• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar Isi Rasionalitas Penyusunan Bahan Ajar Tujuan Bahan Ajar Sistematika Bahan Ajar 8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Daftar Isi Rasionalitas Penyusunan Bahan Ajar Tujuan Bahan Ajar Sistematika Bahan Ajar 8"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Daftar Isi

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Rasionalitas Penyusunan Bahan Ajar 1

1.2. Tujuan Bahan Ajar 8

1.3. Sistematika Bahan Ajar 8

Bab 2 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia

2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia 9

2.2. Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia 11

2.3. Pengelompokan (Pengkategorian) Hak Asasi Manusia 16

2.4. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia 28

2.4.1. Sejarah Hak Asasi Manusia 28

2.4.2. Sejarah Pengaturan Norma Hak Asasi Manusia di 41

Indonesia

2.4.3. Sejarah HAM: Tinjauan dari Pandangan Karel Vasak 45

2.5. Pelanggaran Hak Asasi Manusia 47

2.6. Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Konteks Bisnis dan 52

Hak Asasi Manusia

2.7. Pembatasan terhadap Hak Asasi Manusia 58

Bab 3

Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara Terhadap Penghormatan,

Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam Konteks

Hak Atas Pembangunan

3.1. Konsep Dasar Hak Atas Pembangunan 62

3.2. Pendekatan Berbasis Hak dalam Konteks Pembangunan 70

3.3. Keterkaitan Hak atas Pembangunan dan Tujuan 78

Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

3.4. Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Hak Asasi 86

(3)

Bab 4

Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah

4.1. Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan dalam Konteks 92

Desentralisasi

4.2. Peran Kecamatan dalam Pelayanan Publik 103

4.3. Peran Kecamatan dalam Penyusunan Agenda 114

Pembangunan

4.4. Peran Koordinasi dan Fasilitasi Kecamatan dalam Konteks 119

Tata Kelola Pemerintahan Desa

Bab 5

Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan dalam Memberikan

Pelayanan Publik dalam Konteks Hak Atas Pembangunan

5.1. Peran Kecamatan dalam Pelokalan Pemajuan dan 126

Perlindungan Hak atas Partisipasi Warga

5.2. Peran Kecamatan dalam Pelokalan Pemajuan dan 135

Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan serta Identitas Hukum

5.3. Peran Kecamatan dalam Perizinan Usaha dalam Upaya 153

Pelokan Isu Bisnis dan HAM

5.4. Peran Kecamatan dalam Perlindungan terhadap 161

Perempuan dari Kekerasan dan Upaya Pelokan Kesetaraan Gender

5.5. Peran Kecamatan dalam Fasilitasi Penyandang Disabilitas 167

(4)

Bab 1 Pendahuluan

“Ketika Anda merampas hak orang untuk hidup bermartabat, berharap masa depan yang lebih baik, memiliki kendali atas hidup mereka. Ketika Anda mencabut pilihan itu, maka Anda mengharapkan mereka untuk memperjuangkan hak-hak yang telah dirampas tersebut.”

Ratu Rania Al Abdullah dari Yordania

1.1. Rasionalitas Penyusunan Bahan Ajar

Pasca bergulirnya politik otonomi daerah dan peralihan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah melalui desentralisasi dengan diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian gantikan oleh UU Nomor 23 Tahun 2014 membawa implikasi terhadap kedudukan camat dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dengan berlakunya undang-undang mengenai otonomi daerah tersebut, kedudukan kecamatan sebagai perangkat Pemerintah Pusat dalam menjalankan asas dekonsentrasi berubah menjadi perangkat kabupaten/ kota. Oleh karena itu, kewenangan camat bergantung pada ruang lingkup kewenangan apa yang didelegasikan oleh Bupati/ Walikota dalam rangka desentralisasi.

Sebelumnya, pemberlakuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur otonomi daerah membawa implikasi mendasar dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Salah satu institusi yang mengalami dampak mendasar akibat pemberlakuan undang-undang ini adalah kecamatan. Menurut ketentuan undang-undang ini kecamatan tidak lagi merupakan wilayah kekuasaan pemerintahan melainkan sebagai satuan wilayah kerja atau pelayanan. Status kecamatan menjadi perangkat daerah setara dengan dinas atau lembaga teknis daerah, bahkan setara dengan kelurahan.1 Pasal 120 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan:

“Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.”

Rilus A. Kinseng, Kecamatan di Era Otonomi Daerah: Status dan Kewenangan serta Konflik Sosial, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB dan Democratic Reform Support Program, 2008, hlm. 2

(5)

Berdasarkan ketentuan di atas, maka secara hukum camat mengalami perubahan status dan kewenangan yang sangat signifikan.

Kecamatan merupakan salah satu perangkat daerah kabupaten/kota yang melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, juga melaksanakan tugas pembantuan. Kecamatan selama ini diatur secara rinci melalui Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. Setelah disahkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), disahkan aturan pelaksanaan yang mengatur khusus tentang kecamatan secara terperinci melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Kecamatan. Apabila merujuk pada peraturan pemerintah ini, maka kecamatan selain memiliki kewenangan yang bersifat atributif, kecamatan juga dilimpahi (delegasi) beberapa kewenangan sebagian kewenangan bupati/wali kota.

Kecamatan dianggap sebagai unit pemerintahan yang ambigu, menjadi perangkat daerah tapi juga mencakup kewilayahan. Seperti dinyatakan dalam UU No. 23 Tahun 2014 bahwa daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau desa (Pasal 2 ayat 2). Kecamatan sendiri adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat (Pasal 1 angka 24). Namun, camat sendiri tidak memiliki wewenang layaknya seperti kepala wilayah.2 Keberadaan kecamatan berada di antara kabupaten dengan desa/kelurahan hanya memperpanjang rantai birokrasi. Sementara tugas dan fungsinya hanya sebatas koordinasi, pembinaan, dan pengawasan.3

Di sisi yang lain, ekspektasi masyarakat terhadap peran kecamatan dapat dikatakan masih tinggi. Masyarakat masih melabuhkan harapan peran kecamatan seperti masa lalu, sebagaimana di atur dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah. Harapan masyarakat tersebut tidak terlepas dari adanya anggapan dan kecenderungan masyarakat yang masih menempatkan

2 PATTIRO,Optimalisasi Fungsi Kecamatan dalam Memberdayakan dan Memandirikan Desa, Policy Brief, MengawalImplementasi

Undang-Undang Desa, tanpa tahun, hlm. 1

PKDOD, Penguatan Peran Kecamatan dalam Pengelolaan Keuangan Desa, Policy Brief, 2017, hlm. 1 2 |Draft Bahan Ajar

(6)

kecamatan sebagai tempat pengaduan berbagai permasalahan sosial kemasyarakatan, mulai dari bencana alam, premanisme, anak jalanan, sampah, hingga konflik sosial.4

Dalam konteks otonomi daerah kelembagaan kecamatan kemudian mengalami perubahan yang fundamental karena kecamatan kini merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota. Penataan ini berimplikasi pada kedudukan kecamatan tidak lagi sebagai wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi sebagaimana di atur dalam Pasal 72 UU. No. 5 tahun 1974.

Kemudian merujuk pada UU No. 23 Tahun 2014 kecamatan merupakan bagian Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang pelaksanaan tugasnya mendapat delegasi kewenangan bupati/wali kota untuk melaksanakan sebagian tugas otonomi daerah dan tugas atributif Oleh karena itu, esensi dari tugas atributif yaitu pelaksanaan fungsi-fungsi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan di wilayah. Camat mempunyai kewenangan untuk mengkoordinasikan, membina, dan mengawasi semua bentuk penyelenggaraan pemerintahan di wilayahnya, termasuk penyelenggaraan pemerintahan desa. Ditinjau dari legalitas peraturan, kedudukan kecamatan juga sangat penting sebagai instansi pelayan publik, salah satunya dengan penyelenggaraan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (Paten). Camat sebagai kepala perangkat daerah di kecamatan dapat memaksimalkan fungsi-fungsinya untuk mewujudkan peningkatan pelayanan publik.

Kecamatan sebagai bagian dari perangkat otonomi daerah sebagai menifestasi dari kebijakan desentralisasi pada dasarnya merupakan instrumen pencapaian tujuan bemegara dalam kerangka kesatuan bangsa, terutama untuk 2 (dua) aspek berikut:

Terutama untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik;

Menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis.

