• Tidak ada hasil yang ditemukan

BO ULAN TAWEI SUAT : LOKAL WISDOM IN PRESERVING THE SUSTAINABILITY OF LOCAL FOOD SAGO IN MIDA VILLAGE GOROM ISLAND DISTRICT EAST SERAM REGENCY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BO ULAN TAWEI SUAT : LOKAL WISDOM IN PRESERVING THE SUSTAINABILITY OF LOCAL FOOD SAGO IN MIDA VILLAGE GOROM ISLAND DISTRICT EAST SERAM REGENCY"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

48 Agrilan : Jurnal Agribisnis Kepulauan

BO ULAN TAWEI SUAT : KEARIFAN LOKAL DALAM

MENJAGA KEBERLANGSUNGAN PANGAN LOKAL

SAGU DI MIDA KECAMATAN PULAU GOROM

KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

BO ULAN TAWEI SUAT : LOKAL WISDOM IN PRESERVING THE SUSTAINABILITY OF LOCAL FOOD SAGO IN MIDA VILLAGE GOROM

ISLAND DISTRICT EAST SERAM REGENCY

Masdar Rumatiga, Marcus J. Pattinama, Noviar F. Wenno

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, 97233

E-mail: masdarrumatiga95@gmail.com maxpattinama@gmail.com noviarwenno@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kearifan lokal masyarakat dalam menjaga keberlangsungan pangan lokal sagu. Penelitian dilakukan di desa Mida Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram BagianTimur. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive sampling) karena daerah penelitian merupakan salah satu daerah yang masih menjaga kearifan pangan lokal sagu. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal Bo Ulan Tawei Suat

merupakan tradisi turun-temurun yang terus dijaga dilestarikan oleh masyarakat di Desa Mida. Sagu bagi masyarakat dipandang sebagai sosok putri gunung atau seorang ibu memberikan kehidupan bagi masyarakat. Selain itu sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat desa Mida yang tidak bisa ditinggalkan.

Kata kunci: Bo Ulan Tawei Suat; makanan pokok; sagu

Abstract

This study was aimed to determine community local wisdom in preserving the sustainability of local food sago. The study was conducted in Mida village, Gorom Island District, East Seram Regency. Location was selected intentionally (purposive sampling) as the study area has been the area that is still preserving sago as local food wisdom. Sampling was collected by using simple random sampling method. The data collected in this study were primary data and secondary data. Data was analyzed qualitatively. The results showed that local wisdom of Bo Ulan Tawei Suat represent a tradition by generations which continue to be preserved by Mida community. Sago to Mida people has been viewed as mountain princess or a mother who give life to the community. Moreover, sago represent staple food of Mida community that cannot be left.

(2)

49

Volume 5 No. 1. Februari 2017

Pendahuluan

Maluku merupakan salah satu provinsi kepulauan yang terletak di Indonesia

bagian timur. Provinsi Maluku dikenal sebagai daerah yang memiliki potensi sagu

yang melimpah. Hal ini dapat dilihat pada dearah penyebaran dan potensi sagu di

Maluku dari segiluas lahan adalah di Kabupaten Seram Bagian Timur seluas

36.075 ha, Kabupaten Maluku Tengah seluas 6.425 ha, Kabupaten Seram Bagian

Barat seluas 8.410 ha, Pulau Buru (Buru Utara dan Buru Selatan) seluas 5.457 ha,

Pulau Ambon seluas 255 ha, Pulau Aru seluas 1.318 ha dan Kabupaten Maluku

Tenggara Barat seluas 245 ha serta di kabupaten lain dalam areal yang sempit,

sehingga total luas areal sagu di Maluku yaitu 58. 185 ha. Sedangkan Penyebaran

dan Potensi sagu di Maluku berdasarkan produktivitas dan pemanfaatan pati

kering sagu yaitu mencapai 460.000 ton/tahun, sementara pati kering sagu yang

hilang dalam hutan sebanyak 90 persen sama dengan 420.000 ton/tahun

(Louhenapessy, 2012).

