• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM DARI WANPRESTASINYA DEVELOPER DALAM PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG PEMBANGUNAN, PENGEMBANGAN, PEMASARAN DAN PENJUALAN TOWN HOUSE YANG BERTEMPAT DI KABUPATEN BADUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AKIBAT HUKUM DARI WANPRESTASINYA DEVELOPER DALAM PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG PEMBANGUNAN, PENGEMBANGAN, PEMASARAN DAN PENJUALAN TOWN HOUSE YANG BERTEMPAT DI KABUPATEN BADUNG."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

AKIBAT HUKUM DARI WANPRESTASINYA

DEVELOPER DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

DALAM BIDANG PEMBANGUNAN,

PENGEMBANGAN, PEMASARAN DAN PENJUALAN

TOWN HOUSE YANG BERTEMPAT DI KABUPATEN

BADUNG

I PUTU DONNY LAKSMANA PUTRA NIM. 1116051076

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

AKIBAT HUKUM DARI WANPRESTASINYA DEVELOPER

DALAM PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG

PEMBANGUNAN, PENGEMBANGAN, PEMASARAN DAN

PENJUALAN TOWN HOUSE YANG BERTEMPAT DI

KABUPATEN BADUNG

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I PUTU DONNY LAKSMANA PUTRA

NIM.1116051076

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PEMBIMBING

PADA TANGGAL 20 Januari 2016

Pembimbing I

I Nyoman Darmadha, SH.,MH

NIP. 195412311981031033

Pembimbing II

(4)
(5)

Om Swastiastu

Puji astungkara kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala Asung Kerta dan

Wara Nugrahanya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Akibat Hukum Dari Wanprestasinya Developer Dalam Perjanjian Kerjasama Dalam Bidang Pembangunan, Pengembangan, Pemasaran dan Penjualan Town House Yang

Bertempat Di Kabupaten Badung”.

Mengingat kemampuan penulis yang terbatas, sehingga penulisan skripsi ini masih

jauh dari kata sempurna.Atas kekurangan dalam penulisan skripsi ini penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun guna penyempurnaan dari

penulisan skripsi ini.

Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan pengarahan serta bimbingan guna

penyelesaian skripsi ini kepada :

1. Bapak I Nyoman Darmadha S.H., M.H., Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi.

2. Bapak I Nyoman Bagiastra S.H., M.H., Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan serta arahan dalam penulisan skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum

Universitas Udayana, beserta Pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Hukum

Universitas Udayana, atas dukungan dan kepercayaan yang diberikan untuk dapat

(6)

4. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak I Gde Putra Ariana, S.H., M.Kn, Dosen Pembimbing Akademik di Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak/Ibu Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

banyak membantu selama mengikuti kuliah di Fakultas Hukum Universitas

Udayana.

7. Bapak I Nyoman Suada, yang telah memberikan keterangan-keterangan dalam

penulisan skripsi ini.

8. Bapak Putu Sasmita Darma Putrakusuma, yang telah memberikan informasi

dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak I Gusti Kardinal Made Maswibawa, S.H., M.Kn, yang telah mendukung

dan memberikan keterangan-keterangan dalam penulisan skripsi ini.

10.Seluruh staff Kantor Notaris/PPAT I Gusti Kardinal Made Maswibawa, S.H.,

M.Kn.

11.Bapak, Ibu, Adik, Kakek saya yang telah banyak mendukung dan memberikan

semangat serta doa kepada saya baik dalam menempuh pendidikan di Fakultas

Hukum Universita Udayana maupun di dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Keluarga besar di Kaje Kangin, Belong Gede Denpasar dan seluruh kerabat,

sahabat keluarga dan orang tercinta yang telah mendukung saya dalam menempuh

pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

13.Teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu

persatu dalam skripsi ini yang telah membantu penulis dalam bentuk pikiran,

(7)

Akhirnya pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa penulis selalu berdoa untuk beliau-beliau

tersebut agar mendapatkan imbalan-imbalan dan pahala serta selalu mendapatkan kasih dan

berkat dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Denpasar, 20 Januari 2016

(8)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/ Penulisan Hukum/ Skripsi ini

merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang

pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi

ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau

pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi

akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggung jawaban ilmiah tanpa

ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 20 Januari 2016

Yang menyatakan,

I Putu Donny Laksmana Putra

(9)

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

HALAMAN ABSTRAK ... xi

HALAMAN ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 11

1.5.1 Tujuan Umum ... 11

1.5.2 Tujuan Khusus ... 12

1.6 Manfaat Penelitian ... 12

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.6.2 Manfaat Praktis ... 13

1.7 Hipotesis ... 13

(10)

1.8.1 Jenis Penelitian ... 15

1.8.2 JenisPendekatan ... 16

1.8.3 Data dan Sumber Data ... 16

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data ... 17

1.8.5 Teknik Analisis Data ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, PERJANJIAN KERJASAMA, dan DEVELOPER 2.1Wanprestasi ... 20

