• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BERSEJARAH PADA MUSEUM YOGYAKARTA (Studi Kasus di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BERSEJARAH PADA MUSEUM YOGYAKARTA (Studi Kasus di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta) SKRIPSI"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

2021

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BERSEJARAH PADA MUSEUM YOGYAKARTA

(Studi Kasus di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta) SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

Oktavianus Grestyan Nurbaya NIM : 142114022

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BERSEJARAH PADA MUSEUM YOGYAKARTA

(Studi Kasus di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta) SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

Oktavianus Grestyan Nurbaya NIM : 142114022

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)
(4)
(5)

PERSEMBAHAN

“Nothing Impossible.”

Adidas

Skripsi ini dipersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus, Keluarga yang telah memberikan dorongan semangat dan doa, Dan pihak-pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan tugas akhir saya.

(6)

UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI

JURURSAN AKUNTANSI-PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul:

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BERSEJARAH PADA MUSEUM YOGYAKARTA

(Studi Kasus di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta)

dan dimajukan untuk diuji pada tanggal adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian saya terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 7 Juli 2021 Yang membuat pernyataan,

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN PUBLIKASI AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Oktavianus Grestyan Nurbaya Nomor Mahasiswa : 142114022

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BERSEJARAH PADA MUSEUM YOGYAKARTA

(Studi Kasus di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta)

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 7 Juli 2021

Oktavianus Grestyan Nurbaya

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas semua rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tujuan ditulisnya skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma.

Dalam menulis skripsi ini, penulis tidak sendiri dan dibantu oleh berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan arahan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma

2. Tiberius Handono Eko Prabowo, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Sanata Dharma

3. Dr. Firma Sulistyowati, M.Si., Ak., QIA., CA., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Universitas Sanata Dharma

4. Dra. YFM. Gien Agustinawati, Ak, M.M., selaku dosen pembimbing akademik

5. Aurelia Melinda Nisita Wardhani, M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Para dosen penguji

(9)

7. Semua dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu dan pengalamannya dalm proses perkuliahan.

8. Keluarga saya yang selalu memberi motivasi, semangat, dan selalu mendoakan saya selama penyusunan skripsi

9. Pegawai Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Bapak Gusman, Bapak Agus dan Ibu Aryani.

10. Teman-teman Pejuang MPAT

11. Teman-teman kelas A angkatan 2014

12. Badrus Septyan, Sahabat saya yang menemani saya mengambil data dan membantu saya dalam penyusunan skripsi ini

13. Septa, teman seperjuangan dan satu judul yang selalu membantu dan terus saling menyemangati

14. Pelipur lara, yang selalu cerewet untuk segera menyelesaikan skripsi 15. Afra, Maya, Claudia dan teman teman lainya

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran untuk membangun dan menyempurnakan penelitian ini, agar penelitian ini dapat berguna suatu saat.

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS... v

HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Sistematika Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Aset Tetap ... 7

1. Definisi Aset Tetap ... 7

2. Klasifikasi Aset Tetap ... 7

3. Pengakuan, Penilaian dan Pengungkapan Aset Tetap ... 8

3.1 Pengakuan ... 8

3.2 Penilaian ... 10

3.3 Pengungkapan ... 11

B. Heritage assets ... 12

1. Heritage Assets/Aset Bersejarah ... 12

2. Pengakuan, Penilaian dan Pengungkapan Aset Bersejarah A. Pengakuan Aset Bersejarah ... 13

B. Penilaiam Aset Bersejarah... 15

C. Pengungkapan Aset Bersejarah ... 19

(11)

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Jenis Penelitian ... 25

B. Jenis dan Sumber Data ... 26

C. Teknik Pengumpulan Data ... 26

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

E. Teknik Analisis Data ... 28

F. Validitas ... 32

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 34

A. Gambaran umum ... 34

B. Dasar Hukum ... 36

C. Tugas dan Fungsi serta Struktur Organisasi ... 37

D. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran ... 39

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Pengakuan aset bersejarah ... 41

B. Penilaian Aset Bersejarah ... 50

C. Pengungkapan Aset Bersejarah ... 54

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Keterbatasan Penelitian ... 61

C. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 65

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Penilaian Aset Bersejarah antar negara... 16 Tabel 2. Hasil penelitian terdahulu ... 20 Tabel 3. Perbandingan teori PSAP No 07 tahun 2010 dengan temuan

pada Museum Benteng Vredeburg untuk Pengakuan ... 47 Tabel 4. Perbandingan teori PSAP No 07 tahun 2010 dengan temuan

pada Museum Benteng Vredeburg untuk Penilaian ... 53 Tabel 5. Jensi Koleksi… ... 58 Tabel 6. Perbandingan teori PSAP No 07 tahun 2010 dengan temuan

pada Museum Benteng Vredeburg untuk Pengungkapan ... 59

(13)

ABSTRAK

PERLAKUAN AKUNANSI TERHADAP ASET BERSEJARAH PADA MUSEUM YOGYAKARTA

(Studi Kasus di MuseumBenteng Vredeburg Yogyakarta)

Oktavianus Grestyan Nurbaya NIM : 142114022 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2021

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi terhadap aset bersejarah pada Museum di Yogyakarta khususnya di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Temuan data pada museum akan dibandingan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No 07 tahun 2010 tentang Akuntansi Aset Tetap yang merupakan lampiran dari Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2010. Perlakuan akuntansi yang dibandingkan dan menjadi masalah adalah pengakuan, penilaian, dan pengungkapan aset bersejarah.

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif dengan pendekatan studi kasus. Objek penelitian adalah Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Teknik analisis data yang dilakukan ada 6 tahapan yaitu Mengelola dan mempersiapkan data untuk dianalisis, membaca keseluruhan data, reduksi data, menganalisis dengan meng-coding data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Setelah membandingkan teori dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No 07 tahun 2010 dengan temuan data pada Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, ditemukan ada nya kesesuaian maupun ketidaksesuaian di dalam aspek pengakuan aset bersejarah. Ketidak sesuaian ditemukan di bagian penilaian aset bersejarah dan kesesuaian pengungkapan aset bersejarah dalam bentuk unit.

Kata kunci : perlakuan akuntansi, aset bersejarah, pengakuan, penilaian, pengungkapan

(14)

ACCOUNTING TREATMENT OF HERITAGE ASSETS IN YOGYAKARTA MUSEUM

(Case Study at Benteng Vredeburg Museum, Yogyakarta) Oktavianus Grestyan Nurbaya

NIM : 142114022

Sanata Dharma University Yogyakarta 2021

The purpose of this research was to find out how accounting treats heritage assets of the Museum in Yogyakarta, especially at the Benteng Vredeburg Museum, Yogyakarta. The findings of the data at the museum will be compared with the Government Accounting Standard Statement No. 07 of 2010 concerning Accounting for Fixed Assets which is an attachment to Government Regulation No.

