• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TERARAH MELALUI KEGIATAN MEMBACA BERSAMA UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN LITERASI MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TERARAH MELALUI KEGIATAN MEMBACA BERSAMA UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN LITERASI MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TERARAH MELALUI KEGIATAN MEMBACA BERSAMA UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN

LITERASI MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS

Oleh :

H. JANUARIB PANTJOROADIE SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan

Abstrak: Menurut para ahli literasi , pengembangan kemampuan literasi berarti mengembangkan kognitif anak yang berhubungan dengan kemampuan berbahasa. Dalam hal ini baca-tulis hanya sebagai sarana anak dalam mengemukakan perasaan dan pikiran yang telah berkembang seiring dengan perkembangan bahasa mereka. Kegiatan membacakan cerita diyakini dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, dan mengajarkan baca-tulis. Karena kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan sebuah Big Book (buku besar). Big Book merupakan buku cerita yang berkarakteristik khusus yang dibesarkan, baik teks maupun gambarnya, untuk memungkinkan terjadinya kegiatan membaca bersama (shared reading) antara guru dan murid. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (Action Research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa Pembelajaran dengan cara belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2015/2016 melalui kegiatan membaca bersama memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa terutama dalam kemampuan leksikalnya yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (69,00%), siklus II (77,00%), siklus III (90,00%).

Kata Kunci : Bahasa Inggris, Pengajaran Terarah

(2)

Pendahuluan

Di dalam pengajaran Bahasa Ing-gris, ada tiga aspek yang perlu diper-hatikan, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Ketiga aspek itu berturut-turut menyangkut il-mu pengetahuan, perasaan, dan kete-rampilan atau kegiatan berbahasa. Ke-tiga aspek tersebut harus berimbang a-gar tujuan pengajaran bahasa yang se-benarnya dapat dicapai. Kalau penga-jaran bahasa terlalu banyak mengotak-atik segi gramatikal saja (teori), murid akan tahu tentang aturan bahasa, tetapi belum tentu dia dapat menerapkannya dalam tuturan maupun tulisan dengan baik.

Bahasa Inggris erat kaitannya dengan guru Bahasa Inggris, yakni ora-ng-orang yang tugasnya setiap hari membina pelajaran Bahasa Inggris. Dia adalah orang yang merasa bertanggung jawab akan perkembangan Bahasa Ing-gris. Dia juga yang akan selalu dituding oleh masyarakat bila hasil pengajaran Bahasa Inggris di sekolah tidak me-muaskan. Berhasil atau tidaknya pe-ngajaran Bahasa Inggris memang di-antaranya ditentukan oleh faktor guru, disamping faktor-faktor lainya, seperti faktor murid, metode pembelajaran, kurikulum (termasuk silabus), bahan pengajaran dan buku, serta yang tidak kalah pentingnya ialah perpustakaan sekolah dengan disertai pengelolaan yang memadai.

Sekarang ini pengajaran Bahasa Inggris di sekolah-sekolah, dari Taman Kanak-kanak sampai SLTA, bahkan sampai perguruan tinggi. Menurut Mul-yono Sumardi, ketua Himpunan Pem-bina Bahasa Inggris menyatakan bah-wa, “Dalam dunia Pendidikan, kete-rampilan berBahasa Inggris perlu men-dapatkan tekanan yang lebih banyak lagi, mengingat kemampuan

berbahasa Inggris di kalangan pelajar ini juga di-sebabkan oleh kualitas guru, dari pihak lain munculnya anggapan bahwa setiap orang Indonesia pasti bisa berBahasa Inggris. Anggapan ini justru ikut me-runyamkan dunia kebahasaan Indo-nesia itu sendiri. (JS. Badudu. 1988: 74).

Sebenarnya hal paling dasar yang menyebabkan kemampuan berBahasa Inggris siswa rendah terletak pada ke-trampilan baca dan tulis yang dirasa masih kurang cukup. Padahal ketram-pilan membaca dan menulis merupakan modal utama bagi siswa dalam me-ngikuti pelajaran. Dengan bekal ke-mampuan baca tulis, murid dapat mem-pelajari ilmu lain; dapat mengkomuni-kasikan gagasannya; dan dapat meng-ekspresikan dirinya. Kegagalan dalam penguasaan keterampilan ini akan me-ngakibatkan masalah yang fatal, baik untuk melanjutkan pendidikan ke jenj-ang yang lebih tinggi, maupun untuk menjalani kehidupan sosial kemasya-rakatan.