Masalah pangan merupakan tantangan bagi masa depan baik secara nasional

maupun global menurut Presiden RI dalam KTT 2011. Pemerintah sebagai

stakeholder dituntut aktif agar dapat menciptakan kondisi pangan yang lebih baik,

dalam kehidupan masyarakat serta dapat menjangkau lingkungan individu,

kelompok, dan keluarga. Dalam menyelesaikan masalah pangan tidak hanya

diarahkan pada masalah fisik tetapi juga menyangkut dengan nilai-nilai kearifan

lokal. Sebab kearifan lokal merupakan hasil dari abstraksi pengalaman beradaptasi

dalam pemanfaatan sumberdaya untuk pemenuhan hidupnya yang terwujud dalam

pranata kebudayaan dan hukum adat (Yudha Trinuga dalam Louhenapessy,

2010:137)

Sebagian besar masyarakat Mida telah beralih konsumsi dari pangan sagu

ke beras diakibatkan karena masuknya beras sampai pada perdesaan

menggantikan selera makan masyarakat terhadap pangan lokal sagu, selain itu

ketergantungan masyarakat terhadap beras semakin kuat. Hal ini dibuktikan pada

hidangan makan sehari-hari, baik pagi, siang, maupun malam. Masyarakat akan

(3)

50 Agrilan : Jurnal Agribisnis Kepulauan

pabila ketersediaan beras habis atau tidak mampu membelinya. Melihat fenomena

ini, paradigma dalam masyakat yang demikian sangat lahironis, artinya secara

tidak sengaja masyarakat yang mengkonsumsi sagu merupakan golongan

orang-orang miskin. Faktor ini yang menyebabkan kebutuhan dan ketersediaan terhadap

pangan lokal semakin berkurang. Kondisi tersebut memacu pemerintah selalu

berupaya untuk menjaga dan melestarikan pangan lokal sagu agar tetap terjaga

dan dipertahankan dalam memenuhi kebutuhan dan keberlajutan pangan lokal di

Maluku.

Sagu di Pulau Seram merupakan kata yang sudah tidak asing lagi bagi

masyarakat Maluku. Kata suat merupakan julukan yang ditujukan kepada

masyakat di Pulau Seram Bagian Timur karena mereka dikenal sebagai daerah

pengahasil sagu terbesar di Maluku.

Pulau Gorom merupakan salah satu kecamatan yang berda di kabupaten

Seram Bagian Timur. Kehidupan sosial masyarakat Pulau Gorom tidaklah jauh

berbeda dengan desa-desa lain yang ada di Kabupaten Seram Bagian Timur, mulai

dari gaya hidup dan tata bahasa berkomunikasi, baik tatakrama yang pada

umumnya sama. Gaya hidup yang selalu mengedepankan sistem gotong royong

yang selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dari segi sosial, budaya,

ekonomi dan agama.

Demikian halnya dengan pola konsumsi masyarakat pulau Gorom pada

umumnya masih mengedepankan pangan lokal sagu (Suat)sebagai sumber bahan

makanan utama. Hal ini tercermin dalam kearifan lokal masyarakat dalam

menjaga ketahanan pangan sagu sebagai sumber makanan utama.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat di Desa Mida sampai saat ini

masih mempertahankan kearifan lokal dalam menjaga keberlangsungan pangan

local suat (sagu) dalam memenuhi kehidupannya. Fenomena sosial masyarakat

ini, yang membuat peneliti tertarik untuk melalukan penelitian terhadap kearifan

(4)

51

Volume 5 No. 1. Februari 2017

Metode Penelitian

Lokasi penelitian di Desa Mida, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten

Seram Bagian Timur. Lokasi dipilih secara purposive sampling (sengaja) karena

daerah penelitian merupakan salah satu daerah yang masih menjaga kearifan

pangan lokal sagu.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Mida, Kecamatan

Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur yang mana, sebagian besar dari

masyarakat Desa Mida berprofesi sebagai petani. Untuk kebutuhan analisis maka

sampel yang diambil adalah sebanyak 30 persen dari jumlah populasi yang ada

yaitu 60 sampel, berdasarkan populasi sebanyak 200 KK. Pengambilan sampel

penelitian menggunakan metode snowball sampling. Melalui metode ini, subjek

atau sampel dipilih berdasarkan rekomendasi orang ke orang yang sesusai dengan

penelitian yang ada (renponden yang memenuhi syarat) untuk diwawancarai,

(Patton, 2002). Pada langkah awal peneliti akan mengambil responden dari para

tetua desa, meliputi, kepala desa, tokoh adat, tokoh pemuda, dan tokoh agama dan

mewawancarai tentang kearifan lokal masyarakat setempat dalam menjaga

keberlangsungan pangan lokal sagu sebagai makan utama. Dalam proses

penelitian, peneliti tidak akan membatasi jumlah subjek penelitian maupun

karakteristik sampel, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang di

lapangan. Pengambilan data akan terhenti apabila peneliti merasa data yang

terkumpul telah cukup akurat.

