• Tidak ada hasil yang ditemukan

FALSAFAH HIDUP YANG TERSIRAT DI BALIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FALSAFAH HIDUP YANG TERSIRAT DI BALIK "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masyarakat adat Tana Lotong adalah sebutan bagi masyarakat adat yang tersebar di Kecamatan Kalumpang, dan Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Secara geografis, letak wilayahnya sangat terpencil. Kondisi jalan tanah berbatu, melintasi sekitar 20 anak sungai, dan menerobos kanopi hutan. Dengan medan yang cukup rawan, kondisi jalan yang masih dalam tahap perbaikan, dan beberapa anak sungai yang berpotensi meluap menyebabkan akses menuju wilayah masyarakat adat Tana Lotong cukup sulit dijangkau (Kompas.com, 5/9/2012)

Kondisi geografis yang jauh dari perkotaan tersebut membuat masyarakat adat Tana Lotong saat ini masih tetap eksis berusaha sendiri untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya tanpa menggantungkan harapan dengan dunia luar. Di antara penyebab eksisnya masyarakat adat Tana Lotong sampai saat ini adalah Masyarakat adat Tana Lotong sebagai salah satu komunitas adat yang masih memegang teguh adat istiadat, dan kebudayaan yang turun temurun diwariskan oleh nenek moyangnya.

Masyarakat adat Tana Lotong adalah sebutan bagi masyarakat adat yang tersebar di Kecamatan Kalumpang, dan Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Secara geografis, letak wilayahnya sangat terpencil. Kondisi jalan tanah berbatu, melintasi sekitar 20 anak sungai, dan menerobos kanopi hutan. Dengan medan yang cukup rawan, kondisi jalan yang masih dalam tahap perbaikan, dan beberapa anak sungai yang berpotensi meluap menyebabkan akses menuju wilayah masyarakat adat Tana Lotong cukup sulit dijangkau (Kompas.com, 5/9/2012)

(2)

antara penyebab eksisnya masyarakat adat Tana Lotong sampai saat ini adalah Masyarakat adat Tana Lotong sebagai salah satu komunitas adat yang masih memegang teguh adat istiadat, dan kebudayaan yang turun temurun diwariskan oleh nenek moyangnya.

Selain pada rumah adat, wujud kearifan lokal tersebut nampak pula pada corak tenun ikat Kalumpang, yang menggambarkan kepemimpinan delapan orang kepala kampung yang disebut To Baraq. Hal ini senada dengan penuturan Subyek B:

“....Ini kain ada artinya....yang ciptakan ini perempuan namanya Rimun. Motif Ulu Karua itu, menggambarkan delapan orang kepala kampung namanya To Baraq....”

Sekomandi, salah satu motif kain tenun ikat Kalumpang merupakan gambaran dari eratnya ikatan kekerabatan di antara masyarakat adat Tana Lotong. Berikut penuturan Subyek A:

“....Jadi, contohnya itu pada waktu peristiwa gerombolan. Dengan tiba-tiba serempak bangkit tanpa komando melawan DI/TII. Itu komandannya dulu itu kristen, kepala stafnya islam. Sama-sama melawan gerombolan DI/TII. Itu komandannya itu namanya Martenan Dayo. Kepala stafnya namanya Muhammad Amin orang Pabbettengan, ada juga satu di Leleng namanya Muhammad Anas.... Jadi di samping karya seni, juga karya konstruktif ...apa konstruksi, karna bikin konstruksi bagaimana caranya bikin itu anu, jadi ada unsur seninya,konstruksi....teknologi”

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Falsafah Hidup yang tersirat di balik kain Sekomandi pada masyarakat adat Tana Lotong.

B. PERTANYAAN PENELITIAN

Beberapa pertanyaan penelitian berikut ini disusun untuk memberikan arah penelitian agar lebih terfokus pada tema-tema yang terkait. Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan penelitian secara garis besar yang telah disusun:

1. Bagaimana falsafah hidup Masyarakat Adat Tana Lotong?

(3)

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran eksistensi pada wujud altruisme yang terkandung pada masyarakat adat Tana Lotong.