2.1.1 Pengertian Wanpretasi ... 20

2.1.2 Bentuk-Bentuk dan Syarat Terjadinya Wanprestasi ... 23

2.2Perjanjian Kerjasama ... 26

2.2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama ... 26

2.2.2 Asas-Asas dan Ketentuan Umum Perjanjian Kerjasama ... 30

2.3Developer ... 37

2.3.1 Pengertian Developer ... 37

2.3.2 Hak dan Kewajiban Developer ... 38

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI WANPRESTASI 3.1Perjanjian Kerjasama I Nyoman Suada dengan Putu Sasmita Darma Putrakusuma ...40

3.2Akibat Hukum Yang Timbul Dari Wanprestasi Perjanjian Kerjasama ... 44

(11)

52

4.2Akibat Hukum Atas Pembatalan Perjanjian Kerjasama ... 57

BAB V PENUTUP

5.1Simpulan ... 68

5.2Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA

(12)

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi mendorong seseorang untuk lebih kreatif dalam mengembangkan sebuah bisnis, dalam hal tesebut perjanjian dapat digunakan untuk menunjang sebuah bisnis agar makin maju.Memberikan pemahaman mengenai peranan Perjanjian Kerjasama dan akibat hukum apabila terjadi pembatalan dalam perjanjian kerjasama bidang pembangunan, pengembangan, pemasaran penjualan town house dan toko.

Digunakan metode penelitian empiris yang bertujuan untuk melihat langsung fakta-fakta di lapangan mengenai akibat hukum dari wanprestasinya developer dalam perjanjian kerjasama bidang pembangunan, pengembangan, pemasaran dan penjualan town house.Mempergunakan analisis deskriptif kualitatif apabila keseluruhan data telah didapatkan.

Salah satu bentuk hukum perjanjian adalah perjanjian kerjasama dalam bidang pembangunan town house yang melibatkan antara I Nyoman Suada dengan Putu Sasmita Darma Putrakusuma, yang mana ada wanprestasi yang dilakukan sehingga menimbulkan akibat hukum.Akibat hukum yang harus ditanggung bisa dikenakan biaya ganti rugi dan pembatalan perjanjian. Semua proses perjanjian maupun penyelesaian sengketa tersebut memerlukan itikat baik dalam penyelesaiannya.

(13)

ABSTRACT

Economic growth encourage people to be more creative in developing a business, in terms of proficiency level agreements can be used to support a business in order to become more advanced. Providing an understanding of the role of the Partnership Agreement and the legal consequences in case of cancellation of the agreement of cooperation in the construction, development, sales marketing town house and shop.

Used methods of empirical research aimed to see first hand the facts on the ground regarding the legal consequences of default developer in the field of development cooperation agreements, development, marketing and sale town house. Using descriptive qualitative analysis when all the data has been obtained.

One of the legal form of agreement is a cooperation agreement in the field of construction of town houses involving between I Nyoman Suada with Putu Sasmita Darma Putrakusuma, where there tort committed giving rise to legal consequences. The legal consequences to be borne could be charged damages and cancellation of the agreement. All agreements and dispute resolution processes that require goodwill in its completion.

(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan bermasyarakat orang-orang tidak akan terlepas dari sebuah

hubungan dalam suatu interaksi sosial yang mana sebuah interaksi tersebut dapat

menimbuklan satu kesepakatan antara orang yang satu dengan orang lainnya.

Kesepakatan yang timbul tersebut didasari oleh beberapa kepentingan yang mereka

miliki satu sama lain, didalam suatu kesepakatan memiliki sebuah tujuan yang sama,

yang mana hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah mencapai tujuan yang

diinginkan. Suatu Perikatan, lahir karena suatu persetujuan, kesepakatan atau karena

undang-undang. Adapun yang dimaksud dengan “perikatan” oleh buku III

KUHPerdata, ialah : Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara

dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari

yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.1 Bentuk perikatan yang paling

sederhana, ialah perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu

prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya. Disamping bentuk yang

paling sederhana itu, terdapat berbagai macam perikatan lain, yaitu :

a. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk).

1

(15)

b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling).

c. Perikatan yang membolehkan memilih (alternatief).

d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair).

e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.

f. Perikatan dengan penetapan hukuman (strafbeding).2

Persetujuan merupakan bagian penting yang menjadi dasar dari terjadinya

perjanjian. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat

ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena

alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.

Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek

hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak

lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah

mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah

pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa

penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu

perbuatan.

Sebagaimanaa ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, agar dapat terjadi persetujuan yang sah harus memenuhi 4 syarat:

2

(16)

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal tertentu, dan

4. Suatu sebab yang halal.

Keempat syarat tersebut biasa juga disingkat dengan sepakat, cakap, hal tertentu

dan sebab yang halal.3

Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat

ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur

pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat

dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu)

dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi

hukum.

Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di

dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut

berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu

diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu

persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.

Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan

diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak

3

Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT RajaGrafindo, Jakarta, h.

(17)

ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat

sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal

balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing.

Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan

dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.

Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir

pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang

termasuk dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik

lahirnya kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak

membuka surat itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang

bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat

ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah

penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu

perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian

tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam

suatu perjanjian jual beli.