Sudah bukan rahasia lagi dan seolah-olah sudah menajadi asumsi umum bahwa hasil pengajaran Bahasa Inggris di sekolah-sekolah dari sekolah-sekolah dasar sampai SLTA kurang memuas-kan. Untuk itu harus ada langkah kon-kret untuk mengatasi persoalan ter-sebut. Di awali dari lembaga sekolah dasar, pembenahan metode pembela-jaran Bahasa Inggris perlu dikaji ulang. Pelajaran membaca yang mula-mula hanya sekedar membunyikan huruf-hu-ruf semata hendaknya mulai mengarah kepada memberi makna pada tulisan. Artinya dengan membaca anak juga berpikir tentang isi bacaan.

(3)

penggunaan bahasa yang dapat di-terima siswa, dan bukan dengan mem-berikan kata-kata tanpa konteks dan pe-ngertian. Demikian juga dengan me-ngajarkan menulis, kritik terhadap cara mengajarkan keterampilan menulis (hand-writing) dengan jalan menyalin, mencontoh dan sebagainya, dikemu-kakan oleh Goodman dan kawan-ka-wan (1986) sebagai upaya yang sia-sia saja. Mereka berpendapat bahwa pe-ngajaran literasi bukan hanya belajar membunyikan dan menuliskan huruf-huruf dengan cara merangkai-rang-kainya melainkan upaya mengem-bangkan kemampuan literasi (baca-tulis) yang berdasar kepada kemam-puan berbahasa.

Menurut para ahli literasi , pe-ngembangan kemampuan literasi be-rarti mengembangkan kognitif anak ya-ng berhubungan dengan kemampuan berbahasa. Dalam hal ini baca-tulis ha-nya sebagai sarana anak dalam menge-mukakan perasaan dan pikiran yang telah berkembang seiring dengan per-kembangan bahasa mereka. Dengan ka-ta lain belajar membaca dan menulis (dalam arti kemampuan mekanik) me-rupakan konsekuensi dari pengemba-ngan kemampuan berbahasa. Selanjut-nya, pemaknaan terhadap bacaan dan tulisan (construction of meaning) yang ada di sekeliling anak merupakan hasil dari sosialisasi anak dengan ling-kungannya.

Di lain pihak, peneliti mengamati bahwa pengembangan literasi yang dilaksanakan di sekolah-sekolah sela-ma ini lebih berarti pada mengajarkan baca-tulis dengan pengertian menga-jarkan sistem/mekanisme atau cara membunyikan, menuliskan dan me-rangkai huruf menjadi

kalimat yang di-berikan oleh guru atau buku pelajaran membaca/menulis. Dengan demikian kebebasan anak mengembangkan ke-mampuan berbahasa melalui bacaan yang ada dan mengemukakan perasaan dan pikiran mereka melalui tulisan, sa-ngat terbatas.

Di negara maju, kelas-kelas rendah dan pendidikan pra-sekolah seperti mi-salnya di Eropa, Amerika dan Australia telah menerapkan cara untuk me-ningkatkan keterampilan membaca dan menulis siswa dengan cara mem-bacakan sebuah buku cerita kepada anak. Kegiatan membacakan cerita di-yakini dapat mengembangkan kemam-puan berbahasa, dan mengajarkan ba-ca-tulis. Karena kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan sebuah Big Book (buku besar). Big Book merupakan bu-ku cerita yang berkarakteristik khusus yang dibesarkan, baik teks maupun gambarnya, untuk memungkinkan ter-jadinya kegiatan membaca bersama (shared reading) antara guru dan murid. Buku ini mempunyai karakteristik khu-sus seperti penuh dengan warna-warni, gambar yang menarik, mempunyai kata yang dapat diulang-ulang, mempunyai plot yang mudah ditebak, dan memiliki pola teks yang berirama untuk dapat dinyanyikan.

(4)

di-lakukan di rumah, oleh para orang tua dalam suasana yang menyenangkan dan akrab. Dengan demikian, strategi ini dapat menjadi suatu alternatif pe-ngajaran baca-tulis di sekolah dasar.

