BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam menyelesaikan masalah yang terkait dengan kebijakan subsidi
menjadi polemik di masyarakat, terkait dengan bagaimana perhitungan subsidi dilaksanakan, berapa besaran yang perlu ditetapkan, siapa yang menjadi target
subsidi tersebut, dan apakah subsidi akan benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang menjadi target sasaran. Hal ini akan menjadi rumit ketika subsidi diterapkan pada komoditi yang vital bagi masyarakat seperti minyak tanah. Perbedaan harga
yang tajam antara minyak tanah yang bersubsidi dengan tidak bersubsidi dapat menimbulkan kerawanan penyimpangan yang berupa penyelewengan distribusi,
penimbunan dan bahan penyelundupan.
Penyuluhan atau sosialisasi merupakan jenis khusus pendidikan pemecahan masalah (problem solving) yang berorientasi pada tindakan, yang
mengajarkan sesuatu, mendemonstrasikan, dan memotivasi, tapi tidak melakukan pengaturan (regulating) dan juga tidak melaksanakan program yang non-edukatif
(Nasution, 1990:7).
Persoalan tersebut bertambah rumit ketika minyak mentah dunia naik melambung tinggi dan kenaikan tersebut diperkirakan rata-rata diatas US$100 per
barel. Kondisi ini jelas berdampak besar terhadap beban subsidi yang khususnya subsidi BBM dan listik. Dilain pihak, Pemerintah dituntut untuk melakukan
dimungkinkan dapat dilaksanakan Pemerintah untuk pengamanan APBN adalah
program hemat energi dan efisiensi di Pertamina dan PLN (Anggitto & Andie, 8 November 2007).
Berawal dari kondisi di atas, Pemerintah berusaha mengurangi subsidi yang tidak dapat sasaran misalnya program konversi minyak tanah ke LPG, dengan membagikan paket LPG 3 kilogram beserta isi, kompor, regulator dan
selang secara gratis kepada masyarakat yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Adapun target sasaranya adalah rumah tangga dengan ketentuan yaitu
ibu rumah tangga, pengguna minyak tanah murni, pengeluaran kurang dari 1,5 juta per bulan, dan penduduk legal setempat dan usaha mikro yaitu pengguna minyak tanah untuk bahan bakar memasak dalam usahanya.
Program tersebut pertama kali dilaksanakan pada pertengahan tahun 2007 di daerah Jakarta Timur dan dilanjutkan dengan daerah lain di Pulau Jawa,
Sumatera diperkirakan pada tahun 2008 ini baru bisa dilaksanakan. Program tersebut mengalami beberapa tantangan dan hambatan yang akhirnya tidak sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Target dari enam juta tabung yang akan
didistribusikan hanya terealisasi sebesar 3 .975.789 (6 6,26%) sampai akhir tahun 2007.
Sosailaisai yang yang merupakan senjata ampuh, namun dalam pelaksanaanya tidak efektif dan berjalan lambat. Disamping itu, resistensi masyarakat dengan penggalihan minyak tanah ke LPG ikut menyulitkan
pelaksanaanya. Dalam beberapa kasus banyak masyarakat menerima program tersebut ternyata bukan pengguna minyak tanah. Penentuan siapa yang berhak
hasil penemuan sementara menunjukkan bahwa pemberian tabung LPG 3
kilogram dan kompor tesebut diserahkan sepenuhnya oleh Ketua RT. Untuk mendistribusikan paket tersebut berdasarkan instusi dan nepotisme.
Sosialisasi dilakukan kepada ibu-ibu rumah tangga yang merupakan target program konversi minyak taban ke gas LPG. Ada pun sosialisai yang dilakukan oleh pihak Pertamina dengan mengunjuk konsultan setiap daerahnya.
