• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perilaku Sedentari

2.1.1 Definisi Perilaku Sedentari

Perilaku Sedentari (Sedentary Behaviour) adalah setiap perilaku yang menetap

dengan penggeluaran enegeri ≤1,5 (MET) dalam hitungan per-minggu , saat dalam posisi duduk atau berbaring. Untuk anak di bawah 5 tahun waktu yang dihabiskan di

kursi, kereta dorong, kereta bayi atau alat untuk membawa bayi yang biasa dibawa oleh pengasuh. Termasuk waktu yang dihabiskan untuk duduk mendengarkan cerita dengan

tenang dan tidak melakukan gerakan, pada usia remaja dan dewasa waktu yang

dihabiskan untuk berbaring, menonton TV, mengendarai kendaraan transportasi mesin, menggunakan komputer dan hiburan berbasis layar lainnya. (WHO, 2019).

2.1.2 Klasifikasi Perilaku Sedentari

Klasifikasi perilaku sedentari menurut (Barnes, 2017) dibedakan menjadi 3

yaitu :

1. Perilaku sedentari rendah yaitu perilaku duduk atau berbaring seperti kerja di

depan Laptop atau komputer, bermain game, dan menonton TV selama kurang dari 2 jam/hari.

2. Perilaku sedentari sedang yaitu perilaku duduk atau berbaring seperti kerja di depan Laptop atau komputer, bermain game, dan menonton TV selama 2-4

(2)

3. Perilaku sedentari berat yaitu perilaku duduk atau berbaring seperti kerja di depan Laptop atau komputer, bermain game, dan menonton TV selama 4 jam

atau lebih perhari.

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi perilaku sedentari a. Pengetahuan

Menurut Huntington (2019) salah satu faktor penyebab terjadi nya perilaku

sedentari dan pengurangan aktivitas fisik adalah kurangnya pengetahuan tentang perilaku sedentari dan dampak dari perilaku sedentari serta pedoman tentang aktivitas

fisik yang benar.

b. Sikap

Menurut Meizi (2010) sikap merupakan suatu tahap awal seseorang melakukan perilaku sedentari. Perilaku sedentari diawali dengan pengalaman, pendapat, atau

prinsip. Akibatnya Seseorang memilih untuk melakukan perilaku sedentari atau bergerak aktif.

c. Hobi

Hobi setiap individu berbeda, ada yang memiliki hobi olahraga bahkan yang

memiliki hobi yang membuat seseorang tidak bergerak aktif seperti bermain game, menonton televisi, berbaring, duduk, dan bermain social media. Menurut Stefan (2019)

hobi merupakan salah satu faktor yang membuat seseorang memiliki perilaku tidak

(3)

d. Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi membuat pekerjaan yang biasa dikerjakan dengan manual, seiring perkembangan zaman pekerjaan manusia bergeser menjadi otomatisasi seperti

menggunakan komputer dan alat mesin lainnya yang mengurangi aktivitas fisik sehingga bisa menyebabkan kebiasaan perilaku kurang gerak (perilaku sedentari).

Remaja masa kini telah banyak menghabiskan waktu untuk menggunakan komputer

dan kegiatan yang tidak banyak melakukan gerakan (Inyang, 2015).

e. Fasilitas dan kemudahan

Pada era revolusi industri 4.0 segala fasilitas kemudahan sudah ditunjang oleh teknologi yang memudahkan seseorang untuk melakukan pekerjaan atau transaksi jual

beli secara online seperti membeli makanan dan minuman melalui ojek yang berbasis online, dan gedung instansi sudah banyak menggunakan lift sehingga membuat

seseorang menjadi malas gerak (perilaku sedentari) (Inyang, 2015).

f. Transportasi

Transportas adalah alat yang digunakan seseorang untuk bepergian kesuatu tempat tujuan dengan berupa benda seperti motor, mobil, sepeda, kereta, bus, pesawat,

dan kendaraan mesin lainnya, sehingga menyebabkan seseorang memiliki perilaku sedentari. Transportas yang menggunakan mesin beresiko membuat seseorang

melakukan gaya hidup sedentari. Misalkan pergi kesekolah ataupun ketempat kerja menggunakan motor, mobil, bus (Biddle, 2010).

