HUBUNGAN KEBUTUHAN
MASLOW
DENGAN KEPUASAN
PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN
DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG
Lidwina Triastuti L.*, Elizabeth Ari Setyarini**, Yustina Nay***
ABSTRAK
Kebutuhan Maslow merupakan kebutuhan dasar yang pemenuhannya secara berjenjang terdiri dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosialisasi, harga diri dan aktualisasi diri. Kepuasan merupakan perasaan senang, lega, gembira, kenyang karena sudah terpenuhi hasrat hatinya. Latar belakang pada penelitian ini adalah peneliti mewawancarai 13 perawat dan 13 perawat mengatakan lembar asuhan keperawatan yang disediakan rumah sakit terlalu banyak yang harus dilengkapi, tidak ada pelatihan pendokumentasian asuhan keperawatan, tidak diberi penghargaan apabila mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan lengkap, 5 perawat mengatakan takut ditegur kepala bagian apabila tidak melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan lengkap. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan desain deskriptif korelasi dan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 109 perawat dan teknik yang digunakan adalah non probability sampling dengan menggunakan sampling jenuh. Instrumen penelitian berupa kuesioner sebanyak 35 pernyataan. Hasil penelitian didapatkan tidak ada
hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan, dengan nilai p = 0,105 (> 0,05). Disarankan kepada Rumah Sakit Santo Yusup Bandung untuk mengadakan program pelatihan pendokumentasian asuhan keperawatan secara berkala.
Kata kunci: kebutuhan Maslow, kepuasan
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang. Upaya pemerintah untuk mendukung hal tersebut adalah dengan menyediakan instansi kesehatan yaitu rumah sakit (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit). WHO (World Health
Organization) mengartikan rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit
(preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit adalah institusi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan perorangan
secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009).
Pelayanan rawat inap merupakan salah satu unit di rumah sakit yang
memberikan pelayanan secara
komprehensif untuk membantu
menyelesaikan masalah yang dialami oleh pasien (Nursalam, 2011), sedangkan menurut Muninjaya (2011), rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan, keperawatan dan rehabilitasi medik. Pelayanan kesehatan di ruang rawat inap
merupakan bentuk pelayanan yang
multi disiplin, salah satunya adalah perawat (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2005).
Perawat adalah seseorang yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan asuhan keperawatan (Sumijatun, 2010). Peran
perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan salah satunya adalah
memperhatikan kebutuhan dasar manusia menggunakan proses keperawatan untuk menentukan diagnosa keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembanganannya (Hidayat, 2009). Setiap perawat yang melakukan proses keperawatan harus mendokumentasikannya pada format yang disediakan rumah sakit (Hidayat, 2011).
Pencatatan atau pendokumentasian merupakan suatu tindakan legal. Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2007)
mengartikan legal adalah sesuatu yang dianggap sah oleh hukum atau undang-undang. Pendokumentasian keperawatan
berkaitan dengan hukum karena
mengandung informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat, mulai dari pengkajian hingga evaluasi yang nantinya dapat digunakan sebagai barang bukti di pengadilan (Dinarti, 2009). Perawat berkewajiban mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai standar menurut Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2014
Pasal 37. Standar dokumentasi
keperawatan dibuat untuk mengukur
kualitas dan kuantitas dokumentasi yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
memberikan tindakan keperawatan
(Nursalam, 2011).
Kualitas dan kuantitas dokumentasi dilihat berdasarkan kelengkapan dan keakuratan data kesehatan klien serta dapat digunakan sebagai alat komunikasi antar
perawat, sebagai pedoman dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Selain itu, dokumentasi keperawatan digunakan sebagai acuan pertimbangan dalam pembiayaan bagi klien, referensi pembelajaran bagi peserta didik dan sebagai bahan atau objek penelitian (Nursalam, 2011). Dokumentasi juga memiliki peran sebagai tempat informasi mengenai tindakan-tindakan yang telah diberikan perawat kepada klien (Asmadi, 2008).
