I.
Presidensial yang Adil dan Demokratis.
Denny Indrayana , Presidensial yang Adil dan Demokratis, Selasa 7 Februari
2012, Seputar Indonesia .
II.
Substansi Isi
Sistem pemerintahan yang adil dan demokratis akan menghadirkan
pemerintahan yang lebih efektif. Sistem presidensial yang adil dan
demokratis adalah sistem presidensial efektif (PE) yang memerlukan
kewenangan konstitusional (KK,
constitutional power
), dukungan politik (DP,
political support
), disamping tentunya control (K,
control
). Atau, dengan
meminjam rumusan bahasa matematis: PE= KK+DP+K
Sistem pemerintahan presidensial presidensial yang efektif harus
didukung oleh kewenangan konstitusional yang memadai. Sebelum
perubahan UUD 1945, kewenangan konstitusional presiden nyaris tanpa
batas. Pasca perubahan UUD 1945, kewenangan konstitusional presiden
dikurangi disegala lini. Tidak cukup hanya dengan pengurangan, kewenangan
presiden juga dikontrol dari segala penjuru. Pengurangan dan pembatasan
demikian tentu perlu untuk menghindari agar presiden tidak menjadi
pemimpin yang dictator. Tapi, pada saat yang sama, pengurangan dan
pembatasan itu harus dijaga agar tidak berubah menjadi penciptaan presiden
minim kekuasaan.
Peran serta Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan sengketa
hasil pemilihan presiden melahirkan legitimasi yuridis. Selanjutnya syarat
dipilih mayoritas rakyat yang memiliki hak pilih memunculkan legitimasi
sosiologistu.
Meski begitu, perlu dijelaskan dan ditegaskan , pengurangan
kewenangan presiden itu bukanlah suatu masalah. Pengurangan dan
pembatasan kewenangan itu salah satu penyempurnaan mekanisme saling
control saling imbang yang semakin baik pasca perubahan konstitusi.
Sistem pemerintahan model apapun membutuhkan dukungan politik
di parlemen yang mayoritas. Tanpa dukungan politik mayoritas di parlemen ,
system pemerintahan apapun cenderung tidak efektif. Dalam mekanisme
checks and balances
yang baik , tidak hanya ada unsur control
(checks)
tetapi yang tidak kalah penting juga unsur keseimbangan dukungan
(
balances).
Pemerintah tanpa
dukungan mayoritas suara di parlemen adalah
presiden yang minoritas (
minority president)
, dan yang terbentuk adalah
pemerintahan terbelah
(divided government).
Maka itu, sebagai pemegang kuasa, baik Negara maupun
non-negara, semua harus tunduk pada aturan main yang demokratis.
Konsekuensinya demokrasi tidak hanya melahirkan kebebasan tetapi juga
mensyaratkan ada regulasi yang berimbang. Demokrasi minus regulasi akan
menjadi anarki, sebagaimana demokrasi surplus regulasi akan menjadi tirani.
Lebih jauh , demokrasi tidak hanya mengontrol penyelenggaraan
Negara, tapi juga tanggung jawab penyelenggara non Negara . Misalnya,
kehidupan pers yang bebas harus tetap di jaga agar tidak hanya steril dari
intervensi penguasa, tapi juga dari infiltrasi modal pengusaha. Maka itu
aturan perundang-undangan harus membuka ruang yang luas bagi ada
keberagaman pemilik dan keberagaman isi. Kebebasan pers yang gagal
karena pembungkaman dari penguasa, sama berbahayanya dengan
kebebasan pers tanpa control karena monopoli modal tunggal pengusaha.
IV.
Kesan dan Komentar
Telah kita ketahui bahwa tanpa dukungan politik mayoritas di
parlemen, sistem pemerintahan apa pun cenderung tak efektif. Tanpa
dukungan yang memadai, presiden bukan hanya terkontrol kekuasaannya,
tetapi juga tidak punya cukup kekuatan untuk menjalankan amanat berat
yang diletakkan di pundaknya. Kita sebagai rakyat seharusnya ikut terlibat
dalam pengambilan keputusan politik , baik langsung maupun tidak
langsung(perwakilan).
I.
