Tim Peneliti
Ketua :
Sintaningrum
Anggota :
Heru Nurasa Enjat Munadjat
Beny Alexandri Ida Widianingsih
Ahmad Buchori Yogi Suprayogi Tomi Setiawan Herijanto Bekti
KATA PENGANTAR
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Kami Tim Kajian Pengelolaan
Tambahan Penghasilan Pegawai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Universitas Padjadjaran telah dapat menyelesaikan Laporan Akhir Tata
Kelola Keuangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Evaluasi kinerja
keuangan merupakan faktor yang sangat penting dan tidak dapat
dipisahkan dari keseluruhan siklus manajemen pembangunan regional dan
nasional. Evaluasi Tata Kelola Keuangan ini lebih difokuskan untuk menilai
evaluasi kemandirian daerah,kemampuan keuangan daerah, proyeksi
keuangan daerah dan kemampuan daerah dalam memenuhi Tambahan
Penghasilan Pegawai (TPP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kajian ini
daerah memiliki posisi strategis karena dapat digunakan sebagai
mekanisme kontrol untuk menyakinkan para pemangku kepentingan
apakah perencanaan pembangunan khususnya untuk Tambahan
Penghasilan Pegawai (TPP) pada level provinsi menjadi acuan atau dapat
diterjemahkan oleh para perencana di daerah, baik provinsi maupun
kabupaten/kota.
Kegiatan ini bisa berlangsung dengan baik berkat dukungan semua pihak.
Bappeda dan SKPD terkait sebagai lembaga perencana di tingkat provinsi
telah memberikan fasilitasi agar pelaksanaan penelitian ini berjalan lancar.
Di tingkat Pemerintah Daerah, para pejabat daerah telah membantu untuk
menyediakan data dan informasi yang sangat penting. Tim Penyusun
Kajian dengan dibantu para asisten telah bekerja keras dalam
mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, serta menulis laporan.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras
semua pihak.
Mudah-mudahan laporan penelitian ini memberikan masukan penting bagi
para penggiat pembangunan agar memperbaiki apa yang telah dijalankan
kajian bertanggungjawab atas hal tersebut. Kami sangat mengharapkan
kritik dan masukan untuk kesempurnaan laporan ini.
Pangkal Pinang, September 2014
DAFTAR ISI
BAB 1
A. Pendahuluan ... 1|8
1. Latar Belakang ... 1|8
2. Dasar Hukum ... 1|13
B. Kegiatan yang Dilaksanakan ... 1|Error! Bookmark not defined. C. Maksud dan Tujuan ... 1|14
1. Maksud Kegiatan ... 1|14
2. Tujuan kegiatan ... 1|14
D. Pelaksana & PenanggungJawab Kegiatan Serta Penerima Manfaat . 1|15
E. Indikator Keluaran ... 1|15
1. Indikator Keluaran (Kualitatif) ... 1|15
2. Indikator Keluaran (kuantitatif)... 1|16
BAB 2
2.1. Dasar Hukum ... 2|17
2.1.1. Teknik Analisis Data ... 2|19
2.2. Pengertian Keuangan Daerah ... 2|25
2.2.1. Pengertian Kinerja Keuangan Daerah ... 2|28
2.3. Anggaran ... 2|30
2.3.1. Pengertian Anggaran ... 2|30
2.3.2. Tujuan Dan Manfaat Penyusunan Anggaran ... 2|31
2.3.3. Kelemahan Anggaran ... 2|32
2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 2|32
2.4.1. Pengertian APBD ... 2|32
2.4.2. Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah ... 2|36
2.4.3. Struktur APBD ... 2|36
2.4.3.1. Pendapatan Daerah ... 2|37
2.4.3.2. Belanja Daerah ... 2|41
2.4.3.3. Pembiayaan Daerah ... 2|45
2.5. Konsep Dasar Peramalan ... 2|50
2.5.1. Pemilihan Metode Terbaik ... 2|51
BAB 3
3.1 Metodologi ... 3|56
3.1.1 Tahap Persiapan ... 3|58
3.1.2 Tahap Survey Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 3|58
3.1.2.1 Skema Survei ... 3|58
3.1.2.1.1 Indikator Survei ... 3|59
3.1.2.1.2 Focus Group Discussion (FGD) ... 3|59
3.1.2.2 Pengumpulan Data ... 3|60
3.1.2.3 Pengolahan Data ... 3|61
3.1.3 Tahap Analisis dan Desain ... 3|62
3.1.3.1 Analisis ... 3|62
3.1.3.1.1 Analisis Deskriptif ... 3|62
3.1.3.2 Desain ... 3|63
3.1.4 Tahap Dokumentasi ... 3|63
3.1.5 Tahap Penyusunan ... 3|64
BAB 4
4.1 Struktur APBD ... 4|65
4.2 Teknik Analisis Data ... 4|68
1. Analisis Kinerja Keuangan Daerah ... 4|68
2. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah... ...4|74
4.3 Arah Kebijakan Keuangan Daerah ... 4|79
4.4 Kebijakan Umum Anggaran ... 4|88
BAB 5
5.1. Arah Kebijakan Keuangan Daerah ... 5|100
5.3. Kemampuan Keuangan Daerah pada (TPP) ... 5|102
DAFTAR TABEL
TABEL 2. 1 Rasio Kemandirian ... 2|20
TABEL 2. 2 Rasio Desentralisasi Fiskal... 2|21
TABEL 2. 3 Rasio Efisiensi ... 2|23
TABEL 2. 4 Kriteria Kemampuan Keuangan Daerah ... 2|24
TABEL 2. 5 Tarif Tambahan Penghasilan Pegawai Berdasarkan Beban
Kerja...