Perjanjian harus ada kata sepakat kedua belah pihak karena perjanjian

merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian merupakan

perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan adanya kata sepakat antara

(18)

dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas konsensualisme. asas ini adalah pada

dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik

tercapainya kata sepakat.

Syarat pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan kata-kata itu

perjanjian sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata

sepakat ada kalanya dibuat akta baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun

sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan akta

autentik telah memenuhi persyaratan formil.

Subyek hukum atau pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau

wali/kuasa hukumnya pada saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal

dengan asas kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih sering disebut

sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang berkewajiban

mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan

sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih atau meminta

kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.

Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua

asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa

“hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak, asas

tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena

syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi ruang

(19)

sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya

seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjnjian.

Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak

untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Tanpa

sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat

tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang

diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in terminis. Adanya paksaan

menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah

untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada

perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian yang

dimaksud. Dengan akibat transasksi yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan.

Inilah yang terjadi dengan berlakunya perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.

Kontrak atau perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang

berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu, selain itu kontrak merupaakan suatu peristiwa yang konkret dan

dapat diamati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis.

Hal ini berbeda dari perikatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat

diamati karena perikatan itu merupakan akibat dari adanya kontrak tersebut yang

menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang dijanjikan.4

4

(20)

Namun belakangan ini masih banyak orang yang belum memahami tentang

arti suatu perjanjian akan tetapi melakukan perjanjian, yang mana hal tersebut dapat

membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Karena akibat dari belum memahami

arti sebuah perjanjian dengan benar maka orang lain yang memiliki kelebihan tentang

perjanjian dapat dengan mudah memanfaatkan dan melakukan kecurang-kecurangan

dengan iming-iming uang yang akan diberikan lebih banyak atau berlipat ganda.

Salah satu contoh hukum perjanjian adalah perjanjian kerjasama dalam bidang

pembangunan town house yang melibatkan antara I Nyoman Suada dengan Putu

Sasmita Darma Putrakusuma, Sarjana Sience Terapan Pariwisata, kerjasama tersebut

bergerak pada bidang pengaplingan, pembangunan, pengembangan, pemasaran dan

penjualan 14 unit town house dan 1 unit toko diatas tanah tersebut yang bertempat di

Jalan Siligita, Benoa, Badung, Bali. Perjanjian ini dilakukan untuk mengikatkan diri

antara satu dengan yang lain dengan memiliki tujuan yang sama. Dalam penjanjian

ini bertujuan untuk mengembangkan lahan atau tanah, yang mana lahan tersebut akan

dikelola dan dibangun beberapa town house dan toko dan setelah jadi akan dijual atau

dipasarkan, tetapi pada kenyataannya itu tidak berjalan sesuai dengan apa yang ada

dalam perjanjian yang dibuat. Karena salah satu pihak yang melakukan perjanjian

tersebut melakukan wanprestasi yang mengakibatkan salah satu pihak mengajukan

pembatalan perjanjian. Pembatalan perjanjian menimbulkan akibat hukum bagi para

pihak. Dengan adanya pembatalan perjanjian penulis tertarik untuk melakukan

(21)

Pemasaran dan Penjualan Town House Yang Bertempat Di Kabupaten Badung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan

dibahas dalam penulisan skipsi ini adalah:

1. Apa akibat hukum dari wanprestasinya developer dalam perjanjian kerjasama

bidang pembangunan, pengembangan, pemasaran penjualan town house dan

toko ?

2. Bagaimana akibat hukum apabila terjadi pembatalan dalam perjanjian

kerjasama tersebut ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka kiranya perlu terlebih dahulu

dikemukakan mengenai ruang lingkup masalah mengenai akibat hukum dari

wanprestasinya developer dalam perjanjian kerjasama bidang pembangunan,

pengembangan, pemasaran penjualan town house dan toko yang bertempat Di

Kabupaten Badung. Dalam penyusunan skripsi maka perlu ditetapkan secara tegas

tentang isi pokok yang dibahas agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan

yang ada, maka fokus pembahasan akan menitikberatkan pada hal-hal sebagai berikut

(22)

Pertama akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai akibat hukum dari

wanprestasinya developer dalam perjanjian kerjasama, dilanjutkan pembahasan kedua

mengenai akibat hukum apabila terjadi pembatalan dalam perjanjian kerjasama

bidang pembangunan, pengembangan, pemasaran penjualan town house dan toko.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Akibat Hukum

Dari Wanprestasinya Develover Dalam Perjanjian Kerjasama Dalam Bidang

Pembangunan, Pengembangan, Pemasaran dan Penjualaan Town House Yang

Bertempat Di Kabupaten Badung adalah sepenuhnya hasil pemikiran dan tulisan yang

ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 3 (tiga) skripsi sebagai refrensi.

Beberapa peneliti yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai

berikut:

No Judul Penulis Rumusan Masalah

(23)
(24)

3 Faktor-Faktor Yang

Penulisan skripsi bagi seorang mahasiswa merupakan syarat akhir untuk

berhak menyandang gelar kesarjanaan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang

dimiliki. Dalam penulisan skripsi ini ada dua tujuan pokok yaitu :

1.5.1 Tujuan umum

a. Melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang

penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

b. Untuk mendalami teori dan menambah ilmu pengetahuan dalam hukum

terutama dalam hukum perjanjian.

