• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep I jaz al-qur an Mazhab Tafsir Sastra: Telaah Pemikiran Aisyah Abdurrahman Bintu al-syathi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konsep I jaz al-qur an Mazhab Tafsir Sastra: Telaah Pemikiran Aisyah Abdurrahman Bintu al-syathi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Telaah Pemikiran ‘Aisyah Abdurrahman Bintu al-Syathi’

Nuril Hidayah

(Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Probolinggo) Email: [email protected]

Abstrak

I’jaz al-Qur’an merupakan konsep yang disusun untuk menegaskan sakralitas al-Qur’an. Sepanjang perjalanan sejarah, para sarjana Islam telah melahirkan berbagai teori untuk menjelaskan aspek-aspek i’jaz tersebut. Artikel ini menjelaskan tentang salah satu konsep i’jaz yang paling menarik, yang dirumuskan oleh ‘Aisyah Abdurrahman Bintu al-Syathi’, salah satu pengikut yang paling menonjol dari Amin al-Khuli, pelopor mazhab tafsir sastra. Artikel ini berusaha menjelaskan konsep I’jaz al-Qur’an Bintu al-Syathi’ ditinjau dari aspek-aspek metodologis dan teoritisnya.

Kata kunci: i’jaz, metodologis, teoritis

Abstract

I’jaz al-Qur’an is a concept formulated to underline the sacrality of the Qur’an. Throughout the history many Islamic scholars have produced different theories to explain the aspects of this i’jaz. This article describes one of the most interesting concept of i’jaz from ‘Aisyah Abdurrahman Bintu al-Syathi’, one of the prominent followers of Amin al-Khuli, the founder of literary exegesis school. It studies Bintu al-Syathi’s concept of i’jaz al-Qur’an in terms of methodological and theorical aspects.

(2)

Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial

Ahmad Rodli

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Email: [email protected]

Abstrak

Ziarah kubur adalah sebuah fenomena yang mempunyai tradisi sejarah yang panjang. Fenomena ini cukup menimbulkan polemik perdebatan dalam kurun waktu yang lama yakni dari abad ke-12 (Ibn Taimiyah) sampai pada abad ke-20 (Muhmmad ibn Abdul Wahab). Yang perlu menjadi catatan adalah bahwasanya ziarah kubur bukan hanya sekedar dalam ranah dimensi ritual peribadatan saja, melainkan ia juga mencakup dimensi sosial, politik bahkan bisnis-komersial. Dan fenomena inilah yang sekarang muncul dalam hal ziarah kubur yang ada di Indonesia.

Kata kunci: Islam, ziarah, makam orang-orang sholeh

Abstract

Grave pilgrimage is a phenomenon that has a long history of tradition. This phenomenon cause quite a polemic debate in a long period, from the 12th century (Ibn Taymiyyah) until the 20th century (Muhammad ibn Abdul Wahab). The important thing is that pilgrimage is not just a tomb in the realm of ritual dimension of worship alone, but its also includes the socialpolitical and even business-commercial. And now this is phenomenon appearen grave pilgrimage in Indonesia.

(3)

A. Pendahuluan

Ziarah kubur mempunyai tradisi yang berakar panjang dalam sejarah perkembangan agama Islam. Perdebatan tentang tradisi ini juga bergaung jauh dalam sejarah. Dari Ibn al-Jauzi dan Ibn Taymiyah (abad ke-12-13) sampai dengan Ibn Abd al-Wahab, Rashid Rida dan Sayyid Qutb (abad ke-19-20). Perilaku keagamaan itu dengan gigih dikecam oleh sebagian kalangan sebagai praktik syirik dan bid’ah. Namun tidak sedikit yang tetap mempraktikkan dan meyakininya sebagai praktik ibadah. Bahkan ziarah kubur merupakan sebuah perilaku agama yang sangat penting di semua pelosok dunia Islam dan berakar pada ajaran Islam.

Pada umumnya obyek dari pada ziarah kubur itu adalah makam-makam “keramat” -seperti makam walisongo, raja-raja Islam, makam orang-orang sholeh, dan bahkan kuburan bapak-bapak perintis komunitas Islam-. Berkaitan dengan fenomena ziarah, pada kurun waktu dua dekade terakhir ini terjadi peningkatan yang luar biasa jumlah kaum Muslim yang mengunjungi tempat-tempat ziarah di Jawa dan Madura. Sedikitnya ada 100 tempat-tempat ziarah Islam yang dianggap penting di kedua pulau itu.

Data berikut akan menunjukkan beberapa di antara ledakan fenomena ziarah lokal. Salah satu makam Islam paling popular di Jawa Timur, yakni makan Maulan Malik Ibrahim di pusat kota Gresik, sempat menampung pengunjung sebanyak 1.556.652 orang pada tahun 2005. Angka ini merupakan peningkatan lebih dari sepuluh kali lipat dari jumlah 128.905 pada tahun 1988.1 Jumlah kunjungan tahunan ke makam Sunan Bonang di Tuban naik dari 117.270 pada tahun 1988 menjadi 618.047 pada tahun 2005. Tempat-tempat ziarah lainnya di pulau Jawa juga mengalami peningkatan yang luar biasa dari segi jumlah peziarah, meskipun angka-angka statistik kurang dapat diandalkan.

Fenomena yang sesungguhnya juga menarik adalah, bahwa tergerak oleh kenaikan jumlah pengunjung ziarah yang mencengangkan, dewasa ini makin banyak dan beraneka ragam usaha komersial dan praktik-praktik mencari pendapatan yang membonceng pada ziarah lokal. Dimensi komersial

1Lihat “potensi dan Peluang investasi”, http://www/gresik.go.id/potensi.doc. (diakases

(4)

inilah yang menarik diamati. Sejalan dengan kenaikan jumlah pengunjung, banyak orang yang berinvestasi untuk lebih memperbesar jumlah peziarah dan meningkatkan omzet melalui biro-biro pariwisata dan perjalanan yang ‘menanam” orang pada komunitas-komuitas pengajian majlis ta’lim dan bahkan di desa-desa. Para peziarah pun memberikan kontribusi terhadap pendapatan, baik melalui donasi langsung, nazar yang telah diniatkan peziarah atau pun sumbangan khusus seperti wakaf atau yang lain.