Untuk itu, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research) terhadap penerapan strategi Big Book yang berlandaskan akar budaya Indonesia; serta men-ciptakan Big Book yang sesuai dengan perkembangan mental murid (develop-mentally appropriate practice) dan ma-teri cerita budaya Indonesia.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini asalah sebagai berikut: “Untuk mengetahui peningkatan pres-tasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pengajaran terarah pada siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Ka-bupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2015/2016”.

Kajian Pustaka

Konsep Belajar dan Pembelajaran

Istilah belajar dan pembelajaran yang kita jumpai dalam kepustakaan asing adalah learning dan instruction. Istilah learning mengandung pengetian proses perubahan yang relatif tetap da-lam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman, (Fortuna, 1981: 147). Is-tilah instruction mengandung pengertian proses yang terpusat pada tujuan (goal directed teaching process) yang dalam banyak hal dapat diren-canakan sebelumnya (pree-planed). Proses belajar yang terjadi adalah pro-ses pembelajaran, yakni proses mem-buat orang lain aktif melakukan proses belajar sesuai dengan rancangan. (Ro-miszowki, 1981: 4).

Pembelajaran merupakan sarana untuk memungkinkan terjadinya proses belajar dalam arti perubahan perilaku individu melalui proses belajar-me-ngajar. Namun harus diberi catatan bahwa tidak semua proses belajar-me-ngajar terjadi karena adanya proses pembelajaran atau kegiatan belajar-mengajar, seperti belajar dari pengala-man sendiri, (Udin Sarifuddin, 1995: 3).

Belajar dapat pula diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu denga lingkungannya. Burton mengatakan “Learning is cha-nge in the individual due to instruction of that individual and his environment, which fells a need and makes him more capable of dealing undauntedly with his environment. (Burton: The gui-dance of learning activities, 1994). Da-lam pengertian ini terdapat kata “change” (perubahan), yang berarti bahwa seseorang setelah mengalami proses pengetahuannya, keterampilan-nya, maupun pada aspek sikapnya, mi-salnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan, dan sebagainya. Kri-teria keberhasilan dalam belajar dian-taranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri indi-vidu yang belajar.

(5)

komponen atau unsur belajar-mengajar antara lain tujuan istruk-sional, yang hendak dicapai dalam pembelajaran, metode mengajar, alat peraga pengajaran, dan evaluasi se-bagai alat ukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran.

Dalam satu kali proses pembela-jaran yang pertama dilakukan adalah merumuskan tujuan pembelajaran khu-sus (TPK) yang dijabaran dari tujuan pembelajaran umum (TPU), setelah itu langkah selanjutnya ialah menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan tu-juan tersebut. Selanjutnya menentukan metode mengajar yang merupakan wa-hana penghubung materi pelajaran se-hingga dapat diterima dan menjadi mi-lik siswa, kemudian menentukan alat peraga sebagai penunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Langkah terakhir yang harus dilakukan adalah menen-tukan alat evaluasi sebagai pengukur tercapai-tidaknya tujuan yang hasilnya dapat dijadikan sebagai umpan balik (feed back) bagi guru dalam mening-katkan kualitas mengajar maupun kualitas belajar siswa.

Dari uraian ini jelas bahwa ke-giatan belajar-mengajar atau yang di-sebut juga pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lain, dan merupakan satu ke-satuan yang tak terpisahkan.oleh ka-rena itu, guru dituntui melikiki ke-mampuan mengintegrasikan kompo-nen-komponen tersebut dalam kegiatan belajar-mengajar atau proses pem-belajaran. (Udin Sarifudin, 1995:3).

Memperkenalkan Belajar Aktif

Ada sejumlah alasan mengapa se-bagian besar orang cenderung lupa tentang apa

yang mereka dengar. Salah satu alasan yang paling menarik ada kaitannya dengan tingkat kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan pendengaran siswa.

Pada umumnya guru berbicara dengan kecepatan 100 hingga 200 kata permenit. Tetapi beberapa kata-kata yang dapat ditangkap siswa dalam per menitnya? Ini tentunya juga bergantung pada cara mereka mendengarkannya. Jika siswa benar-benar berkonsentrasi, mereka akan dapat mendengarkan de-ngan penuh perhatian terhadap 50 sam-pai 100 kat per menit, atau setengah dari apa yang dikatakan guru. Itu ka-rena siswa juga berpikir banyak selama mereka mendengarkan. Akan sulit me-nyimak guru yang bicaranya nyerocos. Besar kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi karena, sekalipun ma-terinya menarik, berskonsentrasi dalam waktu yang lama memang bukan perkara mudah. Penelitian menunjuk-kan bahwa siswa mampu mendengar-kan (tanpa memikirkan) denga kece-patan 400 hingga 500 kata per menit. Ketika mendengarkan dalam waktu berkepanjangan terhadap seorang guru yang berbicara lambat, siswa cenderu-ng menjadi jenuh, dan pikiran mereka mengembara entah ke mana.