(25)

d. Untuki meyumbangkan pikiran kepada yang membutuhkan pengetahuan

lebih mengenai perjanjian.

e. Mengembangkan diri mahasiswa untuk kedalam kehidupan masyarakat.

f. Pembulat studi mahasiswa untuk memenuhi persyaratan SKS dari jumlah

beban studi untuk memperoleh gelar sarjana hukum.

1.5.2 Tujuan Khusus

a. Untuk memahami akibat hukum dari wanprestasinya developer dalam

perjanjian kerjasama bidang pembangunan, pengembangan, pemasaran

penjualan town house dan toko.

b. Untuk memahami akibat hukum apabila terjadi pembatalan dalam

perjanjian kerjasama bidang pembangunan, pengembangan, pemasaran

penjualan town house dan toko.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Bahwa melalui penelitian yang dilakukan maka dapat bermanfaat untuk

memberi masukan bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum perjanjian dan

sebagai pemicu dalam mendewasakan cara berfikir, meningkatkan daya nalar,

memahami lebih mendalam menganai wanprestasi, perjanjian kerjasama dan

kepekaan terhadap masalah-masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat sehingga

pada akhirnya menjadi insan yang mampu memecahkan masalah-masalah hukum

(26)

1.6.2 Manfaat Praktis

Untuk dapat mengetahui perwujudan secara nyata dalam bentuk serangkaian

proses perilaku pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum

perjanjian, yang diharapkan dapat memberi pengetahuan yang lebih dalam mengenai

akibat hukum dari wanprestasi dalam perjanjian kerjasama, pembatalan perjanjian,

dan ganti rugi akibat dari terjadinya wanprestasi developer.

1.7 Hipotesis

Perjanjian merupakan “suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan

hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak

berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak

lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji tersebut”.5

Yang dimaksud dengan perjanjian atau persetujuan menurut ketentuan Pasal

1313 KUHPerdata adalah sebagai berikut: “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih”. Adapun untuk sahnya suatu perjanjian-perjanjian yang akan dilakukan harus

memenuhi ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Hak dan kewajiban yang timbul didasarkan pada sebab tertentu yang membuat

terjadinya kesepakatan kedua belah pihak atas semua syarat perjanjian. Hal ini terikat

pada Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Suatu sebab terlarang,

5

Wiryono Prodjodikoro, 1981, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, Sumut, Bandung,

(27)

apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau

ketertiban umum”.

Pasal 1340 KUHPerdata menjelaskan bahwa : “Perjanjian-perjanjian hanya

berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”. Yang mana terdapat keterikatan yang

tidak dapat dilepas karena dalam melakukan perjanjian dibutuhkan hukum untuk

mengatur jalannya suatu perjanjian dengan baik.

Berdasarkan uraian dan rumusan masalah tersebut diatas, maka dapat

dikemukakan dua jawaban yang bersifat sementara yang masih perlu diteliti dan diuji

kebenarannya dengan penelitian yang obyektif sesuai dengan fakta-fakta yang ada,

kemudian dianalisa sehingga dari analisa tersebut dapat diyakini kebenarannya.

Hipotesis yang dapat ditarik adalah :

1. Akibat hukum dari wanprestasinya developer dalam perjanjian kerjasama

bidang pembangunan, pengembangan, pemasaran penjualan town house dan

toko dapat dijelaskan pada Pasal 1338 KUHPerdata semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tapi jika kedua belah

pihak sepakat untuk menarik perjanjian itu maka perjanjian tersebut dapat

ditarik kembali, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang

dinyatakan untuk itu.

2. Akibat hukum apabila terjadi pembatalan dalam perjanjian kerjasama adalah

(28)

dilakukannya. Tujuan dari pembatalan perjanjian adalah membatalkan

perjanjian yang terdahulu dan akibat-akibat yang timbul di masa yang akan

datang telah ditiadakan. konskwensi kelanjutaan adalah apabila pembatalan

salah satu pihak tidak melaksanakaan kewajibannya maka pihak yang lain

dapat mengajukan gugatan revindikasi, sesuai yang terdapat pada Pasal 574

KUHPerdata.

1.8 Metode Penelitian

Robert Bogdan dan Steven J. Taylor mengatakan bahwa Metode adalah

proses, prinsip, dan prosedur dengan kita mendekati masalah-masalah dan mencari

jawaban. Dalam ilmu-ilmu sosial istilah ini berlaku untuk bagaimana seseorang untuk

melakukan penelitian.6

Metode Penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang

menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Untuk dapat memahami

obyek dari skripsi ini maka digunakan pendekatan dan metode tertentu sehingga

dapat dihasilkan suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Adapun

metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

penelitian empiris, yaitu pendekatan berdasarkan peraturan hukum yang memiliki

kaitan dengan permasalahan ini. Pendekatan emperis yaitu dilakukan dengan cara

6

(29)

melihat dan meneliti fakta-fakta di lapangan tentang akibat hukum dari

wanprestasinya developer dalam perjanjian kerjasama bidang pembangunan,

pengembangan, pemasaran dan penjualaan town house yang bertempat di Kabupaten

Badung.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Adapun mengenai jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Pendekatan Kasus ( The Case Approach )

Merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menganalisis kasus yang

terjadi dengan melihat berkas-berkas yang berkaitan dengan kasus

tersebut dan melakukan sesi tanya jawab untuk menemukan solusi untuk

kasus tersebut.