Kedua tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan desentralisasi tersebut memiliki 2 (dua) dimensi tujuan, yaitu dimensi tujuan politik dan dimensi tujuan administrasi. Dimensi tujuan politik akan memposisikan pemerintah daerah sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat tingkat lokal dan secara agregat akan berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk mewujudkan masyarakat madani. Sedangkan tujuan administrasi akan memposisikan pemerintah daerah sebagai unit pemerintahan ditingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan masyarakat secara efektif, efisien dan hasil yang baik dan yang terpenting mendekatkan pelayanan umum pemerintahan yang berbubungan dengan kepentingan masyarakat diletakkan sedekat mungkin dengan keberadaan masyarakat.5

Moh. Ilham A. Hamudy, Peran Camat di Era Otonomi Daerah, Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Volume 16, Nomor 1, 2009, hlm. 1

Kristri Widodo, Kinerja Kecamatan Dalam Pelayanan Publik ( Studi Kasus Pemekaran Kecamatan Bejen Di Kabupaten Temanggung), Tesis pada Program Studi Magister Administrasi Publik Konsentrasi Kebijakan dan Managemen Otonomi Daerah, Universitas Gadjah Mada, 2002, hlm.1

(7)

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.6 Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik mendefinisikan Pelayanan publik sebagai:

Kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Adapun yang menjadi tujuan dari undang-undang tentang Pelayanan Publik bersinggungan dengan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia:

Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan publik;

Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;

Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 4 dari undang-undang yang sama menetapkan asas-asal

penyelenggaraan pelayanan publik. Beberapa asas yang memiliki keterkaitan erat dengan hak asasi manusia, meliputi asas:

Laila Sabeita El Fitri, Irwan Noor, Suwondo, Pemekaran Kecamatan Dalam Peningkatan Pelayanan Kependudukan: (Studi pada Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri), Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No.3, tanpa tahun, hlm 118

(8)

Kepastian hukum; Kesamaan hak Partisipatif;

Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; Keterbukaan dan akuntabilitas;

Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Dalam menyelenggarakan pelayanan publik, pemerintah melalui institusi penyelenggara negara,7 termasuk camat, ketika menjalani peran tersebut harus merujuk pada UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal 5 undang-undang ini menyatakan dengan tegas bahwa penyelenggaraan pemerintahan ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pasal 5 menetapkan asas-asas penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang meliputi:

Asas legalitas;

Asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan Asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Tujuan undang administrasi pemerintahan juga sebangun dengan tujuan dari undang pelayanan publik karena menjadikan hak asasi manusia sebagai tujuan. Tujuan undang-undang menurut ketentuan Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang bersinggungan dengan hak asasi manusia:

Menciptakan kepastian hukum;

Mencegah terjadinya penyalahgunaan Wewenang;

Menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;

Memberikan pelindungan hukum kepada Warga Masyarakat dan aparatur pemerintahan;

Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada Warga Masyarakat.

Ketentuan undang-undang yang mengatur persinggungan camat dengan permasalahan hak asasi manusia dalam menjalani perannya sebagai penyelenggara institusi negara dalam memberikan pelayanan publik dapat dilihat melalui diagram di bawah.

Pasal 1 angka 2 UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik mendefinisikan penyelenggara pelayanan publik: “Setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.” 5 |Draft Bahan Ajar

(9)

Berdasarkan persinggungan antara peran pemerintah dengan hak asasi manusia, kemudian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tentang peran pemerintah daerah dalam mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, termasuk pengarusutamaan hak asasi manusia di pemerintahan daerah dan layanan publik. Laporan Komite Penasihat Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan Peran Pemerintah Daerah dalam Memajukan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia (Role of Local Government in the Promotion and Protection of

Human

Rights). 8

Pemerintah daerah harus memiliki kekuatan dan sumber keuangan yang diperlukan untuk memenuhi tanggung jawab hak asasi manusia. Pelaksanaan hak asasi manusia yang memadai, khususnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya memerlukan keuangan. Untuk memenuhi tanggung jawab hak asasi manusia, pemerintah daerah harus memiliki kekuatan dan sumber keuangan yang diperlukan.

Sumber: A/HRC/30/49

Upaya pemajuan hak asasi manusia kini mulai difokuskan pada pemerintah daerah sebagai lokasi perlindungan hak melalui kebijakan lokal. Perlindungan hak melalui kebijakan lokal yang disebut sebagai pelokalan hak asasi manusia (localization of human rights). Fenomena pelokalan hak asasi manusia masih relatif baru seiring dengan meningkatnya perhatian kota-kota untuk hak asasi

Human Rights Council, Role of local government in the promotion and protection of human rights – Final report of the Human Rights Council Advisory Committee, A/HRC/30/49, 2015, hlm. 6-7

(10)

manusia (cities for human rights). Proses pelokalan hak asasi manusia menurut Koen De Feyter merupakan sebuah upaya menerapkan prinsip-prinsip universal ini di lingkungan lokal. Pada titik ini penting bagi hak asasi manusia untuk dilokalisasi karena kredibilitas dan efektivitas kerangka kerja hak asasi manusia menjadi jelas di tingkat lokal. Di samping itu, pelaksanaan praktis dan pelanggaran hak asasi manusia terjadi pada tingkat ini.9

Proses pelokan hak asasi manusia (process of human rights localization) merupakan upaya mengenai penempatan hak asasi manusia internasional relevan untuk menangani masalah lokal. Hal ini dapat mendorong perkembangan normatif hak asasi manusia dari bawah, dengan mengilhami interpretasi dan penjabaran lebih lanjut tentang tindakan dan pelanggaran hak asasi manusia pada tingkat lokal (setempat).

Sumber: Charlotte Berends et.al., (tanpa tahun)

Berdasarkan uraian di atas, mengingat keberadaan kecamatan berada antara kabupaten/kota dengan masyarakat yang berada dalam suatu kelurahan atau desa, maka peran penting kecamatan dalam pemajuan hak asasi manusia dapat digambarkan di bawah ini.

Charlotte Berends, et.al., Human Rights Cities: Motivations, Mechanisms, Implications A Case Study of European HRCs, (University College Roosevelt, tanpa tahun), hlm. 11

(11)

1.2. Tujuan Bahan Ajar

Penyusunan bahan ajar untuk penguatan perspektif hak asasi manusia bagi tenaga kecamatan, hendak menjawab kebutuhan pelayanan publik yang menjadi tugas delegasi dan atribusi kecamatan dapat selaras dan sejalan dengan prinsip dan norma hak asasi manusia. Berdasarkan hal ini, penyusunan bahan ajar ini bertujuan untuk:

1.3. Sistematika Bahan Ajar

Sistematika pembahasan Bahan ajar ini terbagi menjadi 5 (empat) bab seperti terlihat dalam diagram di bawah ini:

(12)

Bab 2

Konsep Dasar Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah bukan budaya asing, namun

merupakan budaya penduduk asli semua bangsa; hak asasi manusia adalah universal. "

Kofi A. Annan, mantan Sekretaris Jenderal PBB

2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia merupakan pencapaian besar filosofis dari zaman modern. Berdasarkan daya tarik moral dan kekuatan revolusioner hak asasi manusia, hak asasi manusia memiliki efek formatif terhadap jalannya sejarah melalui cara yang berbeda dan dapat langgeng selama 250 tahun terakhir ini. Saat ini hak asasi manusia mewakili satu-satunya sistem nilai yang dapat meletakkan pendasaran klaim (tuntutan) yang memiliki keabsahan secara universal. Tidak saja hak asasi manusia secara efektif mewujud sebagai norma-norma hukum tertinggi dalam konstitusi semua negara di dunia ini, tetapi diadopsi dan pada tingkat yang berbeda oleh negara-negara dunia melalui tindakan ratifikasi perjanjian hak asasi manusia internasional. Kini hampir semua negara telah berkomitmen di bawah hukum internasional untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar manusia ini.10

Sampai saat ini pengertian hak asasi manusia masih terus diperdebatkan sehingga belum ada pengertian hak asasi manusia yang secara universal diterima. Pengertian hak asasi manusia yang coba dikembangkan oleh para penstudi hak asasi manusia salah satu dapat dilihat melalui rumusan di bawah ini:

Klaim (tuntutan) yang berkekuatan hukum atau hak yang dimiliki oleh seorang manusia vis-à-vis (berhadapan-hadapan) dengan pemerintah negara masing-masing, untuk memberikan perlindungan terhadap martabat yang melekat pada setiap manusia.

