• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan Data Angin dan Pasut LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Bab 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengolahan Data Angin dan Pasut LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Bab 3"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0)

Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile

di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

Bab 3

(2)

Bab 3

Pengolahan Data Angin dan Pasut

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3.1 Hindcasting

3.1.1. Prosedur Hindcasting

Angin mengakibatkan gelombang laut, oleh karena itu data angin dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi kajian. Data angin diperlukan sebagai data masukan dalam peramalan gelombang sehingga diperoleh tinggi gelombang rencana. Data angin yang diperlukan adalah data angin setiap jam berikut informasi mengenai arahnya.

Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah angin (Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut). Kecepatan angin disajikan dalam bentuk satuan knot, dimana:

1 knot = 1 mil laut/jam

1 mil laut = 6080 kaki (feet) = 1853,18 meter 1 knot = 0.515 meter/detik

Data angin yang digunakan untuk melakukan peramalan gelombang (hindcasting) di lokasi proyek adalah data angin selama 14 tahun antara 1991-2004 dari stasiun pengamat cuaca Makassar.

Distribusi kecepatan angin di Makassar dapat dilihat pada Tabel 3.1. Data angin maksimum tahunan di Makassar dapat dilihat pada Tabel 3.2, sedangkan nilai kecepatan angin ekstrim disajikan dalam Tabel 3.3.

(3)

Tabel 3.1 Distribusi Kecepatan Angin Makassar Rentang Tahun 1991 – 2004 Arah < 5 5-10 10-15 15-20 > 20 Total < 5 5-10 10-15 15-20 > 20 Total Utara 5074 1964 237 19 14 7308 4,13 1,60 0,19 0,02 0,01 5,95 Timur Laut 4790 1261 174 23 14 6262 3,90 1,03 0,14 0,02 0,01 5,10 Timur 11072 1888 243 55 17 13275 9,02 1,54 0,20 0,04 0,01 10,82 Tenggara 19622 1363 73 7 4 21069 15,99 1,11 0,06 0,01 0,00 17,17 Selatan 6014 514 42 5 2 6577 4,90 0,42 0,03 0,00 0,00 5,36 Barat Daya 3142 997 156 11 11 4317 2,56 0,81 0,13 0,01 0,01 3,52 Barat 5088 5320 1123 133 16 11680 4,15 4,33 0,91 0,11 0,01 9,52 Barat Laut 6995 5789 830 73 12 13699 5,70 4,72 0,68 0,06 0,01 11,16 Berangin = 84187 = 68,59 Tidak Berangin = 32006 = 26,08 Tidak Tercatat = 6544 = 5,33 Total = 122737 = 100,00

Jumlah Jam Persentase

Kecepatan angin dalam knot.

Tabel 3.2 Data Angin Maksimum Tahunan di Makassar Rentang Tahun 1991 – 2004

Knot m/s Bulan Tanggal Jam

1 1991 21 10.80 090 Mei 16 16 2 1992 26 13.38 200 Apr 12 23 3 1993 40 20.58 240 Jun 19 06 4 1994 23 11.83 270 Feb 26 00 5 1995 22 11.32 270 Feb 17 09 290 Mar 03 05 6 1996 20 10.29 210 Apr 18 07 290 Sep 30 06 7 1997 55 28.29 330 Des 25 10 8 1998 16 08.23 300 Jun 19 07 350 Jun 27 06 060 Okt 21 20 360 Nov 21 20 290 Des 19 04 9 1999 50 25.72 340 Sep 08 09 10 2000 32 16.46 150 Nov 05 15 090 Nov 22 10 11 2001 40 20.58 030 Des 25 01 12 2002 31 15.95 003 Mei 28 05 13 2003 33 16.98 210 Mei 16 11 14 2004 34 17.49 290 Mar 18 04 Tanggal Kejadian

(4)

Tabel 3.3 Nilai Kecepatan Angin Ekstrim Di Makassar Periode Ulang (tahun) (knot) (m/dt) 1 23,95 12,33425 2 30,02 15,4603 3 36,09 18,58635 5 42,83 22,05745 10 51,31 26,42465 25 62,02 31,9403 50 69,96 36,0294 100 77,85 40,09275 200 85,71 44,14065

Nilai Ekstrim Kecepatan Angin

Angka-angka statistik pada Tabel 3.1 dapat disajikan secara visual dalam bentuk windrose seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

(5)

Gambar 3.1 Windrose Total Tahun 1991-2004 Berdasarkan Pencatatan di Makassar.

Untuk mendapatkan gelombang rencana, akan dilakukan peramalan gelombang berdasarkan data angin jangka panjang dengan program Dina-Hindcast. Metode yang diterapkan mengikuti metode yang diberikan dalam Shore Protection Manual (Coastal

Engineering Research Center, US Army Corp of Engineer) edisi 1984 yang merupakan

acuan standar bagi praktisi pekerjaan-pekerjaan pantai.

