individu walaupun dilaksanakan pada waktu yang
berbeda.
Untuk menghitung uji reliabilitas, penelitian ini menggunakan rumus
alpha dari Cronbach sebagaimana berikut:
2
k = banyak butir pernyataan atau banyaknya soal n2 = Jumlah varians butir
t2 = varians total
Kriteria pengujiannya adalah jika r hitung lebih besar dari r tabel dengan
taraf signifikansi pada
= 0,05, maka instrumen tersebut adalah reliabel,sebaliknya jika r hitung lebih kecil dari r tabel maka instrument tidak reliabel.
Perhitungan validitas instrument dalam penelitian ini menggunakan
bantuan program Microsoft Excel 2013. Untuk mengetahui butir item yang valid
dan tidak valid dilakukan dengan cara membandingkan nilair rhitung dengan nilai rtabel pada taraf kepercayaan 95% atau α = 0,05. Apabila nilai rhitung > rtabel, maka item instrument tersebut dinyatakan valid, begitupun sebaliknya, jika nilai
rhitung < rtabel maka item instrument dinyatakan tidak valid. Nilai rtabel dari n =
Khairul Umam, 2015
Menurut Ridwan (2010, hlm. 228) harga r akan dikonsultasikan dengan
tabel interpretasi nilai r pada tabel 3.4 semakin tinggi koefisien korelasinya maka
semakin tinggi tingkat validitas sebuah item.
Tabel 3.6
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono (2012, hlm. 257)
3. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini aktivitas yang dilakukan adalah mendata jumlah sekolah
dan jumlah guru Bahasa Daerah Sunda SMP di Kota Bandung yang akan
dijadikan sumber data penelitian, dilanjutkan dengan penyebaran angket kepada
guru Bahasa Daerah Sunda SMP di Kota Bandung serta mengumpulkan hasil
angket.
4. Pengolahan Data
Pada tahap ini peneliti melakukan pengolahan hasil penyebaran angket
melalui proses berikut ini:
a. Editing, mengecek kembali kuisioner yang telah diberikan kepada responden dengan memastikan kuisioner yang diberikan kepada responden telah terisi
pada setiap pernyataannya, sehingga tidak ada kuisioner yang perlu dibuang
Khairul Umam, 2015
b. Coding, memberikan tanda pada masing-masing pernyataan dan jawaban dengan kode berupa angka sehingga memudahkan proses pemasukan data di
komputer.
c. Scoring, peneliti memberi nilai pada data sesuai dengan skor yang telah ditentukan berdasarkan kuisioner yang telah di isi oleh responden.
d. Data entry, tahap terakhir adalah pemrosesan data dengan memasukan data dari kuisioner kedalam paket program komputer.
5. Tahap Pelaporan
Aktivitas yang dilakukan pada tahap pelaporan adalah :
a. Merumuskan hasil penelitian.
b. Menyusun laporan dalam bentuk skripsi.
Khairul Umam, 2015
Pada bab terakhir ini diuraikan simpulan hasil penelitian tentang anaislsis
kebutuhan pendidikan dan pelatihan kompetensi pedagogik guru Bahasa Daerah
Sunda. Selanjutnya dirumuskan rekomendasi yang ditujukan kepada semua pihak
yang terkait dalam rangka meningkatkan kompetensi pedagogik guru bahasa
daerah Sunda melalui pendidikan dan pelatihan.