Di dalam sosialisasi ini dilakukan 3 (tiga) tahapan yaitu pertama tahap pencacahan, dimana konsultan mesurvei masyarakat yaitu ibu-ibu rumah tangga
yang layak untuk menerima kompor gas gratis dengan memenuhi prasyarat yang telah ditentukan oleh Pertamina. Tahapa satu ini dilakukan dengan cara door to door. Tahap kedua yaitu pemebelajaran, yaitu ibu-ibu rumah tangga dikumpulkan
di suatu tempat misalnya kantor kelurahan untuk menerima pembelajaran menegenai program tersebut baik itu keuntungan menggunakan kompor gas dan
cara-cara penggunaanya. Tahap pembelajaran ini dilakukan juga kepada ibu-ibu rumah tangga secara langsung oleh konsultan yang telah di unjuk Pertamina. Konsultan dan petugas lingkungan berfungsi memberikan sosialisasi yang
meliputi cara penggunaan kompor gas LPG, kehematan yang diperoleh dengan mengunakan gas LPG dimana 1 liter minyak tanah sama dengan 0,57 kilogram
energi gas LPG, penggunaan gas LPG akan lebih efisien, bersih dan masakan akan lebih cepat masak. Kemudian terakhir pada tahap ketiga yaitu pembagian kompor gas, tabung gas dan regulator. Pada tahap ini ibu-ibu rumah tangga
Setelah membagikan kompor gas gratis sosialisasi dilanjutkan dimana
konsultan akan berada di wilayah tersebut kurang lebih 1 (satu) minggu untuk menerima keluhan-keluhan masyarakat. Keluhan-keluhan tersebut dapat berupa
pemahaman akan cara-cara penggunaanya dan keluhan akan infrastruktur yang diberikan secara gratis tersebut.
Konsultan yang di unjuk yaitu PT Surveyor Indonesia merupakan
konsultan yang menangani wilayah lokasi Kabupaten Deli Serdang dan Medan. Daerahnya Pancur Batu, Deli Tua, Namorambe, Kutalimbaru, Patumbak,
Sibolangit, Biru-biru, STM Hilir dan STM Hulu. Kemudian Medan Petisah, Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Sunggal dan Medan Baru.
Dengan adanya konversi minyak tanah ke LPG, terjadi penghematan 1
liter minyak tanah sama dengan 0,57 kilogram setara energi. dengan demikian besarnya rata-rata penghematan penggunaan energi Rp. 16,420 per bulan.
Besarnya penghematan yang terjadi dengan adanya program tersebut subsidi APBN P 2007 adalah Rp. 391 milyar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penghematan yang dilakukan oleh Pertamina sebesar Rp.277 milyar. Dengan
demikian, pelaksanaan program tersebut banyak mengalami hambatan, penggunaan LPG jelas mengurangi subsidi BBM. Namun demikian, program ini
tetap layak untuk dilanjutkan dengan memperbaiki sosialisasi dan penyiapan infrastruktur seperti peralatan tabung, kompor gas serta kemudahan untuk membeli dan mengisi ulang gas yang telah habis terpakai.
Mengingat beban subsidi yang semakin berat sebagai akibat tingginya harga minyak internasional yang telah melampaui US$ 80 per barel, maka sudah
ke LPG perlu dikembangkan ke daerah-daerah lain di Indonesia. Merubah
kebiasaan menggunakan kompor minyak tanah sejak turun temurun bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi hal ini menyangkut kebutuhan pokok. Kemudian
membeli minyak tanah dengan sistem eceran 1 atau 2 liter minyak tanah juga menjadi hambatan bagi rumah tangga untuk beralih ke LPG 3 kilogram. Namun, dengan perbaikan sosialisasi dengan melibatkan semua unsur masyarakat seperti
Pemda, Instansi Pemerintah, Wakil Rakyat dan LSM. Sosialisasi tersebut perlu disampaikan kepada masyarakat bahwa menggunakan gas LPG memiliki
kelebihan dibandingkan minyak tanah. Disamping itu, minyak tanah mempunyai porsi terbesar dibandingkan premium dan solar. Hasil survei BKF, Depkeu sangat besar dalam APBN. Oleh karena itu, subsidi yang tidak tepat sasaran dapat
dialihkan kepada subsidi yang tidak tepat sasaran dapat dialihkan kepada subsidi yang lebih bermanfaat seperti ketahanan pangan, pendidikan dan kesehatan.