(6)

disampaikan de-ngan gaya ceramah hanya mengetahui 8% lebih banyak dasri kelompok pem-banding yang sama sekali belum per-nah mengikuti kuliah itu (Richard, dkk., 1989). Bayangkan apa yang bisa didapatkan dari pemberian kuliah de-ngan cara seperti itu di perguruan ting-gi.

Dengan menambahkan media vi-sual pada pemberian pelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 hingga 38 per-sen (Pike, 1989). Penelitian juga men-unjukkanadanya peningkatan hingga 200 persen ketika digunakan media vi-sual dalam mengajarkan kosa kata. Ti-dak hanya itu, waktu yang diperlukan untuk menyajikan sebuah konsep dapat berkurang hingga 40 persen ketika me-dia visual digunakan untuk mendukung presentasi lisan. Sebuah gambar ba-rangkali tidak memiliki ribuan kata, na-mun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata saja.

Ketika pengajaran memiliki di-mensi auditori dan visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat ber-kat kedua system penyampaian itu. Ju-ga, sebagian siswa, seperti akan kita bahas nanti. Lebih menyukai satu cara pe-nyampaian ketimbang cara yang lain. Dengan menggunakan keduanya, kita memiliki peluang yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dari be-berapa tipe siswa. Namum demikian belajar tidaklah cukup hanya dengan mendengarkan atau melihat sesuatu.

Bagaimanakah Otak Bekerja

Otak kita tidak bekerja seperti piranti audio atau video tape recorder. Informasi yang masuk akan secara kontinyu dipertanyakan.

Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akn terbantu dengan mela-kukan perenungan semacam itu secara eksternal juga internal. Otak kita akan melakukan tugas proses belajar yang lebih baik jiak kita membahas infor-masi dengan orang lain dan jika kita di-minta mengajukan pertanyaan tentang itu. Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta siswa untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya tentang apa yang dijelaskan oleh guru pada beberapa jeda waktu yang dise-diakan selama pelajaran berlangsung. Dibandingkan dengan siswa dalam ke-las pembanding yang tidak diselingi diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih dua angka lebih ti-nggi.

Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu terhadap informasi itu, dan dengan demikian kita bisa mendapat umpan balik tentang se-berapa bagus pemahaman kita. Me-nurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat jika siswa dinima untuk melakukan berikut ini: 1) Me-ngemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sindiri 2) Membe-rikan contohnya. 3) Mengenalinya da-lam bermacam-macam bentuk dan si-tuasi. 4) Melihat kaitan antara informa-si itu dengan fakta atau gagasan lain. 5) Menggunakannya dengan beragam cara. 6) Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya. 7) Menyebutkan la-wan atau kebalikannya.

(7)

software yang tepat untuk mengin-terpretasikan data yang diasumsikan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang dimasuk-kan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir. Ketika proses belajar sifatnya pasif, o-tak tidak melakukan pengkaitan ini de-ngan software pikiran kita. Ujung-ujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali informasi yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita perlu menguji informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskan kepada orang lain untuk dapat menyimpannya dalam bank inga-tannya. Ketika proses belajar bersifat pasif, otak tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.

Gaya Belajar

Kalangan pendidik telah menya-dari bahwa peserta didik memiliki ber-macam cara belajar. Sebagian siswa bi-sa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukan-nya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mere-ka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, me-reka biasanya diam dan jarang tergang-gu oleh kebisingan. Perserta didik vi-sual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk mem-perhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurul-kan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik

kinestetik be-lajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mu-ngkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan se-suatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan.

Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 dianta-ranya rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan belajar yang berkombinasi an-tara visual, auditori dan kinestik. Na-mun, 8 siswa siswanya sedemikan me-nyukai salah satu bentuk pengajaran di-banding dua lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan da-lam menyajikan pelajaran sesuai de-ngan ara yang mereka sukai. Guna me-menuhi kebutuhan ini, pengajaran ha-rus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi.

