• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan Simulasi Perbaikan Kinerja Jaringan Telemetri dan Komando pada Satelit Pengawas Mikro LAPAN-TUBSAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis dan Simulasi Perbaikan Kinerja Jaringan Telemetri dan Komando pada Satelit Pengawas Mikro LAPAN-TUBSAT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Pengaplikasian Telematika SINAPTIKA 2010 – ISSN 2086-8251

184

Analisis dan Simulasi Perbaikan Kinerja Jaringan

Telemetri dan Komando pada Satelit Pengawas

Mikro LAPAN-TUBSAT

Raka Yusuf1 dan Fitri Rahmawati2

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Mercu Buana JL. Raya Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta, 11650

E-mail : rakayusuf@yahoo.co.id1, fitri_9979@yahoo.com2

Abstrak -- Tujuan utama dari suatu jaringan

wireless ialah untuk melakukan komunikasi menggunakan sinyal dan kerusakan sinyal, khususnya pada komunikasi satelit yang lebih komplek dan beresiko tinggi sehingga mudah terkena berbagai macam gangguan dari luar. Untuk itu, dalam menganalisa diperlukan pemeriksaan dan perhitungan yang tepat agar selalu mendapatkan kinerja yang bagus. Di sini digunakan teknik link budget satelit. Untuk pemeriksaan lainnya digunakan teknik lain yang mendukung. Sebagai kesimpulan, penelitian ini memberikan rekomendasi yaitu penggantian perangkat dengan spesifikasi yang lebih bagus yang dapat meminimalisasi derau dan meminimalisasi gain antena – LNA (Low Noise Amplifier) sehingga menghasilkan kualitas sinyal yang bagus dan tidak mahal. Landasan dari rekomendasi ini dapat dilihat pada simulasi berdasarkan teknik yang sama dengan menggunakan simulator jaringan OPNET. Di sini penulis merubah OPNET sedikit pada prosedur pipeline untuk penerimaan daya (receive power) dan C/N (SNR).

Kata kunci: Kinerja satelit, telemetri dan komando, link budget, Bit Error Rate, OPNET.

I PENDAHULUAN

Satelit (wahana antariksa) dengan kemampuan monitoring yang berkelanjutan terhadap kondisi Indonesia dengan menggunakan video pengawas sangat dibutuhkan pemerintah Indonesia sehingga dapat memonitor kebakaran hutan, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, kecelakaan kapal atau pesawat secara real time. Dalam melaksanakan misi pengawasan, satelit dapat dikendalikan secara otomatis yaitu digerakkan secara statis melalui program komputer yang sudah diatur pada komputer satelit itu sendiri (misalnya mengarahkan kamera hanya kearah pulau Jawa) dan satelit juga dapat dikendalikan secara remote oleh operator sehingga satelit dapat digerakkan secara dinamis sesuai keinginan operator (misalnya mengarahkan kamera ke arah gunung meletus) [15]. Dalam System pengendalian satelit yang disebut T&C

(telemetry and command), operator mengirim komando (command) untuk mengendalikan satelit dari komputer di bumi ke komputer satelit yang disebut uplink komando dan operator menerima data telemetri (telemetry) satelit untuk tindak lanjut pengendalian satelit berikutnya dari komputer satelit yang disebut downlink telemetri. Uplink komando dan downlink telemetri melalui jaringan wireless (radio) sehingga dibutuhkan perancangan link komunikasi yang handal. Namun keterbatasan kemampuan nasional dibidang pengembangan satelit (anggaran/biaya pemerintah dan sumber daya manusia LAPAN), maka dirancang satelit mikro LAPAN-TUBSAT dan dibangun atas kerjasama dengan TU (Technical University) – Berlin [10], [15]. Pembahasan penelitian ini adalah pada peningkatan kinerja jaringan wireless (radio) T&C satelit LAPAN-TUBSAT. Bagian yang difokuskan adalah jaringan fisik dengan fungsi perangkat keras (hardware) dan media transmisi meliputi perangkat mekanik, dan elektromagnetik (kekuatan sinyal, pensinyalan, penguatan sinyal, modulasi) [27]. Karna analisa dan pengukuran network sangat kompleks dan terdapat keterbatasan perangkat, maka analisa dan pengujian menggunakan perangkat lunak simulator network bernama OPNET.

Tujuan pembahasan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisa jaringan wireless (radio) satelit

LAPAN-TUBSAT pada jaringan fisik uplink komando dan downlink telemetri termasuk perancangan space link sesuai spesifikasi peralatan jaringan dan parameter lainnya yang dibutuhkan. 2. Mensimulasikan jaringan fisik wireless (radio)

T&C satelit LAPAN-TUBSAT, serta mengukur tingkat kelayakan (availability, kualitas) [26] dengan OPNET untuk mensimulasikan uplink komando dan downlink telemetry.

3. Modifikasi received power dan mengganti SNR dengan C/N low-level radio models (pipeline stage) pada OPNET agar sesuai dengan teknik digital link budget satelit dalam space link.