A.Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dideskripsikan pada bab empat, maka
dapat disimpulkan secara umum kompetensi yang paling dibutuhkan dalam
rangka meningkatkan kompetensi pedagogik guru bahasa daerah Sunda di Kota
Bandung adalah kompetensi inti pedagogik dalam melakukan tindakan reflektif
untuk peningkatan kualitas pembelajaran pada indikator esensial melakukan
penelitian tindakan kelas (PTK) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Adapun simpulan secara khusus berdasarkan pada hasil analisis pada bab
empat adalah sebagai berikut :
1. Profil guru bahasa daerah Sunda di Kota Bandung ditinjau dari beberapa aspek
diantaranya aspek jenis kelamin menunjukan guru bahasa Sunda di Kota
Bandung didominasi oleh perempuan. Kemudian berdasarkan usia didominasi
oleh guru senior yaitu berkisar 41 sampai 50 tahun. Selanjutnya berdasarkan
kualifikasi pendidikan didominasi oleh sarjana khususnya sarjana bahasa
Sunda. Berdasarkan pangkat dan golongan didominasi oleh golongan IV a.
Sedangkan berdasarkan pengalaman mengajar didominasi oleh guru dengan
rentang waktu mengajar 23 sampai 30 tahun, dan guru bahasa Sunda di Kota
Bandung rata-rata telah tersertifikasi.
2. Hasil pemetaan kompetensi ditemukan masih adanya kesenjangan (gap)
terhadap tingkat penguasaan beberapa indikator esensial dari 10 kompetensi
inti pedagogik dan perlu dikembangkan dalam program pendidikan dan
a. Kesenjangan (gap) terbesar dari 10 kompetensi inti pedagogik adalah pada
indikator esensial dalam melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan
kualitas pembelajaran yaitu pada indikator melakukan penelitan tindakan
kelas (PTK) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata
pelajaran Bahasa Sunda. Dari tiga indikator pada kompetensi inti pedagoik
tersebut, sebanyak 26 guru (51%) dari 51 guru yang menjadi sampel dalam
penelitian ini, belum mampu melakukan penelitian tindakan kelas (PTK)
dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran
Bahasa Sunda.
b. Kesenjangan (gap) yang berada diurutan kedua adalah terdapat pada
kompetensi inti pedagogik dalammenyelenggarakan penilaian dan evaluasi
proses hasil belajar pada indikator menganalisis hasil penilaian proses dan
hasil belajar untuk berbagai tujuan, dari delapan indikator pada kompetensi
inti pedagogik tersebut, sebanyak 24 guru (47%) dari 51 guru yang menjadi
sampel dalam penelitian ini belum mampu menganalisis hasil penilaian
proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan
c. Indikator menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan menggunakan berbagai instrument, berada pada
urutan ketiga dengan jumlah guru yang belum menguasai kompetensi
tersebut sebanyak 23 guru (45%) dari 51 guru yang menjadi sampel
penelitian.
d. Kesenjangan pada urutan ke empat terdapat masih pada kompetensi inti
pedagogik dalam menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses hasil
belajar pada indikator esensial mengadministrasikan penilaian proses dan
hasil belajar secara berkesinambungan dengan menggunakan berbagai
instrument, yaitu sebanyak 20 guru (39,2%) dari 51 guru yang menjadi
sampel dalam penelitan ini belum mampu mengadministrasikan penilaian
proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan menggunakan
berbagai instrument.
3. Hasil pemetaan kebutuhan pelatihan berdasarkan wilayah di Kota Bandung,
berdasarkan data PPDB SMP Kota Bandung, memiliki kebutuhan pelatihan
yang berbeda-beda di antaranya adalah:
a. Wilayah A (Bandung Selatan) memiliki kebutuhan pelatihan dalam
penguasaan teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik,
penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik dalam mengaktualisasikan potensi
yang dimilikinya, dan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Wilayah B (Bandung Utara) memiliki kebutuhan pelatihan dalam
penguasaan teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik, dan
menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses hasil belajar.
c. Wilayah C (Bandung Tengah) memiliki kebutuhan pelatihan dalam
mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik.
d. Wilayah D (Bandung Wetan) memiliki kebutuhan pelatihan dalam
mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran.
e. Wilayah E (Bandung Timur) memiliki kebutuhan pelatihan dalam
memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan
pembelajaran.
