• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN LINDUNG JOMPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN LINDUNG JOMPI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 2407 - 9049

ANALISIS KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN BAWAH

DI HUTAN LINDUNG JOMPI

(KELURAHAN WALI KECAMATAN WATOPUTE KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA)

Analysis of Biodiversity of Understorey Plants in Jompi Protected Forest

Lies Indriyani

*1

, Alamsyah Flamin

2

, Erna

2

1)Jurusan Ilmu Lingkungan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo 2)Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo

*Email : lies.said@gmail.com

ABSTRAK

Analysis of Biodiversity of Understorey Plants in Jompi Protected Forest was held in Wali Village, Watopute district in Muna Regency, Southeast Sulawesi Province. This study was conducted in August-November 2015. The objective of this study is to determine the types of understorey plants and how the level of species biodiversity in Jompi Protected Forest. This study was by using a purposive sampling method. Analysis of the vegetation was by using line method terraced. Sampling unit measuring 2m x 2m plot, the number of sample plots altogether are 30 plots, with a distance of 200 meters each path were arranged systematically.

The results found that the species of understorey plants in Jompi Protected Forest are 31 species in 18 families. The kind that has a density, frequency and the index value of the highest importance are the type of signal grass (Brachiaria decumben). Total value of species diversity index (H ') of understorey plants in the Jompi Protected Forest is 2,99 (very high abundance).

Keywords: Jompi protected forest, understorey plants, biodiversity

PENDAHULUAN

Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan). Kabupaten Muna merupakan salah satu wilayah administratif kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki luas hutan sebesar 107.227,82 Ha. Yang terdiri atas hutan Lindung seluas 36.899,28 Ha, hutan produksi seluas 33.163,97 Ha, hutan produksi terbatas seluas 1157 Ha dan hutan suaka alam seluas 6.488,44 Ha (Dinas Kehutanan Kabupaten Muna, 2012).

Salah satu kawasan Hutan Lindung yang ada di Kabupaten Muna adalah Hutan Lindung Jompi yang terletak di Kelurahan Wali Kecamatan Watopute dengan luas sebesar 383 Ha. Hutan Lindung Jompi merupakan kawasan yang memiliki potensi vegetasi, salah satunya tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah adalah suatu tipe vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon

hutan, yang meliputi rerumputan, herba dan semak belukar.

Tumbuhan bawah memiliki fungsi pokok dalam mengkonservasi tanah dan air. Hal ini dikarenakan tumbuhan bawah memiliki sistem perakaran yang banyak sehingga menghasilkan rumpun yang rapat dan mampu mencegah erosi tanah, sebagai pelindung tanah dari butiran hujan dan aliran permukaan, juga berperan dalam meningkatkan bahan organik dalam tanah (sebagai pupuk hijau maupun mulsa).

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mencoba untuk mengkaji bagaimana komposisi jenis dan tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di Kawasan Hutan Lindung Jompi Kelurahan Wali Kecamatan Watopute.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertempat di Hutan Lindung Jompi Kelurahan Wali Kecamatan Watopute dengan luas 383 Ha. Penelitian ini dilaksankan pada bulan Agustus sampai November 2015.

(2)

penelitian, dan tumbuhan bawah sebagai sampel penelitian.

Alat yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini meliputi: meteran rol untuk pengukuran petak dan garis rintis, tali rafia untuk membuat batas plotpengamatan, parang untuk membersihkan petak atau plot pengamatan, kompas untuk membantu penentuan arah garis rintis, Global Positioning System (GPS) untuk penentuan koordinat posisi di lokasi, alat tulis menulis untuk mencatat data, kamera untuk dokumentasi dan buku petunjuk identifikasi tumbuhan bawah.

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah variabel komposisi dalam 2 bagian yaitu variabel jenis dan variabel tingkat keanekaragaman. Meliputi Densitas, Frekuensi, Indeks Nilai Penting dan variabel indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Dengan kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai arti sama dengan densitas dan sering digunakan adalah kerapatan diberi notasi K. Perbandingan kerapatan suatu jenis dengan kerapatan seluruh jenis yang dinyatakan dalam % disebut kerapatan relatif (KR). Perhitungan dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:

= Jumlah individu Luas petak contoh

= Kerapatan suatu jenis

Kerapatan seluruh jenis x 100%

Frekuensi spesies (F) dan frekuensi relatif spesies (FR) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

= Jumlah petak contoh ditemukannya suatu jenis Jumlah seluruh petak contoh

= Frekuensi suatu jenis

Frekuensi seluruh jenis x 100

Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Jenis dominan tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan

rumus Soerianegara dan Indrawan (1982)

dalam Garsetiasih dan Hariyanto (2006) yaitu:Indeks nilai penting (%) = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif

INP (%) = KR + FR

Penentuan besarnya keragaman jenis tumbuhan dilakukan analisis dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman yang dipilih dalam analisis komunitas mengacu pada metode Shanon-Wiener (Odum, 1993 dalam

Albasri, 2008).

