Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah,
memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk
kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama
penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat
yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work
non-commercially, as long as you credit the origin creator
and license it on your new creations under the identical
terms.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi, informasi sangat berperan dalam proses kehidupan sehari-hari salah
satunya aspek yang saat ini sangat berperan adalah gawai. Fenomena media digital yang penuh
dengan aktifitas produksi informasi. Penggunaan media elektronik secara aktif sangat ditentukan
oleh penggunaan inovasi lanjut dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Media diakui
mewujudkan fungsinya sebagai kepentingan publik.
Namun, produk media justru dinilai dapat menyesatkan publik. Penyesatan ini barangkali
bukan sebagai motif yang disengaja oleh media, tetapi cara kerjanya menggiring publik ke
kesalahan tersebut. Media terlalu diyakini sebagai panutan publik. Jenis media yang ada sekarang
sangat beraneka ragam seperti media televisi dan internet (Darmawan, 2010, p. 21).
Salah satu media elektronik yang sangat populer adalah televisi. Televisi merupakan sebuah
sistem penyampaian cerita yang tidak lagi dianggap barang aneh sebagai pengetahuan, dan
kehadiran televisi tidak lagi menjadi barang yang mewah. Teknologi tersebut telah dijadikan
kebutuhan hidup sehari-hari (Putra, 2009, p. 1).
Televisi memberikan peran penting dalam kehidupan anak-anak dan juga dapat memberi
informasi serta hiburan terhadap anak-anak (Masbikin, 2008, p. 62).
Televisi pada awalnya “berkompetisi” dalam area yang dipenuhi dengan media elektronik
lain, yaitu mulai dari ponsel, videogames, website interaktif, media sosial, dan lain sebagainya.
Menurut hasil penelitian Yayasan Pengembangan Media dan Anak (YPMA) pada tahun 2016
yang dikutip dalam (Noviana, 2007, p. 71) yang menyinggung jumlah jam menonton televisi pada
anak di Jakarta dan Bandung, ditemukan sekitar 30-35 jam seminggu atau 4,5 jam dalam sehari
anak-anak menonton televisi. Maka dalam setahun mencapai kurang lebih 1.600 jam. Sedangkan
jumlah hari sekolah anak-anak hanya sekitar 185 hari dalam lima jam perhari untuk kelas atas dan
tiga jam untuk kelas bawah. Sehingga dalam setahun anak-anak belajar di sekolah mencapai angka
740 jam.
Selain menonton televisi anak-anak pun menggunakan media yang lain seperti video game,
komik, internet, YouTube dan lain-lain. Sehingga waktu yang digunakan untuk menggunakan
media diperkirakan hampir mencapai 2.500 jam dalam satu tahun atau setara tujuh jam dalam
sehari. Dapat disimpulkan anak-anak Indonesia rata-rata jauh lebih lama menonton televisi dan
menggunakan internet dibandingkan jam belajar mereka di sekolah (Noviana, 2007, p. 71).
Sementara itu YouTube yang merupakan sebuah situs Web atau Video Sharing (berbagi
video) populer dimana pengguna dapat memuat, berbagi klip video dan menonton secara gratis.
Umumnya video di YouTube adalah film, klip musik untuk penggunanya sendiri. YouTube
memungkinkan siapa saja dapat mengaksesnya bahkan anak-anak usia dini juga dapat mengakses
YouTube tersebut secara mudah (Tamburaka, 2013, pp. 83-84).
Perkembangan dan perubahan dari media dapat menimbulkan berbagai macam pertanyaan
seperti apakah terdapat keutamaan yang spesial pada televisi dan media lain yang secara sosial
memberikan pengaruh yang tidak diharapkan, seperti ketakutan yang berlebih,agresi atau prilaku
kekerasan yang tak beralasan, problem identitas, problem dalam interaksi keluarga, materialisme
Hal ini sangat mungkin terjadi di kalangan anak-anak, karena saat ini media menggempur
dan masuk dalam kehidupan mereka sampai pada ruang-ruang privat, tidak hanya kepada kalangan
dewasa melainkan pada kalangan anak-anak (Lilis, 2014, p. 36).
Televisi lebih pantas ditonton oleh anak-anak di atas usia tiga tahun. Salah satu dampak
negatif televisi adalah dapat menurunkan kemampuan membaca pada anak. Balita yang terlalu
sering menonton televisi akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan stimulasi yang baik bagi
proses tumbuh kembang anak. Sebaliknya dampak positif menonton televisi terlihat jelas pada
anak berusia tiga sampai lima tahun. Pada usia ini kemampuan membacanya akan lebih baik
dengan menonton (Musbikin, 2009, pp. 79-90).