Dalam konteks seperti di atas itulah, fenomena ziarah ternyata tidak berwajah tunggal. Ia mempunyai banyak wajah. Ia berkelindan antara kesalehan, penonjolan identitas ke-Islaman seseorang dan bahkan dimensi komersial yang seringkali juga membonceng dalam tradisi ziarah. Itulah realitas ziarah saat ini, dimana fenomananya begitu beragam dan membutuhkan kajian jernih dan mendalam agar diperoleh pemahaman yang utuh.

Adapun pembahasan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada fenomena ziarah yang berlangsung di masjid Agung Demak dan makan Sunan Kalijaga, Kadilangu Demak Jawa Tengah. Ke dua tempat ziarah ini dinilai cukup bisa menggambarakan dan merepresentasikan akan geliat fenomena dimensi ziarah secara umum.

Penelitian ini akan memotret trend ziarah yang saat ini semakin meningkat dan berbagai varian yang menyertainya yaitu berkelindan-nya antara soal kesalehan, penampakan identitas ke-Islaman dan dimensi komersial yang begitu kental. Inilah hal yang menarik dan menjadi poin utama dari riset ini.

B. Islam dan Ziarah Kubur

Ziarah merupakan bentuk masdar dari kata zaara yang berarti menengok atau melawat.2 Luwis Ma’luf mengartikan kata ziarah dengan “datang dengan maksud menemuinya”.3 Kemudian KBII mengartikan ziarah dengan kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (makam, dsb). Makam adalah merupakan tempat pemakaman atau pengkuburan jenazah (orang yang

2Muhammad Idris Abdur Rauf al Marbawi, Kamus Arab Melayu (Mesir: Mustafa al-Halabi

wa auladihi, 1350 H), hlm. 273.

(5)

sudah meninggal). Jadi ziarah kubur adalah menengok atau mengunjungi tempat pemakaman jenazah.

Makam merupakan sebuah istilah yang diambil dari bahasa Arab maqom yang berarti tempat, status, atau hirarki. Sedangkan kuburan dalam bahasa arab adalah qobr, maqbarah yang berarti tempat pemakaman. Kedua istilah ini di Indonesia tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaanya, sehingga orang yang berziarah bisa menyatakan akan ke makam atau ke kuburan.4

Menurut terminologi syar’iyah, ziarah kubur adalah mengunjungi pemakaman dengan niat mendoakan para penghuni kubur serta mengambil pelajaran dari keadaan mereka.5 Dengan bahasa lain, ziarah adalah mendatangi kubur sewaktu-waktu untuk memohon rahmat Tuhan bagi orang yang dikuburkan di dalamnya dan sebagai peringatan supaya orang yang hidup dapat mengingat akan mati dan nasib di kemudian hari.6

Ziarah kubur biasa dilakukan dengan mengunjungi makam-makam wali, keluarga, kerabat, tokoh masyarakat, ulama, dan bahkan makam para nabi yang telah berjasa bagi perkembangan agama Islam. Ziarah bisa dilakukan kapan saja, tanpa ada batasan dalam waktu pelaksanaanya. Akan tetapi, para peziarah biasanya melakukan ziarah para hari jum’at, menjelang hari raya idul fitri dan pada bulan-bulan tertentu saat perayaan hari besar.

C. Hakekat dan Fungsi Ziarah Kubur

Ulama dan ilmuan Islam dengan berdasarkan al-Quran dan hadis-hadis memperbolehkan ziarah dan menganggapnya sebagai perbuatan yang memiliki keutamaan, khususnya adalah ziarah ke makam para Nabi dan orang-orang saleh.7 Kegiatan ziarah kubur hingga saat ini masih menjadi sebuah kegiatan yang banyak dilakukan oleh seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Hukum dari ziarah kubur adalah sunnah. Adapun dasar diperbolehkannya ziarah adalah sebagaimana sabda nabi saw: “dulu aku pernah melarang kalian

4Nur Syam, Islam Pesisiran (Yogyakarta: Lkis, 1999), hlm. 138-139.

5Imam al-Qadli, Iyadl, al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqh, Juz 1 (t.tp: t.p., t.th.), hlm. 119. 6H.S. A. Alhamidi, Risalah Jana’iz (Bandung: Al-Ma’arif, 1976), hlm. 10.

7Ja’far Subhani, Tawasul, Tabarruk, Ziarah Kubur, Karamah Wali termasuk Ajaran Islam

(6)

berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian ke kuburan, karena itu akan mengingatkan kalian pada akhirat.” (HR. Muslim).

Hakikat dari ziarah kubur adalah agar peziarah senantiasa mengingat kematian dan juga akhirat. Dengan berziarah, peziarah akan sadar bahwa kelak dia pun juga akan mati dan akan dikuburkan sebagaimana jenazah di makam yang diziarahinya. Kesadaran akan mati tersebut merupakan sebuah hal yang baik bagi seseorang untuk terus meningkatkan kualitas ketaqwaannya kepada Allah dan mengingatkannya bahwa terdapat tempat lain selain dunia ini. Selain hal itu, ziarah juga dilakukan seseorang dengan niatan untuk mendoakan si mayit yang telah dimakamkan di kuburan tersebut agar semua amal ibadahnya diterima Allah dan semua kesalahannya diampuni Allah.

D. Ziarah kubur dari zaman ke zaman

Pada awalnya Rasulullah saw. melarang umat Islam untuk berziarah kubur. Larangan ini merupakan bentuk dari kehati-hatian nabi dalam menjaga keimanan umat Islam. Karena pada masa itu umat Islam masih sangat dekat dengan budaya jahiliyah seperti menyembah berhala dan pengagungan terhadap nenek moyang.

Sebenaranya, kegiatan ziarah kubur sudah ada sejak masa pra-Islam. Tradisi ziarah kubur pada masa pra-Islam ditandai dengan adanya permohonan kepada arwah orang yang meninggal. Hal ini seirama dengan penyembahan terhadap arwah para leluhur yang terjadi di berbagai belahan dunia. Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab masih mempunyai tradisi menyembah, mengagungkan berhala dan juga arwah-arwah leluhur mereka. Masyarakat jahiliyah menganggap berhala dan arwah leluhur mempunyai kendali atas kehidupan mereka dan juga bisa mewujudkan apa yang mereka inginkan. Budaya mengagungkan leluhur sudah menjadi sebuah tradisi yang mengakar kuat bagi mereka di masa jahiliyah.