Data angin jangka panjang, minimum 10 tahun, memberikan data statistik yang lebih meyakinkan untuk metode hindcasting ini. Diagram proses hindcasting ditampilkan pada Gambar 3.4

Di dalam proses hindcasting di atas terdapat parameter-parameter yang harus dihitung terlebih dahulu yaitu fetch efektif dan juga wind stress factor.

(6)

A. Perhitungan Fetch Efektif

Untuk melakukan peramalan gelombang di suatu perairan diperlukan masukan berupa data angin dan peta batimetri. Interaksi antara angin dan permukaan air menyebabkan timbulnya gelombang (gelombang akibat angin atau wind induced wave). Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan untuk menentukan besarnya “fetch” atau kawasan pembentukan gelombang. Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 50.

Panjang fetch dihitung untuk 8 (delapan) arah mata angin dan ditentukan berdasarkan rumus berikut: .cos cos Lfi i Lfi i α α ∑ = ∑ Dimana:

Lfi = panjang fetch ke-i.

αi = sudut pengukuran fetch ke-i.

i = jumlah pengukuran fetch.

Jumlah pengukuran “i” untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (22,50 searah jarum jam dan 22,50 berlawanan arah jarum jam).

B. Perhitungan Wind Stress Factor

Wind stress factor merupakan parameter yang digunakan untuk menghitung tinggi gelombang yang dibangkitkan dalam proses hindcasting. Parameter ini intinya adalah kecepatan angin yang dimodifikasi.

Sebelum merubah kecepatan angin menjadi wind stress faktor, koreksi dan konversi terdahap data kecepatan angin perlu dilakukan. Berikut ini adalah koreksi dan konversi yang perlu dilakukan pada data angin untuk mendapatkan nilai wind stress factor.

1. Koreksi ketinggian

Wind stress factor dihitung dari kecepatan angin yang diukur dari ketinggian 10 m di atas

permukaan. Bila data angin diukur tidak dalam ketinggian ini, koreksi perlu dilakukan dengan persamaan berikut ini (persamaan ini dapat dipakai untuk z <20m):

7 / 1

10

)

(

)

10

(

=

z

z

U

U

Dimana:

U(10) = Kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/s)

U(z) = Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran (m/s)

(7)

2. Koreksi stabilitas

Koreksi stabilitas ini berkaitan dengan perbedaan temperatur udara tempat bertiaupnya angin dan air tempat terbentuknya gelombang. Persamaan koreksi stabilitas ini adalah sebagai berikut:

)

10

(

U

R

U

=

T Dimana:

U = Kecepatan angin setelah dikoreksi (m/s)

U(10) = Kecepatan angin sebelum dikoreksi (m/s)

RT = Koefisien stabilitas, nilai nya didapat dari grafik pada SPM (Vol. I, Figure 3-

14), atau pada laporan ini disajikan pada Gambar 3.2

Jika data temperatur udara dan air (sebagai data untuk membaca grafik) tidak dimiliki, maka dianjurkan memakai nilai RT =1.10.

3. Koreksi efek lokasi

Koreksi ini diperlukan bila data angin yang diperoleh berasal dari stasiun darat, bukan diukur langsung di atas permukaan laut, ataupun di tepi pantai. Untuk merubah kecepatan angin yang bertiup di atas daratan menjadi kecepatan angin yang bertiup di atas air, digunakan grafik yang ada pada SPM (Vol I, Figure 3-15), atau pada Gambar 3.3 di laporan ini.

4. Konversi ke wind stress factor

Setelah koreksi dan konversi kecepatan di atas dilakukan, tahap selanjutnya adalah mengkonversi kecepatan angin tersebut menjadi wind stress factor, dengan menggunakan persamaan berikut ini.

23 . 1

71

.

0

U

U

A

=

Dimana:

UA = Wind stress factor (m/s) U = Kecepatan angin (m/s)

(8)

Gambar 3.3 Grafik yang digunakan koreksi efek lokasi.

Pembentukan gelombang di laut dalam dianalisa dengan formula-formula empiris yang diturunkan dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (Shore

Protection Manual, 1984). Prosedur peramalan tersebut berlaku baik untuk kondisi fetch

terbatas (fetch limited condition) maupun kondisi durasi terbatas (duration limited condition) sebagai berikut: 3 2 2 A A d 3 1 2 A 2 A p 2 1 2 A 2 A m U gF 8 . 68 U gt U gF 2857 . 0 U gT U gF 0016 . 0 U gH 0         =         =         =

dalam persamaan tersebut, U =A 0.71U101.23 adalah faktor tekanan angin, dimana Ua dan U10 dalam m/detik. Hubungan antara Tp dan Ts diberikan sebagai Ts = 0.95 Tp.

Persamaan tersebut di atas hanya berlaku hingga kondisi gelombang telah terbentuk penuh (fully developed sea condition), sehingga tinggi dan perioda gelombang yang dihitung harus dibatasi dengan persamaan empiris berikut:

4 A d A p 2 A 0 m 10 15 . 7 U gt 13 . 8 U gT 243 . 0 U gH × = = =

(9)

Di mana:

Hmo = tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral.

Tp = perioda puncak gelombang.