4. Memberikan rekomendasi dari permasalahan yang ada untuk peningkatan kinerja jaringan.

(2)

Seminar Nasional Pengaplikasian Telematika SINAPTIKA 2010 – ISSN 2086-8251

185 II. ANALISIS MASALAH

Satelit pengawasan untuk observasi yang dirancang LAPAN-Indonesia telah beroperasi yang dapat dilihat pada Gambar 1. Namun dalam masa operasinya kadang mengalami permasalahan dengan pentransmisian sinyal yaitu sinyal tidak bagus walaupun dalam kondisi garis pandang (LOS), cuaca cerah dan sistem antena tracking yang bagus (laporan petugas). Masalah akibat sinyal Uplink-Downlink tidak bagus yang dapat dilihat pada Gambar 2 yaitu: 1. Sinyal data hilang (lost) dapat disebabkan oleh

sinyal tidak cukup kuat mencapai antena satelit, sinyal terinterferensi sistem komunikasi lain, antena satelit tidak menghadap bumi, dan lain-lain [13], [25].

2. Sinyal data yang rusak dapat disebabkan oleh derau (noise) selama pentransmisian dan dari derau perangkat elektronik system penerima, terinterferensi sistem komunikasi lain, BER besar, dan lain-lain [25].

Gambar 1 Konfigurasi T&C Remote video

survailance [10],[15]

Setelah analisis masalah maka terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan dan perhitungan untuk merumuskan masalah sehingga dapat dicari solusi pemecahan masalahnya.

A. Pemeriksaan Impedansi Perangkat Komunikasi

Semua perangkat RF menggunakan nilai impedansi 50 ohm agar sinyal power dapat diterima/diserap dengan baik [9], yaitu antena yagi G/S [7], antena half-dipole satelit [7], transceiver G/S Icom-910H (spesifikasi), kable coaxial RF RG-58 (spesifikasi), transceiver TTC satelit [10], [15], dan kable RF satelit [10], [15].

B. Pemeriksaan Antena Pemancar Dan Penerima

a) Pemeriksaan Polarisasi Antena

Frekuensi 437.325 mhz (dibawah 1 Ghz) tidak terpengaruh efek faraday dan dapat menggunakan polarisasi lurus atau linier [4]. Tipe antena T&C dan polarisasi linier pada satelit yang berguna sejak peluncuran hingga diorbit adalah halfdipole dengan arah pancaran omnidirectional [22] dan untuk koneksi titik ke titik (Point to point) pada frekuensi dibawah 700 mhz (UHF) pada G/S adalah yagi dengan arah pancaran semi-directional [7]. Karna polarisasai linier terdiri dari polarisasi vertical dan horizontal, maka antena yagi yang dipilih harus cross-yagi (linier) dan ini sudah dilaksanakan [12]. b) Pemeriksaan Gain Antena

Hasil pemeriksaan data gain antena G/S adalah 11 db [15] dan satelit adalah -1 (min) sampai 3 (max) db [10], yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pola radiasi-gain antenna halfdipole.

sumber : Wikipedia-free encyclopedia

C. Pemeriksaan Minimum Penerimaan Daya (Received Power) G/S

Dari perhitungan dibawah ini [21], diketahui kemampuan sensitivitas transceiver G/S ICOM 910H sangat sensitif/bagus yaitu dapat menerima daya sinyal hingga -151.88 dbw.

Pr minimum = sensitivitas ^2/ impedansi = 0.00000018^2 watt / 50 = 6.48*10^-16

dalam satuan dbw = 10 log (6.48E-16) = -151.88 dbw

D. Pemeriksaan Kebutuhan C/N (C/N Req)

Di butuhkan batas minimum C/N agar performance baik dan nilai C/N harus melebihi nilai C/N_req. Kebutuhan C/N dapat dilihat dari perhitungan berikut: [2]

margin yang diizinkan untuk mobile satelit = 5 db [24].

C/No_req = Eb/No_req +datarate+margin = 15+(10*log(1200))+5 = 50.79 db

C/N_req = C/No_req -10log B = 50.79 – (10*log(7600)) = 11.98 db

E. Pemeriksaan BER (Bit Error Rate)

Pemilihan BER disini bagus (semakin kecil) yaitu 10-7 maksudnya terdapat 1 bit galat (error) dalam

(3)

Seminar Nasional Pengaplikasian Telematika SINAPTIKA 2010 – ISSN 2086-8251

186

186

10.000.000 bit yang dikirim [9] dengan perhitungan sebagai berikut :

BER = jumlah bit yang salah / jumlah bit yang dikirim

= 1 bit / 10.000.000 bit = 0.0000001 atau 10-7 Oleh karna itu pengiriman per frame tidak boleh melebihi 9.999.999 bit dan jika ukuran frame data berlebih maka dipecah menjadi beberapa kali pengiriman dengan maximum setiap pengiriman adalah 9.999.999 bit. Dengan BER 10-7 maka Eb/No_req 15 db (FSK) [12] yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kurva nilai BER terhadap Eb/No F. Pemeriksaan Kebutuhan Lebar Pita (Bandwidth)

Derau dipengaruhi oleh lebar pita atau bandwidth dari rumus derau : N = K.T.B maka lebar pita hasil modulasi FSK dapat diketahui melalui perhitungan [1], [25] dibawah ini :

Frekuensi deviasi

=|Frekuensi mark–Frekuensi space|/2=1/4 tb =| 1200 hz – 1800 hz| /2 = | - 300 hz | = 300 tb (waktu utk 1 bit dlm 1 detik) = (1/300)/4 =0.000833

