• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

4.1 Pendidikan di Banten

Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya melalui bidang pendidikan. Kualitas masyarakat di Banten sejak tiga tahun belakang terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari kuantitas yang memiliki kemampuan membaca atau Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah masing-masing 96,20% dan 8,32 tahun pada tahun 2010. Data pendidikan di Banten berada diatas rata-rata Nasional yang hanya 92,91% dan 7,92 tahun.

Membaiknya kualitas penduduk Banten didorong semakin bertambahnya akses penduduk terhadap pendidikan dapat diukur dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS). Meskipun terus mengalami peningkatan seperti yang ditunjukkan dalam tabel 4.1, akan tetapi kenaikannya masih di bawah rata-rata Nasional yang mencapai 98,02% (umur 7-12 tahun), 86,24 % (umur 13-15 tahun) dan 56,01 % (umur 16-18 tahun). Sementara untuk ketersediaan fasilitas yang diindikasikan dengan rasio guru dan murid masih dibawah 25. hal ini berarti proses belajar mengajar pada tingkat SD-SMA berlangsung optimal.

Tabel 4.1 Indikator Pendidikan di Banten

4.2 Kesehatan di Banten

Penurunan secara drastis tingkat Angka Kematian Bayi (AKB) dalam kurun

waktu yang sama menjadi 34 kematian per 1000 kelahiran merupakan pencapaian

(2)

yang menggembirakan. Saat yang bersamaan Angka Harapan Hidup (AHH) naik menjadi 64,90 tahun. Angka kesakitan yang diukur berdasarkan prosentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan mempunyai kecenderungan yang semakin menurun menjadi 33,02% (2010) dari sebelumnya 37,17% (2008).

Secara umum kondisi ini terjadi karena tingkat pemahaman penduduk tentang pentingnya kesehatan semakin meningkat. Ketersedian akses kesehatan mulai dari klinik kesehatan, puskesmas sampai rumah sakit semakin mudah terjangkau. Hal ini dibuktikan dengan jumlah persalinan bayi yang ditangani bidan dan dokter mencapi 71.41% (2010) dibandingkan tahun 2008 sebesar 62.43%. Sebagai gambaran, tercatat jumlah rumah sakit dan puskemas sebanyak 69 buah dan 208 unit yang tersebar di wilayah Banten. Jumlah tenaga medis cukup banyak, berdasarkan data tahun 2010 terdapat 3.220 dokter umum, dokter gigi dan spesialis, 5.757 tenaga paramedis serta 2.508 bidan.

4.3 Indeks Pembangunan Manusia

Setelah membaca paparan diatas mengenai kondisi pendidikan dan kesehatan manusia di Banten, maka tujuan pembangunan itu sendiri adalah pembangunan kualitas sumber daya manusia. Tentunya, pembangunan manusia merupakan sebuah proses perubahan kualitas manusia menuju kehidupan yang lebih baik.

Kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat ditunjukkan dengan melihat perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM) yang mencerminkan capaian kemajuan pada tiga dimensi pokok pembangunan manusia yaitu bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Tingkat pencapaian pembangunan manusia di Banten yang diukur dengan

IPM selama tahun 2008-2010 secara keseluruhan menunjukkan adanya

perbaikan. Hal ini terlihat dari meningkatnya angka IPM dengan reduksi

shortfall atau laju tingkat pencapaian menuju IPM sasaran (IPM ideal = 100)

yang cenderung bertambah besar. Sehingga, IPM Banten terus meningkat dari

69,70 (2008) menjadi 70,48 (2010). Hanya saja, angka tersebut masih lebih

rendah dibanding Nasional yang mencapai 72,27.

(3)

Meskipun capaian pembangunan Banten secara kumulatif terendah di Jawa, apabila dibandingkan DKI Jakarta 77.60 (tertinggi) dan Jawa Timur 71.62 (terendah). Namun berdasarkan progres setahun terakhir, sesungguhnya IPM di Banten meningkat cukup signifikan. Hal ini dapat diketahui dari nilai reduksi shortfall tahun 2010 yang mencapai 1,42 %, yang berarti jarak IPM Banten terhadap IPM ideal pada tahun 2010 sudah berkurang sebesar 1,42%. Lebih tinggi dibanding capaian DKI Jakarta dan Jawa Tengah yang hanya 1.0% dan 1.38%.