Pelaksanaan pendokumentasian
asuhan keperawatan belum optimal,
penyebabnya adalah tidak cukupnya waktu
untuk melakukan pendokumentasian,
faktor staf keperawatan yang malas mencatat dan tingginya aktivitas perawat (Dawn dalam Deswani, 2009). Hasil riset Uduk (2008) menunjukkan bahwa mutu asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat di ruang rawat inap RSUD Atambua belum mencapai standar asuhan
keperawatan Depkes RI, rata-rata
pencapaian baru 48,22%. Hasil penelitian Waruna (2003) menyatakan bahwa masih
ditemukan 31,8% perawat tidak
mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan baik dan benar. Penelitian yang dilakukan oleh Berthiana (2012) juga menunjukan bahwa ketepatan pengisian dokumentasi keperawatan belum optimal. Hal ini dikarenakan hanya 30% kategori baik, 53,3% kategori cukup baik dan 16,7% kurang baik. Akibatnya dapat memberikan dampak yang merugikan. Mutu pendokumentasian menurun dan
mengundang permasalahan hukum
melakukan kelalaian atau kesalahan yang memberikan kerugian bagi pasien (Dinarti, 2009).
Kelengkapan pendokumentasian
asuhan keperawatan sangat dipengaruhi oleh adanya motivasi dari perawat.
Motivasi terbentuk karena adanya
kebutuhan (Saydan dalam Sayuti, 2007). Maslow mengembangkan teori hierarki kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosialisasi, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Maslow menyatakan bahwa kelima kebutuhan tersebut berlaku secara hierarkis, artinya pemenuhan berawal dari tingkatan yang paling bawah, yaitu kebutuhan fisiologis hingga kebutuhan yang paling tinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri (Sule dan Saefullah, 2010).
Kepuasan kerja karyawan
bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya, semakin besar kebutuhan karyawan terpenuhi semakin puas pula karyawan tersebut. Begitu pula sebaliknya,
apabila kebutuhan karyawan tidak
terpenuhi karyawan itu merasa tidak puas (Mangkunegara, 2005). Pernyataan ini didukung oleh penelitian Hamsyah (2004), menyatakan bahwa suasana kerja perawat mempengaruhi kepuasan kerja perawat. Faktor suasana kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu faktor standar pelaksanaan pekerjaan, faktor penghargaan dan faktor keterbukaan.
Model pemberian asuhan
keperawatan yang digunakan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup adalah Metode TIM di mana semua
perawat berhak mendokumentasikan
asuhan keperawatan. Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan salah satu
dimensi penilaian KPI, jika perawat
mampu mendokumentasikan asuhan
keperawatan dengan lengkap sesuai target yang ditentukan di setiap ruangan maka nilai KPI perawat meningkat sehingga mempengaruhi pemberian insentif yang diberikan setiap 6 bulan. Pemberian insentif dapat memacu perawat dalam
melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan. Hal ini didukung oleh
penelitian Rahman (2013), bahwa
pemberian insentif memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Alur pergantian format asuhan keperawatan dimulai dari Tim Akreditasi yang memberikan masukan ke Tim Format mengenai format yang harus dibuat kemudian Tim Format membuat dan memperbanyak format tersebut, setelah itu disosialisasikan ke setiap ruang rawat inap dan diuji coba, apabila ada kekurangan dari format tersebut setiap perawat berhak memberikan masukan yang nantinya dianalisa oleh TIM Format dan mencetak format yang baku.
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Ruang Lukas, Fatima, Maria, Yasinta dan Cosmas pada tanggal 24 dan 26 Januari 2015, mengatakan fungsi supervisi sudah dijalankan dengan cara saat briefing kepala bagian selalu mengingatkan perawat untuk melengkapi asuhan keperawatan, tidak ada pelatihan khusus untuk pendokumentasian asuhan keperawatan tetapi hanya dilakukan sosialisasi jika ada perubahan format
asuhan keperawatan. Pelaksanaan
tindakan keperawatan tidak didokumentasikan dan rentang waktu antara satu tindakan dengan tindakan lain terlalu panjang.