2|55
TABEL 4. 1 Struktur APBD Provinsi Bangka Belitung 2003-2013 ... 4|66
TABEL 4. 2 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ... 4|68
TABEL 4. 3 Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah ... 4|70
TABEL 4. 4 Rasio Desentralisasi Fiskal... 4|71
TABEL 4. 5 Rasio Efektifitas ... 4|72
TABEL 4. 6 Rasio Efisiensi ... 4|73
TABEL 4. 7 Index Elastisitas ... 4|75
TABEL 4. 8 Index PAD ... 4|76
TABEL 4. 9 Index Share ... 4|77
TABEL 4. 10 Index Kemampuan Daerah ... 4|77
TABEL 4. 11 Kesimpulan Rasio ... 4|Error! Bookmark not defined. TABEL 4. 12 Proyeksi APBD ... 4|Error! Bookmark not defined. TABEL 4. 13 Proyeksi APBD dan PAD ... 4|86
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 3. 1 Tahapan/Metodologi Penyelesaian Pekerjaan ... 3|57
GAMBAR 3. 2 Proses Pengerjaan ... 3|Error! Bookmark not defined.
GAMBAR 4. 1 Kuadran Kemampuan Daerah ... 4|78
GAMBAR 4. 2 Proyeksi APBD ... 4|81
GAMBAR 4. 3 Proyeksi PAD ... 4|Error! Bookmark not defined.
GAMBAR 4. 4 Proyeksi APBD dan PAD (2014-2018)4|Error! Bookmark not defined. GAMBAR 4. 5 Biaya Pegawai dan APBD (2008-2013)4|Error! Bookmark not defined. GAMBAR 4. 6 Rasio Biaya Pegawai dan APBD (2008-2013)4|Error! Bookmark not defined. GAMBAR 4. 7 Biaya Pegawai dan PAD (2008-2013)4|Error! Bookmark not defined.7
GAMBAR 4. 8 Rasio Biaya Pegawai dan APBD (2008-2013)4|Error! Bookmark not defined.8 GAMBAR 4. 9 Biaya Pegawai dan Total Belanja (2008-2013)4|Error! Bookmark not defined. GAMBAR 4.10 Rasio Biaya Pegawai dan Total Belanja ... ... .4|30
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang
Desentralisasi adalah kebijakan yang banyak dilaksanakan berbagai
negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah pusat
memberikan beberapa kewenangan yang disertai dengan sumber daya
pada pemerintah daerah sehingga daerah memiliki kewenangan dan
kekuatan yang lebih besar untuk melaksanakan kebijakan sesuai dengan
perkara dan aspirasi masyarakat. Desentralisasi diperlukan untuk
perbaikan efisensi ekonomi, efisiensi biaya, perbaikan infrastruktur,
perbaikan akuntabilitas, dan peningkatan mobilisasi dana (Suahasil dan
Nurkholis, 2006: 134).
Sebelum era otonomi harapan besar dari pemerintah daerah untuk dapat
membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah
sendiri ternyata dari tahun ke tahun dirasakan semakin jauh dari
kenyataan karena ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan
pemerintah pusat semakin besar sebagai wujud ketidakberdayaan
Pendapatan Asli. Daerah-daerah yang memiliki kapasitas fiskal rendah
akan mengalami tekanan fiskal yang kuat karena rendahnya kapasitas
fiskal ini mengindikasikan tingkat kemandirian keuangan daerah yang
rendah. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang
dimiliki dan salah satunya adalah dengan memberi porsi belanja daerah
Halim (2001:125) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang
mampu melaksanakan otonomi, yaitu (1) kemampuan keuangan daerah,
artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk
menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan
keuangan sendiri yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahannya. (2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus
seminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi
bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah
menjadi lebih besar.
Indikator kemandirian keuangan suatu daerah adalah rasio Pendapatan
Asli Daerah terhadap Dana Perimbangan dan pinjaman, dengan demikian
PAD dan Dana Perimbangan merupakan sumber pengeluaran pemerintah
daerah berpengaruh positif terhadap pengeluaran pemerintah suatu
daerah.
Analisis Keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan
berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Dalam mengadakan analisis
keuangan memerlukan ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan
adalah rasio. Erich Helfert (2000,49) mengartikan rasio adalah suatu
angka yang menunjukkan hubungan suatu unsur dengan unsur lainnya
dalam laporan keuangan sedangkan Slamet Munawir (1995 : 64)
menjelaskan rasio sebagai hubungan atau perimbangan antara satu
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.
Penggunaan analisa rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD
belum banyak dilakukan sehingga secara teori belum ada kesepakatan
secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun
demikian dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan,
jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel, analisis rasio terhadap
APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah perakuntasian dalam APBD
Berbicara tentang ekonomi masyarakat Bangka Belitung, memang tidak
bisa lepas dari dua ikon produk yang sangat terkenal sampai ke
mancanegara, yaitu hasil pertanian lada putih dan hasil tambang timah. Di
bidang pertanian, perdagangan lada pernah mengalami kejayaannya
sampai pada tahun 1980-an.
Pada bidang pariwisata, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki
potensi untuk mengembangkan wisata bahari karena terdapat banyak
pantai berpasir putih dengan keindahan pemandangannya yang tidak
kalah menarik dengan pantai-pantai yang terdapat di pulau lain seperti
Bali dan Lombok, diantaranya ada pantai Matras, Tanjung Pesona,
Tenggiri, Rebo, Romodong, Teluk Uber, Batu Bedaun, dan masih banyak
lagi lainnya.