Metode pengumpulan data merupakan bagian instrument pengumpulan data

untuk menentukan berhasil tidaknya suatu penelitian. Data penelitian terdiri dari

data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari masyarakat dengan

menggunakan wawancara terstruktur dipandu dengan kuesioner. Data sekunder

merupakan data yang diperoleh dari Kantor Desa Mida dan studi kepustakaan.

Analisis kualitatif digunakan untuk menggambarkan secara deskriptif

mengenai gambaran tentang data primer dan data sekunder yang diperoleh selama

penelitian. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan perubahan-perubahan

(5)

52 Agrilan : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Responden

Umur

Umur responden di Desa Mida berada pada kategori usia produktif, yakni

20 sampai dengan 60 tahun. Adapun komposisi jumlah responden berdasarkan

umur dapat dilihat pada tabelberikut.

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur

Umur Total Persentase(%)

24-42 13 43,33

43-61 13 43,33

>60 4 13,33

Jumlah 30 100,00

Umur memiliki pengaruh terhadap seseorang untuk berpartisipasi dalam

suatu kegiatan. Selain itu, beberapa fakta menunjukkan bahwa usia sangat

berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berperan dalam suatu kelompok atau

organisasi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Ardianto, 2006).

Berdasarkan hasil pengamatan, umur memiliki pengaruh terhadap pola pikir

masyarakat dalam melestarikan kearifan lokal. Pengamatan di lapangan

menunjukkan bahwa masyarakat dengan kategori umur dewasa lebih melestarikan

kearifan lokal dibandingkan umur remaja.

Jumlah Beban Tanggungan

Jumlah beban tanggungan keluarga di Desa Mida berkisar 1 sampai 7 jiwa

per KK. Adapun komposisi jumlah beban tanggungan dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan beban tanggungan (BT)

Beban Tanggungan Total Persentase (%)

< 3 12 40

4-6 16 53

>7 2 7

(6)

53

Volume 5 No. 1. Februari 2017

Besar kecilnya suatu keluarga tidak menjadi tolak ukur sebuah keluarga

dapat melestarikan kearifan lokal, akan tetapi lebih kepada kesadaran dari

individu untuk melestarikan kearifan tersebut. Kearifan lokal “makan sagu” sudah

diajarkan oleh orang tua semenjak anaknya masih kecil, yakni memberi makan

dengan papeda. Sehingga menjadi salah satu ciri khas masyarakat Desa Mida,

bahwa “belum kenyang kalau belum makan sagu”. Jumlah anggota keluarga juga,

sangat berpengaruh pada jumlah konsumsi. Jika anggota keluarga mengkonsumsi

secara rutin dan jumlah anggota keluarganya besar, maka jumlah konsumsi sagu

meningkat.

Pendidikan

Tingkat pendidikan responden di Desa Mida sebagai besar adalah tamatan

SD. Adapun komposisi jumlah berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada

tabel 3 berikut.

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Beban Tanggungan Total Persentase(%)

SD 16 53

SMP 7 23

SMA 5 17

S1 2 7

Jumlah 30 100

Berdasarkan hasil penelitian, pendidikan formal tidak memberikan pengaruh

terhadap kearifan lokal masyarakat. Hal ini disebabkan “makan sagu” merupakan

tradisi turun temurun yang terus dipertahankan hingga saat ini. Bagi masyarakat,

sagu bukannya hanya sebagai barang konsumsi semata, namun sebagai tanaman

yang memiliki nilai sakralitas yang tinggi.