2. Manfaat

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memperluas khazanah pengetahuan di bidang psikologi khususnya psikologi sosial, dan psikologi kepribadian.

b. Manfaat Praktis 1) Bagi Masyarakat

Agar masyarakat dapat mengambil pelajaran dari budaya lokal Indonesia yang masih dalam ranah budaya timur, sehingga dapat memperkuat karakter bangsa. Bagi guru

Agar penelitian ini dapat menjadi bahan ajar dalam proses pendidikan moral siswa.

2) Bagi Orangtua

Agar penelitian ini dapat menjadi kerangka acuan dalam mewujudkan pola asuh yang sehat terhadap anak.

3) Bagi Masyarakat Adat Tana Lotong

Agar dapat mempertahankan tradisi dan budaya yang dapat memfilter segala pengaruh negatif yang masuk dari luar.

4) Bagi Peneliti

Agar dapat memahami psikologi timur, yang sebenarnya lebih tepat diterapkan dalam kehidupan Bangsa Indonesia yang berbeda dengan budaya barat.

BAB II

LANDASAN TEORI

(4)

Falsafah berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia. Philos/ Philoin (suka, cinta, dan mencintai). Sophia (kebijaksanaan, hikmah, kepandaian, dan ilmu. Secara lengkap, Philosophia memiliki arti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada ilmu. Falsafah memiliki arti sebagai sebuah pandangan hidup, anggapan, ide, pemikiran, dan sikap batin paling dasar yang dimiliki oleh seseorang atau masyarakat (Wikipedia).

Jadi, Falsafah adalah sebuah cara yang digunakan untuk mengatur tata kehidupan manusia dalam bermasyarakat agar memiliki pandangan hidup, dan pedoman hidup yang memiliki aturan kebijaksanaan yang jelas dan tegas, untuk mencapai cita-cita bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun falsafah hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, yang dipilih secara selektif oleh individu dan golongan di dalam masyarakat (Koentjaraningrat).

Berdasarkan defenisi di atas, Falsafah Hidup adalah pedoman hidup bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai yang dianut oleh masyarakatnya untuk mencapai tujuan bersama.

a. Sumber Falsafah Hidup

Menurut Ir. Munandar Soelaiman (2000), falsafah hidup berdasarkan sumbernya dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1) Falsafah hidup yang bersumber dari agama

2) Falsafah hidup yang bersumber dari abstraksi nilai-nilai budaya suatu bangsa

3) Falsafah hidup sebagai hasil dari perenungan seseorang sehingga dapat merupakan ajaran atau etika untuk hidup, misalnya aliran-aliran kepercayaan.

B. Masyarakat Tana Lotong

1. Pengertian

(5)

Masyarakat adat Tana Lotong (Tanah Subur). Tana Lotong meliputi desa-desa di Kecamatan Kalumpang, dan Kecamatan Bonehau di pedalaman Kabupaten Mamuju. Masyarakat setempat menyebut diri sebagai masyarakat adat Tana Lotong. Lokasi itu berjarak 135 kilometer dari pusat kabupaten dan provinsi di Mamuju. Sejauh 60 kilometer di antaranya melalui jalan tanah berbatu, melintasi sekitar 28 anak sungai, dan menerobos kanopi hutan. Tanah Lotong artinya tanah subur. Diberkati dengan sumber mata air bersih yang melimpah dan dipagari bukit dengan hutan yang asri.

Kecamatan Bonehau merupakan pemekaran dari Kecamatan Kalumpang sejak 10 tahun yang lalu. Jumlah penduduk di kecamatan Bonehau pada tahun 2013 kurang lebih 6.000 jiwa (versi BKKBN) dengan jumlah penduduk wajib pilih 1.823 jiwa, dan 729 Kepala Keluarga. Masing-masing jumlah penduduknya, Kalumpang 13.536 jiwa, dan 9.257 jiwa untuk Bonehau. Ini menurut Data Statistik Kabupaten Mamuju 2009.

(6)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN 1. Kajian Fenomenologi

(7)

Kalumpang. Ketiga desa ini terletak di dua kecamatan yakni Kecamatan Bonehau, dan Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Kedua kecamatan ini merupakan wilayah masyarakat adat Tana Lotong. Penelitian ini dilakukan selama dua hari. Adapun Subyek penelitian berjumlah 2 orang. Subyek pertama adalah seorang tokoh masyarakat adat Tana Lotong (Subyek A). Subyek kedua adalah Kepala Desa Pabbettengan, sebuah desa di kecamatan Bonehau (Subyek B).

B. BATASAN ISTILAH

Dalam rangka menghindari kesalahan interpretasi dan anggapan yang keliru dari berbagai pihak terhadap judul dan pembahasan ini, maka peneliti perlu merumuskan batasan istilah yang digunakan. Adapun batasan istilah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Falsafah Hidup adalah pedoman hidup bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai yang dianut oleh masyarakatnya untuk mencapai tujuan bersama.

2. Masyarakat adat Tana Lotong (Tanah Subur) adalah masyarakat yang bermukim di desa-desa di Kecamatan Kalumpang, dan Kecamatan Bonehau di pedalaman Kabupaten Mamuju.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Falsafah hidup yang tersirat dari kain tenun ikat

(8)

a. Titanan Tallu, Tibamban Sanguyun (Tertanam Tiga, Tercabut Sekaligus), tiga hal ini meliputi:

1) Unrundunan Lalona (Menelusuri Kekerabatan) 2) Maerreq Sisekomandi (Kuat Terikat)

3) Teroraq ri Marilotong (Hanya dapat dipisahkan oleh dunia orang mati)

“....Dari pariental itulah muncul Unrundunan Lalona artinya dia menelusuri kekerabatannya, Maerreq Sisekomandi artinya kuat terikat, dan hanya boleh teroraq, ikatan itu boleh teroraq oleh marilotong, artinya dunia orang mati, itulah yang saya berikan nama titanan tallu, tibamban sanguyun. Tertanam tiga artinya satu dua tiga,tapi kalau tercerabut sekaligus....”

Falsafah hidup masyarakat adat Tana Lotong ini diwujudkan, dan diabadikan dalam kain tenun ikat orang Kalumpang.

“....Yah, itulah filosofinya. Semacam butir-butirnya itu, yaitulah itu Unrundunan Lalona, Maerreq Sisekomandi, dan Marilotong. Itu diwujudkan, diabadikan lewat tenunan ikat orang Kalumpang. Jadi di samping karya seni, juga karya konstruktif ...apa konstruksi, karna bikin konstruksi bagaimana caranya bikin itu anu, jadi ada unsur seninya,konstruksi....teknologi”

b. Ada tiga buah motif kain tenun ikat yang merupakan perwujudan falsafah hidup masyarakat adat Tana Lotong, yakni:

1) Marilotong, berwarna hitam dan polos.

2) Sekomandi. Ada beberapa motif Sekomandi, yakni:

a) Ulu karua kaselle, menggambarkan 8 penguasa setiap kampung sebagai dewan adat yang merupakan pilar, yaitu To baraq Pondan, To baraq Timbaq, To baraq Lolo, To pakkaloq, To Maq Dewata, Totumado, Tomakaka, dan To Kamban.

b) Leleq sepu, sebagai lambang persahabatan dan kekeluargaan

c) Tomoling, lambang tawakkal kepada Tuhan.

(9)

“....Itu Ulu Karua menggambarkan delapan penguasa dalam setiap kampung, yang dibilang Leleq Sepu’ itu lambang kekerabatan, Tomoling itu telaten, tawakkal....”

Falsafah hidup inilah yang mempersatukan masyarakat adat Tana Lotong. Dengan sistem kekerabatan yang cukup erat terjalin, tanpa memandang status sosial, dan perbedaan agama masyarakatnya selalu bersatu, dan hidup dalam kedamaian.

“....Jadi, contohnya itu pada waktu peristiwa gerombolan. Dengan tiba-tiba serempak bangkit tanpa komando melawan DI/TII. Itu komandannya dulu itu kristen, kepala stafnya islam. Sama-sama melawan gerombolan DI/TII. Itu komandannya itu namanya Martenan Dayo. Kepala stafnya namanya Muhammad Amin orang Pabbettengan, ada juga satu di Leleng namanya Muhammad Anas....”

Petikan wawancara di atas memperlihatkan bahwa dengan falsafah hidup “Titanan Tallu, Tibamban Sanguyun” yang telah mengakar di dalam kehidupan masyarakat adat Tana Lotong, maka terwujudlah kerukunan, dan kedamaian yang membuat kehidupan menjadi aman, dan tenteram.

Disebut tenun ikat, sebab mengikat kumpulan benang adalah salah satu teknik sebelum mewarnai benang yang akan ditenun. Menurut Ridwan Alimuddin dalam bukunya Ekspedisi Bumi Mandar, adapun prosedur lengkap pembuatan kain tenun ikat adalah sebagai berikut:

a) Dalam pembuatan tenun ikat digunakan beberapa alat, yaitu: Apiq atau alat pengikat pinggang penenun (To Paq Tannun)

i) Talekoq atau alat menahan benang yang berada di belakang penenun

ii) Baloq atau alat menahan benang yang dipasang di perut penenun

iii) Tittiq atau alat mengangkat/mengatur benang yang digerakkan secara bergantian dengan baloq

(10)

v) Kalimuran / Laso Katadan atau alat untuk menahan benang pada saat diikat agar motif tertata rapi dan menjadi tempat mengukir motif.

b) Tahapan pembuatan terbagi atas tiga, yakni pemintalan, pewarnaan benang, dan penenunan. Proses tersebut bisa memakan waktu enam sampai dua belas bulan. Itulah alasan, hingga saat ini, sarung ikat Kalumpang amat mahal harganya.Dulu, sarung ikat menggunakan kapas yang ditanam sendiri oleh masyarakat Kalumpang. Tapi sekarang, benang didatangkan dari luar. Sewaktu masih menggunakan kapas produk sendiri, untuk pengolahannya sebagai berikut:

i) Kapas dijemur sampai kering lalu dibuat menjadi benang dengan menggunakan Unuran. Benang yang dihasilkan kemudian digulung ke Balekoan.

ii) Berikutnya adalah tahap pewarnaan. Tahap pertama adalah pemberian bahan perekat warna. Bahannya berupa campuran cabe (Marisa atau Pendawa), kemiri, lengkuas, dan kaju pallin. Bahan-bahan tersebut ditumbuk sampai halus lalu dimasak.

iii) Di wadah lain, dibuat rendaman abu yang terbuat dari kayu bakkudu. Air rendaman abu, hanya diambil bagian atas yang agak jernih setelah terjadi pengendapan. Air rendaman dan bahan campuran perekat warna selanjutnya dipoles ke benang sampai meresap. Setelah itu, dijemur selama 30 hari terus menerus agar warna yang diberi kuat dan tidak luntur.

(11)

v) Pada pengikatan pertama, warna yang diberikan adalah warna dasar yaitu merah (bakkudu, sebab bahannya akar pohon mengkudu) dan biru (tarun, digunakan daun tarun). Daun tarun juga digunakan orang Kajang, Bulukumba dalam membuat sarung. Bahasa Inggris warna yang dihasilkan tarun adalah indigo.

vi) Warna tidak diberikan langsung ke benang yang berada di kalimuran, melainkan direbus. Bahan, seperti bakkudu diiris tipis dulu kemudian ditumbuk halus. Direbus bersama benang sekiatar 12 jam.

vii) Setelah proses tersebut, kembali diulang proses memasang benang ke kalimuran untuk kembali diukir (baca: diikat) dengan tali rafiah. Fungsi ikatan adalah untuk menutupi (melindungi) warna merah yang tercipta berkat direbus bersama bakkudu. Adapun yang tidak diikat, akan berubah warnanya bila direbus dengan bahan lain, misalnya tarun untuk warna biru. Jadi, disitulah tercipta motif-motifnya. Makin unik motifnya, makin rumit ikatannya.

viii) Yang menarik, untuk membuat motif, tidak digunakan sketsa atau menggambarkan ke benang yang ada di kalimuran. Tetapi berada di imajinasi penenun. Ada banyak motif di kain Kalumpang, seperti motif “ulu karua kaselle”, “ulu karua barinni”, “toboalang”, “rundun lolo”, “leleq sepu”, dan lain-lain. Motif tersebut memiliki makna.

ix) Berikutnya adalah tahap terakhir, yaitu penenunan. Benang yang telah direbus bersama bahan pewarna dibuka tali pengikatnya. Agar susunan benang tidak rusak (susunan warna tidak bergeser), benang diangkat satu per satu dengan hati-hati untuk selanjutnya dipasang ke alat tenun. Sebelumnya, benang terlebih dahulu Diittoq, yaitu menganyam dengan menggunakan lidi.

(12)

Saat ini pengrajin tenun ikat sangat sedikit. Di Desa Kalumpang saja, menurut R. E. Sipayo mungkin hanya dua orang saja. Selain di Desa Kalumpang, juga ada di Malolo dan Kampung Batuisi. Gabungan atas keduanya kira-kira ada 30 pengerajin. Ironis memang, padahal motif tenun ikat dari Kalumpang dikenal sebagai salah satu motif tertua di dunia.

(13)

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1)

2) Kekerabatan, dan kekeluargaan yang sangat erat terjalin, serta kerukunan umat beragama yang menyelaraskan kehidupan masyarakat adat Tana Lotong. Ketika di tempat lain nampak ramai dengan isu konflik antar agama, maka hal ini tidak ditemukan di daerah tersebut.

b. Saran

1) Bagi Subjek Penelitian

Diharapkan dengan adanya pengetahuan tentang altruisme dapat menjadikan masyarakat adat Tana Lotong lebih bijak memandang hidup, sehingga berbagai wujud altruisme ini dapat dijadikan sebagai filter yang dapat meminimalisir efek negatif yang datang dari luar.

2) Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti yang ingin tertarik mengadakan penelitian yang sejenis diharapkan dapat mempertimbangkan faktor-faktor geografis, dan ekologis sehingga penelitian yang dilakukan dapat lebih maksimal.

3) Bagi Peneliti

Peneliti berharap agar peneliti dapat kembali melakukan penelitian lebih lanjut, disertai dengan dukungan dana yang memadai, dan pemandu yang mengenal wilayah tersebut dengan sangat baik.

DAFTAR PUSTAKA

1) Alimuddin, M.R. 2013. Ekspedisi Bumi Mandar.

(14)

3) http://moershaell.blogspot.com/2009/12/pendekatan-fenomenologi-dalam.html (Online, diakses pada tanggal 22 Mei 2014, pukul 01.11)

4) http://radar-sulbar.com/sosial-budaya/catatan-ekspedisi-save-our-kalumpang 09http://radar-sulbar.com/sosial-budaya/catatan-ekspedisi-save-our-kalumpang-dan-bonehau-korban-plta-karama/ (Online, diakses pada tanggal 22 Mei 2014, pukul 01. 55) 5) Soelaiman, M. Munandar. 2002. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar.

PT. Refika Aditama: Bandung.

6) Sudarsyah, Asep. 2013. Kerangka Analisis Data Fenomenologi (contoh analisis teks sebuah catatan harian). Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 14 No.1, 23-25. (Online, diakses pada tanggal 21 Mei 2014, pukul 02.15)

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumberdaya air pada wilayah sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf e, disusun dengan memperhatikan

Puji syukur atas segala limpahan berkat dan kasih karunia Tuhan Yesus Kristus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Aplikasi Assessment Programer

Hal ini penting dilakukan karena kampanye MR berfungsi sebagai tambahan imunisasi rutin merupakan langkah yang penting dalam memutus transmisi rubella pada kelompok yang

Hasil penelitian tentang pengaruh Green Competitive Strategies terhadap pelaksanaan Green banking sejalan dengan penelitian Tonmoy (2013) menjelaskan bahwa Green

Keluarga besar Hijau Hitam Fak Ilmu Budaya, (Bang Eko, Bang Budi, Bang Ansor, Bang Daru, Bang Evan, Bang Zulfan, Bang Palit, Bang Bembeng Saswanda, Bang Fajar, Bang Izala,

Telah dilaksanakan perbandingan seismogram antara seismogram terukur dengan sintetik- sintetiknya dari dua model bumi standard (IASPEI91 dan PREMAN), menunjukkan deviasi

Dengan hormat, dalam rangka meningkatkan kualitas, kompetensi dan wawasan penghulu dan atau Kepala KUA Kecamatan dalam memahami teks rujukan berbahasa arab serta penulisan karya

Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian adalah 60 siswa siswi berumur 10 sampai 12 tahun yang memenuhi persyaratan yaitu siswa siswi yang mengalami