Di sisi yang lain, juga terdapat pandangan yang mengatakan hak asasi manusia adalah klaim yang mendapatkan pembenaran (justified claim), validitas, dan terlegitimasi yang diajukan oleh setiap manusia/ masyarakat itu sendiri. Klaim ini dilakukan demi untuk mendapatkan jaminan dan

Franziska Walter, et.al., (ed.), Human Rights Manual:Guidelines For Implementing A Human Rights Based Approach In ADC, Austrian Development Agency (ADA), 2010, hlm. 6

(13)

perlindungan, serta barang-barang dan manfaat yang bersifat mendasar yang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan dan martabat manusia (H. Victor Condé, 2004:111). Setiap upaya yang memungkinkan untuk mengajukan klaim (tuntutan) dan menuntut ganti rugi membedakan hak asasi manusia dari ajaran sistem nilai etis atau agama. Dari sudut pandang hukum, hak asasi manusia dapat didefinisikan sebagai jumlah hak individu dan kolektif yang diakui oleh negara-negara berdaulat dan diabadikan dalam undang-undang nasional dan norma-norma hak asasi manusia internasional.11

Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada semua manusia. Hak asasi manusia mendefinisikan hubungan antara individu dan struktur kekuasaan, terutama Negara. Hak asasi manusia membatasi kekuasaan Negara dan pada saat yang sama, mengharuskan Negara untuk mengambil langkah-langkah positif untuk memastikan lingkungan yang memungkinkan semua orang menikmati hak asasi manusia mereka.

Sumber: Manfred Nowak, 2016

Pengertian hak asasi manusia universal sebagai hak-hak yang dianggap melekat pada semua manusia, tanpa memandang kebangsaan, tempat tinggal, jenis kelamin, asal-usul bangsa atau suku, warna kulit, agama, usia atau status lainnya (ECPAT International, 2008: 12). Penekanan senada juga dapat ditemukan pada Manual PBB mengenai Pelatihan Pemantauan Hak Asasi Manusia (H.Victor Condé, 2004:111).bahwa:

Hak asasi manusia merupakan jaminan hukum universal yang melindungi individu dan kelompok terhadap tindakan pemerintah yang mengganggu kebebasan fundamental dan

martabat manusia. Hak-hak ini dimiliki dan melekat pada setiap manusia sebagai atribut dari kepribadian manusia dan bukan karena diberikan oleh pihak yang memiliki kewenangan (otoritas), baik itu negara, pemerintah, atau otoritas lainnya. Hak asasi manusia merupakan upaya untuk memberikan perlindungan terhadap martabat yang melekat pada setiap manusia dari penyalahgunaan kekuasaan oleh negara dan dari aktor non pemerintah.

Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia

Hak asasi manusia dan kebebasan merupakan hal yang fundamental bagi eksistensi manusia sehingga melekat kepada setiap manusia sebagai konsekuensi menjadi manusia, dan didasarkan pada penghormatan terhadap martabat setiap manusia. Hak asasi manusia berkaitan dengan

Manfred Nowak, Human Rights, Handbook for Parliamentarians No. 2, (Inter-Parliamentary Union, 2016), hlm. 20 10 |Draft Bahan Ajar

(14)

semua aspek kehidupan. Pelaksanaan hak asasi manusia memungkinkan semua individu untuk membentuk dan menentukan kehidupan mereka sendiri dalam kebebasan, kesetaraan dan penghormatan terhadap martabat manusia. Hak asasi manusia meliputi hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak kolektif masyarakat.12 Hak asasi manusia juga memberikan kerangka normatif untuk menganalisa rencana pembangunan dan kebijakan sosial ekonomi. Mereka dapat menyinari apakah rencana dan kebijakan ini menciptakan atau memerangi deprivasi, marjinalisasi dan pengucilan.13

Berdasarkan pengertian tersebut menurut Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (Office of the High Commissioner for Human Rights /OHCHR) dan Manfred Nowak, maka pengertian dari hak asasi manusia meliputi elemen-elemen berikut ini:

2.2. Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia

Prinsip-prinsip hak asasi manusia sangat penting dapat tertanam dalam setiap kebijakan dan prosedur, termasuk perilaku dan uraian jabatan setiap aparat pemerintahan. Hal ini berarti bahwa ketika mengadopsi pendekatan berbasis hak, maka prinsip-prinsip hak asasi manusia harus berlaku di semua tahap siklus kebijakan. Lebih jauh secara khusus, pendekatan berbasis hak dapat meningkatkan kebijakan dan prosedur yang mungkin akan berdampak pada anggota masyarakat yang kurang beruntung dan terpinggirkan.

Manfred Nowak, op.cit., hlm. 19

Allison Corkery, et.al., Defending Dignity: A Manual for National Human Rights Institutions on Monitoring Economic, Social and Cultural Rights, Asia Pacific Forum of National Human Rights Institutions and the Center for Economic and Social Rights , 2015, hlm. 1

(15)

Pada titik ini, maka setiap aparat pemerintah daerah, termasuk petugas kecamatan untuk memastikan bahwa kebijakan dan rancangan program, implementasi dan pemantauan mempertimbangkan sepenuhnya prinsip-prinsip hak asasi manusia seperti partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan non-diskriminasi, yang merupakan sebagian dari ciri-ciri praktik tata pemerintahan yang diakui. Misalnya, prinsip-prinsip seperti partisipasi dan non-diskriminasi memusatkan perhatian pada individu dan kelompok yang sering dikecualikan atau terpinggirkan dari arus utama tindakan pembangunan.14

Pengertian dari prinsip-prinsip dalam kerangka hukum internasional, dapat merujuk pada Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab merupakan salah satu sumber-sumber yang harus diterapkan dalam rangka untuk memutuskan sengketa yang diajukan Mahkamah Internasional. Prinsip-prinsip umum hukum berfungsi untuk mengaktifkan aturan hukum untuk mengisi kekosongan atau kelemahan dalam hukum. Prinsip-prinsip umum hukum diakui sebagai sumber formal hukum internasional, yang berkaitan dengan interpretasi perjanjian oleh pengadilan atau badan peradilan lainnya (Hans M. Haugen, 2011: 423).

“Semua hak asasi manusia bersifat universal, tidak dapat dibagi dan saling bergantung dan saling terkait. Masyarakat internasional harus memperlakukan hak asasi manusia secara global dengan cara yang adil dan setara, pada pijakan yang sama, dan dengan penekanan yang sama. Sementara pentingnya

kekhususan nasional dan regional dan berbagai latar belakang sejarah, budaya dan agama harus diingat, itu adalah kewajiban Negara, tanpa memandang sistem politik, ekonomi dan budaya mereka, untuk mempromosikan dan melindungi semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. ”

Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia, Wina, 1993, Deklarasi Wina dan Program Aksi, paragraf 5.

Hak asasi manusia bersifat universal dan tidak dapat dicabut; tidak terpisahkan; saling tergantung dan saling terkait satu dengan yang lainnya (universal and inalienable; indivisible; interdependent and

interrelated). Hak asasi bersifat universal karena semua orang lahir dengan dan memiliki hak yang

sama, terlepas dari mana mereka tinggal, jenis kelamin, ras, atau agama, atau latar belakang budaya atau etnis mereka. Hak asasi manusia tidak dapat dicabut karena hak-hak setiap warga negara tidak pernah dapat diambil secara semena-mena. Hak asasi manusia tidak terpisahkan dan saling tergantung karena semua hak, baik politik, sipil, sosial, budaya dan ekonomi, sama pentingnya dan tidak dapat sepenuhnya dinikmati tanpa hak yang lain. Selain itu, hak asasi manusia juga berlaku untuk semua secara sama dan semua memiliki hak untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Selanjutnya, hak asasi manusia perlu ditegakkan oleh aturan hukum dan diperkuat melalui klaim (tuntutan) yang ditujukan kepada negara, utamanya

Maarten Immink, Integrating The Right To Adequate Food In National Food And Nutrition Security Policies And Programmes: Practical Approaches to Policy and Programme Analysis, (Rome: Food And Agriculture Organization Of The United Nations, 2014), hlm. 8

(16)

pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin penikmatan setiap hak asasi manusia sesuai dengan standar internasional (UNFPA, 2005).