H = - Σ {(n.i/N) ln (n.i/N)}

dengan :

H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener n.i = nilai penting dari spesies

N = total nilai penting

Tabel 1. Indikator Keanekaragaman Jenis

No Kriteria Indikator

1. H’ > 3 Kelimpahan tinggi 2. H’ 1 ≤ H’ ≤

3

Kelimpahan sedang

3. H’ < 1 Kelimpahan sedikit atau rendah

Sumber :Shannon-Whienner Odum (1993)dalam Fachrul (2007)Analisis Data

Data-data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif kualitatif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Watopute merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Muna yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Kusambi dan Kontunaga yang secara administratif terdiri atas 2 (dua) kelurahan dan 6 desa. Kecamatan Watopute secara geografis terletak di daratan Pulau Muna dengan batas-batas sebagai berikut:

(3)

dengan luas 100,12 Km2. Kelurahan yang berasal dari Kecamatan Kusambi adalah Kelurahan Dana sedangkan dari Kecamatan Kontunaga adalah Kelurahan Wali. Wilayah desa yang berasal dari Kecamatan Kusambi adalah Desa Matarawa, Wakadia dan Lakapodo, sedangkan dari Kecamatan Kontunaga adalah Desa Labaha, Bangkali dan Lakauduma. Wilayah Kecamatan Watopute rata-rata berada di antara 25-100 m Dpl. Wilayah yang berada di ketinggian itu seluas 64,52 km² (64,44%) sedangkan sisanya seluas 35,6 km² berada di ketinggian 100-500 m Dpl.

Keadaan Iklim

Iklim Kecamatan Watopute terbagi dua yaitu iklim tipe D (agak kering) dan iklim tipe C (sedang).Berdasarkan curah hujan tahunan selama tahun 2012 sebesar 1.945 mm dengan jumlah hari hujan 88 hari.Sedangkan tahun 2013 curah hujan turun menjadi 1.335 mm dan jumlah hari hujan sebanyak 96 hari. Sedang rata-rata curah hujan bulanan tahun 2013 sebesar 162,08 mm dan rata-rata hari hujan 7,33 hari. Curah hujan terbesar pada bulan Juli sebesar 353 mm dan jumlah hari hujan sebanyak 14 hari.

Tabel 2. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun 2011.

No. B u l a n Hari Hujan(hh) Curah Hujan(mm)

1.

Sumber : Pemerintah Desa/Kelurahan Wali Kecamatan WatoputeAngka 2014

Keadaan Topografi dan Geologi

Secara umum Hutan Lindung Jompi memiliki kondisi biofisik yang baik, hal tersebut dilihat berdasarkan kondisi tanah dan masih memiliki vegetasi yang cukup rapat. Sedangkan formasi geologi yaitu Wapulaka yang bahan induknya batu gamping, terumbu ganggang dan hara, memperlihatkan induk pantai dan topografi karst, batu pasir, batu gamping pasiran, batu lempung. keadaan geologi tersebut sangat berpengaruh terhadap kecepatan proses pelapukan dan ditribusi partikel tanah serta dapat berpengaruh terhadap kecepatan proses pedogenesis dari bahan induk yang terjadi secara vertikal dari dalam tanah kepermukaan tanah, dengan jenis tanahnya yang mediteran.

Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah

Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang telah dilakukan, komposisi jenis dikoleksi sebagai spesimen dan famili tumbuhan bawah yang dikelompokan dalam 18 famili.Data hasil identifikasi jenis dan famili tumbuhan bawah disajikan pada Tabel 3.

