• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FUNGSI RESPON SATU DIMENSI PADA CITRA PHANTOM BERBASIS AKRILIK HASIL PEMINDAIAN PESAWAT CT-SCAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FUNGSI RESPON SATU DIMENSI PADA CITRA PHANTOM BERBASIS AKRILIK HASIL PEMINDAIAN PESAWAT CT-SCAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS FUNGSI RESPON SATU DIMENSI PADA CITRA

PHANTOM BERBASIS AKRILIK HASIL PEMINDAIAN

PESAWAT CT-SCAN

Oleh :

Kurnia Krisnadi

NIM : 642012012

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

Program Studi Pendidikan Fisika

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

Jika kamu tidak mengejar apa yang kamu inginkan, maka kamu tidak

akan mendapatkanya. Jika kamu idak bertanya maka jawabanya adalah

tidak. Jika kamu tidak melangkah maju maka kamu akan tetap ditempat

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus karena kasih dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Analisis Fungsi Respon Satu Dimensi Pada Citra Phantom Berbasis Akrilik Hasil Pemindaian Pesawat Ct-Scan”.

Laporan penelitian ini disusun untuk tugas akhir dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Sarjana Sains di bidang fisika Universitas Kristen Satya Wacana serta untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan penulis. Penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang bersifat membangun ke arah penyempurnaan.

Berbagai bantuan telah penulis terima dalam proses pembuatan tugas akhir ini, baik secara langsung dan tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu, terkhusus :

1. Allah SWT yang sungguh baik, karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

2. Bapak Darso Sutopo dan Ibu Sumirah tercinta yang senantiasa mendukung baik secara moril dan materiil, mendoakan dan membimbing saya hingga saat ini. Adik-adik (Pandu, dan Andri).

3. Saudara-saudaraku yang membantu, mendoakan dan mendorong saya selama ini. 4. Bapak Nur Aji Wibowo, S.Si., M.Si selaku walistudi angkatan 2011.

5. Dr. Suryasatriya Trihandaru, M. Sc. Nat selaku pembimbing utama, dan Bapak Giner Maslebu, S. Pd., S. Si., M. Si selaku pembimbing pendamping satu, serta Ibu Siti Nur Endahyani, S. Si., FM selaku pembimbing dua.

6. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga yang telah memberikan ijin pengambilan data.

7. Laboran-laboran progdi fisika (mas Tri, mas Sigit, pak Tafip) yang senantiasa membantu selama penelitian.

8. Bapak Faik yang senantiasa sabar memberikan bimbingan untuk pengambilan data di RSUD Salatiga dan segenap staf Radiologi RSUD Salatiga.

9. Teman-teman Fisika dan Pendidikan Fisika 2012 (Amin, Anes, Cahya, Veni, mas Wahyu, Rosa, Risha, Inti, Nana, Wandi, dll) yang menjadi teman seperjuangan kuliah, teman main dan teman belajar.

10. Dan seluruh teman-teman FSM angkatan 2012.

11. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Salatiga, 23 Januari 2017

Penulis,

(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN iii

LEMBAR PERSETUJUAN AKSES iv

MOTTO v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI vii

BAB 1. PENDAHULUAN 1

LAMPIRAN 4

(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pada pasal 8 dikatakan bahwa “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan”. Salah satunya adalah informasi yang di dapat dari hasil citra pengolahan CT Scan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 1014 tentang Standar Pelayanan Radiologi

Diagnostic di Saran Pelayanan Kesehatan, CT Scan merupakan salah satu pelayanan radiologi

intervensional dengan menggunakan radiasi pengion (radiodiagnostik) (Kepmenkes RI No 1014).

Penggunaan radiasi ini dilakukan untuk melihat citra organ tubuh. Semakin tinggi dosis yang diterima

pasien, semakin sedikit noise yang muncul dan semakin mudah membedakan struktur dengan kontras

rendah dalam suatu organ (Goldman Lee, 2007).

CT Scan mempunyai proses pencitraan yang cukup kompleks, hal ini memungkinkan

terjadinya misaligment, kesalahan kalibrasi dan kegagalan fungsi sistem pembangkit dan deteksi

sinar-x (AAPM report 74, 2002). Selain itu citra hasil CT Scan memiliki kekurangan karena pada

umumnya citra hasil scanning, yang berupa citra digital aras keabuan mengalami penurunan kualitas

(terdegradrasi) yang disebabkan faktor-faktor luar (noise) dan peralatan medis yang digunakan

(Legget R, 2004).