Distribusi arah dan tinggi gelombang hasil peramalan gelombang disajikan dalam bentuk

waverose seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Peramalan Gelombang Berdasarkan Data Angin.

No (Fully Developed) Start 4 3 2 2 7.15 x 10 8 . 68  ≤       ⋅ = A A U gF U gt Yes (Non Fully Developed) t 8 . 68 3 2 2 ⋅ ≤        ⋅ = g U U gF t A A c g U U gt F A A 2 2 3 min 8 . 68  ⋅     ⋅ = No (Duration Limited) 0016 . 0 2 1 2 2 0        ⋅ = A A m U gF g U H 3 1 2 2857 . 0        ⋅ = A A p U gF g U T Yes (Fetch Limited) 2433 . 0 2 0 g U H A m = ⋅ g U T A p= 1348. ⋅ Finish Finish min F F=

HS = significant wave height

TP = peak wave period

(10)

3.1.2. Hasil Hindcasting

Interaksi antara angin dan permukaan air menyebabkan timbulnya gelombang (gelombang akibat angin atau wind induced wave). Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan untuk menentukan besarnya “fetch” atau kawasan pembentukan gelombang. Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 50. Fetch efektif di lokasi pekerjaan yang digunakan dalam proses hindcasting dapat dilihat pada Tabel 3.4

Gambar 3.5 Peta Fetch Garongkong Tabel 3.4 Panjang Fetch Efektif di Garongkong (m)

Arah Fetch Efektif ( m ) Utara 95461 Timur Laut 36518 Timur 0 Tenggara 0 Selatan 217230 Barat Daya 558688 Barat 796191 Barat Laut 401238

(11)

Dari proses hindcasting ini didapatkan data gelombang signifikan beserta periodanya sebanyak data angin yang dimiliki. Distribusi tinggi gelombang dapat dilihat pada Tabel 3.5 sedangkan data tinggi maksimum tahunan di lepas pantai Garongkong dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.5 Distribusi Tinggi Gelombang (%) di Lepas Pantai Garongkong

< 0,5 0,5-1.0 1.0-1,5 1,5-2.0 2.0-2,5 > 2,5 Total Utara 6,251 2,439 0,612 0,061 0,016 0,009 9,39 Timur Laut 3,778 0,348 0,053 0,000 0,009 0,000 4,19 Timur 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,00 Tenggara 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,00 Selatan 4,425 0,064 0,006 0,000 0,000 0,000 4,49 Barat Daya 2,376 0,168 0,054 0,007 0,000 0,000 2,60 Barat 6,550 2,914 0,371 0,076 0,029 0,005 9,95 Barat Laut 5,469 1,726 0,317 0,074 0,060 0,019 7,66 Bergelombang = 38,28

Tidak Bergelombang (calm ) = 58,13

Tidak Tercatat = 3,59

T o t a l = 100,00

Arah Tinggi Gelombang (m)

Tabel 3.6 Data Tinggi Gelombang Maksimum Per Tahun Per Arah di Lepas Pantai Garongkong (1991-2004)

Terbesar

U TL T TG S BD B BL Absolut Bln Tgl Jam Durasi (jam)

1 1991 0,56 0,69 Calm Calm 0,23 0,34 1,27 1,13 1,27 Sep 12 03 09

(3,28) (3,79) (2,45) (2,15) (5,68) (4,61) (5,68)

2 1992 1,61 1,06 Calm Calm 0,67 0,49 1,49 0,94 1,61 Apr 10 03 08

(6,09) (4,58) (2,82) (3,30) (5,75) (4,64) (6,09)

3 1993 0,69 0,65 Calm Calm 0,94 1,09 2,47 1,03 2,47 Des 22 18 10

(3,79) (3,85) (4,64) (3,43) (7,56) (4,18) (7,56)

4 1994 1,30 0,80 Calm Calm 1,27 1,94 1,00 1,68 1,94 Okt 07 08 13

(5,76) (4,02) (5,68) (7,24) (4,90) (6,83) (7,24)

5 1995 1,20 1,09 Calm Calm 0,56 0,76 1,45 1,27 1,45 Sep 27 02 07

(5,55) (4,54) (3,28) (3,41) (5,70) (5,68) (5,70)

6 1996 1,13 1,06 Calm Calm 0,41 0,56 1,80 2,00 2,00 Feb 25 02 09

(4,81) (4,58) (2,68) (3,28) (6,53) (6,81) (6,81)

7 1997 1,09 1,09 Calm Calm 0,41 0,58 1,16 4,04 4,04 Des 25 09 03

(3,43) (3,43) (2,68) (3,69) (4,86) (7,23) (7,23)

8 1998 0,94 0,69 Calm Calm 0,55 0,50 1,00 1,68 1,68 Jan 23 02 13

(4,64) (3,79) (3,44) (2,90) (4,58) (6,83) (6,83)

9 1999 3,49 0,98 Calm Calm 0,59 0,93 1,29 1,48 3,49 Sep 08 09 03

(6,82) (4,35) (3,97) (3,71) (5,42) (4,85) (6,82)