(4)

dalam famili Poaceae (Gramineae), paku tertutup (Davallia denticulata) sebanyak 296 individu dari famili Polypodiceae, jukut pahit

(Paspalum conjugatum Berg.) sebanyak 293 individudarifamili Poaceae (Gramineae) dan

paku harupat ( Nephrolepis schott) sebanyak 269 individu dari familiOleandraceae. Hal ini merupakan tumbuhan bawah yang memiliki alat perkembangbiakan yang cepat dan mudah tersebar pada berbagai tipe tanah.

Tabel 3. Rekapitulasi Jenis dan Famili Tumbuhan Bawah pada hutan Lindung Jompi Kelurahan Wali Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun 2015

No

Famili Spesies JumlahIndivid

u

1. Rumput signal(Brachiaria decumbens) 358

2. Jukut pahit (Paspalum conjugatumBerg.) 293

3. Rumput gajah odot (Pennisetum purpureumCV. Mott)

141

4. Poaceae (Gramineae) Alang-alang (Imperata cylindrica(L.) P. Beauv.) 128

5. Rumput kretekan (Cyrtococcum oxyphyllum) 113

6. Rumput teki (Cyperus cyperoides (L.) O.K.) 103

7. Harendong (Melastoma affineD. Don) 45

8. Polypodiceae Paku tertutup (Davallia denticulate) 296 9. Oleandraceae Paku Harupat (Nephrolepis schott) 269 10. Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R. M. King &

H. Robinson)

167

11. Asteraceae (Compositae)

Sintrong (Crassocephalum crepidioides(Benth.) S. Moor)

64

12. Bandotan (Ageratum conyzoidesL.) 62

13. Lempuyang (Zingiber) 108

14. Zingiberaceae Kunyit (Curcuma longa) 45

15. Lengkuas (Alpinia galangal) 39

16. Malvaceae Sidaguri (Sida rhombifolia) 83 17. Lamiaceae (Labiatae) Daun pusar (Hyptis brevipes poit.) 70 18. Cyperaceae Serendai (Scelria levis Rets.) 64 19. Pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl) 60

20. Verbenaceae Tembelekan (lantana camaraL.) 34

21. Bunga pagoda (clerodendron paniculatumVahl) 7

22. Basellaceae Gendola (Basella rubra) 52

23. Rubiaceae Bulu lutung (Borreria laevis (lamk.)Griseb) 49 24. Urticaceae Pulus (Laportea stimulans) 44 25. Solanaceae (suku

terung-terungan)

Ceplukan Peru (Physalis peruvianaL.) 43

26. Terung Pipit (Solanum torvumSwartz) 7

27. Fabaceae Putri malu (Mimosa pudica) 25

28. Moraceae Awar-awar (Ficus sepricaBurrn F.) 21 29. Menispermaceae Bratawali (Tinospora crispa(L.) Hook F. & T) 6 30. Piperaceae(suku

sirih-sirihan

Sirih hutan (Piper betleL.) 4

31. Caesalpiniaceae Asoka (Saraca indica) 2

Holm (1978) dan Sastroutomo (1990

dalam Aththorick, 2005) menyatakan bahwa dari 250 jenis tumbuhan bawah yang tumbuh diantara tanaman pokoknya 40% diantaranya

termasuk ke dalam famili Poaceae dan

(5)

(Rukmana dan Saputra, 1999dalamAththorick (2005). Sesuai dengan hasil penelitian, Rumput Signal (Brachiaria decumbens) termasuk ke dalam famili Poaceae (Gramineae) yang merupakan jenis paling dominan dari keseluruhan jenis yang ada. Hal ini mengidentifikasikan bahwa jenis-jenis tumbuhan bawah tersebut merupakan penciri pada komunitas tumbuhan bawah.

Jenis tumbuhan bawah dengan jumlah individu yang terendah ada 5 jenis diantaranya, asoka (Saraca indica) dari famili Caesalpiniaceae dengan jumlah 2 individu, sirih hutan ( Piper betleL.) dari famili Piperaceae ( suku sirih-sirihan) dengan jumlah individu tumbuhan bawah 4 individu, brotowali

(Tinospora crispa(L.) Hook F. & T ) dari famili

Menispermaceae terdapat 6 individu, terung pipit (Solanum torvum Swartz) dari famili Solanaceae (suku terung-terungan) dengan jumlah individu tumbuhan bawah 7 individudan bunga pagoda (Clerodendron paniculatum Vahl) dari famili

Verbenaceaedengan jumlah 7 individu.Hal ini menujukan bahwa kelima jenis tersebut persebaranya merupakan jenis-jenis dengan daya adaptasi yang rendah.