2. Pendekatan Fakta ( The Fact Approach )

Pendekatan fakta digunakan bertujuan untuk mendapatkan informasi dari

I Gusti Kardinal Made Maswibawa, SH,.MKn, I Nyoman Suada, Putu

Sasmita Darma Putrakusuma yang merupakan narasumber dalam

permasalahan ini dan untuk menemukan jawaban permasalahan yang

dirumuskan dalam rumusan masalah.

1.8.3 Data dan Sumber Data

Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini ada 2

(30)

1. Data Primer

yaitu data yang bersumber dari responden yang terlibat langsung dalam

kasus yang menjadi obyek penelitian yang diperoleh dari lapangan dengan

jalan mengadakan penelitian langsung ke lapangan yakni di Kantor

Notaris I Gusti Kardinal Made Maswibawa.SH,.MKn serta mendengarkan

dan menanyakan kepada para pihak tentang permasalahan ini.

2. Data Sekunder

Bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer yang antara lain

berupa rancangan undang-undang, hasil penelitian, pendapat pakar

hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa, buku-buku

hukum (text book), jurnal-jurnal hukum.7 Dalam penelitian ini

menggunakan bahan hukum sekunder berupa hasil penelitian, buku-buku

hukum dan pendapat pakar hukum.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,8 seperti Kamus Hukum

dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan

bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipakai dalam penelitian ini terkait pengumpulan data yakni :

7

Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 182.

8

Amiruddin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.

(31)

1. Teknik Studi Dokumen

Teknik Studi Dokumen digunakan agar data yang diperoleh dari data yang

bersumber dari data kepustakaan yang relevan dengan permasalahan

penelitian dikumpulkan dengan cara membaca dan mencatat kembali data

yang dikumpulkan kemudian dikelompokkan secara sistematis.

2. Teknik Wawancara

Kegiatan wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan

keterangan-keterangan secara lisan melalui bercakap-cakap yang bermuatan tanya

jawab antara peneliti dan orang yang diteliti.9 Teknik Wawancara

digunakan agar data diperoleh melalui proses wawancara kepada

pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian di lapangan yaitu I

Nyoman Suada, Putu Sasmita Darma Putrakusuma, I Gusti Kardinal Made

Maswibawa, SH,.MKn, untuk memperoleh kebenaran informasi dan data

yang pasti.

1.8.5 Teknik Analisis

Data-data yang dikumpulkan berdasarkan data primer dan data sekunder

diolah dan dianalisa secara kualitatif. artinya data-data yang diperoleh dari beberapa

sumber yang dikumpulkan untuk mendapatkan data yang relevan dari masalah yang

diangkat, kemudian dianalisis secara deskriptif analisis, Yaitu dengan

9

Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif,

(32)

menggambarkan secara lengakap tentang aspek-aspek tertentu yang bersangkutan

dengan permasalahan dan selanjutnya dianalisa kebenarannya.10

10

(33)
(34)

TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, PERJANJIAN KERJASAMA, dan DEVELOPER

2.1 Wanprestasi

2.1.1Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “wanprestatie”

yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan

terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang

dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena

undang-undang.

Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih

terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak

terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan.

Istilah mengenai wanprestasi ini terdaspat di berabgai istilah yaitu: “ingkar janji,

cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.

Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah

menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestsi”. Ada

beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi

(35)

“pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk

wanprestasi”.

Untuk mengetahui wanprestasi lebih mendalam ada baiknya dahulu kita

mengenal yang dimaksud dengan prestasi. Prestasi adalah sesuatu yang wajib

dipenuhi oleh debidur dalam setiap perikatan.1 Pada Pasal 1234 KUHPerdata

menentukan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat

sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu”. Dalam literature, hal tersebut lazim disebut

prestasi. Jadi, prestasi bukanlah objek perjanjian, akan tetapi cara pelaksanaan

perjanjian.

Seperti dijelaskan diatas, objek perjanjian adalah barang, maka cara

pelaksanaanya adalah dengan menyerahkan barang. Apabila objek perjanjian adalah

jasa, maka cara pelaksanaanya adalah dengan memberikan jasa.

Disamping cara pelaksanaan perjanjian berupa memberikan sesuatu, berbuat

sesuatu dan tidak berbuat sesuatu, ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata

menentukan juga bahwa “perjanjian harus dilaksanakan dengan etikat baik”. Etikad

1

Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung,

(36)

memperoleh suatu kebendaan dengan cara memperoleh hak milik”.2

Prestasi merupakan sebuah esensi daripada suaru perikatan. Apabila esensi

ini tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur maka perikatan itu berakhir. Agar esensi

itu dapat tercapai yang artinya kewajiban tersebut dipenuhi oleh debitur maka harus

diketahui sifat-sifat dari prestasi tersebut ,yakni :

1. Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan

2. Harus mungkin

3. Harus diperbolehkan (halal)

4. Harus ada manfaatnya bagi kreditur

5. Terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan.3

Namun apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasinya yang

merupakan suatu kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat.

Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak

melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian yang dibuat. Wanprestasi dapat

terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan.

Pasal 1238 KUHPerdata menyatakan “Si berhutang adalah lalai, apabila ia

dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau demi perikatannya sendiri,

2

I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Puta, Implementasi Ketentuan-Ketentuan

Hukum Perjanjian dalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Bali, h. 34. 3

(37)

seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh

debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu :

a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi

kewajiban maupun karena kelalaian.

b. Karena keadaan memaksa (overmarcht), force majeure, jadi diluar

kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.4

2.1.2Bentuk-Bentuk dan Syarat Terjadinya Wanprestasi

Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi, yaitu:

1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan debitur

yang tidak melaksanakan prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi

prestasi sama sekali.

2. Melaksanakan prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang

melaksanakan prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak

dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama

sekali.

4

(38)

debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap

memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu

diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan

pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan

perstasi “tidak ditentukan”, perlu memperingatkan debitur supaya ia memenuhi

prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan

pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu

yang telah ditetapkan dalam perikatan.5

Dalam hal bentuk prestasi para pihak dalam perjanjian yang berupa tidak

berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan pihak tersebut melakukan

wanprestasi yaitu sejak pada saat salah satu pihak berbuat sesuatu yang tidak

diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi para pihak yang berupa

berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam

perjanjian maka menurut pasal 1238 KUHPerdata para pihak dianggap melakukan

wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan

mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang melakukan wanprestasi,

diperlukan surat peringatan tertulis.

5

(39)

1. Syarat meteriil, yaitu adanya kesengajaan berupa:

a) Kesengajaan, adalah suatu hal yang dilakukan seseorang dengan di

kehendaki dan diketahui serta disadari oleh pelaku sehingga

menimbulkan kerugian pada pihak lain

b) Kelalaian, adalah suatu hal yang dilakukan dimana seseorang yang wajib

berprestasi seharusnya tabu atau patut menduga bahwa dengan perbuatan

atau sikap yang diambil olehnya akan menimbulkan kerugian.

2. Syarat formil, yaitu adanya peringatan atau somasi

Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak debitor harus dinyatakan dahulu

secara resmi, yaitu dengan memperingatkan debitor, bahwa kreditor menghendaki

pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Somasi adalah teguran

keras secara tertulis dari kreditor berupa akta kepada debitor, supaya debitor

melakukan prestasi dengan mencantumkan tanggal terakhir debitor harus berprestasi

dan disertai dengan sanki atau denda atau hukuman yang akan dijatuhkan atau

diterapkan, apabila debitor wanprestasi atau lalai.

Beberapa kemungkinan yang dapat dipilih oleh seorang debitor yang

melakukan wanprestasi;

1. Kreditor dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun perjanjian

(40)

dideritanya. karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau

dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya

3. Kreditor dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan

penggantian kerugian yang disertai olehnya sebagai akibat

terlambatnya pelaksanaan perjanjian

Dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal-balik, kelalaian saru

pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya

perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan pengganti kerugian.

2.2 Perjanjian Kerjasama

2.2.1Pengertian Perjanjian Kerjasama

Istilah “perjanjian” dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata

“ovreenkomst” dalam bahasa belanda atau istilah “agreement” dalam bahasa inggris.

Jadi, istilah “hukum perjanjian” berbeda dengan istilah “hukum perikatan”. Karena

dengan istilah “perikatan” dimaksudkan sebagai semua ikatan yang diatur dalam

KUHPerdata, jadi termasuk juga baik perikatan yang terbit karena undang-undang

maupun perikatan yang terbit dari perjanjian.6

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, memang

perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana

sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan.

6

(41)

antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perikatan lahir dari perjanjian. Pasal

1233 KUHPerdata mengatur bahwa : “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena

perjanjian, baik karena undang-undang”.

Perjanjian secara umum diatur dalam buku III KUHPerdata tentang Perikatan.

Dalam KUHPerdata buku III perjanjian bersifat terbuka dalam arti perjanjian boleh

dibuat tanpa mengikuti semua ketentuan dalam buku III asal tidak bertentangan

dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Pasal 1313 KUHPerdata mencoba untuk memberikan pengertian tentang

perjanjian yaitu “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.”

Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu “arti luas dan arti

sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan

akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya

perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti

hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum

kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum

(42)

ketentuan tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Mariam Darus Badrulzaman (dkk)

dalam bukunya Kompilasi Hukum Perikatan bahwa : Definisi perjanjian yang

terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata adalah tidak lengkap dan terlalu

luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan Itu hanya mengenai perjanjian sepihak

saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan-perbuatan

di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian

juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku

III perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara

materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.