Hal yang tidak kalah penting adalah sosialisasi kepada agen dan pangkalan minyak tanah yang selama ini mengandalkan usahanya dari penjualan minyak tanah. Mereka perlu diberikan bimbingan bagaimana untuk beralih kepada
penjualan LPG. Mengingat usaha tersebut juga menghidupi banyak orang, maka insentif dapat diberikan kepada distributor, agen atau pengecer gas LPG yang
telah beralih dari bisnis minyak tanah. Program konversi bukanlah milik Pertamina, namun program bersama yang bermanfaat bagi APBN dan pembangunan masyarakat.
peraturan pelaksanaan yang terlambat, tidak tertampungnaya anggaran pengadaan
sarana seperti kompor dan tabung, serta proses lelang yang tidak dapat memenuhi Keppes 80 tahun 2003. Selain itu faktor lain yaitu mengubah suatu kebudayaan
dalam penggunaan minyak tanah ke budaya menggunakan gas LPG. Kebudayaan tersebut dimana ketika menggunakan minyak tanah menggunakan pentilasi udara yang sedikit sedangkan menggunakan bahan bakar LPG harus memiliki pentilasi
udara yang banyak.
Sumatera Utara merupakan tahap berikutnya. Menjelang
dilaksanakannya konversi minyak tanah ke LPG di wilayah Sumut tahun 2009 ini, Pertamina Pemasaran Region I menyiapkan sekitar 217.000 tabung Elpiji 3 kg, 80.000 kompor satu tungku serta 60.000 aksesoris (selang, klem, regulator)
yang disimpan di gudang Depot LPG Tandem Binjai. Saat ini sekitar 190.000 tabung Elpiji 3 kg dan 230.000 kompor dan aksesorisnya sedang dalam
pengapalan dari Tanjung Priok, dan akan tiba dalam waktu dekat. Gudang di Depot LPG Tandem dan 4 SPPBE yang ada di Sumut dapat menampung lebih dari 800.000 tabung Elpiji 3 kg.
Pertamina Pemasaran Region I merencanakan menjalankan program pemerintah, dalam upaya penghematan energi melalui konversi minyak tanah ke
LPG tahun 2009. Direncanakan program ini akan dilaksanakan di 4 provinsi di Sumatera Bagian Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau.
Untuk wilayah Sumut, direncanakan akhir April proses survei tahap I mulai di Medan, Binjai, Langkat, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai. Program
keluarga di 12 kabupaten dan kota di Sumut hingga akhir 2009. Keduabelas
kabupaten/kota terdiri dari 7 kabupaten (Asahan, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Serdang Bedagai, Simalungun) dan 5 kota (Binjai, Medan,
Pematang Siantar, Tanjung Balai, dan Tebing Tinggi). (Batak Pos online, Jumat (3/4/2009). Adapun alasan penulis memilih wilayah Kecamatan Delitua dikarenakan Kecamatan Delitua merupakan wilayah tahap satu yang sudah selesai
dilaksanakan dan penulis cukup mengenal wilayah kecamatan Delitua.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti
lebih lanjut tentang sejauhmanakah efektifitas sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG kepada masyarakat dalam rangka mengubah keputusan penggunaan bahan bakar di Kecamatan Delitua (Kelurahan Delitua Timur, dan Kelurahan Delitua
Kota).
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Sejauhmanakah efektivitas sosialisasi program konversi minyak tanah ke LPG kepada ibu-ibu rumah tangga dalam rangka mengubah keputusan
I.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti menetapkan batasan masalah yang lebih
jelas dan spesifik mengenai hal-hal yang diteliti.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Penelitian bersifat korelasional yang menjelaskan hubungan antara
efektivitas sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG terhadap perubahan keputusan penggunaan bahan bakar.
b. Objek penelitian adalah ibu rumah tangga penerima konversi minyak tanah
ke LPG di Kecamatan Delitua (Kelurahan Delitua Timur, dan Kelurahan Delitua Kota).
c. Penelitian sosialisasi dilakukan pada tahap pemebelajaran dan penerimaan
keluhan dari ibu-ibu rumah tangga.
d. Penelitian dilakukan pada bulan November 2009.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui proses sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG yang
dilakukan oleh Pertamina.
b. Untuk mengetahui penerimaan informasi konversi minyak tanah ke gas di
c. Untuk mengetahui pengaruh sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG
terhadap perubahan keputusan penggunaan bahan bakar
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menguji pelbagai teori yang
digunakan untuk mengukur efektivitas sosialisasi.
b. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
penelitian serta menambah bahan referensi dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.
c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada
Pertamina dan pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini.
