• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etiologi / Faktor Penyebab Preeklampsia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Etiologi / Faktor Penyebab Preeklampsia"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Preeklampsia Pengertian Preeklampsia

Beberapa pengertian preeklamsia menurut para ahli :

1. Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan ( Manuaba, 1998 ).

2. Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,

sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).

3. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000)

4. Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria (kamus saku kedokteran Dorland ).

Etiologi / Faktor Penyebab Preeklampsia

Adapun penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui, namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklampsia, yaitu :

• Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,hidramnion, dan mola hidatidosa.

(2)

• Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.

• Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.

• Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Faktor Predisposisi Preeklamsia • Molahidatidosa

• Diabetes melitus • Kehamilan ganda • Hidropfetalis • Obesitas

• Umur yang lebih dari 35 tahun

Klasifikasi Preeklampsia

Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut : Preeklampsia Ringan :

• Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali

pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

• Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.

• Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.

Preeklampsia Berat

• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. • Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.

• Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .

• Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium. • Terdapat edema paru dan sianosis.

(3)

Patofisiologi Preeklamsia

Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation. Manifestasi Klinik Preeklampsia

Pertambahan berat badan yang berlebihan Edema

Hipertensi Proteinuria

Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah

Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah

• Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )

• Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ) • Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ) b. Urinalisis

Ditemukan protein dalam urine. c. Pemeriksaan Fungsi hati

• Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ) • LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat • Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.

(4)

• Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )

• Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )

o Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl ) d. Tes kimia darah

Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl ) Radiologi

a. Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.

b. Kardiotografi

Diketahui denyut jantung janin lemah.

Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

• Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria

• Gejala subyektif : sakit kepala didaerah frontal, nyeri epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, diplopia; mual dan muntah.

• Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang

• Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium

Pencegahan Preeklampsia

• Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.

• Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsi kalau ada faktor-faktor predisposisi.

(5)

• Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

Komplikasi Preeklampsia

Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara lain:

Pada Ibu

• Eklampsia • Solusio plasenta

• Pendarahan subkapsula hepar • Kelainan pembekuan darah ( DIC )

• Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count )

• Ablasio retina

• Gagal jantung hingga syok dan kematian. Pada Janin

• Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus • Prematur

• Asfiksia neonatorum • Kematian dalam uterus

• Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

Konsep Dasar Askep Preeklampsia A. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu dengan preeklampsia adalah : 1. Data subyektif :

- Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun - Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, edema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur

(6)

- Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM

- Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan preeklampsia atau eklampsia sebelumnya - Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan

- Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya

-2. Data Obyektif :

- Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam - Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema

- Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress

- Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )

- Pemeriksaan penunjang ;

• Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam

• Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit

menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml

• Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu

• Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak • USG ; untuk mengetahui keadaan janin

• NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. Masalah Keperawatan

a. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )

(7)

b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta

c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir

d. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan

C. Perencanaan

Diagnosa keperawatan I :

Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu

Kriteria Hasil :

- Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 ) - Tanda-tanda vital :

Tekanan Darah : 100-120/70-80 mmHg Suhu : 36-37 C Nadi : 60-80 x/mnt RR : 16-20 x/mnt

Intervensi :

1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam

R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH

2. Catat tingkat kesadaran pasien

R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak 3. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )

R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang

(8)

4. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus

R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan

5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang

Diagnosa keperawatan II :

Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin

Kriteria Hasil :

- DJJ ( + ) : 12-12-12 - Hasil NST :

- Hasil USG ;

Intervensi :

1. Monitor DJJ sesuai indikasi

R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio plasenta

2. Kaji tentang pertumbuhan janin

R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga timbul IUGR

3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )

R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin

(9)

R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin

5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

Diagnosa keperawatan III :

Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat mengantisipasi rasa nyerinya

Kriteria Hasil :

- Ibu mengerti penyebab nyerinya

- Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya

-Intervensi :

1. Kaji tingkat intensitas nyeri pasien

R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat

menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya

2. Jelaskan penyebab nyerinya

R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif 3. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul R/. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi

4. Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri R/. untuk mengalihkan perhatian pasien

(10)

Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang Kriteria Hasil :

- Ibu tampak tenang

- Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan

- Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasan ibu

R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa

3. Jelaskan mekanisme proses persalinan

R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional ibu yang maladaptif

2. gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif

R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif

3. Beri support system pada ibu

R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati

D. Implementasi

Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan.

E. Evaluasi

Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan

(11)

Persis Mary Hamilton, (1995), Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta

R. Sulaeman Sastrawinata, (1981), Obstetri Patologi, Elstar Offset, Bandung.

——(1995), Ilmu Penyakit Kandungan UPF Kandungan Dr.Soetomo. Surabaya

A. Pengertian

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3). Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak

menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,

sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).

Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).

Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini :

1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.

(12)

2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;

3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam

4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium 5. Edema paru dan sianosis.

(Ilmu Kebidanan : 2005)

B. Etiologi

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :

- Spasmus arteriola - Retensi Na dan air - Koagulasi intravaskuler

Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri Patologi : 1984)

Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang sebab mana yang akibat (Ilmu Kebidanan : 2005).

C. Patofisiologi

Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua

(13)

arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunniangham,2003).

Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat

menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim

(Michael,2005).

Perubahan pada organ : 1. Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid

(14)

intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003).

2. Metablisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,2005).

3. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh

adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).

4. Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).

5. Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjad partus

prematur. 6. Paru2

(15)

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru (Rustam, 1998).