Presiden Bukan Pesinden
Denny Indrayana, Presiden Bukan Pesinden, Selasa 29 Oktober 2013, Koran
Sindo
Presiden berasal dari bahasa latin: prae– dan sedere. Seorang
presiden adalah orang yang ‘preside’, memimpin. Awalnya istilah presiden
merujuk pada orang yang memimpin satu upacara atau pertemuan. Dalam
referensi lain, istiah presiden berasal dari latin praesideo (menjaga atau
mengarahkan) dan praesidere (memimpin). Pada konteks kekinian, presiden
bermakna kepala negara, baik dipilih langsung oleh rakyat ataupun melalui
parlemen, atau sebagaimana di Amerika Serikat –melalui electoral college.
Dalam perkembangannya, presiden tidak hanya berperan sebagai kepala
negara, namun juga sebagai kepala pemerintahan. Jabatan presiden sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan pertama kali muncul di Amerika Serikat
pada 1789. Pasal II ayat 1 Konstitusi Amerika Serikat mengatur, “The executive
power shall be vested in a President of the United States of America.” Maka, tidak
berlebihan untuk menyematkan bahwa sistem presidensial, pertama kali lahir di
Amerika Serikat pada akhir abad ke-1.
Yang pasti, presiden merujuk pada hanya satu orang, tidak lebih. Satu
orang yang paling berkuasa di dalam sistem pemerintahan presidensial.
Tentunya, orang yang paling berkuasa itu bukan raja, atau ratu, sebagaimana
dalam sistem monarki.
kekuasaan presiden tetap saja seluas kekuasaan raja, tentu dengan
pembatasan yang lebih tegas dari cabang-cabang kekuasaan yang lain. Bila
kekuasaan raja mutlak tanpa dapat dicap salah (the king can do no wrong);
kekuasaan presiden tetap dibatasi oleh konstitusi dan peraturan perundangan.
Pembatasan dengan konstitusi itulah yang dikenal sebagai paham
konstitusionalisme. Tujuannya, agar besamaan dengan melekatnya kekuasaan
besar yang pada presiden, lahir pula pertanggungjawabannya yang besar.
Meski kekuasaannya terbatas, seorang presiden tetaplah model raja
dalam dunia modern. Seorang presiden adalah penguasa strategis utama dalam
sistem republik, sebagaimana kekuasaan raja dalam sistem monarki.
Alexander Hamilton, meski tidak mendapatkan dukungan, dengan
lantang berargumen, sistem kerajaan Inggris adalah yang terbaik di dunia.
Baginya, tidak akan ada pemerintahan yang baik tanpa eksekutif yang baik.
Serta, eksekutif yang baik tidak akan pernah lahir dari negara republik. Pada
akhirnya, setelah melalui perdebatan panjang, bentuk negara republik disetujui,
sistem presidensial diadopsi. George Washington dipilih secara bulat menjadi
presiden pertama Amerika Serikat (1789-1797).
Pada abad ke-21, lebih tiga abad sejak kelahirannya, menurut daftar
yang dibuat Wikipedia, dengan beberapa variasi dan evolusi konsep, ada lebih
dari 145 negara yang mengadopsi sistem pemerintahan presidensial.
Di Indonesia, pada tahun 1945, setelah melalui perdebatan panjang di
BPUPKI dan PPKI, UUD 1945 akhirnya memutuskan Indonesia bersistem
republik, dengan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Sempat beralih sistem menjadi parlementer, sistem presidensial kembali
ditegaskan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan dikuatkan lagi melalui empat
perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002.
III.
Pesan Penulis.
Banyak romantika kehidupan yang dialami presiden-presiden Indonesia
sejak Presiden Pertama Bung Karno hingga Presiden Keenam Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Yang pasti, siapa pun yang menjadi presiden akan
menghadapi persoalan dan kompleksitas keIndonesiaan yang tidak pernah
mudah. Maka, kita harus sangat berhati-hati dan superselektif pada saat
menjatuhkan pilihan untuk presiden ketujuh di tahun depan. Kita sedang memilih
presiden Indonesia, bukan presiden idol. Kita sedang memilih seorang presiden,
bukan pesinden. Berbeda dengan presiden, pesinden selesai melaksanakan
tugasnya cukup dengan menyanyikan lagu-lagu Jawa yang membawa
ketenangan jiwa. Ke depan, Presiden Indonesia harus menjaga tumbuh
kembangnya demokrasi Indonesia di tengah tantangan korupsi yang masih
merajalela. Mari pilih presiden, bukan pesinden.