71 of 2010. The accounting treatment that is compared and becomes a problem is the recognition, valuation, and disclosure of historic assets.

The research method used by the researcher is a qualitative method. The type of research is descriptive comparative with a case study approach. The object of this research is the Benteng Vredeburg Museum, Yogyakarta. There are 6 stages of data analysis techniques, namely managing and preparing data for analysis, reading the entire data, reducing data, analyzing by coding data, presenting data, and drawing conclusions.

After comparing the theory in the Statement of Government Accounting Standards No. 07 of 2010 with the findings of the data at the Benteng Vredeburg Museum, Yogyakarta, it was found that there was a match or a discrepancy in the aspect of recognizing historical assets. The discrepancy was found in the historical asset valuation section and the discrepancy of historic asset disclosure in the form of units.

Keywords: Accounting Treatment, Heritage Assets, Recognition, Valuation, Disclosure

(15)

A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN

Pada era globalisasi saat ini, akuntansi merupakan salah satu hal yang penting dalam dunia bisnis, karena berkaitan dengan pengambilan keputusan yang akan dilakukan berdasarkan proses akuntansi. Akuntansi merupakan suatu proses pencatatan, pengukuran, dan penyampaian informasi ekonomi, guna dimanfaatkan untuk membuat kebijakan maupun pengambilan keputusan.

Sehingga oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan, data diolah dan dimanfaatkan dalam bentuk laporan keuangan. Salah satu komponen laporan keuangan dari proses akuntansi adalah laporan posisi keuangan atau neraca.

Neraca sendiri terdiri atas 3 komponen yaitu aset, utang dan ekuitas. Kemudian, Aset terbagi menjadi dua yaitu aset tak berwujud dan aset berwujud atau aset tetap. Aset tetap adalah aset yang memiliki wujud fisik dan memberikan manfaat ekonomi kepada entitas bisnis selama lebih dari satu periode akuntansi pada masa masa yang akan datang (Marisi Purba; 2013).

Menurut Pedoman Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 07 tahun 2010 aset tetap adalah “aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum”. Macam-macam dari aset tetap adalah peralatan, tanah, mesin, kendaran dan gedung. Sehingga dapat disimpulkan, aset tetap merupakan aset berwujud yang memiliki masa ekonomi lebih dari 1 tahun dan dapat dimanfaatkan bagi suatu entitas maupun masyarakat. Dalam PSAP Nomor 07 tahun 2010 tentang aset tetap, menjelaskan

(16)

bahwa aset bersejarah adalah aset tetap yang dimiliki atau dikuasai pemerintah yang karena umur dan kondisi aset tetap tersebut harus dilindungi oleh peraturan yang berlaku dari segala macam perbuatan yang dapat merusak aset tetap tersebut. Dalam PP 71 tahun 2010 Lampiran I.08 – PSAP, beberapa aset bersejarah dijelaskan sebagai aset bersejarah (heritage asset) dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Dengan demikian, heritage assets dapat disimpulkan sebagai sebuah aset budaya atau sejarah yang dimiliki suatu daerah yang tujuannya digunakan untuk kepentingan masyarakat dan tidak untuk dijual atau untuk memperoleh manfaat ekonomis.

Namun aset bersejarah juga masih menjadi polemik perdebatan atas perlakuan terhadap akuntansi untuk aset tersebut, bahkan dari setiap negara memiliki cara mereka tersendiri dalam memperlakukan aset bersejarah, termasuk Indonesia. Masalah utama perdebatan yang terjadi adalah pengakuan, penilaian dan pengungkapan terhadap aset bersejarah tersebut. Menurut Barton (2000), aset bersejarah merupakan bagian terpisah dari terpisah dari aset operasional pemerintah. Heritage assets cenderung dikategorikan sebagai barang publik (public goods), yaitu dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan tidak untuk dijual, sehingga tidak memenuhi konsep aset. Selain itu, Carnegie dan Wolnizer (1999), heritage assets tidak harus dimasukkan dalam laporan posisi keuangan pemerintah. Akan lebih tepat apabila aset bersejarah diklasifikasikan sebagai kewajiban, atau fasilitas sehingga terpisah dari aset. Namun menurut Rowles

(17)

(1998) terlepas dari masalah pengukuran dan penilaian, semua aset pemerintah termasuk aset bersejarah harus dilaporkan dalam laporan keuangan sebagai informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan pengukuran kinerja.

Berdasarkan masalah di atas, peneliti memfokuskan penelitian ini terhadap pengakuan, penilaian dan pengungkapan sesuai dengan PSAP 07 tahun 2010 mengenai aset bersejarah. Hal ini dikarenakan, peneliti ingin melihat masalah terhadap perlakuan akuntansi (pengakuan, penilaian dan pengungkapan) aset bersejarah pada museum Indonesia. Sehingga dapat dijelaskan bahwa perlakuan akuntansi untuk pengakuan aset tetap adalah penentuan besarnya biaya yang harus diakui pada saat memperoleh aset tersebut, menurut PP 71 tahun 2010 Lampiran I.08 – PSAP tentang aset tetap berbasis akrual. Pengakuan aset tetap dapat diakui sebagai aset tetap, jika memenuhi kriteria sebagai berikut : mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Sementara itu untuk perlakuan akuntansi untuk pengakuan aset bersejarah menurut PSAP 07 tahun 2010 yaitu aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tidak terbatas. Dan aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Kemudian perlakuan akuntansi untuk penilaian aset bersejarah berdasarkan dari PSAP 07 tahun 2010 yaitu aset dinilai berdasarkan pengukuran besarnya nilai dari aset tersebut atau dinilai dengan biaya perolehan. Terakhir, perlakuan akuntansi untuk pengungkapan aset bersejarah berdasarkan PSAP 07 tahun 2010

(18)

diungkapkan dalam laporan keuangan atau Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), serta aset bersejarah juga diungkapkan dalam bentuk satuan unit.

Penelitian ini menggunakan studi kasus yang berada di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Museum Benteng Vredeburg merupakan peninggalan sejarah dari jaman Belanda, yang kemudian digunakan oleh pemerintah Indonesia sebagai museum perjuangan untuk mengenang perjuangan ketika melawan penjajah. Museum Benteng Vredeburg kemudian ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia sebagai benda cagar budaya dan memiliki kedudukan sebagai museum khusus. Pada Museum Benteng Vredebug terdapat berbagai koleksi peninggalan atau aset bersejarah, seperti alat alat sisa perang, baju dan lencana peningalan dari masa penjajahan jaman belanda.