f. Wilayah F (Bandung Kidul) memiliki kebutuhan pelatihan dalam
melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
B.Rekomendasi
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka direkomendasikan
pada semua pihak yang berkompeten sebagai berikut :
1. Bagi Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian (BPBDK) Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat, hendaknya dapat menindak lanjuti melalui
program pendidikan dan pelatihan hasil temuan penelitian mengenai
penguasaan sepuluh kompetensi inti pedagogik guru bahasa daerah Sunda di
Kota Bandung.Adapun kesenjangan terbesar terdapat pada kompetensi inti
tindakan kelas, kemudian menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses
hasil belajar pada indikator menganalisis hasil penilaian proses dan hasil
belajar untuk berbagai tujuan, selanjutnya menganalisis hasil penilaian proses
dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan menggunakan berbagai
instrumen, dan yang terakhir masih pada kompetensi inti pedagogik dalam
menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses hasil belajar pada indikator
esensial mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan. Maka dari itu perlu bagi BPBDK untuk melakukan analisis
kebutuhan pelatihan (training need analysis) secara menyeluruh untuk
mengetahui kebutuhan pelatihan apa saja yang dibutuhkan oleh guru bahasa
daerah Sunda di Provinsi Jawa Barat khususnya Kota Bandung dalam hal ini
terkait tingkat penguasaan kompetensi pedagogik guru bahasa Sunda di Kota
Bandung. Sehingga ketika melaksanakan pelatihan, pihak BPBDK Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat memiliki data empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai dasar pemilihan materi pelatihan, penyusunan
kurikulum pelatihan, dan rekrutmen peserta pelatihan yang tidak hanya
didasarkan pada pertimbangan subjektivitas semata.
2. Kepada peneliti selanjutnya, penelitian ini adalah penelitian pendahuluan,
penelitian ini hanya berdasarkan kepada kompetensi pedagogik, sehingga
masih terbuka peluang untuk melakukan pendalaman kompetensi lainnya
sesuai dengan Permendiknas Republik Indonesia No 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Bagi yang hendak
melakukan penelitian yang sama, maka disarankan menggunakan metode lain
dalam menganalisis kebutuhan pelatihan, dapat dilakukan dengan
penggabungan beberapa metode dan teknik analisis kebutuhan, misalnya
dengan observasi, tes, wawancara, dan lain-lain. Sehingga kemungkinan bias
Khairul Umam, 2015
Alam, S. (2011). Analisis kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi guru sd kab. Maros. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Arifin, Z. (2009) Evaluasi pembelajaran : Prinsip, teknik, prosedur. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Arifin, Z. (2011). Penelitian pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Arulraja. (2015). Training need analysis. [Online]. Diakses dari
http://www.citehr.com/77188-scope-training-need-analysis.html.
Baedhowi. (2009). Pidato pengukuhan guru besar UNS di Solo “Tantangan profesionalisme guru pada era sertifikasi. [Online]. Diakses dari
http://edukasi.kompas.com/read/2009/11/12/14231050/baedhowi.dikukuhka n.sebagai.guru.besar.ke-118.uns.
Center For Development Management and Productivity (2015) Pendidikan dan pelatihan. [Online]. Dikases dari http://a-research.upi.edu.
Danim, S. (2011). Pengembangan profesi guru : Dari pra-jabatan, induksi, ke profesional madani. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Damanik, C. [2015]. Kritik guru di facebook, siswa SMA diberhentikan dari sekolah. [Online]. Diakses dari www.regionalkompas.com.
Gre, UK. (2015). Training need analysis. [Online]. Diakses dari
https://www.gre.ac.uk/__data/assets/pdf_file/0006/757563/Training-Needs-Analysis-Information.pdf.
Hamalik, O. (2003). Manajemen pendidikan dan pelatihan. Bandung : Y.P Pemindo.
Hood, S.H. (2006). Untuk Apa sekolah. Batam : Dewan Pendidikan Batam.
