• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI STRATEGI PELAYANAN DALAM IKLAN MCDONALD’S VERSI “KELAPARAN TENGAH MALAM” DI TELEVISI. (Studi Semiotika Representasi Strategi Pelayanan dalam Iklan McDonald’s versi “Kelaparan Tengah Malam” di Televisi).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI STRATEGI PELAYANAN DALAM IKLAN MCDONALD’S VERSI “KELAPARAN TENGAH MALAM” DI TELEVISI. (Studi Semiotika Representasi Strategi Pelayanan dalam Iklan McDonald’s versi “Kelaparan Tengah Malam” di Televisi)."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI STRATEGI PELAYANAN DALAM IKLAN MCDONALD’S VERSI ”KELAPARAN TENGAH MALAM” DI TELEVISI

(Studi Semiotika Respresentasi Strategi Pelayanan dalam Iklan McDonald versi ”Kelaparan Tengah Malam” di Televisi)

Skripsi

Oleh :

Yuliana Dewi Sri A.S 0743010294

Kepada

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UPN ”VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

REPRESENTASI STRATEGI PELAYANAN DALAM IKLAN

MCDONALD’S VERSI ”KELAPARAN TENGAH MALAM” DI TELEVISI (Studi Semiotika Representasi Strategi Pelayanan dalam Iklan McDonald’s versi

”Kelaparan Tengah Malam” di Televisi) Disusun Oleh

Yuliana Dewi Sri A.P.S 0743010294

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 12 November 2010

Pembimbing Tim Penguji :

1. Ketua

Drs. Kusnarto. M.Si Ir. Didik Tranggono NIP. 19580801 198402 1001 NIP. 19581225 19900 100

2. Sekretaris

Drs. Kusnarto. M.Si

NIP. 19580801 198402 1001

3. Anggota

Dr. Catur Suratnoaji, M.Si

NPT. 368049400281

Mengetahui, DEKAN

(3)

REPRESENTASI STRATEGI PELAYANAN DALAM IKLAN

MCDONALD’S VERSI ”KELAPARAN TENGAH MALAM” DI TELEVISI (Studi Semiotika Representasi Strategi Pelayanan dalam Iklan McDonald’s versi

”Kelaparan Tengah Malam” di Televisi)

Disusun Oleh

Yuliana Dewi Sri A.P.S 0743010294

Telah Disetujui untuk mengikuti ujian skripsi

Menyetujui,

PEMBIMBING

Drs. Kusnarto. M.Si NIP. 19580801 198402 1001

Mengetahui

DEKAN

(4)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Representasi Pelayanan Cepat, Sopan, dan Memberikan Kenyamanan Kepada Pelanggan (konsumen) dalam Iklan McDonald versi ”kelaparan tengah malam” di Televisi”.

Penelitian ini disusun sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.

Dalam penyusunan skripsi skripsi ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Drs. Kusnarto, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah sudi meluangkan waktunya untuk mengoreksi serta memberikan petunjuk dan bimbingannya yang sangat bermanfaat guna penyusunan skripsi ini. Peneliti juga berusaha memberi sebaik mungkin namun demikian, penulis menyadari akan kemampuan dan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Sehingga masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka dari itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

(5)

2. Dra. Hj. Suparwati, Msi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN” Jawa Timur, Surabaya.

3. Dr. Sumardjijati, M.Si, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN” Jawa Timur, Surabaya. 4. Bapak. Juwito, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas

Pembangunan Nasional ” VETERAN” Jawa Timur, Surabaya.

5. Kedua Orang Tua penulis yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis demi kelancaran penyusunan skripsi ini. Persembahan khusus dan ucapan terima kasih yang amat dalam untuk Mama (Alm.) dan adek Ayu (Alm.) tercinta, yang senantiasa memberikan semangat, dorongan yang tak henti-hentinya mereka berikan kepada penulis semasa hidupnya. Semoga kedua Almarhum bangga dengan apa yang penulis berikan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Saudara- saudara penulis yang juga turut memberikan semangat demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

7. Ibu. Aulia Rahmawati, S.Sos, selaku dosen wali yang senantiasa memberikan dorongan dan sarannya kepada penulis untuk kelancaran studi penulis.

8. Teman penulis, Meta, Dewi, Tata, Marlin, Dhinar, Sila, dan teman-teman lainnya yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat.

9. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN ” Jawa Timur, Surabaya.

(6)

Akhirnya segala amal baik yang mereka berikan kepada penulis semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Landasan Teori ... 10

2.1.1 Televisi sebagai Media Iklan... 10

2.1.2 Sejarah Periklanan di Indonesia ... 13

2.1.3 Iklan ... 15

2.1.4 Jenis-jenis Iklan ... 20

2.1.5 Etika Bisnis dalam Iklan ... 21

2.1.6 Iklan Produk, Jasa atau Layanan... 26

2.1.6.1 Iklan Produk ... 26

2.1.6.2 Iklan Jasa atau Layanan ... 26

2.1.7 Pelayanan ... 27

2.1.8 Kualitas Pelayanan... 28

(8)

Kepada Pelanggan (konsumen) ... 30

2.1.11 Representasi ... 31.

2.1.12 Konsep Makna ... 32

2.1.13 Pendekatan Semiotika ... 34

2.1.14 Model Semiotik Jhon Fiske ... 35

2.1.15 Model Semiotik Roland Barthes ... 38

2.1.16 Pendekatan Semiotik dalam Iklan Televisi ... 42

2.1.17 Ideologi ... 44

2.1.18 Psikologi Warna ... 47

2.1.19 McDonald’s ... 49

2.1.20 Filosofidan Ideologi McDonald ... 51

2.1.21 Iklan McDonald versi ”kelaparan tengah malam”. ... 52

2.2 Kerangka Berpikir ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

3.1 Metode Penelitian ... 57

3.2 Kerangka Konseptual ... 58

3.2.1 Corpus ... 58

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 65

3.4 Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

4.1 Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data ... 67

4.1.1 Gambaran Umum ... 67

(9)

4.1.2.1 Tabel Penyajian Data ... 70

4.2 Analisis Data ... 72

4.2.1 Pada Pembagian Scene Jhon Fiske dan Analisis Kode Roland Bartes ... 72

4.2.1.1 Gambar. 1. Adegan Berjalan Kaki Hendak Memesan Sate ... 72

4.2.1.2 Gambar. 2. Adegan Memesan Satu Porsi Sate ... 73

4.2.1.3 Gambar. 3. Adegan Penjual Sate yang Menyatakan Porsi Sate yang Telah Habis... 75

4.2.1.4 Gambar. 4. Adegan Laki-laki yang Kecewa Karena Kehabisan Porsi Sate ... 76

4.2.1.5 Gambar. 5. Adegan Menelpon ... 78

4.2.1.6 Gambar. 6. Adegan petugas layanan pesan antar (delivery order) McDelivery mengantarkan pesanan Makanan... 79

4.2.1.7 Gambar. 7. Adegan Makan Hamburger ... 81

4.2.1.8 Gambar. 8. Logo McDonald’s... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

5.1 Kesimpulan ... 88

5.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Shoot 1…... 72

Shoot 2 ...…... 73

Shoot 3 …... 75

Shoot 4 ... 76

Shoot 5 ... 78

Shoot 6 ... 79

Shoot 7 ... 81

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(13)

ABSTRAKSI

YULIANA DEWI SRI A.S, REPRESENTASI STRATEGI PELAYANAN DALAM IKLAN MCDONALD’S VERSI “KELAPARAN TENGAH MALAM” DI TELEVISI. (Studi Semiotika Representasi Strategi Pelayanan dalam Iklan McDonald’s versi “Kelaparan Tengah Malam” di Televisi).