I.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari
sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1991:39-40).
Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi
dan Komunikasi Efektif, Komunikasi Penyuluhan, Agen-Agen Perubahan, Teori Adopsi Difusi Inovasi, Komunikasi Kelompok, dan Komunikasi Antar Pribadi.
5.1 Komunikasi dan Komunikasi Efektif
Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin
communicatio dan bersumber dari kata kommunis yang berarti “sama”, yakni
“sama makna” (lambang) (Ruslan, 2005:17).
Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan-pesan (message) dari pengirim pesan-pesan sebagai komunikator kepada penerima pesan-pesan sebagai komunikan yang bertujuan (feed back) untuk mencapai saling pengertian
(mutual understanding) antar kedua belah pihak. Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan/informasi kepada pihak komunikan, terlebih dahulu
memberikan makna dalma pesan-pesan tersebut (decode). Pesan tersebut ditangkap oleh komunikasi dan diberikan makna sesuai dengan konsep yang dimilikinya (encode) (Ruslan, 1999:69-70).
Menurut Gary Cronkhite dalam bukunya “Communication Awarness”, Cuming Publishing, Co. Inc. California, 1976 (Ruslan, 1999:86-87), ada empat
pendekatan atau asumsi pokok untuk memahami tentang komunikasi, yaitu: a. Komunikasi merupakan suatu proses (communication is a process).
b. Komunikasi adalah suatu pertukaran pesan (communication is message
transactive).
c. Komunikasi merupakan interaksi yang bersifat multi dimensi
• karakter komunikator (sources), Ditinjau dari komunikator, untuk
melaksanakan komunikasi efektif. Terdapat dua factor penting dari
komunikator, yakni
Kepercayaan pada komunikator (source credibility), hal ini meliputi (1) sifat bisa dipercayai si pengirim sebagai
sumber informasi, (2) intensi, (3) sikap hangat dan bersahabat, (4) predikat komunikator, (5) latar belakang
komunikator, (6) sikap dinamis yaitu proaktif, agresif dan empatik (Supratiknya, 1995:35).
Daya tarik komunikator (source attractiveness), hal ini meliputi kecakapan komunikator (Effendy, 2003:45).
• pesan (message) yang akan disampaikan, yaitu ditinjau dari pesan, pesan
yang dapat disampaikan ke komunikan yaitu (Supratiknya, 1995:36), yaitu: (1) menarik, (2) jelas dan ringkas, (3) lengkap dan mudah dipahami, (4) redundansi, (5) arti denotatif dan konotatif.
• media (channels or as tools) yang dipergunakan
• komunikasi (audience) yang akan menjadi sasarannya, dan • dampak (efect) yang ditimbulkan.
d. Komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan-tujuan atau
maksud ganda (communication is multi-purposeful).
Komunikasi efektif harus direncanakan dengan memperhatikan situasi, waktu, tempat, dan pendengarnya. Untuk membantu supaya komunikasi bisa
Empat hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan komunikasi (Rumanti,
2002 : 107) adalah sebagai berikut:
1. Bahwa publik kita itu manusia, jadi mereka tidak pernah bebas dari
berbagai pengaruh apa saja.
2. Manusia itu cenderung suka memperhatikan, membaca atau
mendengarkan pesan yang dirasakan sesuai dengan kebutuhan atau sikap
mereka.
3. Adanya berbagai media massa yang beragam memberikan efek yang
beragam pula bagi publiknya.
4. Media massa memberikan efek dengan variasi yang besar kepada publik
atau perseorangan maupun kelompok.