Hasil observasi peneliti terhadap rekam medis pasien pulang Ruang Lukas, Fatima, Maria, Yasinta dan Cosmas peneliti mendapatkan 3 rekam medis bagian pengkajian, diagnosa dan intervensi tidak terisi, 1 rekam medis tidak terisi pola kebiasaan, 2 rekam medis bagian PQRST Keperawatan 6 Oktober 2014 diperoleh data yaitu pendokumentasian tindakan di
Ruang Lukas masih 36,3% dan
pendokumentasian pengkajian di Ruang Cosmas masih 52,5%. Hasil observasi 20
rekam medis yang seharusnya
dikembalikan 1 hari setelah pasien pulang masih ditemukan 3 rekam medis Ruang Maria, 5 rekam medis Ruang Cosmas, 5 rekam medis Ruang Fatima dan 5 rekam medis Ruang Lukas yang dikembalikan lebih dari 1 hari setelah pasien pulang.
Hasil wawancara dengan 13
perawat di Ruang Lukas, Fatima, Maria, Yasinta dan Cosmas diperoleh data bahwa 13 perawat mengatakan saat breafing
kepala bagian selalu mengingatkan
perawat untuk melengkapi asuhan
keperawatan, pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan belum dilakukan secara optimal di mana kesibukan di ruangan menjadi salah satu
kendala membuat perawat tidak
mendokumentasikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam, lembar asuhan keperawatan yang disediakan rumah sakit terlalu banyak yang harus dilengkapi sehingga membutuhkan waktu yang lama
untuk melakukan pendokumentasian, tidak ada pelatihan pendokumentasian asuhan keperawatan, tidak diberi pengahargaan
apabila mendokumentasikan asuhan
keperawatan dengan lengkap, 5 perawat mengatakan takut ditegur kepala bagian
apabila tidak melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan dengan lengkap.
Hasil dari data di atas membuat peneliti tertarik untuk mengetahui mengenai hubungan kebutuhan Maslow
dengan kepuasan perawat dalam
melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung.
TUJUAN
Mengidentifikasi hubungan
kebutuhan Maslow dengan kepuasan
perawat dalam melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung.
METODE
Penelitian ini menggunakan
penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelasional melalui pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang
digunakan adalah Non Probability
Sampling yaitu sampling jenuh dengan
sampel sebanyak 116 perawat. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner untuk mengumpulkan data kebutuhan Maslow dan kepuasan perawat. Analisa data yaitu analisa univariat dan bivariat.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil sebagai berikut:
Distribusi frekuensi responden
Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109)
Tabel 4.1 menunjukan hasil bahwa sebagian perawat (56%), yaitu 61 perawat berusia 21-30 tahun.
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan jenis kelamin pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109)
Jenis Kelamin
Frekuensi %
Laki-laki 10 9,2
Perempuan 99 90,8
Total 109 100
Tabel 4.2 menunjukan hasil bahwa hampir seluruh perawat (90,8%), yaitu 99 perawat berjenis kelamin perempuan.
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan pendidikan pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109)
Pendidikan Frekuensi %
SPK/SPR/SPKC 7 6,4
DIII 101 92,7
Sarjana (S1/S2) 1 0,9
Total 109 100
Tabel 4.3 menunjukan hasil bahwa hampir seluruh perawat (92,7%), yaitu 101 perawat lulusan DIII.
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan lama kerja pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109)
Lama kerja Frekuensi %
< 6 tahun 47 43,1
6-10 tahun 27 24,8
>10 tahun 35 32,1
Total 109 100
Tabel 4.4 menunjukan hasil bahwa sebagian perawat (43,1%), yaitu 47 perawat memiliki lama kerja < 6 tahun.