Penelitian ini didasarkan pada masalah pelayanan kepada konsumen, kita akan teringat ketika kita datang ke sebuah restoran dengan pelayanan yang kurang memuaskan pasti kita sebagai pelanggan atau konsumen akan kecewa atas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, tampaknya perlu dikaji tentang bagaimana sebuah pelayanan dapat dikatakan baik dan memuaskan, yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Karena kualitas yang baik sebuah restoran dapat ditunjang dari pelayanannya melalui strategi pelayanan yang tepat. Penelitian ini menaruh perhatian pada strategi pelayanan, karena dengan begitu diharapkan perusahaan dapat menikmati keuntungan lain seperti produk jasa terdiferensiasi dan juga membangun loyalitas konsumen sehingga menjadi keunggulan tersendiri agar konsumen tidak berpaling ke produk lain atau perusaan/restoran lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui makna yang terkandung pada penggambaran strategi pelayanan dalam iklan McDonald’s versi “kelaparan tengah malam ” di Televisi.

Dengan pemilihan model semiotika Jhon Fiske, tanda-tanda dalam tatanan gambar bergerak (iklan) tersebut telah dikombinasikan menjadi kode-kode, untuk memungkinkan suatu pesan disampaikan dari komunikator ke komunikan (penonton). Adapun tanda-tanda tersebut oleh Jhon Fiske dikategorikan menjadi tiga level kode, yakni level realitas, level representasi dan level ideologi untuk membagi scene-scene pada iklan yang diteliti. Untuk memperdalam kajian analisis, peneliti juga menggunakan model semiotika Roland Barthes, yakni lima kode yang dibagi oleh Barhtes seperti kode hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik dan kode gnomik atau kode kultural. Hal tersebut bertujuan agar memperkuat tinjauan analisis peneliti.

Data yang terdapat dalam objek penelitian dibagi menjadi lima analisis data. Dalam teknik analisis data yang akan dilakukan penulis yakni scene-scene yang ada diseleksi, diklasifikasi, dianalisis, diintepretasikan, kemudian ditarik kesimpulan.

Hasil analisis ini berdasarkan analisis data yang didapat dari potongan-potongan shot didalam serangkaian scene iklan McDonald’s versi “kelaparan tengah malam” di Televisi yang merupakan konotasi-konotasi yang sengaja dibuat oleh pengiklan agar audiens menemukan kode-kode yang tersembunyi di dalam wacana teks visualisasi dalam iklan tersebut. Pengiklan memberikan ideologi dan pemahaman tentang strategi pelayanan yang direpresentasikan kedalam pelayanan cepat, sopan dan memberikan kenyamanan kepada pelanggan (konsumen).

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dinamika yang terjadi pada sektor jasa terlihat dari perkembangan berbagai industri jasa seperti perbankan, asuransi, penerbangan, telekomunikasi, retail, parawisata dan perusahaan makanan seperti restoran, yang kini seharusnya semakin menyadari perlunya peningkatan orientasi kepada pelanggan atau konsumen atas pelayanan yang diberikan. Perlunya menyadari elemen jasa pada produknya sebagai upaya peningkatan competitive advantage bisnisnya. Implikasi penting dari fenomena ini adalah semakin tingginya tingkat persaingan, sehingga diperlukan peningkatan promosi produk yang dihasilkan baik produk fisik maupun non fisik seperti produk jasa.

(15)

arus utama budaya. Akan tetapi menjadi efektif karena mencerminkan adanya ”pergeseran” yang sudah ada di dalam budaya populer.

Bahasa iklan nyaris menjadi bahasa setiap orang, bahkan pada orang-orang yang bersikap kritis terhadapnya seperti yang dengan cerdas diungkapkan bahasa tentang barang dan jasa sudah banyak menggantikan bahasa tentang subjek lainnya Titchell (2000:1). Kita melakukan asimilasi dan bereaksi terhadap teks-teks iklan secara tidak sadar, dan dengan cara yang sejajar dengan tanggapan para individu dan kelompok dari masa lalu dalam menanggapi teks-teks religius, kita menggunakan teks tersebut secara tidak sadar sebagai pola dasar untuk merencanakan, menafsirkan, dan menstrukturkan tindakan dan perilaku sosial. Iklan menjadi sebuah diskursus sosial yang paling tersebar dan menyeluruh yang pernah dibuat manusia.

Seperti yang diketauhi iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai oleh produsen dan bersifat persuasif, tentang produk atau jasa oleh sponsor yang teridentifikasi melalui berbagai macam media. Sedangkan yang disebut media periklanan adalah suatu metode komunikasi umum yang membawa pesan periklanan melalui televisi, radio, koran majalah, iklan luar rumah (out of home) atau iklan luar ruang (outdoor) (Shimp, 2003:504).

(16)

melewatkan halaman tertentu dengan hanya membaca kolom olah raga. Tidak demikian halnya dengan fokus perhatian dan tuntas (Morrisan, 2004:188).

Iklan produk adalah iklan yang berisi pesan tentang barang, sementara iklan bukan produk berisi informasi atau jasa. Iklan komersial adalah iklan yang bertujuan untuk mengharapkan keuntungan, sedangkan iklan bukan komersial adalah iklan yang tidak mengharapkan keuntungan finansial melainkan keuntungan sosial. Iklan berdampak langsung adalah iklan yang memberikan gambaran tentang suatu informasi yang membentuk sikap khalayak yang lebih ”familier” (Widyatama, 2005:75).

Media televisi merupakan media yang paling efektif dan efisien sebagai media untuk informasi produk dan citra suatu perusahaan. Kelebihan dan kekuatan teknologi yang dimilikinya, memungkinkan televisi mencapai tingkat efektifitas dan efisien yang diharapkan oleh suatu perusahaan atau lembaga pengiklan. Luasnya jangkauan televisi yang dapat ditempuh dalam jangka waktu yang bersamaan dan serentak, pesan dan informasi yang disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan khalayak sasarannya (Sumartono, 2001:20).

(17)

Sedangkan etika bisnis dalam beriklan adalah bahwa materi atau isi pesan yang disajikan dalam iklan harus mengandung informasi (pesan) yang jelas, akurat, faktual, dan lengkap sesuai dengan kenyataan dari produk atau jasa yang ditawarkannya (Sumartono, 2002:34). Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak tertipu oleh sajian-sajian iklan yang ”bombastis” yang hanya menjual produk atau jasa tetapi tidak terbukti kebenarannya.

Dalam aktivitas perpindahan informasi tentang produk yang diiklankan pada khalayak, iklan tentunya harus mengandung daya tarik setelah pemirsa atau khalayak mengetahuinya mampu menggugah perasaan. Jadi untuk menampilkan iklan tidak hanya sekedar menampilkan pesan verbal yang mendukung iklan. Salah satu iklan yang menampilkan pesan verbal juga non verbal adalah iklan McDonald’s versi ”kelaparan tengah malam” di televisi.

(18)

Bila membahas masalah pelayanan kepada konsumen, pasti kita akan teringat ketika kita datang ke sebuah restoran dengan pelayanan yang kurang memuaskan pasti kita sebagai pelanggan atau konsumen akan kecewa atas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, tampaknya perlu dikaji tentang bagaimana sebuah pelayanan dapat dikatakan baik dan memuaskan, yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Karena kualitas yang baik sebuah restoran dapat ditunjang dari pelayanannya melalui strategi pelayanan yang tepat. Strategi pelayanan diharapkan perusahaan dapat menikmati keuntungan lain seperti produk jasa terdiferensiasi dan juga membangun loyalitas konsumen sehingga menjadi keunggulan tersendiri agar konsumen tidak berpaling ke produk lain atau perusaan/restoran lainnya. Cara ini berguna untuk mengurangi (menghambat) tingkat perpindahan konsumen ke pesaing lain (Lupiyoadi, Hamdani,2006:9).