Maka dari itu diperlukan protokol pengendalian mutu (Quality Control/QC) karena QC

merupakan hal paling mendasar untuk mendapatkan kualitas citra yang konsisten baik (Douglas

Pfeifer, -). Kualitas citra CT scan biasanya dinilai berdasarkan CT number, image noise, contrast to

noise ratio (CNR), uniformity of image and CT number, image artefacts, spatial resolution, serta

partial volume effect (IAEA No 19, 2012). Pada penulisan ini hanya akan mendalami mengenai

resolusi spatial. Secara umum mengukur kualitas citra dengan resolusi spatial dapat dilakukan melalui

image plane, slice thickness, dan sensitivity (AAPM Report 01, 1977).

Penentuan nilai resolusi spasial dapat dilakukan dengan metode modulation tranfer function

(MTF). MTF dapat diperoleh dari point spread function (PSF), line spread function (LSF), dan edge

spread function (ESF). Metode ini dapat menjelaskan ketelitian spasial suatu sistem pencitraan yang

mempertimbangkan aspek pengaburan (IAEA No 19, 2012; AAPM Report 01, 1977; AAPM Report

39, 1993; Andreas Staude, -). Proses pengaburan dari citra secara umum menggunakan PSF dari

sistem pencitraan kemudian ditambahkan hasil matematik yang disebut convolution (Bushberg T,

2002). Melalui proses convolution ini maka akan didapatkan fungsi respon (sigma/Ϭ) (Isabel Maria,

2004). Penelitian ini penting dilakukan karena kualitas citra akan mempengaruhi diagnosa sebuah

(9)

2

akurat. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menganalisis tentang fungsi respon satu dimensi untuk

mendapatkan nilai full width at half maximum (FWHM). Semakin kecil nilai FWHM-nya semakin

baik kualitas citra yang didapatkan (Bushberg T, 2002; Weirna Susanti, 2014; Hijarubja R, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa fungsi respon satu dimensi pada citra phantom untuk

(10)

3

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014/MENKES/SK/XII/2008 Tentang

Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik Di Sarana Pelayanan Kesehatan.

Goldman. Lee W., 2007, Principles Of CT:Radiation Dose And Image Quality, Jurnal Of Nuclesr

Medicine Technology.

America Association Of Physicsts In Medicine (AAPM), 2002, Quality Control In Diagnostic

Radiology , Report No 74.

Leggett, R, 2004, Automatic Segmentation Of Medical Image, -,.

Daouglas Pfeiffer, - QC in the ACR CTAP.

International Atomic Energy Agency (IAEA), 2012, Quality Assurance Programme For Computed

Tomography : Diagnostic And Therapy Aplication, IAEA Human Health Series No 19.

America Association Of Physicsts In Medicine (AAPM). Phantom For Performance Evaluation And

Quality Assurance Of CT Scanners. Report No 01. 1977.

America Association Of Physicsts In Medicine (AAPM). Specification And Acceptance Testing Of

Computed Tomgraphy Scanners. Report No 39. 1993.

J.E. Wilting , 1999, technical aspest of spiral CT. Netherlands, Medicamundi.

Andreas STAUDE, dkk., - , Determining the Spatial Resolution in Computed Tomography

Comparison of MTF and Line-Pair Structures, journal imternal symposium on digital

industry radiology and computed tomography.

Bushberg. T ., 2002 , The Essential Physics Of Medical Imaging, second edition, Philadelphia USA,

Lippincott Williams & Wilkins.

Isabel. Maria., 2004, Gaussian probability density function : properties and error characterization,

Portugal, -.

Baldwin. Philip., - , convolution, noise and filters, Department of Biochemistry The University of

Texas.

Chung. K. Moo, 2012, Gaussian kernel smoothing, - ,.