Berdasarkan tingkat pencapaian pembangunan manusia selama periode 2009- 2010 yang ditinjau dari pengamatan sisi spasial di seluruh kabupaten dan kota di Banten sudah berlangsung dengan baik, IPM mengalami peningkatan cukup baik.

Kecuali Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang pergerakannya melambat.

Angka IPM suatu daerah memperlihatkan jarak yang harus ditempuh untuk mencapai nilai ideal (100). Angka ini dapat diperbandingkan antar daerah di Indonesia. Tantangan bagi semua daerah adalah bagaimana menemukan cara yang tepat, dalam hal ini program pembangunan yang diterapkan masing-masing daerah. Bila diperhatikan pada tabel 4.2 ternyata IPM tertinggi dimiliki oleh daerah yang berada di wilayah utara, seperti Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang. Sementara pada tahun 2010, Kota Tangerang Selatan yang merupakan daerah otonomi baru hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang menempati peringkat pertama IPM sebesar 75.38. Sementara wilayah selatan menempati peringkat terbawah untuk kualitas pembangunan manusianya dengan Kabupaten Lebak yang nilai hanya 67.67 tahun 2010.

Tabel 4.2 Indeks Pembangunan Manusia di Banten

(4)

Tabel 4.2 Indeks Pembangunan Manusia di Banten

Berdasarkan klasifikasi IPM yang ditetapkan UNDP, maka kabupaten dan kota di Provinsi Banten berada pada kelompok menengah yakni berada kisaran angka 67,67 – 75,38. Lebih lanjut, meskipun nilai IPM di Banten secara umum mengalami peningkatan tapi laju pertumbuhannya relatif tidak secepat daerah lain, akibatnya tingkat nasional peringkat Banten turun menjadi 23 tahun 2009 dari sebelumnya peringkat 11 tahun 2000.

Tabel 4.3 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa

Pada tabel 4.3 menjelaskan bahwa penyebaran peringkat IPM ternyata tidak sepenuhnya terkumpul di Jawa, namun tersebar merata di Indonesia. Peringkat IPM di Jawa, Banten berada posisi terendah pada peringkat 23 dan tertinggi DKI Jakarta urutan teratas nasional. Hal ini menunjukkan provinsi di luar Jawa mempunyai kualitas IPM yang tidak terlalu perbedaaan terlalu jauh, meskipun dilihat secara rata-rata maka Jawa menduduki peringkat pertama kalau dibandingkan dengan daerah lain, seperti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Perkembangan IPM ditentukan oleh perkembangan indikator kompositnya.

Kurun waktu sepuluh tahun umumnya indikator tersebut berkembang secara

steady, kecuali indikator paritas daya beli. Indikator ini berkaitan langsung dengan

income penduduk yang dipengaruhi oleh kinerja perekonomian. Jika iklim

(5)

perekonomian kondusif maka mendorong dunia usaha yang menjanjikan.

Terbukanya lapangan pekerjaan memberikan kesempatan bagi penduduk untuk meningkatkan pendapatannya, yang pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat. Kondusif tidaknya perekonomian yang dimaksud terutama ditentukan oleh perkembangan harga (inflasi). Inflasi tinggi akan langsung menurunkan daya beli masyarakat. Pengendalian terhadap laju inflasi menjadi sangat penting dalam hal menjaga dan menumbuhkan purchasing power parity masyarakat.

Turunnya rangking IPM Banten sebagai akibat dari faktor daya beli masyarakat. Peran nilai PPP paling rendah, tetap mengalami peningkatan namun tidak secepat komponen lainnya. Bahkan indeks pendidikan yang direpresentasi oleh adult literacy rate (tingkat melek huruf dewasa) dan mean years schooling (rata-rata lama sekolah) menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Oktober 2005 merupakan salah satu penyebab terjadinya inflasi tahun 2006. Tingginya inflasi berpengaruh langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat, sekaligus menjelaskan kemampuan daya beli masyarakat pada tahun 2006 tidak terlalu menggembirakan.