Struktur ekonomi di provinsi Bangka Belitung (Babel) dalam beberapa
tahun terakhir masih bertumpu pada empat sektor, yaitu pertambangan
dan penggalian, industri pengolahan, pertanian, serta perdagangan, hotel,
dan restoran. Peranan keempat sektor itu secara total melebihi 75% dari
PDRB Bangka Belitung yang terbentuk. Nilai produk domestik regional
bruto (PDRB) dari tahun ke tahun terus meningkat.
Dari hasil pemeriksaan BPK diketahui bahwa pada umumnya Sistem
Pengendalian Intern (SPI) masih lemah dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan belum sepenuhnya dipenuhi.
Terkait laporan pemeriksaan keuangan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, ada beberapa catatan yang diberikan oleh Badan ini, yaitu:
1. Wajib Pajak belum membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), sehingga
penerimaan pajak daerah tidak dapat segera dimanfaatkan untuk
2. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang belum diterima, sehingga
penerimaan daerah tertunda dan tidak dapat segera dimanfaatkan
untuk pembangunan daerah. Dengan adanya kenaikkan ini kita
berharap, ada peningkatan kualitas kerja dari PNS.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 21
Tahun 2014 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai
Berdasarkan Beban Kerja Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung Tahun Anggaran 2014 Tambahan penghasilan pegawai
berdasarkan beban kerja yang selanjutnya disingkat TPP adalah tambahan
penghasilan yang diberikan kepada Pegawai yang dibebani pekerjaan
untuk menyelesaikan tugas-tugas sesuai tugas pokok dan fungsinya serta
tugas kedinasan lainnya dengan memenuhi kewajiban terhadap tingkat
kehadiran dan jam kerja serta pelaksanaan disiplin pegawai; TPP
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun Anggaran 2014.
Tujuan kenaikkan ini juga agar para PNS tidak mencari tambahan
penghasilan lain di luar untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Dengan
adanya tambahan seperti ini, diharapkan PNS akan lebih fokus kerjanya,
sehingga cita-cita birokrasi reformasi yang dicita-citakan pemerintah dapat
tercapai.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui struktur keuangan daerah yaitu
kemandirian dan posisi keuangan daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Selain itu kajian ini juga bertujuan untuk melihat kemampuan
keuangan daerah dalam memenuhi Tambahan Penghasilan Pegawai
(TPP). Posisi keuangan daerah yang dapat dilihat adalah APBD dan
khususnya kemampuan PAD dalam memenuhi Tambahan Penghasilan
Pegawai (TPP).
Kemampuan Kemandirian
Gambar 1.1. Kerangka Kerja Kajian
Kemampuan Keuangan
Daerah Tata Kelola
Keuangan Daerah
Tambahan Penghasilan
Pegawai (TPP)
Proyeksi Tambahan Penghasilan
Pegawai (TPP) Proyeksi
Kemandirian dan Kemampuan
Keuangan Daerah
Bahan Pengambilan
2. Dasar Hukum
a) Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
6 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
c) UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan UU No.43 Tahun 1999.
d) Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 21-
Tahun 2014
e) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indoensia Nomor 4286);
f) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
g) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
h) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
i) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
j) Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 2
Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2008
Nomor 1 Seri E);
k) Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 8
Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2014 (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung Tahun 2013 Nomor 3 Seri A);
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud Kegiatan
Tujuan penelitian ini adalah untuk analisis kemampuan keuangan daerah
untuk pengembangan Sistem Tunjangan Kinerja Daerah atau Tambahan
Penghasilan Pegawai (TPP).
2. Tujuan kegiatan
Kajian ini untuk untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam memberikan tunjangan kinerja
pegawai atau Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di Provinsi Kepulauan
D. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan Serta Penerima Manfaat
1. Pelaksana
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan secara swakelola kerjasama
Sekretariat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Perguruan
Tinggi Negeri yang pernah melaksanakan kegiatan kerjasama penelitian
analisis beban kerja pegawai dengan instansi atau lembaga pemerintah.
Pelaksanaan kegiatan selama delapan (8) bulan, disetiap bidang terdapat
kelompok kerja pelaksana kegiatan.
2. Penanggungjawab.
Penanggungjawab kegiatan ini adalah Sekretariat Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung;
3. Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah seluruh unit kerja Sekretariat
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya dan Pemerintah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung umumnya secara internal.
E. Indikator Keluaran
1. Indikator Keluaran (Kualitatif)
Tersedianya rekomendasi kebijakan terkait analisis kemampuan keuangan
yang berkeadilan bagi seluruh pegawai di Lingkungan Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
2. Indikator Keluaran (kuantitatif)
Tersedianya 1 (satu) laporan akhir penelitian yang memuat dan menjadi
salah satu rujukan informasi, pijakan yang valid, reliable, dan
2.1. Dasar Hukum
Ditetapkannya Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 jo. Undang - Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang – Undang
No. 25 tahun 1999 jo. Undang – Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dearah,
membuka peluang yang luas bagi daerah untuk mengembangkan dan
membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing – masing. Hal ini diikuti pula dengan bergesernya pusat – pusat
kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dari
pusat ke daerah. Sebagai konsekuensi logis, maka peningkatan
kewenangan tersebut harus di imbangi pula dengan peningkatan kinerja
dan akuntabilitas aparat pemerintah daerah.