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak museum dalam memberikan pengetahuan mengenai penilaian, pengakuan dan pengungkapan dalam aset bersejarah menurup PSAP No 07 tahun 2010.

(19)

B. Rumusan Masalah

Bagaimana perlakuan akuntansi yang meliputi pengakuan, penilaian dan pengungkapan terhadap Aset Bersejarah pada Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta sesuai dengan Peraturan Standar Akuntansi Pemerintah No 07 tahun 2010?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk tujuan sebagai berikut :

1. Untuk memberikan gambaran/metode yang cocok untuk pihak museum, agar dapat menilai, mengakui, dan mengungkapkan aset museum dengan tepat dan sesuai seperti PSAP no 07 tahun 2010.

2. Menganalisis metode yang digunakan untuk penilaian, pengakuan dan pengungakapan heritage assets yang diterapkan oleh pihak Museum, apakah sudah sesuai dengan PSAP no 07 tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan kontribusi, sebagai berikut:

1. Dapat memberikan jawaban mengenai masalah penilaian, pengungkapan, dan pengakuan dalam konteks aset bersejarah (heritage assets).

2. Dapat memberikan gambaran untuk pihak museum dalam mengakui aset nya, sesuai standar yang berlaku di Indonesia khusus nya mengenai PSAP No 07 tahun 2010

(20)

meninggkatkan kualitas laporan keuangan sehingga menjadi lebih transparan, andal dan dapat dipercaya. Serta diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengakuan, penilain dan pengungakapan mengenai aset bersejarah yang terdapat di museum sesuai dengan PSAP No. 07 tahun 2010

E. Sistematik Penulisan BAB I : Pendahuluan

Memuat latar belakang, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian baik khusus maupun umum, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Kajian Pustaka

Memuat landasan teori yang digunaka dalam penelitian serta hasil penelitian terdahulu.

BAB III : Metode Penelitian

Memuat hal mengenai objek penelitian, metode dan desain penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : Gambaran Objek Penelitian

Memuat sejarah dari Museum Benteng Vredeburg serta Misi dan visi.

BAB V : Analisis Data Serta Pembahasan

Memuat mengenai deksripsi data, analisi data serta hasil dari penelitian, mengenai pengakuan, penilaian dan pengungkapan aset tetap di Museum Benteng Vredeburg.

(21)

Memuat mengenai kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian serta saran untuk pihak yang bersangkutan serta untuk penelitian selanjutnya.

(22)

A. Aset Tetap

1. Definisi Aset Tetap

BAB II

LANDASAN TEORI

Menurut Pedoman Standar Akuntansi Pemerintah PSAP No 07 tahun 2010 aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Kemudian menurut International Accounting Standard (IAS) No 16, ‘plant, property and equipment’ menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan aset tetap adalah aset berwujud yang digunakan untuk penyedian barang atau jasa, disewakan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

2. Klasifikasi Aset Tetap

Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan persamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan menurut PSAP No. 07 tahun 2010:

a) Tanah;

Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.

b) Peralatan dan mesin;

Peralatan dan mesin mencakup mesin mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.

(23)

c) Gedung dan bangunan;

Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.

d) Jalan, irigasi, dan jaringan;

Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.

e) Aset tetap lainya; dan

Aset tetap lainya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokan ke dalam kelompok aset tetap diatas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.

f) Konstruksi dalam pengerjaan.

Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya.

3. Pengakuan, Penilaian dan Pengungkapan Aset Tetap 3.1 Pengakuan Aset Tetap

Menurut PSAP No 07 tahun 2010, untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi kriteria:

a) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan b) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal

c) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan

(24)

d) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

Dalam menentukan apakah suatu pos mempunyai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa depan yang dapat diberikan oleh pos tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi masa yang akan datang akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima resiko terkait.

Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan resiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi perolehan aset tidak dapat diakui.

Dalam mengukur aset tetap (PSAP 07 tahun 2010) paragraf 18-21 mengungkapkan bahwa pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila terdapat transaksi penukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi. Tujuan utama dari perolehan aset tetap lainnya adalah untuk digunakan oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan dimaksudkan untuk dijual.

Selanjutnya pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikanya dan atau pada saat penguasaanya berpindah. Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat

(25)

bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikanya di instasi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.

3.2 Penilaian Aset Tetap

Menurut PSAP No 07 tahun 2010 paragraf 22-26 aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut. Kemudian, barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.

(26)

Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau donasi.

Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh dikarenakan peraturan dan wewenang yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi pemerintah. Kedua hal diatas aset tetap yang diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh.

3.3 Pengungkapan Aset Tetap

Berdasarkan PSAP No 07 tahun 2010, laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing masing jenis aset tetap sebagai berikut:

a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount);

b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukan:

1) Penambahan;

2) Pelepasan;

3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;

4) Mutasi aset tetap lainya c) Informasi penyusutan, meliputi:

1) Nilai penyusutan;

(27)

2) Metode penyusutan yang digunakan;

3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;

4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode;

Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:

a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;

b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap;

c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.

B. Heritage Assets

1. Heritage Assets/Aset Bersejarah

Menurut IPSAS nomor 17 (International Public Sector Accounting Standards) yang mengatur tentang property, plant, and Equipment menyatakan bahwa “some assets are described as heritage assets because of their cultural, environmentalor historical significance”. Kemudian dari definisi mengenai aset bersejarah (heritage asset) yang diatur dalam PP nomor 71 tahun 2010 lampiran ll.08 (Pedoman Standar Akuntansi Pemerintahan) yang mendefinisikan Aset bersejarah adalah aset yang memiliki kepentingan budaya, lingkungan dan sejarah. Berdasarkan PSAP No 07 tahun 2010, contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala seperti candi, dan karya seni (works of art). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa aset

(28)

bersejarah merupakan benda atau aset yang mengandung nilai sejarah dari suatu tempat tersebut.

Dengan demikian, aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas dan dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga, aset ini jarang dikuasai dengan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan tersebut.

2. Pengakuan, Penilaian dan Pengungkapan Aset Bersejarah (Heritage Asset)

a) Pengakuan Aset Bersejarah (Heritage asset)

Di Indonesia pengakuan atas aset bersejarah di atur menurut PP 71 tahun 2010 Lampiran I.08 – PSAP tentang Aset Tetap Berbasis Akrual, Pengakuan aset tetap dapat diakui sebagai aset tetap, jika memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.

2. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas.

3. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

Dalam PSAP 07 tahun 2010 paragraf 65-67 menyatakan beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat tempat purbakala (archaeological sites) seperti

(29)

candi, dan karya seni (works of art). Karakterisitk karakterisitk dibawah ini merupakan ciri khas dari suatu aset bersejarah menurut PSAP 07 tahun 2010:

a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;

b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasanya untuk dijual;

c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;

d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun.

Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dngan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Pemerintah Indonesia hingga saat ini telah memiliki banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun tahun, dengan cara perolehan yang beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuanya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkanya untuk tujuan tersebut.

(30)

b) Penilaian Aset Bersejarah (Heritage Asset)

Penilaian merupakan suatu proses untuk menentukan nilai ekonomis suatu objek, pos, atau elemen (Statement of Financial Accounting Concepts No.5).

Menurut PSAP No. 07 tahun 2010 paragraf 24 menyatakan barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan kedalam kategori aset tetap, dan awalnya harus diukur dengan biaya perolehan atau dapat menggunakan nilai wajar untuk menilai kos aset bersejarah tersebut. Selanjutnya, menurut Financial Reporting Statements (FRS) nomor 30 tahun 2009, penilaian (valuation) aset bersejarah dapat dilakukan dengan metode apapun yang tepat dan relevan. Pendekatan penilaian yang dipilih nantinya diharapkan adalah suatu penilaian yang dapat menyediakan informasi yang lebih relevan dan bermanfaat. Dalam SFAC No.5 terdapat 5 dasar pengukuran yang dapat digunakan untuk menentukan nilai asset:

a) Historical Cost, yaitu jumlah kas atau setaranya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset sampai siap untuk digunakan.

b) Current Replacement, yaitu jumlah kas atau setaranya yang harus dibayar jika aset yang sejenis/sama diperoleh pada saat sekarang.

c) Current Market Value, yaitu jumlah kas atau setaranya yang diperoleh dengan menjual aset kegiatan pejualan normal.

d) Net Realisable Value, yaitu jumlah kas atau setaranya (tanpa pendiskontoan) yang diperoleh jika aset diharapkan akan dijual setelah dikurangi dengan biaya langsung.

(31)

e) Present value of future cast flow, yaitu nilai sekarang aliran kas masa mendatang yang akan diperoleh seandainya aset dijual pada masa yang akan dating.

Berikut ini tabel 1 mengenai perbedaan pandangan antar negara dalam penilaian aset bersejarah:

Tabel 1 Perbedaan Penilaian Aset Bersejarah antar negara

Negara Penilaian mengenai Aset Bersejarah (Heritage Asset)

Amerika Serikat Penilaian aset bersejarah di Amerika meliputi biaya-biaya yang digunakan pemerintah untuk tetap melestarikan aset bersejarah atau pengorbanan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendapatkannya. Misalnya biaya perolehan, rekonstruksi, dan biaya perbaikan multi-use heritage asset.

Biaya-biaya tersebut dikapitalisasi sebagai general property, plant, and equipment (PP&E) dan didepresiasikan selama masa manfaat aset. Sedangkan selain biaya-biaya tersebut diperlakukan sebagai beban operasi umum periode berjalan dalam lampiran keuangan pemerintah.

Swedia Pemerintah Swedia menggunakan

biaya historis sebagai basis penilain aset bersejarah

(32)

Tabel 1 Perbedaan Penilaian Aset Bersejarah antar negara (Lanjutan) Negara Penilaian mengenai Aset Bersejarah

(Heritage Asset)

Australia Asset bersejarah di australia dicata tnilainya berdasarkan besarnya biaya yang dikeluarkan selama masa penggunaan atau keberadaan asset bersejarah. Misalnya akibat adanya penyusutan asset bersejarah maka perlu dilakukan penilaian atas asset bersejarah. Karena dapat saja nilai atau kos yang dilekatkan pada objek akan berubah. Australia menerapkan metode depresiasi untuk asset bersejarah yang memiliki masa manfaat yang terbatas.

Sedangkan untuk asset bersejarah yang tidak terbatas masa manfaatnya maka tidak perlu adanya depresiasi karena nilai penyusutan pada asset bersejarah akan semakin tidak material.

Inggris Menggunakan mana yang lebih rendah antara biaya penggantian dengan jumlah yang dapat diperoleh kembali (Lower of Replacement Cost and Recoverable Amount). Biaya penggantian yaitu dilihat dari nilai penggunaannya (existing use value).

Tidak semua aset memiliki biaya penggantian yang mudah untuk diukur.

Untuk aset bersejarah yang tidak memiliki pasar terbuka, biaya penggantiannya adalah replacement cost. Akan tetapi jika dimungkinkan aset bersejarah tersebut memiliki pasar terbuka maka nilainya ditentukan dengan menggunakan nilai pasar terbuka. Untuk jumlah yang dapat diperoleh kembali didefinisikan

(33)

Tabel 1 Perbedaan Penilaian Aset Bersejarah antar negara (Lanjutan) Negara Penilaian mengenai Aset Bersejarah

(Heritage Asset)

sebagaimana yang lebih tinggi antara nilai yang dapat direalisasikan bersih (net realizable value) dengan nilai guna (value in use)

Selandia Baru Selandia Baru “New Zealand”

menggunakan penilai kembali terhadap aset bersejarah. Penilaian kembali (revaluasi) diperbolehkan asalkan entitas menggunakan nilai wajar. Adapun prosedur yang harus dilakukan untuk menilai kembali aset bersejarah antara lain : 1. Jika terdapat pasar aktif untuk aset yang sama maka harga pasarnya menjadi nilai wajarnya. 2. Jika tidak terdapat pasar aktif, maka nilai wajar tersebut harus ditentukan dengan menggunakan bukti yang didasarkan pada pasar lainnya (misalnya lelang). 3. Namun jika kedua hal tersebut tidak ada, maka digunakan Depreciated Replacement Cost (DRC)

Indonesia Metode penilaian aset bersejarah di Indonesia saat ini adalah dengan menggunakan historical cost atau nilai wajar

Sumber: Agustina dan Putra, 2011 (Data diolah)

Tabel tersebut merupakan perbandingan antar negara mengenai penilaian Heritage asset, di Indonesia sendiri menggunakan penilaian historical cost atau nilai wajar. Menurut Agustini dan putra (2011) teknik penilaian di Indonesia saat ini diterapkan untuk 2 jenis, yaitu operational heritage assets dan non

(34)

operational heritage assets. untuk jenis operational heritage assets ( aset ini juga memiliki fungsi sebagai tempat kegiatan operasi pemerintah sehari-hari).