Sisi Sosial Proses Belajar

(8)

kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan me-nggali hal-hal baru. Pertumbuhan ber-jalan dengan langkah-langkah kecul, menurut Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju wilayah yang be-lum diketahui” (Maslow, 1968).

Salah satu cara utama untuk men-dapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan men-jadi bagian dari kelompok. Perasaan sa-ling memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman, bukan-nya sendirian, mereka mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melam-paui ambang pengetahuan dan keteram-pilan mereka yang sekarang.

Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang di-diskusikan siswa dengan teman-te-mannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkin-kan mereka untuk memperoleh pema-haman dan penguasaan materi pela-jaran. Metode belajar bersama yang ter-baik, semisal pelajaran menyusun gam-bar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun ju-ga mengajarkan satu sama lain.

Metode Pengajaran Terarah

Dalam teknik ini, guru menga-jukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa atau

mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian memilah-mi-lahnya menjadi sejumlah kategori. Me-tode pengajaran terarah merupakan se-lingan yang mengasyikan di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini me-mungkinkan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan dipahami oleh siswa sebelum memaparkan apa yang guru ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep abstrak yang diperlukan dalam pelajaran baca tulis.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan pene-litian tindakan (action research), kare-na penelitian tindakan dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk pe-nelitian deskriptif, sebab menggambar-kan bagaimana suaut teknik/metode pembelajaran diterapkan dan bagaima-na hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Penelitian ini bertempat di Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 semester genap. Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Ka-bupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2015/2016.

(9)

berikutnya adalah pe-rencanaan yang sudah direvisi, tin-dakan, pengamatan, dan refleksi. Se-belum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari: 1) Silabus; 2) Rencana Pelajaran (RP); 3) Tes for-matif.

Kriteria Penilaian

Untuk mempermudah evaluasi terhadap tingkat kemampuan siswa, perlu dirumuskan kriteria penilaian se-bagai berikut: 1) Kategori benar semua. 2) Kategori benar sebagian. 3) Kategori salah semua.

Untuk ketuntasan belajar ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Ber-dasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%.

Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Hasil Penelitian Per Siklus

Siklus I

a) Perencanaan

Pada tahap ini peneliti memper-siapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaja-ran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lem-bar observasi pengolahan belajar aktif.

b) Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan kegiatan belajar me-ngajar untuk siklus I dilaksana-kan pada tanggal 3 Maret 2016 di Kelas X dengan jumlah siswa 23 siswa. Dalam hal ini peneliti ber-tindak sebagai guru. Adapun pro-ses belajar mengajar mengacu pa-da rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (obser-vasi) dilaksanakan bersamaan de-ngan pelaksaaan belajar menga-jar. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I

No Uraian Hasil Silkus I

1 2 3

Benar semua Benar sebagian Salah semua

39,00% 30,00% 30,00%

Tingkat keberhasilan pada siklus I adalah 39,00% + 30,00% = 69,00%. Siswa yang tidak mam-pu membuat rangkuman cerita sesuai isi cerita sebanyak 7 sis-wa. Hal ini menunjukkan siswa kurang memahami penjelasan gu-ru. Hasil observasi masih kurang memuaskan, karena perhatian sis-wa diperoleh secara paksa. Mes-kipun hanya tahap awal. Perha-tian tidak tumbuh secara alamiah.

(10)

Siklus II

a) Perencanaan

Pada tahap inipeneliti memper-siapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaja-ran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendu-kung. Selain itu juga dipersiap-kan lembar observasi pengelolaan belajar aktif dan lembar observasi guru dan siswa.

b) Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan kegiatan belajar me-ngajar untuk siklus II dilaksana-kan pada tanggal 10 April 2016 di Kelas X dengan jumlah siswa 23. Dalam hal ini peneliti ber-tindak sebagai guru. Adapun pro-ses belajar mengajar mengacu pa-da rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau ke-kurangan pada siklus I tidak teru-lang lagi pada siklus II. Pe-ngamatan (observasi) dilaksana-kan bersamaan dengan pelaksa-naan belajar mengajar. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2

Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II

No Uraian Hasil Silkus II

1 2 3

Benar semua Benar sebagian Salah semua

47,00% 30,00% 21,00%

Tingkat keberhasilan pada siklus I adalah 47,00% + 30,00% = 77, 00%. Siswa yang tidak mampu membuat rangkuman cerita se-suai isi cerita sebanyak 5 siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa ke-tuntasan belajar mencapai 77, 00% atau ada 18

siswa yang tun-tas belajar. Hasil ini menun-jukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajr siswa ini karena setelah guru me-nginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu di-adakan tes sehingga pada perte-muan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai me-ngerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan mene-rapkan model belajar aktif.