Perekonomian Banten pada tahun 2010 terus membaik, didukung oleh meningkatnya permintaan domestik dan nasional serta mulai pulihnya kondisi ekonomi global. Secara riil, ekonomi Banten tumbuh positif dari 4,69% pada tahun 2009 menjadi 5,94% pada tahun 2010. Akan tetapi, tingkat pertumbuhan tersebut masih lebih lambat dibanding nasional yang tumbuh mencapai 6,10%.

Secara nominal, level ekonomi Banten tahun 2010 bertambah Rp15,93 Triliun hingga menjadi Rp148,98 Triliun. Hanya saja, share ekonomi Banten terhadap ekonomi Nasional justru mengalami penurunan dari 2,37% tahun 2009 menjadi 2.32 % tahun berikutnya.

Dilihat menurut kabupaten dan kota, ekonomi Banten secara nominal

ditopang oleh Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon dengan

kontribusi sebesar 35,60%, 21,75% dan 13,94%. Hal ini dapat dipahami, karena

ekonomi Banten didominasi terutama oleh sektor industri pengolahan yang

terkonsentrasi pada ketiga daerah tersebut. Meskipun demikian, pertumbuhan

(6)

ekonomi tertinggi dipegang oleh Kota Tangerang Selatan yaitu dengan tingkat pertumbuhan mencapai 8,70%. Sedangkan, Kota Tangerang (5,74%) , Kabupaten Tangerang (4,40%) dan Kota Cilegon 4,83%. Hanya saja, andil terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Banten tetaplah dipegang oleh Kota Tangerang (1,31%), Kabupaten Tangerang (2,08%) dan Kota Cilegon (0,87%) dari total pertumbuhan ekonomi Banten yang sebesar 5,94%.

Adanya gambaran ini setidaknya pemerintah kabupaten dan kota bersama

Pemerintah Banten, perlu segera merumuskan sinkronisasi kebijakan yang

terintegrasi. Langkah kebijakan ini harus dilaksanakan dalam rangka percepatan

pembangunan ekonomi daerah yang berkualitas dapat segera tewujud. Lebih

lanjut, meskipun IPM di Banten terus tumbuh namun nilainya masih dibawah rata-

rata nasional. Kenyataan ini menunjukan IPM provinsi lain laju pertumbuhannya

lebih cepat, terutama daerah penghasil migas, seperti sebagian Sumatera,

Kalimantan dan Sulawesi.

Gambar

Tabel 4.2 Indeks Pembangunan Manusia di Banten

Referensi

Dokumen terkait

Terdakwa oleh penuntut umum telah di- dakwa melakukan tindak pidana dengan dak- waan bahwa Sumpono Sugianto pada hari rabu tanggal 3 Desember 2008 sekitar pukul

Berdasarkan hasil studi bentuk dasar dari aspek human design centered , didapatkan hasil dengan sketsa bentuk produk sebagai berikut :Dari beberapa sketsa desain yang

(2) menyusun kurikulum yang berbasis kompetensi dasar sesuai dengan kebutuhan dan potensi pembangunan daerah, mampu meningkatkan kreativitas guru, inklusif dan tidak bias

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (q-to-q) Indonesia pada triwulan III tahun 2015 turun sebesar 1,31 persen dari triwulan II tahun 2015, sementara

Kawasan yang berkembang pada masa penyebaran agama Islam di Kota Kudus adalah sepanjang Jalan Menara dan Jalan Kyai Telingsing (Kampung Sunggingan) dan Kampung

Sebelum pelaksanaan praktik mengajar di kelas, mahasiswa PPL harus membuat skenario atau langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan di kelas yang meliputi materi

Gambar 2 menunjukkan perubahan konsentrasi MB ketika larutan berkontak dengan katalis baik ketika ada ataupun tanpa peroksida.. A) Perubahan konsentrasi MB dalam larutan selama

Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik bidan dalam pemberian magnesium sulfat (MgSO4) pra rujukan pada preeklampsiadi Kabupaten Pekalongan dengan arah