Weirna Yusanti, dkk., 2014, “Penetuan quality control (QC) resolusi spasial pada citra CT Scan

dengan metode line-spread function (LSF) dan point-spread function (PSF) menggunakan

phantom AAPM CT Performance”. Jurnal berkala fisika, ISSN : 1410-9662, Vol. 17, No. 2,

April 2014

(11)

4

(12)

5

ANALISIS FUNGSI RESPON SATU DIMENSI PADA CITRA PHANTOM BERBASIS

AKRILIK HASIL PEMINDAIAN PESAWAT CT-SCAN

Kurnia Krisnadi 1)*, Siti Nur Endahyani 2), Giner Maslebu 3), Suryasatriya Trihandaru 4)

1Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana

2Fisikawan Medis Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga

3Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana

4Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana

*koresponden penulis, Email: kurnia19krisnadi@gmail.com

ABSTRAK

Computed Tomography (CT Scan) merupakan salah satu modalitas perangkat sinar X yang digunakan

dalam radiologi diagnostik, sehingga sangat diperlukan Quality Control (QC). Penelitian ini mengkaji

tentang uji kualitas citra CT Scan dengan memperhatikan parameter resolusi spasial dan

menggunakan perhitungan citra digital menggunakan CT Scan 8 slice, dan phantom sederhana yang

dipindai dengan memberikan variasi slice thickness (tebal potongan irisan) 5 mm dan 10 mm.

Penentuan resolusi spasial diperoleh dari nilai Full Width At Half Maximum (FWHM) hasil nilai

fungsi respon (sigma) dengan metode convolution. Hasil penelitian menunjukkan ada variasi FWHM

hasil nilai fungsi respon untuk berbagai ukuran lubang akrilik, yaitu berkisar antara 1.2 mm sampai

2.4 mm. Hasil – hasil ini diperoleh pada slice thickness 5 mm dan 10 mm, kualitas citra paling baik

pada nilai FWHM paling kecil yaitu pada slice thickness 10 mm dengan diameter lubang 5 mm

sebesar 1.2 mm. Analisis fungsi respon satu dimensi pada citra phantom berhasil ketika proses

penentuan tebal potongan irisan tidak mengenai dua lubang phantom dengan diameter yang berbeda.

Kata kunci : CT Scan, Slice Thickness, Resolusi Spasial, Convolution, Fungsi Respon

PENDAHULUAN

Mengacu pada Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan Pada pasal 8 dikatakan bahwa “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk

tindakan dan pengobatan yang telah maupun

yang akan diterimanya dari tenaga

kesehatan”(1). Salah satunya adalah informasi yang di dapat dari hasil citra pengolahan CT

Scan.

CT Scan merupakan salah satu pelayanan

radiologi intervensional dengan menggunakan

radiasi pengion (radiodiagnostik) (2).

Penggunaan radiasi ini dilakukan untuk

(13)

6 dosis yang diterima pasien, semakin sedikit

noise yang muncul dan semakin mudah

membedakan struktur dengan kontras rendah

dalam suatu organ (3).

CT Scan mempunyai proses pencitraan yang

cukup kompleks, hal ini memungkinkan

terjadinya misaligment, kesalahan kalibrasi

dan kegagalan fungsi sistem pembangkit dan

deteksi sinar-x (4). Selain itu citra hasil CT

Scan memiliki kekurangan karena pada

umumnya citra hasil scanning, yang berupa

citra digital aras keabuan mengalami

penurunan kualitas (terdegradrasi) yang

disebabkan faktor-faktor luar (noise) dan

peralatan medis yang digunakan (5).

Maka dari itu diperlukan protokol

pengendalian mutu (Quality Control/QC)

karena QC merupakan hal paling mendasar

untuk mendapatkan kualitas citra yang

konsisten baik (6). Kualitas citra CT scan

biasanya dinilai berdasarkan CT number,

image noise, contrast to noise ratio (CNR),

uniformity of image and CT number, image

artefacts, spatial resolution, serta partial

volume effect (7). Pada penulisan ini hanya

akan mendalami mengenai resolusi spatial.

Secara umum mengukur kualitas citra dengan

resolusi spatial dapat dilakukan melalui image

plane, slice thickness, dan sensitivity (8).