Universalitas hak asasi manusia kadang-kadang ditantang dengan alasan bahwa mereka adalah gagasan Barat, bagian dari sikap neokolonial yang disebarkan di seluruh dunia. Sebuah studi yang diterbitkan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada tahun 19681 dengan jelas menunjukkan bahwa aspirasi yang mendasar yang mendasari hak asasi manusia sesuai dengan konsep, seperti konsep keadilan, integritas dan martabat individu, kebebasan dari penindasan dan penyiksaan, dan partisipasi individu dalam upaya kolektif, dapat ditemui di semua peradaban dan periode. Namun demikian, pernyataan bahwa hak asasi manusia tidak universal masih muncul dalam berbagai konteks. Sebagai contoh, Negara-negara sering mempertanyakan universalitas hak asasi manusia dalam membenarkan pelanggaran hak asasi perempuan atas nama budaya. Praktik-praktik ini sering didasarkan pada stereotip berbahaya terkait peran perempuan dalam masyarakat, sementara itu negara berkewajiban untuk menghilangkan stereotip dan prasangka seperti telah ditetapkan di bawah hukum hak asasi manusia internasional. Suatu perspektif hak asasi manusia mengakui bahwa budaya berubah seiring waktu, dan juga mengenai pertanyaan apakah pengaruh perempuan diperhitungkan dalam proses pembuatan keputusan juga mengalami perubahan dalam budaya suatu komunitas tertentu. Dewasa ini, universalitas hak asasi manusia ditunjukkan oleh fakta bahwa mayoritas bangsa yang mencakup spektrum penuh tradisi budaya, agama dan politik, telah mengadopsi dan meratifikasi instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional yang utama.15

Dalam implementasi hak asasi manusia setiap negara perlu merujuk pada prinsip-prinsip dasar yang selalu menjadi bagian dari standar hak asasi manusia. Prinsip-prinsip hak asasi manusia ini meliputi:16

Prinsip Uraian

Universalitas Hak asasi manusia harus diberikan kepada semua orang, tanpa kecuali.

Argumentasi yang mendasari prinsip universalitas hak asasi manusia karena setiap orang berhak menikmati hak asasinya semata-mata hanya ia karena masnusia. Penikmatan hak tersebut yang menjadikannya setiap manusia menjadi manusia.

Tidak terpisahkan Hak asasi manusia tidak terpisahkan dan saling tergantung, yang berarti bahwa untuk menjamin hak-hak sipil dan politik, pemerintah juga harus memastikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dan sebaliknya (visa versa). Sebagai contoh, prinsip tidak terpisahkan ini mengakui bahwa jika pemerintah melanggar hak-hak seperti kesehatan, itu tentu mempengaruhi kemampuan orang untuk menggunakan hak lain seperti hak untuk hidup.

Partisipasi Setiap orang memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan

keputusan mengenai perlindungan hak-hak mereka. Hak ini termasuk namun tidak terbatas untuk memberikan masukan terhadap pengambilan keputusan oleh pemerintah yang berkaitan dengan penikmatan atas hak-hak mereka. Oleh karena itu, untuk memastikan hak asasi manusia terjamin, maka pemerintah

harus melibatkan dan mendukung partisipasi setiap warga negara.

Manfred Nowak, op.cit., hlm. 20

https://www.nesri.org/programs/what-are-the-basic-principles-of-the-human-rights-framework 13 |Draft Bahan Ajar

(17)

Akuntabilitas Pemerintah harus membuat mekanisme akuntabilitas terkait dengan upaya penegakan hak asasi manusia. Tidaklah cukup bahwa hak diakui dalam hukum domestik atau dalam retorika kebijakan, melainkan harus benar-benar ada langkah-langkah yang efektif yang diberlakukan sehingga pemerintah dapat bertanggung jawab, apabila standar hak mereka tidak terpenuhi.

Transparansi Transparansi berarti bahwa pemerintah harus terbuka tentang semua proses informasi dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penjamian hak- hak warga negara. Setiap warga negara harus dapat mengetahui dan

memahami bagaimana keputusan yang mempengaruhi hak-hak mereka dibuat dan bagaimana lembaga-lembaga publik dikelola dan dijalankan. seperti rumah sakit dan sekolah telah berperan melindungi hak-hak.

Non-Diskriminasi Hak asasi manusia harus dijamin tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan apapun. Prinsip ini tidak hanya diskriminasi atas dasar tujuan, tetapi juga perlindungan dari kebijakan dan praktik yang mungkin memiliki efek diskriminatif.

Identifikasi prinsip-prinsip hak asasi manusia yang serupa juga dilakukan oleh United Nations Population Fund atau UNFPA (2005). UNFA menambahkan beberapa dimensi prinsip hak asasi manusia seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.

Prinsip Uraian

Kesetaraan Prinsip ini menegaskan bahwa pada prinsipnya semua individu adalah sama (equality) sebagai manusia dan berdasarkan martabat yang melekat pada setiap pribadi

manusia

Inklusi (Inclusion) Pendekatan berbasis hak memerlukan tingkat partisipasi yang tinggi oleh seluruh elemen masyarakat secara inklusif, meliputi masyarakat sipil, kaum minoritas, perempuan, pemuda, anak-anak masyarakat adat, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya

Berdasarkan atas Kegagalan pemerintah untuk menjamin penikmatan hak asasi manusia, maka

aturan hukum setiap individu yang dirugikan berhak mendapatkan ganti rugi yang sesuai (rule of law) melalui proses pengadilan yang kompeten atau sesuai dengan aturan dan prosedur yang diberikan oleh hukum.

Berdasarkan uraian di atas, maka prinsip-prinsip hak asasi manusia paling tidak mencakup elemen-elemen seperti tergambarkan dalam diagram di bawah ini:

(18)

Dalam konteks penegakan hak asasi manusia, khususnya hak atas pangan, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (Food and Agriculture Organization/FAO) memperkenalkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Keseluruhan prinsip-prinsip dasar ini menjadi rujukan untuk mengatur tindakan semua tingkat pemerintahan tentang hak atas pangan. FAO telah menyoroti pentingnya seperangkat prinsip harus diperhitungkan dalam setiap pengambilan kebijakan, yang disingkat PANTHER. Keseluruhan prinsip-prinsip dasar tersebut dapat dilihat melalui tabel di bawah ini:17

Partisipasi Individu dan kelompok dapat secara aktif, bebas, efektif dan signifikan

(Participation) berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Akuntabilitas Pihak berwenang harus bertanggung jawab kepada atasan mereka dan kepada (Accountability) orang-orang yang mereka layani, serta mampu untuk menjawab keberatan setiap warga negara atas keputusan (kebijakan) yang dikeluarkan, baik proses dan isi (substansi) yang mempengaruhi penghidupan warga negara.

Tanpa diskriminasi Seharusnya tidak ada batasan atas hak atas makanan atas dasar ras, jenis (Non-discrimination) kelamin, keyakinan, dll. Dalam kasus-kasus tertentu, ini dapat berarti memperlakukan orang atau kelompok tertentu secara berbeda dari yang lain.

Transparansi Pemerintah harus memastikan bahwa informasi mengenai kegiatan dan (Transparency) kebijakan, undang-undang dan anggaran yang disiapkan dalam kerangka pemenuhan hak asasi manusia dipublikasikan dalam bahasa yang dapat diakses oleh publik dan disebarluaskan melalui media yang tepat.

Martabat manusia Pihak berwenang harus memastikan bahwa tindakan yang mempengaruhi

(Human dignity) penghidupan orang-orang dan kemampuan mereka untuk menggunakan hak asasi

manusia harus diadopsi dengan cara yang menghormati martabat dari setiap

Dubravka Bojic Bultrini, Development of Specific Right to Food Legislation, (Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations, 2014), hlm. 8

(19)

individu warga negara tersebut. Hal ini didasari fakta mendasar bahwa setiap individu warga negara adalah manusia dan penilaian tersebut bukan atas dasar status sosial atau atribut khusus.

Pemberdayaan Pihak berwenang harus menyediakan cara dan sarana bagi setiap warga negara

(Empowerment) untuk memilih dan mempengaruhi keputusan yang mempengaruhi penghidupan mereka.

Negara berdasarkan atas hukum (Rule of law)

Pemerintah harus secara sah menjalankan kewenangannya sesuai dengan hukum yang berlaku dan harus menghormati prosedur pelaksanaan yang telah ditetapkan.