Bw (hz) = 2*(Frekuensi deviasi + 1/Tb) = 2*(300+1/0.000833) = 3000

Atau Bw (hz) = 2*Frekuensi deviasi + (1+r)*R Jika r = 0.9 maka : 2*300 + ((1+0.9)*1200 = 2880 Pemeriksaan lebar pita yang dibutuhkan (r = 0.9) untuk modulasi FFSK dalam 1 kanal diatas sesuai dengan perhitungan lain [19] dibawah ini:

Kecukupan lebar pita: Bwocc (hz)

= roll of factor*kecepatan transmisi*1/modulasi index

= 1.2*1200*1/0.5 = 2880 Alokasi Lebar pita : Bwalc (hz) = roll of factor*Bwocc

= 1.2*2880 = 3456

Lebar pita dengan pita penjaga : BWxpdr (hz) = int (Bwalc/30)*30+30

= int (3456/30) *30+30 = 3480 % Pemakaian Lebar pita :

= (lebar pita satelit terpakai / lebar pita tersedia) * 100

= (3480 / 7600 )* 100 = 45.8 %

Maka pemakaian Lebar pita penggunaan half duplex pada kecepatan 1200 bps yaitu 1 jalur kanal selebar 3480 hz untuk uplink-downlink menyisakan ruang/band kosong sebesar 54.2% sehingga tidak

efektif/efficient. Bahkan jika dibandingkan

dengan downlink telemetri satelit

SwissCube dengan frekuensi 437.5 Mhz, modulasi FSK, datarate 1200 bps, memiliki lebar pita 2000 hz [17].

G. Perhitungan Link Budget

Berikut ini akan dilakukan perhitungan uplink budget [10], [15] berdasarkan teknik digital Link Budget satelit [2], [7], [11], [16], [20], [22], [24].

Daya Yang Dipancarkan Oleh Tx G/S : EIRP G/S = Pt max + Gt – Lw = 13.98 + 11 – 1 = 23.98 dbw

Path Loss : Lfs (dB) = 32,44 + 20 log R + 20 log F = 32.44 + 20 log 2900 + 20 log 437.325 = 154.5

redaman lintasan total : LOSES (db)

= Lfs + rugi atmosfer + rugi-rugi lain =154.5+0.7+0 = 155.2

Daya Yang Ditangkap Oleh Rx Satelit :

Pr (dbw) = EIRP + (Gain antena + gain LNA – rugi

kabel) satelit – LOSES

= 23.98+ (-1+0-0.5)-155.2= -132.73

atau dalam watt: 10^(-133.987 /10) =0.00000000000005

Gain To Noise Temperature Ratio Satelit (yang dapat dilihat pada Gambar 4) :

- temp.derau antena : Tant (oK) = ((la-1)*290+Tsky)/la

= ((-1-1)*290+290)/-1 = 290

- efektif temp.derau pada sistem penerima Tr(oK) = LNA temp.derau + kabel temp.derau / LNA gain + Receiver temp.derau / LNA gain * kabel gain

=75.9+(-14.5/1)+( 821.38/(1*1.05) = 841.71 - sistem derau temperatur: Tsys (oK)

= Tant+Tr=10*log(290+841.71)=30.54

G/T (dB/ oK) = Gr – Tsys atau (Gain antena + gain LNA – rugi kabel) - Tsys = (-1+0-0.5) - 30.54 = -32 Daya Sinyal Pembawa Terhadap Derau : C/N (dB) = Pr – k (db)-Ts (oK)–10 log B

= -133.987 – (- 228.6) - 30.5 – 10 log 7600 = 26.56 Penerimaan Eb/No : Eb/No_rec (db) = C/No-R = 65.36 – 10 log 1200 = 34.59

Available Link Margin :

LM (db) = Eb/No_rec - ( Eb/No_req + rugi implementasi)

= 34.59-(15+4) = 15.59 (yang dapat dilihat pada Gambar 5)

(4)

Seminar Nasional Pengaplikasian Telematika SINAPTIKA 2010 – ISSN 2086-8251

187

Gambar 4 Gain To Noise Ratio Satelit

Gambar 5 Uplink budget

Perhitungan downlink budget [10], [15] dengan rumus yang sama :

Daya Yang Dipancarkan Oleh Tx satelit: EIRP G/S =5.44+ (-1) – 0.5 = 3.94

Path Loss : Lfs (dB)

=32.44 + 20 log 2904.03 + 20 log 437.325 = 154.52 redaman lintasan total : LOSES (db)

=154.5 + 0.7 + 0 = 155.2

Daya Yang Ditangkap Oleh Rx G/S : Pr (dbw) =3.94 + (11+0-1)- 155.2 = -141.276

atau dalam watt =10^(-141.276/10) = 0.0000000000000075

Gain To Noise Temperature Ratio G/S (yang dapat dilihat pada Gambar 6) :

- temp.derau antena : Tant (oK)

= ((0.09-1)*290+238.78)/ 0.09 = -273.4 (derau temperatur langit yang dapat dilihat pada Gambar 7).

- efektif temp.derau pada sistem penerima Tr (oK) = 75.9+(-29/1)+(363.13/(1*1.1) = 373.72 - sistem derau temperatur: Tsys (oK) = 10*log(-273.4+373.72) = 20.01 G/T (dB/ oK) =(11+0-1) – 20.01= -10

Daya Sinyal Pembawa Terhadap Derau : C/N (dB ) = -141.276– (- 228.6) - 20 – 10 log 7600 = 28.51

Penerimaan Eb/No : Eb/No_rec (db) = 67.31 – 10 log 1200 = 36.52

Available Link Margin : LM (db)

=36.52–(15+4) = 17.52 (yang dapat dilihat pada Gambar 8).

Perumusan masalah berdasarkan standarisasi dapat dilihat pada Table 2 adalah :

1. Lebar pita (bandwidth) tidak sesuai standar. 2. EIRP uplink belum maksimal.

3. Derau (noise) masih tetap besar (diatas 50%) dibandingkan sinyal (C/N)

4. Penerimaan daya (Pr) terlalu kecil karna redaman (loss) dalam perjalanan

5. G/T satelit sangat kecil (-32 db/K) dan G/T G/S kecil (-10 db/K)

6. Gain satelit sangat kecil (-1 db), sehingga EIRP downlink tidak kuat

7. LM (link margin) uplink tidak sesuai standar. 8. Frekuensi UHF banyak dipakai di terrestrial,

masalah derau temperatur langit frekuensi UHF dan rugi atmosfer yang tinggi.

Gambar 6 Gain To Noise Ratio (G/T) G/S downlink

Gambar 7 Grafik derau temperatur langit pada cuaca

(5)

Seminar Nasional Pengaplikasian Telematika SINAPTIKA 2010 – ISSN 2086-8251

188

188

Gambar 8 Downlik margin

III. REKOMENDASI

Kinerja jaringan T&C satelit LAPAN-TUBAT cukup bagus namun terkadang mengalami masalah sinyal tidak bagus (gangguan sinyal) pada masa operasionalnya sehingga untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan rekomendasi yang sesuai agar kinerja dapat ditingkatkan secepatnya. Beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan untuk peningkatan kinerja jaringan T&C satelit LAPAN-TUBAT adalah :

a. Menggunakan perangkat dengan spesifikasi yang lebih bagus. Solusi No.1 digunakan untuk mengatasi masalah derau masih tetap besar pada uplink dan downlink, penerimaan daya (Pr) terlalu kecil pada uplink dan downlink, performance sistem penerima (G/T) satelit ketika uplink tidak bagus (buruk), performance sistem penerima (G/T) G/S ketika downlink kurang bagus, daya yang

dipancarkan satelit (EIRP) ketika downlink tidak kuat / kecil , daya yang dipancarkan G/S (EIRP) ketika uplink kurang maksimal dan LM (link margin) uplink tidak sesuai standar.

a. Dengan cara minimalisasi derau dan tidak memaksimalkan gain antena & LNA sehingga menghasilkan kualitas sinyal yang bagus. Solusi disini adalah [12] :

Penggantian kabel RF G/S dari kabel coaxial RG 58 (rugi 0.332 db/meter pada frekuensi 432 Mhz) menjadi RG-8/U dengan rugi kecil (rugi 0.088 db/meter pada frekuensi 400 Mhz) kemudian lokasi antena didekatkan sehingga panjang kabel 2.5 meter maka rugi kabel dari 1 db menjadi 0.25 db.

Menaikkan setingan penekan derau (noise reductions) transceiver ICOM 910H G/S dari NF (noise figure) 3.5 db menjadi 3 db. Penggantian LNA G/S dengan NF (noise figure) cukup bagus dari 1 db menjadi 0.6 db namun gain tetap yaitu 0 db.

Menaikkan setingan gain antena satelit dari – 1 db menjadi max. 3 db (berdasarkan data dan pola radiasi-gain antenna halfdipole yang dapat dilihat pada Gambar 3) dan untuk menaikkan gain tsb dapat dikirim melalui uplink komando (meningkatkan tuner efiesiensi antena) dari G/S.

Tabel 2 Standarisasi pemeriksaan

Parameter PerhiTungan Standart Sesuai Referensi

Nilai Ket

Impedansi 50 50 Sistem RF Sesuai [9]

Lebar pita 7.6 khz 4 khz Max (transmisi) Belum IARU website

Uplink

EIRP 23.98 dbw 30 dbw Max (power out) Sesuai (Belum max) IARU website

Pr -132.73 dbw - Sentv.Tidak diketahui -

C/N 26.56 db 11.98 db Min (Req c/n) Sesuai [2]

Eb/No 34.59 db 15 db Min (Req eb/no) Sesuai [11]

Link Margin 15.59 db 16 db Average mobile satelit Belum [24]

Downlink

EIRP 3.94 dbw Sangat kecil Min (Power level) [7]

Pr -141.276 dbw -151.88 dbw Min (Sentv. Power in) Sesuai [21]

C/N 28.51 db 11.98 db Min (Req c/n) Sesuai [2]

Eb/No 36.52 db 15 db Min (Req eb/no) Sesuai [11]

Link Margin 17.52 db 16 db Average Mobile satelit Sesuai [24]

Note : Standar diambil dari buku dan IARU website Peningkatan spesifikasi antena satelit akan menaikkan nilai EIRP satelit (downlink) dari 3.94 db menjadi 7.94 db, peningkatan spessifikasi

kabel RF G/S akan sedikit meningkatkan nilai EIRP G/S (uplink) dari 23.98 db menjadi 24.73 db dan peningkatan spesifikasi transceiver, LNA

(6)

189 serta kabel RF pada G/S akan menaikkan nilai G/T G/S dari –10 db/k menjadi –6 db/k [12], yang dapat dilihat pada Gambar 10. Peningkatan EIRP satelit dan G/T G/S menghasilkan nilai performance G/S yaitu C/N downlink, Eb/No downlink dan downlink margin jauh lebih tinggi dari sebelumnya (signifikan) yang dapat dilihat pada Gambar 11. Sedangkan peningkatan EIRP G/S menghasilkan nilai performance satelit yaitu C/N uplink, Eb/No uplink dan uplink margin sedikit lebih tinggi dari sebelumnya (tidak signifikan) yang dapat dilihat pada Gambar 12, namun pelemahan daya sinyal (atenuation) uplink selama perjalanan dapat dikurangi sebesar 4 db. Sehingga kualitas sinyal uplink-downlink dapat ditingkatkan yang menyebabkan kinerja jaringan lebih handal.

Gambar 10 Gain To Noise Ratio (G/T) G/S

Analisa downlink

Gambar 11 Analisa downlink budget

Solusi ini adalah pilihan yang tepat dan cepat terlaksana, karna mudah dan dengan tambahan biaya tidak besar, serta perangkat satelit sudah cukup sesuai standar Satelit Amatir sehingga paling direkomendasikan dari solusi lainnya karna sesuai dengan harapan petugas G/S LAPAN yaitu sinyal bagus dan biaya terjangkau sehingga akan cepat segera terlaksana (disetujui oleh pejabat berwenang). Kenaikan nilai parameter link budget dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 12. Analisa uplink budget

Tabel 3 Kenaikan nilai parameter link budget pada

solusi No.1.a

Parameter Link Total Kenaikan Uplink : Panjang/ rugi kabel RF G/S (-0.75 db) EIRP G/S : 0.75 dbw .:. Performance : C/N satelit: 0.75 db Eb/No_rec satelit : 0.75 db LM satelit: 0.75 db Downlink :

Gain antena satelit (+4) EIRP satelit: 4 dbw Panjang/rugi kabel RF G/S (-0.75 db) Pr G/S : 4.75 dbw Panjang/rugi kabel RF G/S (-0.75 db)

system derau temperature G/S:-57.88 k

sehingga G/T G/S : 4 db/k Derau Temp LNA

G/S (-34.8 k) Derau Temp receiver G/S (-80.08 k) .:. Performance : C/N G/S : 8 db Rec Eb/No G/S : 8 db LM G/S : 8 db

Oleh karna itu parameter dari solusi ini lah yang digunakan pada simulasi OPNET disini sebagai pembuktian bahwa kualitas sinyal berhasil ditingkatkan menggunakan solusi tadi dan agar simulasi berhasil, maka harus dilakukan perbaikan juga pada pipeline model power dan SNR sehingga di rekomendasikanlah prosedure pipeline dra_Tubsat_power dan dra_Tubsat_cnr beserta penambahan atribut node dan modul yang akan dibahas.

a) Dengan cara minimalisasi derau dan maksimalkan gain antena - LNA sehingga menghasilkan kualitas sinyal lebih bagus dan

(7)

190 mahal. Solusi disini merupakan penggabungan dari sebelumnya yaitu perangkat solusi No.1 (kecuali LNA) ditambah dengan penggantian perangkat G/S berupa antena dengan gain yang lebih besar yaitu 16 db (sehingga akan banyak meningkatkan uplink margin dan EIRP G/S namun EIRP tidak melebihi batasan IARU 30 db) dan menggunakan LNA (preamplifier) Icom AG-35 dengan gain Rx yang tinggi yaitu 15 db (dapat diseting sesuai kebutuhan), dan noise figure yang rendah (sehingga akan banyak meningkatkan Pr G/S, G/T G/S dan downlink margin). Namun kendala antena mahal dapat digantikan dengan menaikkan daya transceiver ICOM 910H (daya yang dipancarkan transmitter pada band 430 Mhz adalah 5-75 watt - spesifikasi) hingga menghasilkan EIRP G/S 30 db. Solusi ini kurang sesuai harapan petugas LAPAN karna tambahan biaya besar yaitu perangkat solusi No1. ditambah dengan penggantian perangkat G/S berupa antena dengan gain tinggi (mahal) atau transmitter dengan daya tinggi (biaya listrik naik) dan LNA dengan gain tinggi (mahal).

b. Minimalisasi derau dengan cara efisiensi lebar pita (fullduplex). Lebar pita frekuensi LAPAN-TUBSAT ternyata dapat diminimalisir (sesuai pemeriksaan kebutuhan lebar pita) sehingga bisa digunakan untuk 2 kanal terpisah dan hal ini mendukung penggantian mode komunikasi dari halfduplex menjadi fullduplex, yaitu memisahkan kanal uplink (437.3231 Mhz) dan downlink (437.3269 Mhz) dengan menggeser frekuensi tengah serta tetap menggunakan polarisasi linier (yang dapat dilihat pada Gambar 13) sehingga akan meningkatkan kualitas sinyal yang diterima receiver atau Pr, C/N dan link margin atau LM. Namun solusi ini bermasalah pada penambahan modem halfdulex satelit diorbit karna harus menurunkan satelit dari orbit dan perangkat keras mode halfdulex lainnya. Solusi No.2 digunakan untuk mengatasi masalah derau masih tetap besar pada uplink dan downlink, performance sistem penerima (G/T) satelit ketika uplink tidak bagus (buruk), performance sistem penerima (G/T) G/S ketika downlink kurang bagus

Gambar 13 Pembagian frekuensi uplink-downlink

c. Menggunakan frekuensi S-band. Penggunaan frekuensi S-band dapat menghindari masalah yang

banyak terjadi pada UHF band (interferensi dari terrestrial yang mengakibatkan jamming, derau temperatur langit yang tinggi dan lain-lain) [23]. Namun solusi ini kurang sesuai harapan petugas LAPAN karna sulit dan mahal.