5.2 Komunikasi Penyuluhan
Pada hakikatnya penyuluhan adalah suatu kegiatan komunikasi. Proses yang dialami mereka yang disuluh sejak mengetahui, memahami, meniati, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan yang nyata, dalam suatu proses
komunikasi yang baik untuk tercapainya hasil penyuluhan yang baik. Seperti mana suatu komunikasi baru berhasil bila kedua belah pihak sama-sama siap
untuk itu, demikian pula dengan penyuluhan, suatu perencanaan yang matang, dan bukan dilakukan secara asal-asalan saja. Persiapan dan perencanaan inilah yang hendak dipenuhi dengan menyusun lebih dahulu suatu disain komunikasi
penyuluhan.
Secara harafiah, penyuluhan bersumber dari kata suluh yang berarti obor
dapat diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untuk memberi penerangan
ataupun penjelasan kepada yang disuluhi, agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai sesuatu masalah tertentu (Nasution, 1990:7).
Claar et al, (1984) membuat rumusan bahwa penyuluhan merupakan jenis khusus pendidikan pemecahan masalah (problem solving) yang berorientasi pada tindakan, yang mengajarkan sesuatu, mendemonstrasikan, dan memotivasi, tapi
tidak melakukan pengaturan (regulating) dan juga tidak melaksanakan program yang non-edukatif (Nasution, 1990:7).
5.3 Agen-Agen Perubahan
Agen perubahan (change agents) adalah sejumlah orang-orang yang
mempelopori, menggerakkan dan menyebarluaskan proses perubahan dalam usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat.
Rogers dan Shoemakers mengartikan agen perubahan sebagai professional yang mempengaruhi putusan inovasi klien menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan (Nasution, 1996:114). Sedangkan Havelock berpendapat agen
perubahan adalah seseorang yang membantu terlaksanya perubahan sosial atau suatu difusi inovasi yang berencana. Dengan kata lain, agen perubahan adalah
mereka yang sehari-hari bekerja sebagai perencana pembangunan hingga para petugas lapangan pertanian, pamong, guru, dan penyuluhan lainya.
Rogers dan Shoemaker menggariskan bahwa setidaknya ada tujuan tugas
utama agen perubahan dalam melaksanakan difusi inovasi, yakni:
3) Mendiagnosa permaslahan yang dihadapi oleh masyarakat 4) Menciptakan keinginan perubahan di kalangan klien
5) Menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan yang
nyata
6) Menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop-out
7) Mencapai suatu terminal hubungan.
5.4 Model Adopsi Difusi Inovasi
Adopsi adalah keputusan untuk mengunakan secara menyeluruh suatu inovasi. Keputusan dapat berubah arah setelah proses selanjutnya seperti discontinuance yaitu keputusan untuk menolak inovasi setelah mengadopsinya.
Penyebabnya adalah karena ketidakpuasn atas adanya ide baru tersebut. Namun penolakan juga dapat berubah menjadi adopsi. Perubahan ini biasanya terjadi pada
tahap konfirmasi.
Rogers mendefenisikan difusi sebagai proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara
para anggota suatu sistem sosial (the process overtime among the vation is communicated through certain channels overtime among the members of a social
system). Unsur-unsur difusi ide (Effendy, 2003:284) adalah:
1. Inovasi
2. Yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu 3. Dalam jangka waktu tertentu
Inovasi adalah suatu ide, karya, atau objek yang dianggap baru oleh
seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan para anggota suatu sistem sosial menentukan tingkat adopsi: (1) relative advantage (keuntungan relatif), (2)
compatibility (kesesuaian), (3) complexity (kerumitan), (4) trialability
(kemungkinan dicoba), (5) observability (kemungkinan diamati) (Ardianto, 2004:63)
Dalam penerimaan suatu inovasi, biasanya seseorang memalui sejumlah tahapan yang disebut tahap putusan inovasi (Nasution, 1996:113), yaitu:
1) Tahap Pengetahuan. Tahap dimana seseorang sadar, tahu, bahwa ada suatu
inovasi
2) Tahap Bujukan. Tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan, atau
sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi, apakah ia menyukainya atau tidak.
3) Tahap Putusan. Tahap dimana seseorang membuat putusan apakah
menerima atau menolak inovasi yang dimaksud.
4) Tahap Implementasi. Tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah
dibuatnya mengenai sesuatu inovasi.
5) Tahap pemastian. Tahap seseorang memastikan atau mengkomunikasikan
putusan yang telah diambilnya tersebut.