2.3. Pengelompokan (Pengkategorian) Hak Asasi Manusia

Salah satu klasifikasi hak asasi manusia yang digunakan yaitu pembagian antara hak klasik dan hak sosial (classic and social rights). Hak klasik mensyaratkan tidak ada intervensi dari negara (kewajiban negatif), sementara hak sosial memerlukan intervensi aktif dari negara (kewajiban positif). Dengan kata lain, hak klasik menghendaki pelaksanaan kewajiban negara dengan cara menahan diri untuk melakukan tindakan tertentu. Sedangkan hak sosial mewajibkan negara untuk memberikan jaminan tertentu.18 Sementara itu, Karel Vasak membagi 3 (tiga) kategori norma hak asasi manusia, yang terdiri dari:

Dua kategori hak asasi manusia yang pertama merupakan potensi klaim yang berasal dari individu perorangan terhadap negara. Norma-norma tersebut merupakan hasil identifikasi dari perjanjian

http://www.humanrights.is/en/human-rights-education-project/human-rights-concepts-ideas-and-fora/part-i-the-concept-of-human-rights/definitions-and-classifications

(20)

internasional. Kategori yang terakhir mewakili potensi klaim dari masyarakat dan kelompok terhadap negara. Hak-hak kategori ketiga masih terus diperdebatkan dan belum memiliki pengakuanm, baik secara hukum maupun politik.19

Daftar hak asasi manusia yang meliputi hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak kolektif masyarakat dapat dilihat melalui tabel di bawah ini.20

http://www.globalization101.org/three-generations-of-rights/ Manfred Nowak, op.cit., hlm. 20-21

(21)

Di bidang hak sipil dan politik Di bidang hak ekonomi, sosial dan Di bidang hak kolektif

budaya

Hak untuk hidup  Hak untuk bekerja Hak masyarakat untuk:

Kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan  Hak atas kondisi kerja yang adil dan o Penentuan nasib sendiri

atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi menguntungkan o Pembangunan

atau merendahkan martabat  Hak untuk membentuk dan bergabung o Gratis penggunaan kekayaan dan

Kebebasan dari perbudakan dan kerja paksa dengan serikat pekerja sumber daya alam mereka

Hak kebebasan dan keamanan pribadi Hak atas jaminan sosial

o Damai

Hak orang yang ditahan untuk diperlakukan  Perlindungan keluarga o Lingkungan yang sehat dengan manusia  Hak atas standar hidup yang layak, Hak kolektif lainnya:

Kebebasan bertindak termasuk makanan, pakaian dan o Hak-hak minoritas nasional, etnis,

Hak atas pengadilan yang adil perumahan yang memadai agama dan bahasa

Larangan hukum pidana retroaktif  Hak atas kesehatan o Hak masyarakat adat

Hak untuk diakui sebagai seseorang di  Hak atas pendidikan hadapan hukum

Hak privasi

Kebebasan berpikir, hati nurani dan agama

Kebebasan beropini dan berekspresi

Larangan propaganda untuk perang dan hasutan berdasarkan kebencian terhadap suku, rasial atau agama Kebebasan berkumpul

Kebebasan berserikat

Hak untuk menikah dan menemukan keluarga

Hak untuk mengambil bagian dalam

pelaksanaan urusan publik, suara, dipilih dan memiliki akses terhadap pejabat publik.

(22)

Selain kategorisasi tersebut, terdapat juga kategori hak asasi manusia yang meliputi:21

Hak prosedural:

Hak akses yang setara terhadap keadilan dan pengadilan yang adil, khususnya dalam proses pidana;

Hak khusus untuk kelompok yang kurang beruntung:

Anak-anak, orang tua, orang-orang cacat, orang asing, pengungsi,

minoritas, masyarakat adat dan kelompok yang kurang beruntung lainnya

Pengkategorisasian hak asasi manusia antara hak sipil dan politik (hak asasi manusia generasi pertama), dan hak ekonomi, sosial dan budaya (hak asasi manusia generasi kedua). Perbedaan tersebut didasarkan pada unsur-unsur yang berbeda yang terkait dengan masing-masing, dan terutama karena terkait dengan implementasi masing-masing. Namun demikian, perbedaan ini tidak menyiratkan bahwa satu perangkat hak lebih penting daripada yang lain, tetapi lebih didasarkan pada pemahaman bahwa semua hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dan saling bergantung. Referensi juga harus dibuat untuk apa yang disebut hak asasi 'generasi ketiga' atau 'solidaritas', yang mencakup, misalnya, hak atas pembangunan, untuk menentukan nasib sendiri, untuk perdamaian dan lingkungan yang sehat. Diasumsikan bahwa hak-hak ini seharusnya tidak hanya menguntungkan individu tetapi juga kelompok dan masyarakat dan bahwa kesadaran terhadap hak-hak ini membutuhkan kerja sama dan solidaritas global.22

Selanjutnya, Sumner B. Twiss mempertegas kategori hak asasi manusia dengan membagi tipologi hak asasi manusia menjadi:23

Hak-hak sipil-politik merupakan norma-norma yang berkaitan dengan keamanan fisik dan kebebasan sipil (civil liberties), misalnya tidak ada penyiksaan, perbudakan,

perlakuan tidak manusiawi, penangkapan sewenang-wenang; persamaan di depan hukum. Selain itu, kategori hak ini juga mencakup norma-norma yang berkaitan dengan kebebasan atau pemberdayaan sipil-politik, misalnya kebebasan berpikir, hati nurani, dan agama; kebebasan berkumpul dan berserikat sukarela, partisipasi politik dalam kehidupan bernegara;

Hak-hak sosial-ekonomi mencakup norma-norma yang berkaitan dengan penyediaan barang-barang publik untuk memenuhi kebutuhan sosial misalnya, gizi, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan. Di samping itu, norma ini juga meliputi penyediaan

fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi misalnya, jaminan adanya upah yang adil, standar hidup yang memadai, jaring keamanan sosial;

3. Hak kolektif-pembangunan mencakup dua subtipe hak, yaitupenentuan nasib sendiri dari bangsa misalnya, untuk status politik dan pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya mereka). Subtiye hak yang kedua berkaitan dengan hak-hak kelompok tertentu seperti etnis dan agama minoritas. Hak kelompok ini, misalnya hak untuk menikmati budaya, bahasa, dan agama mereka sendiri.

Franziska Walter, et.al., (ed.), op.cit., hlm. 7

Jasminka Džumhur, et.al., Human Rights for Social Workers in Theory and Practice, OSCE 2010, hlm. 11 http://www.globalization101.org/three-generations-of-rights/

(23)

Pengkategorian Eksistensi HAM yang Utama

Eksistensi HAM yang utama (core of existential human rights) terbagi ke dalam kategori, berikut ini:

Hak sipil dan kebebasan (civil rights and liberties) antara lain, mencakup: Hak atas privasi, kebebasan bergerak, berpendapat, berhati nurani,

beragama, berserikat dan berkumpul, hak untuk hidup, integritas pribadi; Hak kesetaraan (rights of equality) antara lain, mencakup:

Persamaan di muka hukum, perlindungan terhadap diskriminasi atas dasar jenis kelamin, usia, ras, warna kulit, agama, asal etnis dan sosial atau karakteristik genetik, pendapat politik, disabilitas atau orientasi seksual;

Hak politik (political rights) antara lain, mencakup:

Hak untuk memilih, akses yang sama atas pemerintahan, kebebasan partai politik;

Hak ekonomi (economic rights) antara lain, mencakup:

Hak atas kepemilikan, kebebasan untuk melakukan usaha, hak atas pekerjaan, hak untuk bebas memilih pekerjaan dan kondisi kerja yang layak;

Hak sosial dan budaya antara lain, mencakup:

Hak atas standar hidup yang layak, makanan, air, perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, jaminan sosial

Hak-hak kolektif (collective rights) antara lain, mencakup:

Hak penentuan nasib sendiri, hak atas pembangunan dan lingkungan yang sehat;

Hak prosedural (procedural rights)

Hak akses yang sama terhadap keadilan dan pengadilan yang adil, terutama dalam proses pidana

Hak khusus untuk kelompok yang kurang beruntung dan rentan (specific rights for disadvantaged groups)

Anak-anak, orang tua, penyandang disablitas, orang asing,

pengungsi, kelompok minoritas, masyarakat adat, dan kelompok yang kurang beruntung lainnya

Sumber: Austrian Development Agency, 2010

Dalam konteks Indonesia, Komnas Perempuan dengan mengacu pada UUD 1945 mengidentifikasi terdapat 40 hak konstitusional yang melekat pada setiap warga negara. Keempat puluh hak konstitusional tersebut kemudian dikelompokkan oleh Komnas Perempuan menjadi 14 rumpun hak asasi manusia. Hasil identifikasi dan pengelompokan hak konstitusional tersebut dapat dilihat melalui tabel di bawah ini:

(24)

Rumpun Hak Konstitusional yang Dijamin dalam Ketentuan yang

UUD 1945 Mengatur

1. Hak Atas 1. Hak atas status kewarganegaraan Pasal 28D (4)

Kewarganegaraan 2. Hak atas kesamaan kedudukan di dalam Pasal 27 (1), Pasal 28D

hukum dan pemerintahan (1), Pasal28 D (3)

2. Hak Atas Hidup 3. Hak untuk hidup serta mempertahankan Pasal 28A, Pasal 28I

hidup dan kehidupannya (1)

4. Hak atas kelangsungan hidup, tumbuh Pasal 28B (2)

dan berkembang

3. Hak Untuk 5. Hak untuk mengembangkan diri melalui Pasal 28C (1) Mengembangkan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapat

Diri pendidikan, dan memperoleh manfaat

dari ilmu pengetahuan dan teknologi,

seni dan budaya

6. Hak atas jaminan sosial yang Pasal 28H (3)

memungkinkan pengembangan dirinya

secara utuh sebagai manusia yang

bermartabat

7. Hak untuk berkomunikasi dan Pasal 28F

memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosial

8. Hak mendapat pendidikan Pasal 28 C (1), Pasal 31

(1)

4. Hak Atas Kemerdekaan 9. Hak atas kemerdekaan pikiran dan hati Pasal 28I (1) Pikiran dan Kebebasan nurani

Memilih 10. Hak atas kebebasan meyakini Pasal 28E (2)

kepercayaan

11. Hak untuk bebas memeluk agama dan Pasal 28E (1), Pasal 29

beribadat menurut agamanya (2)

12. Hak untuk bebas memilih pendidikan Pasal 28E (1)

dan pengajaran, pekerjaan,

kewarganegaraan, tempat tinggal

13. Hak atas kebebasan berserikat dan Pasal 28E (3)

berkumpul

14. Hak untuk menyatakan pikiran dan Pasal 28E (2)

sikap sesuai dengan hati nurani

5. Hak Atas Informasi 15. Hak untuk berkomunikasi dan Pasal 28F

memperoleh informasi

16. Hak untuk mencari, memperoleh, Pasal 28F

memiliki, menyimpan, mengolah, dan

menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia

6. Hak Atas Kerja dan 17. Hak atas pekerjaan dan penghidupan Pasal 27 (2) Penghidupan Layak yang layak bagi kemanusiaan

18. Hak untuk bekerja dan mendapat Pasal 28D (2)

imbalan dan perlakuan yang adil

dan layak dalam hubungan kerja

19. Hak untuk tidak diperbudak Pasal 28I (1)

7. Hak Atas Kepemilikan 20. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Pasal 28H (4) dan Perumahan 21. Hak untuk bertempat tinggal Pasal 28H (1) 8. Hak Atas Kesehatan dan 22. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan Pasal 28H (1)

Lingkungan Sehat batin 21 |Draft Bahan Ajar

(25)

23. Hak untuk mendapatkan lingkungan Pasal 28H (1) hidup yang baik dan sehat

24. Hak untuk memperoleh pelayanan Pasal 28H (1) kesehatan

9. Hak Berkeluarga 25. Hak membentuk keluarga Pasal 28B (1) 10. Hak Atas Kepastian 26. Hak atas pengakuan, jaminan dan Pasal 28D (1)

Hukum dan Keadilan perlindungan dan kepastian hukum yang adil

27. Hak atas perlakuan yang sama di Pasal 27 (1), Pasal 28D

hadapan hukum (1)

28. Hak untuk diakui sebagai pribadi Pasal 28I (1) dihadapan hukum

11. Hak Bebas Dari 29. Hak atas rasa aman dan perlindungan Pasal 28G (1) Ancaman, Diskriminasi dari ancaman ketakutan untuk berbuat

dan Kekerasan atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi

30. Hak untuk bebas dari penyiksaan atau Pasal 28G (2) perlakuan yang merendahkan derajat

martabat manusia

31. Hak untuk bebas dari perlakuan Pasal 28I (2) diskriminatif atas dasar apapun

32. Hak untuk mendapat kemudahan dan Pasal 28H (2) perlakuan khusus untuk memperoleh

kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan

12. Hak Atas Perlindungan 33. Hak atas perlindungan diri pribadi, Pasal 28G (1) keluarga, kehormatan, martabat, dan

harta benda yang di bawah kekuasaannya

34. Hak untuk mendapatkan perlindungan Pasal 28I (2) terhadap perlakuan yang bersifat

diskriminatif

35. Hak atas perlindungan identitas budaya Pasal 28I (3) dan hak masyarakat tradisional yang

selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban

36. Hak atas perlindungan dari kekerasan Pasal 28B (2), Pasal

dan diskriminasi 28I (2)

37. Hak untuk memperoleh suaka politik Pasal 28G (2) dari negara lain

13. Hak Memperjuangkan 38. Hak untuk memajukan dirinya dalam Pasal 28C (2)

Hak memperjuangkan haknya secara

kolektif

39. Hak atas kebebasan berserikat, Pasal 28, Pasal 28 E berkumpul, dan mengeluarkan (3)

pendapat

14. Hak Atas Pemerintahan 40. Hak untuk memperoleh kesempatan Pasal 27 (1), Pasal 28D yang sama dalam pemerintahan (3)

Kemudian hak-hak konstitusional tersebut kembali diperkuat melalui hak-hak hukum melalui UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini mengatur perlindungan 10 kelompok (kategori) hak yang mencakup hak-hak berikut ini:

(26)

Kategori Ruang Lingkup Hak Ketentuan yang Mengatur

1. Hak untuk Hidup Hak untuk hidup, mempertahankan hidup Pasal 9 ayat (1) dan meningkatkan taraf kehidupan

Hak hidup tentram, aman, damai, bahagia, Pasal 9 ayat (2) sejahtera lahir dan batin.

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan Pasal 9 ayat (3) sehat.

2. Hak berkeluarga dan Hak membentuk suatu keluarga dan Pasal 10 ayat (1) Melanjutkan Keturunan melanjutkan keturunan

3. Hak Mengembangkan Hak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya Pasal 11 Diri untuk tumbuh dan berkembang secara

layak.

Hak atas perlindungan bagi pengembangan Pasal 12 pribadi, memperoleh pendidikan,

mencerdaskan diri, dan meningkatkan kualitas hidup

Hak untuk mengembangkan dan Pasal 13 memperoleh manfaat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya

Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh Pasal 14 ayat (1) dan (2) informasi serta hak mencari, memperoleh,

memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi

Hak untuk memperjuangkan hak Pasal 15 pengembangan dirinya, baik secara pribadi

maupun kolektif

Hak untuk melakukan pekerjaan sosial dan Pasal 16 kebajikan serta mendirikan organisasi

4. Hak Memperoleh Hak untuk memperoleh keadilan tanpa Pasal 17 Keadilan diskriminasi mengajukan permohonan,

pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemerikasaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar

Hak dianggap tidak bersalah, sampai Pasal 18 ayat (1) dibuktikan kesalahannya secara sah dalam

suatu sidang pengadilan

Hak tidak dituntut untuk dihukum atau Pasal 18 ayat (2) dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu

peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan

Hak diberlakukan ketentuan yang paling Pasal 18 ayat (3) menguntungkan bagi tersangka apabila

terjadi perubahan suatu undang-undang

Hak mendapatkan bantuan hukum sejak Pasal 18 ayat (4) saat penyidikan sampai adanya putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(27)

Hak tidak dapat dituntut untuk kedua Pasal 18 ayat (5) kalinya dalam perkara yang sama atas suatu

perbutan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

5. Hak atas kebebasan Hak tidak diperbudak atau diperhamba Pasal 20 ayat (1) pribadi Hak atas keutuhan pribadi, baik rohani Pasal 21

maupun jasmani

Hak untuk bebas memeluk agama dan untuk Pasal 22 ayat (1) beribadah menurut agama dan

kepercayaannya

Hak untuk bebas untuk memilih dan Pasal 23 ayat (1) mempunyai keyakinan politiknya.

Hak untuk berkumpul, berapat, dan Pasal 24 ayat (1) berserikat

Hak mendirikan partai politik, lembaga Pasal 24 ayat (1) swadaya masyarakat atau organisasi lainnya

untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia

Hak untuk menyampaikan pendapat di muka Pasal 25 umum, termasuk hak untuk mogok

Hak memiliki, memperoleh, mengganti, Pasal 26 ayat (1) atau mempertahankan status

kewarganegaraannya

Hak untuk secara bebas bergerak, Pasal 27 ayat (1) berpindah, dan bertempat tinggal dalam

wilayah negara Republik Indonesia

Hak meninggalkan dan masuk kembali ke Pasal 27 ayat (2) wilayah negara Republik Indonesia

6. Hak atas Rasa Aman Hak mencari suaka untuk memperoleh Pasal 28 perlindungan politik dari negara lain

Hak atas perlindungan diri pribadi, Pasal 29 ayat (1) keluarga, kehormatan, martabat, dan hak

miliknya.

Hak attas pengakuan di depan hukum Pasal 29 ayat (2) sebagai manusia pribadi

Hak atas rasa aman dan tenteram serta Pasal 30 perlindungan terhadap ancaman ketakutan

untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Hak atas perlindungan terhadap kediaman, Pasal 31 ayat (1) dan (2) termasuk pekarangan

Hak atas kemerdekaan dan rahasia dalam Pasal 32 hubungan surat-menyurat termasuk

hubungan komunikasi sarana elektronika

Hak untuk bebas dari penyiksaan, Pasal 33 ayat (1) penghukuman atau perlakuan yang kejam,

tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya

Hak untuk bebas sari penghilangan paksa Pasal 33 ayat (2) dan penghilangan nyawa

(28)

Hak tidak ditangkap, ditahan, disiksa, Pasal 34 dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara

sewenag-wenang

Hak hidup dalam tatanan masyarakat dan Pasal 35 kenegaraan yang damai, aman, dan

tentram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia

7. Hak atas Kesejahteraan Hak mempunyai milik,baik sendiri maupun Pasal 36 ayat (1) bersama-sama dengan orang lain

Hak atas perlindungan dari perampasan hak Pasal 36 ayat (2) milik dengans sewenang-wenang dan secara

melawan hukum

Hak atas ganti rugi apabila hak milik atas Pasal 37 suatu benda dicabut demi kepentingan

umum

Hak atas pekerjaan yang layak Pasal 38 ayat (1) hak memilih pekerjaan yang disukainya Pasal 38 ayat (2) dan hak atas syarat-syarat

ketenagakerjaan yang adil

Hak atas upah dan upah yang adil Pasal 38 ayat (4) Hak untuk mendirikan serikat pekerja dan Pasal 39

tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya

Hak untuk bertempat tinggal serta Pasal 40 berkehidupan yang layak

Hak atas jaminan social yang dibutuhkan Pasal 41 ayat (1) untuk hidup layak serta untuk

perkembangan pribadinya secara utuh

Hak setiap penyandang cacat, orang yang Pasal 41 ayat (2) berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-

anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.

Hak setiap warga negara yang berusia Pasal 42 lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental

berhak memperoleh perawatan,

pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin

kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

8. Hak Turut Serta dalam Hak untuk dipilih dan memilih dalam Pasal 43 ayat (1) Pemerintahan pemilihan umum

Hak turut serta dalam pemerintahan dengan Pasal 43 ayat (2) langsung atau dengan perantaraan wakil

yang dipilihnya dengan bebas

Hak sendiri maupun bersama-sama berhak Pasal 44 mengajukan pendapat, permohonan,

pengaduan, dan atau usaha kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan 25 |Draft Bahan Ajar

(29)

efisien, baik dengan lisan meupun dengan tulisan

9. Hak Wanita Hak wanita adalah hak asasi manusia Pasal 45 Hak jaminan keterwakilan dalam sistem Pasal 46 pemilihan umum, kepartaian, pemilihan

anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif dan di bidang yudikatif

Hak untuk mempertahankan, mengganti, Pasal 47 atau memperoleh kembali status

kewarganegaraan ketika seorang wanita menikah dengan seorang pria

berkewarganegaraan asing

Hak untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 48 pengajaran di semua jenis, jenjang dan

jalur pendidikan

Hak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam Pasal 49 ayat (1) pekerjaan, jabatan, dan profesi

Hak untuk mendapatkan perlindungan Pasal 49 ayat (2) khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau

profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi

Hak khusus yang melekat pada diri wanita Pasal 49 ayat (3) dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin

dan dilindungi oleh hukum

Hak untuk melakukan perbuatan hukum Pasal 50 sendiri apabila sudah dewasa

Hak dan tanggung jawab yang sama selama Pasal 51 ayat (1) dalam ikatan perkawinan dengan suaminya

atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya dan hak pemilikan serta pengelolaan harta bersam

Hak dan tanggung jawab yang sama dengan Pasal 51 ayat (2) mantan suaminya atas semua hal yang

berkenaan dengan anak-anaknya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak ketika perkawinan putus

Hak yang sama dengan mantan suaminya Pasal 51 ayat (3) atas semua hal yang berkenaan dengan

harta bersama tanpa mengurangi hak anak

10. Hak Anak Hak atas perlindungan oleh orang tua, Pasal 52 ayat (1) keluarga, masyarakat, dan negara

Hak anak adalah hak asasi manusia dan Pasal 52 ayat (1) untuk kepentingannya hak anak itu diakui

dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan

Hak untuk hidup, mempertahankan hidup, Pasal 53 ayat (1) dan meningkatkan taraf kehidupannya sejak

dalam kandungan

Hak atas suatu nama dan status Pasal 53 ayat (2) kewarganegaraan sejak lahir

(30)

Hak setiap anak yang cacat fisik atau Pasal 54 mental memperoleh perawatan,

pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin

kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara

Hak untuk beribadah menurut agamanya, Pasal 55 berfikir, berekspresi sesuai dengan tingkat

intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali

Hak untuk mengetahui siapa orang tuanya, Pasal 56 dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya

sendiri

Hak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, Pasal 57 ayat (1) dididik, diarahkan, dan dibimbing

kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa

hak untuk mendapatkan orang tua angkat Pasal 57 ayat (2) atau wali berdasarkan putusan pengadilan

apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua

Hak untuk mendapatkan perlindungan Pasal 58 ayat (1) hukum dari segala bentuk kekerasan fisik

atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak

hak untuk tidak dipisahkan dari orang Pasal 58 ayat (1) tuanya secara bertentangan dengan

kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu demi kepentingan terbaik bagi anak

hak untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 60 ayat (1) pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasan

Hak mencari, menerima, dan memberikan Pasal 60 ayat (2) informasi sesuai dengan tingkat

intelektualitas dan usianya demi

pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

Hak untuk beristirahat, bergaul dengan Pasal 61 anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan

berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri

Hak untuk memperoleh pelayanan Pasal 62 kesehatan dan jaminan sosial secara layak,

(31)

sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualn

hak untuk tidak dilibatkan di dalam Pasal 63 peristiwa peperangan, sengketa bersenjata,

kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

Hak untuk memperoleh perlindungan dari Pasl 64 kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap

pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritual

Hk untuk memperoleh perlindungan dari Pasal 65 kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual,

penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

Hak untuk tidak dijadikan sasaran Pasal 66 ayat (1) penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan

hukuman yang tidak manusiawi

Hak untuk tidak dirampas kebebasannya Pasal 66 ayat (3) secara melawan hukum.