Hasil Univariat
Kebutuhan Maslow
Distribusi frekuensi kebutuhan Maslow pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109)
Kabutuhan Maslow
Frekuensi %
Tidak terpenuhi 48 44
Terpenuhi 61 56
Total 109 100
Tabel 4.5 menunjukan hasil bahwa sebagian perawat (56%), yaitu 61 perawat
mengatakan kebutuhan Maslow dalam
melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan terpenuhi.
Kepuasan
Distribusi frekuensi kepuasan pada
perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109)
Usia Frekuensi %
21-30 tahun 61 56
31-40 tahun 41 37,6
41-50 tahun 5 4,6
51-60 tahun 2 1,8
Kepuasan Frekuensi % perawat merasa puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan.
Hasil Bivariat
Hubungan Kebutuhan Maslow dengan Kepuasan Perawat dalam Melaksanakan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, Juni 2015 (n=109)
Kebutuhan terdapat sebagian perawat (50%), yaitu 24 perawat yang kebutuhan Maslownya tidak
terpenuhi merasa puas dalam
mendokumentasikan asuhan keperawatan. Terdapat sebagian besar perawat (67,2%),
yaitu 41 perawat yang kebutuhan
Maslownya terpenuhi merasa puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0,105 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan kebutuhan Maslow dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung.
PEMBAHASAN
Analisa Univarit
Kebutuhan Maslow
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan manusia untuk mencapai kesejahteraan. Kebutuhan dasar manusia
merupakan hal-hal yang dibutuhkan
manusia dalam mempertahankan
keseimbangan fisiologis maupun
psikologis yang bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Potter dan Perry, 2005). Kebutuhan menurut Abraham Maslow merupakan bentuk kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya secara berjenjang dimulai dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosialisasi, harga diri dan aktualisasi diri (Notoatmodjo, 2010).
Kebutuhan fisiologis akan
terpenuhi dalam sebuah perusahaan
manakala tenaga kerja atau individu mendapatkan upah minimum yang mereka kehendaki, lingkungan pekerjaan yang nyaman, dan lokasi yang bersih dari polusi. Kebutuhan keamanan bukan hanya sekedar untuk merasa aman dari berbagai gangguan fisik maupun mental, tetapi juga perasaan aman akan ketidakpastian di masa yang akan datang yaitu rencana pasca pensiun dari pekerjaan, tunjangan di hari tua. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersosialisasi dengan orang lain dapat
diwujudkan melalui keikutsertaan
seseorang dalam suatu organisasi atau
perkumpulan-perkumpulan tertentu.
Kebutuhan harga diri adalah kebutuhan untuk dianggap berharga oleh diri sendiri dan orang lain (Sule dan Saefullah, 2010). Kebutuhan aktualisasi diri muncul setelah
semua kebutuhan dasar terpenuhi,
seluruh bakat-kemampuan, potensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu (Notoatmodjo, 2010).
Hasil penelitian menunjukan
bahwa dari 109 perawat yang menjadi responden penelitian, berdasarkan analisis kuesioner sebagian perawat (56%), yaitu
61 perawat menyatakan kebutuhan
Maslownya dalam melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan terpenuhi dalam hal kebutuhan aktualisasi
diri di mana perawat mampu
menyelesaikan semua tugas
pendokumentasian dan pelayanan
keperawatan langsung kepada pasien secara bersamaan sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) serta perawat tetap mendokumentasikan asuhan keperawatan dalam kondisi apapun.
Selaras dengan pernyataan Potter dan Perry (2005) bahwa manusia yang teraktualisasi dirinya memiliki kepribadian multidimensi yang matang. Mereka sering mampu menyelesaikan tugas yang banyak
dan mereka mencapai pemenuhan
kepuasan dengan baik. Mereka tidak bergantung secara penuh pada opini orang lain mengenai penampilan, kualitas kerja dan penyelesaian masalah, walaupun
mereka mengalami kegagalan dan
keraguan, mereka secara umum
menghadapi secara realisitis. Hal ini dipertegas oleh jurnal yang ditulis oleh
Oktaful Ghofur (2006) yang berjudul “Konsep Aktualisasi Diri Abraham H.