5.5 Komunikasi Kelompok
mempromosikan dagangannya, atau ibu-ibu di pasar secara bersama-sama sedang
megurumuni seorang pedagang sayur. Kelompok dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yakni kelompok kecil dan kelompok besar (Effendy, 2003:71)
Komunikasi kelompok (group communication) berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (Effendy, 2003:75).
Karakteristik proses komunikasi kelompok (Nasution,1989:27) yaitu: a) Komunikasi kelompok merupakan suatu proses sistematik
b) Komunikasi kelompok adalah bersifat kompleks c) Komunikasi kelompok adalah bersifat dinamik
Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit (komunikasi
kelompok kecil) dan bisa banyak (komunikasi kelompok besar). Jadi, pengkategorian kelompok kecil dan besar tergantung dari jumlah kelompok
pesertanya.
5.6 Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi dan komunikasi antar
pribadi merupakan jenis dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis dan memilki arus balik bersifat langsung (Liliweri, 1991:12).
Pendapat lain Barnlund bahwa komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antar dua orang, atau tiga atau empat orang yang
Kegiatan tatap muka merupakan hal utama di dalam komunikasi antar
pribadi. Dalam kegiatan tatap muka yang dilakukan antar pribadi dengan sesamanya merupakan suatu gerakan yang terus menerus dalam waktu dan ruang
sebagai wujud keberadaan dan hubungannya yang aktif dengan orang lain (Liliweri, 1991:71).
Di dalam komunikasi antar pribadi terdapat tujuh sifat (Liliweri,
1991:310) yaitu:
a. Melibatkan di dalamnya perilaku Verbal
nonverbal
• kinesik meliputi penampilan fisik, sikap tubuh dan cara berjalan,
ekspresi wajah, kontak mata. • proksemik meliputi jarak tubuh
• paralinguistic meliputi intonasi dan kecepatan berbicara.
b. Melibatkan pernyataan atau ungkapan yang spontan, scripted (tertulis),
dan contrived (dipersiapkan)
c. Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang dinamis
d. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi
(pernyataan yang satu harus berkaitan dengan yang lain sebelumnya) e. Dipandu dengan tata aturan yang bersifat intrinsic dan ekstrinsik
f. Menunjukkan adanya suatu tindakan g. Merupakan komunikasi yang persuasive
1. Opening
2. Feedforward
3. Business
4. Feedback
5. Closing
I.6 Kerangka Konsep
Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti,
yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social (Singarimbun,1995:33).
Konsep adalah generalisasi dan sekelompok fenomena yang sama. Sebagai hal yang umum konsep dibangun dari teori-teori yang digunakan untuk
menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti (Bungin, 2005:57).
Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai.
Perumusan kerangka konsep ini merupakan bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesis penelitian (Nawawi, 1991:40).
Agar konsep-konsep tersebut dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun variable yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikit:
1. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang
unsur lain (Nawawi, 1991: 56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
sosialisasi program konversi minyak tanah ke LPG. 2. Variabel Terikat (Y)
Variable terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 1991: 57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
perubahan keputusan penggunaan bahan bakar di kalangan ibu rumah tangga Kecamatan Delitua.
3. Variabel Antiseden (Z)
Variabel antara adalah sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol, atau tetapi dapat diperhitungkan pengaruhnya terhadap variabel bebas
(Nawawi, 1991: 58). Variabel antara berada di antara variabel bebas dan variable terikat, yang berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan
I.7 Model Teoritis
Model teoritis merupakan paradigma yang mentransformasikan permasalahan-permasalahan terkait antara satu dengan lainya. Variabel-variabel
yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep, dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut:
Gambar 1 Model Teoritis
I.8 Variabel Operasional
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di
atas, maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuain dalam penelitian. Adapun operasionalisasi variabel dalam penelitian ini,
yaitu sebagai berikut: Variabel Bebas (X) Sosialisasi Konversi
Minyak Tanah ke LPG
Variabel Terikat (Y) Perubahan Keputusan Penggunaan Bahan Bakar
Variabel Antiseden(Z)
Tabel 1. Variabel Operasional
Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel Bebas (X)
Sosialisasi Konversi Minyak Tanah ke LPG
a. Komunikator
source credibility
• sifat bisa dipercayai si pengirim sebagai
Jelas dan ringkas
Lengkap dan mudah dipahami
Redundansi
Arti denotatif dan konotatif
g. Jumlah peserta Variabel Terikat (Y)
Perubahan Keputusan Penggunaan Bahan Bakar
Trialability ( kemungkina
dicoba)
c. Pendidikan Terakhir d. Pekerjaan
I.9 Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi
operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995: 46).
Defenisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Bebas (Sosialisasi Konversi Minyak Tanah ke LPG)
a. Komunikator, yaitu seseorang yang menyampaikan pesan kepada
komunikan, dalam hal ini adalah konsultan yang diunjuk oleh
Pertamina..
source credibility, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh komunikator
• sifat bisa dipercayai si pengirim sebagai sumber informasi yaitu
tabiat yang dimiliki oleh konsultan untuk berbicara jujur kepada
ibu-ibu rumah tangga.
• Intensi yaitu kehebatan konsultan dalam menyampaikan
maksud/tujuan dari program konversi minyak tanah ke LPG.
• sikap hangat dan bersahabat, yaitu keadaan tidak kaku dan akrab
yang diciptakan oleh konsultan ketika menyampaikan sosialisasi kepada ibu-ibu rumah tangga .
• predikat komunikator, yaitu gelar atau cap yang dimiliki oleh
konsultan di mata masyarakat (ibu-ibu rumah tangga)
• latar belakang, yaitu asal-usul konsultan baik itu pendidikan atau
keahlian menyangkut pesan yang akan disampaikan mengenai
konversi minyak tanah ke gas.
• sikap dinamis yaitu kemampuan komunikator dalam menyesuaikan
diri dengan keadaan lingkungan ketika sosialisasi.
source attractiveness, yaitu daya tarik yang dimiliki komunikator. • kecakapan, yaitu kepandaian komunikator dalam mensosialisasikan
konversi minyak tanah ke gas dengan baik. b. Jenis pesan
III.. Verbal, merupakan jenis pesan dalam bentuk tulisan dan lisan. Menarik, yaitu isi pesan mengenai program konversi minyak tanah
Jelas dan ringkas, yaitu isi pesan mengenai program konversi minyak tanah ke gas terang dan tidak bertele-tele.
Lengkap dan mudah dipahami, yaitu isi pesan mengenai program konversi minyak tanah ke gas tidak kurang/tepat sehingga mudah untuk dimengerti.
Redundansi, yaitu pesan yang disampaikan dilakukan secara pengulangan oleh konsultan.
Arti denotatif dan konotatif yaitu pesan mengenai konversi minyak tanah ke gas memiliki makan Denotasi dimana pesan tersebut yang disampaikan memiliki makna sebenarnya, dan konotasi merupakan pesan yang disampaikan memiliki makna ganda.
2. Nonverbal Kinesik
• Penampilan fisik, yaitu kemampuan konsultan dalam menampilkan
diri seperti cara berpakaian yang baik dan rapi.
• Sikap tubuh dan cara berjalan, yaitu gerak tekstur tubuh konsultan
ketika mensosialisasikan program konversi minyak tanah ke gas
sesuai dengan pesan verbal.
• Ekspresi wajah, yaitu mimik muka/pengungkapan wajah konsultan
ketika sosialisasi.
• Kontak mata, yaitu pandangan fokus konsultan kepada ibu-ibu
• Jarak, yaitu ruang/sela antara konsultan dengan ibu-ibu rumah
tangga. Paralinguistik
• Intonasi dan kecepatan berbicara yaitu ketepatan tinggi rendahnya
nada dan gaya berbicara konsultan ketika sosialisasi.
c. Saluran, alat peraga yang digunakan konsultan ketika melakukan sosialisasi.
d. Proses komunikasi, yaitu proses yang dimaksudkan merupakan
tahapan-tahapan ketika mensosialisasikan konversi minyak tanah ke gas.
Opening, yaitu tahap pembuka sebelum konsultan menyampaikan
isi mengenai konversi minyak tanah ke gas.