Kearifan Lokal di Desa Mida

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (lokal wisdom) terdiri dari dua

kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Menurut Echols dan Syadily, local

berarti setempat, sedangkan wisdom artinya kebijaksanaan. Secara umum maka

(7)

54 Agrilan : Jurnal Agribisnis Kepulauan

setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang

tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Sesuai dengan hasil penelitian, secara konseptual yang ditemui di

lapangan, terdapat beberapa jenis kearifan lokal yang masih dipegang oleh

masyarakat di Desa Mida sampai saat ini, diantaranya Ngam (Sasi), Sulu

(Lobi), Bo Ulan Tawei Suat (Pukul Sagu Di Bulan Puasa). Berikut adalah

penjelasan bentuk – bentuk pelaksanaan Kearifan di Desa Mida.

Ngam (Sasi)

Bentuk pelaksanaan Ngam (Sasi) di Desa Mida, dilakukan pada jenis

tanaman pertanian berupa pala, cengkeh dan kelapa. Karena ketiga jenis

komoditi ini merupakan jenis tanaman unggulan dan sumber mata pencaharian

serta sumber perdapatan utama bagi masyarakat di Desa Mida dalam memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk masa yang akan datang. Hal ini

disebabkan karena harga jual pala, cengkeh dan kelapa lebih tinggi

dibandingkan dengan komoditi lain seperti umbi-umbian dan sayuran.

Sedangkan untuk pelaksanaan Ngam (Sasi) laut dilakukan pada Lutu.

Lutu merupakan salah satu metode penangkapan ikan dengan cara

mengumpulkan bebatuan yang disusun berbentung huruf V dan diletakan di

bibir pantai pada saat air surut. Jenis Lutu yang dibuat oleh masyarakat dengan

ukuran idealnya panjang lutu dari kedua cabangnya berkisar antara 10 sampai

20 meter, ukuran lebar pada permukaan Lutu yang terbuka berkisar antara 10

sampai 25 meter. Karena persepsi masyarakat pada saat air pasang, ikan akan

bermain atau mencari makan di sela-sela batuan lutu, sehingga pada saat air

surut, ikan akan terjebak dalam lutu tersebut.

Hal ini membuat masyarakat lebih mudah menangkap ikan yang ada di

dalam lutu tersebut. Kegiatan masyarakat dalam penangkapan ikan

menggunkan lutu ini, biasanya dilakukan dipagi hari agar hasil tangkapan

ikannya bisa digunakan untuk konsumsi pada siang harinya. Bagi masyarakat

di Desa Mida, teknik penangkapan ikan dengan menggunanakan Lutu ini,

(8)

55

Volume 5 No. 1. Februari 2017

pada saat mereka menangkap ikan pada lutu, mereka pasti memperoleh ikan,

jika dibangdingkan dengan tanpa menggunakan Lutu, karena masyarakat harus

mencari ikan pada daerah laut yang dalam yang belum tentu menjamin hasil

tangkapan yang bisa dikonsumsi. Meskipun hasil penangkapan ikan

menggunakan Lutu ini, tidak dalam jumlah yang banyak, tetapi bisa menjamin

dan mencukupi kebutuhan mereka, terutama untuk makan siang Pada umumnya

hasil penangkapan ikan yang diperoleh tidak untuk dijual namun hanya untuk

kebutuhan konsumsi sehari-hari saja.

Gambar 1. Lutu

Sulu (Lobi)

Sulu merupakan aktivitas masyarakat dalam mencari ikan di malam hari

dengan menggunakan obor, hal ini disebakan karena Masyarakat berpersepsi

bahwa ikan akan tidur pada malam hari, sehingga mudah untuk ditangkap,

mengkipun hasil penangkapan ikan pada malam hari juga tidak memperoleh

hasil yang banyak tetapi bisa mencukupi kebutuhan konsumsi mereke di malam

hari. Karena pada umumnya kegiatan Sulu ini dilakukan oleh masyarakat di

malam hari dengan tujuan memperoleh ikan untuk dikonsumsi pada makan

(9)

56 Agrilan : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Bo Ulan Tawei Suat (Pukul Sagu Pada Bulan Puasa)

Kearifan lokal Bo Ulan Tawei Suat (Pukul Sagu Pada Bulan Puasa) ini

merupakan salah satu kearifan lokal di Desa Mida yang merupakan fokus dari

penelitian ini. Dalam pelaksanaannya, sebelum memasuki ibadah puasa pada

bulan ramadhan, masyarakat di Desa Mida berbondong menyiapkan berbagai

persiapan seperti menyiapkan bahan makananan sagu, membersihkan rumah,

serta lingkungan dan menanam berbagai jenis tanaman umur pendek berupa

sayur-sayuran, kacang-kacangan dan lainya, di pekarangan rumah ataupun di

kebun, serta menyiapkan bahan bakar seperti minyak tanah dan kayu bakar.