D. Manifestasi Klinis

Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu : - Edema

- Hipertensi - Proteinuria

Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau

pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :

- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. - Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.

- Oliguria (<400 ml dalam 24 jam). - Sakit kepala hebat atau gangguan

penglihatan. - Nyeri epigastrum dan ikterus. - Trombositopenia. - Pertumbuhan janin terhambat. - Mual muntah - Nyeri epigastrium - Pusing - Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)

E. Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor

(16)

predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.

F. Penatalaksanaan

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :

a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal.

1. Perawatan aktif

Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :

a. Ibu

• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)

b. Janin

• Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) • Adanya tanda IUGR (janin terhambat) c. Laboratorium

(17)

• Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)

2. Pengobatan mediastinal

Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah : a. Segera masuk rumah sakit.

b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.

c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.

d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).

1. Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.

2. Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

3. Syarat-syarat pemberian MgSO4

• Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit.

• Refleks patella positif kuat.

• Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.

• Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4. MgSO4 dihentikan bila :

• Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis

(18)

menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung. • Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :

- Hentikan pemberian MgSO4

- Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit

- Berikan oksigen

- Lakukan pernapasan buatan

• MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan (normotensi).

f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM. g. Anti hipertensi diberikan bila :

1. Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

2. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya. 3. Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

4. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib bakri,1997)

b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.

1. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

(19)

2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan.

3. Pengobatan obstetri :

a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi.

d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2 gr IV.

4. Penderita dipulangkan bila :

a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.

b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu). G. Komplikasi 1. Stroke 2. Hipoxia janin 3. Gagal ginjal 4. Kebutaan 5. Gagal jangtung 6. Kejang 7. Hipertensi permanen 8. Distress fetal 9. Infark plasenta 10. Abruptio plasenta

(20)

11. Kematian janin

H. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia

1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi urin.

2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.

3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.

4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999) 5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan kardiomegali.

I. Pathways Terlampir

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT

Kasus

Ny. A 19 tahun datang kerumah sakit bersama suaminya Tn. B 21 tahun pada tanggal 7 Januari 2011 dengan keadaan hamil, usia kehamilannya 20 minggu. Ny. A mengatakan sesak nafas dan suaminya Tn. B mengatakan bahwa istrinya lemas, pusing, matanya berkunang-kunang, nyeri punggung, berat badan

bertambah dengan cepat, dan kakinya membesar. Setelah dilakukan

(21)

RR : 34 x/menit, suhu : 360 C. Dari pemeriksaan Urin didapatkan kadar protein urin 5 gr.

Hari / tanggal masuk : 7 Januari 2011 Jam :

No. CM : Ruang :

Diagnosa medis :

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan : perawat H. Hari / tanggal : 7 Januari 2011 Jam :

1. Biodata a. Klien Nama : Ny. A Umur : 19 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan Alamat :

Pekerjaan : Pendidikan :

-Status perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam

b. Penanggung jawab Nama : Tn. B

Umur : 21 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Alamat :

Pekerjaan : Pendidikan :

(22)

Agama : Islam

Hubungan dengan klien : Suami klien

B. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama

Klien merasa sesak nafas. b. Riwayat kesehatan sekarang

Ny. A 19 tahun datang kerumah sakit bersama suaminya Tn. B 21 tahun pada tanggal 7 Januari 2011 dengan keadaan hamil, usia kehamilannya 20 minggu. Ny. A mengatakan sesak nafas dan suaminya Tn. B mengatakan bahwa istrinya lemas, pusing, matanya berkunang-kunang, nyeri punggung, berat badan

bertambah dengan cepat, dan kakinya membesar. Setelah dilakukan

pemeriksaan tanda vital didapatkan TD : 160 / 110 mmHg, nadi : 120 x/menit, RR : 34 x/menit, suhu : 360 C. Dari pemeriksaan Urin didapatkan kadar protein urin 5 gr.

c. Riwayat kesehatan terdahulu

Ny. A tidak mempunyai penyakit hipertensi sebelumnya. d. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga tidak mempunyai penyakit hipertensi. e. Riwayat persalinan

Ny. A belum pernah melakukan persalinan. f. Riwayat perkawinan

Menikah 1 kali dan telah berangsung 1 tahun g. Riwayat kontrasepsi

Pasien dan suaminya belum pernah memakai kontrasepsi

C. Pengkajian Primer a. Airway

Tidak ada sumbatan jalan nafas b. Breathing

(23)

c. Circulation

Nadi : 120 x/menit, kulit pucat, ekstremitas dingin

D. Pengkajian Sekunder 1. Keadaan umum : lemah 2. Kesadaran : apatis 3. Tanda-tanda vital : TD : 160 / 110 mmHg RR : 34 x/ menit Nadi : 120 x/menit Suhu : 360 C 4. Kepala : simetris

5. Mata : anemis, diplopia, ikterik 6. Telinga : terdapat serumen 7. Hidung : simetris

8. Dada : Paru-paru

I : asimetris cembung, edema Pa : fremitus meningkat Pe : pekak Au : sesak nafas Jantung I : asimetris Pa : denyut melemah Pe : pekak Au : lemah 9. Abdomen

I : membesar sesuai status obstetri Au : bising usus normal

Pa : nyeri tekan pada kuadran 1 Pe :

(24)

10. Ekstremitas : edema 11. Genetalia : normal

E. Pola Kehidupan Sehari-hari 1. Pernafasan

RR : 34 x/menit, takiepnea 2. Sirkulasi

TD : 160 / 110 mmHg, Nadi : 120 x/menit, Suhu : 360 C 3. Nutrisi

Anoreksia, mual muntah 4. Eliminasi

BAB 1 x sehari, proteinuria 5. Mobilitas dan kenyamanan Klien lemah, pusing, nyeri 6. Tidur dan istirahat Klien sukar tidur 7. Kebersihan diri Klien mandi 2 x sehari. 8. Komunikasi

Komunikasi klien terbatas karena kelemahan. 9. Ibadah

Pasien masih bisa melaksanakan ibadah sesuai kemampuan. 10. Sosial ekonomi

Kebutuhan sosial ekonomi klien terganggu dan ekonominya.