Fitter dan Hay (1998); Setyawan dkk (2006) dalam Dahlan (2011) menyatakan bahwasalah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhantumbuhan di bawah tegakan

antara lain cahaya matahari dan naungan. Olehkarena itu, intensitas naungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan.

Famili-famili yang ditemukan dilokasi studi menujukkan famili yang memiliki jumlah jenis terbanyak yaitu famili Poaceae (Gramineae) sebanyak 7 jenis, diikuti famili

Asteraceae, Verbenaceae,dan Zingiberaceaedengan jumlah 3 jenis, dan familiSolanaceae (suku terung-terungan) dengan jumlah 2 jenis, serta FamiliCyperaceae, Oleandraceae, Piperaceae, Fabaceae, Rubiaceae,

Lamiaceae, Moraceae,

Malvacea,Basellaceae,Urticaceae, Polypodiceae,

Caesalpiniaceae, dan Menispermaceae masing-masing terdiri dari 1 jenis. Dari gambaran di atas menujukkan bahwa famili Poaceae

merupakan famili dengan daya adaptasi yang cukup baik terhadap lokasi studi.

Analisis Komunitas Tumbuhan Bawah Analisis komunitas tumbuhan dibutuhkan data mengenai densitas, frekuensi, indeks nilai penting, dan keanekaragaman jenis. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada hutan Lindung Jompi Kelurahan Wali Kecamatan Watopute maka diperoleh nilai kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR), indeks nilai penting (INP), dan keanekaragaman jenis (H) yang berbeda. Berikut hasil analisis data penelitian.

Tabel 4. Rekapitulasi Analisis Vegetasi (K, KR, F, FR, INP, dan H) tumbuhan bawah pada hutan Lindung Jompi Tahun 2015.

No. Nama Spesies Nama Latin K KR F FR INP H'

1. Rumput signal Brachiaria decumbens 29833,3 12,78 0,867 6,771 19,55 0,26

2. Paku tertutup Davallia denticulate 24666,7 10,56 0,933 7,292 17,86 0,24

3 Jukut pahit Paspalum conjugatum berg. 24416,7 10,46 0,8 6,25 16,71 0,24

4. Paku harupat Nephrolepis schott 22416,7 9,6 0,7 5,469 15,07 0,22

5. Kirinyuh Chromolaena odorata(L.) R. M. King & H. Robinson 13916,7 5,96 0,6 4,688 10,65 0,17

6. Rumput gajah odot Pennisetum purpureum cv. Mott 11750 5,032 0,433 3,385 8,418 0,15

7. Alang-alang Imperata cylindrica (L.) P. Beauv. 10666,7 4,568 0,2 1,563 6,131 0,14

8. Rumput kretekan Cyrtococcum oxyphyllum 9416,67 4,033 0,467 3,646 7,679 0,13

9. Lempuyang Zingiber 9000 3,854 0,6 4,688 8,542 0,13

10. Rumput teki Cyperus cyperoides(L.) O.K. 8583,33 3,676 0,6 4,688 8,363 0,12

11. Sidaguri Sida rhombifolia 6916,67 2,962 0,6 4,688 7,65 0,1

12. Daun pusar Hyptis brevipes poit. 5833,33 2,498 0,5 3,906 6,404 0,09

13. Serendai Scelria levis Rets. 5333,33 2,284 0,433 3,385 5,669 0,09

(6)