Kegiatan masyarakat dalam menyiapkan kebutuhan konsumsi, pembersihan

rumah, serta melakukan penanaman ini, hanya dilakukan pada saat menjelang

ibadah puasa, karena bagi masyarakat menyiapkan segala kebutuhan itu sangat

penting, terutama dalam menjalani ibadah puasa.

Hal ini akan membantu masyarakat mengurangi pengeluaran yang lebih

besar mengingat mereka tidak banyak yang bekerja sehingga tidak susah

memikirkan dan mencari kebutuhan tersebut karena semuanya sudah

dipersiapkan sejak awal. Dengan demikian dalam menjalani ibadah puasa pada

bulan ramadhan, masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya untuk

beribadah dan saling mengunjungi keluarga mereka. Kebiasaan masyarakat

dalam menyiapkan kebutuhan menjelang ibadah puasa ini merupakan upaya

pemenuhan kebutuhan hidup yang perlu dipertahankan karena bukan saja

dilakukan pada saat menjelang ibadah puasa tetapi akan lebih menguntungkan

apabila kegiatan tersebut dilakukan setiap saat dan sehingga hasilnya dapat

dijual.

Kearifan Lokal Bo Ulan Tawei Suat merupakan tradisi turun-temurun

yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat di Desa Mida, hal ini

disebakan karena sagu dimata masyarakat dianggap sebagai sosok putri gunung

atau seorang ibu yang selalu memberikan perlindungan dan kehidupan kepada

mereka. Sosok putri gunung atau seorang ibu yang selalu memberikan

perlidungan dan kehidupan yang dimaksud adalah sagu yang selalu

(10)

57

Volume 5 No. 1. Februari 2017

bertahan hidup, selain sagu memberikan kehidupan, sagu bagi masyarakat Desa

Mida juga memberikan perlindungan, seperti batang, daun, pelepa pohon sagu

yang bisa dimanfaatkan untuk membuat rumah, walang atau tempat berteduh

dan sebagai tempat perlindungan

Kegiatan masyarakat dalam melaksanakan kearifan lokal ini, ditandai

dengan aktivitas masyarakat dalam menyiapkan rumah tangga secara khusus

seperti membersihkan rumah, kayu bakar, membuat kue-kue sebagai persiapan

memasuki bulan puasa, terutama sagu sebagai bahan makanan dimakan.

Adapun persiapan secara umum yang dilakukan oleh masyarakat seperti

pembersihan jalan, air, masjid. Selain itu, untuk pengolahan sagu untuk

menyediakan sagu sebagai bahan makanan pokok menjelang ibadah puasa,

misalnya keluarga MR dibantu oleh keluarga AR dalam mengolah sagu milik

keluarga MR dan demikian juga sebaliknya keluarga AR dibantu oleh keluarga

MR untuk mengolah sagu milik MR. Kegiatan saling membantu ini sudah

menjadi kebiasaan masyarakat untuk saling membantu antara satu dengan yang

lainnya dan kegiatan saling membantu dalam mengolah sagu ini lebih banyak

dilakukan pada saat menjelang ibadah puasa, sedangkan untuk hari-hari biasa

juga dilakukan namun tidak sebanyak pada saat menjelang ibadah puasa.

Dalam pengolahan sagu masyarakat saling membantu dan bekerja secara

berkelompok dengan sistem bergilir, misalkan hari ini masyarakat membantu

salah satu keluarga untuk mengolah sagunya hingga selesai, besoknya giliran

keluarga lain yang dibantu. Keluarga yang dibantu tidak perlu mengeluarkan

biaya untuk membayar orang-orang yang membantu tetapi hanya dengan

menyiapakan sarapan pagi, makan siang dan snack sore, sedangkan untuk

pemilik mesin parut sagu, hanya diberikan lima buah tumang sebagai imbalan

karena menggunakan mesin parutnya. Kegiatan saling membantu menyiapkan

bahan makanan sagu sebagai stok menjelang bulan puasa ini, sudah dilakukan

seara turun-temurun hingga saat ini, sehingga kerukunan, kekeluargaan serta

(11)

58 Agrilan : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Mempertahankan Kearifan Local : Mengapa Harus Sagu?

Kearifan lokal Bo Ulan Tawei Suat yang secara turun-temurun terus

dilakukan oleh masyarakat Desa Mida dan sampai saat masih tetap

dipertahankan, karena merupakan wasiat orang tua bahwa sagu sebagai

makanan pokok tidak bisa ditinggalkan, hal ini disebabkan sagu bukan saja

sebagai makanan pokok di Desa Mida tetapi lebih dari itu merupakan warisan

leluhur yang perlu dilestarikan.

Berdasarkan informasi yang didapat di lapangan, hal ini sebabkan sagu

memiliki hubungan yang sakral atau filosofi tersendiri, yaitu sagu merupakan

identitas yang sudah melekat dalam kehidupan masyarakat sebagai makanan

pokok sejak dahulu kala, dan salah satu peristiwa sakral yang pernah ditemukan

adalah ditemukannya Papeda Menangis karena tidak habis dimakan lalu

dibuang, sehingga mulai saat itu, para leluhur berpesan kepada generasi

berikutnya untuk selalu mengkonsumsi sagu. Dengan demikian, sagu dijadikan

sebagai makanan pokok masyarakat, ada prinsip yang dipegang hingga saat ini,

belum kenyang kalau belum makan sagu. Adapun pola konsumsi masyarakat

dan pandangan sagu sebagai jati diri masyarakat di Desa Mida dapat terlihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 4. Pola konsumsi sagu di desa Mida

Jam Makan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa 1) kearifan

lokal Bo Ulan Tawei Suat merupakan tradisi turun-temurun yang terus di jaga

dilestarikan oleh masyarakat di Desa Mida, 2) sagu bagi masyarakat dipandang

(12)

59

Volume 5 No. 1. Februari 2017

(3) Sagu merupakan dasar atau makanan pokok bagi masyarakat Desa Mida yang

tidak bisa ditinggalkan.

Daftar Pustaka

Alfons, J.B. dan A. A. Rivae., 2011. “Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim”. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku.

Anonim, 2016.“Teknik Sampling Snowball Dalam Penelitian Lapangan”.

Repository.upi.edu/Diakses tanggal 07 2016.

Anonim, 2016 Metode Penelitian Lokasi Dan Waktu <research

dashboard.binus.ac.id>Diakses tanggal 07.2016).

Ardianto, B. 2006. “Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Prasarana Dasar Pemukiman yang Bertumpu pada Swadaya Masyarakat di Kota Magelang”. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.

Budiyanto. M. A. K., 2010. “Model Pembangunan Ketahanan Pangan Berbasis Pisang Melalui Nilai Kearifan Lokal”. UMM.

Goerge, N., 2008. “Keragaman Dan Potensi Dusung Berbasis Tanaman Salak (Salacca Var Amboimemsis Becc) Kabupaten Seram Bagian Barat”.

Gabriel, J. M., 2013. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Pola Konsumsi Pangan (Studi Kasus Pada Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon Provinsi Maluku”.

Hasibuan. U. 2012. “Analisis Of The Management Of Local Wisdom Lubuk

Larangan Of River Kaiti For Development Of Module Concept The

Inveromental Conversation in senior High Shcoll.University of Riau”.

Kelirey, B. U., 2010. “Dusung Dalam Perspektif Sosial Dan Ekonomi (Studi Kasus Desa Ondor, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur)”.

Louhenapessy, J.E, M, Luhukay, dan R.B. Riry, 2012. “Mari Belajar Mengenal Sagu”. Seri Pertama, C. V. Anugerah Sejati, Ambon.

Louhenapessy, J.E, M, Luhukay, dan R.B. Riry, 2012. “Mari Belajar Mengenal Sagu”. Kedua, C. V. Anugerah Sejati, Ambon.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur
Gambar 1. Lutu
Tabel 4. Pola konsumsi sagu di desa Mida

Referensi

Dokumen terkait