Maslow dan Korelasinya dalam
Membentuk Kepribadian”, mengatakan bahwa orang yang mengaktualisasikan diri berorientasi pada masalah-masalah yang melampui kebutuhan mereka. Mereka hidup untuk bekerja dan bukan bekerja untuk hidup. Segala perilaku, pikiran, gagasan terpusat pada persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, bukan persoalan yang bersifat egois.
Sebagian perawat (56%), yaitu 61
perawat juga menyatakan kebutuhan
Maslownya dalam melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan terpenuhi dalam hal kebutuhan sosialisasi di mana perawat merasa dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi pendokumentasian asuhan keperawatan dan diikutsertakan
memberikan pendapat dalam proses
perbaikan format asuhan keperawatan. Setiap karyawan merasa senang jika diikutsertakan dalam berbagai kegiatan perusahaan dan organisasi. Keikutsertaan mereka mencapai tujuan-tujuan organisasi bukan hanya dalam bentuk fisik atau kegiatan saja, tetapi juga dalam bentuk
pendapat, ide atau saran-saran.
Pengikutsertaan seseorang dalam proses pengambilan keputusan terutama yang
menyangkut pekerjaannya mempunyai
dampak psikologis. Artinya apabila seseorang dilibatkan dalam menentukan hal-hal yang menyangkut dirinya, ia merasa bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan sendiri sehingga ia mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam melaksanakan keputusan yang diambil (Siagian, 2010).
ini dikarenakan masih ada perawat yang
belum menyadari bahwa
pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan tanggung jawab mereka dan menyatakan pendokumnetasian asuhan
keperawatan yang lengkap tidak
mempengaruhi insentif yang diterima. Hal ini dinyatakan juga dalam penelitian Nuraeni, dkk (2014) bahwa sebagian besar (70%), yaitu 21 perawat menyatakan bahwa reward yang dirasakan kurang
mendukung terhadap pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan. Berdasarkan format Key Performance Indicators (KPI) yang dibuat oleh bagian SDM atas permintaan Kepala Bagian sistem pemberian insentif di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung tidak hanya
dipengaruhi oleh pendokumentasian
asuhan keperawatan yang lengkap tetapi juga dipengaruhi oleh kepuasan keluarga dan pasien dilihat melalui komplain yang ditujukan kepada perawat, kepuasan rekan
dinas terhadap yang bersangkutan,
kesediaan dinas, kerjasama dalam tim, penampilan, aktif dan mendukung kegiatan rumah sakit serta bagian.
Kepuasan
Kolter, 1994 dalam Tjiptono
(2007) mengungkapkan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan
dengan harapannya sehingga dapat
dinyatakan bahwa setiap harapan dan
kinerja yang dirasakan merupakan
komponen pokok kepuasan konsumen atau pelanggan. Faktor kepuasan diukur melalui
5 dimensi yaitu responsiveness
(ketanggapan), reliability (kehandalan),
empathy (empati), assurance (jaminan)
dan tangible (bukti langsung) (Rangkuti, 2006).
Anjaryani (2009), mengatakan responsiveness (ketanggapan) merupakan keinginan dari petugas dalam menolong semua pelanggan serta berkeinginan
melaksanakan pemberian pelayanan
dengan tanggap. Reliability (kehandalan) adalah kemampuan memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan. Dimensi
emphaty (empati) merefleksikan
kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaan pelanggan sebagaimana jika seseorang itu mengalaminya. Dimensi
assurance (jaminan) mencakup
pengetahuan, kesopanan dan kemampuan untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi tangible (bukti langsung) meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan karyawan dan sarana
komunikasi, kebersihan (kesehatan), ruangan teratur dan rapi, berpakaian rapi dan harmonis serta penampilan karyawan (Rangkuti, 2006).
Pelayanan keperawatan merupakan kunci pokok keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit karena tenaga perawat secara langsung berhadapan dan memberikan pelayanan kepada pasien. Ketika perawat memperoleh kepuasan dalam bekerja maka perawat berusaha semaksimal mungkin
dengan segala kemampuan yang
dimilikinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya (Azis, 2001). Apabila perawat banyak yang mengalami ketidakpuasan kerja maka berdampak kepada buruknya pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, dalam Permana (2005) menyatakan bahwa manajemen harus memberikan dukungan serta memperhatikan kepuasan perawat agar bisa meningkatkan kinerjanya dalam melayani pasien.
Hasil penelitian menunjukan
65 perawat menyatakan merasa puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan terutama dimensi assurance (jaminan) di mana perawat puas
dengan adanya Standar Prosedur
Operasional sehingga membantu mereka
dalam mendokumentasikan asuhan
keperawatan yang dilihat dari rata-rata kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yaitu >80%. Dimensi ini dapat dilihat melalui keamanan bahwa seseorang terbebas dari bahaya risiko dan keragu-raguan. Keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktivitasnya yang dapat mengurangi stres (Rangkuti, 2006).
Sebagian perawat (40,4%), yaitu 44 perawat menyatakan tidak puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hal ini dikarenakan masih ada Tim format yang sulit dihubungi jika perawat mengalami kesulitan mengenai kejelasan format asuhan keperawatan, perawat juga mengatakan tidak puas
dengan sosialisasi format asuhan
keperawatan yang baru karena tidak disampaikan dengan jelas. Penyebab ketidakjelasan sosialisasi tersebut adalah Tim Format hanya mensosialisasikan format asuhan keperawatan yang baru di sebagian ruangan sisanya disosialisasikan oleh Kepala Bagian masing-masing dan sosialisasi hanya dilakukan saat dinas pagi
sehingga tidak semua mendapatkan
informasi yang jelas.
Analisa Bivariat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 109 perawat yang menjadi responden terdapat sebagian kecil perawat (32,8%), yaitu 20 perawat yang kebutuhan
Maslownya terpenuhi merasa tidak puas dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0,105 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan
kebutuhan Maslow dengan kepuasan
perawat dalam melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. Didukung oleh penelitian yang dilakukan Limonu (2014) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara reward, psikologi dan sosial dengan pelaksanaan pendokumentasian proses
asuhan keperawatan yang dilihat
berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,519 (p > 0,05). Penelitian Almira (2008) juga mengatakan tidak terdapat hubungan antara iklim kerja (dimensi reward) dengan kepuasan kerja di mana berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,619 (p > 0,05).
Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian perawat (56%), yaitu 61 perawat berusia 21-30 tahun di mana pada usia muda ini seseorang mempunyai fisik yang kuat, dinamis, kreatif dan cepat. Setiawan (2007) dalam penelitiannnya menyatakan bahwa terdapat 12 perawat (66,7%) berusia 21-30 tahun merasa puas terhadap pekerjaannya. Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,017 (p < 0,05) sehingga Ha diterima yaitu ada hubungan antara umur perawat pelaksana dengan kepuasan kerja. Sesuai dengan pendapat Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan seseorang puas dalam bekerja adalah usia saat bekerja.
Hasil penelitian menunjukan
bahwa hampir seluruh perawat (90,8%), yaitu 99 perawat berjenis kelamin
penelitian Gatot dan Adisasmito (2005) di mana distribusi frekuensi karakteristik
perawat berdasarkan jenis kelamin
diperoleh hasil sebagian besar responden adalah perempuan yaitu 73,6% dan laki-laki sebanyak 26,4%. Rasio perempuan lebih banyak dari laki-laki. Dalam
mengelola sumber daya manusia
khususnya karyawan wanita, perlu
diperhatikan aspek psikologis maupun biologisnya. Karyawan wanita cenderung lebih mudah puas dalam pekerjaan dibandingkan dengan karyawan laki-laki.