Atas dasar fenomena itu, bisa dikatakan bahwa ziarah kubur juga sudah menjadi sebuah tradisi dikalangan masyarakat Timur Tengah. Walaupun di masyarakat Arab tidak terdapat ritual penyembahan kepada nenek moyang, namun dalam praktik ziarah masih terdapat permohonan kepada para arwah

(7)

yang dikuburkan. Permintaan peziarah tersebut di tujukan bagi para arwah leluhur agar apa yang diminta dikabulkan.

Seiring dengan kemajuan dakwah nabi dan menyebarnya Islam di belahan dunia dan disertai dengan suatu keyakinan akan semakin kuatnya akidah umat Islam, maka Nabi Muhammad pun membolehkan umatnya untuk berziarah kubur. Diperbolehkannya ziarah kubur ini didasarkan pada keyakinan bahwa dengan ziarah kubur, umat Islam tidak meminta kepada ruh jenazah yang dikubur sebagaimana sebelumya. Nabi saw bersabda : “Dahulu

aku melarang kalian untuk berziarah kubur. Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan pada kehidupan akhirat. (Ingatlah) jangan mengucapkan perkataan yang batil ketika berziarah kubur.”

(HR. Hakim juz 1:376).

Kebolehan ziarah pada zaman Nabi Muhammad saw. kemudian disambut dengan sangat baik oleh masyarakat yang juga memiliki tradisi ziarah kubur. Sehingga ketika Islam masuk pada sebuah daerah yang memiliki kesamaan tradisi, maka terjadilah proses saling mengisi antar tradisi tersebut. Di Nusantara tradisi ziarah kemudian menjadi sebuah kelaziman. Ziarah kubur dilakukan tidak hanya di makam para leluhur, tetapi juga di makam orang-orang yang dianggap berjasa bagi agama, negara dan kehidupan si peziarah.

Dalam kitab al-Majmu’ dikatakan; “Semula dikeluarkannya larangan tersebut

disebabkan mereka baru saja terlepas dari masa jahiliyah. Terkadang mereka masih menuturkan berbagai perkataan jahiliyah yang batil. Tatkala pondasi keislaman telah kokoh, berbagai hukumnya telah mudah untuk dilaksanakan, berbagai rambunya telah dikenal, maka ziarah kubur diperbolehkan”.

Di Indonesia, ziarah kubur bisa disebut sebagai salah satu tradisi bagi masyarakat. Tradisi ini dipercayai sudah ada sejak lama sebelum Islam datang ke Indonesia. Indonesia mempunyai sejarah yang panjang mengenai penyebaran Islam hingga menjadi sebuah negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia.

E. Ziarah Makam Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan umat Muslim di Pulau Jawa. Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1455

(8)

dengan nama kecilnya Raden Said. Dalam beberapa riwayat disebutkan masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak (1481-1546), Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati (sekitar 1580). Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama (soko guru) masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.8

Makam Sunan Kalijaga terletak di Kelurahan Kadilangu Kecamatan Demak Kota sekitar 1,5 km dari Masjid Agung Demak. Makam Sunan Kalijaga banyak dikunjungi peziarah dan juga wisatawan yang sekedar ingin tahu keberadaan salah seorang yang turut mengukir sejarah bangsa ini. Pada hari-hari tertentu makam Sunan Kalijaga ramai dikunjungi peziarah terutama hari Ahad, Kamis dan Jum’at. Bahkan lebih ramai lagi pada hari Kamis malam Jum’at Kliwon. Terlebih lagi pada setiap tanggal 10 Dzulhijah, makam Sunan Kalijaga ramai dikunjungi orang karena ingin melihat atau mengikuti upacara penjamasan benda-benda pusaka peninggalannya yang berupa “Kelambi Kyai Gondil” dan “Kutang Onto Kusumo”

Makam Sunan Kalijaga kini berada di dalam “rumah” kokoh dengan ukiran di pintu, jendela, maupun tiang-tiangnya. Kondisi makam Sunan Kalijaga saat ini tentu bertolak belakang dengan keadaan masa lalu, sewaktu Sunan Kalijaga bermukim dan mengajar di sana. Dulu Kadilangu adalah desa yang sunyi, dan sekarang bisa dibayangkan terdapatnya keceriaan yang melingkupinya. Hal ini berkat wibawa dan kegairahan seorang wali pecinta kesenian, yang selalu siap dan terbuka terhadap perubahan.

Tujuan ziarah ke makam Sunan Kalijaga tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan Masjid Agung Demak sebagai salah satu Masjid yang turut dibangun oleh Sunan Kalijaga. Makam Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak memiliki daya tarik terhadap wisatawan yang berupa nilai historis dan nilai spiritual. Nilai historis berhubungan dengan keberadaan Masjid Agung Demak sebagai bangunan masjid pertama di Jawa dan adanya benda-benda

(9)

peninggalan sejarah pada masa Kerajaan Demak. Sedangkan nilai religius berhubungan dengan orang yang membangun Masjid Agung Demak, yakni para Walisongo.

Sedangkan nilai religius makam Sunan Kalijaga adalah pemahaman masyarakat terhadap kiprah Sunan Kalijaga sebagai salah satu Sunan keturunan jawa yang bisa memadukan nilai-nilai keIslaman dengan keluhuran budaya dan tradisi masyarakat jawa pada waktu itu. Yang akhirnya Islam mudah diterima dan berkembang di Tanah Jawa dan Indoensia hingga sekarang.

F. Dimensi-Dimensi dalam Ziarah Makan Sunan Kalijaga

1. Dimensi Kesalahen pada Ziarah Makan Sunan Kalijaga

Dimensi kesalehan dalam ziarah kubur dapat dilihat sebagai bentuk kesalehan sufistik yang meletakkan kegiatan ziarah kubur sebagai media penajaman akal dan jiwa dengan cara meninggalkan tuntutan syahwat dan mengarahkannya ke dunia hakekat (tasqîl –pembersihan-), Mewujudkan akhlak yang baik sesuai dengan sunnah (ta‘dîl –pemoderasian-) dan Mengingat Tuhan dan melakukan ibadah-ibadah (tanwîr –pencerahan-).