(19)

Berangkat dari permasalahan yang ada pada teks iklan McDonald’s versi ”kelaparan tengah malam”, peneliti menangkap adanya permasalahan di dalam pelayanan kepada konsumen dalam iklan tersebut, yakni pemilihan konsep cerita yang tidak sesuai dengan pemahaman tentang pelayanan McDonald’s yang sebenarnya ingin disampaikan dalam iklan tersebut. Dengan hal tersebut diatas maka peneliti tertarik meneliti iklan tersebut. Melalui pendekatan teori semiotika diharapkan iklan mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda, kode, dan makna yang terkandung di dalamnya, iklan tersebut menampilkan sebuah cerita yang di dalamnya berisi seorang laki-laki yang kecewa dengan pelayanan penjual sate karena kehabisan porsi sate.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikkan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hedak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179, Kurniawan, 2001:53).

(20)

peneliti juga menggunakan model semiotika Roland Barthes. Hal tersebut bertujuan agar memperkuat tinjauan analisis peneliti. Karena citra merek sebuah produk tertanam semakin dalam melalui tekhnik mitologisasi. Ini adalah strategi untuk secara sengaja mengaitkan nama, logo, rancangan produk, iklan dan komersial suatu merek dengan makna mitis tertentu (Danesi, 2010:227).

Oleh karena objek penelitian ini adalah cerita yang terdapat dalam iklan McDonald versi ”kelaparan tengah malam”, yakni meliputi gambar dan suara (kata-kata yang diucapkan oleh tokoh cerita) yang terdapat dalam iklan tersebut, maka nantinya hanya akan dipilih beberapa scene sebagai unit analisisnya. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang representasi strategi pelayanan dalam iklan McDonald’s versi ”kelaparan tengah malam” di televisi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan dalam masalah ini adalah :

”Bagaimanakah Representasi Strategi Pelayanan dalam iklan McDonald versi ”kelaparan tengah malam”?

1.3 Tujuan Penelitian

(21)

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis

Memberikan makna pada tanda dan lambang yang terdapat dalam objek untuk memperoleh hasil dari intepretasi data yang diteliti. Juga sebagai bahan acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya ilmu komunikasi kepada para peneliti yang lain.

2. Kegunaan Praktis

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Landasan Teori

2.1.1 Televisi Sebagai Media Iklan

Iklan bagaikan sebuah dunia magis yang dapat mengubah komoditas kedalam situasi gemerlap yang memikat dan mempesona, sebuah sistem yang keluar dari imajinasi dan muncul ke dalam dunia nyata melalui media. Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio dan visual. Sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan.

Menurut Basril Djabar dalam Sumartono (2001:5) mengungkapkan hal yang sama mengenai pentingnya beriklan, bahwa beriklan merupakan upaya mengiklan merupakan upaya kreatif untuk memperkenalkan suatu produk melalui media , apapun medianya. Dengan beriklan, masyarakat akan mengenal suatu produk akan menggulirkan suatu kegiatan ekonomi, mulai dari produsen kepada masyarakat (konsumen).

Sementara itu beriklan merupakan bentuk presentasi non personal yang mempromosikan gagasan, produk (barang atau jasa) yang dibiayai oleh pihak sponsor tertentu dengan menggunakan media tertentu (Sulaksana, 2005:90).

(23)

maju. Sebagai media massa yang maju belakangan dibanding media cetak, televisi baru berperan selama tiga puluh tahun. Televisi ini sendiri lahir setelah adanya beberapa penemuan teknologi, seperti telepon, telegraf, fotografi, serta rekaman suara. Terlepas dari semua itu, pada kenyataannya media televisi dapat dibahas secara mendalam, baik dari segi isi pesan maupun penggunaannya. (Kuswandi, 1996:6).

Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi adalah teman, televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi candu (Morrisan, 2004:1).

Televisi merupakan media periklanan yang efektif, karena mempunyai kelebihan-kelebihan dalam beriklan, antara lain:

a. Lebih dapat menarik perhatian.

b. Lebih mudah mempengaruhi khalayak

c. Dapat memilih waktu dalam menampilkan iklan.

d. Dapat menempatkan iklan pada program siaran yang dikehendaki.

(24)

Bukti keefektifan televisi sebagai media beriklan disebabkan oleh beberapa kekuatan yang dimiliki media televisi, sebagaimana dikatakan oleh Kasali (1992:172) sebagai berikut :

1. Efisiensi biaya

Banyak para pemasang iklan memandang televisi sebagai meda yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersial atau non komersial. Salah satu keunggulannya adalah kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televisi secara teratur. Televisi tidak hanya menjangkau kahalayak sasaran yang dapat dicapai oleh media lainnya, tetapi juga khalayak yang tidak terjangkau oleh media cetak.

2. Dampak yang kuat

Keunggulan lainnya adalah kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen atau penonton, dengan tekanan pada sekaligus dua indera, yaitu penglihatan dan pendengaran. Televisi juga mampu menciptakan kelenturan bagi pekerjaan-pekerjaan kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, drama, dan humor.

3. Pengaruh yang kuat

(25)

percaya pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi daripada yang tidak sama sekali, sebab hal itu merupakan cerminan bonafiditas pengiklanan.

Dari beberapa pendapat di atas tampak bahwa televisi merupakan media komunikasi iklan yang efektif dan efisien. Hal ini bisa dilihat dari beberapa faktor misalnya efisiensi biaya, dampak yang dihasilkan oleh iklan sangat kuat dan juga pengaruh yang dihasilkan dari media televisi juga sangat kuat. Hal ini yang membuat para pengiklan berbondong-bondong menggunakan televisi sebagai sarana pengiklan, dan juga perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat iklan melewati media televisi lebih menarik.

2.1.2 Sejarah Periklanan di Indonesia

Pertumbuhan iklan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh modal swasta di sektor perkebunan pada tahun 1870. Pada jaman ini, beredar iklan brosur untuk pertama kalinya. Iklan tersebut berisi promosi perusahaan komersial. Selain brosur, digunakan pula iklan display. Pada awal abad 20, biro reklame mulai bermunculan walau tidak bertahan lama karena masalah perekonomian. Biro reklame pada masa itu dapat dikelompokkan dalam kategori besar (biasanya dimiliki oleh orang Belanda), menengah, dan kecil (dimiliki oleh orang Tionghoa dan Bumiputra). Biro reklame di Indonesia mulai kembali bangkit sekitar 1930-1942. iklan yang dikeluarkan semakin beragam (pencarian kerja, pernikahan, kematian, serta perjalanan). Iklan juga sempat menjadi sarana propaganda Jepang di Indonesia.

(26)

Namun, pada masa itu tetap banyak iklan lain seperti pasta gigi, batik, tawaran kursus dan tak ketinggalan iklan bioskop yang menayangkan film Jepang. Pasca kemerdekaan, muncul iklan himbauan untuk menyumbangkan dana bagi kepentingan perjuangan, pertahanan kemerdekaan, pembangunan atau perbaikan sekolah dan mengaktifkan BPKKP. Iklan ini tercatat sebagai iklan layanan masyarakat pertama dalam sejarah periklanan di Indonesia.

Pada tahun 1963, berdiri perusahaan periklanan InterVista Ltd yang dikelola (sekaligus didirikan) oleh Nuradi, mantan diplomat yang pernah bekerja di perusahaan periklanan SH Benson cabang Singapura. Perusaan ini dianggap sebagai perintis periklanan modern di Indonesia dengan pelayanan menyeluruh seperti media planning, account management, riset dan bidang lain. Saat ini, berbagai perusahaan periklanan di Indonesia yang tergabung dalam suatu asosiasi yaitu PPPI. Asosiasi perusahaan periklanan ini mewakili pula dalam keanggotaan Dewan Pers yang secara resmi di tuangkan dalam UU No. 4 Tahun 1967.

Di Indonesia, Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu media dan ditunjukkan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sementara istilah periklanan diartikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan (Widyatama,2007:16).

2.1.3 Iklan

(27)

atau jenis pengumuman atau representasi yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan komoditas atau layanan tertentu. Iklan perlu dibedakan dalam bentuk representasi dan kegiatan lainnya yang diarahkan untuk membujuk dan mempengaruhi pendapat, sikap, dan perilaku orang-orang seperti propaganda, publisitas, dan hubungan masyarakat (Danesi, 2010:223).