Berdasarkan kelemahan dari pengertian perjanjian yang di berikan Pasal 1313

KUHPerdata ini, maka para sarjana ahli hukum mencoba memberikan pengertian

perjanjian tersebut dari sudut pandang mereka mesing-masing. Pengertian perjanjian

menurut para sarjana tersebut antara lain :

Subekti mengatakan bahwa, “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal”.7

Perjanjian adalah suatu kesepakatan di antara dua atau lebih pihak yang

menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum (Hendry

Campbell Black, 1968 : 394).8

7

(43)

sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.9

Abdul Kadir Muhammad menyatakan “Perjanjian adalah suatu persetujuan

dengan mana dua orang pihak atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu

hal dalam lapangan harta kekayaan”.10

Sedangkan Setiawan, mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan

hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan

diri terhadeap satu orang atau lebih.11

Hampir seperti perjanjian biasanya, Perjanjian kerjasama secara umum diatur

dan dasarnya adalah buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Pengertian perjanjian

kerjasama tidak dijelaskan dalam buku III KUHPerdata, akan tetapi secara umum

perjanjian kerjasama merupakan suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang

menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat suatu hal yang khusus. Yang

mana dalam perjanjian tersebut kedua pihak atau lebih memiliki tujuan yang sama

dan tujuan itu sifatnya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan

dan tidak dilarang oleh Undang-Undang.

8

Munir Fuandy, op.cit. h. 181.

9

Wirjono Prodjodikoro, 1986, Asas-Asas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, h. 9.

10

Abdulkadir Muhammad, op.cit, h. 225.

11

Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Prestasi Pustaka

(44)

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting, yang merupakan dasar

kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah sebagai

diuraikan berikut ini :

Asas kebebasan berkontrak. Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa

saja, baik yang sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Tetapi

kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang,

tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan.12

Asas kebebasan berkontrak (feedom of contract) ini mengajarkan bahwa

ketika hendak membuat kontrak/perjanjian, para pihak secara hukum berada keadaan

bebas untuk melakukan hal-hal apa saja yang mereka ingin uraikan dalam kontrak

atau perjanjian tersebut. Akan tetapi sekali mereka sudah membuat/menandatangani

kontrak atau perjanjian tersebut, maka para pihak sudah terikat (tidak lagi bebas )

keadaa apa-apa saja yang telah mereka telah sebutkan dalam kontrak atau perjanjian

tersebut.

Suatu kontrak merupakan tindakan sukarela dari seseorang dimana ia berjanji

sesuatu kepada orang lain dengan maksud orang lain itu akan menerimanya.13 Asas

kebebasan berkontrak ini adalah sebagai konsekuensi dari “system terbuka” (open

system) dari hukum kontrak atau hukum perjanjian tersebut. Jadi siapapun bebas

12

Abdulkadir Muhammad, op.cit, h. 225.

13

Sultan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi

(45)

1320 KUHPerdata.

b. Tidak dilanggar oleh undang-undang

c. Tidak melanggar kebiasaan yang berlaku

d. Dilaksanakan sesuai dengan unsur itikad baik.14

Asas kebebasan berkontrak tidak disebutkan secara khusus dalam

KUHPerdata, namun hal ini dapat disimpulkan dari bunyi Pasal 1338 ayat 1

KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas kebebasan berkontrak yang merupakan pilar hukum perjanjian dalam

sejarahnya merupakan produk individualism, liberalisme dan kolonialisme. Dalam

system hukum nasional Indonesia sekarang, asas hukum perjanjian secara umum dan

kebebasan berkontrak secara khususnya berakar pada Pancasila, UUD 1945, maka

asas kebebasan berkontrak tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD

1945. Palsafah Pancasila mengatur keseimbangan antara pelaksanaan hak asasi dan

kewajiban asasi. Asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan asas hukum

khususnya hukum perdata yang menyatakan bahwa pada asasnya orang bebas untuk

14

(46)

pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam Pasal 1337 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang

-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

Selanjutnya Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan

hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme,

tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian

riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum

adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian

yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta

bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan

contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi

bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata

adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

Asas konsensual dalam suatu perjanjian adalah bahwa suatu perjanjian sudah

sah dan mengikat ketika tercapai kata sepakat, selama syarat-syarat sah perjanjian

sudah dipenuhi.15 Asas konsensual ini mengadung arti bahwa perjanjian itu terjadi

sejak saat tercapainya kata sepakat (consensus) antara pihak-pihak mengenai pokok

perjanjian.16 Dalam hal ini, dengan tercapainya kata sepakat, maka pada prinsipnya

(dengan beberapa kekecualian), perjanjian tersebut sudah sah, mengikat dan sudah

15

Munir Fuandy, op.cit. h. 182.

16

(47)

perjanjian tidak harus dibuat secara tertulis. Jadi pada prinsipnya suatu perjanjian

lisanpun sebenarnya sudah sah secara hukum dan sudah mengikat secara penuh.17

Asas konsensualisme disimpulkan dan Pasal 1320 KUHPerdata yang

mengatur bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 syarat yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.18

Pasal 1320 KUHPerdata tersebut tidak menyebutkan formalitas tertentu di

samping kesepakatan yang telah tercapai, artinya dengan adanya kesepakatan maka

perjanjian telah lahir. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada

umumnya perjanjian bersifat konsensuil, sehinggga apabila undang-undang mengatur

formalitas tertentu maka hal tersebut merupakan pengecualian.