F. Analisa Data

Tgl / jam Data fokus Etiologi Problem DS : klien mengatakan sesak nafas. DO :

(25)

RR : 34 x/ menit Nadi : 120 x/menit

Suhu : 360 C Peningkatan kebutuhan O2 Pola nafas inefektif. DS : sesak nafas

DO : TD : 160 / 110 mmHg RR : 34 x/ menit

Nadi : 120 x/menit COP menurun Gangguan perfusi jaringan DS : sesak nafas, lemah

DO : - Kelemahan fisik, ketidakseimbangan suplai O2 Intoleransi aktifitas DS : pusing, nyeri punggung

DO : - Peningkatan tekanan vaskuler otak Gangguan rasa nyaman nyeri DS : Berat badan bertambah cepat, kakinya membesar.

DS : udema Peningkatan reabsorbsi Na Kelebihan volume cairan DS : mata berkunang-kunang

DO : - Peningkatan tekanan vaskuler retina Resiko injuri

G. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2 2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik 4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak

5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na 6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina

H. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas kembali normal

Kriteria hasil : bebas dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt Intervensi :

(26)

a. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman Rasional : untuk mengetahui pola nafas pasien b. Auskultasi bunyi nafas

Rasional : mengetahui ada tidaknya nafas tambahan c. Atur posisi pasien semi fowler

Rasional : merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru d. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi

Rasional : meningkatkan pengiriman oksigen ke paru

2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan kebutuhan O2 terpenuhi.

Kriteria hasil : CRT < 2 detik, tidak terjadi sianosis Interensi :

a. Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu. Rasional : untuk mengetahui kelemahan otot pernapasan.

b. Awasi tanda-tanda vital

Rasional : untuk mengetahui tingkat kegawatan klien. c. Pantau BGA

Rasional : asidosis yang terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel.

d. Kolaborasi pemberian IV larutan elektrolit

Rasional : meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler.

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien dapat terpenuhi

Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / di perlukan Intervensi :

a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas Rasional : mengetahui tingkat kelemahan

(27)

b. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi

Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2. c. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

Rasional : Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang /menghilang

Kriteria hasil : wajah tidak menyeringai, tidak pusing Intervensi :

a. Kaji skala nyeri

Rasional : mengetahui intensitas nyeri b. Pertahankan tirah baring

Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi

c. Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya, mengejan, batuk panjang

Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan penyakit

d. Ajarkan taknik relaksasi dan distraksi

Rasional : membantu menghilangkan rasa nyeri

e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi misalnya lorazepam, diazepam Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan rengsang system saraf simpatis.

5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na

Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam BB stabil Kriteria hasil : - Tidak ada destensi vena perifer dan edema

- Paru bersih dan BB stabil Intervensi :

a. Obervasi input dan output

(28)

b. Jelaskan tujuan pembatasan cairan / Na pada pasien

Rasional : Na dapat mengikat air sehingga meningkatkan volume cairan bertambah

c. Kolaborasi pemberian deuretik , contoh : furosemid (lazix),asam etakrinik (edecrin) sesuai dengan indikasi.

Rasional : Menghambat reabsorpsi natrium dan menurunkan kelebihan cairan d. Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional : diet pembatasan Na sesuai indikasi

6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak mengalami trauma

Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami cidera Intervensi :

a. Hindarkan pasien dari benda-benda yang berbahaya bagi pasien Rasional : Mencegah terjadinya injuri

b. Pertahankan tirah baring

Rasional : Meminimalkan pergerakan pasien

c. Pertahankan BEL di samping tempat tidur dan pagar tempat tidur tinggi Rasional : Mencegah terjadinya injuri

d. Batasi aktivitas pasien

Rasional : Meminimalkan aktivitas yang dapat menimbulkan trauma pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta Doengoes, Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.

(29)

Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta Pusat

Obstetri Patologi. 1984. Elstar Offset : Bandung.

Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.

Pengertian preelamsia menurut beberapa referensi :

A. Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi, protein pada urin dan pembengkakan, dibarengi dengan perubahan pada refleks (Curtis, 1999).

B. Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria (Bobak, dkk., 2005).

C. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).

D. Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2000).

(30)

E. Pre eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.

2.2 Etiologi

Etiologi penyakit preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.

Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita preeklampsia.

Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :

· Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis · Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan. · Kegemukan.

· Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.

· Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan. · Mengandung lean alirbih dari satu orang bayi.

· Gizi buruk

· Gangguan aliran darah ke rahim.

Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit: primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.

(31)

Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklampsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami

hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25%.

Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan dari preeklampsia ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia (Bobak, dkk., 2005).

2.3 Patofisiologi

Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Patofisiologi pre eklamsi-eklamsi setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi

peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance[SVRI]), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid.

Pada pre eklamsi volume plasma yang beredar menurun sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta.

Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan

menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.

(32)

Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensifitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu

ketidakseimbagan antara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2. Selain kerusakan endotelial vasospasme arterial menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut

menurunkan volume intravaskular, mempredisposisi pasien yang mengalami pre eklamsi mudah mengalami edema paru.

Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden pre eklamsi pada ibu baru dan ibu hamil dari pasangan baru (materi genetik yang berbeda).

Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi pre eklamsi dan eklamsi pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsi, yang menunjukkan suatu gen resesif autoso yang mengatur respon imun

maternal.

Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan menginduksi edema otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan gangguan penglihatan (skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran. Komplikasi yang mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang (Bobak, dkk., 2005).

2.4 Patologi

Berbagai teori mengenai asal preeklampsia telah diajukan, tetapi baru-baru ini tidak terdapat penjelasan yang lengkap tentang penyebab gangguan ini. Respons imun abnormal, gangguan endokrin, predisposisi genetik, kelebihan atau kekurangan nutrisi, dan gangguan ginjal semua diajukan sebagai berperan pada terjadinya preeklampsia.

Banyak sumber menyetujui bahwa penyebab preeklampsia adalah multifaktor antara lain nulipara, usia maternal lebih dari 35 tahun, usia ibu kurang dari 18

(33)

tahun, riwayat keluarga hipertensi akibat kehamilan (HAK), dan riwayat HAK pada kehamilan sebelumnya.

Vasospasme paling mungkin sebagai penyebab proses penyakit. Ketika vasospasme berlanjut, terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan mengalirnya trombosit dan fibrin ke dalam lapisan subendotel dinding pembuluh darah. Hal ini diketahui bahwa ibu yang mengalami

preeklampsia mempunyai sensivitas pada angiotensin II, yang dianggap menjadi kontributor utama untuk proses vasospasme. Vasokonstriksi juga berperan pada kerusakan sel darah merah ketika melewati diameter pembuluh darah yang bgerkurang ukurannya. Vasospasme akhirnya menimbulkan hipoksia jaringan lokal pada berbagai sistem organ, termasuk plasenta, hati, paru, otak, dan retina. Vasospasme serebral berperan pada gejala sakit kepala dan gangguan

penglihatan serta dapat berlanjut menjadi stroke.

Vasospasme pada sistem ginjal berperan pada penurunan aliran darah ginjal. Sistem ginjal mengalami pembengkakan sel endotel glomerulus, lumen kapiler glomerulus berkonstriksi, dan filtrasi glomerulus dan selanjutnya menurun. Karena penurunan filtrasi, nitrogen urea darah serum, kreatinin, dan natrium meningkat; dan haluaran urin menurun. Retensi natrium selanjutnya sensivitas terhadap angiotensi II dan peningkatan volume cairan ektra seluler. Pada kasus berat, vasospasme dan pembentukan trombus arterial dapat menimbulkan nekrosis korteks renal.

Terjadinya edema umum karena kerusakan dinding pembuluh darah dan retensi cairan sekunder akibat penurunan filtrasi glomerulus. Ketika cairan bergeser dari ruang intravaskular ke ektravaskular terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Hal ini pada gilirannya menempatkan kebutuhan pada jantung sebagai

presoreseptor pada organ mayor memberi umpan balik untuk meningkatkan curah jantung. Riset tentang curah jantung pada preeklampsia masih menjadi konflik.

Beberapa penelitian telah menetapkan penurunan curah jantung yang dikaitkan dengan peningkatan tahanan vaskular perifer, sedangkan penilitian lain

(34)

peningkatan curah jantung dan penurunan tahanan perifer sampai penyakit menjadi berat.

Disfungsi hati pada preeklampsia dapat direntang dari perubahan enzim ringan sampai edema hepatik, edema subkapsular, atau hemoragi. Perubahan berat dapat terjadi sebagai nyeri kuadran kanan atas. Bila edema hepatik mewakili derajat edema umum yang mencakup edema serebral, nyeri kuadran kanan atas sering dikaitkan dengan derajat edema serebral yang mengakibatkan aktivitas kejang (eklampsia).

Kerusakan dinding pembuluh darah, dan kebocoran produk darah ke dalam ruang ektravaskular akhirnya menimbulkan koagulopati konsumtif serupa dengan koagulasi intravaskular diseminata. Mekanisme trombositopenia yang tampak pada preeklampsia tidak dipahami dengan baik. Satu teori adalah bahwa

kerusakan endotel dikaitkan dengan agregasi dan destruksi tombosit. Gangguan mekanisme pembekuan normal dapat menimbulkan hemoragi dan kematian. Beberapa ibu yang mengalami preeklampsia berlanjut mengalami sindrom HELLP, yang dikaitkan dengan progresi cepat proses patologis dan

mengakibatkan hasil janin dan maternal sebaliknya. Ibu yang mengalami sindrom HELLP kemungkinan menunjukkan subset individual yang mengalami disfungsi endotel lebih berat, dan dianggap bahwa predisposisi ini mungkin bersifat genetik.

Disamping efek tidak langsung penurunan perfusi maternal pada janin, proses vasospasme juga secara langsung mempengaruhi plasenta. Lesi plasenta yang adalah akibat infrak selanjutnya menurunkan perfusi ke janin, yang menimbulkan intrauterine growth restriction (IUGR) dan hipoksia. Komplikasi yang dikaitkan dengan preeklampsia berat meliputi gangguan plasenta, gagal ginjal akut,

abrupsio retina, gagal jantung, hemoragi serebral, IUGR, dan kematian maternal dan janin (Walsh, 2008).