15. Bandotan Ageratum conyzoidesL. 5166,67 2,213 0,367 2,865 5,077 0,08

16. Pecut kuda Stachytarpheta jamaicensis(L.) Vahl 5000 2,141 0,467 3,646 5,787 0,08

17. Gendola Basella rubra 4333,33 1,856 0,4 3,125 4,981 0,07

18. Bulu lutung Borreria laevis (lamk.) Griseb 4083,33 1,749 0,367 2,865 4,613 0,07

19. Harendong Melastoma affineD. Don 3750 1,606 0,433 3,385 4,991 0,07

20. Kunyit Curcuma longa 3750 1,606 0,3 2,344 3,95 0,07

21. Pulus Laportea stimulans 3666,67 1,57 0,433 3,385 4,956 0,07

22. Ceplukan peru Physalis peruvianaL. 3583,33 1,535 0,433 3,385 4,92 0,06

23. Lengkuas Alpinia galangal 3250 1,392 0,3 2,344 3,736 0,06

24. Tembelekan lantana camaraL. 2833,33 1,213 0,267 2,083 3,297 0,05

25. Putri malu Mimosa pudica 2083,33 0,892 0,167 1,302 2,194 0,04

26. Awar-awar ficus septica 1750 0,749 0,2 1,563 2,312 0,04

27. Bunga pagoda clerodendron paniculatum Vahl 583,333 0,25 0,133 1,042 1,291 0,01

28. Terung pipit Solanum torvum Swartz 583,333 0,25 0,1 0,781 1,031 0,01

29. Bratawali Tinospora crispa(L.) Hook F. & T 500 0,214 0,1 0,781 0,995 0,01

30. Sirih hutan Piper betleL. 333,333 0,143 0,1 0,781 0,924 0,01

31. Asoka Saraca indica 166,667 0,071 0,067 0,521 0,592 0,01

Total

233500 100 12,8 100 200 2,99

Keterangan : K = Kerapatan, F = Frekuensi, INP = Indeks Nilai Penting KR = Kerapatan Relatif,FR= Frekunsi Relatif, H = Keanekaragaman jenis

Tabel 4 menujukan bahwa berdasarkan hasil analisis data secara keseluruhan petak contoh yang menjadi sampel pengamatan dijumpai 31 jenis tumbuhan bawah dalam 18 famili. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kerapatan, frekuensi dan indeks nilai penting dari masing-masing jenis tumbuhan berbeda-beda dari semua sampel pengamatan. Salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari dan naungan. Oleh karena itu, intensitas naungan yang berbeda seperti pada Hutan Lindung semakin rapat vegetasi pohon pada suatu wilayah maka komposisi jenis tumbuhan bawah semakin sedikit.Hal ini disesuaikan pada hasil penelitian semakin rapat vegetasinya maka semakin sedikit jumlah tumbuhan bawahnya.

Hutan lindung di Kelurahan Wali Kecamatan Watopute memiliki luas 383 Ha. Hutan lindung tersebut merupakan hutan yang dikelola oleh kesatuan pengelolaan hutan dan dilindungi oleh undang-undang agar tidak terjadi penebangan liar oleh masyarakat, baik masyarakat Kelurahan Wali maupun diluar Kelurahan Wali. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada hutan lindung

di Kelurahan Wali Kecamatan Watopute, maka diperoleh nilai kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR) dan indeks nilai penting (INP) yang bervariasi. Analisis data yang dilakukan secara keseluruhan petak contoh yang mewakili seluruh hutan lindung yaitu :

Kerapatan (K)

(7)

bunga pagoda(clerodendron paniculatum Vahl) memiliki nilai kerapatan yang sama sebesar 583,333 individu Ha-1. Hal ini mengindentifikasikan bahwa jenis tersebut memiliki pola penyesuaian yang yang kecil pada lingkungan tempat tumbuh. Dengan kata lain jenis-jenis ini memiliki kemampuan yang rendah dalam persaingannya dengan tumbuhan bawah jenis lain dalam hal kebutuhan cahaya, unsur hara dan faktor lainnya.

Kerapatan Relatif

Kerapatan relatif merupakan jumlah kerapatan jenis tertentu terhadap kerapatan total semua jenis dalam persen. Dari hasil analisis data tumbuhan bawah, maka diperoleh nilai kerapatan relatif yang tertinggi pada semua jenis tumbuhan bawah yaitu rumput signal (Brachiaria decumbens) dengan jumlah kerapatan relatif sebesar 12,78% individu. Sedangkan untuk nilai kerapatan relatif terendah yaitu asoka(Saraca indica)dengan jumlah kerapatan sebesar 0,071% individu.