Ziarah kubur berfungsi untuk menyadarkan atau paling tidak mengingatkan bahwa hidup tidaklah kekal. Sehingga dengan kesadaran seperti ini dapat mengantarkan peziarah untuk menghindari sifat syahwat keduniawian dan mengantarkannya pada kesadaran terhadap hakekat kehidupan, yaitu hidup setelah kematian. Kehidupan setelah kematian sangat ditentukan oleh kualitas Iman, Islam, taqwa dan amal shaleh. Ziarah ke makam orang-orang shaleh—Sunan Kalijaga—menjadi ‘itibar atau pelajaran bahwa seseorang yang mampu meninggalkan tuntutan syahwat duniawi dan mengarahkan kepada dunia hakekat dengan beramal shaleh, membantu sesame, dan berdakwah di jalan Allah sesuai dengan kapasitas dan tugas seseorang akan selalu diingat, dikenang dan didoakan oleh orang-orang muslim. Dalam ungkapan pribahasa disebutkan “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan taring,

dan manusia mati meninggalkan nama”.

Zirah kubur ini juga dapat menjadi media dan tahap pencerahan dalam proses pencapaian derajat kesalehan hakiki yang diraih melalu tiga tahap

(10)

yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli. Takhalli berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan kehidupan duniawi. Berziarah memberikan hikmah akan kekalnya hidup setelah kematian, sehingga dapat menjadi jalan ke arah takhalli. Setelah mempunyai kesadaran takhalli, seseorang akan mengisi atau menghiasi diri dengan sifat terpuji dan mulia. Dan kesadaran inilah yang disebut dengan tahalli. Berikutnya adalah tajalli. Tajalli adalah terbukanya tabir yang menghalangi hamba dengan Tuhan sehingga hamba menyaksikan tanda-tanda kekuasaan dan keagungan-Nya. Istilah lain yang memiliki kedekatan arti dengan tajalli adalah ma’rifah, mukasyafah, dan musyahadah.

Kesadaran semacam ini akan membawa dan mengantarkan seseorang— khususnya peziarah pada pembersihan dan pencerahan hidup dan mendorongnya untuk selalu beramal shaleh sesuai dengan tuntutan dan ajaran agama Islam. Dimensi kesalehan semacam inilah yang terkandung dalam ziarah kubur khususnya ziarah kubur makam Sunan Kalijaga.

2. Dimensi Identitas Keislaman Ziarah Kubur Sunan Kalijaga

Kata Islam secara bahasa berasal dari bahasa Arab al-islãm, ( ملاسلإا) yang berarti “berserah diri kepada Tuhan”. Kata ini berasal dari

“Aslama-Yuslimu-Islaman” yang secara kebahasaan berarti “Menyelamatkan”. Kata yang sangat

terkait dengan kata “islam” adalah kata “muslim”, keduanya secara literal semantik berasal dari tiga huruf yaitu “sin”, “lam”, dan “mim” (ملس) yang berarti “kedamaian”. Dengan demikian, jika dikaitkan antara muslim dan Islam sebagai nama sebuah agama, maka Islam dapat diartikan sebagai “agama orang-orang yang tunduk,9 dan berserah diri kepada Tuhan.

Selain pengertian tersebut, setidaknya terdapat empat pendapat tentang makna dan akar kata “Islam” yang berkaitan erat antara satu dengan lainnya. Pertama “aslama” yang artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Kedua “salima” yang artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat. Ketiga “sallama” yang artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (amar

9Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al Qur’an, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-Konsep Kunci,

(11)

ma’ruf nahyi munkar), dan keempat “salam” yang artinya aman, damai, sentosa.

Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan

aslama dan sallama.

Secara terminologis Islam dapat diartikan sebagai agama wahyu berintikan tauhid atau keEsaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia.

Inti ajaran Islam terangkum dalam rukun islam, iman, dan ihsan. Rukun Islam terdiri dari lima hal yaitu; (1) dua kalimah syahadat, (2) mendirikan salat wajib lima waktu, (3) berpuasa pada bulan Ramadan, (4) membayar zakat, dan (5) menunaikan ibadah haji bagi mereka yang mampu. Sedangkan enam rukun iman terdiri dari iman kepada Allah, iman kepada malaikat Allah, iman kepada Kitab-Kitab Allãh, iman kepada Nabi dan Rasul Allah, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qadla dan qadar.

Sedangkan ihsan biasa dimaknai dengan perbuatan baik sebagai implementasi dari keberislaman, dan keberimanan seseorang. Seseorang yang berihsan adalah mereka yang berbuat sesuatu seakan-akan dia telah dilihat Tuhan walaupun ia tidak bisa melihat Tuhannya.

Dalam penegrtian lain Dawam Rahardjo memaparkan bahwa Islam adalah penerimaan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw.. Sedangkan iman adalah pembenaran dengan hati. Dan ihsan adalah perwujudan dalam perbuatan. Jadi iman adalah tindakan interiorisasi dan internalisasi, sedangkan Islam adalah eksteriorisasi dan eksternalisasi apa yang ada dalam keyakinan seseorang.10

Kaitannya dengan dimensi keberislaman dan keislaman, tradisi ziarah kubur yang dilaksanakan oleh umat muslim di makam Sunan Kalijaga dapat difahami sebagai wujud internalisasi ajaran Islam yang berupa menyakini adanya hari akhir dan mahluk ghoib. Ziarah kubur dapat menjadi pelajaran dan sekaligus bukti bahwa hidup tidaklah kekal dan kiamat pasti benar adanya.

Bahkan pada masyarakat muslim tertentu berziarah adalah salah satu indikator bentuk kesalehan seseorang. Seseorang yang berziarah dan

(12)

mendoakan makam orang tua, saudara atau leluhurnya yang telah meninggal akan dipandang sebagai pribadi yang shaleh dan sebaliknya.

Berziarah adalah tradisi, karenanya antara daerah satu dengan yang lainnya akan sangat berbeda. Oleh karenanya berziarah dapat difahami sebagai internalisasi dan kontektualisasi ajaran Islam. Dalam hal ini tentu berziarah yang jauh dari kemusyrikan, dan sebaliknya sebagai media mendekatkan diri kepada Allah, dan mendorong peziarah untuk selalu taat, berbuat kebajikan, memberi manfaat kepada sesame.

Dimensi kepasrahan, ketundukan, kesadaran, dan kepatuhan yang diperoleh dari hikmah tradisi ziarah kubur inilah yang menjadi ciri keberislaman seseorang, sehingga akan membawa kepada kesalehan hidup, dan kepribadian muslim sejati.

3. Dimensi Wisata Ziarah Makam Sunan Kalijaga

Terdapat beberapa hal yang menjadikan Makam Sunan Kalijaga menjadi salah satu tujuan wisata, diantaranya adalah; 1) karena kepercayaan peziarah tentang adanya unsur karamah yang dimiliki oleh para wali. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata karamah diartikan dengan suci dan bertuah yg dapat memberikan efek magis dan psikologis kepada pihak lain. 2) Sunan Kalijaga dipercaya memiliki kontribusi yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Beliau berdakwah dengan menggunakan media seni dan budaya (wayang) yang telah dikenal luas oleh masyarakat, sehingga Islam mudah masuk kedalam hati mereka. 3) adanya sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa dengan berziarah ke makam seorang wali akan memunculkan ketenangan hati bagi para peziarah. Para peziarah mengaku bahwa dengan berziarah ke makam Sunan Kalijaga akan menenangkan hati dan pikiran mereka dari pelbagai permasalahan kehidupan. 4) Adanya pesona karismatik yang dimiliki oleh Sunan Kalijaga. Hal ini diketahui oleh para peziarah dari berbagai cerita baik dari tulisan atau lisan yang menguatkan kekarismatikan Sunan Kalijaga.

Kegiatan ziarah ke makam Sunan Kalijaga kemudian menjadi semacam tradisi dan agenda rutinan tersendiri bagi banyak masyarakat Indonesia. Tradisi yang dilakukan secara terus menerus yang menjadikan wisata ziarah ke makam Sunan Kalijaga tidak pernah sepi dari para pengunjung.

(13)

Sebagian masyarakat yang melakukan ziarah ke makam dengan tujuan mencari berkah (tabaruk) dan juga melakukan tawasul kepada Sunan Kalijaga agar permohonan dan keinginannya segera dikabulkan oleh Allah swt.. Dengan bertawasul kepada waliyullah, mereka tambah yakin bahwa keinginannya akan lebih mudah dikabulkan Allah karena kedekatan waliyullah dengan Allah. Dan doa yang dipanjatkan oleh para peziarah ini berbeda-beda sesuai dengan kepentingan dan profesinya masing-masing.

Lokasi makam Sunan Kalijaga yang berada di Demak ini merupakan salah satu objek pariwisata yang ramai didatangi oleh pengunjung. Dan hal ini berdampak positif bagi masyarakat dan juga pemerintah setempat, salah satunya adalah dalam segi perekonomian. Menurut data dari pemerintah setempat, jumlah pengunjung yang datang dari tahun ke tahun semakin meningkat.11 Terdapat waktu-waktu tertentu yang ramai digunakan oleh masyarakat untuk berwisata, termasuk ke makam Sunan Kalijaga diantaranya adalah waktu libur panjang sekolah, studi tour sekolah-sekolah, dan menjelang Bulan Ramadhan dan sebelum lebaran.

Bila dilihat dari unsur-unsur suatu tempat bisa dijadikan sebagai objek pariwisata, maka lokasi makam Sunan Kalijaga sudah memenuhinya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai hal, diantaranya yaitu:

a. Adanya akomodasi. Di sekitar lokasi makam sudah tersedia banyak tempat penginapan yang bisa digunakan untuk beristirahat oleh para pengunjung, khususnya oleh mereka yang berasal dari luar daerah. b. Tersedianya banyak jasa boga atau restoran yang ada di sekitar lokasi

makam. Jasa boga ini mulai dari warung yang sederhana hingga yang besar.

c. Ketersediaan alat transportasi ke area pemakaman. Para pengunjung akan dengan mudah mencari alat transportasi yang menyediakan jasa menuju ke lokasi makam dari kota Demak.

d. Adanya cinderamata, di lokasi pemakaman banyak kios-kios yang menjual beragam pernak pernik ibadah (makanan khas, tasbih, kopyah, baju, mukena, kaos dan lain-lain).

(14)

e. Tersedianya banyak biro jasa perjalanan atau jasa tour yang menyediakan layanan perjalanan ke makam Sunan Kalijaga. Disetiap daerah pada saat ini sudah banyak penyedia jasa tour yang menyediakan paket wisata religi yang salah satunya adalah ke lokasi makam Sunan Kalijaga.

Selain makam Sunan Kalijaga sebagai objek wisata di kota Demak, ada juga Masjid Agung Demak yang tidak kalah ramainya sebagai objek wisata. Masjid Agung Demak kiranya sebagai satu rangkaian wisata ketika seseorang mau berwisata ke kota Demak. Masjid Demak merupakan salah satu masjid tertua yang dibangun oleh umat Islam pada waktu itu yang dipercaya melibatkan ke sembilan walisongo. Masjid ini didirikan oleh raja pertama Demak yaitu Raden Patah yang dibantu oleh kesembilan wali. Masjid ini dahulunya adalah tempat para wali berkumpul untuk membicarakan berbagai permasalahan penting di Nusantara.

Masjid Demak merupakan salah satu hal yang menarik bagi para wisatawan karena sejarah, budaya dan juga gaya arsitekturnya yang menawan. Menurut beberapa sumber masjid ini diperkirakan didirikan sekitar tahun 1404 Saka. Hal ini diketahui melalui simbol berupa bulus yang ada di masjid. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu).

Masjid Demak mempunyai bangunan induk dan serambi. Bangunan ini memiliki empat tiang utama yang sangat terkenal yand disebut dengan saka guru. Keempat tiang tersebut merupakan sumbangan dari empat orang wali yang berbeda. Saka guru sebelah timur laut oleh Sunan Kalijaga, saka guru sebalah barat laut oleh Sunan Bonang, saka guru sebelah tenggara oleh Sunan Ampel dan barat daya oleh Sunan Gunung Jati. Salah satu tiang yang paling menarik adalah tiang dari Sunan Kalijaga yang konon dibuat dari serpihan-serpihan kayu yang digabungkan menjadi sebuah tiang yang kuat yang oleh masyarakat disebut dengan saka tatal. Bangunan serambi merupakan area terbuka yang biasanya digunakan beristirahat oleh para pengunjung.

Atap masjid berbentuk limas yand ditopang dengan delapan tiang yang disebut dengan saka majapahit. Atap limas ini terdiri dari tiga bagian yang

(15)

menggambarkan iman, islam dan ihsan. Di masjid ini terdapat pintu yang disebut dengan pintu bledeg yang mengandung candra sengkala yang dapat dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna 1388 saka atau 1466 M atau 887 H.

Sejak pertama kali didirikan, Masjid Agung Demak baru dipugar pertama kali oleh Raja Mataram Paku Buwono I, pada tahun 1710. Pemugaran ini dilakukan untuk mengganti atap sirap yang sudah lapuk. Perluasan besar-besaran untuk menjadi masjid agung diperkirakan berlangsung pada 1504-1507. Pada masa itu, penyebaran agama Islam makin meluas di wilayah Demak. Sementara itu, pembangunan menara adzan baru dilakukan pada Agustus 1932.

Dua objek wisata kota Demak ini, yaitu makam Sunan Kalijaga dan juga Masjid Demak menjadi objek wisata utama di kota ini. Selama tahun 2009 tercatat 440.128 pengunjung mendatangi obyek wisata Masjid Agung Demak dengan jumlah uang yang masuk sebesar 440,13 juta rupiah. Sedang untuk obyek wisata Makam Sunan Kalijaga Kadilangu tercatat ada 594.230 pengunjung dengan jumlah uang masuk 297,12 juta rupiah.12

Selain masjid Demak yang sangat terkenal, terdapat pula masjid peninggalan Sunan Kalijaga ketika masa hidupnya. Masjid ini dikenal dengan nama Masjid Kadilangu. Sewaktu Sunan Kalijaga masih hidup, masjid Kadilangu masih berupa surau kecil. Setelah beliau wafat maka beliau digantikan oleh putera ketiganya yang bernama Sunan Hadi. Surau tersebut sudah mengalami beberapa kali renovasi hingga terlihat sebagaimana saat ini. Pada pintu masjid terdapat sebuah prasasti yang berbunyi : “Meniko titi

mongso ngadekipun masjid ngadilangu pada hari Ahad Wage tanggal 16 sasi dzul-hijjah tahun tarikh jawi 1456”, (ini waktunya berdiri masjid Kadilangu pada hari Ahad

Wage tanggal 16 bualn dzul-hijjah tahun tarikh jawa 1456). Tulisan tersebut aslinya bertulisan Arab. Menurut masyarakat sekitar, Masjid yang ada saat ini sudah banyak mengalami perubahan sehingga bentuknya sudah berbeda dari awalnya, terutama untuk bagian depan masjid.

Bentuk bangunan makam untuk para tokoh atau wali memiliki perbedaan dengan makam masyarakat pada umumnya. Makam para wali

(16)

dibangun dengan cukup megah yang menunjukkan bahwa makam tersebut bukan makam orang biasa. Hal ini merupakan penghormatan masyarakat kepada sosok jenazah yang dimakamkan disana. Pembangunan makam tersebut bukanlah sebagai permintaan dari sosok atau wali yang dikuburkan disana, tetapi merupakan inisiatif dari masyarakat untuk terus mengabadikan jasa-jasa wali sehingga ajaran-ajarannya tetap terkenang.

Bentuk makam ini juga merupakan daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Dilihat dari sudut ilmu bangunan, makam memiliki tiga unsur yang menjadi kelengkapan satu dengan yang lainnya yakni kijing (jirat), yaitu dasar atas subasmen yang berbentuk persegi panjang dan dengan berbagai variasi kadang-kadang diberi tambahan sudur dan hiasan tangan dalam bentuk simbar. Kemudian pada atasnya pada sudut puncak bagian utara dan selatan diletakan batu nisan yang terbuat dari batu, kayu atau logam. Nisan ada yang dipasang pada bagian kepala saja atau kedua-duanya yaitu bagian kepala dan kaki. Jirat ini terkadang dilengkapi dengan bangunan pelindung yang disebut dengan cungkup.

Bangunan makam bisa dianalogikan dengan sebuah candi, kerajaan, singgasana sebagai tempat kediaman yang nyaman dan aman yang biasanya ditempati oleh para raja atau tokoh-tokoh penting yang hidup pada masa lalu. Sebuah makam biasa diidentikan dengan jenazah yang dikuburkan didalamnya. Misalnya adalah ketika Raja yang tinggal di istana dan selalu ditemani oleh para penasehat, kerabat dan pembesar-pembesar kerajaan lain yang berada dilingkungan istana, di makam pun juga demikian adanya. Di sekitar makam utama terdapat banyak makam yang dulu merupakan orang dekat beliau ketika masih hidup. Hingga matinya pun banyak orang-orang yang berkaitan langsung dengan orang-orang teresbut untuk dimakamkan di dekat makam orang tersebut.

4. Dimensi Komersial ziarah Sunan Kalijaga

Aktifitas ziarah ke makam para wali (orang sholeh), seperti halnya ziarah ke makam Sunan Kalijaga telah menjadi fenomea yang unik dan menjadi bagian dari identitas keberagamaan Islam masyarakat Indonesia. Dalam sebuah kalangan tertentu bahkan muncul istilah “RIWAS” merupakan akronim

(17)

dari “Ritual Ziarah Wali Songo”, sebuah istilah yang amat familiar di telinga sebagian kalangan. Beberapa masyarakat seakan mengharuskan diri untuk melakukan ziarah minimal sekali setahun, pada umumnya dilakukan pada bulan Sya’ban.

Pelaksanaan ziarah ke makam Sunan Kalijaga pada umumnya dilakukan bersamaan dengan agenda ziarah ke makam-makam walisongo lainnya, tokoh-tokoh ulama yang dihormati, tidak jarang pula berbarengan dengan agenda wisata ke tempat-tempat wisata budaya, bangunan bersejarah, candi dan tempat wisata lainnya. Oleh karena itu biro perjalanan atau agen wisata yang jeli melihat fenomena ini bisa mengambil peran untuk menyelenggarakan kegiatan wisata ziarah tersebut. Selain itu kegiatan ziarah ini juga dikoordinir oleh berbagai pihak seperti pondok pesantren, panitia pembangunan masjid, kelompok pengajian dan sebagainya.

Dipandang dari segi bisnis, salah satu potret yang muncul dari ritual peziarahan ini adalah adanya dimensi komersialisasi, yaitu adanya kegiatan transaksi bisnis dalam kegiatan ziarah. Dimensi komersialitas ziarah antara lain sangat terlihat dalam aspek pengemasan program kegiatan yang lebih cenderung sebagai agenda wisata. Para peziarah memandang bahwa kegiatan ziarah adalah merupakan ibadah, sehingga ziarah merupakan salah satu ritual ibadah yang dapat digunakan sebagi media pengabdian dan pendekatan kepada Sang Khalik.

Ziarah wali dan khususnya ziarah makam Sunan Kalijaga juga merupakan ladang bisnis yang sangat menguntungkan bagi sebagian masyarakat lainnya. Banyak hal yang dapat dimanfaatkan menjadi lahan bisnis dari kegiatan ini, mulai dari penyediaan jasa transportasi, catering, pemandu (tour guide), penginapan, oleh-oleh, jajanan dan masih banyak lagi.

Berikut merupakan dimensi komersial ziarah makam Sunan Kalijaga yang diselenggarakan oleh suatu lembaga atau komunitas.

a. Biro jasa Tour And Travel

Aktifitas ziarah ke makam Sunan Kalijaga yang lebih banyak dilakukan secara berkelompok merupakan peluang strategis bagi usaha yang bergerak di bidang transportasi. Jasa perjalanan wisata menawarkan berbagai fasilitas

(18)

menarik dengan berbagai paket yang disediakan. Mulai dari paket wisata ziarah walisongo, atau wisata ziarah ke bebeberapa wali saja yang rutenya masih berdekatan.

Paket wisata ziarah walisongo dilaksanakan berkeliling sekitar pulau jawa, rute bisa dimulai dari lokasi terdekat rombongan. Rute yang ditempuh adalah makam Sunan Gunung Jati di Cirebon dilanjtkan menuju daerah Demak dan Kudus yaitu makam Sunan Kalijaga, Sunan Kudus dan Sunan Muria. Rute berikutnya yaitu wilayah Jawa Timur untuk berziarah ke makam Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Ampel dan Syekh Maulana Maghribi. Sedangkan paket ziarah untuk walisongo yang lain yaitu ke daerah tertentu saja misalkan hanya menuju rute Demak dan Kudus guna berziarah ke makam Sunan Kalijaga, Sunan Kudus dan Sunan Muria. Dan masih banyak rute-rute lainnya.

b. Pondok Pesantren

Pondok pesantren sebagai lembaga keilmuan juga banyak yang menyelenggarakan kegiatan ziarah ke makam wali. Namun kegiatan ini tidak bisa dilihat dari segi bisnis semata, dimana hal tersebut bisa dilihat dari paket tarif yang diberikan. Tarif biaya kegiatan ziarah yang diselenggarakan oleh pesantren relatif lebih murah dibanding dengan biro jasa perjalanan wisata. Terkait hal ini bisa dilihat dari segi orientasi organisasi, dimana biro perjalanan wisata lebih berorientasi pada bisnis pelayanan, sedangkan pesantren lebih berorientasi pada pelayanan umat.

Keberadaan pesantren sebagai lembaga pengetahuan dan kelimuan menempatkan kegiatan ziarah sebagai salah satu media dakwah kepada umat. Ziarah merupakan salah satu sunah, dan dibolehkan dalam ajaran Islam yang bertujuan untuk mengingat akan kematian, bahwa manusia pasti akan mati. Sehingga sangat jarang sekali pesantren yang mengadakan kegiatan ini semata-semata untuk mengeruk keuntungan dari jamaahnya. Itulah alasan kenapa pesantren bisa menyelenggarakan kegitan ziarah dengan tarif yang relatif murah, karena lebih didasari atas semangat dakwah mengajak kebaikan kepada sesama.

(19)

c. Panitia kegiatan pembangunan

Beberapa panitia pembangunan masjid atau madrasah mempunyai inisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan ziarah ke makam Sunan Kalijaga dan makam wali lainnya dengan maksud untuk mengumpulkan uang guna kegiatan pembangunan. Kegiatan seperti ini lumrah terjadi di masyarakat, tentunya maksud dan tujuan kegiatan dilaksanakan secara terbuka dan transparan.

Kegiatan dimulai dengan rapat untuk membahas konsep kegiatan ziarah yang meliputi tujuan ziarah, transportasi dan akomodasi yang diperlukan sampai biaya yang diperlukan. Kegiatan tersebut diinformasikan kepada masyarakat, bahwa untuk menopang dana kegiatan pembangunan akan diadakan ziarah, dimana sebagian uang yang dikumpulkan akan digunakan sebagai bagian dari dana pembangunan.

Sistem seperti ini lebih mudah diterima masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran infak dan shodaqoh. Kegiatan ziarah menjadi semcam hadiah atau bonus yang diperoleh dari amal jariah infak dan shodaqohnya. Maka tidak jarang masyarakat justru mau membayar lebih banyak, karena munculnya kesadaran untuk memperbanyak amal ibadah.

d. Komunitas masyarakat

Model pelaksanaan ziarah makam yang serupa dengan yang dilakukan panitia kegiatan pembangunan, dijumpai juga pada komunitas-komunitas mayarakat. Kegiatan ziarah juga bisa digunakan untuk ruang pengumpulan dana guna pembangunan dan pengembangan komunitas. Hal ini juga menumbuhkan semangat dan dedikasi serta loyalitas pada komunitasnya masing-masing.

e. Pengembangan

kawasan wisata

Melihat aktifitas ziarah ke makam wali saat ini tidak lagi terlihat sebagai ritual ibadah semata, akan tetapi telah menjelma sebagai aktifitas wisata religi yang mempunyai pengaruh dan dampak bagi berbagai kalangan yang bersentuhan dengannya. Industri transportasi, industri makanan, industri

(20)

perhotelan, industri kerajinan dan lainnya telah menjadi sektor-sektor yang mendapatkan manfaat dari aktifitas ziarah.

Demak sebagai salah satu Kabupaten yang akrab dengan sebutan kota wali karena adanya makam Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak telah memetik manfaat besar dari banyaknya jumlah wisatawan yang mengunjungi daerah pantura tersebut. Pendapatan dari sektor wisata religi ini turut meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Demak yang semakin tahunnya bertambah karena banyaknya jumlah peziarah ke makam Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak.

Makam Sunan Kalijaga sebagai sebuah kawasan wisata telah membawa manfaat dan berkah bagi penduduk sekitarnya. Penduduk sekitar telah merasakan dampak positif dari keberadaan Makam Sunan Kalijaga ini, kebanyakan mereka berprofesi pedagang yang menjual souvenir berupa kerajinan khas Demak untuk dapat dimanfaatkan sebagai kenang-kenangan oleh para peziarah. Usaha lainnya juga bermunculan seperti penjual makanan dan minuman ringan, warung makan, tempat parkir, ojek, pemandu, bahkan sampai penginapan yang disediakan untuk para peziarah yang datang dari tempat jauh, sehingga mereka memerlukan tempat istirahat. Aktifitas ini telah turut serta membangun

Makam sebagai wisata ziarah atau kawasan wisata religi memiliki potensi dan prospek besar bagi pengembangan daerahnya. Pada tahun 2009 tercatat sebanyak 594.230 yang mengunjungi makam Sunan Kalijaga dengan uang yang masuk sejumlah 297, 12 juta rupiah.13 Setiap tahunnya pemasukan ini bisa terus meningkat seiring semakin banyaknya peziarah yang dating baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

G. Simpulan

Fenomena ziarah kubur tidak semata-mata hanya dapat dilihat dari satu aspek saja. Akan tetapi fenomena ziarah dapat diamati dalam berbagai dimensi yaitu kesalehan, identitas, ke-islaman, wisata dan komersial.

Ziarah ke makam orang-orang shaleh—Sunan Kalijaga— dapat menjadi

‘itibar atau pelajaran bahwa seseorang yang mampu meninggalkan tuntutan 13Sumber: Bappeda Kab. Demak, pada www.demakkab.go.id

(21)

syahwat duniawi dan mengarahkan kepada dunia hakekat dengan beramal shaleh, membantu sesama dan berdakwah di jalan Allah sesuai dengan kapasitas dan tugas seseorang akan selalu diingat, dikenang dan didoakan oleh orang-orang muslim. Zirah kubur ini juga dapat menjadi media dan tahap pencerahan dalam proses pencapaian derajat kesalehan hakiki yang diraih melalu tiga tahap yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli.

Ziarah kubur yang dilakukan tidak sematan-mata ritual atau aktifitas biasa, akan tetapi dapat mengambil hikmah sehingga mampu melihat hakekat kebesaran, keesaan Allah. Kesadaran semacam ini akan membawa dan mengantarkan seseorang—khususnya peziarah pada pembersihan, dan pencerahan hidup dan mendorong selalu beramal shaleh sesuai dengan tuntutan dan ajaran agama Islam.

Selain itu, dimensi keberislaman dan keislaman dalam tradisi tradisi ziarah kubur yang dilaksanakan oleh umat muslim di makam Sunan Kalijaga dapat difahami sebagai wujud internalisasi ajaran Islam berupa menyakini adanya hari akhir, mahluk Ghoib. Ziarah kubur juga dapat menjadi pelajaran dan sekaligus bukti bahwa hidup tidaklah kekal dan kiamat atau hari akhir pasti benar adanya. Oleh karenanya berziarah dapat difahami sebagai internalisasi dan kontektualisasi ajaran Islam, iman dan ihsan. Dimensi kepasrahan, ketundukan, kesadaran, dan kepatuhan yang diperoleh dari hikmah tradisi ziarah kubur inilah yang menjadi ciri keberislaman seseorang, sehingga akan membawa kepada kesalehan hidup, dan kepribadian muslim sejati.

Ziarah kubur juga terkait dengan dimensi wisata. Ziarah ke Makam Sunan Kalijaga juga dapat dilihat dan dipahami sebagai upaya penenangan jiwa, hati, pikiran refreshing, dan menghilangkan kepenatan dalam aktivitas kehidupan yang dijalankan. Wisata disini lebih kepada wisata religious yang berorentasi pada upaya penenangan, introspeksi (muhasabah), dan pendekatan diri pada Allah swt.

Kaitannya dengan dimensi wisata diatas, ziarah ke Makam Snan Kalijaga juga terkait dengan dimensi komersial. Kegiatan ini dapat digunakan sebagai wadah untuk fund rising pembangunan masjid, pesantren dan lain-lain. Selain itu berziarah berakibat pada aktivitas komersial lainnya seperti perdagangan, jasa transportasi, kuliner dan lain-lain.

(22)

Kontribusi atau rekomendasi yang dapat dipaparkan dalam penelitian ini adalah bahwa fenomena ziarah kubur tidak semata-mata hanya dilihat dari aktivitas peziarah saja, akan tetapi mempunyai berbagai dimensi. Pemahaman ini penting sebab akan membawa kepada kesadaran dan toleransi terhadap ajaran keagamaan yang dipraktikkan oleh masyarakat yang plural. Dengan demikian akan berdampak pada harmoni, perdamaian dan saling menghormati antar umat beriman, berkeyakinan, dan beragama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena ziarah mempunyai berbagai dimensi termasuk dimensi pariwisata dan komersial maka pemerintah daerah sebagai ulil amri berkewajiban mengelola, mengarahkan, dan memutuskan berbagai kebijakan terkait dengan dimensi ini agar pelaksanaan ritual ziarah dengan berbagai dimensinya berjalan dengan baik, aman, nyaman, dan puas. Dampak lanjutannya adalah membawa masukan (income) daerah yang dapat berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat sekitar.

Daftar Pustaka

Alhamidi, H.S.A.. Risalah Jana’iz, Bandung: Al-Ma’arif, 1976. Bappeda Kabupaten Demak.

Ma’luf, Luis. Al-Munjid fi al-Lughoti wa al-A’alam, Beirut: Darul Masyrak, 1996. Al Marbawi, Muhammad Idris Abdur Rauf. Kamus Arab Melayu, Mesir: Mustafa

al-Halabi wa auladihi, 1350 H.

“Potensi Dan Peluang Investasi”, http://www/gresik.go.id/potensi.doc. (diakases pada 22 November 2013 pukul 10.00).

Al Qadli, Imam. Iyadl, al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqh, juz 1, t.tp: t.p., t.th.. Rahardjo, Dawam. Ensiklopedi Al Qur’an, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-Konsep

Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002.

Subhani, Ja’far. Tawasul, Tabarruk, Ziarah Kubur, Karamah Wali termasuk Ajaran

Islam, Bandung: Pustaka Hidayah, 1995.

Syam, Nur. Islam Pesisiran, Yogyakarta: Lkis, 1999.

www.wikipedia.com. (diakases pada 10 November 2013 pada pukul 11.00 WIB).

Referensi

Dokumen terkait