2.5 Diagnosis

Diagnosis preeklampsia dilakukan pada setiap kali pemeriksaan prenatal dengan mengukur tekanan darah ibu dan menguji protein urine. Diagnosis preeklampsia

(35)

ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu (Prawirohardjo, 2008).

§ Hipertensi : sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia. § Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik.

§ Edema :edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka, dan perut, edema generalisata.

Prawirohardjo (2008) menjelaskan bahwa diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :

a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

b. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif. c. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

d. Kenaikan kadar kreatinin plasma.

e. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur.

f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson).

g. Edema paru-paru dan sianosis. h. Hemolisis mikroangiopatik.

i. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.

j. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase.

k. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat. l. Sindrom HELLP (Prawirohardjo, 2008).

Perlu diperhatikan bahwa tingginya tekanan darah bukan merupakan penentu utama klasifikasi berat atau ringannya PE.

(36)

Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005

2.6 Pencegahan

Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang

berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Pencegahan yang dimaksud ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang berisiko terjadinya preeklampsia (Prawirohardjo, 2008). Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi angka kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urin untuk menetukan proteinuria. Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang dan berkaitan dengan preeklampsia :

a. Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin, rendah lemak. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.

b. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kea rah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.

c. Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian :

1. Uji kemungkinan preeklampsia :

a). Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya b). Pemeriksaan tinggi fundus uteri

c). Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema d). Pemeriksaan protein dalam urine

e). Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum, dan pemeriksaa retina mata.

(37)

2. Penilaian kondisi janin dalam rahim a). Pemeriksaan tinggi fundus uteri

b). Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban

c). Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi (Curtis, 1999).

2.7 Penanganan

Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan organ vital pada keadaan normal, dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi.

Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 , dalam infuse Dextrosa 5% dengan kecepatan 15-20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4 2 g intravena dalam 10 menit selanjutnya 2 g/jam dalam drip infuse sampai tekanan darah stabil 140-150/90-100 mmHg. Ini diberikan sampai 24 jam pasca persalinan atau dihentikan 6 jam pasca persalinan ada perbaikan nyata ataupun tampak tanda-tanda intoksikasi. Sebelum memberikan MgSO4 perhatikan reflek patella, pernapasan 16 kali/menit. Selama pemberian parhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah merah. Berikan nefidipine 3-4 x 10 mg oral (dosis maksimum 80 mg/hari), tujuannya adalah untuk penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam. Periksa tekanan darah, nadi, pernapasan tiap jam. Pasang kateter kantong urin setiap 6 jam.

PE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan dengan terminasi kehamilan.

Tujuan terapi pada PE:

1. Mencegah kejang dan mencegah perdarahan intrakranial 2. Mengendalikan tekanan darah

3. Mencegah kerusakan berat pada organ vital 4. Melahirkan janin yang sehat

Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti sudah adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin.

(38)

Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan preterm merupakan bahan kontroversi.Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEBerat pada kehamilan 32 – 34 minggu setelah diberikan glukokortikoid untuk

pematangan paru.

Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 – 32 perlu pertimbangan untuk menunda persalinan guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas

perinatal.

Terapi pada pasien ini adalah :

1. Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier) 2. MgSO4

3. Antihipertensi 4. Kortiskosteroid

5. Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium 6. mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi

Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan yang agresif. Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan induksi persalinan diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC

2.8 Asuhan Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN MASALAH PREEKLAMSIA BERAT

Tanggal masuk : 9 Mei 2011 Tanggal pengkajian : 11 Mei 2011 Dx medis : PEB A. PENGKAJIAN 1. Biodata a. Identitas klien Nama : Ny.R Umur : 32 tahun

(39)

Jenis kelamin : Perempuan Agama : Kristen Protesttan Pendidikan : SMA

Pekerjaan : ibu rumah tangga Suku bangsa :

Alamat :

b. Identitas penanggung jawab Nama : Tn.s

Umur : 34 th

Jenis kelamin : laki laki Agama : Kristen Protestan Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : swasta Suku bangsa : Alamat :

Hub dg klien : suami 2. Riwayat Kesehatan.

a. Keluhan utama: mengeluh mual muntah

b. Riwayat kesehatan sekarang: klien mengeluh nyeri kemudian di bawa ke RS untuk menjalani perawatan medis

c. Riwayat kesehatan dahulu:

d. Riwayat kesehatan keluarga: ibu klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.

e. Genogram:

-f. Riwayat alergi obat dan makanan: tidak ada alergi obat dan makanan

3. Pola Fungsi Kesehatan

Persepsi terhadap kesehatan: ibu klien melihat tanda dan gejala nyeri pada anaknya kemudian langsung membawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan yang optimal.

(40)

Pola aktivitas- latihan: Aktivitas 0 1 2 3 4 Makan x Minum x Eliminasi x Mobilisasi x Berpakaian x Keterangan: 0 : mandiri

1 : dengan alat Bantu 2 : bantuan orang lain

3 : bantuan orang lain dan peralatan 4 : tergantung total

4. Pemeriksaan fisik a. Aktivitas

Gejala : kelemahan, penambahan berat badan, reflek fisiologis +/+ , reflek patologis -/-.

Tanda : pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka b. Sirkulasi

Gejala : penurunan oksegen Tanda :

c. Abdomen

Gejala : Inspeksi : Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm, sikatrik bekas operasi ( - ) Palpasi :

Ø Leopold I : teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc. Xyphoideus teraba massa besar, lunak, noduler

Ø Leopold II : teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian – bagian kecil janin di sebelah kanan.

Ø Leopold III : teraba masa keras, terfiksir

(41)

Auskultasi : BJA 142 x/1’ regular Eliminasi

Gejala : proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria d. Makanan / cairan

Gejala : peningkatan berat badan, muntah-muntah Tanda : nyeri epigastrium,

e. Integritas ego Gejala : perasaan takut. Tanda : cemas.

f. Neurosensori Gejala : hipertensi

Tanda : kejang atau koma g. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala, ikterus, gangguan penglihatan.

Tanda : gelisah, h. Pernafasan

Gejala : vesikuler, Rhonki -/-, Whezing -/-, sonor Tanda : irama teratur, bising tidak ada

i. Keamanan

Gejala : jatuh, gangguan pengihatan, perdarahan spontan. Tanda :

j. Seksualitas

Gejala : Status Obstetrikus

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Darah lengkap: trombositopeni 2. Urin : proteinuria, oliguri

3. USG

(42)

Data subyektif:

· klien mengatakan mengalami nyeri hebat pada daerah perut

· P: nyeri berkurang setelah minum obat Q: nyeri berat R: nyeri pada daerah perut

· S: skala 8 T: nyeri terasa selama 3menit sekali

· klien mengatakan susah makan karena sering mual muntah · klien mengatakan sering merasa haus

Data obyektif:

· klien tampak pucat, dehidrasi

· klien tampak kurus, anoreksia, konjungtiva pucat · klien tampak lemah, bedrest

D ANALISA DATA

NO SYMPTOM PROBLEM ETIOLOGI

1. DS : DO : - Dipsnea - Napas pendek - Nyeri dada - batuk - hemoptisis - pembesaran limpa - hipoksia

Pola nafas tidak efektif

Deformitas dinding dada (adanya edema pada paru) 2. DS: klien mengatakan anaknya mengalami nyeri hebat pada daerah perut P: nyeri berkurang setelah minum

(43)

obat Q: nyeri berat R: nyeri pada daerah perut S: skala 8 T: nyeri terasa selama 3 menit sekali DO: klien tampak menahan nyeri 3. DS: klien mengatakan susah makan karena sering mual muntahDO: klien tampak kurus, lemah, anoreksia, konjungtiva pucat Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Ketidakmampuan dalam memasukkan/mencerna makanan karena faktor biologi

4. DS: ibu klien mengatakan sering merasa haus DO: klien tampak lemah, bedrest, dehidrasi, turgor kulit lambat Resiko kekurangan volume cairan

Retensi garam dan air

5. Ds : Do : - Pasien selalu merasa ingin BAK (anyang-anyangan) Gangguan eliminasi urin Sindroma nefrotik (penurunan filtrasi)

(44)

- Pasien merasa nyeri saat awal setelah BAK - Dipermukaan saluran kencing bawah (orifisium uretra) merah (eritematus) dan membengkak (oedema) 6. DS : DO : - Pasien tampak lemah - Skala nyeri 8 - Tampak terpasang kateter

Resiko infeksi Tindakan invasif

Diagnosa keperawatan dan prioritas masalah

Pola nafas tidak efektif b/d Deformitas dinding dada (adanya edema pada paru) Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera biologi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Ketidakmampuan dalam memasukkan/mencerna makanan karena faktor biologi Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan retensi garam dan air Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sindroma nefrotik (penurunan filtrasi)

(45)
(46)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN MASALAHPREEKLAMSIA BERAT

N o

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Wkt Implementasi Evalua si 1 Pola nafas tidak efektif b/d Deformitas dinding dada (adany a edema pada paru) Setelah dilakukan tindakan keperawa tan selama 1 X 24 jam diharapka n pola nafas klien normal dengan kriteria hasil: Respirato rystatus: Ventilatio n(0703) - Respirasi dalam batas normal - Mudah bernafas - Tidak - Buka jalan nafasdengan tehnik chin lift

- Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi jikapasi en perlupemasang an alat jalan nafas buatan - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan - Monitor

respirasi dan status O2 - Observasi TTV - Agar memuda hkan bernapas dengan lancar - Untuk memenu hi kebutuha n O2 klien - Mencega h terjadinya hipoksia - Untuk mengeta hui adanya suara nafas tambaha 09.0 0 09.1 0 09.1 5 09.2 0 09.3 0 09.3 5 1. Membuka jalan nafas dengan tehnik chin lift 2. memposisik an klien untuk memaksimalka n ventilasi 3. mengidentifi kasi jika pasien perlu

pemasangan alat jalan nafas buatan 4. mengauskult asi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan 5. memonitor respirasi dan status O2 6. mengobserv asi TTV S : -O : Pola nafas klien lancar A : Tujuan tercapa i, masala h teratasi P : Pertah ankan interve nsi

(47)

ada dipsnea - TTV normal n - Untuk mengeta hui respirasir ed dan kebutuha b O2 - Mengeta hui keadaan umum klien 2 Nyeri akut berhubunga n dengan Agen cidera biologi Setelah dilakukan asuhan keperawa tan selama 1 x 24 jam diharapka n nyeri berkuran g dengan kriteria hasil: Pain control (1605) · 1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi: lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi 2. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga, dengan nyeri kronis 3. Evaluasi tentang keefektifitan dari - Mengindi kasikan terjadinya komplika si. - Dapat memban dingkan nyeri 09.4 0 09.5 0 1. mengkaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi: lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/berat nya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi 2. mengkaji pengalaman individu S : Klien mengat akan nyeri sudah berkura ng O : wajah klien terlit tidak meringi s menah an

(48)

Mengenal i faktor penyebab · Menggu nakan metode pencegah an · Menggu nakan metode pencegah an non analgetik untuk mengura ngi nyeri · Menggu nakan analgetik sesuai kebutuha n · Melapor kan gejala pada tenaga kesehata n · Mengen tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan 4. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan 5. Berikan analgetik sesuai anjuran 6. Beritahu dokter jika tindakan berhasil atau terjadi keluhan yang ada dari nyeri sebelumn ya - Penggun aan persepsi diri/ perilaku untuk menghila ngkan nyeri dapat membant u pasien mengata sinya lebih efektif 4. Informasi tentang nyeri dapat membant u dalam menurun 09.5 5 10.0 0 10.1 5 10.2 0 terhadap nyeri, keluarga, dengan nyeri kronis 3. mengevaluasi tentang keefektifitan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan 4. memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan 5. memberikan analgetik sesuai anjuran nyeri A : Tujuan tercapa i, Masala h teratasi P : Pertah ankan interve nsi

(49)

ali gejala-gejala nyeri · Mencata t pengalam an tentang nyeri sebelumn ya · Melapor kan nyeri yang sudah terkontrol Keterang an penilaian NOC: 1. Tidak dilakukan sama sekali 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan 4. Sering dilakukan kan persepsi nyeri 5.Analget ik diberikan untuk nyeri ringan yang tidak hilang dengan tindakan kenyama nan. 6.Untuk melanjutk an terapi selanjutn ya 6. memberitau kan dokter jika tindakan berhasil atau terjadi keluhan

(50)

5. Selalu dilakukan 3 Ketidakseim bangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubunga n dengan Ketidakmam puan dalam memasukka n/mencerna makanan karena faktor biologi Setelah dilakukan asuhan keperawa tan selama 3 x 24 jam diharapka n nafsu makan klien normal lagi dengan kriteria hasil: Nutritiona l status (1004) · Stamina, Tenaga · Kekuatan menggen ggam · Penyemb uhan 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 3. Berikan substansi gula 4. Berikan makanan yang terpilih( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 5. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian 1. Untuk mengeta hui apakah pasien ada alergi makanan 2. intake fe dapat meningka tkan kekuatan tulang 3. substansi gula dapat meningka tkan energi pasien 4. Untuk memenu hi status gizi pasien 10.3 0 10.3 5 10.4 0 10.4 5 11.0 0 1. mengkaji adanya alergi makanan 2. menganjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 3. memberikan substansi gula 4. memberikan makanan yang terpilih( sudah dikonsultasika n dengan ahli gizi) 5. memberikan pasien bagaimana membuat catatan makanan hari S : Klien mengat akan sudah tidak merasa mual O : Klien sudah tidak terlihat lemas, konjun gtiva normal A : Tujuan tercapa i, Masala h teratasi P : Pertah ankan interve nsi

(51)

jaringan · Daya tahan tubuh · Tidak ada penuruna n BB yg berlebih Keterang an penilaian NOC: 1. Tidak pernah menunjuk kan 2. Jarang menunjuk kan 3. Kadang menunjuk kan 4. Sering menunjuk kan 5. Selalu menunjuk kan 5. Catatan harian makanan dapat mengeta hui asupan nutrisi pasien

(52)

kekurangan volume cairan berhubunga n dengan retensi garam dan air dilakukan asuhan keperawa tan selama 3 x 24 jam diharapka n klien dapat tidak ada resiko kekurang an volume cairan dengan kriteria hasil: · Mempert ahankan urin output sesuai dengan usia dan BB · TTV dalam batas normal catatan intake output urin yang di buat

2. Monitor adanya status dehidrasi

3. Monitor hasil lab. yang sesuai dengan retensi cairan 4. Monitor TTV 5. Kolaborasi pemberian cairan atau makanan/ infus 6. Monitor status nutrisi 7. Dorong masukan oral mengeta hui perubaha n intake output urin klien 2.antisipa si terjadinya dehidrasi berat 3.untuk memberi kan tindakan yang sesuai dengan kondisi klien 4.untuk mengeta hui keadaan umum klien 5.Untuk memulihk an energi pasien 5 11.2 5 11.3 0 11.3 5 11.4 0 12.0 0 12.1 0 nkancatatan intake output urin yang di buat 2. memonitir adanya status dehidrasi 3. memonitor hasil lab. yang sesuai dengan retensi cairan 4. memonitor TTV 5. mengkolabora sikan pemberian cairan atau makanan/ infus 6. memonitorst atus nutrisi 7. mendorong Klien mengat akan tidak merasa lemah O :Tugor kulit normal A : Tujuan tercapa i, Masala h teratasi P : Pertah ankan interve nsi

(53)