10 2000 1,16 0,98 Calm Calm 0,40 0,44 1,00 1,38 1,38 Des 06 09 10

(4,86) (4,35) (2,86) (2,98) (4,58) (5,99) (5,99)

11 2001 2,10 2,47 Calm Calm 0,59 0,95 1,06 2,24 2,47 Des 25 00 03

(5,57) (5,95) (3,97) (4,49) (5,01) (7,53) (5,95)

12 2002 2,36 0,94 Calm Calm 0,76 1,09 2,15 1,34 2,36 Mei 14 09 05

(6,46) (4,40) (3,41) (4,92) (5,95) (5,15) (6,46)

13 2003 1,48 1,27 Calm Calm 1,28 1,47 2,33 3,15 3,15 Feb 23 01 12

(5,56) (4,83) (4,21) (4,45) (7,06) (8,65) (8,65)

14 2004 1,29 2,09 Calm Calm 0,65 1,19 2,75 3,54 3,54 Feb 11 01 14

(5,07) (5,75) (3,85) (4,09) (7,89) (9,34) (9,34)

No. Tahun Per Arah Tanggal Kejadian

Angka-angka statistik pada Tabel 3.5 dapat disajikan secara visual dalam bentuk windrose seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6.

(12)

Gambar 3.6 Waverose Total Tahun 1991-2004

3.2 Analisa Tinggi Gelombang Rencana di Laut Dalam

3.2.1. Prosedur Analisis Tinggi Gelombang Rencana di Laut Dalam

Tinggi gelombang rencana yang diperlukan sebagai data input dalam analisis gelombang selanjutnya diperoleh dengan cara sebagai berikut:

- Dari hasil peramalan gelombang, diambil tinggi gelombang yang terbesar dengan periodanya untuk tiap arah yang mendatangkan gelombang, tiap tahun.

- Dari tabel tersebut untuk tiap tahun diambil gelombang terbesar, tidak peduli arahnya. Hasil inventarisasi gelombang terbesar ini disajikan dalam bentuk tabel dengan informasi mengenai arah gelombang sudah hilang dalam analisis selanjutnya.

- Dilakukan analisis harga ekstrim berdasarkan data gelombang terbesar tahunan yang telah tersusun dari langkah sebelumnya. Dengan cara analisis harga ekstrim yang didasarkan pada tinggi gelombang ini, maka informasi mengenai perioda gelombang hilang dalam langkah selanjutnya.

(13)

- Analisis frekuensi gelombang rencana dengan metode yang digunakan terdiri dari beberapa distribusi yaitu Log Normal, Log Pearson III, Pearson III dan Gumbell. Analisis frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap N tahun atau dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun. Kejadian pada suatu kurun waktu tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan tetapi terdapat suatu kemungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10 tahunan.

- Pemilihan distribusi yang sesuai dari beberapa distribusi tersebut untuk memberikan nilai gelombang rencana.

Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing distribusi frekuensi yang digunakan pada tahap (iv) diatas:

A. Distribusi Log Normal

Suatu nilai acak X memiliki fungsi distribusi Log Normal apabila nilai dari fungsi probabilitas denstitasnya seperti persamaan dibawah ini (Ochi 1992).

(

)

∞ < ≤         σ µ − − π σ = ; 0 x 2 x ln exp 2 x 1 ) x ( f 2 2

Distribusi Log Normal memiliki 2 parameter statistik yaitu µ dan σ2. Nilai dari parameter µ dan σ2adalah suatu nilai logaritmik dari variabel acak X yang terdistribusi sebagai rata-rata µ dan varian σ2. Persamaan dari nilai rata-rata dan varian dari distribusi Log Normal adalah sebagai berikut:

[ ]

       σ + µ = 2 exp x E 2

[ ]

x exp

(

2

) ( )

{

exp 1

}

Var = µ+σ2 σ2 − B. Distribusi Pearson Tipe III

Distribusi Pearson Tipe III adalah suatu distribusi gamma (memiliki 3 parameter gamma) yang diturunkan dari suatu fungsi gamma. Persamaan tersebut diberikan di bawah ini (Ochi 1992):

(

)

[

(

)

]

( )

β Γ ε − λ − ε − λ = − β β x exp x ) x ( f 1

dimana nilai dari Γ(β) adalah suatu fungsi gamma dengan λ, β dan ε merupakan parameters yang diberikan oleh persamaan berikut ini :

      = β β = λ s x C 2 , s β − = ε x sx

(14)

C. Distribusi Log Pearson Tipe III

Distribusi Log Pearson III merupakan modifikasi dari distribusi Pearson Tipe III dengan mengubah y = log (x) sehingga mengurangi nilai kemencengan (skewness). Persamaan distribusi Log Pearson adalah sebagai berikut (Ochi 1992).

(

)

[

(

)

]

( )

, y log(x) x exp x ) x ( f 1 = β Γ ε − λ − ε − λ = − β β Dimana: 2 s x ) y ( C 2 , s       = β β = λ β − = ε y sx D. Distribusi Gumbel

Distribusi Gumbel berasal dari Distribusi Nilai Asimtot Ekstrim Tipe I dan merupakan fungsi distribusi kumulatif sebagai berikut (Ochi 1992):

 −

=

=

α

u

x

x

X

P

x

F

(

)

(

)

exp

atau dalam fungsi probabilitas densitas dinyatakan sebagai berikut:

∞ ≤ ≤ ∞                   α − − − − =1 exp exp x u ; - x ) x ( f Dimana: π = α s 6 α − = x 0.5772 u s = standar deviasi x= rata-rata

Keempat distribusi yang telah dijelaskan di atas diterapkan ke dalam nilai tinggi gelombang maksimum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai dari gelombang maksimum hasil prediksi berdasarkan masing-masing distribusi diplot berdasarkan nilai gelombang hasil pengamatan. Data pengamatan diplot berdasarkan nilai probabilitas Weibull yang terlampaui. Persamaan probabilitas Weibull adalah sebagai berikut :

1 n m ) x X ( P m − = ≤

(15)

Dimana:

) x X (

P ≤ m = probabilitas dari suatu nilai X yang berada di bawah suatu nilai di bawah xm.

m = ranking dari xm.

n = jumlah total data dari nilai maksimum.

Fungsi distribusi yang paling sesuai dapat dipilih berdasarkan: (1) pengamatan visual, dan (2) nilai error (= perbedaan antara data dan perhitungan). Definisi dari “rata-rata error” adalah sebagai berikut:

Error rata-rata =

(

)

1 N X XDistribution Data 2 − −

Dimana:

XDistribustion = tinggi gelombang hasil perhitungan.

XData = tinggi gelombang hasil peramalan.

N = jumlah data.

Selanjutnya dengan menggunakan metoda error terkecil akan ditemukan distribusi teroritis mana yang memiliki error terkecil. Distribusi teoritis tersebut yang akan digunakan dalam analisis pada pekerjaan ini.

Setelah mendapatkan tinggi gelombang rencana untuk periode ulang tertentu kemudian dianalisis periode gelombang yang sesuai melalui sebuah grafik hubungan antara tinggi gelombang dengan periode gelombang seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.7.

3.2.2. Hasil Analisis Tinggi Gelombang Rencana di Laut Dalam

Dari hasil hindcasting didapat nilai tinggi gelombang signifikan maksimum di laut dalam yang tertera pada Tabel 3.6 di atas. Dari nilai tinggi gelombang signifikan maksimum pertahun dan per arah ini kemudian dilakukan analisis harga ekstrim dan analisis frekuensi gelombang rencana dengan metode yang digunakan terdiri atas beberapa distribusi yaitu Log Normal, Pearson III, Log Pearson III dan Gumbel. Dari kelima distribusi teoritis ini kemudian dipilih distribusi yang mendekati data untuk menentukan nilai tinggi gelombang rencana, dalam hal ini fungsi Gumbel.

Untuk menghitung perioda gelombang rencana, grafik hubungan tinggi gelombang signifikan terhadap periodanya, yang merupakan hasil dari proses hindcasting, dibuat. Dari grafik tersebut (disajikan dalam Gambar 3.7), model garis yang mewakili sebaran titik-titik data tersebut dapat dihitung, yaitu yang dirumuskan dengan persamaan di bawah ini:

1.883

0.059( )

s s

H

=

T

(16)

G a m b a r 2 .7 G ra fi k h u b u n g a n a n ta ra t in g g i g e lo m b a n g s ig n if ik a n ( Hs ) d e n g a n p e ri o d a n y a ( Ts ). G a m b a r 3 .7 G ra fi k h u b u n g a n a n ta ra t in g g i g e lo m b a n g s ig n if ik a n ( Hs ) d e n g a n p e ri o d a n y a ( Ts ).

(17)

Tabel 3.7 Tinggi Gelombang Ekstrim di Lepas Pantai Garongkong Periode Ulang Nilai Ekstrim

(tahun) Tinggi Gel. (m)

1 1,75 2 2,22 3 2,69 5 3,22 10 3,88 25 4,71 50 5,33 100 5,94 200 6,56

3.3 Pasang Surut

3.3.1 Umum

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Bumi berotasi mengelilingi matahari dalam waktu 24 jam,sedangkan bulan berotasi mengelilingi bumi pada saat yang bersamaan dalam waktu 24 jam 50 menit. Selisih waktu berotasi sebesar 50 menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari tinggi air yang ditimbulkan oleh gaya tarik matahari.

Gerak rotasi bumi mengelilingi matahari melalui suatu lintasan yang mempunyai bentuk elliptis yang disebut bidang elliptis. Sudut inklinasi bumi terhadap bidang elliptis adalah sebesar 66.5o, sedangkan sudut inklinasi bulan terhadap bidang rotasi bumi adalah 5o9’. Jarak terdekat antara posisi bulan dan bumi disebut perigee dan jarak terjauh disebut apogee. Keadaan pasang pada saat perigee dan keadaan surut pada saat apogee.

Besar pengaruh bulan dan matahari terhadap permukaan permukaan air laut di bumi disesuaikan dengan gaya-gaya yang bekerja satu sama lainnya. Adanya gaya tarik bulan dan matahari menyebabkan lapisan air yang semula berbentuk bola menjadi ellips. Peredaran bumi dan bulan pada orbitnya menyebabkan posisi bumi, bulan, dan matahari selalu berubah setiap saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam waktu 29.5 hari (jumlah hari dalam satu bulan menurut kalender tahun komariyah,yaitu tahun yang didasarkan peredaran bulan). Pada sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan bulan purnama) posisi bumi-bulan-matahari kira-kira berada pada satu garis lurus, sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi pasang purnama (pasang besar, sprin gtide), dimana tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari yang lain. Sedangkan sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tigaperempat revolusi bulan terhadap bumi) dimana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi, maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang kecil,neap tide) di mana tinggi pasang surut kecil dibandingkan hari-hari yang lain.

(18)

Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama, di suatu daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum tipe pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal), dan pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal). Penjelasan untuk masing-masing tipe pasang surut dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut ini.

Tabel 3.8 Tipe Pasang Surut

Tipe Pasang Surut Keterangan

Pasang Surut Harian Tunggal

(Diurnal Tide)

Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut.Periode pasang surut rata-rata adalah 24 jam 50 menit.

Pasang surut harian ganda

(Semidiurnal tide)

Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian yang hampir samadan terjadi berurutan secara teratur. Periode Pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

Pasang surut campuran condong ke harian ganda

(Mixed tide prevailing semidiurnal)

Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian dan periode yang berbeda.

Pasang surut campuran condong ke harian tunggal

(Mixed tide prevailing diurnal)

Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.

Perubahan elevasi muka air laut di suatu lokasi dapat diramalkan dengan hasil yang baik. Untuk mengetahui pasang surut yang terjadi pada suatu lokasi, terlebih dahulu dilakukan pengukuran elevasi muka air laut di lapangan. Pengukuran dilakukan sekurang-kurangnya selama 15 hari secara kontinu dengan interval pengukuran adalah 1 jam. Setelah didapatkan data hasil pengukuran pasang surut lapangan, data kemudian dianalisa untuk mendapatkan komponen-komponen pasang surut, sesudah itu baru dapat dilakukan peramalan pasang surut untuk jangka waktu yang diinginkan.

Komponen pasang surut merupakan penjabaran pengaruh benda-benda langit terhadap terjadinya pasang surut. Ada sembilan komponen pasang surut yang utama. Kesembilan komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.9

(19)

η

t S

T

A

Tabel 3.9 Sembilan Komponen Pasang Surut

3.3.2 Least Square Method

Dalam mendapatkan nilai komponen pasang surut digunakan metode kuadrat terkecil (Least

Square Method). Metoda ini menggunakan prinsip bahwa kesalahan peramalan pasang

surut harus sekecil-kecilnya, sehingga jumlah selisih kuadrat antara peramalan dengan data pengamatan harus minimum.

Gambar 3.8 Komponen Gelombang

Dengan i ialah nomor pengamatan dan m adalah jumlah pengamatan, maka persamaan modelnya dapat ditulis, sebagai berikut :

Dapat ditulis menjadi

(

)

1

!

( )

co s(

)

!

!

m i i i i

n

z t

So

A

t

r

n

r

ω

=

=

+

− Φ

=

+

+

=

m i i i i i

t

B

t

A

So

t

z

1

sin

cos

)

(

ω

ω

(20)

Misalkan data pengamatan kita ialah ()

^ i

z

, maka persamaan errornya akan menjadi :

Untuk mendapatkan harga minimum, maka persamaan diatas diturunkan secara parsial untuk setiap variabel atau parameternya :

Ketiga persamaan diatas bila ditampilkan dalam bentuk matriks akan seperti dibawah ini :

Atau

t

B

t

A

So

i

z

i

z

i

z

J

t

ω

ω

ε

sin

cos

)

(

0

)

(

)

(

^ 2 ^ 2

+

+

=

=

=

=

0

)

(

=

parameter

J

{

}

=

=

m i t

i

So

A

t

i

B

t

i

z

J

1 2

)

(

sin

)

(

cos

)

(

ω

ω

(

){

}

=

=

=

m i t

i

So

A

t

i

B

t

i

z

i

t

B

J

1

)

(

sin

)

(

cos

)

(

)

(

sin

2

0

ω

ω

ω

(

){

}

=

=

=

m i t

i

So

A

t

i

B

t

i

z

So

J

1

)

(

sin

)

(

cos

)

(

2

0

ω

ω

(

){

}

=

=

=

m i t

i

So

A

t

i

B

t

i

z

i

t

A

J

1

)

(

sin

)

(

cos

)

(

)

(

cos

2

0

ω

ω

ω

=

= = = = = = = = = = = m i t m i t m i t m i m i m i m i m i m i m i m i

i

t

i

z

i

t

i

z

i

z

B

A

So

i

t

i

t

i

t

i

t

i

t

i

t

i

t

i

t

i

t

i

t

m

1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1

)

(

sin

)

(

)

(

cos

)

(

)

(

)

(

sin

)

(

sin

)

(

cos

)

(

sin

)

(

cos

)

(

sin

)

(

cos

)

(

cos

)

(

sin

)

(

cos

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

[ ]

{ }

z B A So D =          

[ ]

D

{ }

z B A So 1 − =          

(21)

Matriks di atas dapat diselesaikan dengan Eliminasi Gauss sehingga nilai S0, A, B dapat

diketahui. A dan B ialah komponen pasang surut.

Selanjutnya untuk mendapatkan nilai amplitudo dan beda fasa dari kesembilankomponen pasut (m = 9) digunakan persamaan berikut :

Amplitudo :

Fasa :

3.3.3 Peramalan Pasang Surut

Setelah kesembilan komponen pasut berikut amplitudo dan fasanya diketahui, maka perubahan elevasi muka air akibat pasang surut dihitung untuk jangka waktu 18,6 tahun. Jangka waktu 18,6 tahun adalah periode ulang pasang surut.

Berdasarkan peramalan pasang surut, didapatkan data fluktuasi elevasi muka air laut selama 18,6 tahun. Untuk keperluan perencanaan, ditetapkan elevasi-elevasi yang digunakan sebagai elevasi acuan dengan cara menganalisa data ramalan pasang surut tersebut (lihat Tabel 3.10). Analisa dilakukan dengan metode statistika.

Tabel 3.10 Elevasi Muka Air Rencana

Elevasi Muka Air Keterangan

HWS Air tertinggi pada saat purnama atau bulan mati MHWS Rata-rata muka air tinggi saat purnama

MSL Muka air rata-rata antara muka air tiggi rerata dan muka air rendah rerata MLWS Rata-rata muka air rendah saat purnama

LWS Air terendah pada saat surut purnama

3.2.4. Hasil dan Analisis

Data pasang surut yang digunakan dalam laporan ini didapat dari . Data pasang surut yang digunakan adalah data pasang surut hasil peramalan RMA 2, mulai dari tanggal 2 Februari 2008 sampai 26 Februari 2008. Berikut ini adalah plot time series elevasi pasang surut di Garongkong hasil peramalan dengan RMA 2.

2 2

B

A

C

=

+

      = Φ − A B 1 tan

(22)

Data Pengamatan Pasang Surut di Lokasi Garongkong Waktu (2005) 26/Feb 00:00 23/Feb 00:00 20/Feb 00:00 17/Feb 00:00 14/Feb 00:00 11/Feb 00:00 08/Feb 00:00 05/Feb 00:00 02/Feb 00:00 E le v a s i M u k a A ir ( c m ) 75 50 25 0 -25 -50 -75

Gambar 3.9 Time Series Elevasi Pasut Hasil Peramalan dengan RMA2 di Lokasi Garongkong

a. Komponen Pasang Surut

Untuk menguraikan data pasang surut menjadi komponen-komponen pasut penyusunnya, digunakan program “ERGTIDE” yang prinsip kerjanya menerapkan metode “Least Square”. Dengan input berupa data elevasi pasut di Pangkep hasil peramalan dengan RMA2 selama 1 bulan, maka dengan program “ERGTIDE” dihasilkan parameter amplitudo and beda fasa dari sembilan komponen pasang surut yang dapat dilihat pada Tabel 2.11 dibawah ini.

Tabel 3.11 Konstituen Pasang Surut di Lokasi Tinjauan No KONSTITUEN AMPLITUDO (cm) BEDA FASA

1 M2 19,5 -46,4 2 S2 17,4 176,1 3 N2 4,4 63,6 4 K2 5,0 216,5 5 K1 29,9 209,0 6 O1 20,8 211,8 7 P1 8,3 153,1 8 M4 1,5 83,8 9 MS4 0,8 23,9 10 SO -0,1

(23)

Di mana:

M2 = komponen utama bulan (semi diurnal) S2 = komponen utama matahari (semi diurnal)

N2 = komponen bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan (semidiurnal)

K2 = komponen matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasimatahari-bulan

(semidiurnal)

K1 = komponen matahari-bulan (diurnal) O1 = komponen utama bulan (diurnal) P1 = komponen utama matahari (diurnal) M4 = komponen utama bulan (kuartel diurnal) MS4 = komponen matahari-bulan

b. Peramalan Pasang Surut dan Elevasi Muka Air Rencana

Setelah kesembilan komponen pasut berikut amplitudo dan fasanya diketahui, selanjutnya dilakukan peramalan perubahan elevasi muka air akibat pasang surut untuk jangka waktu 18,6 tahun (jangka waktu 18,6 tahun adalah periode ulang pasang surut). Peramalan ini di lakukan menggunakan program ”ERGRAM”, dan didapatkan data fluktuasi elevasi muka airlaut selama 18,6 tahun. Selanjutnya, untuk keperluan perencanaan bangunan pantai, dihitung elevasi-elevasi acuan penting dengan menganalisa data ramalan pasang surut selama 18,61 tahun tersebut. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan program ”ERGELV”. Dalam Tabel 3.12 berikut ditampilkan harga elevasi-elevasi acuan penting di lokasi tinjauan hasil running program “ERGELV”.