Feedforward, tahap basa-basi sebelum konsultan menyampaikan
isi mengenai konversi minyak tanah ke gas.
Business, tahap inti/materi pesan dimana konsultan menyampaikan
materi pesan mengenai konversi minyak tanah ke gas.
Feedback, tahap respon/tanggapan yang diberikan oleh ibu-ibu
rumah tannga setelah menerima pesan konversi minyak tanah ke gas kepada konsultan.
Closing, tahap penutup setelah pesan konversi minyak tganah ke
gas selesai disampaikan oleh konsultan kepada ibu-ibu rumah tangga.
f. Suasana dalam berkomunikasi
Keadaan sekitar/lingkungan ketika sosialisasi dalam hal ini meliputi formal atau nonformal
g. Jumlah peserta, yaitu banyak peserta ketika menerima program
konversi minyak tanan ke gas.
2. Variabel Terikat (Perubahan Keputusan Penggunaan Bahan Bakar)
a. Kesadaran yaitu hal yang dirasakan/dialami oleh ibu-ibu rumah tangga
akan pentingnya program konversi minyak tanah ke gas LPG.
b. Tahap Bujukan/persuasi yaitu tahap dimana ibu-ibu rumah tangga
dirayu untuk mempertimbangkan, atau sedang membentuk sikap terhadap program konversi minyak tanah ke LPG yang telah
diketahuinya tadi, apakah ia menyukainya atau tidak.
Relative advantage (keuntungan relative), yaitu manfaat yang diperoleh ibu-ibu rumah tangga jika menerima program konversi minyak tanah ke gas.
Compatibility (kesesuaian), yaitu sosialisasi konversi minyak tanah ke gas serasi dengan nilai-nilai, sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkenalkan sebelumnya, kebutuhan selera, adat-istiadat, dan
sebagainya dari ibu-ibu rumah tangga.
Complexity (kerumitan), yaitu sosialisasi konversi minyak tanah ke gas dirasakan rumit. Pada umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat
Trialability ( kemungkina dicoba), yaitu bahwa program konversi minyak tanah ke gas akan lebih cepat diterima, bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran sebelum orang terlanjur menerimanya secara
menyeluruh. Ini adalah cerminan prinsip manusia yang selalu ingin menghindari suatu resiko yang besar dari perbuatannya sebelumnya “nasi menjadi bubur”.
Observability (kemungkinan diamati), yaitu jika program konversi
minyak tanah ke gas dapat disaksikan dengan mata, dapat terlihat
langsung hasilnya, maka orang akan lebih mudah untuk mempertimbangkan untuk menerimanya, ketimbang bila inovasi itu berupa sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat diwujudkan dalam
fikiran, atau hanya dapat dibayangkan
c. Tahap Putusan yaitu tahap dimana ibu rumah tangga membuat
putusan apakah menerima atau menolak program konversi minyak tanah ke gas yang dimaksud.
d. Tahap Implementasi yaitu tahap ibu rumah tangga melaksanakan
keputusan yang telah dibuatnya mengenai konversi minyak tanah ke gas tersebut.
e. Tahap pemastian yaitu tahap ibu rumah tangga memastikan atau
mengkomunikasikan putusan yaitu menolak atau menerima yang telah diambilnya tersebut.
3. Variabel Antara (Z) Karakteristik Responden
b. Usia
Tingkat umur ibu-ibu rumah tangga. c. Pendidikan Terakhir
Jenjang sekolah terakhir ibu-ibu rumah tangga. d. Pekerjaan
Kegiatan yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga sehari-hari.
I.10 Hipotesa
Hipotesa adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa
ditinggalkan karena merupakan instrument kerja dari teori (Singarimbun, 1995:43). Hipotesa adalah kesimpulan yang masih belum final, dlam arti masih harus dibuktikan atau diuji kebenarannya (Nawawi, 1991:44).
Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat hubungan antara sosialisasi konversi minyak tanah ke
LPG terhadap perubahan keputusan mengenai bahan bakar di Kecamatan Delitua (Kelurahan Delitua Timur dan Kelurahan Delitua Kota).
Ha : Terdapat hubungan antara sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG