• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN USIA DAN PENDIDIKAN IBU POST PARTUM DENGAN BOUNDING ATTACHMENT DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN USIA DAN PENDIDIKAN IBU POST PARTUM DENGAN BOUNDING ATTACHMENT DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN USIA DAN PENDIDIKAN IBU POST PARTUM DENGAN BOUNDING ATTACHMENT DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB

SJAHRANIE SAMARINDA

THE RELATIONSHIP WITH THE MOTHER’S AGE AND EDUCATION POST PARTUM WITH BOUNDING ATTACHMENT IN THE MAWAR ROOM GENERAL HOSPITAL

ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA 2016 Tri Wahyuni1, Getha Ria Anjani2

INTISARI

Latar belakang: Bounding adalah proses pembentukan, sedangkan Attachment adalah membangun ikatan. Jadi Bounding Attachment adalah sebuah peningkatan hubungan kasih sayang dengan keterikatan batin antara orang tua dan bayi.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan usia dan pendidkan ibu post partum dengan bounding attachment di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Metode: Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu post partum yang berada di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pearson product moment dan one sample t-test dengan tingkat kemaknaan 5%.

Hasil: Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan antara usia ibu post partum dengan bounding attachment dengan nilai p value 0,027, serta terdapat hubungan antara pendidikan ibu post partum dengan bounding attachment dengan nilai p value 0,000.

Kesimpulan: Usia dan pendidikan mempunyai peran penting dalam pelaksanaan bounding attachment yang dilakukan oleh ibu post partum. Usia dan pendidikan ibu post partum dapat mempengaruhi pelaksanaan bounding attachment.

Saran: Bagi responden agar mau melakukan bounding attachment, karena ini sangat membantu dalam mempererat ikatan antara ibu dan bayi, juga membantu membentuk rasa percaya bayi pada lingkungannya. Bagi Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie khususnya ruang Mawar agar membuat SOP bounding attachment untuk memudahkan dalam pelaksanaan dan diimplementasikan dalam perawatan rumah sakit.

Kata kunci: Usia, Pendidikan, Bounding attachment ABSTRACT

Background: Bounding is process of formation, while the attachment is to build a bond. So, bounding attachment is an affectionate ties with inner attachment between parent and infant.

Purpose: The purpose of this study was to determine the relationship of the age and maternal education post partum with bounding attachment in the room Mawar hospital Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Methods: The design used in this study was descriptive correlational approach. Population in this research in the post partum mothers who were in the Mawar room general hospital Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Analysis of the data used is the pearson product moment and one sample t-test with significance level of 5%.

Result: The results showed an association between postpartum maternal age with bounding attachment with p value of 0,027, and an association between maternal education post partum by bounding attachment with p value 0,000

Conclusion: Age and education have an important role in the implementation of the bounding attachment carried by the mother post partum. Age and maternal education post partum may affect the implementation of the bounding attachment.

(2)

Suggestion: For the respondents into doing bounding attachment, because this is very helpful in strenghening the bond between mother and baby, also help establish a sense of trust babies on their environment for general hospital Abdul Wahab Sjahranie especially the Mawar room to make SOP bounding attachment to facilitate the implementation in hospital treatment.

Keyword: mother’s age, mother’s education, bounding attachment 1PENDAHULUAN

Masa nifas atau sering juga disebut dengan post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plaseta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, dkk, 2009).

Adapun jumlah dari ibu nifas menurut KEMENKES RI (2014) seindonesia adalah sebanyak 5.049.771 kunjungan, untuk provinsi Kalimantan Timur sebanyak 94.925 kunjungan. Dan untuk daerah Samarinda, dengan data yang diberikan oleh reka medik Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie untuk tahun 2014 sebanyak 1.929 kunjungan. Dan untuk data pada tahun 2015 ada sebanyak 887 kunjungan, dan itu tidak termasuk untuk bulan April, Mei, Juni dan Desember 2015. Dari data kunjungan tersebut banyak ditemukan umur ibu nifas yang < 20 tahun dan > 30 tahun.

Setelah lelah dalam proses persalinan, ibu nifas akan sangat senang bahagia bila dekat dengan bayi. Ibu dapat membelai-belai bayi, mendengar tangis bayi, mencium-cium dan memperhatikan bayinya yang tidur disampingnya ibu nifas dan bayi dapat segera saling mengenal. Bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu, suara ibu, kelembutan dan kasih sayang (bounding effect) (Wiknjosastro, dkk, 2006).