IV.
Kesan dan Komentar
Hendaknya semua pihak yang ingin mencalonkan diri agar
dapat memahami tugas dan fungsi jabatan yang ingin diembannya dan bisa sedikit
berkaca akan kemampuan/kapasitasnya. Agar tidak ada lagi kongres yang bisu,
menteri yang bingung, atau presiden yang ngelantur.
I.
Presiden dan Sistem Pemerintahan.
Denny Indrayana, Presiden dan Sistem Pemerintahan, Selasa 5 November
2013, Seputar Indonesia
II.
Substansi Isi
Presidensial adalah sistem pemerintahan dalam bentuk republik. Sedangkan
pemerintahan kerajaan, sistem pemerintahannya adalah monarki. Korelasi
yang serupa tidak ada antara sistem pemerintahan dan bentuk negara. Sistem
pemerintahan presidensial terdapat di bentuk negara kesatuan, federal,
ataupun konfederasi.
Selain sistem pemerintahan presidensial dan monarki, ada tiga
sistem pemerintahan yang lain: sistem parlementer, sistem campuran (hibrida),
dan sistem kolegial (collegial system). Sistem pemerintahan monarki mungkin
pengertiannya agak tercampur dengan bentuk pemerintahan kerajaan. Yang
jelas bentuk pemerintahan kerajaan berkaitan dengan kepala pemerintahan
dan kepala negara yang dijabat secara turun-temurun kepada sang raja.
Contoh negara yang masih menerapkan sistem ini adalah Brunei Darussalam
dan Arab Saudi.
Model lain, sistem parlementer di antaranya dilaksanakan di
Inggris, Australia, dan Malaysia. Kepala pemerintahannya dipimpin oleh
seorang perdana menteri. Perdana menteri diangkat dari partai atau koalisi
partai yang menguasai suara mayoritas di parlemen. Sedangkan kepala negara
tidak dilaksanakan oleh perdana menteri
Perdana menteri dengan dewan menteri atau kabinetnya
bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat dijatuhkan melalui mosi tidak
percaya. Sedangkan raja (ratu atau sultan) selaku kepala negara tidak dapat
diganggu gugat (the king can do no wrong).
Berbeda dengan sistem pemerintahan presidensial yang hanya
diterapkan dalam bentuk negara republik, sistem parlementer bentuk
pemerintahannya dapat dilaksanakan pada bentuk negara republik maupun
kerajaan. Sistem pemerintahan lainnya adalah campuran (hibrida) pertama kali
dikembangkan oleh Prancis pada masa republik kelima, dimulai pada 1958.
Karena itu disebut pula sebagai sistem Prancis (French system) atau sistem
semipresidensial (semipresidential system). Sistem ini menggabungkan
beberapa elemen sistem pemerintahan presidensial dan parlementer. Peran
kepala negara dijalankan oleh presiden, sedangkan kepala pemerintahan
dilakukan oleh perdana menteri.Sistem campuran yang awalnya dikembangkan
oleh Charles de Gaulle ini telah diadopsi antara lain oleh Finlandia, Polandia,
Rusia, dan Sri Lanka
Sistem pemerintahan yang terakhir adalah sistem kolegial yang
diterapkan di Swiss. Jabatan kepala negara dipegang bersama-sama oleh
tujuh orang Dewan Federal Swiss (Swiss Federal Council). Presiden dipilih dari
Dewan Federal oleh Parlemen Swiss (Federal Assembly). Masa jabatan
Selain Swiss, sistem eksekutif kolegial (collegial
executive) sebagai lawan tanding dari sistem eksekutif tunggal juga pernah
diterapkan Uruguay dan Venezuela. Di Uruguay, sistem kolegial-dikenal
dengan istilah colegiado– diadopsi dengan argumen bahwa prinsip-prinsip
demokrasi modern mensyaratkan pembagian kekuasaan, tidak terkecuali
kekuasaan eksekutif. Di Venezuela, Simon Bolivar memanggil sistem eksekutif
kolegialnya sebagai triumvirate.