g. Jenis kelamin

Jenis kelamin menjadi faktor yang berpengaruh terhadap perilaku sedentary

(4)

(Inyang, 2015) selama usia remaja dari beberapa penelitian dikalangan laki-laki lebih banyak menggunakan waktunya untuk menoton televisi, bermain game, dan komputer

dibandingkan anak perempuan.

h. Jam kerja yang panjang

Pada umumnya pekerja menyelesaikan pekerjaan antara 8-10 jam di tempat kerja tanpa adanya waktu senggang atau tanpa adanya waktu untuk melakukan rekreasi

dan olahraga. Dari hasil riset di negara berkembang rata-rata masyarakat melakukan gaya hidup sedentari. Pekerja banyak melakukan waktu duduk yang panjang dengan

pengeluaran energi yang rendah seperti duduk lama di depan layer komputer dan laptop, membaca, melakukan pertemuan untuk tugas pekerjaan bahkan kadang

mengalami kemacetan pada saat di perjalanan (Inyang, 2015).

i. Pekerjaan

Kemajuan teknologi membuat pekerjaan seseorang menjadi lebih mudah karena diotomatisasi oleh komputer atau alat mesin lainnya. Pekerja kantor lebih

berkontribusi dalam perilaku sedentari karena pekerjaan yang banyak dilakukan dalam posisi duduk yang lama dan memiliki resiko penyakit penyakit kronis dibandingkan

dengan pekerja tradisional yang masih melakukan pekerjaan dengan aktif bergerak (Parry & Straker, 2013).

j. status sosial-ekonomi

Menurut Inyang (2015) pendapatan dan pendidikan orang tua berhubungan

terhadap perilaku sedentari pada remaja, gaya hidup sedentari cenderung pada individu dengan menyandang status sosial-ekonomi yang tinggi. Status sosial ekonomi yang

(5)

teknologi seperti smartphone, internet, televisi, komputer, transportasi mesin yang membuat seseorang melakukan gaya hidup sedentari.

k. Sosial geografis

Tempat tinggal juga berkontribusi dalam perilaku sedentari karena antara

wilayah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan) tentu memiliki perbedaan dari segi fasilitas dan kemudahan, Tempat tinggal dapat memainkan peran utama dalam gaya

hidup remaja. Menurut Regis et al, (2016) remaja di daerah rural (pedesaan) kurang terpapar dengan perilaku sedentari, remaja pedesaan lebih memilih waktu luang untuk

melakukan aktivitas fisik dibandingkan dengan remaja di daerah perkotaan.

2.1.4 Dampak perilaku sedentari

Hasil survey nasional sekolah pada tahun 2015 di Seychelles bahwa ada tujuh faktor resiko perilaku penyebab penyakit tidak menular pada remaja dengan prevalensi

tertinggi yaitu aktivitas fisik (82,7%), konsumsi soft drink (68,3%), konsumsi buah dan sayuran yang tidak memadai (60,9%), perilaku sedentari (51,0%), konsumsi minuman

alkohol (47,6%), kelebihan berat badan dan obesitas (28,2%), dan penggunaan tembakau (23,4%) (Pengpid & Peltzer, 2019). Menurut Habib & Saha (2010) dalam

jurnal burden of non-communicable disease : global overview bahwa bukti kuat menunjukkan diet tidak sehat berhubungan dengan perilaku sedentari dan aktivitas fisik yang tidak

mencukupi merupakan kausal utama penyebab penyakit tidak menular dan sindrom metabolik seperti diabetes melitus tipe 2, penyakit kardiovaskular, hipertensi, stroke,

(6)

2.1.5 Jenis-jenis penyakit tidak menular akibat perilaku sedentari a. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melltus dikenal sebagai penyakit kencing mamis atau kencing gula biasa dikenal dikalangan masyarakat, dua orang ilmuwan Yunani , yaitu Celcus dan

Aretus, menyebut julukan pada seorang penderita “banyak minum” & “banyak kencing”. Maka dari itu didalam dunia kesehatan dikenal dengan sebutan Diabetes melitus.

Diabetes melitus termasuk salah satu PTM dimana seorang mengidap penyakit ini tidak dapat mengendalikan dengan sendiri kadar glukosa dalam darahnya. Orang normal

yang tidak menderita diabetes, kelenjar pangkreas melepaskan hormon insulin berperan sebagai pengangkut glukosa melalui darah ke otot-otot dan jaringan lainnya

sebagai pemasok energi (Irianto, 2018).

Diabetes melitus tiipe 2 penyebabnya yaitu resistensi hormon insulin,

disebabkan jumlah receiptor insulin di permukaan sel mengalami pengurangan, walaupun jumlah insulin tidak berkurang, dapat mengakibatkan glukosa tak bisa masuk

kedalam sel insulin, meskipun sudah tersedia. Kondisi yang menyebabkan hal tersebut adalah kelebihan berat badan, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurangnya

aktivitas fisik dan olahraga, serta faktor genetik (Irianto, 2018).

Perilaku sedentari memiliki kontribusi penting dalam terjadinya penyakit

diabetes melitus tipe 2. Perilaku sedentari seseorang seperti duduk,berbaring, menonton TV, dapat meningkatkan pola makan dan berat badan yang dapat

menyebabkan diabetes melitus, karena tubuh akan kelebihan energi padahal harusnya energi diubah menjadi glikogen. Saat otot tidak bekerja, kelebihan energi akan diubah

jadi lemak dan disimpan di rongga perut menjadi lemak fiseral, kemudian Kelebihan lemak tubuh dapat menyebabkan peradangan yang memicu resistensi insulin. Insulin

(7)

yang bermasalah menyebabkan tubuh tidak dapat mengolah gula sehingga akan meningkatkan kadar gula darah hingga diatas rata-rata. Hal ini membuat pankreas

rentan mengalami kerusakan karena kewalahan memproduksi insulin untuk mengimbangi kadar gula yang tinggi dan akhirnya menyebabkan datangnya diabetes.

b. Hiperkolesterolemia (tinggi kolestrol didalam darah)

Hiperkolesterolemia (tinggi kolestrol didalam darah) adalah keadaan dimana

kelebihan kolesterol didalam darah, kolesterol dalam darah dikatakan tidak normal apabila 200mg/dl atau lebih. Tetapi setiap manusia memerlukan kolesterol yang

berfungsi mensintesis beberapa zat-zat metabolik yang mempunyai peranan layaknya air empedu & beberapa hormon. Hal yang tidak bisa terpisahkan dari setiap sel tubuh

adalah kolesterol.Tubuh, melalui organ hepar bisa menghasilkan kolesterol dengan sendirinya dari karbohidrat, protein dan lemak (Irianto, 2018).

Kolesterol dibawa lipoporotein melalui darah dari hati beberapa sel. Kolesterol bisa mengendap pada dinding pembuluh arteri. Pengendepan kolesterol di dinding

arteri merupakan penyebab terjadinya stroke dan serangan jantung. Beberapa penyebab terjadinya hiperkolesterolemia adalah mengkonsumsi terlalu banyak makanan berlemak,

kurang aktivitas fisik, stress, terlalu banyak makan (Irianto, 2018).

Sedentary behaviour adalah penyebab seseorang mengalami hiperkolesterolemia,

apabila seseorang rutin menjalankan aktifitas fisik maka tubuh akan membentuk energi berupa Adenosin TriPhospate (ATP) pada makanan yang dikonsumsi, hanya sebagian

makanan yang dikonsumsi dapat diubah secara langsung menjadi Adenosin TriPhospate (ATP) tetapi sebagian disimpan dalam bentuk kolesterol, rutin melakukan aktivitas fisik

dengan itu kebutuhan Adenosin TriPhospate (ATP) semakin banyak dan akan mengakibatkan sedikitnya pembentukan kolesterol penuh dan kolestrol jahat

(8)

Low-Denaity Lipoporotein (LDL) dan meningkatnya kolesterol baik atau HDL (Zuhroiyyah, Sukandar, & Sastradinanja, 2017). Perilaku sedentari menyebabkan

kolesterol dalam tubuh meningkat.

c. Hipertensi

Hipertensi nama lain dari tekannan darah tinggi merupakan meningkatnya TD

sistolik >140 mmHg & diastolic >90 mmHg pada saat 2x pengukuran dengan jeda waktu 5 menit dalam keadaan yang tenang dan istirahat yang cukup. Meningkatnya TD

berlangsung pada rentang waktu lama yang bisa menyebabkan gagalgiinjal, penyakit jantungkoroner, serta stroke apabila tidak adanya deteksi secara dini dan penanganan

secara memadai (Kemenkes.RI, 2014).

Menurut WHO (2013) Hipertensi nama lainnya yaitu “silent killer” karena

peyakit ini mempunyai gejalayang berbeda pada setiap orang, bahkan tidak mempunyai gejala sama sekali dan penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa mereka memiliki

tekanan darah tinggi. Terkadang tekanan darah tiinggi memunculkan rasa gejala sakit kepala, sesak nafas,1pusing, nyeri pada bagian dada, jantung berdebar serta hidung

berdarah (epistaksis).

Tabel 2.0.1 Klasifikasi Hipertensi (AHA, 2017)

Kategori1Tekanan1darah Sistolic (mmHg) Diastolic1(mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

(9)

Hipertensi1Stadium 2 1≥160 1≥100

Krisis1Hipertensi 1≥180 1≥110

Sedentary Behaviour merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi. Melakukan

aktivitas secara rutin dan tidak membiasakan dengan gaya hidup sedentari bermanfaat untuk menurunkantahananperifer yang dapat menurunkan tekanan darah (Christofaro

et al., 2015).

d. Osteoporosis

Definisi Osteoporosis adalah suatu keadaan tulang yang menjadi rapuh sehingga memiliki resiko tinggi terjadinya fraktur (pecah atau retak) pada tulang

dibandingkan dengan tulang yang normal. Osteoporosis sering disebut sebagai “silent

disease” . Faktor yang mempunyai peran terjadinya osteoporosis adalah faktor yang bisa

dirubah seperti kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, kurang gizi, kurang aktivitas fisik dan olahraga, jatuh berulang, sedangkan faktor yang tidak bisa dirubah

ialah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, menopause, penggunaan obat kortikosteroid, dan rheumatoid arthritis (Ramadani, 2010).

Gaya hidup sedentari mempunyai korelasi dengan defisiensi vitamin B dan D yang dapat memicu terjadinya osteoporosis. Seseorang dengan perilaku sedentary

dapat mengalami osteoporosis karena tidak terpapar oleh sinar ultraviolet matahari yang mengandung vitamin D yang berguna untuk membantu pembentukan tulang

(10)

e. Penyakit jantung koroner

Penyakit jantung koroner (PJOK) disebabkan karena penyumbatan penumpukan lipid di dinding vena yang mengakibatkan kekakuan pada vena &

peredaran darah terganggu, akibatnya aliran darah ke jantungterhambat, kerja jantung pun mengalami gangguan, 1aliran darah keseluruh tubuh berkurang, menyebabkan

kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan terjadinya henti jantung secara tiba-tiba

pada individu (Irianto, 2018).

Jantung normal biasanya berdenyut rata-rata sekitar 70 kali/menit. Setiap

denyutan jantung sebagai pemompa 60 cc darah pada pembuluh nadi, dengan tekanan sampai 130 mmHg. Artinya, tiap kali jantung berdenyut 108.000x dan memompadarah

sebanyak 6.480 liter, untuk mengalirkan oksigen dan gizi keseluruh organ tubuh. Penyebab terjadinya penyakit jantung koroner adalah hipertensi, diabetes nelitus,

abnormal gambaran jantung (EKG), stress, pola makan, gaya hidup (lifestyle), fraksi lemak (TG,HDL,LDL), kurangnya aktivitas fisik & olahraga, riwayat penyakit jantung

dalam anggota keluarga, obesitas, kebiasaan merokok, kadar kolestrol total dan LDL meningkat, sedangkan kadar kolestrol HDL rendah (Irianto, 2018).