Bayi yang baru lahir menunjukan serba tidak berdaya, namun dibalik ketidak berdayaannya tersebut pada dirinya terdapat berbagai potensi yang siap berkembang. Bayi akan berkembang dengan baik dan berbagai potensi yanng dimiliki dapat berubah menjadi kemampuan nyata bila dirinya mendapatkan stimuli dari lingkungannya, terutama lingkungan sosial (Kuntjojo, 2010).

Perkembangan bayi normal sangat tergantung dari respon kasih sayang antara ibu dengan bayi yang dilahirkan yang bersatu dalam hubungan psikologis dan fisiologis. Ikatan ibu dan anak dimulai sejak anak belum dilahirkan dengan suatu perencanaan dan konfirmasi kehamilan, serta menerima janin yang tumbuh sebagai individu. Sesudah lahir sampai minggu-minggu berikutnya, kontak visual dan fisik bayi memicu berbagai penghargaan satu sama lain (Suherni, dkk, 2009).

Bounding adalah proses pembentukan, sedangkan Attachment adalah membangun ikatan. Jadi Bounding Attachment adalah sebuah peningkatan hubungan kasih sayang dengan keterikatan batin antara orang tua dan bayi. Hal ini merupakan proses dimana sebagai hasil dari suatu interaksi terus – menerus antara bayi dengan orang tua yang besifat saling mencintai dan memberikan keduanya pemenuhan emosional dan saling membutuhkan (Bahiyatun, 2009).

Ada berbagai cara untuk melakukan bounding attachment diantaranya Inisiasi Manyusui Dini (IMD) dan pemberian ASI Eksklusif. Inisiasi menyusui dini dapat mencegah perdarahan setelah persalinan karena gerakan bayi dalam mencari puting susu ibu dapat menimbulkan kontraksi uterus. Selain itu inisiasi menyusui dini (IMD) pada bayi dapat menurunkan AKB karena hipotermi. Pemberian ASI eksklusif dapat memberi kekebalan tubuh bayi dan dapat mengurangi AKB (Utami 2008).

Kontak antara ibu dengan bayi akan menentukan tumbuh kembang anak menjadi optimal, pada proses ini terjadi penggabungan berdasarkan cinta dan penerimaan yang tulus dari orang tua terhadap anaknya dan memberikan dukungan asuhan dalam perawatannya. Kebutuhan untuk menyentuh dan disentuh adalah kunci dari insting (Sulistyawati, 2009).

Adapun interaksi yang menyenangkan dalam rangka bounding attachment antara lain adalah sentuhan pada

(3)

tungkai dan muka bayi secara halus dengan tangan ibu, sentuhan pada pipi bayi yang dapat menstimulasi respon yang menyebabkan terjadinya gerakan muka bayi ke arah muka ibu atau ke arah payudara sehingga bayi akan mengusap-usap menggunakan hidung serta menjilat putingnya, dan terjadilah rangsangan untuk sekresi prolaktin, tatap mata bayi dan ibu yang dapat menimbulkan perasaan saling memiliki antara ibu dan bayi, tangisan bayi dapat memberikan respon berupa sentuhan dan suatu yang lembut serta menyenangkan (Suherni, dkk, 2009).

Bounding Attachment memegang peranan penting yang akan memberikan kenyamanan dan kehangatan pada si bayi. Dimana bayi akan merasa dicintai, diperhatikan, dipercayai serta dapat menumbuhkan sikap sosial, sehingga bayi dapat merasa aman dan berani untuk melakukan eksplorasi (Astuti, 2013).

Menurut Anggraini (2010), elemen-elemen Bounding Attachment, antara lain : 1) Sentuhan: Sentuhan atau indera peraba

dipakai secara intensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya. Penelitian telah menemukan suatu pola sentuhan yang hampir sama yakni pengasuh memulai eksplorasi jari tangan kebagian kepala dan tungkai kaki. Tidak lama kemudian pengasuh memakai telapak tangannya untuk mengelus badan bayi dan akhirnya memeluk dengan tangannya, gerakkan ini dipakai untuk menenangkan bayi.

2) Kontak mata: Ketika bayi baru lahir

mampu secara fungsional

mempertahankan kontak mata, orang tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat dengan bayinya.

3) Suara: Saling mendengar dan merespon suara antara orang tua dan bayinya juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang. Sedangkan bayi akan menjadi tenang dan berpaling kearah orang tua saat orang tua

mereka berbicara dengan suara bernada tinggi.

4) Aroma: Perilaku lain yang terjalin antara orang tua dengan bayi ialah respon terhadap aroma atau bau masing-masing. Ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik.

5) Entrainment: Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-nendangkan kaki seperti sedang berdansa mengikuti nada suara orang tuanya. Entrainment terjadi saat anak mulai berbicara. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif.

6) Bioritme: Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberikan kasih sayang yang konsisten dan dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan perilaku yang responsive. Hal ini dapat meningkatkan interaksi sosial dan kesempatan bayi untuk belajar.

7) Kontak dini: Saat ini banyak bukti-bukti alamiah yang menunjukkan bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting dalam hubungan antara orang tua anak. Menurut Klaus dan Kennel (1982), ada keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari kontak dini, yaitu sebagai berikut : kadar prolaktin dan oksitosin meningkat, reflek menghisap dilakukan secara dini, pembentukan kekebalan tubuh aktif dimulai, mempercepat proses ikatan antara orang tua dan bayi.

TUJUAN PENELITIAN

a) Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dan status obstetri (Gravida, Partus dan Abortus)

b) Mengidetifikasi usia pada ibu post partum dengan bounding attachment

c) Mengidentifikasi pendidikan pada ibu post partum

d) Mengidentifikasi status obstetri (Gravida, Partus dan Abortus) pada ibu post partum

(4)

e) Menganalisis hubungan usia Ibu Post Partum Dengan Bounding Attachment Di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie.

f) Menganalisis hubungan pendidikan Ibu Post Partum Dengan Bounding Attachment Di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif korelasional. Tujuan dilakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara realita dan obyektif terhadap suatu kondisi tertentu yang sedang terjadi dalam kelompok masyarakat. Studi korelasi adalah jenis penelitian yang digunakan untuk mengetahui adanya korelasi atau hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya (Imron dan Munaf, 2010). Dengan desain penelitian cross sectional, dan analisis uji menggunakan pearson product moment dan one sample t-test. Dan analisis data menggunakan program SPSS 20.

Penelitian dilakukan pada tanggal 28 juni sampai dengan 28 juli 2016, di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil analisis penelitian dituangkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tekstual yang didasarkan pada analisis univariat dan bivariat. Adapun hasil penelitian akan dianalisis melalui prosedur sebagai berikut:

A. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat

a. Karakteristik responden

Table 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Usia ibu post partum Mean 29,19 Median Modus 28,00 22 8,188 52 15 Std.Deviasi Nilai Max. Nilai Min.

Sumber: Data Primer 2016 b. Usia

Dari tabel 4.1 di atas diperoleh informasi bahwa mayoritas usia responden di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda adalah 22 tahun. Dan untuk usia termuda adalah 15 tahun sebanyak 1 orang, dan ibu post partum tertua dengan usia 52 tahun sebanyak 1 orang.

Hal ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2007), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya pada orang lain yang belum cukup tinggi kedewasaannya, hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut pendidikan di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Pendidikan Frekuensi Presentase Pendidikan dasar (SD sampai dengan SMP) 33 55,9 % Pendidikan menengah (SMA atau sederajat) 20 33,9 % Pendidikan tinggi 6 10,2 % Jumlah 59 100 %

Sumber: Data Primer 2016 c. pendidikan

Dari tabel 4.2 di atas diperoleh pendidikan responden di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda mayoritasnya adalah pendidikan dasar (SD - SMP) sebanyak 33 orang (55,9%), pendidikan menengah sebanyak 20 orang (33,9%) dan pendidikan tinggi sebanyak 6 orang (10,2%).

(5)

Menurut Wahyudin (2007) pendidikan adalah memanusiakan manusia atau upaya membantu manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusiaannya. Sebagai humaisasipendidikan adalah upaya pengembangan potensi manusia (sudut pandang psikologi) baik kecerdasan spiritual (supaya tindakannya dilandasi keimanan baik kecerdasan spiritual (Supaya Tindakannya dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa) kecerdasan emosi, kecerdasan intelegensi ataupun kecerdasan sosial sehingga menjadi pribadi individu yang mantap. Tingkat pendidikan menurut Undang-Undang No.20 tahun 2003 (Kemdikbud, 2010), tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 14 menjelaskan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Table 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Pekerjaan Frekuensi Presentase

IRT 24 40,7 %

Swasta 33 55,9 %

PNS 2 3,4 %

Jumlah 59 100 %

Sumber: Data Primer 2016 d. Pekerjaan

Dari tabel 4.3 diatas diperoleh pekerjaan responden di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda mayoritasnya adalah swasta yaitu sebanyak 33 orang (55,9%), IRT sebanyak 24 orang 24 (40,7%) dan PNS sebanyak 2 orang (3,4%).

Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang setiap hari dalam kehidupannya (Arikunto, 2000 dalam Tawi 2008). Notoatmodjo (2005) mengatakan “bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga”. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri dan keluarganya dimana pekerjaan tersebut tidak ada yang mengatur dan dia bebas karena tidak ada etika yang mengatur.

Table 4.4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Gravida di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Gravida Frekuensi Presentase primigravida 12 20,3% multigravida 47 79,7%

Jumlah 59 100 %

Sumber: Data Primer 2016 e. Status obstetri gravida

Dari tabel 4.4.1 di atas diperoleh gravida responden di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda mayoritasnya yaitu multigravida sebanyak 47 orang (79,7%) dan primigravida sebanyak 12 orang (20,3%).

Table 4.4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Partus di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Partus Frekuensi Presentase

Primipara 21 35,6 %

Multipara 36 61,1 %

Jumlah 59 100 %

Sumber: Data Primer 2016 f. Partus

Dari tabel 4.4.2 di atas diperoleh partus responden di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda mayoritasnya yaitu multipara sebanyak 26 orang (61,1%) dan primipara sebanyak 21 orang (35,6%). Table 4.4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Abortus di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Abortus Frekuensi Presentase Tidak ada

abortus

41 69,5 %

Abortus 16 27,1 %

Jumlah 59 100 %

Sumber: Data Primer 2016 g. Abortus

Dari tabel 4.4.3 diatas diperoleh abortus responden di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda mayoritasnya adalah tidak ada abortus 41

(6)

orang (69,5%) dan sebanyak 16 orang (27,1%) pernah mengalami abortus.

Table 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut bounding attachment di RuangMawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Bounding attachment Mean Median Modus Std.Deviasi Nilai Max. Nilai Min. 53,59 52,00 48 7,290 68 41 Sumber: Data Primer 2016

h. Bounding attchment

Dari tabel 4.5 di atas diperoleh bounding attachment responden di ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda mayoritasnya adalah dengan nilai 48, dengan nilai paling tinggi 68 dan nilai terendah 41.

2. Analisa bivariat

a. Hasil bivariat usia ibu post partum dengan bounding attachment

Table 4.6 Hasil Bivariat Usia Ibu Post Partum Dengan Bounding Attachment di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Bounding Attachment Usia Pearson Correlation 0,288 P value N 0,027 59

Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa hasil antara variabel usia dengan bounding attachment adalah 0,288 (sangat rendah) untuk tingkat keeratan antar variabel dengan nilai p value 0,027. Analisis hubungan antara usia ibu post partum dengan bounding attachment dilakukan dengan menggunakan rumus pearson product moment dengann taraf signifikansi α 5% dengan nilai p = 0,027 < 0,05 sehingga H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara usia ibu post partum dengan bounding attachment di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian oleh Kurniasari, dkk (2014) bahwa angka kejadian pada ibu post partum, dari total 35 responden sebanyak 6 responden (17,1%) responden mengalami post partum blues dengan usia yang beresiko (<20/>35 tahun) dengan menggunakan uji chi-square diperoleh hasil statistik nilai p value = 0,040 < 0,05 sehingga Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara usia yang beresiko dengan kejadian post partum blues. Sama halnya juga dengan hasil penelitian Rahmawati & Tarmi (2013) bahwa ibu post partum yang berusia kurang dari 35 tahun mengalami bounding attachment positif, sedangkan ibu post partum yang berusia kurang dari 20 tahun mengalami bounding attachment negatif karena kurangnya support system atau kurangnya dukungan dari suami ataupun keluarga, ibu dengan resiko, bayi dengan resiko, kehadiran bayi yang tidak diinginkan, serta kesehatan emosional orang tua yang tidak stabil. Sedangkan hasil uji statistik diperoleh hasil dengan tingkat signifikan p= 0,001 < 0,05 sehingga H0 ditolak, hal ini menunjukan ada hubungan yang signifikan antara Inisiasi Menyusui Dini dengan bounding attachment.

Didalam penelitian ini didapatkan usia responden < 20 tahun sebanyak 6 orang yang seharusnya pada usia tersebut adalah masa menunda kehamilan, dimana pada usia ini masih termasuk kedalam kategorik remaja akhir, yang seharusnya dihabiskan dengan bersosialisasi dengan teman dan lingkungan sekitarnya, yang kemudian harus beradaptasi dan merubah perannya menjadi orang tua, ibu dengan usia tersebut dapat mempengaruhi kesiapan mental dari si ibu terhadap bayinya. Menunjukkan rasa tidak suka, marah atau benci kepada bayinya terutama pada kejadian kehadiran bayi yang tidak diinginkan atau hamil diluar pernikahan bahkan ibu akan bersikap acuh tak acuh terhadap bayinya, selain itu ibu yang melahirkan pada usia tersebut dapat meningkatkan kejadian post partum blues seperti enggan memberikan ASI dan enggan beriteraksi dengan bayinya. Berbeda dengan ibu yang berusia 20-35 tahun, ibu akan lebih siap untuk untuk menjadi ibu karena kondisi reproduksi yang sudah sempurna dan mental yang sudah matang sehingga sudah dapat menjalankan peran untuk menjadi orang tua sebagaimana mestinya seperti mampu berinteraksi baik

(7)

dengan bayinya, mampu menerima informasi yang diberikan. Dalam penelitian ini juga didapatkan ibu yang berusia > 35 tahun sebanyak 10 orang, pada usia tersebut adalah masa mengakhiri kehamilan, ibu dengan usia tersebut sangat beresiko jika mempunyai anak karena kondisi dan fungsi berbagai organ dan sisitem tubuh mulai menurun. Jika pada usia > 35 tahun mempunyai anak ibu akan lebih menyayangi anak tersebut bahkan lebih protektif sebagai anak yang sangat diharapkan.

Berdasarkan pengalaman dilapangan untuk interaksi antara orang tua dengan bayi yang bersifat positif seperti memeluk, menimang dan berbicara dengan bayinya dan hal-hal positif lainnya paling banyak ditemui pada usia responden 20-35 tahun. Sedangkan untuk usia<20 tahun interaksi yang terlihat tidak seperti responden pada usia 30-35, kebanyakan yang melakukan interaksi dengan bayi adalah nenek dari si bayi itu sendiri dan berdasarkan hasil dari wawancara salah satu responden mengatakan bahwa dia bingung harus seperti apa terhadap bayinya dan tidak berani kalau harus mengurus bayinya sendirian.

Selain itu saat pengisian kuesioner terdapat perbedaan pada responden yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan responden yang berusia 20-35 tahun, Terutama untuk responden yang berusia antara 20-35 tahun, mereka cenderung lebih berhati-hati dalam mengisi lembar kuesioner dan setelah mengisi biasanya resonden akan bertanya tentang seperti apa dampak yang dapat ditimbulkan bagi ibu yang tidak melakukan bounding attachment, dan apa saja keuntungan melakukan bounding attachment, sedangkan pada responden yang berusia kurang dari 20 tahun ketika pengisian kuesioner ada beberapa responden yang terlihat mengisi kesioner tersebut dengan tanpa berpikir panjang terlebih dahulu, dan setelai selesai mengisi responden jarang sekali bertanya tentang bounding attachment. Jadi pada resonden yang berusia 20-35 atu lebih dari 35 tahun memiliki kengintahuan yang lebih dari pada responden yang berusia kurang dari 20 tahun. Ini juga dapat terlihat dari hasil nilai kuesioner yang responden isi, kebanyakan hasil nilai kuesioner responden berusia kurang dari 20 tahun nilai tertingginya

hanya 53, sedangkan pada usia 20-35 atau lebih 35 nilai tertingginya adalah 68.

Dari penjelasan diatas maka peneliti berpendapat bahwa terdapat hubungan antara usia ibu post partum dengan bounding attachment, karena pada usia kurang 20 tahun masih sangat rawan untuk merawat anak sehingga mengalami kesulitan sendiri dalam beradaptasi, dibutuhkan pertolongan dari petugas kesehatan yang ada, dalam mendampingi ibu meleewati masa nifas selama di rumah sakit. Pada usia >35, yang terkadang sudah memiliki anak, membat beban tersendiri bagi ibu, sehingga membawa masalah dalam masa nifasnya. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.

Saran yang diberikan oleh peneliti adalah setelah menikah sebaiknya pikirkan dulu tentang memiliki keturunan dengan datang dan konsultasi ke pelayanan kesehatan tentang usia yang aman untuk memiliki keturunan, sehingga ketika bayi lahir maka ibu akan merasa lebih siap untuk menjalani perannya menjadi seorang ibu, jadi interaksi antara bayi dan ibu akan jadi lebih baik. Dan sebaiknya bagi ibu post partum yang ada diruangan melakukan bounding attachment di dampingi dengan keluarga, baik itu suami ataupun nenek dan sebaiknya perawat ruangan juga dapat memfasilitasi interaksi antara ibu post partum dengan bayinya sehingga bounding attachment bisa dilaksanakan dengan baik.

b. Hasil bivariat pendidikan ibu post partum dengan bounding attachment Table 4.7 Hasil Bivariat Pendidikan Ibu Post Partum Dengan Bounding Attachment di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

T P value

Pendidikan -651,160 0,000 Sumber: Data Primer 2016

(8)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan pendidikan ibu post partum dengan bounding attachment di ruang mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Tabel 4.7 analisa bivariat pendidikan ibu post partum dengan bounding attachment diperoleh hasil p value = 0,000 yang artinya 0,000 < 0,05 sehingga H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara usia ibu post partum dengan bounding attachment di ruang mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kurniasari, dkk (2014) uji statistik diperoleh p = 0,005 < 0,05, artinya terdapat hubungan antara pendidikan ibu post partum dengan kejadian post partum blues di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro tahun 2014. Dan penelitian dari Restyana & Adiesti (2014) data pendidikan didapatkan dari 20 responden lulusan pendidikan dasar (SD sampai dengan SMP) didapatkan sebagian besar memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian yaitu sebanyak 15 responden (75%), dari 10 responden lulusan pendidikan menengah didapatkan sebagian besar memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian yaitu sebanyak 6 responden (60%), dan dari 4 responden lulusan pendidikan tinggi didapatkan seluruhnya tidak mengalami baby blues dan tidak membutuhkan screening ulang, jadi tingkat pendidikan ibu post artum primipara berpengaruh terhadap kejadian baby blues di RSUD Bangil Pasuruan. Dari penelitian Lestari (2010) didapatkan hasil pendidikan responden terdiri dari SD sampai dengan SMP jumlah 10 orang 30,33%, SMA Sampai dengan DIII berjumlah 14 orang 46,67%, dan S1 berjumlah 6 orang atau (20%). Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh karena banyaknya informasi yang bisa diterima, karena melalui pendidikan yang baik utamanya pendidikan dibidang kesehatan sehingga dapat memberikan dukungan positif terhadap pelaksanaan bounding attachment.

Berdasarkan dari fenomena yang ditemukan pada responden sebagian besar berpendidikan sekolah dasar kurang siap dalam menjalani perannya sebagai ibu, ini terlihat dari bagaimana ibu terutama yang primipara berinteraksi dengan bayinya.

Karena mereka merasa bingung harus melakukan apa terhadap bayinya, selain itu ada juga responden yang lebih mementingkan rasa sakit yang dirasakannya dari pada harus melakukan bounding dengan bayinya. Hasil wawancara dari beberapa responden mereka mengatakan banyak perubahan yang terjadi selama kehamilan terutama berat badan yang terus bertambah seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, selain itu kaki menjadi bengkak, posisi dalam berbaring serba salah dan tidak nyaman, punggung terasa pegal, saat ingin duduk atau berdiri susah karena perut yang besar, selain itu untuk buang air besar susah karena posisi harus jongkok sama halnya juga dengan buang air kecil. Dan perubahan yang terjadi setelah persalinan badan jadi lebih ringan, buang air kecil ataupun buang air besar meskipun masih sakit tapi jadi lebih mudah karena perut sudah mengecil. Sebagian ibu ada yang mengatakan bahwa merasa senang dan lega dengan kehadiran bayinya yang sudah ditunggu selama 9 bulan terakhir. Selain itu dukungan dari orang tua khususnya dari ibu, rata-rata orang tua responden membantu hampir semua keperluan yang dibutuhkan oleh ibu post partum.

Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti berpendapat bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu post partum dengan bounding attachment antara ibu dan bayi. Selain itu semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin baik pengetahuan ibu karena akan banyak informasi yang didapat. Dengan pendidikan formal menghasilkan perilaku yang diadopsi oleh individu, namun pada sebagian orang pendidikan tidak mempengaruhi sikap hal tersebut lebih besar berasal dari lingkungan yang diterima oleh individu. Tapi baik pendidikan tinggi maupun pendidikan rendah sama-sama memiliki potensi untuk mengalami post partum blues, tergantung dari bagaimana individu tersebut mengantisipasi masalah yang terjadi.

Saran yang diberikan oleh peneliti adalah sebaiknya ibu post partum melakukan bounding attachment, karena berdasarkan dari manfaat dan pentingnya melakukan bounding attachment bagi bayi dia akan merasa dicintai, diperhatikan, dipercayai serta dapat menimbulkan sikap sosial, sehingga bayi berani melakukan eksplorasi (Astuti, 2013). Sedangkan manfaat untuk ibu adalah

(9)

mengurangi perdarahan karena dengan meletakan bayi diatas perut ibu, dan bayi bergerak maka itu dapat menimbulkan kontraksi dan mempercepat proses perdarahan selesai.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Karakteristik responden berdasarkan usia mayoritasnya adalah usia 22 tahun. Berdasarkan pendidikan responden prevalensi terbanyak adalah pendidikan dasar sebanyak 33 orang (55,9%). Berdasarkan pekerjaan responden prevalensi terbanyak adalah swasta sebanyak 33 orang (55,9%). Dan berdasarkan riwayat obstetri responden prevalensi terbanyak adalah sebanyak 47 orang (79,7%) untuk multigravida di gravida. Dan sebanyak 36 orang (61,1%) untuk multipara di partus. Dan sebanyak 41 orang (69,5%) tidak mengalami abortus di abortus.

2. Usia responden dengan bounding attachment adalah signifikan dengan nilai p value = 0,027 < 0,05, dan tingkat korelasi antar variabel = 0,288. 3. Pendidikan responden dengan

bounding attachment adalah signifikan dengan nilai p value =0,000 < 0,05. 4. Terdapat hubungan usia ibu post

partum dengan bounding attachment di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

5. Terdapat hubungan pendidikan ibu post partum dengan bounding attachment di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

B. Saran

Setelah menyajikan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah :

1. Responden

Diharapkan kepada responden mengetahui pentingnya bounding attachment untuk melihat emosi bayi dan meningkatkan trust atau rasa percaya, serta membangun ikatan antara bayi kepada ibu dan termasuk kepada orang lain.

2. Tenaga kesehatan

Perlunya penyuluhan tentang bounding attachment pada saat kehamilan sampai dengan melahirkan agar ibu post

partum bisa melakukan bounding attachment dengan baik. Serta memberi dukungan terhadap pelaksanaan bounding attachment.

3. Instansi Rumah Sakit

Diharapkan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dapat memeprtimbangkan kebijakan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini dalam setiap pertolongan persalinan. Serta perlunya pembuatan prosedur atau SOP tentang bounding attachment dikamar bersalin dan nifas dan pelatihan bagi petugas kamar bersalin dan nifas.

4. Instansi Pendidikan

Semakin banyaknya penelitian maka diharpkan semakin berkembang dan dapat dimanfaatkan. Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan bacaan atau refrensi tentang bounding attachment. 5. Peneliti selanjutnya

Dapat mengembangkan penelitian yang lebih lanjut dengan mengganti variabel ataupun menambah variabel lain serta menggunakan metode penelitian yang berbeda diharapkan jumlah populasi yang digunakan lebih banyak sehingga hasil yang didapatkan akan lebih baik dan bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta : Rineka Cipta

Arini, H. (2012). Mengapa Seorang Ibu Harus Menyusui?. Yogyakarta : Flash Books

Astuti, E., Gaut, R. S. (2013). Pelaksanaan Bounding Attachment Pada Ibu Melahirkan Di Rs. William Booth Surabaya. Akper William Booth Surabaya : Jurnal Publikasi Awalla, S,. Kundre, R. Rompas, S. (2015).

Hubungan Dukungan Suami Saat Antenatal Dan Intranatal Dengan Bounding Attachment Pada Ibu Post Partum Di Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih GMIM Manado. S1 Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado : Jurnal Publikasi

(10)

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC

Depkes RI. (2008). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI Dinkes. (2012). Profil Data Kesehatan

Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Hastono, S. P. & Sabri, L. (2013). Statistik

Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers ___________. (2014). Metode Penelitian

Kebidanan Dan Teknis Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika

Imron, M & Munif, A. (2010). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto

Kemendikbud. (2010). Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. http://www.komnasham.go.id/instrum en-ham-nasional/uu-no-20- tahun- 2003-tentang-sistem-pendidikan-nasional __________. (2010). Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003.http://kemdikbud.go.id/dokume n/pdf/renstra/Bab-I.pdf. diakses tanggal 17 februari 2016

Kuntjojo. (2010). Pentingnya Bounding Dan Attachment Dalam Perkembangan Bayi. http://bekunt.wordpress.com. Diakses tanggal 21 November 2015 Lusa. (2010). Bounding Attachment.

http://www.lusa.web.id/bounding -attachment. Di akses tanggal 21 November 2015.

Mardalis. (2007). Strategi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara

Marmi. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas “puerperium Care”. Jakarta : Rineka Cipta

Megawati, D. (2014). Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Trimester 3 Tentang Bounding Attachment Di BPS Fatmawati Trobayan, Kalijambe Sragen. STIKES Kusuma Husada Surakarta : Karya Tulis Ilmiah Mubarak, W.I, dkk. (2007). Promosi

Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Notoatmodjo, S. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nugroho, T. (2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (Askeb 3). Yogyakarta : Nuha Medika Nursalam. (2011). Konsep Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika

Pidarta, M. (2013). Ladasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia (Edisi 3). Jakarta : Rineka Cipta

Proverawati, A. (2010). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Yogyakarta : Nuha Medika

__________. (2012). Asuhan Kebidanan Untuk Ibu Nifas. Yogyakarta : Cakrawala Ilmu

Suherni, Widyasih, H, Rahmawati, A. (2009). Perawatan Masa Nifas (Cetakan ke-4). Yogyakarta : Fitramaya.

Sulistyawati, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.

Yogyakarta : C.V ANDI OFF SET. Utami, U (2012). Gambaran Tingkat

Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Bounding Attachment di BPS Fitri Handayani Cemani, Surakarta. Karya Tulis Ilmiah

Wiknjosastro, H., Prawiroharjo, S., Sumapraja, S. (2006). Ilmu

Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Wulndari dan Handayai. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika

Website depkes ri.

http://www.depkes.go.id/folder/view/ 01/structure-publikasi-data-pusat-data-dan-informasi.html. di akses tanggal 19 februari 2016

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Pertiwi (2013) yang menyatakan bahwa responden yang menggunakan IUD berusia 20-35 tahun dan didapatkan hasil usia

Pada penelitian ini, paritas tidak behubungan dengan PEB (p=1).Kesimpulan : Prosentase responden berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun lebih banyak terjadi

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (2.5%) berumur 20 – 35 tahun, paritas sebagian besar responden (47.5%) primipara, pekerjaan sebagian besar

Status gizi ibu hamil KEK adalah kehamilan pada ibu berusia muda (kurang dari 20 tahun), kehamilan yang terlalu sering serta kehamilan pada usia terlalu tua (&gt; 35

Dimana ibu hamil pada usia muda kurang dari 20 tahun dari segi biologis perkembangan alat – alat reproduksinya belum sempurna sedangkan ibu hamil pada usia lebih

Penelitian menyimpulkan bahwa (1) karakteristik responden sebagian besar adalah berusia 20-35 tahun, berpendidikan SMA, usia kehamilan trimester III, dan jumlah kehamilan