Sedangkan bila kita beralih terhadap media baru seperti internet, terdapat banyak pelajaran
yang mendokumentasikan manfaat positif dari media tersebut, yaitu proses komunikasi yang
dimediasi oleh komputer.
Komunikasi menggunakan media baru dapat memungkinkan terjadinya bentuk interaktif.
Seperti halnya proses komunikasi interpersonal, tetapi tidak terjadi tatap muka antara pengirim
dan penerima tidak berada berdekatan di dalam satu ruangan yang sama. Semua pesan yang
dikirim melalui media baru semuanya berbentuk digital, teks, suara, ataupun gambar.
Media baru atau bisa dikatakan internet ini telah menciptakan “generasi elektronik” yang lebih
demokratis, imajinatif, lebih bersifat sosial dan berwawasan, bila dibandingkan dengan generasi
sebelumnya (Guntarto, 2011, pp. 62-63).
Orang tua perlu mendampingi anaknya serta memberikan pengarahan sebelum atau sesudah
anak menyaksikan tayangan-tayangan kartun di televisi. Misalnya itu kartun Spongebob, tayangan
dan penyayang. Kartun Spongebob ini juga mengajarkan bagaimana menjalin persahabatan yang
setia dan saling memahami (Putra, 2009, p. 21).
Namun tidak semua masyarakat sadar bahwa tayangan kartun mengandung kekerasan dan
berbahaya jika ditiru anak-anak. Diantaranya terdapat adegan kekerasan dan perkataan yang kasar
yang seringkali dikatakan dari tokoh-tokoh cerita Spongebob saat mereka marah atau kesal
terhadap tokoh lainnya. Ada pula sikap atau kata yang merendahkan orang lain. Maka dari itu
diperlukan peran orang tua untuk mengawasi anaknya (Putra, 2009, p. 21).
Dalam realita kehidupan sehari-hari seringkali menunjukan bahwa peran ibu tidak selalu
dijalankan. Seringkali ibu kurang berperan, karena hampir sebagian besar kaum wanita berprofesi
sebagai wanita karir sehingga menuntut para ibu untuk melakukan kegiatan di luar rumah dan
rata-rata ibu memiliki pembantu atau pengasuh untuk anaknya, sehingga mengurangi waktu para ibu
mendampingi anak untuk menggunakan media di rumah (Putra, 2009, p. 45).
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana peran orang tua sebagai guru atau pendidik di
rumah, dalam mengoptimalkan penggunaan media terhadap anaknya. Hal ini sama dengan teori
atau konsep yang digunakan peneliti yaitu Social Learning Theory yaitu bagaimana orang tua
mengamati anak dalam penggunaan media.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas maka permasalahan yang ingin
diteliti penulis adalah: Bagaimana peran orangtua dalam mengoptimalkan penggunaan media
digital sebagai salah satu sumber belajar anak?
1. Bagaimana penggunaan media digital pada anak usia dini?
2. Bagaimana peran orangtua dalam mengoptimalkan penggunaan media digital sebagai
salah satu sumber belajar anak?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan penulis yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan media digital pada anak usia dini
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan peran orangtua dalam mengoptimalkan penggunaan media digital sebagai salah satu sumber belajar anak.
1.5. Kegunaan Penelitian
1.5.1. Kegunaan Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana teori belajar sosial Social
Learning Theory (SLT) dan teori literasi media diterapkan oleh orang tua, dalam membantu
anaknya mengoptimalkan pengunaan media sebagai salah satu sumber belajar anak.
1.5.2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan orang tua untuk menerapkan
peran orangtua, dalam mengoptimalkan penggunaan media digital sebagai salah satu
sumber belajar anak.
Secara sosial penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan orang tua untuk
melakukan beberapa bentuk praktis dari peran orang tua, dalam mengoptimalkan
penggunaan media digital sebagai sumber belajar anak.
1.6.
Keterbatasan Penelitiana. Penelitian ini hanya terbatas kepada orang tua dalam mengoptimalkan penggunaan
media digital sebagai saah satu sumber belajar anak.
b. Peneliti membatasi objek penelitian hanya tentang penggunaan media digital sebagai