Demikian sistem pemerintahan yang dominan dan berjalan di
banyak negara. Indonesia sejauh ini sudah pernah menerapkan dua sistem
yang paling populer: sistem presidensial dan parlementer. Pada awal
kemerdekaan sebenarnya Indonesia memilih sistem presidensial sebelum
akhirnya berubah menjadi parlementer hingga Dekrit Presiden Soekarno pada
5 Juli 1959. Setelah dekrit hingga saat ini sistem pemerintahan kita lebih
condong kepada sistem presidensial.
III.
Pesan Penulis
Tidak ada sistem yang betulbetul murni presidensial (pure
presidential system) ataupun murni parlementer. Adalah hal yang jamak
bahwa pada sistem pemerintahan presidensial ada karakteristik parlementer
ataupun sebaliknya. Indonesia pascaempat perubahan UUD 1945 misalnya
adalah Indonesia yang lebih kental karakteristik presidensialnya, terutama
dengan sistem pemilihan langsung presiden serta model pemakzulan
(impeachment) yang lebih sulit. Namun, bahkan dengan ciri sistem
presidensial yang lebih kuat demikian, tetap saja tidak steril dari ciri
parlementer. Contohnya, UUD 1945 pascaperubahan telah mengadopsi hak
angket bagi DPR yang nyata-nyata merupakan ciri sistem parlementer..
Ke depan sistem pemerintahan presidensial mesti makin
dikokohkan agar bisa berjalan dengan efektif dan menghadirkan lebih banyak
manfaat bagi bangsa Indonesia yang lebih baik.
IV.
Kesan dan Komentar
1. Menteri dan Pejabat setingkat menteri yang terangkum dalam sebuah
kabinet seyogyanya bertanggung jawab kepada presiden yang telah
mengangkatnya, merupakan kewajiban mereka untuk membuat laporan kerja
baik secara berkala maupun kolektif kepada presiden selaku atasan
langsung.
kepada khalayak untuk dievaluasi. Dalam hal ini Presiden dan Tim Kabinet
harus proaktif dalam menanggapi segala kemungkinan yang akan terjadi,
sebagai bentuk tanggung jawab tentunya.
I. Presidensial dan Parlementer
Denny Indrayana, Presidensial dan Parlementer,Selasa 12 November 2013, Seputar Indonesia
II. Substansi Isi
Demokrasi dibedakan menjadi demokrasi presiden dan demokrasi parlementer. Inti dari perbedaan relasi cabang kekuasaan eksekutif dengan legislatif. Jika ada pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif, eksekutif dipimpin oleh
presiden sedangkan legislative dilaksanakan oleh lembaga perwakilan rakyat, maka yang berjalan adalah system presidensial. Namun, posisi kedua cabang ini adalah setara, dengan system relasi yang saling imbang dan saling control diantara keduanya. Disisi lain, jika eksekutif dipimpin oleh perdana menteri atau premier,
diterapkan adalah system parlementer dengan perdana mentri adalah pemimpin dari partai atau koalisi partai yang menguasai kursi mayoritas di parlemen.
Karakteristik system parlementer ada 3 yaitu:
1. Kepala negara yang perannya hanya simbolik dan seremonial, mempunyai pengaruh politik yang amat terbatas.
2. Cabang kekuasaan eksekutif dipimpin seorang perdana mentri atau kanselir, yang bersama-sama dengan cabinet adalah bagian dari parlemen, dipilih oleh parlemen dan setiap saat dapat diberhentikan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya. 3. Parlemen dipilih melalui pemilu yang waktunya bervariasi,
ditentukan oleh kepala negara berdasarkan masukan dari perdana menteri atau kanselir.
Diantara negara-negara yang menerapkan system parlementer masih terdapat perbedaan mendasar, ketidaksamaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu:
1. Perbedaan jenis parlemen, apakah unicameral atau bicameral, termasuk perbedaan system pemilihan kamar kedua.
2. Perbedaan kekuatan eksekutif untuk membubarkan parlemen dan mempercepat pemilu serta sebaliknya, perbedaan
kekuatan parlemen untuk memberhentikan perdana mentri. 3. Perbedaan kewenangan judicial review.
4. Perbedaan jumlah dan tipe partai politik.
Ciri system presidensial beraneka ragam, namun empat hal yang paling dominan adalah:
1. Presiden adalah kepala Negara dan kepala pemerintahan. 2. Akan lebih kuat karakter presidensialnya jika presiden tidak
dipilih oleh parlementer, tetapi melalui pemilihan secara langsung oleh rakyat.
3. Presiden bukan bagian dari parlemen, dan tidak dapat diberhentikan oleh parlemen, kecuali melalui pemakzulan. 4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen.
Dari karakteristiknya, Liphart menggariskan tiga perbedaan tentang system presidensial dan system parlementer, yaitu:
kebergantungan cabinet kepada parlemen tersebutlah, kabinetnya disebut sebagai cabinet parlementer.
Sedangkan dalam system presidensial disebut cabinet presidensal.
2. Kepala pemerintahan dalam system presidensial dipilih secara langsung oleh rakyat, sedangkan perdana mentri dalam system parlementer dipilih oleh lembaga legislative .
3. Dalam system presidensial dikenal hanya satu orang kepala pemerintahan dengan seluruh cabinet mentri berada dibawah kendalinya. Berbeda dengan system perlementer yang kepemimpinannya lebih bersifat kolegial.
III. Pesan penulis
Sistem presidensial diprediksi lebih stabil khususnya dalam hal masa jabatan. Sementara system parlementer bisa jatuh-bangun terganggu fluktuasi dukungan partai politik di parlemen atas presiden. Masing-masing system pemerintahan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.
Di Indonesia, system presidensial lebih kuat, meskipun tetap ada karakteristik dari system parlementer, misalnya adanya hak angket yang diakui keberadaannya dalam UUD 1945. Apapun demi Indonesia yang baik kedepannya, system presidensial harus lebih dikuatkan tidak hanya dalam teori namun juga dalam kehidupan bernegara yang lebih antikorupsi. Karena system pemerintahan apapun tidak akan lebih efektif jika korupsi dan penyimpangan masih merajalela.
IV. Kesan dan komentar.
Sistem pemerintahan presidensial dan parlementer masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri, yaitu:
Kelemahan Sistem Pemerintahan Presidensial : 1. Sistem pertanggungjawaban kurang begitu jelas 2. Pengawasan rakyat lemah
3. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung badan legislative sehingga dapat menimbulkan kekuasaan mutlak
4. Pembuatan keputusan/kebijakan public umumnya hasil tawar menawar antara eksekutif dan legislative sehingga terjadi keputusan tidak tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
5. Pengaruh rakyat dalam kebijakan politik Negara kurang mendapat perhatian. Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:
1. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya sebab tidak tergantung pada parlemen 2. Bahwa seorang mentri tidak dapat di jatuhkan Parlemen karena bertanggung
jawab kepada Presiden
3. Pemerintah dapat leluasa karena tidak ada bayang-bayang krisis cabinet 4. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif sebab dapat
5. Masa jabatan badan eksekutif lebih pasti dengan jangka waktu tertentu. Misalkan, masa jabatan Presiden Amerika Serikat selama empat tahun, sedangkan
Presiden Indonesia lima tahun
6. Penyusup program kerja cabinet lebih mudah disesuaikan dalam jangka waktu masa jabatannya
Kelemahan Sistem Pemerintahan Parlementer:
1. Keberhasilan sangat sulit dicapai jika partai di Negara tersebut sangat banyak ( banyak suara)
2. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.
Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
3. Kabinet sering dibubarkan karena mendapatkan mosi tidak percaya Parlemen Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
1. Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan sangat besar sehingga suara rakyat sangat didengarkan oleh parlemen
2. Dengan adanya parlemen sehingga perwakilan rakyat maka pengawasan pemerintah dapat berjalan dengan baik
3. Pembuat kebijakan bisa ditangani secara cepat sebab gampang terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislative. Hal ini disebabkan kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai 4. Sistem pertanggungjawaban dalam pembuatan dan juga pelaksanaan
kebijakan public sangat jelas.