Sementara itu, untuk jenis non operational heritage assets (aset yang murni digunakan karena nilai estetika dan nilai sejarah yang dimiliki, seperti: tanah, bangunan, karya seni dan situs purbakala) tidak bisa diukur kos yang andal. Hal ini disebabkan oleh masih belum ditemukan metode yang tepat untuk menilai non operational heritage assets dan juga biaya yang besar serta waktu yang lama.

c) Pengungkapan Aset Bersejarah (Heritage Asset)

Dalam PSAP No 07 tahun 2010 paragraf 68-69 menyatakan bahwa aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam catatan atas laporan keuangan dengan tanpa nilai. Namun, untuk setiap negara memiliki cara pengakuan aset bersejarah menurut budaya, lingkungan maupun peraturan yang dibuat oleh pemerintahan di setiap negara. Aset bersejarah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan (CaLK) saja tanpa nilai, kecuali untuk beberapa aset bersejarah yang memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, misalnya gedung untuk ruang perkantoran, aset tersebut akan diterapkan prinsip- prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya. Tanpa nilai yang dimaksud bukan berarti bahwa memiliki nilai. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi tujuan pelaporan keuangan yaitu melaporkan segala jenis aset yang dimiliki oleh negara.

(35)

Menurut Financial Reporting Statement (FRS) nomor 30 aset bersejarah memungkinkan untuk dicantumkan dalam CaLK atau neraca. Aset bersejarah yang dimasukkan dalam neraca setidaknya memperhatikan beberapa hal, yaitu:

a) nilai aset bersejarah dicatat pada awal periode keuangan dan tanggal neraca, termasuk analisis antara pengelompokan aset bersejarah yang dilaporkan berdasarkan biaya dan dilaporkan pada saat penilaian; dan b) jika aset dilaporkan pada saat penilaian, maka informasi harus cukup

untuk membantu pemahaman tentang penilaian yang dilaporkan dan signifikansinya.

C. Hasil Penelitian Terdahulu

Berikut ini Tabel 2 yang menjelaskan beberapa hasil penelitian terdahulu:

Tabel 2 Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti Tujuan Metode Hasil Saran

1 Hooper a. Menyelidiki Interpretatif Tidak akan Dibutuhkan

and kemungkinan ada penelitian

Kearins, motivasi politik kesepakatan yang lebih

dan dalam hal dalam hal banyak lagi

Green penyertaan aset penerapan tentang

(2005) bersejarah akuntansi akuntansi

(heritage asset) bagi aset bagi aset

dalam FRS- 3 bersejarah bersejarah

b. Membahas selama karena

argumen pembuat pemahama

konseptual standar n dalam

tentang belum penelitian

pengakuan dan menguasai ini masih

pengukuran aset dengan sangat

bersejarah benar terbatas

c. Menyajikan bagaimana

evaluasi empiris aset

tentang dampak bersejarah

FRS- 3, sekaligus itu

menggambarkan sebenaranya

(36)

Tabel 2. Hasil Penelitian Terdahulu (lanjutan)

No Peneliti Tujuan Metode Hasil Saran

respon beberapa musem regional Selandia Baru tentang penerapan FRS-3

Kedua belah pihak

memiliki sudut pandang yang beda.

2 Agustini Memperoleh Interpretatif Aset Pemerintah (2011) gambaran yang bersejarah seharusnya

mendalam merupakan memperlak

tentang aset barang ukan non-

bersejarah dalam publik yang operational

Laporan Posisi berharga heritage

Keuangan dan harus asset dan

(Neraca) dan dapat dinilai operational

memotret dengan heritage

bagaimana metode asset

pengakuan aset yang tepat. dengan cara bersejarah selama Adanya yang sama,

ini. pengakuan yaitu

aset diakuisebag bersejarah ai aset tetap

akan dalam

mendorong laporan pengelolaan keuangan.

aset bersejarah yang baik oleh entitas pengendali.

3 Aversano Menyelidiki Membuat Walikota Jika

and sejauh mana kuisioner dan anggota pemerintah

Christiae IPSAS 17 dan dewan ingin

ns (2012) merespon disajikan menyatakan menerapka

kebutuhan dalam bahwa n standar

pengguna laporan bentuk “penting” IPSAS dan

keuangan chart untuk mengakui

pemerintah mencari aset

tentang aset informasi bersejarah,

bersejarah tentang aset sebaiknya

bersejarah lakukan di laporan pengemban keuangan gan standar untuk alasan baru yang

dapat

(37)

Tabel 2. Hasil Penelitian Terdahulu (lanjutan)

No Peneliti Tujuan Metode Hasil Saran

akuntabilita menyediak s keuangan an

dan publik informasi serta IPSAS bermanfaat 17 tidak dan relevan merespon tentang aset kebutuhan bersejarah pengguna dalam tentang aset laporan bersejarah si keuangan negara- bagi para negara pengguna Eropa Barat. (user) 4 Aversano

and Ferrone (2012)

Menguji masalah akuntansi seputar penilaian,

pengakuan dan pengungkapan aset bersejarah serta

menganalisis peran IPSAS 17 dalam

menyelesaikan kesulitan-

kesulitan pada masalah penilaian

Interpretatif Tidak ada definisi sesifik tentang aset bersejarah,

“nilai publik”

yang tekandung dalam aset bersejarah tidak memiliki kejelasan, akuntansi untuk aset bersejarah mengalami perkembang an selama beberapa tahun di inggris namun masalah yang muncul belum bisa terpecahkan

a. IPSASB harus meningkatk an

persyaratan pengungka pan dan menyesuaik ann ya dengan karakteristi k spesifik dari aset bersejarah b. Sebuah standar akuntansi publik intenasiona l yang baru tentang aset bersejarah harus dikeluaran untuk membuat perbanding an dan meningkatk anakuntabil

(38)

Tabel 2. Hasil Penelitian Terdahulu (lanjutan)

No Peneliti Tujuan Metode Hasil Saran

itas.

5 Desty a. Mengetahui Interpretatif Aset Peneliti (2014) aset bersejarah dan bersejarah selanjutnya

yang perlu diakui wawancara sebaiknya memperlua di Laporan dengan diungkapan s lingkup Keuangan sejumlah di Laporan penelitian, Pemerintah Pusat informan Posisi perlu

b. Mengetahui Keuangan adanya

metode (Neraca) petunjuk

mengukur, Pemerintah, pelaksanaa

menilai, dan setiap jenis n aturan

mengakui aset aset yang jelas

bersejarah memiliki agar

karakteristik pihakpihak yang terkait berbeda- memiliki beda persepsi sehingga yang benar membutuhk dan sama an

pendekatan dan metode yang

berbeda pula 6 Anggrain

i (2014)

a. Mengetahui makna aset bersejarah

b. Memahami metode penilaian Candi Borobudur c. Mengetahui penyajian dan pengungkapan Candi Borobudur dalam Laporan Keuangan

Mengetahui standar akuntansi dengan perilaku akuntansi

terhadap Candi Borobudur

Interpretatif dan

wawancara dengan sejumlah informan

Belum ada dasar

penilaian yang tepat untuk Candi Borobudur namun yang paling mendekati adalah dengan Future Economic Benefit, Candi Borobudur disajikan dan

Peneliti selanjutnya diharapkan mengetahui seluk beluk objek penelitian terlebih dahulu

(39)

Tabel 2. Hasil Penelitian Terdahulu (lanjutan)

No Peneliti Tujuan Metode Hasil Saran

diungkapka n dalam CaLK saja tanpa nilai hanya jumlah unit.

(40)

A. Desain Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan studi kasus atas pengelolaan aset bersejarah di museum Benteng Vredeburg. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan sikap orang-orang yang diamati. Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Fokus studi kasus adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan. Studi kasus dipilih agar dapat menjelaskan isu atau fenomena mengenai heritage assets secara keseluruhan dan komprehensif.

Metode yang digunakan pada Penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Moleong (2006: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya persepi, perilaku dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode.

Menurut Creswell (2010) Metode kulitatif deskriptif adalah penelitian dimana peneliti sangat tergantung terhadap informasi dari objek/partisipan pada ruang lingkup yang luas, pertanyaan yang bersifat umum, pengumpulan data yang sebagian besar terdiri atas kata-kata/teks dari partisipan, Menjelaskan dan

(41)

melakukan analisis terhadap kata-kata. Dengan demikian, penelitian ini adalah menggunakan studi kasus pada Museum Benteng Vredeburg dengan metode kualitatif deskriptif komparatif yang bertujuan untuk menggambarkan sesuatu yang sedang diteliti dengan cara membandingkan suatu fenomena atau peristiwa dengan sampel yang lain. Yaitu dengan membandingkan penilaian, pengakuan dan pengungkapan yang terdapat pada PSAP No 07 tahun 2010 dengan yang sebenarnya terjadi pada Museum Benteng Vredeburg

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gabungan dari data primer dan sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari riset lapangan (field research) oleh peneliti. Kemudian data tersebut berupa hasil wawancara terhadap bagian perencanaan, kepala kurator dan bagian BMN. Mengenai permasalahan pokok yaitu pengakuan, penilaian dan pengungkapan asset bersejarah yang terdapat pada Museum Benteng Vredeburg

2. Data sekunder adalah data pendukung yang didapat dari berbagai sumber seperti dokumen-dokumen atau arsip museum, buku profil dan koleksi museum dan berbagai aturan atau standar yang diperoleh dari berbagai situs resmi.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Observasi

(42)

Mengunjungi langsung dan melihat serta mengamati lokasi yang akan menjadi tempat pengumpulan data. Lokasi tersebut adalah Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

2. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan bertatap muka dan bertanya jawab dengan narasumber terkait secara langsung. Wawancara terbagi atas dua metode, yaitu wawancara terstruktur yang berarti peneliti sudah mengetahui informasi yang ingin digali dari narasumber melalui daftar pertanyaan yang sudah dibuat terlebih dahulu.

Yang terkait mengenai pengakuan, penilaian dan pengungkapan aset bersejarah. Kemudian metode wawancara yang kedua adalah wawancara tidak terstruktur yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman daftar pertanyaan, namun hanya memuat poin dan inti masalah yang ingin digali dari narasumber. Narasumber yang diwawancarai oleh peneliti antara lain:

kepala Museum Benteng Vredeburg, kepala bagian tata usaha Museum Benteng Vredeburg dan pihak pihak terkait mengenai aset bersejarah.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen terkait. Dengan dokumentasi dapat memperkuat bukti yang ada, bahwa wawancara benar-benar dilakukan dan memperkuat bahwa narasumber yang bersangkutan adalah seseorang yang menguasai objek penelitian tersebut.

(43)

4. Penelusuran Data Online

Mencari data melalui online yang dapat menjadi pendukung atau melengkapi data yang dibutuhkan oleh peneliti, misalnya seperti: profil museum, visi dan misi Museum Benteng Vredeburg, yang didapatkan oleh peneliti melalui website dari Museum Benteng Vredeburg.

D. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama bulan Mei 2018- Juli 2018 2. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Museum Benteng Vredeburg, yang beralamat di Jalan Jendral Ahmad Yani no.6 Yogyakarta.

E. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai pada Museum Benteng Vredeburg, yaitu kepala kurator, bagian pengadaan barang dan bagian pengolaan data.

2. Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah pengakuan, penilaian dan pengungkapan aset bersejarah pada Museum Benteng Vredeburg.

(44)

Menurut Creswell (2013:276), analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan analitis dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Metode analisis data pada penelitian kualitatif merupakan proses yang kompleks dan melibatkan penalaran deskripsi sehingga tidak dapat diuji secara statistik. Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan beberapa tahapan analisis data untuk menganalisis terkait pengakuan, penilaian dan pengungkapan aset bersejarah pada Museum Benteng Vredeburg sesuai dengan acuan perlakuan akuntansi berdasarkan PSAP 07 tahun 2010. Tahapan awal yang dilakukan dalam analisis data dalam penelitian ini yaitu mempersiapkan dan mengolah data, membaca keseluruhan data berdasarkan dari acuan Creswell (2013:276). Tahapan selanjutnya yaitu reduksi data, menganalisis dan mengcoding data, penyajian data dan penarikan kesimpulan berdasarkan dari acuan Galuh dan Chariri ( 2014) :

1. Mempersiapkan dan mengolah data untuk dianalisis

Mempersiapkan data dengan menyiapkan draf wawancara yang akan digunakan untuk pedoman dalam memberikan pertanyaan terhadap narasumber di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Kemudian melakukan wawancara menggunakan draf yang sudah disusun sebelumnya, setelah melakukan wawancara peneliti kemudian melakukan transkrip wawancara, scanning materi, mengetik data lapangan atau memilah milah data dan menyusun data.

2. Membaca keseluruhan data

Setelah peneliti memperoleh informasi dan merefleksikan maknanya secara

(45)

penuturan informasi tersebut). Peneliti menulis catatan-catatan penting atau khusus dan menulis gagasan-gagasan mengenai data yang diperoleh terkait penilain, pengakuan dan pengungkapan.

3. Reduksi data

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, membuat memo) (Basrowi dan Suwandi (2008). Proses data-data yang telah dikumpulkan diorganisir ke dalam format yang memungkinkan untuk dianalisis sesuai dengan masalah Heritage assets mengenai pengakuan, penilaian dan pengungkapan.

4. Menganalisis dengan Meng-coding Data

Menurut Creswell (2010) proses coding merupakan proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya. Coding dikembangkan sesuai dengan kerangka teoritis sebelumnya, sehingga memungkinkan peneliti untuk mengkaitkan data dengan masalah penelitian untuk dapat menghasilkan data yang valid.