Tabel 3.12 Elevasi Penting di Lokasi Tinjauan Diikatkan Terhadap LWS Elevasi Muka Air Elevasi (m)

HWS (High Water Spring) 1,8

MHWS (Mean High Water Spring) 1,63

MSL (Mean Sea Level) 0,98

MLWS (Mean Low Water Spring) 0,22

LWS (Low Water Spring) 0

Tunggang Pasang 1,8

Dari tabel diatas diketahui tunggang pasang di lokasi sebesar 1,80 meter dengan muka air muka air tertinggi (HWS) 1,80 meter diatas LWS. Informasi ini diperlukan untuk menentukan elevasi dermaga.

(24)

HHWL = +1,8 m

MSL = +0,98 m

LLWL = +0,0 m

Sea Bead = -15 m

Lantai Dermaga

Gambar 3.10 Sketsa Elevasi Dermaga

3.4 Analisis Refraksi Difraksi menggunakan CG WAVE

3.4.1. Dasar Teori

CGWAVE secara umum adalah sebuah software model prediksi gelombang yang paling maju, hampir mendekati kondisi real lapangan. Software ini dapat digunakan untuk mengestimasi medan gelombang di pelabuhan, pantai, inlet, sekitar pulau, dan sekitar struktur/bangunan.

Selain mensimulasikan gabungan efek refraksi-difraksi gelombang yang terdapat dalam persamaan mild-slope, CGWAVE juga mensimulasikan efek dari disipasi gelombang akibat gesekan, gelombang pecah, dispersi amplitude nonlinier, dan pengurangan energi gelombang di mulut pelabuhan. CGWAVE adalah finite-element model dengan interface SMS (Surface Water Modelling System). Secara klasik, metode super-element sama seperti metode aproksimasi parabolik yang dikembangkan belakangan ini, yang harus memperhatikan syarat batas terbukanya. Sebuah prosedur iteratif (Conjugate Gradient Method) dan modifikasinya, digunakan untuk menyelesaikan diskritisasi persamaannya, sehingga daerah model lebih luas dapat disimulasikan juga.

HWS = +1,8 m

LWS = 0,0 m

(25)

3.4.2. Penentuan Orientasi Dermaga

Dari tabel 3.5 kejadian gelombang (hal 3-10) dapat dilihat kejadian gelombang dalam bulanan/tahunan. Persentase ini didasarkan atas kejadian selama 14 tahun.

Tabel 3.13 Persentase Kejadian Gelombang Bulanan dan Tahunan

Arah %Kejadian

Jumlah Tahun dalam 14 Tahun

(% 14 Tahun) Ekivalensi dalam Satu Tahun

Jumlah Kejadian pertahun (bulan) Utara 9,39 1,31 0,094 1,1 Timur Laut 4,19 0,6 0,043 0,5 Timur 0 0 0 0 Tenggara 0 0 0 0 Selatan 4,49 0,63 0,045 0,5 Barat Daya 2,6 0,36 0,026 0,3 Barat 9,95 1,4 0,1 1,2 Barat Laut 7,66 1,07 0,076 0,9

Dari tabel 3.13 diatas bahwa kejadian dengan durasi lama adalah gelombang dari arah barat (1,2 bulan) sehingga akan dipakai gelombang datang dari arah barat sebagai acuan desain orientasi dermaga.

Dari hasil vektor arah gelombang seperti terlihat pada gambar 3.17, kita akan menyesuaikan arah orientasi dermaga searah dengan arah gelombang datang pada lokasi dermaga.

(26)

Gambar 3.11 Vektor arah gelombang datang dari arah barat

Apabila orientasi dermaga tegak lurus arah datang gelombang, maka akan terjadi hempasan gelombang pada lambung kapal yang juga akan menghempas dermaga.

Arah Datang Gelombang

Arah Orientasi Dermaga

Gambar

Tabel 3.1 Distribusi Kecepatan Angin Makassar Rentang Tahun 1991 – 2004  Arah &lt; 5 5-10 10-15 15-20 &gt; 20 Total &lt; 5 5-10 10-15 15-20 &gt; 20 Total  Utara 5074  1964  237  19  14  7308  4,13  1,60  0,19  0,02  0,01  5,95   Timur Laut 4790  1261  174
Tabel 3.3 Nilai Kecepatan Angin Ekstrim Di Makassar  Periode Ulang (tahun) (knot)  (m/dt) 1 23,95 12,33425 2 30,02 15,4603 3 36,09 18,58635 5 42,83 22,05745 10 51,31 26,42465 25 62,02 31,9403 50 69,96 36,0294 100 77,85 40,09275 200 85,71 44,14065
Gambar 3.1 Windrose Total Tahun 1991-2004 Berdasarkan Pencatatan di Makassar.
Gambar 3.2 Grafik yang digunakan untuk melakukan koreksi stabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait