• Tidak ada hasil yang ditemukan

31 Oktober - 30 November 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "31 Oktober - 30 November 2020"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Buku Program

31 Oktober - 30 November 2020

Te

at

er G

ara

si /

Ga

ras

i Perf

ormance In

stitute

(2)

Sinopsis UrFear: Huhu dan

Kerumunan Peer Gynt

Ini adalah dunia Peer Gynt yang dilihat

dari sudut pandang Huhu,

sudut pandang

kerumunan.

Dalam alur cerita Ibsen,

Huhu hanyalah tokoh kecil,

melintas sekilas sebagai

sosok lian (other) yang gelisah, eksotis

dan riuh.

Ketika Peer Gynt menjadi rekan Huhu

di rumah sakit jiwa, di suatu tempat

di Kairo, Peer Gynt telah menjadi

segalanya — kapitalis penjelajah,

seorang nabi, penari perut

eksotis, dan tak diragukan

lagi: sejarawan.

Sementara Huhu bukan siapa-siapa

ketika bertemu Peer Gynt. Tercerabut

dari lidah dan bahasanya sendiri.

Dalam alur kisah(-kisah)

di ruang ini, Huhu

adalah semua orang.

Mengarungi dunia abad 21 dari seluruh

penjuru dunia, Huhu adalah Peer Gynt

ketika ia makan malam dengan sesama

kapitalis, ketika ia menjadi

nabi, atau ketika ia mencoba

untuk pulang. Huhu adalah

juga Solveig yang selamanya

menunggu.

Huhu juga bisa siapa saja yang

terjebak dalam situasi karantina;

berkelana dalam pikirannya ketika

tubuhnya terkurung.

(3)

Pertanyaan itu terus menghantui saya,

sejak pertama kali saya mendengarnya

dilontarkan penulis cendekia India yang

selalu mengagumkan saya, Arundhati

Roy, di saat-saat awal wabah Covid-19 tak

terbantahkan lagi merebak di seluruh jagat.

Arundhati mengatakan wabah sejagat

virus corona seperti mematahkan

(rupture) saat ini, dan kita “berusaha

menjahit masa depan kita dengan masa

lalu dan menolak mengakui patahannya”.

Maka, apakah kita memiliki saat ini?

Demikian pertanyaan itu menajamkan

kehadirannya dalam kehidupan saya

sehari-hari yang terbatas secara fisik

dan sosial sejak awal tahun 2020 ini.

Sebagai salah satu inisiator dan sutradara

proyek kolaborasi Multitude of Peer Gynts,

yang tahun 2019 lalu telah melintasi Larantuka,

Tokyo, dan Shizuoka, di bulan-bulan awal

APAKAH KITA MEMILIKI

‘SAAT INI’?

CATATAN SUTRADARA

(4)

pandemi ini sebenarnya saya cenderung

untuk membatalkan rencana perwujudannya

di tahun ini: menggarap ulang proyek ini

di Yogya dan Jakarta (secara luring) dan

mementaskannya di bulan Juli 2020.

Saya merasa, sebagai seniman, sebagai warga

negara dengan pemerintahan yang sulit

dikatakan tak berpihak pada oligarki, sebagai

salah satu spesies mahluk hidup di alam yang

tak bisa kita bilang baik-baik saja dalam situasi

wabah ini, kita tak harus terus produktif. Kita

butuh berhenti sejenak. Terutama karena

wabah ini muncul dan tersebar sedemikian

cepat, sedikit banyak, juga dibentuk oleh rezim

produktifitas dan mobilitas (neo) liberal yang

telah lebih dulu mewabah di seluruh dunia.

Buat saya, situasi limbo dan ruang liminal

yang diciptakan wabah ini adalah saat yang

tepat untuk memeriksa ulang banyak hal

dalam hidup saya. Pun kesenian saya.

Tetapi, ketika di bulan Juni lalu saya dan

beberapa teman seniman kolaborator

berdiskusi, kami melihat satu hal yang

cukup mengejutkan: isu yang tengah

kami baca dan garap sejak tahun lalu di

proyek ini; rasa takut/kecemasan yang

terkait dengan im/mobilitas dunia, tengah

digelar dengan intens di seluruh dunia.

Karena itu, kami merasa butuh untuk tetap

mewujudkan proyek kolaborasi kami di

tahun ini dengan mengubah formatnya

menjadi rangkaian pertunjukan virtual

(baik langsung maupun terekam), dengan

pendekatan modular, sebagai suatu

upaya untuk menandai dan menciptakan

kemungkinan-kemungkinan pemaknaan

atas situasi yang luar biasa ini. Paling tidak

buat kami sendiri, sekumpulan seniman

dari Dunia Selatan, yang ingin membaca

situasi dunia mutakhir dalam proyek ini.

Lalu setelah sebagian dari kami, secara

individual, dari lokasinya masing-masing,

melakukan beberapa percobaan kecil

dengan media dan teknologi “baru” (karena

pastilah ada banyak seniman pertunjuan

yang telah lama menggunakan kamera,

video, dan jaringan internet dalam

karya-karya mereka), kami bertambah yakin untuk

mewujudkan proyek ini secara virtual.

Percobaan-percobaan kecil kami di bulan Juni

CATATAN SUTRADARA CATATAN SUTRADARA

07

06

(5)

itu memunculkan kemungkinan permainan

serta estetika yang berbeda. Secara bentuk ada

beberapa karya pertunjukan dalam format

live-streaming yang mencoba menghadirkan watak

“live-ness” melalui pengolahan sudut-ambil

kamera dan ragam interaksi (baik langsung

maupun digital) dengan penonton yang tak

berada di ruangan yang sama. Sementara

untuk beberapa karya individual-modular

yang terekam pun tetap mencoba mengolah

presentasi dan komunikasinya secara interaktif.

Secara metodologis, pendekatan ini memberi

kesempatan pada setiap kolaborator untuk

mengolah dan menciptakan karya mereka

dalam proyek ini dari lokasi aman mereka

masing-masing. Secara dramaturgis pilihan

ini juga menjadi cara kami untuk bekerja

dengan keragaman, baik dalam pengertian

keragaman isu maupun keragaman

praxis estetik para kolaborator.

Tetapi, hal paling utama yang membuat

kami cukup yakin adalah: perubahan format

perwujudan proyek ini ke dalam jejaring

pertunjukan virtual membuka kemungkinan

untuk lebih menajamkan agenda.

Kami pun kemudian sepakat untuk

mementaskan seluruh karya individual-modular

ini dalam situs web yang dirancang dan

didedikasikan secara khusus untuk proyek ini.

Pilihan ini membuat kami bisa mementaskan

karya individual kami yang beragam dalam

satu “gedung virtual” yang sama, sebagai

satu proyek dan investigasi yang sama.

Demikianlah, proyek kolaborasi perihal

rasa takut dan kecemasan yang terkait

dengan arus pergerakan dan kediaman (im/

mobility) dunia, tahun ini kami wujudkan

dalam jejaring 11 karya individual di dalam

“gedung virtual” situs web interaktif ini.

Semoga upaya kami menandai situasi

dunia yang tak biasa ini bisa menjadi

peristiwa penandaan bersama. Atau lebih

jauh, bisa membantu kita masing-masing

menjawab pertanyaan yang dilontarkan

Arundhati Roy itu, sembari menatap

balik pada rasa takut purbawi kita.

CATATAN SUTRADARA CATATAN SUTRADARA

09

08

(6)

Adalah manifestasi dari proyek Multitude of Peer

Gynts di tahun 2020. Judul dan bentuk manifestasinya

tumbuh dari alasan awal projek kolaborasi

lintas-Asia ini: pertanyaan atas rasa takut dan kecemasan

yang tercipta dari semakin tajamnya arus mobilitas

dunia kita hari ini. Ketakutan yang dimaksud oleh

penelusuran karya ini adalah rasa takut atas apa-apa

yang asing (the other), suatu ketakutan mendasar yang

(mungkin) primordial, suatu UrFear. Di saat pertukaran

global semakin tidak tertawar, ketakutan ini pun

semakin tak bisa diredam.

Bekerja dengan beragam seniman dari berbagai tempat

saat pandemi merangsek batas-batas negara dan

memaksa kita untuk diam/berhenti (immobile), kami

memutuskan untuk mewujudkan karya ini sebagai

suatu tempat silang pertemuan dari yang ragam: ragam

kenyataan, ragam subyek, ragam Huhu dan ragam Peer

Gynt, serta dinyatakan melalui ragam karya individual

dalam pendekatan modular.

Cara ini, kami berharap, bisa menjadi jalan terdekat

untuk mengenali dan balas menatap ke mata UrFear, si

ketakutan purbawi itu.

Apakah “Urfear: Huhu

dan Kerumunan

Peer Gynt”?

(7)

Peer Gynt adalah naskah drama yang kini dianggap sebagai

salah satu kanon teater modern. Berkaitan dengan beragam

tantangan teknis yang terkandung di jalan ceritanya, naskah

ini mulanya tidak dimaksudkan untuk dipentaskan. Ditulis

oleh Henrik Ibsen sebelum ia menempuh fase kepenulisan

realistik, naskah ini mulai mendapatkan momentumnya pada

akhir abad 19 dan pergantian abad 20.

Karakter Peer Gynt adalah tokoh utama naskah ini.

Digambarkan sebagai pemalas, individualis, dan egois,

Peer Gynt menjalani hidup untuk memuaskan hasrat yang

mengantarkannya pada serangkaian peristiwa kebetulan,

termasuk kebetulan mengelana keliling dunia dan menjelajah

dunia oriental.

Dengan memusatkan perhatian kami pada bagian 4 dan

5 dari naskah ini, kami bertumpu pada pembacaan atas

Peer Gynt sebagai prototipe subyek yang bersiasat dengan

batasan kawasan (negara, benua, agama, pasar); suatu subyek

kosmopolitan. Dalam pendekatan kami, sekelompok seniman

dari belahan Selatan dunia yang melihat dengan kacamata

dunia di sekeliling kami hari ini, subyek seperti Peer Gynt

semestinyalah tidak tunggal dan tidak hanya merepresentasi

dunia dari sudut pandang Eropa. Sebab pengalaman atas

globalisasi demikian ragam, maka Peer Gynt pun mestilah

jamak, suatu multitude/kerumunan yang berasal dari

berbagai latar dan alasan. Bagaimanakah Peer Gynt dari

dunia Selatan akan mengalami kenyataan pertukaran global?

Siapa dan Mengapa

Peer Gynt?

(8)

Adalah proyek kolaborasi teater kontemporer lintas-Asia

(Indonesia, Jepang, Vietnam dan Sri Lanka), yang menjelajahi

“rasa takut/kecemasan” dan “pergerakan/kediaman (

im/

mobility

)” di Asia kontemporer, berdasarkan pembacaan dan

interpretasi atas lakon Peer Gynt karya Henrik Ibsen.

Dimulai pada tahun 2018 oleh Yudi Ahmad Tajudin (sutradara)

dan Ugoran Prasad (dramaturg) dari Teater Garasi, Indonesia,

proyek ini disusun melalui lokakarya kolaboratif yang

dirancang dengan seniman ternama seperti Takao Kawaguchi

(seniman performance-penari-koreografer), Yasuhiro Morinaga

(seniman bunyi-komposer musik), Micari (aktor-performer),

dari Jepang, Venuri Perera (koreografer-penari) dari Sri Lanka,

Arsita Iswardhani, Gunawan Maryanto dan MN Qomaruddin

(aktor Teater Garasi) dari Indonesia, serta Nguyen Manh

Hung (artis visual) dari Vietnam. Selain bekerja dengan

seniman-kolaborator utama, proyek ini juga mengundang dan

berkolaborasi dengan seniman lokal lainnya di setiap kota/

negara setiap kali karya digarap dan dipresentasikan.

Proyek lintas-Asia ini memandang lakon Peer Gynt-Ibsen

sebagai panduan taktis pergerakan global, perlintas-batasan,

laku gentayangan dan bersengaja tersesat di dunia yang

menakutkan, gelisah, dan goncang. Yaitu: tersesat dalam

pencarian atas rumah. Dari sudut berbagai penjuru di Asia,

menatap ke dunia yang terus menyusut dan terbagi-bagi,

Peer Gynt bagi kami hadir mendorong kami untuk bepergian,

untuk terus mencari dan bertanya, untuk mengungkap dan

membongkar dunia dan politik global yang telah dipetakan.

Peer Gynt menuntut sebuah peta dunia yang berbeda dan

proyek ini berupaya untuk memenuhinya.

Huhu adalah tokoh minor yang hanya

muncul sekali dan selintasan di naskah

Peer Gynt karya Ibsen. Tokoh Peer Gynt

bertemu karakter ini, salah satu pasien

di Rumah Sakit Jiwa di Kairo, ketika ia

juga terjebak sebagai pasien di sana. Jika

dibaca dengan cermat, Huhu adalah

satu-satunya hubungan nyata teks ini dengan

Nusantara kala itu: ia digambarkan datang

dari tempat di mana orangutan berasal,

lalu berpetualang ke Malabari, sebelum

terdampar bersama Peer Gynt di Kairo.

Dalam teks itu, ia sepenuhnya yang asing

dan tak terpahami. Ia sendiri menyatakan

jika suaranya (suatu UrTongue, lidah/suara

asali) tak lagi ada, diganti oleh suara/

bahasa sang kolonial --suatu kenyataan

perampasan suara yang masih terjadi

hingga hari ini.

Apa itu Multitude of

Peer Gynts?

Siapa dan Mengapa

Huhu?

(9)

Disusun melalui lokakarya kolaboratif yang dirancang bersama

seniman-seniman kolaborator utama yaitu Takao Kawaguchi

(artis-penari-koreografer), Yasuhiro Morinaga (artis suara-komposer musik), dan Micari

(aktor-performer) dari Jepang, Venuri Perera (koreografer-penari) dari

Sri Lanka, dan Nguyen Manh Hung (seniman visual) dari Vietnam. Selain

bekerja dengan seniman-seniman kolaborator utama, melalui berbagai

bentuknya, proyek ini telah mengundang dan berkolaborasi dengan

seniman lokal di kota/negara setiap kali karya ini dipresentasikan.

Multitudes of Peer Gynts di LARANTUKA: Peer Gynts di Larantuka

(Kisah Para Pengelana dari Asia).

Tahap pertama dari proyek kolaborasi teater inter-Asia ini

dilaksanakan selama dua minggu pada tanggal 23 Juni - 6 Juli

2019 di Larantuka, sebuah daerah yang cukup terpencil di bagian

timur Indonesia dengan sejarah budaya dan sosialnya yang khas.

Diawali dengan lokakarya dan kunjungan ke beberapa ritual dan

upacara di desa-desa yang khas, tahap pertama ini adalah perihal

penelitian kolektif dan pertukaran pengalaman atas isu ketakutan

dan kecemasan dalam konteks mobilitas dan imobilitas saat ini,

menggunakan naskah Peer Gynt sebagai lensa baca. Tahapan ini

menghasilkan sebuah karya sedang tumbuh (work-in-progress),

kolaborasi seniman dari Asia, seniman Teater Garasi dan 10 seniman

Flores Timur. Karya tersebut dipentaskan di panggung terbuka yang

dibangun di tepi pantai di Taman Kota Larantuka dan mendapat

sambutan hangat dari publik Flores Timur dan sekitarnya.

Seniman Teater Garasi yang terlibat dalam tahapan ini adalah

Arsita Iswardhani, Gunawan Maryanto, Ignatius Sugiarto, dan MN

Qomaruddin; dari Flores Timur adalah Silvester Petara Hurit (Nara

Teater), Inno Koten (sutradara dan penulis drama), Dominikus Dei

(Sanggar Mura Lewo), Lidvina Lito Kellen (Sanggar Sasong Lureng),

Aloysius Wadan Gawang (Sanggar Lodan Doro), Veronika Ratumakin

(Sanggar Sina Riang), Stanley Tukan (seniman rupa), Philipus Tukan

(Nara Teater), Magdalena Oa Eda Tukan (Nara Teater), Rusmin

Bagaimana Proyek Kolaborasi

ini Diwujudkan?

(10)

Kopong Hoda (seniman Gambus), dan Beatrix Tukan (Desainer

kostum); dan seniman Asia yaitu Takao Kawaguchi, Micari, Yasuhiro

Morinaga (Jepang), Venuri Perera (Sri Lanka), dan Nguyen Manh

Hung (Vietnam). Workshop penciptaan ini disutradarai oleh Yudi

Ahmad Tajudin bersama dramaturg Ugoran Prasad.

Multitudes of Peer Gynts di TOKYO: Peer Gynts – Asylum’s Dreams.

Tahap kedua diadakan di Tokyo selama dua minggu dari 23 Agustus-

6 September 2019, di Morishita Studio, Tokyo. Workshop ini hanya

diikuti oleh seniman-seniman kolaborator utama dan terkonsentrasi

penuh untuk bekerja di studio, menjelajah bagian-bagian penting

interpretasi baru atas Peer Gynt serta gagasan “Kekaisaran Baru”

dan “Institusi Modern” dengan melihat lebih dekat pada Bagian IV

teks asli Peer Gynt.

Presentasi karya sedang tumbuh diselenggarakan di hadapan

penonton terbatas (kritikus, sesama seniman teater, dan

programmer) di studio Morishita pada hari terakhir.

Seniman-seniman yang terlibat adalah: Takao Kawaguchi dan

Yasuhiro Morinaga (Jepang), Venuri Perera (Sri Lanka), Nguyen

Manh Hung (Vietnam), dan seniman Teater Garasi: Arsita

Iswardhani, Gunawan Maryanto, Ignatius Sugiarto dan MN

Qomarudin. Workshop penciptaan ini disutradarai oleh Yudi Ahmad

Tajudin bersama dramaturg Ugoran Prasad.

Multitudes of Peer Gynts di Shizuoka Performing Arts Center

(SPAC): Peer Gynts – Asylum’s Dreams.

Tahap ketiga dan puncak proyek ditahun 2019 memakan waktu lebih

lama dibandingkan dua tahap sebelumnya. Dari 16 Oktober hingga

4 November, fase Shizuoka dimulai dengan lokakarya selama lebih

dari dua minggu, yang diadakan di Shizuoka Performing Arts Center

(SPAC), di mana semua seniman-kolaborator utama proyek ini juga

melakukan proses kolaborasi dengan 6 seniman teater dari SPAC,

untuk membuat pertunjukan teater lengkap pertama dari proyek ini.

Sintesis antara temuan di Larantuka dan Tokyo, serta kehadiran

kolaborator baru dari SPAC, memungkinkan untuk membangun

dunia yang lebih kohesif pada produksi kali ini.

Karya tersebut dipentaskan di panggung utama SPAC: Shizuoka Arts

Theater, dari 5 hingga 19 November 2019, di depan lebih dari 2000

penonton: siswa sekolah menengah pada pertunjukan hari kerja dan

publik umum pada akhir pekan.

Seniman yang terlibat adalah Arsita Iswardhani, Gunawan

Maryanto, Ignatius Sugiarto, dan MN Qomaruddin dari Teater

Garasi, Venuri Perera (Sri Lanka), Nguyen Manh Hung (Vietnam);

Takao Kawaguchi, Micari, Yasuhiro Morinaga (Jepang). Pertunjukan

Shizuoka juga disusun melalui proses kolaborasi dengan seniman

SPAC seperti Ouchi Yoneji, Sato Yuzu, Tateno Momoyo, Makiyama

Yudai, Miyagishima Haruka dan Wakamiya Yoichi.

UrFear: Huhu and the Multitude of Peer Gynts

UrFear: Huhu dan Kerumunan Peer Gynt adalah jejaring karya

pertunjukan berdasarkan pembacaan ulang lakon Peer Gynt karya

Henrik Ibsen, yang dilihat dari sudut pandang Dunia Selatan. UrFear

adalah perwujudan dari proyek Multitude of Peer Gynts di tahun

2020, yang disusun melalui penciptaan jejaring karya pertunjukan

dengan pendekatan modular, dan dipentaskan di dalam situs web

interaktif. Pendekatan ini dibangun sebagai metode untuk bekerja

dengan keragaman, baik dalam pengertian keragaman isu maupun

keragaman praxis estetik para kolaborator. Pendekatan ini juga

merupakan sebuah cara untuk bereksperimen dengan beragam

moda pertunjukan dalam semesta-plural (

pluriverse

)

—pertunjukan-pertunjukan yang berupaya menawar proses penunggalan.

Dimoderasi oleh Yudi Ahmad Tajudin (sutradara) dan Ugoran Prasad

(dramaturg) dari Teater Garasi, UrFear terdiri dari karya-karya

modular yang diciptakan oleh: Abdi Karya, Andreas Ari Dwianto,

Arsita Iswardhani, Darlane Litaay, Gunawan Maryanto, Micari, MN

Qomaruddin, Nyak Ina Raseuki, Seniman Teater Flores Timut (STFT),

Venuri Perera, dan Yasuhiro Morinaga.

d.

b.

(11)

Kapal-kapal kolonial berlabuh di tepian

dunia yang sudah ratusan tahun

ditinggali dan mengubahnya menjadi

frontier

. Kegiatan ini dalam berbagai

permutasinya terus berlangsung sampai

sekarang. Suatu hari, seseorang terjaga

di rumah yang telah menyaru pabrik,

medan perang, dan tambang.

MN Qomaruddin

“Pencarian Lagu Favorit yang Hilang”

Karya ini berangkat dengan menimbang ulang navigasi alur perjalanan Peer Gynt dari sudut pandang subyek di Selatan Dunia. Qomaruddin dan sekelompok pengungsi dari Sudan membangun pertunjukan dengan mempertukarkan gagasan perjalanan satu sama lain. Di satu sisi, Qomaruddin merekam orientasi perjalanan ke Jazirah Arab, hasil pendidikan sekolah Islam di Indonesia yang ia tempuh sejak kecil. Dari sisi sebaliknya, kelompok pengungsi dari Sudan mengalami kenyataan-kenyataan akibat kekerasan konflik politik dan perjalanan-paksa yang mendamparkan mereka di Jakarta sejak akhir 2017.

Sejak 2019, Qomaruddin dan sekelompok pengungsi tersebut bersepakat untuk menggunakan permainan-teater sebagai ruang bersama untuk mengurai berbagai pertanyaan dan pernyataan yang sebelumnya tak punya jalan untuk diungkapkan dan dinyatakan.

Konsep: MN Qomaruddin

Diciptakan dan ditampilkan bersama Abdal Majed Danko, Abu Baker, Alyas Hassan, dan Alhadi

Director of Photography: Yustiansyah Lesmana Kamera: Fachrur Rozi, Yustiansyah Lesmana Perekam suara: Imam Maulana

Editor video: Yustiansyah Lesmana

Penerjemah: Abdal Majed, M.N. Khalimuddin, MN Qomaruddin, Ugoran Prasad

Set: Ale Usman

Kru: Fajar, Mang Dedeng Terima kasih kepada: Adinda Luthvianti Hilda Nur Hidayati Lab Teater Syahid Melanie WW Muhammad Yahya Nasreldeen Studio Hanafi

Komunitas Sudan di Ciputat

Stage A:

Land, Belonging, and Empires

01.

(12)

Seniman Teater Flores Timur/STFT

“Tana Tani (Tanah Duka)”

Tana Tani adalah cerita tentang Peer Gynt sebagai orang

Lamaholot, Flores Timur. Pada Babak 5, Peer Gynt adalah

orang asli (ata ile jadi) yang pulang ke kampung halamannya

setelah sekian lama mengembara. Namun situasi telah berubah.

Masyarakat kampungnya sudah lebih percaya pada janji

kesejahteraan dari tuan baru kapitalis dan khotbah-khotbah

kebahagiaan surgawi agamawan. Dalam kekalahannya, Peer

Gynt pergi membawa batu nuba nara (batu ritual dalam agama

asli Lamaholot). Seiring berjalannya waktu kemudian terbukti

masyarakat kampungnya hanya jadi korban eksploitasi.

Kampung mereka digusur. Harga kopi, kopra, mente dimonopoli

dan dikendalikan. Mereka lantas terseok-seok mencari Peer

Gynt yang hilang. Mereka menemukannya terkapar bersama

batu nuba nara, tak berdaya di dalam lubang galian. Harapan

dan kegembiraan terbit kembali untuk membangun kampung

halaman bersamanya agar terbebas dari cengkraman para

pemilik modal. Namun kekuatan kapitalis menjelma mesin

raksasa, mengeruk dan menggilas siapapun yang coba melawan

sistem dan hukum-hukum ketergantungan yang diciptakannya.

Sementara agamawan cuci tangan dan hanya bisa menontonnya

dari kejauhan.

Konsep: Inno Koten dan Silvester Petara Hurit

Naskah: Inno Koten

Penampil:

Bekky Kean

Fabianus Bisu Liwun

Inno Koten

Yohanes P. Da Silva

Magdalena Oa Eda Tukan

Katarina Laetitia Lodawali

Petrus Tobi Kromen

Silvester Petara Hurit

Veronika Ratumakin

Moh. Zaini Ratuloli

Vokal: Lidvina Lito Kelen

Pemain musik: Honey Balun, Icuk Maran, Jukin Kolin,

Mario Kedang, Norbert Kelen, YD Kromen

Musik: Nostalgia (part2) oleh Yasuhiro Morinaga x

Nyak Ina Raseuki

Penata kostum: Annie Hallan & Mom

Kamera: Ito Pugel, Paul Goran, Rian L., Roland Tuanaen,

Sefie Belang

Editor video: A. Semali, Paul Goran

Fotografer: Yohanes M. Wain

Penerjemah: Jean-Pascal Elbaz

Operator ekskavator: Gusti

Didukung oleh: Karang Taruna Jong Kudi Waibalun

02.

PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT

(13)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Abdi menyingkap misteri dari tokoh misterius bernama Huhu dalam

cerita Peer Gynt. Dari tempat di mana suara-suara purba sudah habis

ditambang, Huhu terjebak dalam suatu perjalanan panjang yang

mengantarkannya ke suatu rumah sakit jiwa di Kairo. Beberapa petunjuk

dari monolog Huhu membimbing pencarian Abdi dari Mesir untuk

kembali ke rumahnya di kawasan Bugis, Sulawesi Selatan.

Konsep: Abdi Karya

Penampil: Abdi Karya

Naskah: Abdi Karya dan Ugoran Prasad

Skenografi: Yudi Ahmad Tajudin

Floor Director: Andreas Praditya

Director of Photography: Agni Tirta

Kamera: Belantara Film, Citraweb Broadcast Team

Pewujud set: Warsito

Penerjemah: Evi Mariani Sofian

Operator subtitle: Gladhys Elliona, Putu Alit Panca Nugraha

Sumber teks:

Andrew Milton, FIRST MAN ROUND THE WORLD: Adventures

of Magellan and Enrique Awang

LA GALIGO: Menelusuri Jejak Warisan Sastra Dunia, Penerbit

Pusat Studi I La Galigo Universitas Hasanuddin & PEMDA

Kabupaten Barru, 2003

Retna Kencana Arung Pancana Toa, LA GALIGO MENURUT

NASKAH NBG 188 Jilid I, Penerbit Yayasan Obor Indonesia,

2017

Moh.Salim, Sapardi Djoko Damono, John Mc Glynn, The Birth

of I La Galigo: A Poem inspired by the Bugis legend of the same

name, Lontar Foundation, 2015

Orangutan: https://www.worldwildlife.org/species/orangutan

Terima kasih kepada:

Arham Rahman

Bapak Aminuddin Jaya & keluarga

Bapak Sujarwanto & keluarga

Hendro Wiyanto

Louie Buana

03.

PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT

Pencarian

frontier

mengajarkan bahwa

penguasaan pada tempat mesti disusul

dengan penguasaan atas

hubungan-hubungan kerja yang menghidupi tempat

sebagai ruang. Seseorang mendapati

dirinya harus terjaga sebab tidur

adalah waktu yang dipagari jam kerja.

Seseorang mendapati dirinya mesti

terjaga sebab tubuhnya adalah pabrik,

medan perang, dan tambang.

Stage B:

(14)

PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT

Andreas Ari Dwianto

“Monopoly: Asylum Edition”

(Versi live dan edisi terekam)

Ari Dwianto bertumpu dari pembayangan atas permainan yang dilakukan

seorang subyek di ruang isolasi. Berangkat dari pembacaan ulang akhir

adegan 4 Peer Gynt saat tokoh utamanya terjebak di rumah sakit jiwa, Ari

memfokuskan diri pada retakan pada naskah asal, di mana Ibsen tidak

pernah terang menjelaskan cara Peer Gynt keluar dari rumah sakit tersebut.

Ari memadankan kisah Peer Gynt di Mesir abad 19 dengan kisah seorang

buruh migran yang sedang mencari jalan pulang dari Malaysia ke Indonesia.

Konsep: Andreas Ari Dwianto

Naskah: Andreas Ari Dwianto

Penampil: Andreas Ari Dwianto

Banker: Arsita Iswardhani, Gunawan Maryanto

Director of Photography: A. Semali

Kamera: Belantara Film, Citraweb Broadcast Team

Editor video: A. Semali

Editor suara: Uya Cipriano

Ilustrasi papan monopoli: Prihatmoko Moki

Floor Director: Andreas Praditya

Penerjemah: Jean-Pascal Elbaz, Gladhys Elliona

Operator subtitle: Gladhys Elliona, Putu Alit Panca Nugraha

Daftar lagu:

Beautiful Life – Ace of Base

Home of the Blues – Johnny Cash

Lullaby – Leonard Cohen

Mencari Alasan – Exist

Money Affirmation – Bob Proctor

Nobody’s Child – Karen Young

One of Us Cannot Be Wrong – Leonard Cohen

Overcome Fear Affirmation – Bob Proctor

Relaxing Piano Music – Peder B. Helland

Rumangsamu Penak – Prista Apria Risty

Smell Like Teen Spirit – Nirvana

Naskah ini berdasarkan cerita personal Priyo Marwanto

01.

Arsita Iswardhani

“Perihal Pekerja Hantu yang Menari di

Sepatumu”

Arsita berangkat dari pembacaan dekat atas Solveig yang

digambarkan dalam naskah Ibsen sebagai sosok yang setia

menunggu kepulangan Peer Gynt di rumah, puluhan tahun

menyulam sehingga buta dan renta. Dengan memusatkan

perhatian pada kegiatan yang sepintas sedemikian pasif

ini, Arsita menyibak peta hubungan kerja yang hingga kini

terpinggirkan, yakni dunia buruh industri fashion dan dunia

buruh/pekerja rumahan. Merekam repertoar ketubuhan

para buruh rumah tangga di beberapa kota di Jawa, Arsita

memainkan-ulang dan menubuhkan koreografi kerja yang

ditanam dan sekaligus dilesapkan dalam komoditas modern

siap-pakai.

Konsep: Arsita Iswardhani

Penampil: Arsita Iswardhani

Floor Director: Andreas Praditya

DoP dan kamera: A. Semali

Role model/narasumber:

Ibu Mujaeni (pekerja rumahan di Jakarta Utara)

Narasumber:

Ibu Muhayati (Pengurus of JPRI)

Ibu Yeyet Imaniati (pekerja rumahan)

April (anak dari Ibu Mujaeni)

Penerjemah: Jean-Pascal Elbaz

Transcriptor: Arsita Iswardhani dan Megatruh

Banyumili

Operator subtitle: Gladhys Elliona, Putu Alit Panca

Nugraha

Videografer Tutorial: Vania Regita Abdullah

Editor video Tutorial: Putri Siswanto

Editor video untuk materi terekam: A. Semali dan

Mega Nur A. Simanjuntak

02.

(15)

Editor suara untuk materi terekam: Yennu Ariendra

dan Arsita Iswardhani

Desainer Infografik: Natasha Tontey & Alfonsus

Lisnanto

Terima kasih kepada:

Andi Misbahul Pratiwi (Jurnal Perempuan)

Deby Marlin (Pendamping JPRI Sukabumi)

Dede Rina (Pengurus TURC/Trade Union Rights

Centre)

Een Sunarsih (Pengurus JPRI Jakarta-Tangerang)

JPRI/Jaringan Pekerja Rumahan Indonesia

Jakarta-Sukabumi

MAMPU

TURC/Trade Union Right Centre

PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT

Dalam dunia yang menyempit dan

sumber daya yang menipis, kita bertukar

pandang. Pertukaran, sebagaimana

diajarkan pasar mata uang, tak pernah

setimbang. Siapa yang berhak menatap

dan mengontrol tatapan adalah yang

menentukan pertukaran. Di labirin itu,

seseorang bisa terbangun dan setia

menawar menara tatapan. Sekalipun

tak ada pintu darurat, seseorang yang

lain bisa tiba-tiba terbangun dan

memutuskan berjualan jalan keluar.

Stage C:

Othering, Messianism and

Empires

(16)

PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT

Venuri Perera

“On Gaze and Anonymity

(or See You Don’t See Me)”

Pertunjukan-lektur Venuri Perera berangkat dari pengalaman

penyelidikan panjang mengenai situasi-situasi anonim di ruang

publik sebagai negosiasi atas konstruksi sosial cara pandang

terhadap kehadiran subyek. Pengalaman ini menjadi pijakan bagi

Venuri untuk memasuki kerja kolaborasi pertunjukan Multitude of

Peer Gynts sejak awal 2019, membongkar semesta tokoh Huhu dan

Anitra. Dari Colombo sampai Amsterdam, Venuri juga mengajak

kita menyoal bagaimana anonimitas tak pernah bisa dilepaskan

dari konstruksi pandang atas gender, ras, bahasa, politik budaya,

dan kolonialitas.

Konsep: Venuri Perera

Penampil: Venuri Perera

Editor video: Ugoran Prasad

Kamera: Abdul Halik Azeez, Ruvin De Silva, Venuri

Perera

Kredit footage See You See Me: Dylan Voyage

Penerjemah: Astrid Reza

01.

Darlane Litaay

“Dancing with the Minotaur”

Karya tari Darlane Litaay menyoal bagaimana tubuh sebagai

obyek sosial sedang berhadapan dengan kontrol pandang dan

pengawasan-ketat --suatu metode yang menjamin kontrol

sosial yang lebih besar. Membaca Huhu dan subyek-subyek

dalam institusi mental sebagai metafora kontrol institusional,

Darlane menandai bagaimana ruang-ruang yang terus-menerus

hendak dikuasai kontrol pandang tersebut diubah menjadi

ruang perbatasan: rumah dan kampung halaman yang diubah

menjadi kawasan kontrol mengubah ruang yang seharusnya

menciptakan keadaan aman menjadi kawasan teror. Dalam

mendekati isu mobilitas dalam kerangka kerja Multitude of Peer

Gynts, Darlene sedang menggarisbawahi bagaimana rumah,

kediaman, dan tempat yang sekiranya immobile, sedang diubah

menjadi ruang yang tak jenak dan terus bergerak --subyek yang

ada di dalamnya sedang dikejar-kejar dan dipaksa berlari.

Konsep: Darlane Litaay

Penari/koreografer: Darlane Litaay

Director of Photography: A. Semali

Editor video: A. Semali

Penata suara: Yennu Ariendra

Kamera: Andre Nur Latif, A. Semali

Operator drone: Krispatje

PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT

(17)

PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT

Gunawan Maryanto

“Juru Selamat untuk Pemula”

Karya modular Gunawan Maryanto bertumpu pada aspek messianism

--Peer Gynt sebagai juru selamat-- yang terus muncul di cerita Peer Gynt,

mulai dari individualitas Peer Gyntism yang ia gembar-gemborkan, episode

kenabian saat ia bertemu dengan suatu suku pengembara gurun di bawah

pimpinan Anitra, hingga pikiran-pikiran yang ia urai di saat mendekati

akhir hayatnya. Gunawan memilih untuk membentang perkara messianism

ini di bawah lensa mikroskopik.

Konsep: Gunawan Maryanto

Aktor: Gunawan Maryanto

Naskah: Gunawan Maryanto

Aktor pendukung: Andreas Ari Dwianto

Penata musik: Yennu Ariendra

Ilustrasi gambar latar: Prihatmoko Moki

Foto kostum: Mohammad Febrian

Floor Director: Andreas Praditya

Director of Photography: A. Semali

Kamera: Belantara Film, Citraweb Broadcast Team

Penerjemah: Evi Mariani Sofian

Operator subtitle: Gladhys Elliona, Putu Alit Panca Nugraha

Sumber teks:

Challenging Islamic Orthodoxy Accounts of Lia Eden and Other

Prophets in Indonesia, Al Makin

A Brief History of Time, Stephen Hawking

The Death of Expertise, Tom Nichols

A History of God, Karen Armstrong

One Hundred Love Sonnets, Pablo Neruda

Nostradamus and Prophecies of The Next Millennium, Ashok K.

Sharma

The Black Swan, Nassim Nicholas Taleb

Divine Comedy, Dante Alighieri

Sumber lagu:

Mipan Su Su Su, from Kellogs-cereal advertising, Mielpops

Mipan Su Su Su, from remix version of Acik RMX, Beny Serizawa

03.

Di antara jalan cerita yang berulang,

berpantulan, dan saling menebalkan,

selalu ada yang menawar makna

pengertian yang hendak diturunkan

dalam bahasa. Seseorang bisa

tiba-tiba memilih untuk tidak sepenuhnya

terbangun tapi malah mulai merekam

mimpi-mimpi dan pecahan peristiwa

sebagai bunga rampai gambar, suara,

dan kesan.

Stage D:

(18)

PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT

Micari

“Aase’s Dreams”

Menyibak dunia Aase --ibu Peer Gynt di senja usianya--,

Micari berangkat dari upaya mengumpulkan gambar

impian-impian Aase yang terserak. Bunga rampai mimpi-mimpi Aase

ini mengajak kita ke berbagai fragmen yang sepintas tak

terhubungkan namun menyibak ragam emosi Aase di hari-hari

terakhir hidupnya. Mimpi-mimpi ini menenung dan menyihir,

seperti mantra yang digumamkan bukan oleh bahasa melainkan

lewat pecahan-pecahan peristiwa.

Konsep: Micari

Penampil: Micari, Takako Iwata

Musik: Nostalgia (Part 1) by Yasuhiro Morinaga and

Nyak Ina Raseuki

Editor Video: Yennu Ariendra

Kamera: Micari

Penerjemah: Ugoran Prasad, Tomomi Yokosuka

01.

Yasuhiro Morinaga x Nyak Ina Raseuki

“Huhu’s UrSound”

Disebutkan oleh Huhu dalam monolognya bahwa UrSound

atau suara-purbawi dari lingkungan asalnya sudah lama

hilang. Karya kolaborasi dua musisi ini berangkat dari upaya

merekonstruksi suara-purbawi yang hilang. Pun demikian,

alih-alih membayangkan suara-purbawi di masa lalu, Yasuhiro

dan Ubiet memutuskan menggali suara-purbawi dari vibrasi

bebunyian dunia hari ini.

Karya ini adalah kolaborasi suara antara Yasuhiro Morinaga

dan Ubiet (Nyak Ina Raseuki). Karya suara di “Huhu’s UrSound”

mewujudkan narasi sonik yang diikuti oleh cakupan waktu

dunia diegetik Peer Gynt serta lanskap suara luas dunia

non-diegetik Peer Gynt. Siapa Huhu? Huhu bisa siapa saja atau apa

pun dalam suara ini. Jadi, saat Anda mendengarkan suara dari

awal hingga akhir, berbagai karakter sonik akan memungkinkan

Anda merasakan ontologi Huhu itu sendiri, tetapi Anda

tidak akan pernah mengenali siapa atau apa Huhu itu. Suara

acousmatic akan memungkinkan Anda untuk memutar dunia

dari sudut pandang Huhu.

Konsep: Yasuhiro Morinaga and Nyak Ina Raseuki

Komposer: Yasuhiro Morinaga

Pesuara bebas: Nyak Ina Raseuki

Cello: Hiroki Taniguchi

PANGGUNG URFEAR: HUHU DAN KERUMUMAN PEER GYNT

(19)

Jadwal Program

SABTU, 31 OKTOBER 2020

15.00 (GMT+7)

Gunawan Maryanto

“The Messiah for Dummies”

Interactive performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

15.35 (GMT+7)

Darlane Litaay

“Dance with the Minotaur”

Dance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

16.00 (GMT+7)

Yasuhiro Morinaga x Nyak Ina Raseuki

“Huhu’s UrSound”

Sound performance

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

16.30 - 18.00 (GMT+7)

OPENING Night Ceremony

Video-conference meet and greet with the artists

19.00 - 22.00 (GMT+7)

Yasuhiro Morinaga x Nyak Ina Raseuki

“Huhu’s UrSound”

Sound performance

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

19.30 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive performance

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

MINGGU, 1 NOVEMBER 2020

16.00 - 22.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

18.00 - 22.00 (GMT+7)

Yasuhiro Morinaga x Nyak Ina Raseuki

“Huhu’s UrSound”

Sound performance

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

17.00 - 22.00 (GMT+7)

Arsita Iswardhani

“How the Ghost Worker is Dancing

in Your Shoes”

Durational performance

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

17.00 - 22.00 (GMT+7)

Darlane Litaay

“Dance with the Minotaur”

Dance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

16.00 (GMT+7)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Lecture performance

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

RABU, 4 NOVEMBER 2020

16.00 (GMT+7)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Lecture performance

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

17.00, 17.45 (GMT+7)

East Flores Theater Collective (STFT)

“Tana Lani/Land of Sorrow”

Theatre

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

19.00, 19.30 (GMT+7)

Micari

“Aase’s Dream”

Performance video

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

20.00 (GMT+7)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Lecture performance

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

SABTU, 7 NOVEMBER 2020

16.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

17.00, 17.45 (GMT+7)

East Flores Theater Collective (STFT)

“Tana Lani/Land of Sorrow”

Theatre

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

17.30 - 22.00 (GMT+7)

Yasuhiro Morinaga x Nyak Ina Raseuki

“Huhu’s UrSound”

Sound performance

STAGE D: Poetic, Senses, and Empiress

18.00, 18.30 (GMT+7)

Darlane Litaay

“Dance with the Minotaur”

Dance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

19.00, 21.00 (GMT+7)

Venuri Perera

“On Gaze and Anonymity (or See

You Don’t See Me)”

Lecture performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

20.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

(20)

MINGGU, 8 NOVEMBER 2020

15.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

18.00, 19.00 (GMT+7)

MN Qomaruddin and Friends from Darfur

“In Search of the Lost Favourite

Song”

Interactive theatre game

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

20.00, 20.30, 21.00 GMT+7)

Micari

“Aase’s Dream”

Performance video

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

JUMAT, 13 NOVEMBER 2020

09.00 - 13.00 (GMT+7)

Arsita Iswardhani

“How the Ghost Worker is Dancing

in Your Shoes”

Durational performance

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

09.30, 16.00 , 16.30 (GMT+7)

Darlane Litaay

“Dance with the Minotaur”

Dance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

10.30 - 21.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

10.00, 19.00, 20.00 (GMT+7)

Venuri Perera

“On Gaze and Anonymity (or See

You Don’t See Me)”

Lecture performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

11.00 - 21.00 (GMT+7)

Yasuhiro Morinaga x Nyak Ina Raseuki

“Huhu’s UrSound”

Sound performance

STAGE D: Poetic, Senses, and Empiress

RABU, 11 NOVEMBER 2020

16.00 (GMT+7)

Gunawan Maryanto

“The Messiah for Dummies”

Interactive performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

17.00, 18.00 (GMT+7)

MN Qomaruddin and Friends from Darfur

“In Search of the Lost Favourite

Song”

Interactive theatre game

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

19.00 GMT+7)

Micari

“Aase’s Dream”

Performance video

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

20.00, 21.00 (GMT+7)

Gunawan Maryanto

“The Messiah for Dummies”

Interactive performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

MINGGU, 15 NOVEMBER 2020

16.00 (GMT+7)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Lecture performance

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

17.00 - 22.00 (GMT+7)

Yasuhiro Morinaga x Nyak Ina Raseuki

“Huhu’s UrSound”

Sound performance

STAGE D: Poetic, Senses, and Empiress

18.00 (GMT+7)

MN Qomaruddin and Friends from Darfur

“In Search of the Lost Favourite

Song”

Interactive theatre game

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

19.00, 20.00 (GMT+7)

Micari

“Aase’s Dream”

Performance video

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

21.00 (GMT+7)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Lecture performance

(21)

RABU, 18 NOVEMBER 2020

16.00, 19.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

17.00, 17.45 (GMT+7)

Venuri Perera

“On Gaze and Anonymity (or See

You Don’t See Me)”

Lecture performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

20.00 (GMT+7)

East Flores Theater Collective (STFT)

“Tana Tani/Land of Sorrow”

Theatre

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

21.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

SABTU, 21 NOVEMBER 2020

16.00 (GMT+7)

Micari

“Aase’s Dream”

Performance video

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

17.00, 17.30, 18.00 (GMT+7)

Micari

“Aase’s Dream”

Performance video

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

19.00, 19.30 (GMT+7)

Darlane Litaay

“Dance with the Minotaur”

Dance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

20.00, 21.00 (GMT+7)

MN Qomaruddin and Friends from Darfur

“In Search of the Lost Favourite

Song”

Interactive theatre game

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

MINGGU, 22 NOVEMBER 2020

16.00 (GMT+7)

Gunawan Maryanto

“The Messiah for Dummies”

Interactive performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

17.00 (GMT+7)

MN Qomaruddin and Friends from Darfur

“In Search of the Lost Favourite

Song”

Interactive theatre game

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

18.00 - 22.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

20.00, 21.00 (GMT+7)

Gunawan Maryanto

“The Messiah for Dummies”

Interactive performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

RABU 25 NOVEMBER 2020

16.00 - 22.00 (GMT+7)

Yasuhiro Morinaga x Nyak Ina Raseuki

“Huhu’s UrSound”

Sound performance

STAGE D: Poetic, Senses, and Empiress

17.00, 17.30 (GMT+7)

East Flores Theater Collective (STFT)

“Tana Tani/Land of Sorrow”

Theatre

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

18.00 - 22.00 (GMT+7)

Arsita Iswardhani

“How the Ghost Worker is Dancing

in Your Shoes”

Durational performance

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

19.00, 20.00 (GMT+7)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Lecture performance

(22)

JUMAT, 27 NOVEMBER 2020

16.00 (GMT+7)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Lecture performance

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

17.00, 17.30, 18.00 (GMT+7)

Darlane Litaay

“Dance with the Minotaur”

Dance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

18.30 - 22.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

19.30 (GMT+7)

MN Qomaruddin and Friends from Darfur

“In Search of the Lost Favourite

Song”

Interactive theatre game

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

20.30 (GMT+7)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Lecture performance

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

SENIN, 30 NOVEMBER 2020

All pre-recorded performances.

Looping until 16.00 (GMT+7)

16.00 (GMT+7)

Abdi Karya

“On the Origin(s) of Huhu”

Lecture performance

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

18.00 (GMT+7)

Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

19.30 (GMT+7)

Gunawan Maryanto

“The Messiah for Dummies”

Interactive performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

20.00 - 21.30 (GMT+7)

Closing Night Ceremony

Video-conference “talk show”.

SABTU, 28 NOVEMBER 2020

16.00 , 17.00 (GMT+7)

East Flores Theater Collective (STFT)

“Tana Tani/Land of Sorrow”

Theatre

STAGE A: Land, Belonging, and Empires

18.00 - 22.00 (GMT+7)

Arsita Iswardhani

“How the Ghost Worker is Dancing

in Your Shoes”

Durational performance

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires

19.00, 19.30 (GMT+7)

Micari

“Aase’s Dream”

Performance video

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires

20.00, 21.00 (GMT+7)

Venuri Perera

“On Gaze and Anonymity (or See

You Don’t See Me)”

Lecture performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

MINGGU, 29 NOVEMBER 2020

All pre-recorded performances.

Looping start from 19.00

(GMT+7)

Darlane Litaay

“Dance with the Minotaur”

Dance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

Yasuhiro Morinaga x Nyak Ina Raseuki

“Huhu’s UrSound”

Sound performance

STAGE D: Poetic, Senses, and Empiress Andreas Ari Dwiyanto

“Monopoly: Asylum Edition”

Interactive theatre game

STAGE B: Labor, Mobility, and Empires East Flores Theater Collective (STFT)

“Tana Tani/Land of Sorrow”

Theatre

STAGE A: Land, Belonging, and Empiress Micari

“Aase’s Dream”

Performance video

STAGE D: Poetic, Senses, and Empires Venuri Perera

“On Gaze and Anonymity (or See You

Don’t See Me)”

Lecture performance

STAGE C: Othering, Messianism and Empires

MN Qomaruddin and Friends from Darfur

“In Search of the Lost Favourite

Song”

Interactive theatre game

(23)

Abdi Karya adalah performer dan sutradara asal Makassar. Melalui medium sarung, ia mengolah materi perihal identitas, memori kolektif, sejarah, hingga sosio-politik-kultural. Ia bekerja dengan Yayasan Kesenian Batara Gowa, Robert Wilson dan Rumata’ Art Space. Karya performance-nya telah di presentasikan di Watermill Center (New York), Undisclosed Territory (Solo-Indonesia), Jakarta Biennale 2017, Selasar Sunaryo-Bandung, Galeri Lorong-Yogyakarta, Castlemaine State Festival 2019 (Australia), Nairobi Summit ICPD25 di Kenya, dan Cabaret Chairil Teater Garasi.

Andreas Ari Dwiyanto, atau akrab disapa Inyong, adalah seorang sutradara dan aktor. Ketertarikannya pada pengolahan tubuh dimulai sewaktu bergabung di dalam proses pertunjukan “Waktu Batu” Teater Garasi. Selanjutnya bersama sejumlah rekan ia mendirikan Bengkel Mime Theater. Karya tunggalnya “A Brief History of Dance” dipentaskan di beberapa kota dan Indonesia Dance Festival 2018. Dan di tahun 2016-2018 ia terlibat dalam produksi pertunjukan Dionysus, kolaborasi Indonesia-Jepang yang disutradarai Tadashi Suzuki.

Arsita Iswardhani adalah seorang aktor dan performance-maker, seniman dari kolektif Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Pernah terlibat dalam beberapa karya kolektif Teater Garasi: Yang Fana adalah waktu, Kita Abadi (2015 & 2016), Je.jal. an (2015). Ia mendalami metode penciptaan pertunjukan melalui berbagai pendekatan antar budaya dan antar disiplin ilmu. Beberapa karya performancenya

telah digelar dalam berbagai festival seperti Undisclosed Territory (Solo, Indonesia) dan Low Fat Art Festival (Thailand). Saat ini fasilitator dalam program Asian Performing Arts Farm Laboratory 2020 (Agustus – Oktober 2020).

Darlane Litaay adalah seorang performer, koreografer, penari, dan produser tari dari Papua (Indonesia). Mengambil kekuatan dari akar Melanesia, tradisi, dan ekspresi fisiknya, ia memiliki cara yang hibrid untuk melihat fenomena magis kehidupan. Setelah lulus dari ISI Yogyakarta, ia telah menampilkan karya-karyanya sendiri di berbagai tempat dan festival besar di Eropa, Asia Tenggara, dan Australia. Dia telah bekerja dengan banyak kurator seperti Melati Suryodarmo, Tang Fu Kuen, Arco Renz, Anna Wagner atau Christoph Winkler, Rainer Hofman, Miroto, dan Joseph Mitchell.

Dia juga mengembangkan karya bersama dengan Tian Rooteveel, Choi Ka Fai, Natalie Hennedige, Jean Paul Lespagnard, dan Daniel Kotter.

Baru-baru ini ia menjadi koreografer dan penari untuk Landscape and Body, untuk Residenz Schauspiel Leipzig, Germany dan koreografer sekaligus berperan sebagai Creon di karya Rubber Girl on the loose, produksi dari Cake Theater di Esplanade Theatre Bay, Singapura (2019). Residensi di beberapa tempat seperti Mika Haka Foundation, Selandia Baru (2017); Residensi di Namoodak Movement Lab, Cheongsong, serta IMACO & Andong Mask Dance Korea Selatan (2012-13).

Gunawan Maryanto adalah seorang sutradara, aktor dan penulis. Bekerja di Teater Garasi/ Garasi Performance Institute sebagai Direktur Artistik. Dalam 10 tahun terakhir turut mengelola IDRF (Indonesia Dramatic Reading Festival).

Sebagai aktor, penulis, fasilitator maupun sutradara ia terlibat dalam program dan karya bersama Teater Garasi sejak tahun 1995 hingga sekarang. Di luar itu ia juga terlibat dalam banyak kerja kolaborasi bersama seniman-seniman berbagai disiplin seni dari dalam dan luar Indonesia.

Penghargaan seni yang telah diraihnya adalah SIH Award 2004, Anugrah Budaya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2007, FTI Award 2008, Kusala Sastra Khatulistiwa 2010, Aktor Terbaik Usmar Ismail Award 2017, Aktor Terbaik Pilihan Tempo 2017 dan 2019.

Ignatius Sugiarto (Clink) is serving as the Technical Director of Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Clink has been involved in most of Teater Garasi projects, working behind the scene as a technical director and/or a lighting designer. As a stage and/or lighting designer he worked and collaborated with many performance/visual artists such as Yudi Ahmad Tajudin, Jay Soebijakto, Tony Prabowo, Hartati, Miroto, Hiroshi Koike, Soga Masaro, Sebastian Matthias, Katia Engel, and Jan Maertens. A former actor, his passion for lighting design and theatre technic was heavily inspired by a lighting workshop facilitated by Jennifer Tipton in 1999.

Biografi Kolaborator

Micari memulai keterlibatannya dalam teater melalui sebuah produksi Bluebeard’s Castle oleh Shuji Terayama dan kemudian menjadi salah satu anggota utama Teater Ku Na’uka. Beberapa perannya yang paling terkenal adalah di Salome (Salome/ mover), Elektra (Elektra/mover), Turandot (Turandot/mover), The Castle Tower (Tomi-hime/ mover), Tristan und Isolde (Isolde/ mover), A Streetcar Named Desire (Blanche), Antigone (Antigone/ mover) dan Mahabharata (Damayanti). Dia juga muncul dalam pertunjukan SPAC: The Winter’s Tale (Hermione/ mover, Perdita /speaker), Grimm’s Fairy Tales: The Girl without Hands (Girl), dan The Life of Gusuko Budori (Gusuko Budori), antara lain. Penampilan panggungnya yang unik telah dipuji oleh penonton Jepang dan internasional.

MN Qomaruddin adalah performer lulusan program belajar Aktor Studio Teater Garasi 2006-2009 yang kemudian menjadi anggota kolektif seniman Teater Garasi dan terlibat dalam berbagai program maupun produksi pertunjukan Teater Garasi.

Selain proyek keaktoran Qomar juga terlibat dalam proyek workshop bersama seniman muda di program lab Teater Garasi seperti Performer Studio, Majelis Dramaturgi.

Ia juga bekerja sebagai periset dalam proyek pertunjukan “100% Yogyakarta” kolaborasi antara Rimini Protokoll dan Teater Garasi beserta 100 warga Yogyakarta. (2015) karya kolaborasi Arco Renz & Ali Sukri”krisis” co-produksi Kobalt Works & Indonesian Dance Festival 2014, In 2017, untuk

Europalia, Qomar menjadi periset untuk “Be There Be Entertained” sebuah karya foto Meg Stuart dan “Celestial Sorrow” karya kolaborasi Meg Stuart & Jompet Kuswidananto/Damaged Goods. Karya kolaborasinya bersama Performer Studio “sisa-sisa percakapan” (2018) dipentaskan dalam pameran kelompok Bodies of Power/Power for Bodies di Cemeti Institut untuk seni dan masyarakat.

Sejak 2019 Qomar sedang terlibat dalam pengembangan lanjut proyek Teater Garasi Multitude of Peer Gynts, Juga terlibat dalam proyek tari “Pemuda Band” yang diinisiasi oleh Melanie Lane.

Nyak Ina Raseuki (a.k.a. Ubiet), pesuara bebas, guru, etnomusikolog yang gemar bekerja sama melintas genre musik dan disiplin seni. Ia menjelajahi beragam gaya nyanyi; baginya, setiap tradisi musik mempunyai kepiawaian masing-masing. Selama empat dasawarsa karirnya, Ia telah bekerjasama dengan berbagai seniman, musik, tari, film, teater, fashion, fotografi, seni rupa dan telah terlibat dalam berbagai pementasan dan rekaman musik-musik, klasik-kontemporer, pop, jazz, maupun musik-musik yang bertolak dari khazanah Nusantara.

Ia menjelajahi kemajemukan Nusantara melalui pendarasan berbagai nyanyian, baik populer, eksperimental, dan terutama yang bertolak dari khazanah musik Nusantara. Ia menjelajahi berbagai pelosok Indonesia, mengamati, mendengarkan dan mempelajari berbagai nyanyian dalam berbagai bahasa, cara hidup dan gaya bernyanyi yang

berbeda-beda. Ia juga mengamati suara-suara yang berasal dari binatang. Hasil dari penelitian tersebut, menjadi dasar penciptaan musikalnya.

Seniman Teater Flores Timur (STFT) adalah kelompok yang dibentuk dengan tujuan mempertemukan lebih banyak orang dalam kerja teater. Meski dengan segala kekurangan dan keterbatasan, dalam enam tahun terakhir geliat dan gairah berteater di Flores Timur cukup menggembirakan. STFT diharapkan menjadi ruang di mana kerja-kerja yang mendukung proses teater baik secara langsung maupun tidak langsung mulai dilibatkan demi membangun iklim berteater yang sehat. Beberapa dari anggota STFT yang terlibat dalam pertunjukan Tana Tani (Tanah Duka) juga terlibat dalam pertunjukan kolaborasi “Peer Gynts di Larantuka” tahun 2019.

Ugoran Prasad adalah seorang penulis fiksi, dramaturg dan peneliti pertunjukan. Ia menjadi seniman mukim Teater Garasi sejak awal tahun 2000-an dan ambil bagian dari sejumlah karya utama Teater Garasi. Ia juga pendiri, anggota, penulis lirik serta penampil utama Melancholic Bitch, kelompok band rock modern yang berbasis di Yogyakarta. Saat ini ia sedang menempuh studi Ph.D untuk Theatre Studies di The Graduate Center, The City University of New York. Ia meraih gelar M.A. (with distinction) dalam International Performance Research, Erasmus Mundus Program di University of Amsterdam, Netherland dan University of Warwick, UK, pada tahun 2013.

(24)

Venuri Perera adalah koreografer, seniman

pertunjukan, dan pendidik yang berbasis di Kolombo. Karyanya menempati ruang antara tari, live art dan teater tentang masalah nasionalisme kekerasan, patriarki, perbatasan, kelas dan neo-kolonialisme.

Dengan latar belakang tarian Kandyan klasik, Venuri telah jadi anggota kelompok Tari Chitrasena selama 13 tahun. Pada tahun 2008, ia menyelesaikan Sertifikat Pasca Sarjana di bidang Tari dari LABAN Center, London di mana ia menerima Penghargaan Michelle Simone untuk ‘Prestasi Luar Biasa dalam Koreografi’

Sejak 2009, karya solonya telah diundang ke berbagai festival antara lain Art Basel, Zurich Theatre Spektakel, Asia Triennal Manchester, Singapore International Festival of Arts, TPAM Japan, International Theater Festival of Kerala, Tanztage Berlin, Dhaka Art Summit, Colomboscope, Colombo Art Biennale, Attakkalari Biennale Bangalore, La Villette Paris, IGNITE! Delhi, Festival Pinggiran Edinburgh Summerhall, Resolusi London. Dia telah bekerja secara kolaboratif dengan koreografer, sutradara teater, artis suara dan visual di Eropa, Asia Selatan dan Timur sejak 2004. Dia saat ini bekerja dengan Natsuko Tezuka. Venuri adalah dosen tamu di Universitas Seni Visual dan Pertunjukan dan merupakan anggota Panel Tari dari Dewan Seni di Sri Lanka. Dia adalah kurator Colombo Dance Platform 2016 dan kurator Performing Arts untuk British Council dan South Bank Center London’s ‘Women of the World’ Festival, edisi Sri Lanka.

Wok The Rock adalah seniman yang praktiknya membentang dari seni rupa kontemporer, desain dan musik. Ia adalah anggota kolektif seniman Ruang MES 56, mendistribusikan musik digital secara bebas di Yes No Wave Music, menginisiasi Indonesia Netaudio Forum dan salah satu kurator Nusasonic, sebuah platform musik dan seni bunyi. Ia adalah kurator Biennale Jogja XIII 2015. Wok tertarik bereksperimen dengan kerja kolektif lintas-disiplin, dan intervensi budaya kontemporer menggunakan estetika kuratorial dan pendekatan spekulatif sebagai praktik seninya.

Yasuhiro Morinaga adalah pengarah musik dan seniman bunyi yang tinggal di Tokyo. Morinaga telah mengerjakan banyak proyek di perfilman, tari kontemporer, instalasi dan seni media secara internasional. Ia dikenal karena penggunaan suara dan musik secara kreatif di bioskop independen Asia. Morinaga telah terlibat dalam pendokumentasian dan pengarsipan suara nyanyian ritual & upacara, cerita rakyat oleh etnis minoritas, lingkungan sonik dan suara satwa liar di sekitar daerah pedesaan Jepang dan Asia Tenggara. Dengan menggunakan rekaman suara, dia menginisiasi dan membuat sejumlah proyek berbeda seperti instalasi suara 3D, performance media, publikasi, dan lain-lain.

Morinaga telah mengerjakan proyek dengan sejumlah kolaborator dan tampil di festival seperti Festival Film Cannes, Venice Biennale dan Festival Film Venesia. Untuk proyek terbarunya, Marginal Gongs, Morinaga melakukan

pekerjaan lapangan ekstensif yang mendokumentasikan cerita rakyat dan musik dari berbagai gong di seluruh kepulauan Asia Tenggara dan menampilkan pertunjukan multi-disiplin di SPIRAL Tokyo Jepang. Morinaga dan Teater Garasi sudah bekerja sama dan membuat karya Gong Ex Machina pada tahun 2018.

Yudi Ahmad Tajudin adalah salah salah satu pendiri Teater Garasi kolektif seniman lintas disiplin di Yogyakarta. Mewakili Teater Garasi ia menerima Prince Claus Award tahun 2013 dari Prince Claus Fund, Belanda, salah satunya karena “semangat penjelajahan dan karya-karya inovatif yang merangsang seni pertunjukan di Asia Tenggara.” Portofolio kerja keseniannya termasuk proyek-proyek lintas disiplin dengan seniman-seniman pertunjukan dan perupa ternama, terentang dari opera kontemporer, teater-tari, performance art dan interpretasi atas seni pertunjukan tradisional. Di tahun 2014 ia menerima Anugerah Seni dari Menteri Kebudayaan Indonesia. Ia juga peraih Sutradara Terpilih Tahun 2006 versi majalah Tempo dan Asian Cultural Council (ACC) Fellowship untuk studi teater kontemporer di New York (2011-2012).

URFEAR: HUHU AND THE MULTITUDE OF PEER GYNTS

Seniman Kolaborator: Abdi Karya (Bugis-Indonesia) Andreas Ari Dwianto (Jawa-Indonesia) Arsita Iswardhani (Jawa-Indonesia), Darlane Litaay (Papua-Indonesia) Gunawan Maryanto (Jawa- Indonesia) Micari (Japan)

MN Qomaruddin (Jawa-Indonesia) Nyak Ina Raseuki (Aceh-Indonesia)

Seniman Teater Flores Timur/STFT (Flores Timur-Indonesia)

Venuri Perera (Sri Lanka) Yasuhiro Morinaga (Japan) Sutradara dan produser: Yudi Ahmad Tajudin Dramaturg dan ko-produser: Ugoran Prasad

Direktur Teknik: Ignatius Sugiarto Desainer Website: Wok the Rock Website Developer: Kurniawan Pujianto Floor Director: Andreas Praditya Editor Video:

A. Semali, Yennu Ariendra, Paul Goran, Yustiansyah Lesmana

Kamera:

Abdul Halik Azeez, Andre Nur Latif, Cahya Aprita Catur Putra, Citraweb Broadcast Team, Enggar Asfinsani, Fachrur Rozi, Ito Pugel, Kholif Mundzir Aldry, Krispatje, Micari, Muhammad Taufiq Hidayat, Pascall Ferdinan, Paul Goran, Rian L,

Kredit Proyek

Roland Tuanaen, Ruvin De Silva, Sefie Belang, Venuri Perera, Yustiansyah Lesmana Kru:

Baruna Pragi Weksono, Ega Kuspriyanto, Purwoko, Miftakul Effendi

Operator subtitle:

Gladhys Elliona, Putu Alit Panca Nugraha Manajer Produksi:

Lusia Neti Cahyani, Dara Hanafi

Penyusun buku program: Jean-Pascal Elbaz Publisis: Dadi Krismatono, Dita Kurnia Raharjo, Gunawan Maryanto, Arsita Iswardhani Desainer grafis: Natasha Tontey Desainer jadwal: Syaura Qotrunadha Penerjemah: Abdal Majed, Astrid Reza, Evi Mariani Sofyan, Gladhys Elliona, Jean-Pascal Elbaz, M.N. Khalimuddin, MN Qomaruddin Penerjemah untuk Micari: Tomomi Yokosuka Dokumentasi foto: Tomomi Yokosuka Dokumentasi video: Belantara Film Diproduksi oleh: Teater Garasi/Garasi Performance Institute

Peraih Ibsen Scholarship 2019 Didukung oleh:

The Japan Foundation-Asia Center (2018-2020) The Saison Foundation (2019-2020)

Citraweb Group (2020)

Proyek ini sebelumnya diproduksi bersama: Shizuoka Performing Arts Center (SPAC) Dan didukung oleh:

BEKRAF, Pemerintah Daerah Flores Timur, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

(25)

“Saya tidak dapat memberikan penjelasan

tentang keadaan yang membuat saya menulis

‘Peer Gynt’. Untuk memperjelas, saya harus

menulis sebuah buku sendiri: waktunya

belum tiba. Segala sesuatu yang dihasilkan

oleh pena saya terkait erat dengan apa yang

saya rasakan di dalam diri sendiri, atau telah

dirasakan dalam kehidupan. Setiap karya

baru saya rancang untuk membebaskan saya,

untuk memurnikan saya secara intelektual.

Kita tidak pernah sepenuhnya bebas dari

tanggung jawab dan keterlibatan dalam

masyarakat tempat kita berada. Inilah

mengapa saya menulis dedikasi di salah satu

buku saya sebagai berikut:

Hidup berarti melawan iblis dari

hati dan otak. Menulis berarti

mengucapkan penghakiman terakhir

pada diri sendiri. “

Henrik Ibsen (1828-1906) kepada

Ludwig Passarge, penerjemah pertama

Peer Gynt dalam bahasa Jerman.

(26)

Pada bulan Oktober 1981, saya berusia 19

tahun dan cukup beruntung untuk menonton

di Paris versi lengkap Peer Gynt, disutradarai

oleh salah satu sutradara teater yang paling

dihormati saat itu, Patrick Chereau. Selama 9

jam, tersebar pada dua malam berturut-turut,

saya menyaksikan perjalanan hidup yang luar

biasa dari karakter utamanya, Peer Gynt,

lahir dan besar di pegunungan Norwegia

yang dipenuhi dengan legenda, berkeliling

dunia dan kembali ke desanya di usia tua.

Pertunjukan mustahil ini dilakukan oleh

aktor-aktor hebat, khususnya Maria Casares,

salah satu bintang paling terkemuka di

panggung Prancis. Saya terpesona, terpukau,

tercengang, karena sepertinya Peer Gynt

berbicara tentang saya, tentang kehidupan

masa depan saya, tetapi juga berbicara

tentang kita, tentang kita masing-masing,

tentang semua orang secara keseluruhan.

Bagi seorang berusia 19 tahun dengan sedikit

pengalaman, lakon ini meninggalkan kesan

yang kuat sehingga secara pasti menanamkan

PS: Peer Gynt dan saya

kecintaan yang dalam dan abadi pada

teater.

Ketika hampir 40 tahun kemudian,

Yudi dan Ugo memberitahu saya bahwa

mereka berpikir untuk mengerjakan

Peer Gynt Ibsen, saya sangat gembira

dengan gagasan untuk kembali ke

drama yang sangat berarti bagi saya

dan hubungan saya dengan teater.

Perjalanan yang mengasyikkan dan

mempesona, memungkinkan saya

untuk mengeksplor kembali kepadatan

drama ini penuh dengan makna dan

interpretasi dengan berbaginya dengan

aktor dan kolaborator.

Terima kasih yang tak terhingga

kepada semua orang yang terlibat

dalam semua manifestasi dari produksi

ini.

(27)

DIDUKUNG OLEH:

Teater Garasi adalah sebuah kolektif

seniman lintas disiplin yang menjelajahi

dan menciptakan berbagai kemungkinan

seni pertunjukan sebagai bagian dari upaya

memahami dan mementaskan

perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.

Sejak tahun 1993, Teater Garasi berdiri di

atas kepercayaan dan praktik yang melihat

seni pertunjukan sebagai suatu cara untuk

mengolah dan memproduksi pengetahuan

serta untuk melibatkan diri secara dialektis

dengan lingkungan sosial politik. Visi dan

praktik itu telah membawa seniman dan

karya Teater Garasi ke pergaulan dan fora

seni pertunjukan internasional.

Teater Garasi adalah salah satu penerima

anugerah Prince Claus tahun 2013 dari

Yayasan Keluarga Kerajaan Belanda (Prince

Claus Fund), dengan pertimbangan, antara

lain: “untuk semangat penjelajahan dan

karya-karya inovatif yang merangsang

seni pertunjukan di Asia Tenggara; ...

untuk menekankan serta merayakan

sifat heterogen masyarakat Indonesia

yang kompleks.

Gambar

Ilustrasi gambar latar: Prihatmoko Moki Foto kostum: Mohammad Febrian Floor Director: Andreas Praditya Director of Photography: A

Referensi

Dokumen terkait

Dalam drama ini terlihat ada kegiatan kelompok kecil ( Shoushudankatsudou-小集団活動) yang terdiri dari beberapa orang perawat dan para dokter yang bekerja pada sebuah rumah sakit

Terbitnya Perpres 109 tahun 2020 yang ditandatangani pada 17 November 2020 oleh Presiden Joko Widodo, menjadikan 2 (dua) proyek PTBA masuk kembali menjadi PSN (Proyek

PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE Tbk Laporan keuangan/ Financial statements Pada tanggal 30 September 2021 dan 31 Desember 2020/ As of 30 September 2021 and 31 December 2020 Untuk

Untuk Periode-periode Sembilan Bulan yang Berakhir 30 September 2021 dan 2020 For the Nine-Month Periods Ended September 30, 2021 and 2020.. (Angka-angka Disajikan dalam Rupiah,

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN NOTES TO THE CONSOLIDATED FINANCIAL STATEMENTS 30 SEPTEMBER 2021 DAN 31 DESEMBER 2020 SEPTEMBER 30, 2021 AND DECEMBER 31, 2020 UNTUK

Pada pengakuan awal, grup mengukur aset keuangan pada nilai wajarnya ditambah, dalam hal aset keuangan tidak diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi,

Berdasarkan nilai kerapatan sambaran pertahun per-km 2 menunjukkan bahwa dua kecamatan dengan tingkat ancaman sambaran petir sangat tinggi yaitu kecamatan Selemadeg

Ekuitas yang Dapat Diatribusikan kepada Pemilik Entitas Induk/.. Equity Attributable to Owners of the Company Saldo