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda

merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Secara harfiah pacta

sunt servanda berarti bahwa “perjanjian itu mengikat”. Dalam hal ini, kalau sebelum

17

Munir Fuandy, op.cit. h. 183.

18

I Wayan Wiryawan & I Ketut Artadi, 2009, Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan,

(48)

pihak bebas untuk mengatur sendiri apa-apa yang ingin mereka masukan dalam

perjanjian maka setelah perjanjian ditandatangani atau setelah berlakunya suatu

perjanjian, maka para pihak sudah tidak lagi bebas, tetati sudah terikat terhadap

apa-apa yang mereka telah tentukan dalam perjanjian tersebut.19

Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum

gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar

pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung

makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan

yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan

selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagao pactum, yang berarti sepakat

yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.

Asas itikad baik. Dalam hal ini undang-undang mensyaratkan “pelaksanaan”

(bukan “perbuatan”) dari suatu perjanjian harus beritikad baik.20 Di dalam hukum

perjanjian itikad baik itu mempunyai dua pengertian yaitu:

1. Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu Kejujuran seseorang dalam melakukan

suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang

19

Munir Fuandy, op.cit. h. 182.

20

(49)

didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat

dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, dimana hakim diberikan suatu

kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai

pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.

Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah

satu pihak terdesak, harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa

kepastian untuk mendapatkan apa yang telah diperjanjikan dengan

memperhatikan norma-norma yang berlaku.

Asas Kepribadian (personality) merupakan asas yang menentukan bahwa

seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340

KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan:

“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain

untuk dirinya sendiri.”

Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang

tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

(50)

Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak

hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu

terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang

menyatakan:

“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu

perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,

mengandung suatu syarat semacam itu.”

Dari semua pengertian perjanjian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

perjanjian harus ada para pihak yang berjanji dan kesepakatan untuk melakukan atau

tidak melakukan sesuatu. Atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ketentuan

yang terdapat dalam setiap perjanjian adalah :

1. Ada pihak yang saling berjanji;

2. Ada Persetujuan;

3. Ada tujuan yang hendak di capai;

4. Ada Prestasi yang akan dilaksanakan atau kewajiban untuk melaksanakan

objek perjanjian;

5. Ada bentuk tertentu (lisan atau tertulis);

6. Ada syarat tertentu yaitu syarat pokok dari perjanjian yang menjadi objek

(51)

antara pihak-pihak yang membuat perjanjian

2.3 Developer

2.3.1Pengertian Developer

Istilah developer berasal dari bahasa asing yang menurut kamus bahasa

inggris artinya adalah pembangun/pengembang. Sementara itu menurut Pasal 5 ayat

(1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974, disebutkan pengertian

Perusahaan Pembangunan Perumahan yang dapat pula masuk dalam pengertian

developer, yaitu : “Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah suatu perusahaan

yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam

jumlah yang besar di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan

lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana lingkungan dan

fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuninya”

Selain itu pengertian developer adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk

memenuhi kebutuhan konsumen akan rumah tinggal dan atau ruang usaha dengan

cara pengalihan hak atas produk tersebut dari perusahaan kepada konsumen melalui

proses yang telah ditentukan. Developer juga sebagai badan usaha yang berbadan

hukum, mempunyai kantor yang tetap, memiliki izin usaha dan terdaftar pada

(52)

a. Hak Hak Developer

Seperti yang telah disebutkan bahwa developer dapat disebut sebagai pelaku

usaha. Maka berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hak-hak

pelaku usaha antara lain:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan niali tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

b. Kewajiban Developer

Kewajiban pelaku usaha dapat dilihat pada Pasal 7 Undang- Undang

Perlindungan Konsumen, yakni:

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

(53)

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dalam melakukan kegiatan

usaha merupakan salah satu asas dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu hal yang sangat fundamental dari hukum perseroan adalah terkait dengan prinsip tanggung jawaban terbatas atau limited liability atau

Dapat di simpulkan bahwa partisipasi merupakan suatu yang sangat penting dalam meningkatkan tata kelola pemerintahan desa, akan tetapi kesadaran masyarakat dalam

Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan masyarakat Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan masyarakat secara kapitasi dan pra upaya terutama bagi penduduk secara kapitasi dan

Abstrak: Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar matematika peserta

Nuorten aikuisten toiveita kartoittavan tutkimuksen menetelmänä käytettiin kyselyä liite 1, jonka pohjalta saatiin tietoa nuorten aikuisten ajatuksia ja mielipiteitä muun

Dengan terpilihnya prioritas kriteria diharapkan dapat mengeliminir kesalahan-kesalahan di dalam pengambilan keputusan untuk memilih alternatif peluru kendali

Kelembagaan ekonomi merupakan hal yang fundamental dalam struktur suatu masyarakat. • Bahkan, Karl Marx mengatakan