Hak mendapatkan perlakuan secara Pasal 66 ayat (5) manusiawi dan dengan memperhatikan

kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya

Hak memperoleh bantuan hukum atau Pasal 66 ayat (6) bantuan lainnya secara efektif dalam setiap

tahapan upaya hukum yang berlaku

Hak untuk membela diri dan memperoleh Pasal 66 ayat (7) keadilan di depan Pengadilan Anak yang

obyektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum

2.4. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia 2.4.1. Sejarah Hak Asasi Manusia

Internasional A. Era Pra-Modern

Banyak orang beranggapan bahwa perkembangan hukum hak asasi manusia sebagai salah satu prestasi terbesar abad XX. Namun, sebenarnya perkembangan hak asasi manusia sebenarnya tidaklah dimulai dengan pengembangan instrumen hukum internasional yang ditopang dengan sistem dan mekanisme penegakannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Perkembangan dan dinamika hak asasi manusia pada dasarnya berkembang mengikuti perkembangan sejarah peradaban manusia. Sepanjang sejarahnya, manusia selalu berupaya membangun dan mengembangkan konsep perilaku etis, keadilan, martabat, dan hak milik yang mendasari upaya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan. Gagasan dan kontribusi terhadap pengembangan hukum, termasuk perlindungan terhadap eksistensi manusia dapat ditemukan dan ditelusuri pada

(32)

masa Babilonia, China, dan India. Selain itu, upaya penghormatan terhadap manusia dapat ditemukan dalam ajaran-ajaran masa Yunani dan Romawi. Rujukan-rujukan mengenai nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan pada umumnya dapat juga ditemukan dalam semua ajaran-ajaran agama di dunia. Namun demikian, sampai abad XVIII belum ada masyarakat, peradaban atau budaya, baik dalam dunia Barat atau dunia non-Barat, yang mempraktikkan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak asasi manusia yang dijamin melalui instrumen hukum internasional (Nancy Flowers, tanpa tahun).

Konsep etika, keadilan dan martabat manusia juga dapat ditemukan dalam masyarakat yang tidak meninggalkan catatan tertulis, namun konsep ini dapat ditemukan melalui sejarah lisan seperti tradisi-tradisi masyarakat adat. Ide-ide tentang keadilan yang menonjol dalam pemikiran filsuf dapat ditelusuri pada abad pertengahan, Renaissance dan Pencerahan. Pemikiran hukum alam (hukum kodrati) memang dominan pada masa itu. Hukum kodrat menyatakan bahwa setiap individu manusia memiliki hak-hak tertentu hanya karena mereka manusia. Meskipun perkembangan yang signifikan dalam pemikiran tentang hak asasi manusia terjadi mulai dari abad XVII dan abad XVIII (Australian Human Rights Commission, 2010).

Sistem nilai yang diwujudkan dalam hak asasi manusia bukanlah

merupakan sistem yang spesifik dimiliki oleh Eropa, namun sebenarnya juga ditemukan dalam semua kebudayaan dan agama seluruh dunia. Kehidupan, martabat, kebebasan, keseteraan, dan kepemilikan manusia dilindungi merupakan perintah moral, standar hukum pidana, dan aturan peradilan. Aturan-aturan ini juga ditemukan dalam semua agama.

Sumber: Manfred Nowak, 2003

Jauh sebelumnya, pada tahun 539 Sebelum Masehi, Cyrus Agung (Cyrus the Great), raja pertama dari Persia kuno, saat menaklukkan kota Babilonia, telah mengambil tindakan besar yang menandai kemajuan besar untuk kemanusiaan. Tindakan yang diambil raja Cyrus Agung ini, antara lain:

Membebaskan para budak;

Menyatakan bahwa semua orang memiliki hak untuk memilih agama mereka sendiri; Mengakui kesetaraan antara ras-ras yang ada.

Keputusan ini dicatat pada sebuah silinder tanah liat yang dipanggang dengan mempergunakan bahasa Akkadia. Deklarasi ini dikenal sebagai Silinder Cyrus (Cyrus Cylinder) dan diakui sebagai piagam pertama di dunia yang mengakui hak asasi manusia. Pengakuan terhadap hak asasi manusia dalam deklarasi ini dapat disamakan (paralel) dengan empat pasal pertama dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Dari Babilonia, ide hak asasi manusia ini menyebar secara cepat menjangkau India, Yunani, dan Romawi.24

http://www.humanrights.com 29 |Draft Bahan Ajar

(33)

Pada masa perkembangan Islam sekitar abad ke-7 Masehi tidak lama setelah menetap di Madinah, Nabi Muhammad SAW secara konkret meletakkan dasar-dasar masyarakat madani, bersama semua unsur penduduk Madinah menggariskan ketentuan hidup bersama dalam suatu dokumen yang dikenal sebagai Piagam Madinah (Mîntsâq Al-Madînah). Dalam dokumen itu umat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan, antara lain, kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi, serta tanggung jawab sosial dan politik, khususnya pertahanan, secara bersama. Piagam Madinah sering disebut oleh meletakkan dasardasar kehidupan bersama. Idenya ialah pluralisme, yang mengakui eksistensi semua golongan: orang Yahudi, orang Muslim, orang non- Yahudi dan non-Muslim. Dalam Piagam itu disebutkan hak dan kewajiban yang sama untuk masing-masing golongan penduduk Madinah, baik Muslim maupun bukan (Budhy Munawar-Rachman, 2012: 1878-2679).

Piagam Madinah juga mengatur perjanjian bersama di antara kelompok-kelompok masyarakat untuk bernegara dengan naskah perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis. Dokumen politik ini dianggap ileh berbagai pakar sebagai Konstitusi Madinah (the Constitution of Medina) yang tertulis untuk mengatur pemerintahan Negara Madinah, suatu negara dengan masyarakat yang plural. Dalam Piagam Madinah diatur jaminan hak-hak sipil dan politik yang diberikan kepada kelompok lain selain kaum Muhajirin dan Ansor, yaitu Yahudi. Kelompok ini diberikan kebebasan melaksanakan adat dan kebiasaan baik mereka (Muhammad Alim, 2010:78-79). Menurut Muhammad Alim (2010, 80-81) terdapat 5 makna utama Piagam Madinah, yaitu (1) penempatan nama Allah; (2) adanya perjanjian masyarakat (social contract); (3) kemajemukan peserta; (4) keanggotaan terbuka; dan (5) kesatuan dalam kebhinekaan.

Dokumen selanjutnya mengenai perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dapat ditemukan dalam Magna Charta, atau "Great Charter". Dokumen ini seringkali dikatakan sebagai dokumen

awal yang

paling signifikan dari proses

sejarah hukum konstitusional. Pada 1215, setelah Raja

John, dari Inggris melanggar sejumlah hukum dan tradisi Inggris, rakyat memaksanya untuk menandatangani Magna Charta, seperti; (1) hak gereja untuk bebas dari campur tangan pemerintah; (2) hak-hak semua warga negara bebas untuk memiliki dan mewarisi hak milik; dan (3) harus dilindungi dari pajak yang berlebihan, prinsip-prinsip proses hukum (due process) dan persamaan di depan hukum (equality before the law). Pengaturan dalam Magna Charta tersebut kemudian dianggap sebagau jaminan hak-hak dasar sebagai manusia. Di samping itu, Magna Charta juga dipandang sebagai salah satu dokumen hukum yang paling penting dalam pengembangan demokrasi modern dan menjadi titik balik penting dalam perjuangan untuk membangun kebebasan.25 Magna Charta kemudian diperkuat melalui pandangan filsafat John Locke yang meletakkan dasar bagi pengakuan hak fundamental tertentu dari manusia dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain yang harus dijamin oleh penguasa semakin memperkuat nilai-nilai hak asasi manusia (P. van Dijk, 2001).

http://www.humanrights.com 30 |Draft Bahan Ajar

Referensi

Dokumen terkait

Biaya yang dikeluarkan oleh Peternak adalah biaya pengemasan, sedangkan pedagang tidak mengeluarkan biaya dalam proses pemasaran susu kambing PE.. Biaya yang

Proses penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam pembelajaran mata pelajaran umum yang dilaksanakan oleh guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Tinambung Kabupaten

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah mewajibkan

Dengan didasari hal tersebut terbentuklah tujuan untuk membuat aplikasi kamus portable bahasa Indonesia – Inggris – Jawa, yang dapat digunakan di perangkat mobile.. Agar user

Suatu program yang ditulis dengan versi bahasa C tertentu akan dapat dikompilasi dengan versi bahasa C yang lain hanya dengan sedikit modifikasi.. C adalah bahasa

MS merupakan penyakit saraf kronis yang mempengaruhi sistem saraf pusat, sehingga dapatmenyebabkan gangguan organ seperti: rasa sakit, masalah

Setelah melakukan penafsiran data maka disimpulkan bahwa terkait: (1) kerangka acuan dan rotasi mental, subjek laki-laki dominan menggunakan kemampuan spasialnya

Pada tugas akhir ini menggunakan metode ANFIS yaitu jaringan saraf tiruan yang di integrasikan dengan sistem fuzzy.. .yang akan membahas mengenai identifikasi parmeter