Perilaku sedentari merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner, seseorang yang membiasakan diri dengan gaya hidup sedentari dapat

menurunkan otot kerja jantung sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) (Inyang, 2015).

f. Kanker

Resiko besar apabila seseorang melakukan perilaku sedentari ialah dapat

(11)

tidak banyak melakukan gerakan. Hal tersebut disebabkan karena otot & sel jaringan dalam tubuh yang non aktif dapat memicu terjadinya perkembangan sel kanker yang

memiliki angka morbiditas & mortilitas yang tinggi (Inyang, 2015).

2.2 Rekomendasi Aktivitas Fisik Pada Remaja

Menurut WHO (2010) rekomendasi aktivitas fisik pada remaja usia 5-17 tahun adalah paling sedikit melakukan aktivitas fisik 60 menit dengan intensitas menegah

setiap harinya dan paling sedikit 3 kali/minggu. Menurut P2PTM Kemenkes RI (2019) rekomendasi aktivitas fisik yaitu dilakukan 30-60 menit perhari nya dan dengan

frekuensi 3-5 kali per minggu.

.

2.3 Konsep Promosi Kesehatan dan Media 2.3.1 Definisi

Promosi kesehatan merupakan tahapan untuk menyadarkan masyarakat agar bisa memperbaiki status kesehatannya, dari segi hal fiisik, mental & kesehjateraan

sosial. Promosi kesehatan merupakan suatu ilmu & seni menyadarkan masyarakat untuk membentuk gaya hidup (lifestyle) masyarakat menjadi sehat & optimal dalam hal

fisik, emosi, sosial, spititual & intelektual. Promosi kesehatan Menurut Lawrence Green (1984 dalam Trisnowati, 2018) merupakan upaya kombinasi pendidikan

kesehatan dan perlakuan terkait dengan ekonomi, politik & organisasi yang disiapkan untuk mempermudah perubahan perilaku & lingkungan yang mendukung bagi

(12)

2.3.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

1. Ruang cakupan penyuluhan berdasarkan segi pelayanan kesehatan, sebagian

besar terdapat dua macam pelayanan kesehatan, menurut Notoadmojo (2010) yaitu:

a. Pelayanan pencegahan dan promosi, merupakan suatu pelayanan untuk kalangan masyarakat yang sudah dalam tahap derajat sehat, supaya kalangan ini

tetap dalam keadaan sehat dan terlebih meningkatkan status kesehatannya. Pada hakikat pelayanan ini dilaksanan oleh profesi tenaga kesehatan

masyarakat.

b. Pelayanan kuratif dan rehabilitatif, merupakan pelayanan komunitas

masyarakat yang sedang sakit, supaya kalangan ini pulih dari sakitnya dan memulihkan kesehatannya. Pada hakikat pelayanan ini dilakukan kelompok

profesi kedokteran.

2. cakupan kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaanya. Menurut Notoadmojo

(2010) yaitu :

a. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)

Keluarga merupakan kalangan terkecil masyarakat. Supaya menggapai perilaku sehat dikalangan masyarajat, dari itu harus diawali pada tatanan tiap-tiap

keluarga. Pada teori pendidikan disebutkan, keluarga merupakan tempat persemaian manusia sebagai anggota masyarakat. Maka dari itu, bila persemaian

tersebut tidak baik dari itu pula akan berpengaruh kepada masyarakat. Karena itulah mengapa pentingnya promosi kesehatan dalam tatanan keluarga.

(13)

Sekolahan adalah kelanjutan tangan keluarga, yang berarti, sekolah adalah suatu wadah yang menlanjutkan untuk menempatkan pondasi perilaku bagi anak,

dalam hal ini perilaku kesehatan. Pengasuh dan guru mempunyai perananan penting karena umumnya lebih ditaati oleh anak-anak dibanding orang tuanya.

Sekolah serta lingkungan yang sehat sangat mendukung dalam bergaya hidup sehat bagi anak-anak. Pengajar bisa mendapatkan training mengenai kesehatan

& tentunya guru akan melanjutkan ilmu yang ia dapatkan kepada murid-muridnya.

c. Promosi kesehatan pada tempat kerja

Tempat bekerja merupakan wadah untuk individu dewasa mendapatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan, melewati produktifitas atau hasil pencapaiannya. ± 8 jam/hari tiap pekerja menghabiskan waktunya untuk

menjalankan aktivitas yang beresiko untuk kesehatannya. Resiko yang dihadapi oleh tiap pekerja tentu berbeda dengaan lainnya, tergantung jenis pekerjaan apa

yang dilakukan oleh tiap pekerja. Oleh karena itu, Penyuluhan kesehatan ditempat pekerja bisa dilakukan oleh pimpinan institusi atau wadah kerja yang

menyediakan tempat kerjanya secara mendukung untuk berperilaku sehat bagi pekerjanya.

d. Penyuluhan kesehatan ditempat umum

Tempat umum merupakan tempat tiap orang berkumpul pada saat-saat tertentu, contohnya : market, terminal bus, stasiun kereta api, bandara, mall,

(14)

kesehatan dengan menyediakan fasillitas-fasilitas untuk menunjang berperilaku sehat untuk pengunjung.

e. Promosi kesehatan di institusi pelayanan kesehatan

Tempat pelayanan kesehatan, hospital, puskesmas, tempat pengobatan,

poliklinik, tempat praktek dokter, dan lain sebagainya, merupakan wadah yang paling cocok untuk mempromosikan kesehatan. Karena saat orang yang sakit,

maupun kerabatnya sakit, maka seseorang akan lebih sadar terhadap paparan pesan kesehatan apalagi yang berkaitan dengan keluhan kesehatan yang

dialaminya. Dengan kata lain, seseorang akan mudah menyerap informasi kesehatan yang berkaitan sesuai masalah kesehatannya, contohnya disampaikan

oleh profesi perawat.

2.3.3 Sasaran Promosi Kesehatan

Menurut Kemenkes (2011) ada 3 jenis target untuk promosi kesehatan, yaitu :

1. Sasaran Primer

Sasaran utama dalam promosi kesehatan diharapkan dapat merubah

perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Sasaran primer dikategorikan seperti

kalangan pemimpin keluarga, remaja, wanita menyusui, wanita hamil, siswa, dan masyarakat ditempat-tempat umum.

2. Sasaran sekunder

Sasaran sekunder adalah merupakan orang yang dianggap penting dan mempunyai pengaruh disuatu komunitas ataupun wilayah seperti pemuka di

(15)

informal (tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat). Sasaran ini diharapkan dapat menciptakan suasana kondusif bagi perilaku sehat di suatu

wilayahnya dan diharapkan dapat menginformasikan tentang perilaku sehat kepada masyarakat yang ada diwilayahnya.

3. Sasaran Tersier

Sasaran Tersier adalah merupakan orang yang mempunyai wewenang

membuat kebijakan public disuatu negara, wilayah, maupun komunitas dalam bentuk peraturan prundang-undangan dalam bidang kesehatan serta individu

yang berwewenang serta berkewajiban dalam menyediakan sarana fasilitas kesehatan dan sumber daya.

2.3.4 Media Promosi Kesehatan

Media pendidikan kesehatan merupakan sarana alat bantu untuk pemaparan

pesan kesehatan yang bisa dlihat, didengar, dirasa, disentuh, guna memperlancar komunikasi dan penyebaran informasi Depkes (2004, dalam Trisnowati, 2018).

Menurut Batholomew, et.al. (2006, dalam Trisnowati, 2018) mengatakan media adalah alat bantu untuk memaparkan materi kepada sasaran, media dapat diubah setelah

menentukan metode, strategi, serta menetapkan materi yang akan disampaikan.

Urgensi media promosi kesehatan adalah (1) untuk menargetkan perubahan

perilaku individu maupun kelompok, (2) meningkatkan tujuan sosial politik (media

advokasi), dan (3) sebagai media pemberitahuan kepada masyarakat (Trisnowati, 2018).

2.3.5 Tujuan Media Promosi Kesehatan

Guna memudahkan untuk menyampaikan pesan, dapat mengurangi terjadinya

(16)

memudahkan pengertian, mengurangi komunikasi secara verbal , media dapat diterima oleh indera penglihatan, dan memperlancar komunikasi kepada audiens (Notoadmojo,

2010:290).