Penentuan nilai resolusi spasial dapat

dilakukan dengan metode modulation tranfer

function (MTF). MTF dapat diperoleh dari

point spread function (PSF), line spread

function (LSF), dan edge spread function

(ESF). Metode ini dapat menjelaskan ketelitian

spasial suatu sistem pencitraan yang

mempertimbangkan aspek pengaburan

(7,8,9,11). Proses pengaburan dari citra secara

umum menggunakan PSF dari sistem

pencitraan kemudian ditambahkan hasil

matematik yang disebut convolution (12).

Melalui proses convolution ini maka akan

didapatkan fungsi respon (sigma/Ϭ) (13).

Penelitian ini penting dilakukan karena

kualitas citra akan mempengaruhi diagnosa

sebuah penyakit. Kualitas citra yang baik akan

memudahkan seorang dokter memberikan

diagnosa yang akurat. Oleh sebab itu,

penelitian ini akan menganalisis tentang fungsi

respon satu dimensi untuk mendapatkan nilai

full width at half maximum (FWHM). Semakin

kecil nilai FWHM-nya semakin baik kualitas

citra yang didapatkan (12,16,17).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

fungsi respon satu dimensi pada citra phantom

untuk mendapatkan nilai FWHM.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan menggunakan

phantom sederhana. Phantom terbuat dari

bahan akrilik dengan ukuran panjang 10 cm

dan lebar 10 cm serta ketebalan 2 cm,

berjumlah 8 buah. Masing masing phantom

memiliki lubang pada bagian tengah dengan

diameter lubang yang berbeda-beda, yaitu (5,

10, 15, 20, 25, 30, 35, 40) mm. Kemudian

dilakukan pemindaian phantom dengan variasi

slice thickness, yaitu dengan menggunakan

(14)

7 Umum Daerah Salatiga. Dengan masing

masing slice thickness 5 mm dan 10 mm.

Setelah mendapatkan citra phantom, langkah

berikutnya adalah menentukan nilai fungsi

respon. Fungsi respon dapat dilihat dengan

melakukan convolution dari citra yang

dihasilkan. Convolution merupakan tekhnik

penggaburan dengan menggunakan filter,

dimana secara teori convolution menggunakan

dua fungsi f(t) dan g(t) (14).

Sebelum melakukan convolution, langkah

pertama adalah dengan mengubah citra dicom

format 16 bit ke dalam 8 bit yang bertujuan

agar citra beraras keabuan dapat diubah

menjadi berwarna hitam putih. Dari citra yang

sudah berwarna hitam putih tersebut maka

akan dilihat profile image horizontal. Yang

sebelumnya harus ditentukan koordinat sentral

lubang atau centroid dari objek. Koordinat X

dan Y dari pusat diperoleh dengan

(X1,2=centroid1 ± boundingbox dan

Y1,2=centroid2). Tetapi kita akan mendapatkan

beberapa centroid, karena masih terlalu

banyak objek di dalam citra. Oleh sebab itu

objek-objek yang tidak penting harus dibuang

dengan imcomplement atau dibalik dari warna

putih menjadi hitam dan sebaliknya. Sehingga

muncul dua objek, yang pertama objek lubang

dan yang kedua adalah semua citra. Maka

objek yang kedua harus dibuang untuk

mendapatkan satu objek yaitu lubang citra

yang akan diolah.

Selanjutnya adalah proses convolution untuk

mendapatkan grafik yang sesuai dengan

profile image horizontal. Langkah ini dimulai

dengan mengasumsikan citra lubang memilki

bentuk grafik balok dengan jari-jari atau

diameter lubang yang sudah diketahui.

Kemudian membuat grafik fungsi convolution

yang sama dengan profile image horizontal

yang didapatkan dengan memasukkan nilai

sigma tetapi kita akan kesulitan mendapatkan

nilai sigma yang sesuai. Oleh sebab itu kita

harus menggunakan sebuah metode optimisasi

yang dapat memunculkan nilai (sigma) fungsi

respon secara otomatis. Nilai (sigma) fungsi

respon yang telah didapatkan akan digunakan

untuk mencari FWHM (15) :

2 2ln 2

FWHM

(3)

Dari nilai FWHM inilah informasi mengenai

citra tersebut dapat diketahui.