Misi utama ditetapkannya kedua Undang – Undang tersebut adalah bukan
hanya keinginan untuk melimpahkan kewenangan pembangunan dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, tetapi yang lebih penting adalah
efisiensi dan efektivitas sumber daya keuangan. Untuk itu di perlukannya
suatu laporan keuangan yang handal dan dapat di percaya agar dapat
menggambarkan sumber daya keuangan daerah tersebut dengan analisis
tersebut sesuai dengan ciri penting dari suatu daerah otonom yang
mampu menyelenggarakan otonomi daerahnya yaitu terletak pada strategi
sumber daya manusia (SDM) dan kemampuan di bidang keuangan
daerah.
Sejalan dengan pemberlakuan kedua Undang – Undang tersebut, lahirlah
tiga paket perundang – undangan, yaitu UU No, 17/2003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan
UU No.15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Tanggung Jawab
Keuangan Negara, yang telah membuat perubahan mendasar dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya
Perencanaan dan Anggaran Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat.
Selanjutnya, karena dipandang perlu untuk melaksanakan peraturan yang
komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari keseluruhan
peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan daerah,
maka Pemerintah mewujudkannya melalui peraturan Pemerintah No. 58
Tahun 2005 tentang Pengelolalaan Keuangan Daerah yang bertujuan agar
memudahkan dalam pelaksanaannya dan tidak menimbulkan multi tafsir
dalam penggunaannya.
Undang – Undang No. 17 Tahun 2003 menetapkan bahwa APBD disusun
berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk
mendukung kebijakan ini perlu dibangun suatu sistem yang dapat
menyediakan data dan informasi untuk menyusun APBD dengan
pendekatan kinerja. Anggaran Kinerja pada dasarnya merupakan
pembangunan suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan
perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan sehingga akan terlihat
adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang
diharapkan. Adapun kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan
efektivitas pelayanan publik, yang berorientasi pada kepentingan publik
2.1.1. Teknik Analisis Data
Untuk analisis data digunakan analisis sebagai berikut :
1. Analisis Kinerja Keuangan Daerah
Analisis kinerja keuangan diukur melalui penghitungan rasio-rasio
keuangan yang merupakan alat ukur kinerja keuangan. Rumus yang
digunakan dalam mengukur kinerja keuangan Pemerintah
Kabupaten/Kota/Provinsi menurut Halim (2001:127) adalah sebagai
berikut :
A. Analisis Kemandirian Keuangan Daerah
Tingkat Kemandirian Keuangan daerah adalah ukuran yang menunjukkan
kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri
kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada
masyarakat, yang diukur dengan rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap jumlah bantuan pemerintah pusat dan pinjaman.
Berikut formula untuk mengukur tingkat Kemandirian Keuangan Daerah :
Rasio Kemandirian = (Pendapatan Asli Daerah (PAD) / (Dana Perimbangan)...(1)
Kriteria untuk menetapkan kemandirian keuangan daerah dapat
TABEL 2. 1 Rasio Kemandirian
b. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
Tingkat Ketergantungan Daerah adalah ukuran tingkat kemampuan
daerah dalam membiayai aktifitas pembangunan daerah melalui
optimalisasi PAD, yang diukur dengan rasio antara PAD dengan total
penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tanpa
subsidi (Dana Perimbangan). Dengan Formulasi sebagai berikut :
Rasio Ketergantungan = (Pendapatan Asli Daerah (PAD) / (Total Penerimaan APBD tanpa Subsidi)
...(2)
kriteria untuk menetapkan ketergantungan keuangan daerah dapat dilihat
Tabel 3 di atas :
c. Rasio Desentralisasi Fiskal
Tingkat Desentralisasi Fiskal adalah ukuran untuk menunjukkan tingkat
kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan. Tingkat
desentralisasi fiskal dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio
PAD terhadap total penerimaan daerah. Berikut formula untuk mengukur
Rasio Desentralisasi Fiskal = Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Total Penerimaan Daerah (TPD)
...(3)
Adapun kriteria untuk menetapkan ketergantungan keuangan daerah
dapat dikatagorikan seperti tabel 4 sebagai berikut
TABEL 2. 2 Rasio Desentralisasi Fiskal
d. Rasio Efektifitas
Pengukuran tingkat efektivitas ini untuk mengetahui berhasil tidaknya
pencapaian tujuan anggaran yang memerlukan data-data realisasi
pendapatan dan target pendapatan. Berikut formula untuk mengukur
tingkat Efektivitas:
Rasio Efektivitas = (Realisasi Pendapatan / Target Pendapatan) x 100 %
...(
4)
Adapun kriteria untuk menetapkan Efektivitas pengelolaan keuangan
e. Rasio Efisiensi
Pengukuran tingkat efisiensi ini untuk mengetahui seberapa besar efisiensi
dari pelaksanaan suatu kegiatan dengan mengukur input yang digunakan
dan membandingkan dengan output yang dihasilkan yang memerlukan
data-data realisasi belanja dan realisasi pendapatan. Berikut formula
untuk mengukur tingkat Efisiensi:
Rasio Efisiensi = ((Pengeluaran Belanja)/ (Pendapatan) x (100 %))...(5)
Adapun kriteria untuk menetapkan Efisiensi pengelolaan keuangan daerah
dapat dilihat pada tabel 6
TABEL 2. 3 Rasio Efisiensi
B. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Analisis Kemampuan Keuangan Daerah ; pertama diawali dengan
Perhitungan dan Analisis Kinerja
PAD melalui ukuran share dan growth kemudian mengklasifikasikan
dengan pemetaan kemampuan keuangan
daerah berdasarkan Metode Kuadran (tabel 7 dan gambar 1 di atas)
Share = (PAD / Total Belanja) x ( 100%) ………(6a)
Growth = ((PADi) / (PAD i-1)) x 100% ……...(6b)
Keterangan :
PADi = Pendapatan Asli Daerah periode i,
Kedua, dengan menghitung Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) dan
kemudian mengklasifikasikan dengan metode Indeks Kemampuan
Keuangan. Adapun metode Indeks Kemampuan Keuangan merupakan
rata-rata hitung dari indeks pertumbuhan (growth), Indeks Elastisitas dan
Indeks Share.
Untuk menyusun indeks ketiga komponen tersebut, ditetapkan nilai
maksimum dan minimum dari masing-masing komponen. Menyusun
indeks untuk setiap komponen IKK dilakukan dengan menggunakan
persamaan umum :
Indeks X = Nilai x Kondisi Maksimum - Nilai x Kondisi Minimum/Nilai x Hasil Pengukuran - Nilai x Kondisi Minimum
...(7a)
Berdasarkan persamaan di atas, maka persamaan IKK dapat ditulis
sebagai berikut :
IKK = ( XG + XE + XS) / 3
...(7b)
Keterangan :
XG = Indeks Pertumbuhan (PAD),
XE = Indeks Elastisitas (Belanja Langsung Terhadap PAD),
XS = Indeks Share (PAD terhadap APBD)
2.2. Pengertian Keuangan Daerah
Menurut Mamesah (Halim 2008: 18-19) keuangan daerah dapat diartikan
sebagai hak dan kewajiban yang dinilai dengan uang, demikian pula
segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
kekayaan daerah sepanjang belum dikuasai atau dimiliki negara atau
daerah yang lebih tinggi atau pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Berkaitan dengan hal ini Bastian
(2001) dalam Moito (2010) menyatakan perspektif kedepan dari sistem
keuangan daerah adalah mewujudkan sistem perimbangan antara
keuangan pusat dan daerah yang mencerminkan pembagian tugas
kewenangan dan tanggungjawab yang jelas antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang transparan, memperhatikan aspirasi dan
partisipasi masyarakat serta kewajiban untuk
mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat, mengurangi
kesenjangan antar daerah dalam kemampuannya untuk membiayai
tanggung jawab otonominya dan memberikan kepastian sumber keuangan
daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan.Halim (2008:
25) menyatakan keuangan daerah memiliki ruang lingkup yang terdiri atas
keuangan yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Yang termasuk keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris
milik daerah. Di lain pihak, keuangan daerah yang dipisahkan meliputi
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Keuangan daerah dapat diartikan
sebagai hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula
segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh negara.
keuangan daerah menggambarkan cerminan kemampuan daerah untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan azas
otonomi.
Salah satu aspek pemerintah daerah yang harus diatur adalah masalah
pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Dalam upaya
pemberdayaan pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan daerah harus
bertumpu pada kepentingan publik, hal ini tidak saja terlihat dari besarnya
porsi penganggaran untuk kepentingan publik, tetapi pada besarnya
partisipasi masyarakat dalam berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh
negara. Keuangan daerah berperan penting dalam otonomi daerah karena
dari keuangan daerah menggambarkan cerminan kemampuan daerah
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan
azas otonomi.
Salah satu aspek pemerintah daerah yang harus diatur adalah masalah
pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Pengelolaan
keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik, hal ini tidak
saja terlihat dari besarnya porsi penganggaran untuk kepentingan publik,
tetapi pada besarnya partisipasi masyarakat dalam upaya pemberdayaan
pemerintah daerah.
Untuk bisa menjalankan tugas dan fungsi pemerintah, pemerintah daerah
dilengkapi dengan seperangkat kemampuan pembiayaan dimana menurut
pasal 55 sumber pembiayaan pemerintah terdiri dari 3 komponen yaitu:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari beberapa pos
pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, sebagian laba
usaha daerah dan pendapatan yang sah lainnya .
2. Pendapatan yang berasal dari pusat yang terdiri dari pendapatan
hasil pajak bukan pajak, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
3. Pendapatan Daerah yang Sah Lainnya.
Pendapatan yang berasal dari besarnya dana dari pusat merupakan
cerminan atau indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat. Dengan demikian ada beberapa
proyek pemerintah pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk dalam
2.2.1. Pengertian Kinerja Keuangan Daerah
Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh
pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang
direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik.
Apabila pencapaian melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan
kinerjanya sangat bagus.
Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau
kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. Kinerja
keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator
keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk
menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga
diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan
potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut.
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah
adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang telah
ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2008: 230). Penggunaan analisis
rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak
dilakukan, sehinggga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat
mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian dalam
rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis,
efektif, efisien dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu
dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda
dengan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan swasta (Halim, 2008:
231-232).
Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan
hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode
terjadi. Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 108/2000 pihak-pihak
yang berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD ini adalah:
1. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
DPRD adalah badan yang memberikan otorisasi kepada pemerintah
daerah untuk mengelola laporan keuangan daerah.
2. Badan Eksekutif
Badan eksekutif merupakan badan penyelenggara pemerintahan yang
menerima otorisasi pengelolaan keuangan daerah dari DPRD, seperti
Gubernur, Bupati, Walikota, serta pimpinan unit Pemerintah Daerah
linnya.
3. Badan Pengawas Keuangan
Badan Pengawas Keuangan adalah badan yang melakukan pengawasan
atas pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah. Yang termasuk dalam badan ini adalah Inspektorat Jendral,
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan
Pemeriksa Keuangan.
4. Investor, Kreditor dan Donatur
Badan atau organisasi baik pemerintah, lembaga keuangan, maupun
lainnya baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang menyediakan
sumber keuangan bagi pemerintah daerah.