Menurut Strauss dan Corbin (2003) dalam Creswell (2013) Terdapat 3 langkah dalam coding yang dilakukan dalam penelitian ini, antara lain:

a. Open Coding (membuat kategori atas informasi yang diperoleh)

Open coding adalah langkah pertama pemberian kode, sehinggaberbagai kategori tema dapat dianalisis dan ditentukan oleh peneliti. Pada tahap open

(46)

penelitian, hingga situasi terkait.

b. Axial Coding (memilih salah satu kategori dan menempatkannya dalam satu model teoritis)

Langkah axial coding merupakan hasil yang diperoleh dari tahap sebelumnya diorganisir kembali berdasarkan kategori masing-masing untuk dikembangkan serta dianalisis hubungan antar kategori. Pada tahap ini, peneliti mengelompokkan data sesuai dengan tiga kategori rumusan masalah yaitu pengakuan, penilaian dan pengungkapan heritage assets dalam laporan keuangan.

c. Selective Coding (merangkai sebuah cerita dari hubungan antara kategori)

Pada tahap selective coding, peneliti menggolongkan temuan penelitian yang berkaitan dengan tiga kategori rumusan masalah menjadi kriteria inti dan pendukung, serta mengaitkan antara kategori inti dan pendukungnya. Sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan interpretasi dan analisis.

Kode yang peneliti akan gunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. PG = Kategori Pengakuan 2. PN = Kategori Penilaian 3. PK = Kategori Pengungkapan 4. U = Umum

5. 1 = Wawancara dengan bagian perencanaan 6. 2 = Wawancara dengan bagian kepala kurator 7. 3 = Wawancara dengan bagian pengolah data BMN

Contoh jika terdapat kode PK3, hal ini berarti kode mengenai pengungkapan dari wawancara dengan bagian pengelola data BMN.

(47)

Data disajikan dengan cara deskripsi dari berkas-berkas yang diperoleh dan kutipan hasil wawancara. Kutipan langsung digunakan untuk menunjukkan pandangan dan interpretasi informan atas masalah mengenai heritage assets. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menarik kesimpulan atau verifikasi, fenomen atau penemuan di Museum Benteng Vredeburg dengan PSAP No 07 tahun 2010.

6. Penarikan Kesimpulan

Tahap terakhir yang berisikan proses pengambilan keputusan yang menjurus pada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan dan mengungkap dari temuan penelitian tersebut. Kesimpulan juga diverifikasi selama proses penelitian berlangsung. Atas dasar coding, peneliti dapat memulai memahami data secara detail dan rinci. Interpretasi didasarkan pada kesesuaian antara hasil wawancara dengan informan, observasi lapangan dan analisis dokumen atau arsip yang telah diperoleh.

(48)

G. Validitas

Menurut Creswell (2013) berikut strategi yang dapat dilakukan untuk memastikan validitas, antara lain:

1. Teknik Triangulasi

Triangulasi adalah memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber data yang berbeda dan menggunakanya untuk membangun justifikasi tema tema secara koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan akan menambah vaiditas penelitian.

2. Member Checking

Member checking dapat dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir atau deskripsi atau tema spesifik terhadap partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa bahwa laporan atau deskripsi atau tema tersebut sudah akurat. Peneliti harus membawa bagian dari hasil penelitian yang sudah diolah.

Wawancara Transkrip Wawancara

Mengcoding data

PSAP 07 Tahun 2010 Pengelompokan data

Pengakuan Aset Bersejarah

Penilaian Aset Bersejarah

Pengungkapan Aset Bersejarah

(49)

3. Membuat deksripsi yang kaya dan padat tentang hasil penelitian.

Deskripsi ini harus berhasil menggambarkan setting penelitian dan membahas salah satu elemen dari pengalaman pengalaman partisipan.

Ketika peneliti menyajikan deskripsi yang detail mengenai setting atau menyajikan banyak perspektif mengenai tema, hasilnya bisa jadi lebih realistis dan kaya. Prosedur ini dapat menambah validitas hasil penelitian.

4. Pemeriksaan oleh sesama peneliti

Pemeriksaan oleh sesama peneliti berarti mengharuskan peneliti mencari seorang rekan yang dapat mereview mengenai penelitian kualitatif sehingga hasil penelitianya dapat dirasakan oleh orang lain, selain oleh peneliti sendiri.

(50)

A. Gambaran Umum

BAB IV GAMBARAN UMUM

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan sebuah museum khusus sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terletak di Yogyakarta, tepatnya di Jalan Jenderal A. Yani 6 Yogyakarta. Museum menempati sebuah bangunan bersejarah bekas benteng VOC di Yogyakarta yang bernama Vredeburg. Keberadaan benteng Vredeburg tersebut tidak dapat dipisahkan dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merintis, mencapai, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.

Sebagai bangunan bersejarah, Benteng Vredeburg dibangun pertama kali pada tahun 1756, sejaman dengan berdirinya Kasultanan Yogyakarta. Semula bangunan tersebut bernama Rustenburg, yang kemudian pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, nama bangunan diganti menjadi Vredeburg. Dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan politik yang terjadi di Indonesia dan Yogyakarta khususnya, Benteng Vredeburg mengalami beberapa kali peralihan pengelolaan. Meski demikian kepemilikan tetap berada di pihak Kasultanan Yogyakarta hingga sekarang.

Sejak masa pendudukan Belanda, Inggris, Jepang dan masa perang kemerdekaan, Benteng Vredeburg menjadi saksi jalannya sejarah. Banyak peristiwa-peristiwa penting terkait dengan keberadaan Benteng Vredeburg Yogyakarta. Karena merupakan bangunan peninggalan sejarah yang sarat akan nilai-nilai luhur kejuangan maka Benteng Vredeburg dilestarikan menjadi tempat pelestarian nilai-nilai luhur sejarah dan kejuangan. Secara resmi pada

(51)

tanggal 23 November 1992, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 0475/0/1992, Benteng Vredeburg dinyatakan sebagai UPT (Unit Pelaksana Teknis) lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dengan nama Museum Benteng Yogyakarta. Namun dalam perkembangannya nama yang populer dan dikenal adalah Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Karena bangunan yang ada merupakan bangunan bersejarah maka pada Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai BCB (Benda Cagar Budaya). Hal itu berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981. Dengan demikian pengelolaannya harus sesuai dengan perundang-undangan terkait dengan pelestarian cagar budaya. Keberadaan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta memiliki posisi yang sangat strategis dalam proses pembangunan karakter generasi muda. Melalui museum dan seluruh rangkaian kegiatannya, generasi muda dapat belajar dari sejarah. Bukan saja untuk kebutuhan kognitif saja, namun juga avektif yaitu membentuk jiwa dan karakter sebagai bangsa yang cinta dan bangga pada negerinya.