HASIL DAN ANALISA

Phantom dilakukan pemindaian sesuai dengan

protokol yang telah ada. Seluruh bagian

phantom dipindai dengan variasi slice

(15)

8

Gb 1. Hasil citra sebelum dilakukan pemindaian

phantom

Gambar 1 adalah citra awal sebelum dilakukan

pemindaian dengan variasi slice thickness

dengan posisi phantom tepat pada sentral

pesawat CT-Scan. Phantom terlihat dari sisi

samping.

(a) (b)

Gb 2. Hasil citra pemindaian phantom dengan

variasi (a) slice thickness 5 mm, (b) slice thickness

10 mm

Gambar 2 (a) adalah citra phantom

berdiameter lubang 5 mm dengan pemindaian

slice thickness 5 mm. Sedangkan gambar 2 (b)

adalah citra phantom berdiameter lubang 5

mm dengan pemindaian slice thickness 10

mm.

Berdasarkan citra phantom tersebut dilakukan

analisis fungsi respon, dan didapatkan hasil

yang disajikan pada gambar 3 dangambar 4.

-100 -5 0 5 10

Gb 3. Grafik fungsi respon dari citra berdiameter 5

mm dengan slice thickness 5 mm

Gb 4. Grafik fungsi respon dari citra berdiameter 5

mm dengan slice thickness 10 mm

intensitas citra. Fungsi respon menunjukkan

perbedaan untuk diameter lubang yang sama

namun slice thickness yang berbeda. Untuk

nilai FWHM pada setiap lubang yang berbeda

dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.

Table 1. Nilai sigma dan FWHM untuk variasi

(16)

9

Table 2. Nilai sigma dan FWHM untuk variasi

diameter lubang pada slice thickness 10 mm

slice thickness 10 mm

No. Jari - jari

thickness 5 mm, nilai FWHM yang didapatkan

tidak mengalami banyak perubahan. Masih

dalam rentang ± 1.195 sampai 1.347.

Sedangkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa

pada slice thickness 10 mm nilai FWHM pada

citra dengan diameter lubang 1, 2, 3, dan 4

melebihi nilai sewajarnya. Yaitu sebesar lebih

dari 1.493. Hal tersebut terjadi karena pada

proses penentuan tebal potongan irisan tepat

mengenai dua lubang phantom dengan

diameter yang berbeda. Sehingga proses

analisa fungsi respon satu dimensi belum

cukup untuk mendapatkan grafik yang sesuai.

Pada akhirnya citra dengan diameter lubang 1,

2, 3, dan 4 harus dilakukan proses rekonstruksi

yang lebih lanjut.

Pada tabel 1 dan 2 terlihat pula bahwa dengan

standar deviasi relatif yang didapatkan dengan

persamaan ;

100%

standar deviasi re if FWHM R

dari itu untuk mencapai standar deviasi relatif

yang disetujui oleh IAEA, yaitu sebesar 2 %

maka lubang phantom yang dibuat harus

sebesar ± 120 mm.

Hasil fungsi respon atau sigma yang

digunakan untuk mendapatkan nilai FWHM

sudah berhasil ketika proses penentuan tebal

potongan irisan tidak mengenai dua lubang

phantom dengan diameter yang berbeda. Nilai

FWHM terkecil didapat pada slice thickness

10 mm dengan diameter lubang 5 mm yaitu

1.182. Yang berarti kualitas citra paling baik

ada pada slice thickness 10 mm dengan

diameter lubang 5 mm. Karena kualitas citra

(intensitas dan kecerahan) akan semakin bagus

ketika nilai FWHM-nya semakin kecil.

Dimana nilai FWHM dapat digunakan untuk

mengukur sensitivity (small lesion detection)

(8), dan semakin kecil nilai FWHM-nya

semakin baik kualitas citra yang didapatkan

(12,16,17).

KESIMPULAN

1. Analisis fungsi respon satu dimensi pada

citra phantom berhasil ketika proses

(17)

10 mengenai dua lubang phantom dengan

diameter yang berbeda.

2. Nilai FWHM paling kecil terdapat pada

slice thickness 10 mm dengan diameter

lubang 0.5 cm yaitu 1.182.

REKOMENDASI

Untuk penelitian selanjutnya, analisis fungsi

respon satu dimensi bisa dikembangkan

dengan dua dimensi. Dan beberapa citra yang

terpengaruh dari dua lubang diameter yang

berbeda dapat dilakukan rekonstuksi citra

menggunakan deconvolution.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Allah SWT, Rumah Sakit

Umum Daerah Salatiga yang telah

memberikan ijin pengambilan data, dan

seluruh pihak yang ikut serta dalam penelitian

ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan.

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

1014/MENKES/SK/XII/2008 Tentang

Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik

Di Sarana Pelayanan Kesehatan.

3. Goldman. Lee W., 2007, Principles Of

CT:Radiation Dose And Image Quality,

Jurnal Of Nuclesr Medicine Technology.

4. America Association Of Physicsts In

Medicine (AAPM), 2002, Quality Control

In Diagnostic Radiology , Report No 74.

5. Leggett, R, 2004, Automatic Segmentation

Of Medical Image, -,.

6. Daouglas Pfeiffer, - QC in the ACR CTAP.

7. International Atomic Energy Agency

(IAEA), 2012, Quality Assurance

Programme For Computed Tomography :

Diagnostic And Therapy Aplication, IAEA

Human Health Series No 19.

8. America Association Of Physicsts In

Medicine (AAPM). Phantom For

Performance Evaluation And Quality

Assurance Of CT Scanners. Report No 01.

1977.

9. America Association Of Physicsts In

Medicine (AAPM). Specification And

Acceptance Testing Of Computed

Tomgraphy Scanners. Report No 39. 1993.

10. J.E. Wilting , 1999, technical aspest of

spiral CT. Netherlands, Medicamundi.

11. Andreas STAUDE, dkk., - , Determining

the Spatial Resolution in Computed

Tomography – Comparison of MTF and

Line-Pair Structures, journal imternal

symposium on digital industry radiology

and computed tomography.

12. Bushberg. T ., 2002 , The Essential

Physics Of Medical Imaging, second

edition, Philadelphia USA, Lippincott

Williams & Wilkins.

13. Isabel. Maria., 2004, Gaussian probability

density function : properties and error

characterization, Portugal, -.

14. Baldwin. Philip., - , convolution, noise and

filters, Department of Biochemistry The

University of Texas.

15. Chung. K. Moo, 2012, Gaussian kernel

(18)

11 16. Weirna Yusanti, dkk., 2014, “Penetuan

quality control (QC) resolusi spasial pada

citra CT Scan dengan metode line-spread

function (LSF) dan point-spread function

(PSF) menggunakan phantom AAPM CT

Performance”. Jurnal berkala fisika, ISSN

: 1410-9662, Vol. 17, No. 2, April 2014

17. Hijarrubja. Rollano, 2007, “improving the

Gambar

Table 1. Nilai sigma dan FWHM untuk variasi
Table 2. Nilai sigma dan FWHM untuk variasi

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini menganalisa situasi terkini mengenai kemandirian pangan Indonesia dalam gejolak meroketnya harga pangan dunia yang dipicu oleh kenaikan harga minyak

Saya yakin selama masih punya akal sehat pasti bisa menyelesaikan kesulitan yang saya hadapi” (CHW:SS;1;102;29). Subyek ketiga dalam menghadapi kesulitannya

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian adalah Buku Pop-up Tata Cara dan Manfaat Gerakan Shalat untuk anak usia sekolah dasar di Rumah Belajar Indonesia

Terkait dengan perihal produk pada atraksi yang ada Taman Wisata Air Panas Guci,. berdasar pada teori ekonomi bisa saja dilakukan upaya pengembangan

Pembuatan telur asin cara pemeraman, dilakukan dengan membungkus telur menggunakan adonan dan kemudian memeramnya selama 7-10 hari. Setelah proses pemeraman dianggap

Tujuan yang ingin dicapai dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah untuk membuat sebuah sistem pakar untuk menghasilkan program latihan dan rasio makronutrisi berbasis

Dalam pengelompokan ensembel ROCK pada pembentukan final cluster menggunakan metode yang sama dengan pengelompokan data kategorik yaitu metode ROCK sedangkan pengelompokan

Loyalitas dapat tercipta jika perusahaan mampu memuaskan pelanggan, sedangkan bauran pemasaran adalah strategi yang terdiri dari kombinasi beberapa elemen, yang digunakan