5. Analisis Ekonomi Dan Pemerhati Pemerintah Daerah
Analisis ekonomi dan pemerhati pemerintah daerah yaitu pihak-pihak yang
menaruh perhatian atas aktivitas yang dilakukan Pemerintah Daerah,
seperti lembaga pendidikan, ilmuwan, peneliti dan lain-lain.
Rakyat disini adalah kelompok masyarakat yang menaruh perhatian
kepada aktivitas pemerintah khususnya yang menerima pelayanan
pemerintah daerah atau yang menerima produk dan jasa dari pemerintah
daerah.
7. Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat memerlukan laporan keuangan pemerintah daerah
untuk menilai pertanggungjawaban Gubernur sebagai wakil pemerintah
2.3. Anggaran
2.3.1. Pengertian Anggaran
Menurut John F. Due Budget in general sense of term, is financial plan for
specified period time. A government budget therefore is a statement of
proposed expenditures andexpected revenues for coming period together
with data of actual expenditures andrevenues for current and past period .
Dalam bahasa Indonesia berarti “ Sebuah anggaran dalam arti umum dari
istilah, adalah rencana keuangan untuk jangka waktu tertentu. Anggaran
pemerintah karena itu adalah pernyataan dari pengeluaran yang diusulkan
dan pendapatan yang diharapkan untuk periode yang akan datang
bersama-sama dengan data pengeluaran aktual dan pendapatan untuk periode saat ini dan sebelumnya”.
Anggaran merupakan rencana keuangan periodik yang disusun
berdasarkan program yang telah disahkan dan merupakan rencana tertulis
mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif
dan umumnya dinyatakan dalam satuan moneter untuk jangka waktu
2.3.2. Tujuan Dan Manfaat Penyusunan Anggaran
a. Tujuan
1) Digunakan sebagai landasan yuridis formal dalam memilih sumber
dan investasi dana.
2) Memberikan batasan atas jumlah dana yang dicari dan digunakan
3) Merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis investasi dana
sehingga dapat memudahkan pengawasan
4) Merasionalkan sumber dana dan investasi dana agar dapat
mencapai hasil yang maksimal.
5) Menyempurnakan rencana yang telah disusun karena dengan
anggaran, lebih jelas dan nyata terlihat
6) Menampung dan menganalisis serta memutuskan setiap usulan
yang berkaitan dengan keuangan.
b. Manfaat
1) Segala kegiatan dapat terarah pada pencapaian tujuan bersama.
2) Dapat digunakan sebagai alat penilaian kelebihan dan kekurangan
pegawai.
3) Dapat memotivasi karyawan karena ada tujuan/sasaran yang akan
dicapai.
4) Menimbulkan rasa tanggung jawab pegawai.
5) Menghindari pemborosan dan pembayaran yang kurang perlu.
2.3.3. Kelemahan Anggaran
1. Anggaran dibuat berdasarkan taksiran dan asumsi sehingga
mengandung unsur ketidakpastian.
2. Menyusun anggaran yang cermat memerlukan waktu, uang dan
tenaga. Pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran,
dapat menggerutu dan menentang. Sehingga pelaksanaan
anggaran menjadi kurang efektif.
2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
2.4.1. Pengertian APBD
Dalam UU No 33 pasal 1 ayat 17, menyebutkan bahwa APBD adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. APBD merupakan rencana keuangan tahunan daerah,
dimana disatu sisi menggambarkan anggaran pengeluaran guna
membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun
anggaran dan disisi lain menggambarkan penerimaan daerah guna
membiayai pengeluaran yang telah dianggarkan.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No 2 paragraf 8
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) (Mursyidi:2009). APBD merupakan dokumen anggaran
tahunan, maka seluruh rencana penerimaan dan pengeluaran Pemerintah
Daerah yang akan dilaksanakan pada satu tahun anggaran dicatat dalam
APBD. Dengan demikian APBD dapat menjadi cerminan kinerja dan
kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai dan mengelola
masing-masing pada satu tahun anggaran (Moito dalam Kifliansyah, 2009:
319 ).
Berdasarkan pasal 64 ayat 2 Undang-undanga nomor 5 tahun 1974
tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, maka pada orde baru APBD
dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan Pemda dimana
pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengluaran setinggi-tingginya
guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu
tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan dan
sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi
pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud (Mamesa: 2005). Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang
Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah
harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran
daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan
dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat
dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan
Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan
dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang
membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi
dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1
Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah
dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut. APBD disusun
dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari
perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah
pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber
pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran
yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang
dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi,
realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap
pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran
untuk membiayai pengeluaran tersebut.
Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu alat yang
memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik
dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang
luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan demikian maka APBD harus
benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar tersebut,
penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma-norma dan prinsip
anggaran sebagai berikut (Nirzawan, 2001: 79).a. Fungsi-Fungsi Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah Fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yaitu:
Fungsi Otoritasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa
dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk
dilaksanakan.
2. Fungsi Perencanaan
Fungsi Perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman
bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Fungsi Pengawasan bermakna anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Fungsi Alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran,
dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektifitas perekonomian daerah.
5. Fungsi Distribusi
Fungsi Distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam
penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilitasi
Fungsi Stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
2.4.2. Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran
Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara/Daerah
sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara yaitu:
1. Kesatuan, Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan
Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas, Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi
keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan, Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk
suatu tahun tertentu.
4. Spesialitas, Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang
disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
5. Akrual, Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran
dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau
menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya
diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima
pada kas.
6. Kas, Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran
dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari Kas
Daerah
2.4.3. Struktur APBD
Adapun Struktur APBD berdasarkan Kepmendagri nomor 13 tahun 2006
Pembiayaan. Selisih antara Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah
dapat mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran. Surplus
anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan dan belanja daerah lebih
besar dari anggaran belanja daerah. Sedangkan defisit anggaran terajdi
apabila anggaran pendapatan dan belanja daerah lebih kecil dari anggaran
belanja daerah. Surplus dan defisit merupakan unsure dari pembiayaan
(Darise: 129)
2.4.3.1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening
Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang
merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu
dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan daerah terdiri atas:
a) Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang
bersangkutan dalam membiayai kegiatannya. PAD terdiri dari pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah.
a) Pajak daerah adalah pungutan yang dilakukan Pemerintah Daerah
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pajak daerah ini
dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu pajak daerah yang
ditetapkan oleh peraturan daerah dan pajak negara yang
pengelolaannya dan penggunaannya diserahkan kepada daerah.
b) Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
c) Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah
penerimaan yang berupa hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang terdiri dari
bagian laba Perusahaan Daerah Air Minum, bagian laba lembaga
keuangaan bank, bagian laba lembaga keuangan non bank, bagian
laba perusahaan milik daerah lainnya dan bagian laba atas
penyertaan modal/investasi kepada pihak ketiga.
d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah meliputi hasil penjualan
kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan, jasa giro,
pendapatan bunga dan komisi, potong ataupun bentuk lain sebagai
akibat penjualan dan atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
daerah.
b) Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Berdasarkan UU No 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Pemerintahan Daerah, dana perimbangan terdiri dari:
1. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka
persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak
dan sumber daya alam.
2. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
3. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional.
c) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Lain-lain pendapatan yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah
selain PAD dan dana perimbangan yang meliputi:
1. Hibah Tidak Mengikat
Hibah tidak mengikat diartikan bahwa pemberian hibah tersebut ada batas
akhirnya tergantung pada kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan
atas kegiatan tersebut dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya,
badan/lembaga, organisasi swasta dalam negeri, kelompok
masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.
2. Dana Darurat Dari Pemerintah
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa,
dan/atau krisis solvabilitas. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka
penanggulangan korban atau kerusakan akibat bencana alam. Pemerintah
mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan
mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar
biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan
sumber APBD.
Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi
kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada
pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada
pemerintah daerah lainnya pada APBD memperhitungkan rencana
pendapatan pada Tahun Anggaran 2011, sedangkan pelampauan target
Tahun Anggaran 2011 yang belum direalisasikan kepada pemerintah
daerah dan menjadi hak pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah
desa ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2012.4. Dana
Penyesuaian Dan Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian dan Dana
Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan
dalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus
bagi Provinsi Papua, dan penyesuaian Otonomi Khusus bagi Provinsi yang
menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya.
4. Bantuan Keuangan Dari Propinsi Atau Dari Pemerintah Daerah Lainnya
Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dapat
menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya
dan kepada desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi
kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah
yang tidak tersedia alokasi dananya, sesuai kemampuan keuangan
masing-masing daerah. Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat
umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum
digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan
formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk,
jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan
peraturan kepala daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus
digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah
daerah/desa penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan
bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh
pemberi bantuan
2.4.3.2. Belanja Daerah
Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah
meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh Daerah. Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi
atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan
yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan
dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sedangkan urusan pilihan
adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan
potensi keunggulan daerah (Darise: 131). Belanja Daerah dibagi atas dua
yaitu:
1. Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung adalah belanja yang penganggarannya tidak
dipengaruhi secara langsung oleh adanya usulan program atau
kegiatan. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang
dianggarakan setiap bulan dalam satu tahun anggaran sebagai
konsekuensi dari kewajiban pemerintah daerah secara periodik
kepada pegawai yan bersifat tetap dan atau kewajiban untuk
pengeluaran belnja lainnya yang umumnya diperlukan secara
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Kelompok belanja tidak langsung
terdiri dari:
a. Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam
bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
b. Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan
pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban
pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian
pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang.
c. Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan
biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar
harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau
oleh masyarakat banyak. Belanja subsidi dianggarkan sesuai
dengan keperluan perusahaan/lembaga penerima subsidi
dalam peraturan daerah tentang APBD yang peraturan
pelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan
kepala daerah.
d. Belanja hibah bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak
secara terus menerus dan harus digunakan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah
daerah.
e. Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian
bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada
masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial diberikan tidak
secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran,
selektif dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya.
f. Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana
kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada
pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah
tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
g. Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan
bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari
provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan
kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah
kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah
daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau
peningkatan kemampuan keuangan. Bantuan keuangan
yang bersifat umum peruntukan dan penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah
daerah/pemerintah desa penerima bantuan. Bantuan
keuangan yang bersifat khusus peruntukan dan
pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah
daerah pemberi bantuan.
h. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan
yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang
seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial
yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian
atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya
yang telah ditutup.
2. Belanja Langsung
Belanja langsung adalah belanja yang penganggarannya dipengaruhi
secara langsung oleh adanya program atau kegiatan (Darise: 136).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung yang terdapat
dalam Pasal 50, Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi
menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a. Belanja pegawai, untuk pengeluaran Honorarium atau upah
dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan
daerah.
b. Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang
dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.
Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa
mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa
kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor,
cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir,
sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan
dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas
dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari
tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas
dan pemulangan pegawai.
c. Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan
dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan
aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih
dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan,
dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau
pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam
belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset.
Belanja honorarium panitia pengadaan dan administrasi
yang dianggarkan pada belanja modal dianggarkan pada
belanja pegawai dan/atau belanja barang dan jasa.
Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 tahun 2002 pasal 6 ayat 2,
format pengeluaran belanja daerah dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) meliputi: belanja administrasi umum, belanja operasi dan
pemeliharaan serta belanja modal.
a. Belanja Administrasi Umum
Belanja administrasi umum adalah belanja tidak langsung yang
dialokasikan pada kegiatan non investasi dan tidak menambah aset
daerah.
b. Belanja Operasional dan Pemeliharaan
Belanja operasional dan pemeliharaan adalah belanja langsung yang
dialokasikan pada kegiatan non investasi dan tidak menambah aset
daerah.
c. Belanja Modal
Belanja modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai
investasi dan menambah aset daerah/modal daerah yang bermanfaat
langsung bagi masyarakat, yang mengarah pada perbaikan pelayanan
masyarakat.
2.4.3.3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada 1
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya (Darise: 139). Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari
A. Penerimaan Pembiayaan
a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran TA Sebelumnya (SILPA)
Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA)
mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana
perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang
sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja,
kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum
terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.
b. Pencairan Dana Cadangan
Pencairan dana digunakan untuk menganggarkan pencairan dana
cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah
dalam tahun anggaran berkenaan. Jumlah yang dianggarkan yaitu sesuai
dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
pembentukan dana cadangan berkenaan.
c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan digunakan antara lain
untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan
penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan
pihak ketiga atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah.
d. Penerimaan Pinjaman Daerah
Penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan
penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan
obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan.
Penerimaan kembali pemberian pinjaman digunakan untuk
menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan
kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.
f. Penerimaan Piutang Daerah
Penerimaan piutang daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan
yang bersumber dari pelunasan piutang pihak ketiga, seperti penerimaan
piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah, pemerintah daerah
lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan
penerimaan piutang lainnya.
2. Pengeluaran Pembiayaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pengeluaran
pembiayaan mencakup: Pembentukan dana cadangan, penerimaan modal
(investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang; dan pemberian
pinjaman daerah.
a. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung
kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi
dalam satu tahun anggaran. Pemerintah daerah dapat membentuk dana
cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat
sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun anggaran.
Pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Peraturan daerah mencakup penetapan tujuan pembentukan dana
cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan,
besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan
ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun
anggaran pelaksanaan dana cadangan. Investasi adalah penggunaan aset
manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
b. Investasi pemerintah daerah digunakan untuk menganggarkan
kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan balk dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan
investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam
rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang
dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang antara lain surat
berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan
suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah
kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat berharga yang
dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan balk dalam dan
luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam
memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.
c. Pembayaran pokok utang didasarkan pada jumlah yang harus
dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya
merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban pemerintah daerah
yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran yang berkenaan.
Pembayaran pokok utang digunakan untuk menganggarkan pembayaran
kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian
pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
d. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari
pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang
diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.
Penerimaan kembali pemberian pinjaman digunakan untuk
menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan
2.4.4. Mekanisme penyusunan APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan
pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan
upaya pencapaian hasil kerja dan perencanaan alokasi biaya yang
ditetapkan. Berdasarkan pendekatan kinerja, APBD disusun berdasarkan
pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran.
Dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, Pemerintah daerah
bersama-sama Legislatif Daerah menyusun kebijakan umum APBD yang
memuat petunjuk dan ketentuanketentuan umum yang disepakati sebagai
pedoman dalam penyusunan APBD. Kebijakan anggaran yang dimuat
dalam kebijakan umum APBD, selanjutnya menjadi dasar untuk penilaian
kinerja keuangan daerah selama satu tahun anggaran (Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005).
Dalam menyusun anggaran tahunan, mekanisme dan proses penjaringan
informasi pada dasarnya merupakan bagian dan upaya pencapaian visi,
misi, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis
daerah. Namun demikian, dalam proses ini kebijakan anggaran harus
dijadikan payung bagi eksekutif khususnya unit kerja dalam menyusun
kebijakan anggaran tahunan. Dalam penyusunan rencana kerja
masing-masing program harus sudah memuat secara lebih rinci uraian mengenai
nama program, tujuan dan sasaran program output yang akan dihasilkan,
sumber daya yang dibutuhkan, periode pelaksanaan program, lokasi dan
indikator kinerja. Seluruh program yang telah dirancang oleh
masing-masing unit kerja, selanjutnya diserahkan ke Panitia Eksekutif. Panitia
eksekutif selanjutnya merganalisis dan bila perlu menyeleksi
program-program 19 yang akan dijadikan rencana kerja di masing-masing unit
kerja berdasarkan program kerja yang masuk ke Panitia Eksekutif
selanjutnya disusun dan dirancang draf Kebijakan Pembangunan Dan
Kebijakan Anggaran Tahunan (APBD) yang nantinya akan dibahas dengan
a. Siklus Anggaran
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1
(satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan
kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara garis
besar terdiri dari:
1. Penyusunan dan Penetapan APBD
2. Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD
3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.
Penyusunan APBD berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah
dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk
tercapainya tujuan bernegara. APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan
peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang
dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam APBD.
2.5 Konsep Dasar Peramalan
Peramalan merupakan bagian awal dari suatu proses pengambilan suatu
keputusan. Sebelum melakukan peramalan harus diketahui terlebih dahulu
apa sebenarnya persoalan dalam pengambilan keputusan itu.
Peramalan adalah pemikiran terhadap suatu besaran, misalnya (guess),