• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN VIDEO TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN VIDEO TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN VIDEO TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

SISWA KELAS V SD

I.G.A. Widya Tri Wahyunita

1

, I Gede Margunayasa

2

, Desak Putu Parmiti

3

1,2,3

Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: igaayuwidya@yahoo.co.id

1

, igede.margunayasa@undiksha.ac.id

2

, dskpt_parmiti@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dengan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video pada siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017.Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan non equivalent post-test only control group desain. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling.Kelas yang menjadi sampel penelitian adalah kelas V di SD Negeri 3 Banyupoh dan SD Negeri 2 Musi. Data hasil belajar dikumpulkan dengan menggunakan tes pilihan ganda/obyektif.Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik inferensial yaitu uji-t.

Berdasarkan hasil analisis data hasil belajar IPA,diperoleh thitung sebesar 4,187 Sedangkan, ttabel sebesar 1,980 pada taraf signifikansi 5%.Hal ini berarti thitung> ttabel. Dilihat dari hasil perolehan rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen adalah 21,02 lebih besar dari rata-rata hasil belajar IPA kelompok kontrol yaitu 16,30. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA.

Kata kunci: Inkuiri terbimbing, video, hasil belajar IPA

Abstract

The aim of this research is to know the significant difference of science learning outcomes between groups of students who were taught using guided inquiry-based learning model with uneducated group of students using guided inquiry-assisted instructional model in V grade elementary school students in Gugus V Gerokgak Sub-district 2016 /2017. This type of research is a quasi-experimental research with non equivalentpost-test only control group design. The population of this research is all students of grade V SD in Gugus V Kecamatan Gerokgak Lesson 2016/2017. The sampling technique used is random sampling. The class that becomes the research sample is the V class at State Elementary School 3 Banyupoh and State Elementary School 2 Musi. Learning result data is collected by using multiple / objective test. The data obtained were analyzed using inferential statistical analysis technique that is t- test. Based on the results of data analysis of learning outcomes IPA, obtained t count of 4.187 Meanwhile, ttabel of 1.980 at 5% significance level.This means thitung> ttable. Judging from the results of the average learning outcomes of IPA experimental group is 21.02 greater than the average learning outcomes of control group IPA that is 16.30. Based on the above explanation, it can be concluded that learning using guided inquiry learning model has a positive effect on the learning outcomes of science.

Keywords: Guided Inquiry, videos, science learning outcomes

(2)

2

PENDAHULUAN

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan bangsa itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pengertian pendidikan menurut para ahli. Diantaranya dikemukakan oleh Hamalik (dalam Tegeh, 2013:2) menyatakan, “Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan proses perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi secara adekwat dalam kehidupan masyarakat”.

Sedangkan Sagala (2003:3) menyatakan,

“Pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada”. Jadi dapat disimpulkan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan peserta didik mengembangkan potensi dirinya untuk bangsa dan negara. Melalui pendidikan setiap peserta didik disediakan berbagai kesempatan belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak usia sekolah perlu ditingkatkan terutama pada tingkat sekolah dasar.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah berupaya dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yaitu (1) penyempurnaan kurikulum, (2) peningkatan kualitas guru SD melalui progam Pendidikan Profesi Guru (PPG), (3) peningkatan pengadaan buku pelajaran, (4) serta bantuan berupa dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Namun demikian, usaha yang telah ditempuh pemerintah masih perlu ditingkatkan guna memperoleh standar mutu pendidikan yang diharapkan.

Selain itu, salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah melalui proses pembelajaran.

Menurut Djam’an Satori (2007), proses pembelajaran adalah proses membantu siswa belajar yang ditandai

dengan perubahan perilaku baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Proses pembelajaran yang bermutu tentu akan menghasilkan output sumber daya manusia yang lebih bermutu. Peningkatan mutu pendidikan bergantung pada keadaan guru, karena guru adalah faktor penentu keberhasilan belajar disamping alat, fasilitas, sarana dan kemampuan siswa itu sendiri. Menyangkut faktor guru, banyak keterampilan yang harus dimiliki atau dikuasai dengan baik agar proses pembelajaran menjadi penuh bermakna dan selalu relevan dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itu, guru harus memiliki kesiapan sebelum melaksanakan proses pembelajaran, karena persiapan yang matang oleh guru akan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Tujuan tersebut dapat tercapai melalui pengajaran dari berbagai disiplin ilmu, agama, kesenian, dan keterampilan. Salah satu disiplin ilmu tersebut adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

IPA berasal dari bahasa inggris

“Science” yang berasal dari kata Natural Science. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam. Science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Jadi IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa yang terjadi di alam (Sudana,dkk. 2016). Sedangkan menurut Slamet,dkk.(2010), IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena alam yang disusun melalui tahapan metode ilmiah yang bersifat khusus, yaitu penyusunan hipotesis, melakukan observasi, penyusunan toeri, pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan dan seterusnya.

Pemahaman mengenai IPA ini sangat penting dimiliki oleh siswa SD karena mata pelajaran IPA bukan hanya mata peajaran yang diajarkan di sekolah saja tetapi juga sangat berguna bagi siswa saat ia berada dialam dan dan masyarakat. Menurut Sudana,dkk (2016) ada beberapa alasan pentingnya pembelajaran IPA di sekolah Dasar, yaitu (1) IPA dapat membantu secara positif pada anak-anak untuk dapat memahami mata pelajaran lain terutama bahasa dan matematika, (2) IPA di sekolah dasar merupakan pendidikan terminal untuk anak-anak, dan ini berarti hanya selama di

(3)

3

SD itulah mereka dapat mengenal lingkungannya secara logis dan sistematis, (3) IPA SD benar-benar dapat menyenangkan.

Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa pendidikan IPA masih rendah. Hal tersebut diperkuat berdasarkan studi dokumentasi yang dilaksanakan pada tanggal 13 dan 14 Januari 2017 yang telah diperoleh dari guru wali kelas V di SD Gugus V Kecamatan Gerokgak mengenai rata-rata nilai ulangan akhir semester I siswa kelas V masih berada dibawah KKM.

Dari delapan SD di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017, yang memperoleh nilai rata-rata dibawah KKM yaitu lima sekolah, diantaranya SDN 2 Musi sebesar 73, SDN 1 Penyabangan sebesar 74, SDN 2 Penyabangan sebesar 73, SDN 1 Banyupoh sebesar 72 dan SDN 3 Banyupoh sebesar 74. Sedangkan yang memperoleh nilai rata-rata diatas KKM yaitu tiga sekolah, diantaranya SDN 1 Musi sebesar 76, MIN Gondol sebesar 72, dan SDN 2 Banyupoh sebesar 76.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru wali kelas V di SD Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017 pada tanggal 16 dan 19 Januari 2017 diperoleh keterangan bahwa, ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar IPA yaitu, (1) pembelajaran IPA cenderungmenggunakan pendekatan ekspositori. Dalam pendekatan ini, guru lebih aktif daripada siswa karena aktivitas siswa hanya duduk, dengar, catat, dan hafal. Hal ini menyebabkan aktivas siswa dalam proses pembelajaran cenderung bermain dan kurang memperhatikan penjelasan guru, (2) guru jarang menggunakan media video di dalam proses pembelajaran IPA, (3) pembelajaran IPA kurang diarahkan untuk melakukan penyelidikan, (4) guru belum menerapkan model pembelajaran yang inovatif terutama model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dalam pembelajaran IPA, (5) hasil belajar IPA siswa masih rendah.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu penggunaan model pembelajaran inovatif yang bisa membuat siswa berminat dalam belajar IPA. Salah satu model

pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan dalam permasalahan tersebut adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Menurut Eggen dan Kauchak (2012:177) mengatakan, “inkuiri terbimbing adalah satu pendekatan mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut”. Model pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari lima langkah utama, yaitu elisitasi gagasan awal siswa (sebelum inkuiri), pengujian gagasan awal siswa (selama inkuiri), negosiasi makna (setelah inkuiri), penerapan konsep pada situasi baru, pembuatan kesimpulan dan refleksi.Model pembelajaran inkuiri terbimbing ini akan dipadukan dengan video.Menurut Mahadewi, dkk (2012:3) menyatakan,

“video diartikan sebagai segala format media elektronik yang digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan dan minat siswa untuk belajar melalui penayangan video”.Video juga memiliki peranan yang sangat penting terutama dalam pembelajaran seperti, dapat menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, memperjelas makna bahan pengajaran sehingga mudah dipahami siswa, metode pengajaran lebih bervariasi serta siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar.

Model pembelajaran inkuiri terbimbing telah dibuktikan dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran inkuiriterbimbing yaitu Atmaja, Dewi, serta Udiani.Hasil penelitian Atmaja (2013) di SDN 1 Sangsit menyatakan bahwa, hasil posttest terhadap 40 orang siswa kelompok kontrol menunjukkan skor tertinggi adalah 28 dan skor terendah adalah 13, sedangkan kelompok eksperimen skor tertinggi adalah 30 dan skor terendah adalah 19. Hasil penelitian Dewi (2013) di SDN Keluruhan Kaliuntu menyatakan bahwa, skor rata-rata hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing yakni 78,12 berada pada kategori tinggi lebih besar daripada rata- rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.Hasil penelitian juga didukung

(4)

4

oleh Udiani di SD No.7 Benoa Kecamatan Kuta Selatan menyatakan bahwa, rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah 34,55 sedangkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yaitu sebesar 30,40.

Tujuan diadakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dengan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video pada siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017 pada siswa kelas V SD semester II dari tanggal 4 Maret sampai dengan 22 April 2017. Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian quasi eksperiment (eksperimen semu) karena peneliti tidak mungkin melakukan kontrol terhadap semua variabel lain selain variabel perlakuan. Penelitian eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian non-equivalen Posttest-Only Control Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing- masing di pilih secara randum (R).

Kelompok pertama diberi perlakuan berupa model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dan kelompok lain ditetapkan sebagai kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan

Dalam setiap penelitian yang akan dilakukan, populasi dan sampel sangatlah diperlukan karena akan dijadikan sebagai subjek dalam penelitian. Populasi dalam peneltian ini adalah seluruh siswa kelas V di SD Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari delapan SD, yaitu SDN 1 Musi, SDN 2 Musi, SDN 1 Penyabangan, SDN 2 Penyabangan, MIN Gondol, SDN 1 Banyupoh, SDN 2 Banyupoh dan SDN 3 Banyupoh dengan jumlah seluruh siswa

sebanyak 246. Pemilihan sampel pada penelitian ini melalui tahapan yaitu uji kesetaraan dengan menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Kriteria pengujian, jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima sehingga kelompok tersebut diinterpretasikan tidak setara. Jika Fhitung <

Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, maka kelompok tersebut setara.

Berdasarkan hasil analisis dengan taraf signifikansi 5% diperoleh nilai Fhitung

sebesar 1,78 dan nilai Ftabel pada dbantar = 8 dan dbdalam = 237 adalah 2,02 Dengan demikian Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima.

Jadi seluruh siswa dari delapan SD di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017 memiliki kemampuan akademik yang setara, sehingga pemilihan sampel dari populasi dapat dilakukan.

Setelah diketahui kesetaraan, langkah selanjutnya adalah pengambilan sampel dengan menggunakan random sampling yaitu cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut. Sampel yang diacak pada penelitian ini adalah seluruh kelas V SD yang ada di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017. Hasil pengundian diperoleh SDN 3 Banyupoh sebagai kelompok eksperimen yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dan SDN 2 Musi sebagai kelompok kontrol yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video. Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi timbulnya variabel terikat sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA. Penelitian ini dilaksanakan dalam delapan kali pertemuan, yaitu pertemuan satu sampai tujuh digunakan untuk pemberian materi IPA, sedangkan pertemuan delapan digunakan untuk pemberian posttest.

(5)

5

Berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar IPA kelas V dan data yang digunakan untuk mengumpulkan hasil belajar IPA adalah tes pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal. Hasil belajar IPA untuk penelitian ini adalah hasil belajar yang meliputi ranah kognitif dengan memberikan tes pilihan ganda kepada siswa yang terdiri dari mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5).

Data hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model

pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video diperoleh dari posttest yang berjumlah 30 soal yang telah divalidasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Hasil analisis deskriptif terhadap hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dengan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video akan memaparkan hasil modus, median, mean, standar deviasi, dan varians. Hasil deskriptif pada kedua kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Deskriptif Data Hasil Belajar IPA

Hasil Analisis Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Modus 22,3 16,25

Median 21,55 16,28

Mean 21,02 16,30

Standar Deviasi 4,26 4,32

Varians 18,21 18,73

Berdasarkan deskriptif data hasil belajar IPA antar kedua kelompok, diketahui bahwa terdapat perbedaan rata- rata skor hasil belajar IPA. Nilai rata-rata pada kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing berbantuan video sebesar 21,02 sedangkan nilai rata-rata kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing berbantuan video sebesar 16,30. Hal ini menunjukkan bahwa, nilai rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing berbantuan video lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video. Dari distribusi skor hasil belajar IPA, kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing berbantuan video diperoleh skor tertinggi adalah 28 dan skor terendah adalah 12. Jika disajikan ke dalam kurva polygon akan tampak seperti Gambar 1.

Gambar 1

Kurva Polygon Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen

0 2 4 6 8 10 12

13 16 19 22 25 28 Titik Tengah

Mo = 22,3 Md =

21,55

M =

21,02

(6)

6

Berdasarkan data hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video menunjukkan juling negatif karena Mo > Md > M (22,3>

21,55> 21,02). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video cenderung tinggi. Untuk menentukan kategori skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video, maka terlebih dahulu menentukan rata-rata ideal (M) dan standar deviasi ideal (SD) dalam konversi PAP skala lima dan diperoleh hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video berada pada kategori tinggi.

Sedangkan distribusi skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video diperoleh skor tertinggi adalah 23 dan skor terendah adalah 8. Jika disajikan ke dalam kurva polygon akan tampak seperti Gambar 1.

Gambar 2

Kurva Polygon Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol

Berdasarkan data hasil belajar IPA kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video menunjukkan juling positif karena Mo < Md < M (16,25<16,28<16,30). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video cenderung rendah. Untuk menentukan kategori skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video, maka terlebih dahulu menentukan rata-rata ideal (M) dan standar deviasi ideal (SD) dalam konversi PAP skala lima dan diperoleh hasil belajar IPA kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video berada pada kategori cukup.

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan uji–t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari hasil penelitian berdistribusi normal atau tidak. Cara yang digunakan untuk melakukan uji normalitas yaitu dengan analisis Chi-Kuadrat. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas posttest kelompok eksperimen, diperoleh X2hitung = 1,947 dan X2tabel = 7,815 pada taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk)

= 6-2-1=3. Ini berarti bahwa X2hitung< X2tabel, maka H0 diterima sehingga data hasil kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Sedangkan hasil perhitungan uji normalitas kelompok kontrol diperoleh X2hitung= 5,497 dan X2tabel = 7,815 pada taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) = 6-2-1=3.

Ini berarti bahwa X2hitung< X2tabel, maka H0 diterima sehingga data hasil kelompok kontrol berdistribusi normal. Langkah selanjutnya dengan melakukan uji homogenitas. Untuk itu pengujian homogenitas dilakukan dengan uji Fisher (F)

Berdasarkan hasil uji homogenitas varians kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh Fhitung = 1,02 dan Ftabel = 1,72 pada taraf signifikansi 5%

0 2 4 6 8 10 12

9 12 15 18 21 24

Titik Tengah

Mo = 16,25 Md =

16,28 M =

16,30

(7)

7

dan derajat kebebasan (dk) untuk pembilang 39-1 = 38 dan derajat kebebasan (dk) untuk penyebut 37-1 = 36.

Dengan demikian, Fhitung< Ftabel , ini berarti data hasil belajar IPA antar dua kelompok homogen. Dari hasil analisis uji normalitas dan uji homogenitas dapat disimpulkan bahwa, kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video berdistribusi normal dan homogen. Karena data tersebut berdistribusi normal dan homogen, maka data dapat dikatakan memenuhi uji prasyarat dan dilanjutkan dengan pengujian hipotesis dengan polled varians.

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung sebesar 4,187 Sedangkan, ttabel sebesar 1,980 dengan db = 74 pada taraf signifikansi 5%. Hal ini berarti thitung>

ttabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima .Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dengan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video pada siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, terdapat perbedaan rata- rata skor hasil belajar IPA antar kedua kelompok. Nilai rata-rata pada kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video yaitu 21,02 dan nilai rata- rata kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video yaitu 16,30. Hal ini menunjukkan bahwa, nilai rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model

pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video. Selain itu, hasil analisis menunjukkan bahwa data dari kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen.

Berdasarkan hal tersebut, maka akan dilanjutkan pada pengujian hipotesis penelitian atau hipotesis alternatif (H1).

Hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung

sebesar 4,817, sedangkan ttabel sebesar 1,980 dengan db = 74. Hal ini berarti, thitung

lebih besar dari ttabel (thitung> ttabel) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dengan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video pada siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017.

Perbedaan perolehan hasil belajar IPA antar kedua kelompok dikarenakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan aktivitas siswa dalam hal merumuskan problem, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan yang dibantu dengan menggunakan video dalam hal merumuskan problem. Menurut Eggen dan Kauchak (2012), model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki ciri-ciri selama proses pembelajaran. Pertama, keterlibatan dan keberhasilan siswa. keterlibatan adalah faktor utama yang dapat meningkatkan minat intrinsik siswa terhadap suatu kegiatan. Dalam proses pembelajaran, semakin besar keterlibatan siswa, semakin besar minat siswa sehingga keberhasilan bisa dibilang terjamin, siswa lebih bersemangat untuk menjawab sehingga siswa bersedia untuk terlibat, hal ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Kedua, perasaan misteri. Siswa secara intrinsik termotivasi oleh kegiatan dan pengalaman

(8)

8

yang membangkitkan rasa ingin tahu, tantangan, dan perasaan misteri. Struktur model inkuiri terbimbing memanfaatkan ciri- ciri ini. Ketimbang meminta guru memberikan dan menjelaskan informasi, proses ini melibatkan siswa untuk berusaha menemukan pola-pola dan dengan bimbingan guru mencapai kesimpulan yang sudah disepakati, persepi siswa terhadap kompetensi juga meningkat.

Setelah mengetahui ciri-ciri dari model pembelajaran inkuiri terbimbing.

Secara operasional, setiap model pembelajaran juga memiliki langkah- langkah (sintak). Langkah-langkah ini akan menjelaskan mengenai bagaimana pelaksanaan suatu model, bentuk kegiatan yang akan dilakukan, bagaimana memulainya, karena setiap model pembelajaran memiliki ciri dalam urutan kegiatannya. Menurut Suastra (2009), dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing terdapat lima fase dalam proses pembelajaran. Pertama, elisitasi gagasan awal siswa (sebelum inkuiri). Pada tahap ini, guru menggali gagasan atau ide awal dari siswa yang berkaitan dengan topik yang akan dibicarakan serta menganjurkan siswa untuk membuat hipotesis terkait dengan kegiatan yang akan dilakukan.

Dalam hal ini guru tidak mengomentari hipotesis siswa. Kedua, pengujian gagasan awal siswa (selama inkuiri). Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan dan dipandu dengan LKS. Ketiga, negosiasi makna (setelah inkuiri). Pada tahap ini, siswa melakukan diskusi kelas terkait hasil penyelidikan, kegiatan dipandu oleh guru untuk mendiskusikan konsep pokok.

Keempat, penerapan konsep pada situasi baru. Pada tahap ini, siswa menerapkan konsep-konsep yang dimilikinya dalam situasi baru, misalnya pemecahan masalah, latihan soal, dan lain-lain. Kelima, pembuatan kesimpulan. Pada tahap ini, siswa membuat kesimpulan terhadap hasil pengamatan yang telah dilakukan dan melakukan refleksi terhadap perkembangan belajarnya.

Menurut Sudana, dkk (2016), dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa aktif melakukan eksplorasi, observasi,

investigasi atas bimbingan guru. kegiatan ini berdampak positif terhadap perkembangan intelektual siswa sehingga hasil belajar menjadi tinggi serta dapat mengembangkan sikap yang positif terhadap IPA. Kenyataan ini didukung dari hasil temuan di lapangan selama proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video. Adapun beberapa temuan dilapangan sebagai berikut. Pada tahap elisitasi gagasan awal, siswa diminta untuk membuat hipotesis terkait dengan kegiatan yang akan dilakukan yang dibantu menggunakan media video dan siswa terlihat sangat antusias memperhatikan tayangan video yang disajikan. Ini dapat membangkitkan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas. Hal ini juga sejalan yang dikemukakan oleh Mahadewi,dkk (2012) dengan adanya media video dalam pembelajaran dapat menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Selain itu, tayangan melaui media video yang disajikan dapat memperjelas makna bahan pengajaran sehingga mudah dipahami siswa.

Pada tahap pengujian gagasan awal, siswa dibimbing melakukan suatu percobaan untuk menyelesaikan suatu permasalahan sehingga siswa aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

Hal ini sesuai dengan teori konstruktivis.

Menurut Margunayasa,dkk (2014) dalam teori konstruktivis, siswalah yang memperoleh kesempatan menyusun pengetahuannya sendiri sesuai dengan kemampuan dan lingkungannya dan guru hanya berperan sebagai pembimbing.

Pada tahap negosiasi makna, masing-masing kelompok terlihat sangat aktif melakukan diskusi terkait dengan hasil penyelidikan yang telah dilakukan. Pada tahap penerapan konsep pada situasi baru, seluruh siswa mampu menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru terkait dengan hasil percoban yang telah dilakukan.

Kemudian pada tahap pembuatan kesimpulan, seluruh siswa mampu membuat kesimpulan terhadap hasil percobaan yang telah dilakukan dengan tepat

(9)

9

Berbeda dengan pembelajaran IPA yang tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video. Selama proses pembelajaran IPA, guru bertindak selaku pelaksana proses pembelajaran. Umumnya yang dilakukan guru yaitu ceramah, mendemonstrasikan sesuatu, dan mendiskusikan apa yang telah dilihat atau didengar, sehingga guru lebih aktif daripada siswa karena aktivitas siswa hanya duduk, dengar, catat, dan hafal. Hal ini menyebabkan aktivas siswa dalam proses pembelajaran cenderung bermain dan kurang memperhatikan penjelasan guru.

Hasil dan temuan mengenai model pembelajaran inkuiri terbimbing sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Atmaja, Dewi, serta Udiani.

Hasil penelitian Atmaja (2013) di SDN 1 Sangsit menyatakan bahwa, hasil posttest terhadap 40 orang siswa kelompok kontrol menunjukkan skor tertinggi adalah 28 dan skor terendah adalah 13, sedangkan kelompok eksperimen skor tertinggi adalah 30 dan skor terendah adalah 19. Hasil penelitian Dewi (2013) di SDN Keluruhan Kaliuntu menyatakan bahwa, hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional menunjukkan bahwa, skor rata-rata hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing yakni 78,12 berada pada kategori tinggi lebih besar daripada rata- rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian juga didukung oleh Udiani (2015) di SD No.7 Benoa Kecamatan Kuta Selatan menyatakan bahwa, rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah 34,55 sedangkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yaitu sebesar 30,40.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diinterpretasikan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD di

Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017.

PENUTUP

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka simpulan penelitian ini yaitu terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video dengan kelompok siswa yang tidak dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video pada siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017.

Rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video adalah 21,02 sedangkan rata-rata skor kelompok siswa yang tidak dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video adalah 16,30. Jadi model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan video memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Gerokgak Tahun Pelajaran 2016/2017.

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Nata Putra. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Konsep Tri Pramana Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V di SDN 1 Sangsit”. Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/article.p hp?article=105413&val=1342(diakses tanggal 18 Januari 2017).

Dewi, Narni Lestari. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar

IPA”. Tersedia pada

http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/inde x.php/jurnal_pendas/article/download/51 2/304(diakses tanggal 18 Januari 2017).

Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012.

Strategi dan Model Pembelajaran.

Jakarta: Indeks.

(10)

10

Mahadewi, Luh Putu Putrini, dkk. 2012.

Media Video Pembelajaran. Singaraja:

Undiksha.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Satori, Djm’an.dkk. 2007. Profesi Keguruan.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Slamet, Adeng. 2008. Praktikum IPA.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini.Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Sudana, Dewa Nyoman. dkk. 2016.

Pendidikan IPA SD. Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha.

Tegeh, I Made. 2013. Seminar Pendidikan.

Singaraja: Undiksha Press.

Udiani, Ni Ketut. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar IPA dengan Mengendalikan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas IV SD No.7 Benoa Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten

Badung. Tersedia pada

http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/inde x.php/jurnal_pendas/article/download/22 5/1268 (Diakses pada tanggal 28 Februari 2017).

Referensi

Dokumen terkait

Asal mula kata pendidikan arakter adalah mengambil dari dua kata yang tidak sama ataupun berbeda dikarenakan dua kata ini memiliki makna sendiri- sendiri yakni

Artinya, bahwa bila kedisiplinan meningkat, maka kecelakaan kerja akan menurun dan Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kelalaian kerja terhadap kecelakaan

Tuckey test menunjukkan bahwa ada perbedaan antara satu formula dengan formula lain sehingga dapat disimpulkan bahwa CMC-Na berpengaruh terhadap stabilitas pH sirup...

Bapak Montty : ada 3 hal yang ingin saya sampaikan, yang pertama adalah pada tahun depan kita harus melakukan kajian yang spesifik, yang kedua ilmu transparansi itu signifikan

Menurut PIC ESAP, seiring berjalannya waktu pada program ESAP, timbul berbagai permasalahan seperti peningkatan kemampuan dari para peserta berkemampuan lebih tinggi dan

institusi hukum dan profesi hukum, Pembangunan yang komprehensif harus memperhatikan hak-hak azasi manusia, keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan, dan dengan

Dari semua faktor yang diteliti baik jenis kelamin, umur, pendidikan formal, status pekerjaan, pengalaman gula darah rendah, kepemilikan alat pengukur gula darah,

Berdasarkan kelima faktor diatas penulis beranggapan bahwa faktor hukum atau undang-undang, faktor penegak hukum, dan faktor sarana atau fasilitas merupakan faktor