Frekuensi (F)

Menurut Fachrul (2007) menyatakan bahwa frekuensi dipakai sebagai parameter vegetasi yang dapat menunjukkan distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekosistem atau memperlihatkan pola distribusi tumbuhan. Dengan demikian, dari hasil penelitian menggambarkan bahwa jenis paku tertutup (Davallia denticulata) memiliki penyebaran paling luas atau ditemukan pada 28 petak pengamatan. Dari hasil analisis data tumbuhan bawah, maka diperoleh nilai frekuensi tertinggi dari semua jenis tumbuhan bawah yaitu jenis paku tertutup (Davallia denticulata)dengan jumlah frekuensi sebesar 0,933. Hal ini mengidentifikasikan bahwa sebaran jenis paku tertutup (Davallia denticulata) di wilayah studi adaptasinya sangat baik pada berbagai wilayah studi, sedangkan untuk nilai frekuensi terendah tumbuhan bawah yaitu asoka (Saraca indica)

dengan nilai frekuensi sebesar 0,076, ini menunjukkan bahwa persebaranya kurang baik pada wilayah studi. Dengan demikian, sesungguhnya frekuensi tersebut dapat menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam habitat pada wilayah study, meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola

penyebarannya. Spesies organisme yang penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar.

Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks Nilai Penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto, 1994

dalam Indriyanto, 2006). Indriyanto (2006) mengemukakan bahwa spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar.

Indeks nilai penting yang tinggi menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki jumlah individu paling banyak, kerapatan dan frekuensi diketemukannya dalam komunitas juga tinggi. Dari hasil analisis data tumbuhan bawah, maka diperoleh nilai INP tertinggi pada semua jenis tumbuhan bawah yaitu rumput signal (Brachiaria decumbens ) dengan jumlah INP sebesar 19,55, ini menunjukkan bahwa jenis rumput signal (Brachiaria decumbens

)adalah jenis yang paling dominan dalam persebarannya yang cukup baik diwilayah studi, jenis tumbuhan bawah tersebut yang memiliki Indeks nilai penting tertinggi mengidentifikasikan bahwa jenis-jenis inilah yang mempengaruhi kestabilan ekosistem secara keseluruhan. Sedangkan untuk nilai Indeks nilai penting terendah yaitu asoka

(Saraca indica)jumlah INP sebesar 0,59, hal ini mengindikasikan bahwa persebarannya kurang baik pada wilayah studi karena tipe penyebaran benihnya sangat sulit untuk tumbuh.

Sutisna (1981) dan Rosalia (2008)dalam

(8)

spesies lainnya.Selain itu, besarnya nilai INP juga menandakan besar atau tidaknya pengaruh spesies tersebut dalam suatu komunitas tumbuhan (Indriyanto, 2006 dalam Prinando, 2011).

Fachrul (2007) juga mengemukakan bahwa INP merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan

suatu jenis vegetasi dalam

ekosistemnya.Apabila INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut.Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian, 4 jenis tumbuhan bawah tersebut yang memiliki INP tertinggi mengindikasikan bahwa jenis-jenis inilah yang mempengaruhi kestabilan ekosistem secara keseluruhan.

Keanekaragaman Jenis (H’)

Fachrul (2007) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman merupakan parameter vegetasi yang sangat berguna untuk membandingkan berbagai komunitas tumbuhan, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan faktor-faktor lingkungan atau abiotik terhadap komunitas atau untuk mengetahui keadaan suksesi atau stabilitas komunitas. Karena dalam suatu komunitas pada umumnya terdapat berbagai jenis tumbuhan, maka semakin tua atau semakin stabil keadaan suatu komunitas, makin tinggi keanekaragaman jenis tumbuhannya. Indriyanto (2006) juga mengemukakan bahwa keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi spesies yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya, suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan.

Nilai derajat keanekaragaman (H‟) suatu komunitas biasanya lebih besar dari nol. Untuk menentukan besarnya keragaman jenis tumbuhan digunakan nilai indeks Shannon-Wiener (H’). dimana apabila derajat keanekaragaman (H’) dalam suatu komunitas

<1 maka keanekaragaman jenis tumbuhan rendah, apabila derajat keanekaragaman 1≤H’≥3 maka keanekaragaman jenis tumbuhan sedang, dan apabila derajat keanekaragaman H’>3 maka keanekaragaman jenis tumbuhan tinggi (Shannon-Wiener, 1963 dan Fachrul, 2008dalamPrinando, 2011). Dari hasil analisis data tumbuhan bawah, maka diperoleh nilai keanekaragaman jenis tertinggi dari semua jenis tumbuhan bawah yaitu Rumput Signal (Brachiaria decumbens) dengan jumlah keanekaragaman jenis sebesar 0,26.

Hasil analisis dari kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi relati (FR), indeks nilai penting (INP) dan keanekaragaman jenis (H’) menujukkan bahwa jumlah jenis yang paling dominan dari hasil analisis tersebut yaitu jenis rumput signal (Brachiaria decumbens) yang sangat beragam.

Analisis data yang dilakukan terdiri dari semua jenis tumbuhan bawah dari keseluruhan petak pengamatan dari masing-masing plot. Dengan nilai total kerapatan sebesar 233500, nilai total kerapatan relatif sebesar 100, nilai total frekuensi 12,8, nilai total frekuensi relatif sebesar 100, nilai total indeks nilai penting (INP) sebesar 200 dan nilai total keanekaragaman jenis sebesar 2,99. Hal ini mengindikasikan bahwa dari nilai total keseluruhan hasil analisis data menunjukkan derajat keanekaragaman tumbuhan bawah sangat tinggi.

Tumbuhan bawah dari total 31 jenis yang diketahui jenis yang selalu dijumpai pada seluruh petak pengamatan dan memiliki jumlah jenis tertinggi yaitu rumput signal (Brachiaria decumbens) jenis ini termaksud dalam famili

Poaceae (Gramineae) atau golongan rerumputan.

Jenis tumbuhan bawah tertinggi selanjutnya setelah rumput signal (Brachiaria decumbens.), paku tertutup (Davallia denticulata) termasuk familiPolypodiceae,jukut pahit (Paspalum conjugatum berg.) dari famili

Poaceae (Gramineae) dan paku harupat (Nephrolepis schott) dari famili Oleandraceae

(9)

dari famili Menispermaceae,terung Pipit (Solanum torvumSwartz) dari famili Solanaceae (suku terung-terungan)danbunga pagoda (Clerodendron paniculatum Vahl) dari famili

Verbenaceae.

Tumbuhan bawah yang teridentifikasi sebanyak 31 jenis, ditemukan jenis atau famili yang bermanfaat untuk tetap dijaga keberadaanya salah satunya jenis putri malu (Mimosa pudica), yang termasuk dalam famili

fabaceae,karena jenis yang masuk dalam famili

fabaceae mampu berasosiasi dengan bakteri penambah nitrogen sehingga ketersediaan unsur hara dalam tanah cukup baik khususnya unsur P. Oleh karena itu dalam pengelolaan hutan lindung khususnya hutan Lindung Jompi sangat penting untuk lebih dikembangkan jenis-jenis tumbuhan bawah yang dapat membantu penambahan unsur hara dalam tanah agar pertumbuhan suatu tegakan dapat tumbuh dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil identifikasi tumbuhan bawah pada hutan Lindung Jompi Kelurahan Wali Kecamatan Watopute ditemukan 31 jenis tumbuhan bawah dari 18 famili. Famili dengan jumlah jenis terbanyak yaitu

Poaceae (Gramineae) sebanyak 7 jenis diikuti famili asteraceae, ferbenaceae dan

zingiberaceae yaitu 3 jenis, dan familisolanaceae (suku terung-terongan) masing-masing 2 jenis, serta famili

Cyperaceae, oleadraceae, Piperaceae (suku sirih-sirihan), Fabaceae, Rubiaceae, Lamiaceae, Moraceae, Malvacea, Basellaceae, Urticaceae, Polypodiceae,

Caesalpiniaceae, dan Menispermaceae

masing-masing terdiri dari 1 jenis. Jenis tumbuhan bawah jumlah individu terbanyak yaitu Rumput signal (Brachiaria decumben.) yaitu 358 individu sedangkan jumlah individu terendah yaitu Asoka (Saraca indica)yaitu 2 (dua) individu.

2. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di hutan lindung jompi dari 31 jenis yang diidentifikasi, jenis yang memiliki kerapatan, frekuensi, INP tertinggi yaitu

Signal (Brachiaria decumbens). Dari hasil perhitungan total nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) tumbuhan bawah di hutan lindung jompi yaitu 2,99. Ini menunjukkan bahwa komunitas tumbuhan bawah pada lokasi penelitian memiliki tingkat keanekaragaman vegetasi yang melimpah sangat tinggi.

Saran

Saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini yaitu :

1. Diperlukan suatu penelitian lanjutan pada lokasi yang sama mengenai seberapa besar pengaruh tumbuhan bawah pada hutan lindung jompi.