Siklus III

a) Perencanaan

Pada tahap ini peneliti memper-siapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pela-jaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendu-kung. Selain itu juga dipersiap-kan lembar observasi pengelolaan cara belajar aktif model penaja-ran terarah dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa. b) Pelaksanaan Tindakan

(11)

Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III

No Uraian Hasil Silkus III

1 2 3

Benar semua Benar sebagian Salah semua

56,00% 34,00% 8,00%

Tingkat keberhasilan pada siklus I adalah 56,006% + 34,00% = 90, 00%. Siswa yang tidak mampu membuat rangkuman cerita sesu-ai isi cerita sebanyak 1 siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa ke-tuntasan belajar mencapai 90,00% atau ada 21 siswa yang tuntas belajar. Hasil ini menun-jukkan bahwa pada siklus III ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Adanya pening-katan hasil belajar pada siklus III ini dipengaeruhi oleh adanya pe-ningkatan kemampuan guru da-lam menerapkan belajar aktif se-hingga siswa menjadi lebih ter-biasa dengan pembelajaran se-perti ini sehingga siswa lebih mu-dah dalam memahami materi ya-ng telah diberikan.

Pembahasan

Melalui hasil peneilitian ini me-nunjukkan bahwa cara belajar aktif mo-del pengajaran terarah memiliki dam-pak positif dalam meningkatkan pres-tasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampai-kan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 69,00% ; 77,00% ; dan

90,00%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar aktif dalam setiap siklus me-ngalami peningkatan. Hal ini berdam-pak positif terhadap prestasi belajar sis-wa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami pe-ningkatan.

Simpulan dan Saran

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Pembelajaran dengan cara belajar aktif model pengajaran terarah melalui ke-giatan membaca bersama memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa terutama dalam kemampuan leksikalnya yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (69,00%), siklus II (77,00%), siklus III (90,00%). 2) Penerapan cara belajar aktif model pengajaran terarah mem-punyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawa-ban siswa yang menyatakan bahwa sis-wa tertarik dan berminat dengn model belajar aktif sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

(12)

ma-tang, sehingga guru harus mempu me-nentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan ca-ra belajar aktif model pengajaran te-rarah dalam proses belajar mengajar se-hingga diperoleh hasil yang optimal. 2) Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih se-ring melatih siswa dengan kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang se-derhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3) Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil pene-litian ini hanya dilakukan pada siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bangkalan Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2015/2016. 4) Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Ambary, Abdullah, dkk. 1999. Penuntun Terampil berBahasa Ing-gris dan Petunjuk guru. Bandung: Trigenda Karya.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prak-tek. Bandung: Reneksa Cipta.

Gambar

Tabel 4.3

Referensi

Dokumen terkait

Banyak dari mereka yang di tingkat internasional sejak dini sudah meninggalkan Tiongkok, pengikut Dafa juga adalah lulusan dari universitas luar negeri, saya pikir pada

Pada penelitian sebelumnya batang dan daun pletekan mengandung senyawa flovonoid yang dapat menurunkan kadar gula dalam darah pada penderita diabetes melitus,

tanggal 10 bulan berikutnya) No Nama Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain Rincian Jenis Data dan Informasi Deskripsi Bentuk Data Penyampaian Cara

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, pengolahan data pemantauan kehadiran dosen dan mahasiswa tersebut dapat menggunakan sebuah sistem

Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa laju aliran udara yang paling optimum bagi kinerja ruang bakar adalah pada angka 1,1 kg/s untuk laju biogas 0,005 kg/s, karena

oni biljni lekoviti proizvodi koji kao aktivne sastojke sadrže: standardizovane ekstrakte lista sa cvetom gloga (primenjuju se kod blažih oblika sr č ane

Analisa peneliti terhadap penelitian ini adalah bahwa ditemukan pada penelitian ini bahwa lebih dari separoh pasien tidak puas dengan komunikasi terapeutik perawat di ruang

Pengendalian Robot Dual Arm menggunakan web camera ketika data sudah diperoleh berupa titik tengah sumbu X dan Y dari deteksi warna menggunakan OpenCV, Robot Dual