2.3.6 Penggolongan Media Promosi Kesehatan

Menurut Notoadmojo (2010:290) Media promosi kesehatan dibagi menjadi beberapa penggolongan yang dapat dintinjau dari berbagai aspek, antara lain :

1. Berdasarkan konsep pengumuman dan pelaksanaannya : penggunaan media pendidikan dalam hal romosi kesehatan, dikategorikan menjadi :

a. materi bacaan : modul, buku referensi, leaflet, majalah, buletin, dan lain-lain.

b. bahan demo : poster tunggal, poster seri, flipchat, transparan, slide, film dan

lain sebagainya.

2. Media elektronik adalah media yang bergerak serta dinamis, bisa dilihat serta

didengar dalam penyampaian pesan menggunakan sarana elektronik. Misalnya : Televisi, Radio, FiIm, Vdeo film, kaset, compact disk, Video compact disk. Untuk

Media Audiovisual bentuk video Menurut Maulana (2009, dalam Naadir, 2017) mempunyai kontribusi banyak dalam memberikan pengetahuan pada otak yaitu

indera penglihatan (±75-87%), untuk sisanya 13% sampai 25% disalurkan oleh pancaindera lainnya. Penggunaan media audiovisual bentuk video yang kreatif

dan inovatif selaku media promkes dapat diserap dengan baik dan lebih antusias oleh sasaran. Alat bantu audiovisual ini menjadikan promosi kesehatan

lebih menarik dan tidak membosankan. Menurut Munadi (2012, dalam Aeni & Yuhandini, 2018) penggunaan alat bantu audiovisual dalam bentuk video dapat

(17)

kesehatan dengan mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari audiens, menarik, informasi yang disampaikan cepat dan mudah diingat serta diserap

oleh para responden, karena dapat menumbuhkan imajinasi remaja, maka dari itu dapat menambah pengetahuan pada remaja dengan menggunakan media ini

sebagai promosi kesehatan. Media audiovisual dalam bentuk video merupakan suatu media pembelajaran yang efektif dalam membantu mestimulasi indera

penglihatan dan pendengaran, dengan media pembelajaran yang menarik seperti ini mampu membawa dampak keberhasilan promosi kesehatan pada

waktu proses mentransfer pengetahuan kepada audiens (D. Lestari, 2017).

3. Kelebihan dan kelemahan media elektronik

a. beberapa kelebihan antara lain menurut Notoadmojo (2010) :

1. Telah dikenal dikalangan masyarakat.

2. Mempartisipasikan seluruh panca indera.

3. Mudah dipahami.

4. Lebih memikat karena ada audio dan visual bergerak.

5. Betatap muka.

6. Penyampaian dapat dikendalikan.

7. Cakupan relatif lebih besar.

8. Sebagai alat berdiskusi dan dapat di putar ulang.

b. Kekurangannya menurut Notoadmojo (2010) antara lain :

(18)

2. Cukup rumit

3. Perlu tenaga listrik

4. Perlu alat dan keahlian untuk membuatnya

5. Perlu kesiapan yang baik

6. Alat selalu berkembang & berubah.

7. Perlu alat untuk penyimpanan.

Gambar

Tabel 2.0.1 Klasifikasi Hipertensi (AHA, 2017)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun beberapa saran yang dapat penulis berikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Penggunakan media busur derajat dapat digunakan

Cahaya infra merah yang terdapat pada optocoupler tidak perlu lensa untuk memfokuskan cahaya karena dalam satu chip mempunyai jarak yang dekat dengan penerimanya. Pada

hubungan body image dengan self- acceptance (penerimaan diri) pada pasien ulkus diabetikum di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan Tahun 2016 dengan responden 16

Kasus aliran bendung runtuh dua matra pada suatu kolam ini akan menggunakan konsep uji pertama pada pendekatan Riemann, dimana hasil perhitungan model muncul perambatan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan program wajib bagi seluruh mahasiswa kependidikan di Universitas Negeri Semarang (UNNES), yang bertujuan membekali seluruh

 Pelaporan merupakan bagian penting dari pemantauan dan evaluasi sebuah program yang memuat hasil kemajuan pelaksanaan program secara berjenjang mulai dari

Sampel dialokasikan menjadi 3 (tiga) kelompok dengan menggunakan permutasi blok randomisasi, hal ini untuk mengurangi heterogenitas pada faktor-faktor yang mempengaruhi