2. Sebaiknya dalam kegiatan pengendalian tumbuhan bawah dilakukan dengan cara dipangkas, kemudian mulsanya digunakan sebagai tambahan bahan organik pada hutan lindung jompi.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A., 1994.Hutan hakikat dan pengaruhnya terhadap lingkungan.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Dahlan, M.M., 2011. Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Sengon

(Paraserianthes falcatariaL., Nielsen) ( Studi Kasus di Areal Kampus IPB Darmaga). Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Dinas Kehutanan Kabupaten Muna, 2012. Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi

Aksara. Jakarta.

Indriyanto, 2009. Komposisi Jenis dan Pola Penyebaran Tumbuhan Bawah Pada Komunitas Hutan yang Dikelola Petani di Register 19 Provinsi Lampung. Dalam: Seminar Hasil Penelitian & Pengapdian Kepada Masyarakat, Unila. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, (online), (http://lemlit.unila.ae.id/file/ diakses pada tanggal 23 Maret 2015).

Miranti, 2007.Keanekaragaman Tumbuhan Herba Pada Persentase Penutupan Tajuk Yang Berbeda di Kawasan Hutan Kemaraya Taman Hutan Raya Murhum Kendari. Skripsi Sarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Haluoleo, Kendari. Nirwani, Z., 2010.Keanekaragaman Tumbuhan

(10)

Nasional Gunung Leuser Sub Seksi Bukit Lawang.Tesis Magister Sains Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.

Prinando, M., 2011.Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif Di Kampus IPB Darmaga.

Rahardjo, S., 2003.Komposisi Jenis Dan Adaptasi Tumbuhan Bawah Pada Areal Bekas Kebakaran di Bawah Tegakan

Pinus Merkusii Jungh.et De Vriese ( Studi Kasus Di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi). Tesis Pascasarjana Program Studi Ilmu Kehutanan IPB Bogor.

Suhardi, L.A., 2007. Tumbuhan Bawah Herbaceous di Hutan Silui dan Potensi Pemanfaatannya di Desa Porabua Kecamatan Uluiwoi Kabupaten Kolaka

Profinsi Sulawesi Tenggara.Skripsi Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari.

Susanto, A., 2002. Suksesi Vegetasi Jenis Pohon dan Tumbuhan Bawah Pasca Letusan Gunung Galunggung (Studi Kasus Di BKPH Tasikmalaya, KPH Tasikmalaya PT. (Persero) Perhutani Unit III Jawa Barat). Skripsi Sarjana Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Soerianegara, I., Dan Indrawan, A., 1982.

Ekologi Hutan Indonesia.

Depertemen Manajemen Hutan Fakultas IPB. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Indikator Keanekaragaman Jenis
Tabel 2. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun2011.
Tabel 3. Rekapitulasi Jenis dan Famili Tumbuhan Bawah pada hutan Lindung Jompi Kelurahan WaliKecamatan Watopute Kabupaten Muna  Tahun 2015
Tabel 4. Rekapitulasi Analisis Vegetasi (K, KR, F, FR, INP, dan H) tumbuhan bawah pada hutan LindungJompi Tahun 2015.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang berstatus lajang lebih mampu bersosialisasi dengan baik terhadap teman, tetangga, orangtua, dan saudara kandung ketimbang orang seusianya yang telah

Pada kesempatan kali ini, saya mohon Bapak/Ibu untuk berkenan memberikan penilaian/ evaluasi terhadap media CD interaktif bimbingan pribadi sosial tentang penyesuaian diri yang

Pengujian Efektivitas Formulasi Rayap yang digunakan pada penelitian ini adalah rayap dari kasta pekerja dan prajurit yang diperoleh dari tanaman kelapa sawit di PT

Banyak perilaku seperti altruisme benar, dan ada pula yang (yaitu, mereka akan menurunkan frekuensi gen yang membawa mereka tentang-yaitu, menyebabkan

Kurang ketatnya pengawasan dalam proses pembangunan adalah faktor yang berpe- ngaruh besar untuk menghasilkan bangunan yang berkualitas; [2] Model ke-3 (WV), Model ke-11 (ACT),

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, hasil diagnosis hampir memenuhi semua gejala dari diagnostic and statistical manual of mental disorder fifth edition (DSM-V)

Raya Kalimalang Jati Waringin, Cipinang Melayu, Jakarta Timur, telp..

Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai R 2 adalah sebesar 0,529626 atau 52,96% dari variasi variabel jumlah anak lahir hidup dapat dijelaskan oleh variabel