· Elastisita s turgor kulit normal · Tidak ada tanda-tanda dehidrasi · Membran mukosa lembab · Tidak ada rasa haus berlebiha n Keterang an penilaian NOC: 1. Tidak dilakukan sama sekali 2. Jarang dilakukan 3. Kadang 6. Untuk mengeta hui intake nutrisi pasien 7. Mengopti malkan keadaan pasien agar kembali normal masukan oral

(54)

dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan 5 Gangguan eliminasi urin berhubunga n dengansindr oma nefrotik (penurunan filtrasi) Setelah dilakukan tindakan keperawa tan selama 1 x 24 jam eliminasi urin klien dalam rentang normal dengan u rinary eliminatio n kriteria hasil : - Frekuensi eliminasi urin dalam rentang normal - Monitor pengeluaran urin termasuk frekuensi, warna, volume, dan senyawa yang terkandung didalamnya

- Monitor tanda dan gejala adanya retensi urin - Catat waktu pengeluaran urin terakhir - Ajarkan pasien untuk minum secara lancar yaitu 8 gelas sehari

- Anjurkan klien untuk mengenali adanya ISK yang berkelanjutan - Untuk mengeta hui warna, frekuensi, volume dan senyawa yang terkandu ng dalam urine yang di keluarkan oleh paisen. - Untuk mengeta hui tanda dan gejala yang terjadi pada pasien pada 12.2 0 12.3 0 12.3 5 12.4 0 1. memonitorp engeluaran urin termasuk frekuensi, warna, volume, dan senyawa yang terkandung didalamnya 2. memonitor t anda dan gejala adanya retensi urin 3. mencatat wa ktu pengeluaran urin terakhir 4. mengajarkan pasien untuk minum secara S : -O : Klien BAK dengan normal A : Tujuan tercapa i, Masala h teratasi P : Pertah ankan interve nsi

(55)

- Tidak ada bengkak dan memerah pada saluran kemih - Tidak ada sekret/cai ran nanah keluar dari saluran kencing - Urin tidak mengand ung protein glukosa ataupun keton saat terjadi retensi urine. - Untuk mengeta hui pengelua ran urin pasien - Untuk membant u pasien dalam memasuk kan cairan secara optimal. - Untuk membant u pasien mengeta hui gejala apbila ISK kembali. 12.5 0 lancar yaitu 8 gelas sehari 5. mengajarka n klien untuk mengenali adanya ISK yang berkelanjutan 6 Resiko infeksi Setelah dilakukan - Pertahankan tehnik isolasi - Untuk mencega 14.1 5 1.Mempertaha nkantehnik S : -O :

(56)

berhubunga n dengantinda kan invasife tindakan keperawa tan selama 2x24 jam, diharapka n pasien mampu mengkont rol terjadinya infeksi dengan criteria hasil: Risk Control (1902) - faktor resiko dari lingkunga n terpantau - strategi kontrol resiko berkemba ng dengan efektif - Batasi pengunjung bila perlu - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung - Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat - Tingkatkan intake nutrisi - Berikan terapi antibiotic bila perlu

h terjadinya infeksi - Untuk mengura ngi resiko infeksi dari pengunju ng - Untuk mencega h penyebar an pathogen terhadap pengunju ng - Untuk mengura ngi penyebar an pathogen - Untuk mempert ahankan 14.3 0 14.4 0 14.4 5 14.5 5 15.0 0 isolasi 2. membatasip engunjung bila perlu 3. mengintruksi kanpada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung 4.mempertaha nkanlingkunga n aseptic selama pemasangan alat 5. mmeningkatka nintake nutrisi 6. memberikan terapi antibiotic bila perlu Tidak terpasa ng kateter A : Tujuan tercapa i, Masala h teratasi P : Pertah ankan interve nsi

(57)

- memonito r perubaha n status kesehata n - melaksan akan strategi kontrol resiko yang terpilih Skala: Tidak pernah sampai diperlihat kan 1.tidak diperlihat kan 2.jarang diperlihat kan 3.kadang-kadang diperlihat kan asupan nutrisi klien - Antibioti c sebagai pelindun g tubuh untuk menolak pathogen yang merugika n bagi tubuh

(58)

4.sering diperlihat kan 5.konsist en diperlihat kan

Referensi

Dokumen terkait

‘I don’t like her,’ said Lady Silk in a voice like a frightened little girl.. ‘I don’t

penggunaan fungsi laptop sebagaimana mestinya. Dari hasil pengamatan di kelas serta diskusi dengan guru, dalam proses belajar biologi di kelas VIII-E RSBI SMP Negeri 1

6.1 Penjual menjamin bahwa Barang SAPTA akan sesuai dengan spesifikasi Penjual untuk Barang SAPTA yang bersangkutan dari waktu ke waktu. Penjual tidak menjamin

C. Untuk mengetahui alas an penganut Agama Kristen Katholik mengajukan permohonan pembatalan perceraian. Untuk mengetahui proses pembatalan perceraian menurut

Berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan memahami model literasi media berbasis kearifan lokal pada masyarakat di

Kegiatan penelitian, pemanfaatan, dan pengembangan tenaga nuklir di KNPJ memungkinkan untuk melepas material radioaktif ke lingkungan, sehingga diperlukan pemantauan

Kholangitis dapat disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang semuanya akan berakhir dengan stasis aliran cairan empedu dan akhirnya terjadi infeksi oleh bakteri akibat

Jenis kegiatan Target Cakupan Masalah Penyebab masalah Rencana inovasi kegiatan Dari lintas program 1 Cakupan komplikasi.. kebidanan yang