Iklan terbagi menjadi dua kategori utama: (1) iklan konsumen, yang ditujukan untuk melakukan promosi produk-produk tertentu, dan (2) iklan perdagangan dengan suatu tataran penjualan diberikan kepada para agen dan kaum profesional melalui publikasi dan media dagang yang sesuai (Danesi, 2010:223).

Definisi standar dari periklanan biasanya mengandung enam elemen. Pertama, periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar. Kedua, selain pesan yang harus disampaikan harus dibayar, dalam iklan juga terjadi identifikasi sponsor. Upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen merupakan elemen ketiga dalam definisi periklanan. Keempat, periklanan memerlukan elemen media massa sebagai media penyampaian pesan. Sifat non personal merupakan elemen kelima dalam definisi periklanan, dan elemen keenam adalah audiens. Berdasarkan keenam elemen tersebut, Wells, Burnet dan Moriarty (1998) dalam Sutisna (2003:276) mendefinisikan periklanan sebagai ”Avertising is paid non personal communiocation from an identified sponsor using mass media to persuade or influence an audience”.

(28)

Dari pengertian iklan sebagaimana tersebut di atas sekalipun terdapat beberapa perspektif yang berbeda-beda, namun sebagian besar definisi mempunyai kesamaan. Kesamaan tersebut dapat di rangkum dalam bentuk prinsip pengertian iklan, dimana iklan mengandung enam prinsip dasar, yaitu sebagai berikut (Widyatama, 2007:17):

1. Adanya pesan tertentu

Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Tanpa pesan, iklan tidak akan berwujud. Bila di media radio, tidak akan terdengar suara apapun, bila di media televisi, tidak terlihat gambar dan suara apapun, maka ia tidak dapat disebut iklan karena tidak terdapat pesan. Pesan yang disampaiakan oleh sebuah iklan, dapat berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan pesan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Di dalam pesan verbal ini merupakan rangkaian kata-kata yang tersusun dari huruf vokal dan konsonan yang membentuk makna tetentu. Bentuk pesan verbal lisan dapat disampaikan melalui media audio maupun media audio visual. Semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan non verbal. Sepanjang bentuk pesan non verbal tersebut mengandung arti, maka ia dapat disebut sebuah pesan komunikasi.

2. Dilakukan oleh komunikator (sponsor)

Pesan iklan ada karena dibuat komunikator. Sebaliknya, bila tidak ada komunikator maka tidak akan ada pesan iklan. Dengan demikian, ciri sebuah iklan, adalah bahwa pesan tersebut dibuat dan disampaikan oleh komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga atau organisasi, bahkan negara.

(29)

Dari pengertian iklan yang diberikan, hampir semua menyepakati bahwa iklan merupakan penyampaian pesan yang dilakukan secara non personal. Non personal artinya tidak dalam bentuk tatap muka penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media (yang kemudian disebut media periklanan).

Media yang digunakan dalam kegiatan periklanan secara umum dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media lini atas dan media lini bawah. Media lini atas memiliki beberapa karakter khas, antara lain:

a. Informasi yang disebarkan bersifat serempak. Artinya waktu yang sama, informasi yang sama dapat disebar luaskan secara sama pula.

b. Khalayak penerima pesan cenderung anonim (tidak dikenali secara personal oleh komunikator).

c. Mampu menjangkau khalayak luas.

Media lini bawah juga memiliki karakter khas, yaitu:

a. Komunikan yang dijangkau terbatas, baik dalam jumlah maupun luas wilayah sasaran.

b. Mampu manjangkau khalayak yang tidak dijangkau media lini atas. c. Cenderung tidak serempak.

4. Disampaikan untuk khalayak tertentu

(30)

kesukaan, kebutuhan, keinginan, karakteristik, dan keyakinan khusus. Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus yang sesuai dengan target khalayak. Bilamana target audience diganti, maka sudah tentu akan mempengaruhi bentuk dan strategi pesan iklan. Sebuah bentuk dan strategi tunggal tidak cocok untuk diterapkan atau ditunjukkan pada semua khalayak.

5. Dalam menyampaikan pesan tersebut, dilakukan dengan cara membayar.

Penyampaian pesan yang dilakukan dengan cara bukan membayar oleh kalangan pengiklan dewasa ini dianggap sebagai bukan iklan. Pesan komunikasi yang disampaikan dengan cara tidak membayar, akan dimaksudkan dalam kategori kegiatan komunikasi yang lain. Dalam kegiatan periklanan, istilah membayar sekarang ini harus dimaknai secara luas. Sebab kata membayar tidak saja dilakukan dengan alat tukar uang, melainkan dengan cara barter berupa ruang, dan kesempatan. Jadi, alat tukar uang digunakan dalam konteks membayar dalam kegiatan periklanan harus diartikan secara luas, tidak hanya dengan menggunakan uang sementara.

6. penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu

(31)

dampak yang diharapkan dapat diwujudkan oleh iklan untuk maksud-maksud mendapatkan keuntungan ekonomi.

Periklanan yang bersifat membujuk berperan penting bagi perusahaan dengan tingkat persaingan yang tinggi. Iklan yang bersifat membujuk biasanya dituangkan dalam pesan-pesan iklan perbandingan (comparative advertising). Tujuan periklanan yang ketiga yaitu mengingatkan.

Beberapa tipe pesan iklan menurut Sutisna (2003:278-279) yang dapat menimbulkan daya tarik rasional, sehingga mendapat perhatian dari konsumen yang selanjutnya konsumen memproses pesan tersebut yaitu:

1. Faktual

Tipe ini umumnya berhubungan dengan pengambilan keputusan high involvement yaitu penerima pesan dimotivasi untuk dapat memproses informasi.

2. Potongan kehidupan

Tipe ini menampilkan pesan iklan dalam bentuk kegiatan sehari-hari yang sering dialami oleh banyak orang. Pengaruhnya tipe ini adalah agar terjadi proses peniruan perilaku dari penonton.

3. Demonstrasi

Tipe ini menggunakan teknik yang hampir sama yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sering dihadapi oleh konsumen yaitu dengan demonstrasi.

4. Iklan perbandingan (comparative advertising)

(32)

2.1.4 Jenis-jenis Iklan

Berdasarkan tujuannya, iklan diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yakni:

1. Iklan Informatif (Informative Advertising), Iklan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Bertujuan untuk membentuk atau menciptakan kesadaran/pengenalan dan pengetahuan tentang produk atau fitur-fitur baru dari produk yang sudah ada.

b. Menginformasikan perubahan harga dan kemasan produk. c. Menjelaskan cara kerja produk.

d. Mengurangi ketakutan konsumen. e. Mengoreksi produk.

2. Iklan Persuasif (Persuasive Advertising), Iklan ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:

a. Bertujuan untuk menciptakan kesukaan, preferensi dan keyakinan sehingga konsumen mau membeli dan menggunakan barang dan jasa.

b. Mempersuasif khalayak untuk memilih merk tertentu. c. Menganjurkan untuk membeli.

d. Mengubah persepsi konsumen. e. Membujuk untuk membeli sekarang.

3. Iklan Reminder (Reminder Advertising), Iklan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Bertujuan untuk mendorong pembelian ulang barang dan jasa.

b. Mengingatkan bahwa suatu produk memiliki kemungkinan akan sangat dibutuhkan dalam waktu dekat.

(33)

d. Menjaga kesadaran akan produk (consumer’s state of mind). e. Menjalin hubungan baik dengan konsumen.

(http://enikkirei.multiply.com/journal/item/12/Jenis_Iklan_dan_Contohnya)

2.1.5 Etika Bisnis dalam Iklan

Berbicara mengenai etika bisnis, kita akan masuk pada pembicaraan yang sifatnya abstrak. Ada dua hal yang perlu dimengerti mengenai etika bisnis, yaitu pemahaman tentang kata etika dan bisnis. Etika, merupakan seperangkat kesepakatan umum yang mengatur hubungan antar individu, individu dengan masyarakat dan masyarakat dengan masyarakat. Etika diperlukan untuk menciptakan hubungan yang tidak saling merugikan. Semua bentuk masyarakat atau kelompok masyarakat memilliki perangkat aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perangkat aturan tersebut bertujuan menjamin berlangsungnya hubungan baik antar anggotanya. Hal yang sama juga terjadi dalam dunia bisnis. Di dunia bisnis terdapat pula seperangkat aturan yang mengatur relasi antar pelaku bisnis. Perangkat aturan ini dibutuhkan agar hubungan bisnis yang terjalin berlangsung fair. Perangkat aturan tersebut bisa berupa undang-undang, peraturan pemerintah,

(34)

Lingkungan tersebut adalah masyarakat sekitar, lingkungan alam, dan hak asasi manusia.

(35)

mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik.

(36)

publik.

Dari sisi legal formal, praktek-praktek tersebut jelas melanggar Undang-undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 10 menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; kegunaan suatu barang dan/atau jasa; kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. Selain itu, pasal 12 menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu atau jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan. Pelanggaran terhadap isi pasal-pasal tersebut menimbulkan konsekuensi sanksi berupa hukuman penjara maksimal 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,-. Ketentuan hukum tentang pelanggaran etika bisnis dalam beriklan sebenarnya sudah disusun, meskipun masih terbuka celah-celah untuk melakukan penyimpangan. Tapi intinya adalah pada moral pebisnis itu sendiri, karena pembohongan atau penipuan terhadap publik atau konsumen tidak hanya merugikan produk atau layanan yang dihasilkan perusahaan itu sendiri, tetapi juga akan melemahkan daya saing di tingkat internasional. Pengabaian etika bisnis akan membawa kerugian, tidak saja pada masyarakat, tetapi juga tatanan ekonomi nasional.

(37)

2.1.6 Iklan Produk, Jasa atau Layanan 2.1.6.1Iklan Produk

Iklan produk adalah iklan yang berisi pesan tentang barang yang ditujukan untuk khalayak agar dapat dipromosikan dan bertujuan untuk mempersuasif khalayak.

2.1.6.2Iklan Jasa atau Layanan

Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata ’jasa’ (service) itu sendiri mempunyai banyak arti, mulai dari pelayanan pribadi (personal service) sampai jasa sebagai suatu produk. Jadi pada dasarnya jasa merupakan semua aktifitas ekonomi yang hasilnya bukan berbentuk produk fisik atau konstruksi, yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan serta memberikan nilai tambah (misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, dan kesehatan) konsumen. Kotler (1994) mendefinisikan jasa sebagai suatu tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Produk jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya. (Lupiyoadi &Hamdani, 2006:5-6).

Iklan jasa atau layanan adalah iklan yang berisi produk jasa dan layanan dan ditujukan untuk khalayak agar dapat dipromosikan dan bertujuan untuk mempersuasif khalayak.

(38)

Pelayanan sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Lukman, 2004:6).

Pelayanan adalah kegiatan-kegiatan yang tidak jelas namun menyediakan kepuasan konsumen atau pemakai industri. Ia tidak terikat pada penjualan suatu produk atau pelayanan lainnya (Stanton, 1974). Sedangkan Kotler dan Bloom, 1984, dalam Kotler, 1988, berpendapat bahwa pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Bagi konsumen pelayanan adalah setiap kegiatan yang menawarkan penjualan dan menyediakan keuntungan yang berharga (Bessom, 1973). Sedangkan Lehtinen, 1983, manyatakan bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau suatu urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan orang-orang atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan konsumen. Sementara pelayanan adalah suatu yang dapat diperjual belikan, dan bahkan tidak dapat dihilangkan (Gummesson, 1987).

Bagi pelanggan kualitas pelayanan adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan apa yang dianggap penting. Pelanggan mempertimbangkan suatu kualitas pelayanan. Untuk itu, kualitas dapat dideteksi pada persoalan bentuk, sehingga dapat ditemukan (Lukman, 2004:9) :

(39)

2. Kualitas adalah tercapainya sebuah harapan dan kenyataan sesuai komitmen yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Kualitas dan integritas merupakan sesuatu yang tak terpisahkan.

2.1.8 Kualitas pelayanan

Gasperz (1997) menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of cutomers). Kualitas juga dapat diartikan sebagai kesesuaian dengan persyaratan. Kualitas pelayanan juga dapat diartikan sebagai kegiatan pelayanan yang diberikan kepada seseorang atau orang lain, organisasi pemerintah atau swasta (sosial, politik, LSM, dll).

Kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam pemberian layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik (Lukman, 2004:10).

2.1.9 Strategi Pelayanan

Mendahulukan pelanggan merupakan itikad yang sangat baik. Tetapi ini tidak lebih dari ungkapan kata-kata indah belaka apabila tidak didukung oleh strategi yang tepat dalam memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan, seperti pelayanan yang cepat, sopan, dan memberikan kenyamanan pada pelanggan. Denis Walker, 1996, menyatakan bahwa dalam strategi terdapat dan tujuan utama:

(40)

Tujuan dari strategi seperti diuraikan Walker di atas dapat dijadikan sarana untuk memperjelas apa yang dicapai oleh organisasi. Selain itu, agar tujuan-tujuan tidak lagi dipertanyakan sebagai suatu hal yang samar-samar, maka diperlukan struktur organisasi yang mampu menjawab segala tanggapan pelanggan. Untuk maksud tersebut, perlu dipertimbangkan hal-hal yang mencakup :

1. Keperluan dan harapan pelangan, 2. Kegiatan dan kekuatan kompetitor,

3. Kekuatan dan atau kemampuan kita menghadapi kompetitor, dan

4. Wawasan tentang masa depan yang penuh dengan misteri ketidakpastian. Selain itu perlu dipertimbangkan pula kaitannya dengan :

1. Pelayanan Materi. Pelayanan ini lebih diarahkan agar sebuah produk dapat diandalkan dan melakukan apa yang dapat dispesifikan untuk dilaksanakan. Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah bagaimana sikap staf dalam menghadapi pelanggan. Sikap staf itu sangat mungkin menjadi ancaman strategi pelayanan yang kita jadikan pegangan dalam melaksanakan pelayanan.

2. Pelayanan Pribadi. Pelayanan ini lebih diarahkan pada sistem manusia yang perlu dirancang untuk dapat memotivasi staf, sehingga mereka dapat sungguh-sungguh mendukung strategi pelayanan.

(41)

2.1.10 Pelayanan Sopan, Cepat, Memberikan Kenyamanan kepada Pelanggan (konsumen)

Pelayanan Sopan, Cepat dan Memberikan Kenyamanan kepada Pelanggan (konsumen) (Lukman, 2004 : 105-106) :

1. Pelayanan Sopan

kesopanan dan keramahan seperti senyuman dalam memberikan pelayanan. Ini terutama bagi mereka yang berkaitan langsung dengan pelanggan eksternal. Pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). Pelanggan eksternal adalah orang yang membayar untuk menggunakan produk yang dihasilkan.

2. Pelayanan Cepat

Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan disini berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.

3. Pelayanan yang Memberikan Kenyamanan Kepada Konsumen (pelanggan)

kenyamanan dalam memperoleh pelayanan. Berkaitan dengan lokasi, ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, kesediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.

2.1.11 Representasi

(42)

pandangan-pandangan hidup kita tentang perempuan, anak-anak, atau laki-laki misalnya, akan dengan mudah terlihat dari cara kita memberi hadiah ulang tahun kepada teman-teman kita yang laki-laki, perempuan, dan anak-anak. Begitu juga dengan pandangan hidup kita terhadap cinta, perang dan lain-lain akan tampak pada hal-hal yang praktis juga. Representai adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia dialog, tulisan, film, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa (www.kunci.or.id).

Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi seseorang dikatakan berhasil dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada di situ membagi pangalaman yang sama membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memaknai sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda, lisan, atau gambar) kita mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide kita tentang sesuatu. Makna sesuatu hal yang sangat tergantung dari cara kita merepresentasikannya dengan mengamati kata-kata yang kita gunakan dan imej-imej yang kita gunakan dalam merepresentasikan sesuatu bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan pada sesuatu tersebut.

(43)

Representasi mental ini masih dalam bentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, bahasa, yang berperan penting dalam proses kontruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat konsep dan ide-ide tantang sesuatu dengan tanda dan menghubungkan konsep simbol-simbol tertentu (www.kunci.or.id).

2.1.12 Konsep Makna

Kita semua sering kali menggunakan makna, tetapi sering kali pula kita tidak memikirkan makna itu. Ketika kita masuk ke dalam sebuah ruangan yang penuh dengan perabotan, di sana muncul sebuah makna. Seseorang sedang duduk di sebuah kursi dengan mata tertutup dan kita mengartikan bahwa dia sedang tidur atau dalam kondisi lelah. Seseorang tertawa dengan kehadiran kita dan kita mencari makna; apakah ia menertawai kita atau mengajak kita tertawa? Seorang kawan menyebrangi jalan dan melambaikan tangannya kearah kita, hal itu berarti ia menyapa kita. Makna dalam satu bentuk atau bentuk lainnya, menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia di semua masyarakat.

Salah satu cara yang digunakan para ahli untuk membahas lingkup makna yang lebih besar ini adalah dengan membedakan antara makna denotatif dengan makna konotatif. Makna denotatif pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (yang disebut sebagai makna referensial).

(44)

yang ditimbulkan oleh kata mawar itu. Kata konotasi itu sendiri berasal dari bahasa latin connotare, ”menjadi tanda” dan mengarah pada makna-makna kultural yang terpisah atau berbeda dengan kata (dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi).

Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting (Lyons, dalam Pateda, 2001:98). Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna langsung khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda (Berger, 2000b:55). Harimurti Kridalaksana (2001:40) mendefinisikan denotasi sebagai ”makna kata atau kelomok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang di dasarkan atas konvensi tertentu; sifatnya objektif”. Sedangkan konotasi diartikan sebagai aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara, pendengar. Misalnya kata amplop, kata amplop bermakna sampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang akan disampaiakan kepada orang lain atau kantor, instansi, jawatan lain. Tetapi pada kata ” Berilah ia amplop agar urusanmu segera beres,” maka kata amplop sudah bermakna konotatif yakni ’berilah ia uang’. Kata amplop dan uang masih ada hubungan, karena amplop dapat saja diisi uang. Dengan kata lain amplop mengacu pada uang. Jika denotasi sebuah kata adalah definisi objektif kata tersebut, maka konotasi sebuah kata adalah makna subjektif atau emosionalnya (DeVito, 1997:125).

(45)

konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena makna itu berhubungan dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus (pihak pembicara) dan respon (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat dicerap pancaindera (kesadaran) dan rasio manusia. Dari makna ini disebut juga makna proposisional karena berhubungan dengan informasi-informasi atau pertanyaan-pertanyaan yang bersifat faktual.

2.1.13 Pendekatan Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikkan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179, Kurniawan, 2001:53).

2.1.14 Model Semiotik Jhon Fiske

(46)

sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode yang dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi untuk mentransmisikannya. Ketiga, kebudayaan atau tempat kode tanda bekerja. Ini gilirannya tergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

Dalam semiologi, penerima atau pembaca pesan, dipandang memiliki peran aktif, dibandingkan dalam paradigma transmisi di mana mereka dianggap pasif. Semiologi lebih suka memilih istilah ”pembaca” untuk komunikan, karena ”pembaca” pada dasarnya aktif dalam menciptakan pemaknaan teks atau tanda (sign) dengan membawa pengalaman, sikap, emosi, terhadap teks atau tanda tersebut (Fiske,1990).

Dengan berdasar pada semiotika Jhon Fiske yang menggali konstruksi makna melalui kode-kode televisi. Metode semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda dan beserta maknanya. Menurut Jhon Fiske (2004:282), semiotika adalah studi tentang pertandaan dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda; tentang bagaimana makna dibangun dalam ”teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna.

Pesan teks

Makna

Prosedur Pembaca

(47)

Gambar 2.1 Model Pesan dan Makna

Sumber: John Fiske, Cultural and Communication Studies. Trans. Drs. Yosal Irianta, M.S. dan Idi Subandy Ibrahim. Yogyakarta: Jalasutra, 1990, hal 11

Model di atas menunjukkan kegiatan memproduksi dan membaca teks dipandang sebagai proses yang pararel karena setiap unsur menduduki tempat yang sama dalam hubungan yang terstruktur ini. Pesan menjadi suatu unsur dalam hubungan terstruktur tersebut bukan sekedar sesuatu yang dikirim dari A ke B.

Bagi semiotika, pesan merupakan suatu konstruksi tanda yang melalui interaksinya dengan penerima, menghasilkan makna. Menurut Fiske (1990) penekanan pada kegiatan komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna bergeser pada teks, dan bagaimana teks ini ”dibaca”. Membaca adalah proses menemukan makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi atau bernegosiasi dengan teks. Negosiasi terjadi karena pembaca membawa aspek-aspek budayanya untuk berhubungan dengan kode dan tanda yang menyusun teks.

Jadi pembaca dengan pengalaman sosial yang berada atau dari budaya yang berbeda mungkin menemukan pada teks yang sama (Fiske, 1990, p. 11). Aspek-aspek internal ini disebut sebagai frame of reference (kerangka rujukan dan field of experience (kerangka pengalaman) (Mulyana, 2000, p. 106).

(48)

memungkinkan komunikasi memiliki makna. Di sisi lain, semiotika melihat bahwa pesan merupakan konstruksi tanda-tanda, yang pada saat bersinggungan dengan penerima akan memproduksi makna (Fiske,1990:2).

Tanda-tanda dalam tataran gambar bergerak (iklan) tersebut telah dikombinasikan menjadi kode-kode, untuk memungkinkan suatu pesan disampaikan dari komunikator ke komunikan (penonton). Adapun tanda-tanda tersebut oleh Jhon Fiske dikategorikan menjadi tiga level kode, yakni level realitas yang mencakup kode-kode sosial (penampilannya, kostum, riasan, lingkungan, perilaku, cara berbicara, gerakan, ekspresi), level representasi yang meliputi kode-kode teknik (kamera, pencahayaan, perevisian, musik, suara); dan level ideologi yang terdiri dari kode-kode representatif (naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, latar, pemeran)(Fiske, 1987:4).

2.1.15 Model Semiotik Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussuren. Ia juga intelektual dan kritikus sastra perancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalis dan semiotika pada studi sastra. Bertens (2001:28) menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam srtukturalis tahun 1960-an dan 70-an.

(49)

Lima kode yang ditinjau Barthes adalah (Letchte, 2001:196; lihat pula Indriani, 2000:145-149):

1. Kode hermeunik yaitu kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan ”kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks.

2. Kode semik yaitu kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan yang paling ”akhir”.

3. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural.

4. Kode proaretik atau kode tindakan atau lakuan yang dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang, artinya semua teks yang bersifat naratif.

5. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-banda yang sudah diketauhi dan dikodifikasikan oleh budaya.

1.signifier

(penanda)

2.signiliar

(petanda)

3. denotative sign (tanda denotatif)

4.CONNOTATIVE SIGNIFIER

(PENANDA KONOTATIF)

5.CONNOTATIVE SIGNIFIED

(PETANDA KONOTATIF)

6.CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Gambar 3.1 Peta Tanda Roland Barthes

(50)

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material : hanya jika anda mengenal tanda ’’singa’’, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Janz, 1999:51)

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ’mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Budiman,2001:28). Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memilki beberapa penanda.

(51)

Mitos adalah suatu sistem komunikasi, bahwa mitos adalah suatu pesan (Barthes, 2007:295). Semua materi mitos (apakah berupa gambar atau tulisan) mensyaratkatkan adanya kesadaran yang menandakannya, maka kita dapat melakukan penalaran terhadap materi-materi itu sembari mengabaikan substansinya (Barthes, 2007:297). Mitologi merupakan studi wicara. Wicara dalam hal ini adalah suatu pesan. Oleh karena itu mitologi merupakan bagian dari semiologi karena ia merupakan ilmu formal, merupakan bagian dari ideologi karena ia merupakan ilmu sejarah; ia mempelajari gagasan dalam bentuk-bentuk (Barthes, 2007:300).

Dalam mitos kita kembali menemukan tiga pola, yakni penanda, petanda dan tanda. Tetapi mitos adalah suatu sistem yang janggal, karena ia dibentuk dari rantai semiologis yang telah eksis sebelumnya; mitos merupakan sistem semiologis tatanan kedua (second-order semiological system). Apa yang merupakan tanda (yaitu totalitas asosiasi antara konsep dan citra) dalam sistem yang pertama, menjadi sekadar penanda dalam sistem yang kedua. Mitos hanya ingin melihat dalam materi-materi itu sekumpulan tanda, suatu tanda global, terma final dari rantai semiologi pertama (Barthes, 2007:303).

1. Penanda 2. Petanda

d. Tanda

I PENANDA II PETANDA

III TANDA

(52)

semik (makna konotatif), kode simbolik, kode proaretik (logika tindakan), dan kode

gnomik atau kode kultural yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu.

2.1.16 Pendekatan Semiotik dalam Iklan Televisi

Penerapan semiotik pada iklan televisi, berati kita harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis ambilan kamera (selanjutnya disebut shot saja) dan kerja kamera (camera work). Dengan cara ini peneliti dapat memahami shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Misalnya, iklan McDonald versi ”kelaparan tengah malam” shot berarti ambilan kamera dari leher ke atas atau menekankan bagian wajah, makna dari (CU) shot adalah keintiman dan sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work atau kerja kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya panning-up atau pan-up yaitu gerak kamera mendongak pada poros horisontal. Pan-up berarti kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau kekuasaan pada objek yang diambil.

Lebih jauh yang harus diperhatikan tidak hanya shot dan camera work tetapi juga suara. Suara meliputi sound efect dan musik. Televisi sebagai media audio visual tidak hanya mengandung unsur visual, namun juga suara, karena suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara yang keras, menghentak, lemah, memiliki makna yang berbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang unik (Sumarno, 1996:71).

(53)

dilakukan pada iklan McDonald’s versi ”kelaparan tengah malam” dibagi menjadi tiga level yaitu :

1. Level realitas (reality)

Level ini menjelaskan bagaimana suatu peristiwa dikonstruksikan sebagai relitas oleh media. Yang berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain, penampilan (appearance), kostum (dress), lingkungan (environment), kelakuan (behavior), dialog, (speech), gerakan (gesture), ekspresi (expression), suara (sound).

2. Level representasi (representation)

Disini peneliti menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat tulis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Level ini berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain, kamera (camera), pencahayaan (lighting), perevisian (editing), musik (music), suara (sound).

3. Level ideologi (ideology)

Bagaimana kode-kode respresentasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial, seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat seperti individualism (individual), patriarchy (patriarki), class (kelas), materialism (materialisme), capitalism (kapitalisme), dan lain sebagainya.

(54)

malam” di televisi peneliti menganalisis dengan menggunakan pembagian scene dan shot iklan dengan level Jhon Fiske tersebut diatas dan menganalisis juga dengan kode yang ditinjau oleh Barthes, yakni kode hermeunik, kode semik, kode simbolik kode proaretik dan kode gnomik atau kode kultural, yang erat hubungannya dengan mitologis atau mitos yang dibangun dalam iklan tersebut. Sehingga dapat dilihat bagaiaman penggambaran strategi pelayanan dalam iklan McDonald versi ”kelaparan tengah malam” di Televisi.

2.1.17 Ideologi

Ideologi adalah lebih dari sekedar sistem dari ide atau nilai. Yang memerlukan hubungan antara arti tekstual dan bermacam-macam kelompok yang terlibat dalam membuat dan menerima teks. Ideologi sangat dipengaruhi oleh politik dari kehidupan sehari-hari : hubungan kekuasaan, yang didefinisikan dengan kepentingan kelompok dan kelas tertentu, dimana untuk setiap pribadi menjadi suatu kebiasaan dalam berhubungan satu dengan yang lain (Thwaites, Anthony G,, Tools for Cultural Studies, Macmillan Education Australia Pty. Ltd 1994,hal 155). Oleh Didit Widiatmoko Suwardikun.

(Dgi-indonesia.com/merubah-citra-melalui-perubahan logo) Contohnya seperti :

1. Individualism (individual) :

a. Paham yang menganggap manusia secara pribadi perlu diperhatikan (kesanggupan dan kebu-tuhannya tidak boleh disamaratakan).

(55)

c. Paham yang menganggap kepentingan diri sendiri (kepribadian) lebih penting daripada orang lain.

(www.artikata.com/arti-330637-individualisme) 2. Patriarchy (patriarki) :

Pada dasarnya peradaban merupakan sejarah dominasi terhadap alam dan perempuan. Patriarki berarti penguasaan terhadap perempuan dan alam.

3. Class (kelas) :

Ideologi menurut Karl Max dalam tulisan Karl Max dan Friesrich Engels dalam The Germany Ideology Karl Max mengemukakan bahwa ideologi lahir dari sistem masyarakat yang terbagi dalam kelas-kelas.dengan adanya ideologi maka buruh, petani mahasiswa atau pekerja sektor informal yang hasil kerjanya diambil oleh majikan, masih saja percaya pada kebajikan mengenai kerja keras, kejujuran, ketulusan dan sikap baik majikan. Kemiskinan dipandang sebagai suatu yang alamiah, yang mesti diterima karena begitulah adanya hidup. Dalam konteks tersebut Karl Max berbicara dalam konteks kaum kapitalis yang membagi masyarakat kedalamdua kelas: borjuis dan ploretarit. Jadi disini yang dimaksud dengan ideologi kelas adalah dimana setiap masa didominasi oleh kelas berkuasa. Ideologi yang dibentuk oleh sistem kaumpenguasa. Masyarakat diluar penguasa harus dan wajib mengikuti aturan dalam sistem ideologi kaum berkelas atau berkuasa. (www.cml.ui.ac.id/..FG_2)

(56)

5. Capitalism (kapitalisme) :

Kapitalis adalah sebuah sistem yang mulai terinstitusi dieropa pada masa abad ke 16 hingga abad ke 19. Yaitu dimasa perkembangan perbankankomersial eropa, dimana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti taah dan tenaga manusia pada sebuah pasar bebas dimana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran demi menghasilkan suatu keuntungan dimana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak kepemilikan serta tunduk terhadap hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang disusun secara jelas baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal.

2.1.18 Psikologi Warna

Dalam perencanaan corporate identity, warna mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Lebih lanjut dikatakan oleh Henry Dreyfuss, bahwa warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut . Sebagai contoh adalah penggunaan warna merah pada segitiga pengaman, warna-warna yang digunakan untuk traffic light, merah untuk berhenti, kuning untuk bersiap-siap dan hijau untuk jalan. Dari contoh tersebut ternyata pengaruh warna mampu memberikan impresi yang cepat dan kuat. Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan efek-efek tertentu.

(57)

sbb: Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda. Dari pemahaman diatas dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang pada suatu benda. Berikut kami sajikan potensi karakter warna yang mampu memberikan kesan pada seseorang sbb :

1. Hitam, sebagai warna yang tertua (gelap) dengan sendirinya menjadi lambang untuk sifat gulita dan kegelapan (juga dalam hal emosi).

2. Putih, sebagai warna yang paling terang, melambangkan cahaya, kesucian.

3. Abu-abu, merupakan warna yang paling netral dengan tidak adanya sifat atau kehidupan spesifik.

4. Merah, bersifat menaklukkan, ekspansif (meluas), dominan (berkuasa), aktif dan vital (hidup), panas membara, peringatan, penyerangan, cinta.

5. Kuning, dengan sinarnya yang bersifat kurang dalam, merupakan wakil dari hal-hal atau benda yang bersifat cahaya, momentum dan mengesankan kebahagiaan, keceriaan dan hati-hati.

6. Biru, sebagai warna yang menimbulkan kesan dalamnya sesuatu (dediepte), sifat yang tak terhingga dan transenden, disamping itu memiliki sifat tantangan.

(58)

8. Pink, warna yang identik dengan wanita, menarik/cantik, dan gulali.

9. Orange, warna yang identik dengan musim gugur, penuh kehangatan, halloween. 10. Coklat, warna yang mengesankan hangat, identik dengan musim gugur, kotor, dan bumi.

11. Ungu, warna yang identik dengan kesetiaan, kepuasan, Barney (tokoh boneka berwarna ungu).

Dari sekian banyak warna, dapat dibagi dalam beberapa bagian yang sering dinamakan dengan sistem warna Prang System yang ditemukan oleh Louis Prang pada 1876 atau disebut juga sebagai atribut warna meliputi :

1. Hue, adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan nama dari suatu warna, seperti merah, biru, hijau dsb.

2. Value, adalah dimensi kedua atau mengenai terang gelapnya warna. Contohnya adalah tingkatan warna dari putih hingga hitam.

3. Saturation/Intensity, seringkali disebut dengan chroma, adalah dimensi yang berhubungan dengan cerah atau suramnya warna.

(http://goestoge.wordpress.com/2008/11/14/filosofi-warna/)

(59)

2.1.19 McDonald’s

a. McDonald’s Simbol Hegemoni Amerika Serikat

McDonald’s merupakan simbol kekuatan Amerika Serikat yang muncul pasca Perang Dunia II sebagai bentuk soft power dalam konstelasi Hubungan Internasional. Kemunculan industri kecil ini awalnya tidak terduga dan tidak direncanakan sebelumnya, bahwa McDonald’s yang lebih dikenal dengan Mcd ini merupakan cikal bakal terbentuknya suatu kekuatan baru bagi Amerika Serikat yang ikut membentuk bahkan mengubah gaya hidup dan hingga pola makan warga Amerika bahkan dunia.

Kesuksesan dua bersaudara Richard dan Maurice McDonald inilah yang kemudian mampu merubah dunia perniagaan pangan menjadi suatu kepentingan ekonomi politik negara, serta mampu berperan sebagai pembentuk opini publik. Dan bagaimana cara McD ikut mempengaruhi publik melalui pemilihan presiden Amerika Serikat hingga memenangkannya.

Eksistensi McD’s brother yang memiliki banyak kelebihan efektifitas dan inovasi, disukai banyak pihak, mulai pesaing-pesaing industri fast food hingga investor-investor kaya seluruh negeri yang menginginkan kepemilikan McD.

(60)

untuk selalu datang dan makan apa saja menu yang disediakan McD dimanapun di dunia ini.

Eksploitasi sumber daya manusia besar-besaran terhadap seluruh karyawan McDonald’s terjadi di Amerika Serikat. Berbagai kecelakaan kerja hingga menimbulkan kematian tidak banyak diketauhi publik. Serta bahan-bahan yang terkandung di dalam makanan McD, yang selama bertahun-tahun dipermasalahkan oleh Departemen Kesehatan Amerika Serikat dan kritikan dari badan internasional lain yang mengurusi nutrisi makanan (FDA) sebelum dipasarkan kepada konsumen. McD hanya menginginkan hasil yang sempurna dari segi profit.

McDonald’s cooperation menggunakan istilah mereka, untuk menjelaskan cita-citanya menaklukkan negeri asing, yaitu ”relisasi global”. Hingga kini lebih dari 1.700 restoran McD tersebar di lebih dari 120 negara di dunia. Nilai, rasa, dan praktek industri fast food Amerika telah di ekspor ke setiap pelosok bumi, turut menciptakan budaya homogen yang oleh sosiolog Benjamin R. Berber diberi label ”Mc World”.

(http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefox-2.1.20 Filosofi dan Ideologi logo McDonald’s

(61)

mungkin sekarang banyak yang merasa ’kerasan’ untuk berada di dalam restoran McDonald’s. Sebagai contoh kita ambil logo busur emas McDonald’s. Sebenarnya ini kunci semiotika untuk membuka makna yang ingin diciptakan oleh logo McDonald’s. Busur ini menggemakan simbolisme mitis, mengajak orang-orang baik agar lewat dibawahnya dengan penuh kemenangan untuk memasuki surga keteraturan, kebersihan, suasana ramah, kenyamanan, kerja keras, disiplin diri, dan nila-nilai keluarga. Dari satu sisi McDonald’s bisa disetarakan dengan agama terorganisasi. Dari menu sampai seragamnya, McDonald’s menerapkan dan memastikan adanya, keseragaman, dengan cara yang sama seperti yang dilakukan agama-agama dunia yang terorganisasi menerapkan intepretasi yang distandarkan pada teks-teks kitab suci mereka serta keseragaman dalam penampilan dan perilaku para pendetanya. Oleh sebab itu, pesan yang diciptakan secara tidak sadar oleh logo busur emas bahwa, seperti layaknya surga, McDonald’s adalah tempat yang akan ’melakukan segalanya bagi Anda’, sebagaimana yang pernah diungkapkan dalam salah satu slogan perusahaan ini (Danesi, 2010:228).

2.1.21 Iklan McDonald’s versi ”kelaparan tengah malam”

(62)

pundak laki-laki itu. Pada saat itu pula hujan turun dan membasahi sekujur tubuh laki-laki itu. Ketika sampai dirumah, laki-laki itu teringat bahwa McDonald’s menyediakan layanan cepat dan bisa diantarkan kapan saja. Hanya dengan memesan lewat pesawat telepon dapat langsung siap ”delivery order”. Dan tak lama pengantar pesanan McDonald’s datang membawa pesanan dengan senyuman.

2.2 Kerangka Berpikir

Iklan dan media televisi sebagai agen pencipta dunia imajinasi telah menjadi media ampuh dalam menyampaikan suatu pesan. Agar tampak dimata pemirsa televisi, maka sudah menjadi rahasia umum jika dibutuhkan talenta atau endorser segala macam bentuk imajinasi yang diciptakan sebagai penyampaian pesan. Tanpa kehadirannya, mustahil sebuah iklan di televisi akan memperoleh perhatian pemirsa, sehingga dapat dipastikan bahwa perempuan dalam iklan menjadi faktor dominan dalam sosialisasi nilai atau pesan pada iklan.

(63)

benar, sesuai dengan ketentuan pelayanan yang ada dan seharusnya diberikan dan kepada konsumennya.

(64)

Gambar 2.2 Kode-kode Televisi Jhon Fiske (Sumber : Fiske, 1987, p.5)

(65)

suatu badan pengetahuan tertentu. Namun tidak semua kode tersebut masuk ke dalam analisa, melainkan hanya yang berkaitan dan berhubungan saja.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif sendiri bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta, dan objek tertentu. Melalui kerangka konseptual (landasan teori), peneliti melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan variabel beserta indikatornya. Riset ini menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar variabel (Kriantono, 2008:68).

Metode kualitatif kebanyakan dipakai untuk meneliti dokumen yang berupa teks, gambar, symbol, dan sebagainya untuk memahami relita atau budaya dari suatu konteks sosial tertentu. Metodologi analisis yang interaktif dan lebih secara konseptual tertentu. Metode kualitatif ini, merujuk pada metode analisis dokumen untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis dokumen untuk memahami makna signifikasi.

Gambar

Gambar 3.1 Peta Tanda Roland Barthes
Gambar 2.2 Kode-kode Televisi Jhon Fiske
Gambar. 1. Adegan berjalan hendak memesan sate
Gambar. 2. Adegan memesan satu porsi sate
+7

Referensi

Dokumen terkait