IV. SIMULASI

Dalam merancang pengujian available dan kualitas sinyal uplink – downlink, maka dimanfaatkan prosedur radio pipeline dra_power dan dra_snr yang sudah ada dalam OPNET node radio penerima (receiver) atau Rx, yang kemudian prosedure tsb dimodifikasi dengan menggunakan teknik digital link budget atau LB satelit beserta tambahan atribute yang diperlukan. Simulasi ini terdiri dari 1 satelit LAPAN-TUBSAT dan 1 ground station di Biak-Irian Jaya (sistem tidak menggunakan teknik multiple access sehingga cukup dengan 1 ground station) serta dengan memisahkan skenario uplink komando (command) dan downlink telemetri (tidak menggunakan system transmisi fullduplex tapi halfduplex dan memudahkan dalam pembelajaran).

A. Network Model

Simulasi jaringan wireless (radio) untuk proses uplink komando dan downlink telemetry menggunakan model perpustakaan (library) satellite capability yaitu Low Earth Orbit Satellite di OPNET Modeler. OPNET Modeler dengan module wirelessnya mempunyai kemampuan untuk memodelkan satellite radio system, dan dalam menggunakan feuture ini maka dibuat radio network hingga mendapatkan hasil kualitas sinyal yang diterima Rx [18]. Jaringan model pada jaringan fisik menggunakan teknologi pengembangan object sendiri yang terdiri dari 2 objek yaitu node fixed (tetap) dan node satellite dengan type jaringan yang akan dimodelkan (network scale) adalah world (dunia) dan topologi nya adalah dinamis star – point to point radio link yang dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Model jaringan satelit dan G/S Biak.

Jaringan (Network) model terdiri dari :

1. Segment angkasa terdiri dari 1 satellite node sebagai node satelit LAPAN-TUBSAT dengan

(8)

191 atribut satelit berupa ketinggian (altitude) adalah 630 000 m dan Orbit satelit OPNET menggunakan LEO default. Orbit LEO OPNET hanya melintasi G/S Biak dan tidak melintasi G/S Rumpin karna inklinasi/ kemiringan orbit disini berbeda dengan orbit LEO LAPAN-TUBSAT. Penambahan atribut yaitu rugi (loss) atmosfer 0.7 db dan maksimum jarak (distance) 2 900 000 m. Node G/S terdiri dari module paket generator, radio dan antenna yang dapat dilihat pada Gambar 15.

2. Segment bumi terdiri dari 1 fixed node sebagai

node G/S SCC berlokasi di Biak, Irian jaya yang disebut G/S Biak. Dengan atribut posisi longitude (x position) 136.1 dan latitude (y position) -1.17. Atribut daya kanal (chanel power) dipromosikan dari module radio pengirim (transmitter) atau Tx bernilai 25 watt agar mudah mengontrol daya. Node satelit terdiri dari module antenna, radio, queue, demux processor, dan 3 sink processor yang dapat dilihat pada Gambar 15

Gambar 15 Modul uplink node Tx G/S (atas) dan

node Rx satelit (bawah)

Node Tx mentransmisikan sinyal dengan kekuatan yang seragam ke semua arah dan node Rx menerima dan mengukur kualitas sinyal yang dikirim oleh node Tx dalam batasan jarak, karakteristik wireless/radio yang sama (modulasi, frekuensi, dan atribut chanel lainnya) serta pola radiasi. Untuk keakuratan transmisi radio pipeland stage dalam memodelkan physical layer maka perlu dilakukan modifikasi pada pipeline prosedur Pr dan SNR agar sesuai dengan perhitungan LB Pr dan C/N serta penambahan atribut pada Module radio G/S dan satelit adalah rugi kabel RF (db), gain antena (db), gain LNA (db), dan G/T (db), yang dapat dilihat pada Gambar 16. Parameter simulasinya adalah rugi kabel G/S, gain antena satelit dan G/T G/S.

Perubahan pada dra_power yang baru pada Pipelane Procedur power model atau Pr adalah:

a. Tidak menggunakan perhitungan path loss untuk terrestrial (TMM)

b. Mengganti perhitungan Pr level :

rcvd_power = in_band_tx_power * tx_ant_gain * path_loss * rx_ant_gain;

c.

Penambahan parameter dari extended atribut yaitu atribut G/T, gain antenna TX-RX, rugi kabel tx-rx, gain LNA, rugi atmosfir (loss atmosfer) dan max jarak karna parameter OPNET tidak spesifik dan hasil gain antena dari antena pattern tidak akurat. d. Perhitungan Pr level yang baru yaitu path losss,

EIRP, Gr (gain sistem penerima), Pr.

Perubahan pada dra_snr menjadi dra_CNR pada Pipelane Procedur snr model atau C/N adalah: a. Tidak menggunakan pipeline procedur background

noise karna dalam keadaan cuaca cerah (clear sky) dan hanya dipengaruhi oleh derau panas (thermal noise) pada Rx (sistem temperatur dalam G/T) b. Tidak menggunakan pipeline procedur interference

noise karna tidak ada sistem komunikasi lain yang akan menyebabkan data bertabrakan (collisions) disini.

c. Mengganti perhitungan SNR :

SNR(db)=10*log10(rcvd_power/(accum_noise+bk g_noise))

Secara teori sama dengan C/N(db)= Pr(db)-Pn(db) , dimana Pr: receive power dan Pn : derau daya) [22], [25].

d. Perhitungan C/N yang baru yaitu Gr (gain sistem penerima), Tsys (sistem derau temperatur) dan C/N.

Gambar 16 Atribut uplink radio Rx satelit 4.2 Analisis Terhadap Hasil Simulasi

Untuk menganalisa Hasil Simulasi, maka dikelompokkan menjadi :

(9)

192 Available sinyal dari grafik statistik terbukti bahwa nilai Pr satelit lebih besar dari 0. Namun batas minimum nilai pada grafik opnet adalah 10-10 atau bilangan desimal hanya sampai 10 digit, sehingga tidak jelas perbedaan antara Pr awal dan setelah peningkatan kualitas perangkat, walaupun pada grafik terdapat perbedaan level. Kualitas sinyal dari grafik statistik terbukti bahwa nilai awal C/N uplink adalah 26.57 db dan kemudian setelah peningkatan kualitas perangkat maka naik menjadi 27.3 db. Kualitas sinyal juga ditandai dengan nilai BER pada grafik, yaitu 0 yang berarti tidak ada satu pun bit yang error sebelum dan sesudah peningkatan. Jika dibandingkan dengan pemakaian atribut standar/default OPNET maka nilai C/N yang diperoleh tidak tetap pada nilai 26 bahkan naik hingga 32 (pada lintasan berikutnya) karna jarak orbit OPNET berbeda (tidak focus pada jarak maksimum 2900 km), gain antena tx tidak konstan 11 db dengan arah pancaran umts cell, gain antena Rx isotropic tidak -1 db tapi 0 db, dan lain-lain), walaupun nilai yang lainnya dapat diterima (nilai Pr tidak jelas tapi diatas 0) yang dapat dilihat pada Gambar 17.

2. Hasil Simulasi Downlink

Available sinyal dari grafik statistik terbukti bahwa nilai Pr G/S lebih besar dari 0 dan setelah peningkatan kualitas perangkat, terdapat kenaikan level. Kualitas sinyal dari grafik statistik terbukti bahwa nilai awal C/N downlink adalah 28.5 db dan kemudian setelah peningkatan kualitas perangkat maka naik menjadi 36.5 db. Kualitas sinyal juga ditandai dengan nilai BER pada grafik, yaitu 0 yang berarti tidak ada satu pun bit yang error sebelum dan sesudah peningkatan.

Gambar 17 Grafik standart uplink atribut default

OPNET

3. Perbandingan Hasil Simulasi Uplink-Downlink Available sinyal tertinggi pada Pr uplink hasil peningkatan (warna hijau), karna peningkatan EIRP G/S (dari rugi kabel G/S) dan gain antenna satelit lumayan besar sehingga mengalami peningkatan yang signifikan (lihat gambar 18). Pr downlink hasil peningkatan (warna biru muda) tidak mengalami peningkatan yang signifikan bahkan lebih rendah dari Pr uplink sebelum peningkatan (warna biru tua) karna peningkatan EIRP satelit (gain antenna satelit) kecil. Dari grafik terlihat bahwa kualitas sinyal tertinggi pada C/N downlink hasil solusi No.1.a (warna biru muda) karna peningkatan G/T G/S lumayan besar dan parameter lainnya (gain antena satelit) sehingga mengalami peningkatan yang signifikan. C/N uplink hasil solusi No.1.a (warna hijau) tidak mengalami peningkatan yang signifikan bahkan lebih rendah dari C/N downlink sebelum peningkatan (warna merah) karna peningkatan G/T satelit (dari gain antenna) sangat kecil. Spesifikasi downlink lebih tinggi dari uplink karna terdapat tambahan parameter simulasi G/T di setingan simulator downlink yang menyebabkan C/N dan Eb/No downlink lebih tinggi, walaupun tidak ada error pada uplink dan downlink (BER= 0).

(10)

193

Gambar 18 Pr uplink-downlink (atas) dan C/N

uplink-downlink (bawah)

5 Kesimpulan

1. Solusi No.1.a merupakan solusi untuk masalah sinyal kurang bagus yang sesuai dengan harapan petugas G/S LAPAN (kualitas sinyal dapat cepat ditingkatkan dengan biaya terjangkau) dan sesuai standar sistem satelit amatir. Pada solusi ini, sinyal downlink mengalami peningkatan yang signifikan dari pada sinyal uplink karna peningkatan sinyal uplink mengutamakan peningkatan available (Pr) yang cukup di satelit (menaikkan daya pancar dengan cara menurunkan rugi kabel G/S dan meningkatkan gain penerima Gr satelit dengan cara meningkatkan gain antena satelit) dan peningkatan sinyal downlink mengutamakan peningkatan kualitas (C/N) yang lumayan besar di G/S (menaikkan G/T G/S dengan cara menurunkan temperatur atau noise figure LNA dan transceiver G/S serta menaikkan daya pancar satelit dengan cara meningkatkan gain antena satelit).

2. Pengukuran tingkat kelayakan jaringan wireless (radio) satelit yaitu availability (daya yang diterima atau power receive) dan kualitas (C/N) pada simulasi OPNET menghasilkan nilai statistik yang kurang sesuai teknik digital link budget satelit sehingga prosedur pipeline power receive dan SNR (diganti C/N) pada model radio link tersebut harus dimodifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alaydrus, Mudrik. Modul Kuliah Sistem Komunikasi. Jakarta : Universitas Mercu Buana

2. Bhargava,Vijay K dkk. 1981. Digital Communication By Satellite. USA : John Wiley & Sons, inc

3. Chang, Xinjie. 1999. Network Simulations With Opnet. Singapore : Nanyang Technological University

4. D.I, Dalgleish.1989. An Introduction to Satellite Communication. UK:Peter Peregrius,Ltd

5. Flickenger, Rob.dkk. 2007. Ebook : Wireless Networking in the Developing World. http://wndw.net/

6. Forouzan, Behrouz A.2007. Data Communication And Networking. Singapore : Mcgraw-Hill Education

7. Freeman, Roger L. 1997. Radio System Design For Telecommunication. USA : John Wiley & Sons, inc

8. Goleniewski, Lillian. 2002. Telecommunications Essentials. Adison-Wesley

9. Halsall, Fred. 2001. Multimedia Communication Application, Network, Protocol and Standart. Addison Wesley

10. Hasbi, Wahyudi dkk.2005. Executive Summary Of Lapan-Tubsat Technical Documentation. Jakarta : Lapan

11. Haykin, Simon. 2001. Communication System. UK : John Wiley & Sons, Inc

12. Judianto, Chusnul Tri. 2007. “Implementasi Stasiun Bumi TT&C Satelit LAPAN-TUBSAT diBiak” dalam Jurnal Teknologi Dirgantara 2007. Vol.5 No.2 : 66-75. Jakarta

13. Kadri, Toto Marnanto. 2006. “Fungsi SubSistem Satelit Mikro Penginderaan Jauh” dalam Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara 2006 Vol.1 No.2 : 70-84. Jakarta

14. Kadri, Toto Marnanto. 2007. “Stasiun Bumi Satelit Mikro Penginderaan Jauh” dalam Majalah Media Dirgantara 2007 Vol.2 No.1 : 22-25. Jakarta

15. LAPAN (Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional). 2007. LAPAN-TUBSAT First Indonesian Micro Satellite. Jakarta

16. Morgan, Walter L. dkk.1989. Communication Satellite Handbook. USA : John Wiley & Sons, Inc

17. Noca, M. dkk. 2007. Swiss Cube Phase B/C Delta-PDR Project, Mission, Space and Ground System Overview. Switzerland : UNINE / HES-SO / EPFL

18. OPNET. OPNET Modeler 8.1 Document. OPNET Technologies, Inc

19. Purwanto, Budi. Link Budget Calculation End Transponder Management. Jakarta : Satelindo-INDOSAT

20. Rice, Michael. 2009. Digital Communications A Discrete-Time Approach. Pearson International Edition.

(11)

194 21. Roddy, Dennis. dkk.1995. electronic

communication . USA : Prentice-Hall,Inc

22. Roddy, Dennis. 1996. Satellite Communications. Singapore : McGraw-Hill

23. Schulz, Stefan.2000. Dlr-Tubsat: A Microsatellite For Interactive Earth Observation. German: Technical University of Berlin.

24. Simanjuntak, T.L.H. 2004. Sistem Komunikasi Satelit. Bandung : PT.Alumni

25. Stallings, William.2000. Data & Computer Communications. USA: Prentice-Hall,Inc 26. STT-TELKOM. 2006. Total Solution For 3G

UMTS and Transmission Network Design. Bandung

27. Weber, Ron. 1999.Information System Control dan Audit. USA : Prentice-Hall, Inc

Gambar

Gambar 1 Konfigurasi T&C Remote video  survailance [10],[15]
Gambar 4 Kurva nilai BER terhadap Eb/No
Gambar 7 Grafik derau temperatur langit pada cuaca  cerah frekuensi UHF [24].
Tabel 2 Standarisasi pemeriksaan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ilmu Komunikasi adalah suatu ilmu yang mempelajari usaha manusia dalam menyampaikan isi pernyataannya kepada manausia lain. Filsafat ialah ilmu yang mencari sebab yang

Sanur Village Festival digagas sebagai respons terhadap lesunya kunjungan wisatawan pascatragedi bom Bali kedua (2005) yang belum pulih betul sejak peristiwa bom

Dalam penelitian yang berjudul “Implementasi Pariwisata Berbasis Masyarakat dalam pengelolaan wisata minat khusus (Studi Kasus di Baliwoso Camp Desa.. Pengotan

Ayat (1) disebutkan “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen)dari jumlah suara dalam Pemilihan Umum

Berdasarkan hasil dari analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, and Treaths) dengan pendekatan score card yang telah dilakukan pemaparannya pada bab analisis

Pada dasarnya tata cara atau Proses Penjatuhan Sanksi Displin bagi Pegawai Negeri Sipil berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

Memenuhi Berdasarkan hasil hasi verifikasi terhadap dokumen Bill of Lading dari kegiatan penjualan ekspor Produk Jadi oleh PT Puriartha Artistika Jati Indonesia selama 12 (dua

Genotipe IPBC 2 memiliki heritabilitas tinggi untuk karakter bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, tinggi tanaman, panjang buah, dan insidensi penyakit,