Hishamuddin. (2015). Organizational level training need analysis : Finding from the top 1000 companies in Malaysia. Faculty of Management and Human Resource Development, Universiti Teknologi Malaysia, hlm. 1-10.
Kaswan. (2011). Pelatihan dan pengembangan. Bandung : Alfabeta.
Kunandar. (2009). Guru Profesional : Implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan sukses dalam sertifikasi guru. Jakarta : Rajawali Pers.
Kurniawan, D. (2011). Pembelajaran terpadu : Teori, praktik dan penilaian. Bandung : CV. Pustaka Cendikia Utama.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Pedoman serifikasi guru melalui pendidikan profesi guru dalam jabatan. [Online]. Diakses dari http://www.sertifikasi-guru.com/2015/01/pedoman-sergur-ppgj-tahun-2015.html.
Kodir, A. (2015). Pentingkah analisis kebutuhan diklat dilakukan dalam
pelatihan. [Online]. Tersedia dalam
http://bdkbandung.kemenag.go.id/jurnal/369-pentingkah-analisis-kebutuhan-diklat-akd-dilakukan-dalam-pelatihan.
Miarso, Y. (2004).Menyemai benih teknologi pendidikan. Jakarta : Kencana.
Misbahudin., & Hasan, I. (2013). Analisis data penelitian dengan statistik. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Mulyasa, E. (2008) Standar kompetensi dan sertifikasi guru. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Musafah, J. (2011). Peningkatan kompetensi guru (melalui pelatihan dan sumber belajar teori dan praktik). Jakarta : Kencana Media.
Morissan., Corry, A., & Hamid, F. (2012). Metode penelitian survei. Jakarta : Pernada Media Group.
Mulyani, D. S. (2015). Kriteria guru ideal dalam al quran. [Online]. Diakses dari https://www.islampos.com/kriteria-guru-ideal-dalam-al-quran-5-habis-148129/.
Menzel, K. (2011). Training need analyisis. the royal Australian and New Zealand collage of radiologist, 1 (2), hlm. 3-39.
Pribadi, B, A. (2014). Pelatihan berbasis kompetensi. Jakarta : Kencana.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Ayat 3 Butir A.
Rizali, A., Sidi, Djati, I., & Dharma, S. (2009). Dari guru konvensional menuju guru profesional. Jakarta : PT Grasindo.
Rusman., Kurniawan, D., & Riyana, C. (2011). Pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. mengembangkan profesionalitas guru. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sukmadinata, N, S. (2012). Metode penelitian pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Syukur, F. (2010). Menjadi guru dahsyat guru yang memikat. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Sastradipoera, K. (2007). Menejemen sumber daya manusia, Bandung : Kappa Sigma.
Sawali, G. A. R. (2015). Evaluasiproses dan hasil belajar. [Online]. Diakses dari www.kompas.com/edukasi.
Soetjipto., Kosasi, R. (2002) Profesi keguruan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sudarma, M. (2013). Profesi guru : dipuji, dikritisi, dan dicaci. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. (2009). Penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, & r&d). Bandung : Alfabeta.
Sudjana. (2007). Sistem manajemen pelatihan ; teori dan aplikasi. Bandung : Falah Production.
Suparlan. (2008). Menjadi guru efektif. Yogyakarta : Hikayat Publishing.
Saputra, S. (2015). Ayo lestarikan bahasa daerah. [Online]. Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/koran/pendidikan-koran.
Toni, H. (2015). Kompetensi seorang guru. [Online]. Diakses dari
http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/17/kompetensi-seorang-guru-381547.html.
Training Zone. (2015). How to: Carry out an effective training needs analysis. [Online]. Diakses dari http://www.trainingzone.co.uk/topic/how-carry-out-effective-training-needs-analysis.
United Nations Development. (2015). Human development reports. [Online]. Diakses dari http://www.hdr.undp.org/en/country-reports.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157).