Sungguh bukan hal yang mengada-ada, jika muncul suatu pernyataan bahwa

“Bangsa yang besar, adalah bangsa yang mampu menghargai jasa para pahlawannya”. Orang Jawa bilang bahwa “sangkan paraning dumadi” itu penting. Awal mula kejadian itu penting untuk diketahui dan menjadikan kita paham akan jatidiri. Asal-usul munculnya sebuah negeri yang kemudian kita kenal menjadi NKRI perlu masyarakat ketahui, khususnya generasi mudanya.

Kehadiran bangsa Indonesia di muka bumi sebagai bangsa yang merdeka dan

(52)

berdaulat tidak sekonyong-konyong jatuh dari langit. Semuanya perlu proses panjang dan perjuangan serta korban pikiran, harta benda, dan bahkan nyawa para pejuang pendiri bangsa. Inilah yang perlu diketahui oleh generasi masa kini.

Bung Karno dalam sebuah pidatonya pernah menyampaikan bahwa

“perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Arti dari penyataan tersebut bahwa perjuangan dalam masa kekinian harus dimaknai dengan makna baru yang sesuai dengan jiwa jamannya. Jaman revolusi, jelas musuhnya adalah penjajah. Namun pada masa pembangunan ini musuhnya adalah “disintegrasi bangsa” yang dapat bersumber dari manapun. Puncak pondasi untuk melawannya adalah semangat persatuan dan nasionalisme. Itulah yang harus diperjuangkan oleh generasi muda saat ini. Oleh akrena itulah semengat pembangunan karakter harus selalu digelorakan.

B. Dasar Hukum

Berikut adalah dasar hukum yang menjadi pedoman pada Museum Benteng Vredeburg:

a) Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nomor 0475/0/1992, tanggal 23 November 1992 tentang Benteng Vredeburg menjadi UPT LAKIP Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Semester Pertama Tahun 2017 3 dilingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.

b) Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981 tentang penetapan bangunan Benteng Vredeburg Yogyakarta sebagai Benda Cagar Budaya yag dilindungi kelestariannya.

(53)

c) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tanggal 8 Januari 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015 - 2019

d) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2015 tanggal 9 Oktober 2015 tentang OTK (Organisasi dan Tata Kerja) Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

e) Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2016 Museum Benteng Vredeburg Jogjakarta Nomor: 023.15.2.547712/2016 tanggal 7 Desember 2015.

f) Renstra Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta tahun 2015 – 2019 edisi revisi.

g) Keputusan Presiden RI No. 42 tahun 2002 tanggal 28 Juni 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

h) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Revieu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

C. Tugas dan Fungsi serta Struktur Organisasi

Seiring dengan perkembangan struktur organisasi di lingkungan kementerian pendidikan dan kebudayaan, maka dari waktu ke waktu perkembangan tersebut juga terjadi di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Perkembangan terakhir berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 34 Tahun 2015, tanggal 9 Oktober 2016, tentang Organsasi dan Tata Kerja (OTK) Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta disebutkan

(54)

bahwa Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta. Dari tugas tersebut, beberapa fungsi diselenggarakan oleh Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, antara lain:

a) Pengkajian benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta;

b) Pengumpulan benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta;

c) Pelaksanaan registrasi dan dokumentasi benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta;

d) Perawatan benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta;

e) Pelaksanaan pengamanan benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta;

f) Pelaksanaan penyajian dan publikasi benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta;

g) Pelaksanaan layanan edukasi di bidang benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta;

h) Pelaksanaan kemitraan di bidang sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta;

(55)

i) Fasilitasi pengkajian, pengumpulan, perawatan, pengamanan, penyajian, dan layanan edukasi di bidang benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta;

j) Pelaksanaan pengelolaan perpustakaan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta;

k) Dan pelaksanaan urusan ketatausahaan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

D. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran 1. Visi

Visi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta adalah Museum Sebagai Pusat Pelestarian Nilai Sejarah dan Perjuangan Menuju Terbentuknya Masyarakat Indonesia Yang Berkarakter

(56)

2. Misi

Misi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta adalah sebagai berikut:

a. Terwujudnya Pelestarian benda dan nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

b. Terwujudnya layanan edukasi yang menyenangkan di Museum.

c. Terwujudnya peran museum sebagai pusat penelitian 3. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai yaitu:

a. Meningkatnya peran museum sebagai wahana pelestari benda dan nilai sejarah perjuangan bangsa.

b. Meningkatnya peran museum sebagai wahana edukasi bernuansa edutainment.

c. Meningkatkan peran museum sebagai sumber informasi.

4. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai oleh Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta adalah:

a. Terlaksananya pengelolaan permuseuman.

b. Meningkatnya fungsi museum sebagai sarana edukasi dan rekreasi.

c. Meningkatnya kajian pengembangan museum.

(57)

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pengakuan aset bersejarah

Pengakuan aset bersejarah di masing-masing negara memiliki perbedaan dan peraturan tersendiri yang disesuaikan dengan standar yang dimiliki oleh masing- masing negara yang bersangkutan. Di Indonesia aset bersejarah di kategorikan dalam aset tetap dan tertuang dalam PSAP 07 tahun 2010 dijelaskan bahwa:

“Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tidak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (Par. 66). Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan tersebut. (Par. 67)”.

Selain itu, PSAP 07 paragraf 66 menjelaskan bahwa beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah.

Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala seperti candi, dan karya seni. Menurut PSAP No 07 tahun 2010 aset bersejarah memiliki karakteristik-karakteristik yang sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah yaitu:

a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;

b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual;

c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada penelitian yang lain, dilakukan oleh Warisal Fatah (2015) telah terbukti bahwa terapi bekam efektif terhadap penurunan rasa nyeri pada sakit gigi di

penelitian deskriptif bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang terjadi berdasarkan Tekanan darah, Berat badan, Nadi, penelitian deskriptif yang

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam merekomendasikan kebutuhan benih pada budidaya tanaman

Dalam lingkup kegiatan DED Pembangunan Stasiun KA Bandara Termasuk Jembatan Penghubung antara Stasiun KA Bandara dengan Bandara Raden Inten II, rencana penanganan

Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang membuka kesempatan kepada Warga Negara Republik Indonesia, khususnya masyarakat Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki

Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis TOKI LC dan mengembangkan sistem manajemen pembelajaran agar dapat mendukung dan melengkapi proses pembelajaran

Pencatatan hasil imunisasi untuk bayi (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B) dibuat oleh petugas imunisasi di buku kuning/kohort bayi. Satu buku biasanya untuk 1 desa.

Aplikasi desain bangunan yang nyaman pada pusat rehabilitasi ditunjukkan dengan penataan ruang dan tampilan bangunan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan dan