Selain itu, pria mempunyai beban
tanggungan lebih besar dibandingkan dengan wanita, sehingga pria menuntut kondisi kerja yang lebih baik seperti gaji yang memadai dan tunjangan karyawan (Rizal, 2005).
Berdasarkan hasil analisa data di
atas disimpulkan bahwa kepuasan
seseorang dalam bekerja tidak hanya dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain.
Mangkunegara (2009) mengatakan
kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan, kepribadian, usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan masa kerja.
SIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa sebagian perawat mengatakan
kebutuhan Maslow dalam melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan
terpenuhi dan merasa puas dalam
melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan. Tidak terdapat hubungan
kebutuhan Maslow dengan kepuasan
perawat dalam melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, dengan uji Chi Square
diperoleh nilai p = 0,105 dibandingkan
dengan nilai koefisien α 0,05.
SARAN
Bagi Rumah Sakit Santo Yusup
Bandung diadakan program pelatihan
pendokumentasian asuhan keperawatan secara berkala, Tim Format sebaiknya
mensosialisasikan format asuhan
keperawatan secara berkala jika ada pembaharuan format, mensosialisasikan isi KPI kepada perawat, dan mengevaluasi
kembali tugas dan peran perawat
khususnya dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anjaryani, Diah. (2009). Hubungan
Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit dengan Kepuasan Pasien. Dalam http://skripsistikes.com Diunduh 20 Mei 2015.
Almira, Amalia (2008). Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Kepuasan
Kerja pada Karyawan Divisi
Editor PT Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV). Dalam http://elibrary.unisba.ac.id/files2/08 .6594.pdf Diunduh 5 Juli 2015. Arianto, I. 2009. Hubungan Antara Efikasi
Diri dan Dukungan Sosial dengan Kecemasan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Skripsi Fakultas Psikologi UMS Surakarta: tidak diterbitkan.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Edisi Revisi 6. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2013. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar
Berthiana. (2012). Hubungan Motivasi Kerja Perawat dengan Ketepatan Pengisian Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap
RSUD Buntok. Dalam
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php /JMK/article/view/950/1002 Diunduh 17 Januari 2015.
Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan. Bandung: Refika Aditama.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka.
Dharma, Kusuma Kelana. 2011.
Metodologi Penelitian
Keperawatan: Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media.
Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika.
Dinarti. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
Ferani, Nurul Ariska. (2013). Apa Itu Key
Performance Indicator (KPI).
Dalam keuanganlsm.com/apa-itu-performance-indicator-kpi/
Diunduh 20 Mei 2015.
Gatot dan Adisasmito. (2005). Hubungan
Karakteristik Perawat, Isi
Pekerjaan dan Lingkungan
Pekerjaan terhadap Kepuasan
Kerja Perawat di Instalasi Rawat
Hasibuan, Malayu S. P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hamsyah, Arir. 2004. Analisis Pengaruh Suasana Kerja terhadap Tingkat
Kepuasan Kerja Perawat di
Bangsal Rawat Inap RSU Ungaran.
Tesis Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Konsentrasi
Administrasi Rumah Sakit
Universitas Diponegoro Semarang. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Pengantar
Konsep Dasar Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, Dede Rahmat. 2009. Ilmu
Perilaku Manusia Pengantar
Psikologi untuk Tenaga
Kesehatan Medis. Jakarta: TIM.
Irawan. 2006. Manajemen Pemasaran
Modern. Yogyakarta: Liberty. Khairani, Laila. (2010). Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kepuasan
Pasien Rawat Jalan RSUD
Pasamaan Barat. Dalam
http//pascaa.hunand.ac.id/wpconten
t/uploads/2011/09/JURNAL-LILA.pdf(tesis) Diunduh 22 Mei 2015.
Kotler, P. 2005. Manajamen Pemasaran. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.
. 2005. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation and Control. New Jersey: Prentice Hall.
Limonu, Febriani. 2014. Hubungan
Reward, Psikologi dan Sosial
dengan Pelaksanaan
Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan di Ruang Bedah RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota
http://eprints.ung.ac.id Diunduh 6 Juli 2015.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005.
Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
2009.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: PT Remaja Ros Dakarya.
Muninjaya. 2011. Manajemen Mutu
Pelayanan Kesehatan. Jakarta:
EGC.
Nasution, M. N. 2005. Manajemen Mutu
Terpadu (Total Quality
Management). Bogor: Ghalia
Indonesia.
Nuraeni, dkk. (2014). Determinan Faktor
yang Berhubungan dengan
Pendokumentasian Asuhan el-ls Diunduh 22 Mei 2015.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu
Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
. 2010.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Permana, H. S. 2005. Kepemimpinan dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: Andi Offset.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
(2005). Standar Praktik
Keperawatan Indonesia Tahun
2005. Dalam
http://www.inna-ppni.or.id Diunduh 29 Juli 2015. Pohan, Imbalo S. 2007. Jaminan Mutu
Pelayanan Kesehatan:
Dasar-Dasar Pengertian dan Penerapan. Jakarta: EGC.
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan Praktik.
Edisi 4. Jakarta: EGC.
Rahman, Peny Yulia. 2013. Pengaruh Insentif terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan Di PT. Sinkona
Indonesia Lestari (SIL) Ciater-Subang. Sripsi Program Studi Manajemen Perkantoran Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia.
Rangkuti, Freddy. 2006. Measuring
Customer Satisfaction. Jakarta:
Gramedia.
Robbins, S dan Coulter, M. 2007. Manajemen . Jakarta: PT Indeks. Rojikin, Muhammad. (2014). Menyusun
“Key Performance Indicators”
Organisasi. Dalam
Ensiklo.com/2014/menyusun-key-performance-indicators-organisasi/ Diunduh 20 Mei 2015.
Sayuti. 2007. Motivasi dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Setiadi. 2013. Konsep dan Praktek
Penulisan Riset Keperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setiawan, Teguh. 2007. Hubungan antara
Karakteristik Individu dengan
Kepuasan Perawat Pelaksana di
RS Banyumanik. Skripsi
Siagian, Sondang P. 2010. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sopyan, Asep. (2010). Teori Aktualisasi Diri Abraham Maslow. Dalam http://asepsopyan.com/2010/05/26/t eori-aktualisasi-diri-abraham-maslow/ Diunduh 20 April 2015.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Kuatitatif, Kualitatif dan R & D.
Jakarta: Alfabeta.
Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan
Saefullah. 2010. Pengantar
Manajeman. Jakarta: Kencana. Sumijatun. 2010. Konsep Dasar menuju
Keperawatan Profesional. Jakarta: Trans Info Media.
Suryani, Nunuk. (2010). Hubungan antara
Sikap dan Perilaku dengan
Kepuasan Pasien Rawat Inap RSU
Anwar Medika Sidoarjo. Dalam
http//pasca.uns.ac.id/ Diunduh 22 Mei 2015.
Tjiptono, Fandy. 2007 Strategi
Pemasaran. Yogyakarta: Andi Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra.
2005. Service, Quality, and
Satisfaction. Yogyakarta: Andi.
Uduk, Emerentiana. 2008. Quality
Assurance/Menjaga Mutu
Pelayanan Asuhan
Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Atambua Kabupaten Belu. Tesis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: tidak diterbitkan. Waruna, SM. 2003. Analisis Beberapa
Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Pencatatan Rekam Medis Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan. Tesis. Program Magister Administrasi pada Rumah Sakit USU Medan: tidak diterbitkan.
Winardi, J. 2006. Motivasi Dan